• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

ANALISIS KANDUNGAN METAMPIRON PADA

JAMU TRADISIONAL YANG BEREDAR DI KOTA MEDAN

TAHUN 2009

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 051000191

EKA MAYASARI BANUREAH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2 0 0 9

(2)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

A B S T R A K

Jamu tradisional merupakan obat tradisional warisan nenek moyang yang banyak dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah. Jamu identik dengan bau yang tidak enak dan rasanya pahit.

Metampiron merupakan salah satu golongan obat Non-Steroidal Anti

Inflammatory Drugs dengan rumusan kimianya Cl3H16N3NaO4S.H2O dan

mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 101,0% Cl3H16N3NaO4S.H2O, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Metampiron merupakan obat analgetik-antipiretik dan anti-inflamasi. Metampiron pada jamu tradisional memang dosisnya kecil, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan dan dalam jangka waktu yang panjang akan mengganggu kerja darah.

Penelitian ini merupakan penelitian survai yang bersifat deskriptif. Objek penelitian adalah jamu tradisional yang beredar di kota Medan. Jamu tradisional diperoleh dari beberapa toko obat yang berjualan dekat Pasar Petisah sebanyak 10 jenis jamu tradisional. Untuk mengidentifikasi metampiron pada jamu, menggunakan metoda reaksi warna, dan untuk mengetahui kadar metampiron pada jamu dilakukan dengan metode Iodimetri.

Seluruh jamu yang dianalisis semuanya positif mengandung metampiron. Kadar metampiron yang dianalisis bervariasi yaitu jamu dengan nomor kode JA (0,476 mg / 7gr), JB (0,523 mg / 7 gr), JC (0,460 mg / 7 gr), JD (0,460 mg / 7 gr), JE (0,384 mg / 7 gr), JF (1,840 mg / 7 gr), JG (0,495 mg / 7 gr), JH (0,554 mg / 7 gr), JI (0,402 mg / 7 gr), JJ (0,369 mg / 7 gr). Berdasarkan peringatan Badan POM RI No. KH.00.01.43.2773/2008 tentang obat tradisional mengandung bahan kimia obat, metampiron tidak diperbolehkan ada pada jamu trdisional.

Jaminan akan keamanan pangan adalah hak asasi konsumen, sehingga diharapkan kepada Dinas Kesehatan dan BPOM supaya tetap melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap jamu tradisional yang beredar di kota Medan. Kata Kunci : Metampiron, Jamu

(3)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

A B S T R A C T

Traditional jamu is ancestor’s heritage traditional medicine that a lot of it are consumed by middle downwards society. Jamu is identic with the bad smell and the bitter taste.

Methampirone is one of Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs medicine group with its chemistry formula Cl3H16N3NaO4S.H2O and contain not less than 99% and not more than 101,0% Cl3H16N3NaO4S.H2O, calculated to substance that has been dried. Methampirone is an analgetic-antipiretic and anti-inflammation medicine. Methampirone in traditional jamu has small dose, but if consumed redundantly for a long time will affect the work of blood function.

This Research is a descriptive survey. The object study is traditional jamu circulated in Medan City. Traditional jamu are obtained from some drugstorest traded near Pasar Petisah with 10 traditional jamu types. To identify methampirone at jamu is used method of colour reaction, and to know level of methampirone at jamu, it is conducted with Iodimetri Method.

All jamu that analysed are positive contain methampirone. Level of methampirone that analysed are various, that is jamu with code card JA (0,476 mgs / 7gr), JB (0,523 mgs / 7 grs), JC (0,460 mgs / 7 grs), JD (0,460 mgs / 7 grs), JE (0,384 mgs / 7 grs), JF (1,840 mgs / 7 grs), JG (0,495 mgs / 7 grs), JH (0,554 mgs / 7 grs), JI (0,402 mgs / 7 grs), JJ (0,369 mgs / 7 grs). Base on public warning of BPOM RI No. KH.00.01.43.2773/2008 about traditional medicine contain medicine chemicals, methampirone is not admissible on jamu traditional.

Guarantee of food security is basic rights of consumen, so for public health service and BPOM are expected to keep monitoring and keep observing traditional jamu circulated in Medan City.

(4)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009. DAFTAR ISI Halaman Pengesahan ... i Abstrak ... ii Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix Lampiran - Lampiran ... x BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 5 1.3. Tujuan Penelitian ... 5 1.3.1. Tujuan Umum ... 5 1.3.2. Tujuan Khusus ... 5 1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Metampiron ... 7

2.1.1. Efek Farmakodinamik dan Efek Farmakokinetik Metampiron ... 8

2.1.2. Kegunaan Metampiron ... 9

2.1.3. Efek Samping Metampiron Terhadap Kesehatan ... 9

2.1.4. Penyalahgunaan Metampiron pada Campuran Jamu Tradisional... 10

2.2. Jamu ... 10

2.2.1. Defenisi Jamu ... 10

2.2.2. Jamu dan Kesehatan... 11

2.2.3. Jenis Jamu atau Obat Tradisional ... 12

2.2.4. Pembuktian Ilmiah dari Jamu dan Herbal ... 15

2.2.5. Legislasi Jamu atau Obat Tradisional ... 15

2.2.6. Syarat Pembuatan Jamu/Obat Tradisional ... 17

2.2.7. Manfaat dan Bahaya Jamu ... 18

2.3. Pedoman Untuk Mengkonsumsi Jamu Tradisional ... 21

2.4. Kerangka Konsep ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1. Jenis Penelitian ... 24

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 24

3.2.2. Waktu Penelitian ... 24

3.3. Objek Penelitian ... 24

3.4. Teknik Pengambilan Sampel... 25

3.4.1. Data Primer ... 25

3.4.2. Data Sekunder ... 25

3.5. Penetapan Metampiron ... 25

(5)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

3.5.2 Uji Kuantitatif ... 26

3.6. Defenisi Operasional ... 27

3.7. Pengolahan dan Analisa Data ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 29

4.1. Deskripsi Produk ... 29

4.2. Hasil Analisis Kualitatif Metampiron Pada Jamu Tradisional ... 31

4.3. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Metampiron Pada Jamu Tradisional ... 31

BAB V PEMBAHASAN ... 33

5.1. Pemeriksaan Kualitatif Metampiron Pada Jamu Tradisional ... 33

5.2. Pemeriksaan Kuantitatif Metampiron Pada Jamu Tradisional ... 34

5.3. Efek Samping mengkonsumsi Jamu Tradisional yang Mengandung Metampiron ... 35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 38

6.1. Kesimpulan ... 38

6.2. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. Surat Permohonan izin Peninjauan/Riset/Wawancara/On the Job/Training di Propinsi Sumatera Utara

2. Surat Keterangan telah melaksanakan Penelitian di Balai Kesehatan Medan Sumatera Utara

3. Hasil Analisis Kualitatif Metampiron pada Jamu Tradisional yang beredar di Kota Medan tahun 2009, yang dikeluarkan oleh Balai Kesehatan Medan Sumatera Utara

4. Hasil Anaisis Kadar Metampiron pada Jamu Tradisional yang Beredar di Kota Medan tahun 2009, yang dikeluarkan oleh Balai Kesehatan Medan Sumatera Utara

(6)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

TABEL

1. Tabel 2.1. Jamu yang Mengandung Bahan Kimia Obat ... 21 2. Tabel 4.1. Deskripsi Produk ... 29 2. Tabel 4.2. Hasil Analisis Kualitatif Metampiron pada Jamu Tradisional . 31 3. Tabel 4.2. Kadar Metampiron pada Jamu Tradisional ... 32

(7)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

LAMPIRAN – LAMPIRAN

1. Lampiran 1: Perhitungan Kadar Metampiron ... 43 2. Lampiran 2: Lampiran Gambar ... 48

3. Lampiran 3: Peringatan Badan POM RI No.

KH.00.01.43.2773/2008 tentang Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat ... 49

(8)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kecenderungan masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature) serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat, membuat semakin meningkatnya penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain. Obat tradisional dan tanaman obat banyak digunakan masyarakat menengah ke bawah. Sementara ini banyak orang beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat atau obat tradisional relatif lebih aman dibandingkan obat sintesis (Oktora, 2006).

Menurut Sampurno (2007), obat tradisional telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Di negara-negara sedang berkembang sebagian besar penduduknya masih terus menggunakan obat tradisional terutama untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan dasarnya. Menurut resolusi Promoting the Role of Traditional

Medicine in Health System: Strategy for the African Region, sekitar 80% masyarakat

di negara–negara anggota WHO di Afrika menggunakan obat tradisional untuk keperluan kesehatan. Beberapa negara region Afrika melakukan pelatihan obat tradisional kepada farmasis, dokter dan para medik.

Ada beberapa faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat tradisional di negara maju menurut Oktora (2006), yaitu usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu diantaranya kanker, serta semakin luas akses informasi mengenai obat tradisional di seluruh dunia.

(9)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

Di Indonesia sendiri, obat tradisional pada awalnya dibuat oleh pengobat tradisional hanya untuk pasiennya sendiri atau dalam lingkungan terbatas, berkembang menjadi industri rumah tangga. Sejak pertengahan abad ke 20 telah diproduksi secara massal baik oleh industri kecil obat tradisional (IKOT) maupun industri obat tradisional (IOT) (Vepriati, 2008).

Menurut data Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM), sampai tahun 2007 terdapat 1.012 industri obat tradisional yang memiliki izin usaha industri yang terdiri dari 105 industri berskala besar dan 907 industri berskala kecil (Onti, 2008). Karena banyaknya variasi sediaan bahan alam, maka untuk memudahkan pengawasan dan perizinan, badan POM (2004) mengelompokan dalam sediaan jamu, sediaan herbal terstandar dan sediaan fitofarmaka. Persyaratan ketiga sediaan berbeda yaitu untuk jamu pemakaiannya secara empirik berdasarkan pengalaman, sediaan herbal terstandar bahan bakunya harus distandarisasi dan sudah diuji farmakologi secara eksperimental, sedangkan sediaan fitofarmaka sama dengan obat modern bahan bakunya harus distandarisasi dan harus melalui uji klinik.

Sejalan dengan perkembangan obat tradisional yang menggembirakan ini, juga dipicu persaingan yang semakin ketat cenderung membuat industri jamu menghalalkan segala cara untuk dapat bertahan hidup. Pencampuran jamu dengan bahan-bahan kimia berbahaya sering dilakukan untuk menjadikan jamu tersebut semakin berkhasiat secara instan (Hermanto, 2007).

Vepriati (2008) berpendapat bahwa pencampuran jamu dengan bahan kimia obat sangat berbahaya apalagi kebanyakan bahan kimia obat yang ditambahkan tergolong obat keras yang dalam pemakaian harus dengan resep dokter, karena di

(10)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

samping mempunyai efek terapi juga mempunyai efek samping dan kontra indikasi. Lebih bahaya lagi bahan kimia obat yang ditambahkan biasanya tanpa takaran yang jelas, dan biasanya obat tradisional dikonsumsi secara rutin yang menjadi adat kebiasaan dan dalam jangka panjang. Konsumen yang biasa mengkonsumsi jamu nafsu makan akan terlihat gemuk pada bagian tertentu, terutama pada bagian muka terlihat gemuk, bundar seperti bulan atau moon face. Tapi pemilik wajah moon face tidak memancarkan wajah yang sehat. Hal ini disebabkan adanya kandungan steroid dalam jamu.

Selama tahun 2001 sampai tahun 2003, berdasarkan hasil operasi pengawasan dan pengujian laboratorium Badan POM RI ditemukan 78 macam obat tradisional yang dicampur/dicemari bahan kimia obat. Obat tradisional/jamu yang dicemari bahan kimia obat itu diproduksi di Cilacap dan Banyumas dalam skala yang cukup besar dan peredaran yang luas yakni lebih dari 20 propinsi (Hukes, 2008).

Untuk melindungi masyarakat dari bahaya akibat penggunaan obat tradisional yang dicemari bahan kimia obat tersebut, Badan POM (2003) telah memberikan peringatan keras kepada produsen yang bersangkutan dan memerintahkan untuk menarik produk serta memusnahkannya, membatalkan nomor pendaftaran produk bahkan mengajukannya ke pengadilan. Sebelumnya juga pemerintah telah menetapkan Permenkes RI no. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat tradisional, di mana pada pasal 33 menjelaskan tentang syarat-syarat penandaan yang tercantum pada pembungkus, wadah, etiket atau brosur jamu tradisional yang harus dipatuhi oleh industri jamu tradisional.

(11)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

Namun, Berdasarkan hasil pengawasan obat tradisional melalui sampling dan pengujian laboratorium tahun 2007, Badan POM (Pengawasan Obat dan Makanan) kembali memerintahkan untuk menarik dari peredaran pada tahun 2007 sebanyak 54 macam produk obat tradisional yang dicampur dengan bahan kimia obat keras yaitu Metampiron, Sibutramin hidroklorida, Sildenafil Sitrat, Siproheptadin, Fenilbutazon, Asam mefenamat, Prednison, Teofilin, dan Parasetamol (POM, 2008). Di tahun yang sama, Badan POM Medan juga berhasil menemukan 42 sampling jamu tradisional yang mengandung bahan kimia obat.

Metampiron merupakan salah satu bahan kimia obat yang sering digunakan oleh dokter sebagai obat analgetik-antipiretik. Namun, oleh produsen jamu yang nakal dicampurkan dalam jamu pegal linu dan asam urat. Penggunaan Metampiron secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan saluran cerna seperti mual, pendarahan lambung, rasa terbakar serta gangguan sistem saraf seperti tinitus (telinga berdenging) dan neuropati, gangguan darah, pembentukan sel darah dihambat (anemia aplastik), agranulositosis, gangguan ginjal, syok, kematian (Yuliarti,2008).

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti ingin mengetahui apakah metampiron masih juga digunakan sebagai bahan tambahan pada jamu tradisional yang beredar di Medan. Maka dengan penelitian tersebut diharapkan penelitian ini dapat bermafaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi jamu tradisional yang dipasarkan dan menjanjikan hasil yang memuaskan.

(12)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

1.2. Perumusan Masalah

Selama tahun 2001 sampai tahun 2003, Badan POM RI menemukan 78 macam obat tradisional yang dicampur/dicemari bahan kimia obat, kemudian tahun 2007 ditemukan kembali 54 macam produk jamu tradisional yang dicampuri/dicemari bahan kimia obat. Di tahun yang sama, Badan POM Medan juga menemukan 42 sampling jamu tradisional yang mengandung bahan kimia obat. Salah satu bahan kimia yang dicampurkan adalah metampiron yang penggunaannya tanpa resep dokter dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh. Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan apakah masih ada jamu tradisional yang mengandung metampiron dan berapa besar kadar metampiron pada beberapa jamu tradisional yang beredar di Kota Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis kandungan metampiron serta penandaan kemasan pada beberapa jamu tradisional yang beredar di kota Medan tahun 2009.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan metampiron pada beberapa jamu tradisional yang beredar di kota Medan.

2. Untuk mengetahui besar kadar metampiron yang terdapat pada jamu tradisional yang beredar di kota Medan.

(13)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya dari metampiron. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya mengkonsumsi

jamu tradisional yang mengandung metampiron.

3. Sebagai masukan bagi dinas kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang kandungan metampiron pada jamu tradisional yang beredar di kota Medan.

(14)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metampiron

Metampiron ditemukan tahun 1946. Merupakan salah satu obat golongan NSAID, atau Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs yang merupakan suatu derivat Pirazolon yang larut dalam air (Hoan Tjay, 2002). Metampiron memiliki rumus kimia C13H16N3NaO4S.H2O dan mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 101,0% C13H16N3NaO4S.H2O, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Berbentuk hablur putih atau putih kekuningan. (Depkes RI, 1995).

Metampiron merupakan obat analgetik-antipiretik dan anti-inflamasi. Analgesik adalah obat untuk menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri di system saraf pusat tanpa menekan kesadaran, sedangkan antipiretik merupakan obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi, analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Sedangkan anti-inflamasi adalah mengatasi inflamasi atau pembengkakan (Anief, 1995).

Menurut Anief (1995), umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah denganmenghambat sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan "sinyal" nyeri, sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.

(15)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

2.1.1. Efek Farmakodinamik dan Efek Farmakokinetik Metampiron

Efek Farmakodinamik :

Menurut Wilmana (1995), ada 3 efek farmakodinamik metampiron yaitu: a. Efek Analgesik, metampiron digunakan untuk mengurangi nyeri akut atau

kronik hebat bila analgesik lain tidak menolong.

b. Efek Antipiretik, menurunkan suhu tubuh yang sukar diatasi oleh obat antipiretik lainnya lain.

c. Efek Anti Inflamasinya sangat lemah. Efek Farmakokinetik :

Metampiron diabsorpsi dengan baik oleh saluran pencernaan, konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu 30-45 menit dan masa paruh plasma dicapai dalam waktu 1-4 jam. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan diekskresi melalui ginjal. Dosis untuk metampiron ialah tiga kali 0,3-1 gram sehari. Metampiron tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dan larutan obat suntik yang mengandung 500 mg/ml (Wilmana, 1995).

Menurut DechaCare (2009), dosis metampiron : - Dosis oral

Dewasa: 500 - 1000 mg 3 - 4 kali sehari (maksimum 3 gram sehari).

Anak-anak: 250 - 500 mg 3 - 4 kali sehari (maksimum 1 gram untuk < 6 tahun dan 2 gram untuk 6 - 12 tahun).

- Dosis parental 500 - 1000 mg sekali suntik. Jangan lebih dari 1 gram karena dapat menimbulkan syok.

(16)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

2.1.2. Kegunaan Metampiron

Metampiron memiliki efek analgesik-antipiretik dan efek anti-inflamasinya lemah. Penggunaannya sebagai analgesik-antipiretik sangat dibatasi yaitu (Ajido, 2008) :

- Nyeri akut hebat sesudah luka atau pembedahan. - Nyeri karena tumor atau kolik.

- Nyeri hebat akut atau kronik bila analgesik lain tidak menolong. - Demam tinggi yang tidak bisa diatasi antipiretik lain.

2.1.3. Efek Samping Metampiron terhadap Kesehatan

Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama, penggunaan metampiron dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan (seperti rasa terbakar), Tinitus (telinga berdesing/berdenging) Anemia Aplastik atau gangguan/terhambatnya pembentukan sel darah merah, efek samping lainnya yaitu peradangan di daerah mulut, hidung dan tenggorokan, tremor, shok, dan urine berwarna merah, kadang-kadang dapat menimbulkan kasus agranulositosis yaitu berkurangnya jumlah granulosit pada darah (Sartono, 1996).

Wilmana (1995) menambahkan bahwa di beberapa negara misalnya Amerika Serikat, efek samping ini banyak terjadi dan bersifat fatal., sehingga pemakaiannya sangat dibatasi atau dilarang sama sekali. Di Indonesia frekuensi pemakaian metampiron cukup tinggi dan agranulositosis telah dilaporkan pada pemakaian obat ini, tetapi belum ada data tentang angka kejadiaannya. Kesan bahwa orang Indonesia tahan terhadap metampiron tidak dapat diterima begitu saja mengingat system

(17)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

pelaporan data efek samping belum memadai sehingga mungkin kematian oleh agranulositosis tercatat sebagai penyakit infeksi.

2.1.4. Penyalahgunaan Metampiron pada Campuran Jamu Tradisional

Metampiron memiliki efek analgetik-antipiretik dan anti-inflamasi. Hal ini dimanfaatkan oleh produsen jamu yang nakal untuk meningkatkan penjualan, karena konsumen menyukai produk jamu tradisional yang bereaksi cepat pada tubuh. Metampiron dicampurkan dalam jamu dimaksudkan untuk menjadikan jamu berkhasiat secara instan. Kandungan metampiron dalam jamu digunakan untuk mengobati pegal linu dan asam urat (Yuliarti, 2008). Secara detail akan dijelaskan sebagai berikut

2.2. Jamu

2.2.1. Definisi Jamu

Definisi jamu atau obat tradisional berdasarkan Undang-Undang Kesehatan RI no 23 tahun 1992 adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galerik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM no.HK.00.05.41.1384 tahun 2005, obat tradisional dilarang menggunakan :

1. Bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat. 2. Narkotika atau psikotropika.

3. Hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(18)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

2.2.2. Jamu dan Kesehatan

Jamu dikenal sudah berabad-abad di Indonesia yang mana pertama kali jamu dikenal dalam lingkungan Istana atau keraton yaitu Kesultanan di Jogjakarta dan Kasunanan di Surakarta. Jaman dahulu resep jamu hanya dikenal dikalangan keraton dan tidak diperbolehkan keluar dari keraton. Tetapi seiring dengan perkembangan jaman, orang-orang lingkungan keraton sendiri yang sudah modern, mereka mulai mengajarkan meracik jamu kepada masyarakat diluar keraton sehingga jamu berkembang sampai saat ini tidak saja hanya di Indonesia tetapi sampai ke luar negeri (Lewi, 2008).

Menurut Hermanto (2007), jamu bisa dimanfaatkan untuk obat luar dan obat dalam yang harus diminum. Obat luar bisa dioles, digosok, direndam, atau ditempel. Image jamu biasanya bau yang tidak enak dan rasanya pahit. Khasiat jamu dipercaya sejak jaman dahulu. Selanjutnya, seiring dengan berjalannya waktu, negara Indonesia dijajah Belanda. Sehingga masuklah budaya barat yang memperkenalkan obat medis yang praktis, kecil, tidak berbau dan tinggal telan.

Pembuatan jamu sendiri menggunakan bermacam-macam tumbuhan yang diambil langsung dari alam berupa bagian dari tumbuhan seperti rimpang (akar-akaran), daun-daunan, kulit batang dan buah. Selain itu ada juga yang menggunakan bahan dari tubuh hewan, seperti empedu kambing atau tangkur buaya. Efek samping jamu relatif lebih kecil dibanding obat medis. Namun tidak mudah menyakinkan kalangan medis untuk meresepkan jamu yang belum dilakukan penelitian ilmiah atau uji klinis. Meski pada kenyataannya jamu sudah digunakan puluhan bahkan ratusan

(19)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

tahun yang lalu secara turun temurun sebelum farmakologi modern masuk Indonesia (Hermanto, 2007).

2.2.3. Jenis Jamu atau Obat Tradisional

Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM RI No.00.05.4.2411 tahun 2004, berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (POM, 2004) :

1. Jamu

Merupakan obat tradisional warisan nenek moyang. Dipasaran, bisa dijumpai dalam bentuk herbal kering siap seduh atau siap rebus, juga dalam bentuk segar rebusan sebagaimana dijajakan para penjual jamu gendong (Yuliarti, 2008). Beberapa contoh jamu gendong menurut Lewi, (2008) :

a. Jamu beras kencur

Jamu beras kencur dipercaya dapat menghilangkan pegal-pegal pada tubuh. Selain itu, jamu beras kencur dapat merangsang nafsu makan, sehingga selera makan meningkat dan tubuh menjadi lebih sehat. Bahan yang digunakan yaitu beras dan kencur.

b. Jamu Kunir Asam

Jamu kunir asam digunakan untuk menyegarkan tubuh atau dapat membuat tubuh menjadi dingin. Manfaat lain untuk menghindarkan dari panas dalam atau sariawan, serta membuat perut menjadi dingin. Bahan yang digunakan yaitu kunyit , gula.

(20)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

c. Jamu Pahitan

Jamu pahitan dimanfaatkan untuk gatal-gatal dan kencing manis. Manfaat lainnya untuk, menghilangkan bau badan, menurunkan kolesterol, perut kembung/sebah, jerawat, pegal, dan pusing. Bahan yang digunakan yaitu sambiloto.

d. Jamu Kudu Laos

Khasiat jamu kudu laos adalah untuk menurunkan tekanan darah. Selain itu, untuk melancarkan peredaran darah, menghangatkan badan, membuat perut terasa nyaman, menambah nafsu makan, melancarkan haid, dan menyegarkan badan. Bahan yang digunakan yaitu buah mengkudu masak ditambah rimpang laos dan biasanya ditambahkan buah asam masak.

Menurut Yuliarti (2008), demi alasan kepraktisan, kini jamu juga diproduksi dalam bentuk kapsul dan dalam bentuk pil siap minum. Pada umumnya jamu dalam kelompok ini diracik berdasarkan resep peninggalan leluhur, yang belum diteliti secara ilmiah. Khasiat dan keamanannya dikenal secara empiris atau berdasarkan pengalaman turun temurun.

Bahan-bahan yang digunakan tidak mengandung bahan kimia sintetik melainkan menggunakan bermacam-macam tumbuhan yang diambil langsung dari alam dan efek sampingnya relatif lebih kecil dibanding obat medis (Hermanto, 2007).

2. Obat Herbal Terstandar

Sedikit berbeda dengan jamu, herbal terstandar umumnya sudah mengalami pemprosesan, misalnya berupa ekstrak atau kapsul. Herbal yang sudah diekstrak tersebut sudah diteliti khasiat dan keamananya melalui uji pra klinis (terhadap hewan) di laboratorium. Disebut herbal terstandar, karena dalam proses pengujiannya

(21)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

telah diterapkan standar kandungan bahan, proses pembuatan ekstrak, higenitas, serta uji toksisitas untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan racun dalam herbal (yuliarti, 2008).

3. Fitofarmaka

Merupakan jamu dengan kasta tertinggi karena khasiat, keamanan serta standar proses pembuatan dan bahannya telah diuji secara klinis, jamu berstatus sebagai fitofarmaka juga dijual di apotek dan sering diresepkan oleh dokter (yuliarti, 2008).

Menurut Hermanto (2007), di Indonesia hingga saat ini baru ada 5 produk fitofarmaka, yaitu:

a. Nodiar

Merupakan fitofarmaka anti-diare dengan bahan baku daun jambu biji (Psidium guajava) dan Curcuma domestica.

b. Rheumaneer

Merupakan fitofarmaka anti-rematik dengan bahan baku Curcuma

xanthorrhiza.

c. Stimuno

Merupakan fitofarmaka untuk meningkatkan kekebalan tubuh dengan bahan baku meniran (Phyllanthus niruri).

d. Tensigard

Merupakan fitofarmaka anti-hipertensi dengan bahan baku kumis kucing (Orthosiphon stamineus) dan seledri (Apium graviolens).

(22)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

e. X-gra

Merupakan aprodisiak dengan bahan baku linzhi (Ganoderma lucidum), pasak bumi (Eurycoma longifolia) dan gingseng.

2.2.4. Pembuktian Ilmiah dari Jamu dan Herbal

Menurut Hermanto (2007), kandungan ilmiah dari suatu herbal dan jamu akan menentukan kelas dari herbal dan jamu tersebut, apakah tergolong jamu, herbal tersatndar, atau fitofarmaka. Hirarki pembuktian ilmiah dari jamu dan herbal dapat dilihat pada gambar di bawah:

Uji klinis (skala besar) Fitofarmaka Uji klinis (skala kecil)

Uji coba (tidak terkontrol) Herbal

Studi observasi terstandar

Studi kasus

Pengalaman empiris Jamu

Hirarki pembuktian ilmiah obat bahan alam Indonesia

2.2.5. Legislasi Jamu atau Obat Tradisional

a. Legislasi Obat Tradisional/Herbal Di berbagai Negara

Berdasarkan penggunaan dan pengakuan obat tradisional pada sistem pelayanan kesehatan, WHO menetapkan 3 sistem yang dianut oleh negara-negara di dunia, yaitu (Sampurno, 2007):

1. Sistem integratif, secara resmi obat tradisional diakui dan telah diintegrasikan dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Ini berarti obat tradisional telah menjadi komponen dari kebijakan obat nasional, ada sistem

(23)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

registrasi produk dan regulasi; obat tradisional digunakan di rumah sakit dan sistem asuransi kesehatan, ada penelitian dan pengembangan serta pendidikan tentang obat tradisional. Negara yang menganut sistem integratif ini antara lain ialah RRC, Korea Utara dan Vietnam.

2. Sistem inklusif, mengakui obat tradisional tetapi belum mengintegrasikan pada sistem pelayanan kesehatan. Sistem inclusive ini dianut oleh negara sedang berkembang seperti Nigeria dan Mali maupun negara maju seperti Kanada dan Inggris.

3. Sistem toleran, sistem pelayanan kesehatan berbasis kedokteran modern tetapi penggunaan beberapa obat tradisional tidak dilarang oleh undang-undang.

b. Legislasi Jamu / Obat Tradisional di Indonesia

Jamu atau obat tradisional yang beredar di Indonesia mempunyai sertifikat berjenjang, yaitu (Hermanto, 2007):

1. Sertifikat TR (tradisional), untuk obat yang menggunakan bahan baku yang diakui berkhasiat obat secara turun temurun. Sertifikat TR ini hanya boleh mencantumkan khasiat ramuan satu macam saja dengan kata-kata standar ”Secara tradisional digunakan untuk pengobatan...”

2. Sertifikat Obat Herbal Terstandar apabila sebuah ramuan sudah diujicobakan kepada hewan percobaan, atau dilakukan uji praklinis.

(24)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

2.2.6. Syarat Pembuatan Jamu/Obat Tradisional

Terhadap jamu/obat tradisional, pemerintah belum mengeluarkan persyaratan yang mantap, namun dalam pembinaan jamu, pemerintah telah mengeluarkan beberapa petunjuk yakni sebagai berikut (Santoso, 2006) :

1. Kadar air tidak lebih dari 10%. Ini untuk mencegah berkembang biaknya bakteri, kapang dan khamir (ragi).

2. Jumlah kapang dan khamir tidak lebih dari 10.000 (sepuluh ribu). 3. Jumlah bakteri nonpatogen tidak lebih dari 1.000.000 (1 juta). 4. Bebas dari bakteri patogen seperti Salmonella.

5. Jamu yang berbentuk pil atau tablet, daya hancur tidak lebih dari 15 menit (menurut Farmakope Indonesia). Toleransi sampai 45 menit.

6. Tidak boleh tercemar atau diselundupi bahan kimia berkhasiat.

Selain itu, pembuatan jamu tradisional juga memerlukan bahan tambahan berupa pengawet yang tidak lebih dari 0,1 %

Pengawet yang diperbolehkan (Depkes R.I, 1994) : 1. Metil p - hidroksi benzoat (Nipagin);

2. Propil p - hidroksi benzoat (Nipasol): 3. Asam sorbat atau garamnya;

4. Garam natrium benzoat dalam suasana asam; 5. Pengawet lain yang disetujui.

(25)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

2.2.7. Manfaat Dan Bahaya Jamu

1. Manfaat Jamu

Adapun manfaat dari jamu, yaitu (Yuliarti, 2008): a. Menjaga kebugaran tubuh

Berbagai jenis memiliki fungsi untuk menjaga kebugaran tubuh termasuk menjaga vitalitas, menghilangkan rasa tidak enak di badan yang mengganggu kebugaran tubuh misalkan lemah, letih, lesu.

b. Menjaga kecantikan

Selain menjaga kebugaran, beberapa jenis jamu juga berfungsi menjaga dan meningkatkan kecantikan. Beberapa hal yang termasuk di sini di antaranya menyuburkan rambut, melembutkan kulit, memutihkan kulit, menghilangkan bau badan serta bau mulut dan lain sebagainya.

c. Mencegah penyakit

Beberapa jenis jamu berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah gangguan-gangguan kesehatan ringan misalnya influenza, mabuk perjalanan, dan mencegah cacat pada janin.

d. Mengobati penyakit

Manfaat jamu yang paling dikenal di masyarakat adalah untuk mengobati penyakit. Berbagai jenis jamu mulai dipercaya untuk mengobat berbagai jenis penyakit misalnya asam urat, asma, batu ginjal, bronkitis, demam berdarah, diabetes militus, desentri, eksem, hipertensi, influenza, kanker, gangguan kolesterol, lepra, lever, luka, malaria, peradangan, rematik, TBC, tifus, tumor dan usus buntu.

(26)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

2. Bahaya Jamu

a. Herbal Berbahaya

Sebagian besar orang berpendapat bahwa yang alami lebih aman dan kecil sekali efek sampingnya karena sifat herbal yang kontruksif terhadap tubuh. Namun, harus tetap dipahami bahwa yang alami bisa saja tidak aman bila cara pemanfaatannya salah. Selain itu ada beberapa bahan alam yang menyebabkan efek negatif seperti (Hermanto , 2007):

1. Aristolochia sp. Yang menyebabkan gagal ginjal stadium lanjut. 2. Produk Kava-kava (Piper metysticum) merupakan herbal sedatif yang

bersifat hepatotoksik (meracuni hati), biasanya digunakan untuk menenangkan diri.

3. Ephedra bisa menyebabkan serangan jantung dan stroke. Produk ephedra digunakan untuk menurunkan berat badan, bisa menyebabkan tekanan darah meningkat, detak jantung menjadi tidak teratur, rasa gelisah, sakit kepala, dan susah tidur.

4. Batang pohon kina (Cinchonae cortex) dan daun artimisia (Artemesiae folium) yang dapat menyebabkan resistensi Plasmodium

falciparum dan Plasmodium vivax terhadap obat anti malaria.

c. Mengandung Bahan Kimia Obat

Beberapa jenis jamu dinilai berbahaya karena didalamnya terkandung bahan kimia obat (BKO). Menurut temuan Badan POM, obat tradisional yang sering dicemari BKO umumnya adalah obat tardisional yang digunakan pada penyakit-penyakit tertentu seperti tabel berikut ini (Yuliarti, 2008):

(27)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

Tabel 2.1 Jamu yang Mengandung Bahan Kimia Obat

Kegunaan Obat Tradisional BKO yang sering Ditambahkan

Pegal linu/Encok/rematik Fenilbutazon, metampiron, diklofenaksodium, piroksikam, parasetamol, prednison, atau deksametason

Pelangsing Sibutramin hidroklorida Peningkat stamina/obat kuat pria Sildenafil sitrat

Kencing manis/diabetes Glibenklamid Sesak nafas/asma Teofilin Sumber : Yuliarti, (2008)

Tahun 2004, Monica dan kawan-kawan melakukan studi tentang penggunaan bahan obat sintetis dalam sediaan obat tradisional (jamu) di daerah Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan terhadap beberapa contoh sediaan jamu yang umum dikonsumsi oleh masyarakat dengan tiga kategori pabrik jamu, yaitu pabrik besar, menengah dan kecil dengan jamu yang berlabel SP (Surat Penyuluhan), Terdaftar dan Tidak Terdaftar. Adapun jamu yang dipakai dalam penelitian ini adalah jamu yang memiliki khasiat untuk penyakit tulang, asam urat, anti kolesterol dan pegal linu dengan pembanding meliputi: metampiron, asam mefenama, parasetamol, allupurinol dan dexamethazon.berdasarkan data penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa dari 83 merek jamu yang distribusi ternyata hanya 32 yang memenuhi persyaratan sedangkan sebanyak 51 tidak memenuhi persyaratan karena 39 merek berstatus tidak terdaftar dan 12 yang mengandung BKO (Monica W, 2004).

(28)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

Sementara itu, tahun 2007, Sumantri melalui skripsinya melakukan penelitian tentang identifikasi dan penetapan kadar bahan obat dalam jamu sesak napas yang beredar di Kotamadya Medan. Hasil penelitian menunjukkan dari 5 jamu sesak napas yang diteliti, 1 jamu ditemukan adanya senyawa teofilin sedangkan senyawa deksametason dan prednison tidak ditemukan. Jamu yang ditemukan adanya senyawa teofilin adalah jamu produksi Leo. Hasil penetapan kadar teofilin diperoleh kadar teofilin yaitu 0,3047 % (Sumantri, 2007).

2.3. Pedoman Untuk Mengkonsumsi Jamu Tradisional

Sebagai pedoman bagi masyarakat yang ingin membeli atau mengkonsumsi obat tradisional, Pemerintah telah menetapkan Permenkes RI no 246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat tradisional yaitu :

Pada pembungkus, wadah atau etiket dan brosur Obat Tradisional Indonesia harus dicantumkan kata “JAMU” yang terletak dalam lingkaran dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri;

Kata "JAMU" harus jelas dan mudah dibaca, dan ukuran huruf sekurang-kurangaya tinggi 5 (lima) milimeter dan tebal 1/2 (setengah) millimeter dicetak dengan warna hitam di atas warna putih atau warna lain yang menyolok.

Pada pembungkus, wadah atau etiket dan brosur Obat Tradisional Lisensi harus dicantumkan lambang daun yang terletak dalam lingkaran dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri.

(29)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

Lambang daun harus jelas dengan ukuran sekurang-kurangnya lebar 10 (sepuluh) milimeter dan tinggi 10 (sepuluh) milimeter, warna hitam di atas dasar putih atau warna lain yang menyolok dengan bentuk dan rupa.

Penandaan yang tercantum pada pembungkus, wadah, atiket dan atau brosur harus berisi informasi tentang :

a. Nama obat tradisional atau nama dagang; b. Komposisi;

c. Bobot, isi atau jumlah obat tiap wadah; d. Dosis pemakaian;

e. Khasiat atau kegunaan; g Kontra indikasi (bila ada); h. Kedaluwarsa;

i. Nomor pendaftaran; j. Nomor kode produksi;

k.Nama industri atau alamat sekurang-kurangaya nama kota dan kata “INDONESIA";

l. Untuk Obat Tradisional Lisensi harus dicantumkan juga nama dan alamat industri pemberi lisensi (Depkes R.I, 1990)

(30)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009. Uji Kualitatif Metampiron Ada Tidak Ada Uji Kuantitatif Metampiron

Peringatan Badan POM RI No. KH.00.01.43.2773/2008 tentang obat tradisional mengandung bahan kimia obat

2.4. Kerangka Konsep

Jamu tradisional yang dijual di beberapa toko obat di kota Medan

(31)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah survai bersifat deskriptif yaitu untuk melihat keberadaan metampiron dan kadar metampiron pada jamu tradisional .

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi penelitian

Pengambilan sampel dilakukan pada beberapa toko obat yang menjual jamu pegal linu dan asam urat dalam bentuk serbuk dan berjualan di dekat pasar Petisah. Pengambilan sampel dilakukan di lokasi ini karena lokasinya dekat dengan pusat perbelanjaan dan ramai dikunjungi orang.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei - Juni tahun 2009.

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah 10 merek jamu tradisional yang beredar di kota Medan. Setiap sampel akan diidentifikasi untuk melihat ada atau tidak ditemukan

metampiron pada jamu tradisional tersebut dan kemudian akan ditentukan kadarnya.

Adapun 10 merek sampel yang akan diteliti adalah sebagai berikut : a. Jamu Amurat (asam urat)

b. Jamu Pegal linu komplit (pegal linu) c. Jamu Ngeres linu (pegal linu) d. Jamu Pegal Linu (pegal linu)

(32)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

e. Jamu Donrat (asam urat)

f. Jamu Asam urat dan flu tulang (asam urat) g. Jamu Prourat (asam urat)

h. Jamu Sendi (pegal linu) i. Jamu Prolinu (pegal linu) j. Jamu Wan Tong (pegal linu)

3.4. Teknik Pengambilan Sampel

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan metampiron pada jamu tradisional di laboratorium bagian Toksikologi Balai Laboratorium Kesehatan Medan.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan, Badan POM, dan literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian.

3.5. Penetapan Metampiron 3.5.1. Uji Kualitatif 1. Alat-alat a. Flat tetes 2. Bahan-bahan kimia a. FeCl3 b. AgNO3 c. Larutan Erlich d. HCl

(33)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009. e. NaNO2 f. Beta Napthol g. NH4OH 3. Cara Kerja

Test I : Masukkan sampel ke dalam flat tetes kemudian tambahkan FeCl3 terbentuk warna ungu biru, kemudian hijau, kemudian kuning, kemudian warna hilang.

Test II : Masukkan sampel ke dalam flat tetes kemudian tambahkan AgNo3 akan terbentuk warna ungu keruh gemerlapan.

3.5.2. Uji Kuantitatif 1. Alat-Alat a. Erlenmeyer b. Buret c. Timbangan d. Pipet 2. Bahan-bahan kimia a. HCl 0,2 N b. Larutan Amilum 1 % c. Larutan Iodium Cara Kerja

a. Timbang dengan teliti 400 mg sampel masukkan dalam Erlenmeyer. b. Tambahkan 50 ml aquadest bebas CO2.

(34)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

d. Kemudian tambahkan larutan amilum 1 % sebanyak 1 ml sebagai indikator

e. Titrasi melalui buret dengan larutan Iodium sampai terbentuk warna biru yang stabil selama 1-2 menit

f. Baca volume larutan Iodium yang terpakai.

g. 1 ml larutan Iodium 0,01 N setara dengan 1,767 mg atau 0,001767 gr metampiron.

Cara menghitung kadar metampiron dengan menggunakan rumus : Kadar Metampiron = V x N x ∞

B

x 100%

Di mana : a. V = Volume titrasi sampel (ml) b. N = Normalitas Iodium yaitu 0,01 N c. ∞ = 1,767 mg

d. B = Berat sampel (mg).

Kadar metampiron yang diperbolehkan dalam bentuk tablet adalah 500 mg (Depkes, 1995).

3.6 Defenisi Operasional

1. Jamu tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sari (galenik) atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

2. Metampiron adalah salah satu obat analgetik-antipiretik serta sebagai salah satu bahan kimia obat yang dilarang dicampurkan di dalam jamu tradisional.

(35)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

3. Uji Secara kualitatif yaitu pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui ada tidaknya metampiron pada jamu tradisional atau sampel dengan melihat perubahan warna dengan menggunakan metoda reaksi warna.

4. Uji secara kuantitatif yaitu pemeriksaan laboratorium untuk melihat seberapa besar kadar metampiron yang terkandung pada jamu tradisional atau sampel. Dengan menggunakan metoda iodimetri.

5. Ada adalah kondisi di mana terdapat penggunaan metampiron pada sampel dengan berdasarkan pada peringatan Badan POM RI No. KH.00.01.43.2773/2008 tentang obat tradisional mengandung bahan kimia obat.

6. Tidak ada adalah kondisi di mana tidak terdapatnya metampiron pada sampel dengan berdasarkan pada peringatan Badan POM RI No. KH.00.01.43.2773/2008 tentang obat tradisional mengandung bahan kimia obat.

3.7. Pengolahan data Analisa Data

Sesuai dengan jenis penelitian, maka analisa terhadap data yang terkumpul dilakukan secara deskriptif yang disertai tabel, narasi dan pembahasan serta diambil kesimpulan apakah jamu tradisional yang dijual di kota Medan memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi disesuaikan dengan peringatan Badan POM RI No. KH.00.01.43.2773/2008 tentang obat tradisional mengandung bahan kimia obat.

(36)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Produk

Tabel 4.1. Deskripsi produk

Nama jamu Komposisi Khasiat dan kegunaan Dosis Berat Bersih A Jamu Amurat (Produksi Nyonya Meneer) - Momordicae fructus (20%) -Orthosiphonis folium (30%) - Myristicae semen (25%) - Murrayae folium (25%) Membantu mengurangi gejala akibat asam urat yang berlebihan, misalnya badan pegal linu. 3-4 bungkus dalam seminggu 7 gram / bungkus B Pegal Linu Komplit (Produksi PT. Sido Muncul) - Melaleucae fructus (10%) - Retrofracti fructus (10%) - Zingiberis aromaticae rhizome (10%) - Languatis rhizome (12%) - Cyperi Rhizoma (5%) - Bahan-bahan lain (53%)

Mengobati lelah, pegal linu, nyeri pada otot-otot dan tulang-tulang di seluruh tubuh setelah bekerja, berolah raga atau melakukan perjalanan jauh. 2 bungkus sehari, @ 1 bungkus selama diperlukan. 7 gram / bungkus C Jamu Ngeres Linu (Produksi Nyonya Meneer) - Cinnamomi fructus (7%) - Panduratae rhizoma (8%) - Zingiberis rhizoma (25%) - Curcumae rhizoma (40%) - Bahan-bahan lain (20%)

Untuk pria dan wanita yang banyak bekerja dan sakit pegal linu 3-4 bungkus dalam seminggu 7 gram / bungkus D Jamu Pegal Linu ( Produksi PJ. Cipta Rasa) - Myristicae semen (10%) - Zingiberis rhizoma (30%) -Kaempferiae rhizoma (20%) - Curcuma rhizoma (30%) - Retrofracti fructus (10%)

Mengobati sakit pegal linu, rheumatik, sakit pinggang, encok, dan kejang-kejang otot sehabis kerja keras.

- 2 x 1 sehari untuk pengobat an 7 gram / bungkus E Jamu Donrat (Produksi PJ. Cipta Rasa) - Curcumae rhizoma (15%) - Zingiberis rhizoma (25%) - Carryophylli flos (15%) - Gendarusae folium (25%) -Andrographidia folium(20%)

Mengobati rasa nyeri, bengkak merah, dan rasa panas karena kelebihan asam urat yang terutama

menyerang sendi-sendi kaki.

- 2 x 1 sehari untuk pengobat an 7 gram / bungkus F Jamu Asam Urat dan Flu

Tulang (Produksi PJ. Kasturi Dewi) - Tinosporae krispa (20%) - Zingiberis rhizoma (30%) - Piper nigrum (15%) - Panax Ginsen (10%) - Royal jelly (5%) - Bahan-bahan lain (20%)

- Menyembuhkan asam urat, flu tulang, encok, rheumatik, darah tinggi, masuk angin, kesemutan, baan meriang, sakit gigi, nyeri otot dan pegal linu.

- Menambah ketahanan tubuh.

- 1 bungkus sehari.

7 gram / bungkus

(37)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009. G Jamu Prourat ( Produksi Air Mancur) - Curcumae domesticae rhizome (1500 mg) - Cyperi rhizome (1500 mg) - Zingiberis rhizom (1500 mg) - Polyanthi folium (1000 mg) - Plantaginis folium(1000 mg) - Bupleurum falcatum radix (300 mg) - Parkiae semen (100 mg) - Piperis nigri fructus (100 mg)

Membantu meredakan pegal dan linu pada persendian serta encok akibat kelebihan asam urat dalam darah.

- 2 x 1 sehari untuk pengobat an 7 gram / bungkus H Jamu Sendi (Produksi Borobudur) - Zingiberis rhizome extract (1,75 gr) - Myristicae semen (0,70 gr) - Languatis rhizoma extract (0,91 gr) - Saussureae lappae radix (0,70 gr) - Zingiberis rhizome (0,35 gr) - Curcumae domesticae rhizoma extract (1,40 gr) - Curcumae aeruginosae rhizome (1,05 gr) - Retrofracti fructus (0,14 gr) - Membantu meredakan encok, nyeri sendi, pegal dan linu-linu. - Menyegarkan dan menghangatkan badan. 1-2 bungkus sehari. 7 gram / bungkus I Jamu Prolinu (Produksi Air Mancur) - Coriandri fructus (10%) - Retrofracti fructus (10%) - Languatis rhizoma (25%) - Zingiberis rhizome (30%) - Zingiberis aromaticae rhizoma (19%) - Ginseng (5%) - Royal jelly (1%)

- Menambah semangat dan tenaga baru bagi pria dan wanita, baik tua maupun muda.

- Membantu menghilangkan pegal linu, letih, lesu. - Mengobati sakit pinggang

dan encok. 2 bungkus sehari. 7 gram / bungkus J Jamu WanTong (Produksi Herbalindo) - Zingiberis rhizoma(150 mg) - Cobotii rhizoma (150 mg) - Asari herba (100 mg) - Epimedii herba ( 100 mg)

Mengobati asam urat, rheumatik, pegal linu, sakit pinggang, pundak dan leher terasa kaku dan sakit, kaki dan tangan kesemutan.

2 bungkus sehari

7 gram / bungkus

(38)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

4.2 Hasil Analisis Kualitatif Metampiron Pada Jamu Tradisional

Analisis metampiron pada jamu tradisional yang beredar di Kota Medan dilakukan pada 10 jenis jamu tradisional yaitu jamu pegal linu dan jamu asam urat. Analisa kualitatif dengan menggunakan metoda reaksi warna bertujuan untuk mengidentifikasi metampiron pada jamu pegal linu dan asam urat. Hasil analisis metampiron secara kualitatif dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2. Hasil Analisis Kualitatif Metampiron Pada Jamu Tradisional

No Jamu Tradisional Hasil Identifikasi

1. JA Metampiron (+) 2. JB Metampiron (+) 3. JC Metampiron (+) 4. JD Metampiron (+) 5. JE Metampiron (+) 6. JF Metampiron (+) 7. JG Metampiron (+) 8. JH Metampiron (+) 9. JI Metampiron (+) 10. JJ Metampiron (+)

Dari Tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa jamu tradisional yang dianalisis seluruhnya positif mengandung metampiron.

4.3 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Metampiron Pada Jamu Tradisional

Seluruh jamu tradisional yang dianalisis positif mengandung metampiron. Selanjutnya dilakukan penelitian kuantitatif untuk melihat kadar metampiron dalam jamu tradisional dengan menggunakan metoda Iodimetri.

(39)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

Tabel 4.3 Kadar Metampiron Pada Jamu Tradisional

No Jamu Tradisional Kadar Metampiron

dalam 100 gr jamu Kadar Metampiron dalam 7 gr jamu 1. JA 0,0068 gr 0,476 mg 2. JB 0,0075 gr 0,523 mg 3. JC 0,0066 gr 0,460 mg 4. JD 0,0066 gr 0,460 mg 5. JE 0,0055 gr 0,384 mg 6. JF 0,0263 gr 1,840 mg 7. JG 0,0071 gr 0,495 mg 8. JH 0,0079 gr 0,554 mg 9. JI 0,0057 gr 0,402 mg 10. JJ 0,0053 gr 0,369 mg

Dari tabel 4.2. di atas dapat dilihat bahwa kadar metampiron tertinggi terdapat pada jamu dengan kode JF dengan kandungan metampiron sebesar 1,840 mg (1,840 mg / 7 gr jamu), sedangkan kadar metampiron terendah terdapat pada jamu dengan kode JJ dengan kandungan metampiron sebesar 0,369 mg (0,369 mg / 7 gr jamu).

(40)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Pemeriksaan Kualitatif Metampiron Pada Jamu Tradisional

Berdasarkan hasil analisis kualitatif yang dilakukan terhadap 10 jenis jamu tradisional yang beredar di kota Medan, ternyata seluruh jamu tradisional tersebut mengandung metampiron. Penelitian dilakukan karena mengingat banyaknya jamu tradisional yang ditarik dari paredaran karena mengandung bahan kimia obat, di mana salah satunya adalah metampiron. Menurut Peringatan Badan POM RI No. KH.00.01.43.2773/2008 tentang obat tradisional mengandung bahan kimia obat, metampiron tidak boleh terdapat dalam jamu tradisional.

Kesalahan fatal yang dilakukan oleh produsen jamu adalah menggunakan metampiron sebagai bahan campuran dalam pembuatan jamu tradisional. Metampiron secara sengaja ditambahkan ke dalam jamu tradisional untuk menjadikan jamu tersebut semakin berkhasiat secara instan (Hermanto, 2007). Menurut Vepriati (2008), produsen memilih metampiron karena metampiron merupakan obat generik yang memiliki harga murah, namun tidak menghiraukan efek samping yang ditimbulkan apabila dikonsumsi dalam dosis yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang panjang.

(41)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

5.2. Pemeriksaan Kuantitatif Metampiron Pada Jamu Tradisional

Dari hasil pemeriksaan kadar metampiron pada jamu tradisional secara kuantitatif, dapat diurutkan dari jamu tradisional yang memiliki kadar metampiron terendah sampai tertinggi yaitu jamu dengan nomor kode JJ (0,369 mg / 7 gr), JE (0,384 mg / 7 gr), JI (0,402 mg / 7 gr), JC (0,460 mg / 7 gr), JD (0,460 mg / 7 gr), JA (0,476 mg / 7gr), JG (0,495 mg / 7 gr), JB (0,523 mg / 7 gr), JH (0,554 mg / 7 gr), JF (1,840 mg / 7 gr).

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa kadar metampiron tertinggi terdapat pada jamu kode JF dengan kandungan metampiron sebesar 1,840 mg / 7 gr jamu tradisional. Kadar metampiron terendah terdapat pada jamu kode JJ dengan kandungan metampiron sebesar 0,369 mg / 7 gr jamu tradisional.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kadar metampiron dalam jamu tradisional yang beredar di kota Medan tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan metampiron dalam bentuk obat analgetik-antipiretik. Dosis metampiron dalam bentuk obat analgesik-antipiretik, dan anti-inflamasi maksimal 500 mg. Namun walaupun demikian, metampiron mutlak tidak diperbolehkan terdapat pada jamu tradisional sesuai dengan Badan POM RI No. KH.00.01.43.2773/2008 tentang obat tradisional mengandung bahan kimia obat.

Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa ada tanaman obat yang memiliki efek analgesik, antipiretik dan anti inflamasi, seperti : Cyperi rhizoma (akar teki) memiliki efek analgesik, Zingiberis rhizoma (rimpang jahe) memiliki efek anti-inflamasi, Kaempferiae rhizoma (kencur) memiliki efek analgesik-antipiretik,

(42)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

Carryphylli flos (bunga cengkeh) memiliki efek analgesik. Jadi, diasumsikan bahwa

metampiron yang didapat dari hasil analisis berasal dari tanaman obat. Namun belum ada dilakukan pengujian yang mempertegas bahwa metampiron terdapat dalam tanaman obat tradisional. Sehingga, masalah efek samping akibat jamu harus selalu dipantau. (Chiewa, 2008).

5.3. Efek Samping Mengkonsumsi Jamu Tradisional Yang Mengandung

Metampiron

Jamu-jamuan sebenarnya dimasukkan ke dalam golongan suplemen makanan, yang dibuat dari bahan-bahan alami berupa bagian dari tumbuhan, seperti akar-akaran, daun-daunan, dan kulit batang. Ada juga yang menggunakan bahan dari tubuh hewan, seperti empedu kambing atau tangkur buaya. Efeknya juga tidak akan langsung dirasakan oleh peminumnya. Karena sifatnya berupa suplemen. Patut dicurigai apabila jamu yang dikonsumsi berkhasiat secara instan (Liza, 2007).

Beberapa tahun belakangan, kejadian pasien dengan bocor lambung meningkat. Di RS Hasan Sadikin, Bandung, kasus pasien dengan bocor lambung pada tahun 2005 sejumlah 26 orang, tahun 2006 sejumlah 38 orang, dan 2007 dari Januari hingga Juli (6 bulan) saja terdapat peningkatan menjadi 53 pasien. Hal ini serupa dengan penelitian di RS Immanuel, Bandung, di mana kasusnya pada tahun 2006 tidak lebih dari 10 orang, tetapi dalam enam bulan terakhir (Januari-Juli 2007) kasusnya mencapai 40 orang dan cenderung bertambah. Mayoritas kasusnya adalah pria (77 %), yang sesuai dengan insidensi populasi di seluruh dunia. Usia terbanyak berada di kisaran 50-70 tahun, dengan usia penderita termuda 22 tahun, dan tertua 80 tahun (rata-rata 60 tahun) (Liza, 2007).

(43)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

Hal yang menarik mengenai kasus-kasus bocor lambung di kedua rumah sakit pendidikan di Bandung tersebut adalah seluruh penderita adalah pengonsumsi jamu-jamuan kronis (menahun) akibat penyakit rematik, nyeri kepala, flu, dan sebagainya. Kebanyakan penderita membeli jamu-jamu tersebut dari warung-warung jamu dan bukan dari produsen yang terpercaya. Hal ini diperoleh dari hasil penelitian patologi anatomi (pemeriksaan jaringan di sekitar dinding lambung yang bocor) menunjukkan tidak adanya kuman H.pylori yang merupakan penyebab paling banyak borok dinding mukosa lambung, maupun adanya keganasan/tumor pada mukosa lambung penderita (Liza, 2007).

Metampiron merupakan salah satu bahan kimia obat yang sering digunakan sebagai obat analgetik-antipiretik dan antipiretik. Metampiron tidak berbahaya apabila dikonsumsi sesuai dengan resep dokter, namun berbahaya apabila dicampurkan dalam jamu karena kemungkinan besar jamu akan dikonsumsi dalam dosis yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang panjang. Penggunaan metampiron dalam dosis yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan saluran cerna seperti mual, perdarahan lambung, rasa terbakar, gangguan sistem saraf seperti tinitus (telinga berdenging) dan neuropati, gangguan darah berupa pembentukan sel darah dihambat (anemia aplastik), agranulositosis, gangguan ginjal, syok dan kematian (Yuliarti, 2008).

Wilmana (1995) menambahkan bahwa beberapa negara seperti Amerika Serikat, efek samping ini banyak terjadi dan bersifat fatal, sehingga pemakaiannya sangat dibatasi bahkan dilarang sama sekali. Di Indonesia frekuensi pemakaian

(44)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

metampiron cukup tinggi dan agranulositosis telah dilaporkan pada pemakaian obat ini, tetapi belum ada data tentang angka kejadiannya. Kesan bahwa orang Indonesia tahan terhadap metampiron tidak dapat diterima begitu saja mengingat sistem pelaporan data efek samping belum memedai sehingga kemungkinan kematian oleh agranulositisis tercatat sebagai penyakit infeksi.

Mengingat efek samping dari mengkonsumsi metampiron dalam dosis yang berlebihan dan dalam jangka waktu panjang, maka perlindungan terhadap masyarakat harus segera diambil. Tindakan tegas harus diambil bagi industri yang memproduksi jamu tradisional. Pengawasan yang terus menerus harus selalu dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan untuk tetap secara konsisten mencari dan menemukan produk jamu yang mengandung metampiron.

(45)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa metampiron yang dilakukan pada 10 sampel jamu tradisional yang beredar di kota Medan, maka dapat disimpulkan :

1. Seluruh jamu tradisional yang dianalisa secara kualitatif positif mengandung metampiron.

2. Kadar metampiron yang diperiksa bervariasi yaitu jamu dengan kode JA (0,476 mg / 7gr), JB (0,523 mg / 7 gr), JC (0,460 mg / 7 gr), JD (0,460 mg / 7 gr), JE (0,384 mg / 7 gr), JF (1,840 mg / 7 gr), JG (0,495 mg / 7 gr), JH (0,554 mg / 7 gr), I (0,402 mg / 7 gr), JJ (0,369 mg / 7 gr).

3. Kadar metampiron tertinggi terdapat pada jamu dengan kode JF (1,840 mg / 7 gr).

4. Kadar metampiron terendah terdapat pada jamu dengan kode JJ (0,369 mg / 7 gr). 5. Seluruh jamu yang dianalisa tidak layak dikonsumsi sesuai dengan Badan POM

RI No. KH.00.01.43.2773/2008.

6.2. Saran

1. Agar Dinas Kesehatan dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan tetap melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap produk-produk jamu yang diproduksi oleh industri jamu tradisional yang beredar di Kota Medan.

(46)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

2. Bagi masyarakat yang ingin mengkonsumsi jamu tradisional harus selektif dalam memilih jamu tradisional, jangan mengkonsumsi jamu dalam dosis yang berlebihan.

3. Bagi peneliti selanjutnya perlu diteliti tentang pemeriksaan kandungan bahan obat kimia lain yang terdapat dalam jamu tradisional.

(47)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

DAFTAR PUSTAKA

Ajido Dan Marujido, 2008. Farmakologi Dalam P3K, http://P3KIndoForum.htm. Diakses 20 Februari 2009.

Anief, M., 1995. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi, Penerbit UGM Press, Yogyakarta.

Chiewa, 2008. Tanaman Obat Analgetik, Antipiretik dan Anti-Inflamasi, http://herbal_medicine.com. Diakses 20 Juni 2009

DechaCare, 2009. Informasi Obat, http://www.dechacare.com. Diakses 18 Februari 2009.

Departemen Kesehatan R.I., 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV, Depkes R.I. Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I., 2002. Undang-Undang Kesehatan No. 23, Depkes R.I. Jakarta.

Hermanto dan Subroto, 2007. Pilih Jamu dan Herbal tanpa Efek Samping, Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Hukum Kesehatan, 2008. Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat, http://www.hukumkesehatan.com. Diakses 18 Februari 2009

Kepmenkes R.I. No. 661/Menkes/SK/VII/1994. Tentang Persyaratan Obat

Tradisional, Depkes R.I. Jakarta.

Lewi, 2008. Jamu Obat Tradisional Indonesia, http://wordpress.com/. Diakses 12 Februari 2009.

Liza, 2007. Bocor Lambung Karena Jamu Kimia, http://www.lizaherbal.com. Diakses 12 Februari 2009.

Monica, dkk, 2004. Penelitian tentang Studi Penggunaan Bahan Obat Sintesis

dalam Sediaan Obat Tradisional (Jamu) di Daerah Jawa Timur Tahun 2004, http://www.lppm.wima.ac.id/. Diakses 18 Maret 2009.

Oktora, Lusia, 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan

Manfaat dan Keamanannya, Majalah ilmu Kefarmasian, Vol III, No 1

(48)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

Onti, 2008. Tinjauan Yuridis terhadap Perlindungan Konsumen Atas

Beredarnya Obat Tradisional yang tidak Mencantumkan Label Berbahasa Indonesia pada Kemasannya, http://index.php.htm, diakses 16

Februari 2009

Pengawasan Obat dan Makanan (POM), 2003. Peringatan tentang Obat

Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat. Depkes. Jakarta.

Pengawasan Obat dan Makanan (POM), 2004. Tentang Ketentuan Pokok

Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Depkes. Jakarta.

Pengawasan Obat dan Makanan (POM), 2005. Kriteria Dan Tata Laksana

Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar Dan Fitofarmaka. Depkes, Jakarta.

Pengawasan Obat dan Makanan (POM), 2008. Peringatan tentang Obat

Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat. Depkes. Jakarta.

Permenkes R.I. No. 246/Menkes/Per/V/1990. Tentang Izin Usaha Industri Obat

Tradisional Dan Pendaftaran Obat Tradisional, Depkes R.I. Jakarta.

Sampurno, H, 2007. Jamu dan Obat Tradisional Cina dalam Perspektif Medis

dan Bisnis, http://Strategic Management.htm/. Diakses 10 Februari 2009 Santoso, Sardjono O.,2006. Penggunaan Obat Tradisional secara Rasional,

Artikel Bagian farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Sartono, 1996. Apa yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat-Obat Bebas

dan Bebas terbatas. Edisi kedua, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Sumantri, 2007. Identifikasi dan Penetapan Kadar Bahan Obat dalam Jamu

Sesak Napas yang Beredar di Kotamadya Medan tahun 2007, Skripsi.

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2002, Obat Obat Penting Khasiat,

Pengggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya, PT Elex Media komputindo,

Jakarta.

Vepriati, Neti, 2008. Awas, Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat. http://dinkeskabkulonprogo.org/. Diakses tanggal 10 Februari 2009

(49)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

Wilmana, Freddy P., 1995, Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi

Nonsteroid dan Obat Pirai dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4,

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Yefferi, Lalim, 2008. Skripsi tentang Pengujian Kualitatif dan Kuantitatif

Deksametason, Fenilbutazon, dan Asam Mefenamat yang Terdapat dalam Jamu Asam Urat tahun 2008, Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Yuliarti, Nurheti, 2008. Tips Cerdas Mengkonsumsi Jamu, Penerbit Banyu Media, Yogyakarta.

(50)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1

PERHITUNGAN KADAR METAMPIRON

Angka yang tertera pada hasil penelitian, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kadar Metampiron = V x N x ∞ x 100% B

Di mana : a. V = Volume titrasi sampel (ml) e. N = Normalitas Iodium yaitu 0,01 N f. ∞ = 1,767 mg g. B = Berat sampel (mg). a. Jamu. Amurat Kadar Metampiron = 1,55 ml x 0,01 x 1,767 mg x 100% 403mg = 0,0067 %

0,0067% artinya dalam 100 gr jamu terdapat 0,0067 gr atau 6,7 mg metampiron.

Dalam 7 gr jamu : 6,7 mg x 7 100 = 0,476 mg b. Jamu. Pegal Linu Komplit

Kadar Metampiron = 1,70 ml x 0,01 x 1,767 mg x 100% 402mg

(51)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

= 0,0075 %

0,0075 % artinya dalam 100 gr jamu terdapat 0,0075 gr atau 7,5 mg metampiron.

Dalam 7 gr jamu = 7,5 mg x 7 100 = 0,523 mg c. Jamu. Ngeres Linu

Kadar Metampiron = 1,50 ml x 0,01 x 1,767 mg x 100% 403mg

= 0,0066 %

0,0066 % artinya dalam 100 gr jamu terdapat 0,0066 gr atau 6,6 mg metampiron.

Dalam 7 gr jamu = 6,6 mg x 7 100 = 0,460 mg d. Jamu. Pegal Linu

Kadar Metampiron = 1,50 ml x 0,01 x 1,767 mg x 100% 403mg

= 0,0066 %

0,0066 % artinya dalam 100 gr jamu terdapat 0,0066 gr atau 6,6 mg metampiron.

Dalam 7 gr jamu = 6,6 mg x 7 100 = 0,460 mg

(52)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009. e. Jamu. Donrat Kadar Metampiron = 1,25 ml x 0,01 x 1,767 mg x 100% 401mg = 0,0055 %

0,0055 % artinya dalam 100 gr jamu terdapat 0,0055 gr atau 5,5 mg metampiron.

Dalam 7 gr jamu = 5,5 mg x 7 100 = 0,384 mg f. Jamu. Asam Urat dan Flu Tulang

Kadar Metampiron = 6,00 ml x 0,01 x 1,767 mg x 100% 403mg

= 0,0263 %

0,0263 % artinya dalam 100 gr jamu terdapat 0,0263 gr atau 26,3 mg metampiron. Dalam 7 gr jamu = 26,3 mg x 7 100 = 1,840 mg g. Jamu. Prourat Kadar Metampiron = 1,60 ml x 0,01 x 1,767 mg x 100% 400mg = 0,0071 %

(53)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009.

0,0071 % artinya dalam 100 gr jamu terdapat 0,0071 gr atau 7,1 mg metampiron. Dalam 7 gr jamu = 7,1 mg x 7 100 = 0,495 mg h. Jamu. Sendi Kadar Metampiron = 1,80 ml x 0,01 x 1,767 mg x 100% 402mg = 0,0079 %

0,0079 % artinya dalam 100 gr jamu terdapat 0,0079 gr atau 7,9 mg metampiron. Dalam 7 gr jamu = 7,9 mg x 7 100 = 0,554 mg i. Jamu. Prolinu Kadar Metampiron = 1,30 ml x 0,01 x 1,767 mg x 100% 400mg = 0,0057 %

0,0057 % artinya dalam 100 gr jamu terdapat 0,0057 gr atau 5,7 mg metampiron.

Dalam 7 gr jamu = 5,7 mg x 7 100 = 0,402 mg

(54)

Eka Mayasari Banureah : Analisis Kandungan Metampiron Pada Jamu Tradisional Yang Beredar Di Kota Medan Tahun 2009, 2009. j. Jamu. WanTong Kadar Metampiron = 1,20 ml x 0,01 x 1,767 mg x 100% 402mg = 0,0053 %

0,0053 % artinya dalam 100 gr jamu terdapat 0,0053 gr atau 5,3 mg metampiron.

Dalam 7 gr jamu = 5,3 mg x 7 100 = 0,369 mg

Gambar

Tabel 2.1 Jamu yang Mengandung Bahan Kimia Obat  Kegunaan Obat Tradisional  BKO yang sering Ditambahkan
Tabel 4.1. Deskripsi produk
Tabel 4.2. Hasil Analisis Kualitatif Metampiron Pada Jamu Tradisional   No  Jamu Tradisional  Hasil Identifikasi
Tabel 4.3 Kadar Metampiron Pada Jamu Tradisional  No  Jamu Tradisional  Kadar Metampiron
+6

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Jawaban yang benar untuk mengisi titik-titik adalah .... Pompa air mengisi bak selama 35 menit. Volume bak tersebut 7000 liter. Debit pompa adalah ... Hasil perpangkatan tiga dari

Selain itu penulis menampilkan sekilas tentang Minangkabau, tujuan penulis membuat Kamus Elektronik Peribahasa Minangkabau ini untuk membantu masyarakat untuk mengerti dan memahami

Pengembangan Bidang Kajian Pusat Studi Olahraga untuk Penelitian dan Pengabdian M asa

PERINGKAT AKREDITASI    KESEIMBANGAN ANTARA FOKUS PENILAIAN KE-LAYAKAN DAN KINERJA SEKOLAH/MADRASAH KESEIMBANGAN ANTARA PENILAIAN INTERNAL DAN EKSTERNAL KESEIMBANGAN HASIL

maka dengan ini kami tetapkan Pemenang Pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Puskesmas Sukamerindu pada lingkungan SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten Seluma adalah sebagai berikut

Dengan ini diberitahukan bahwa berdasarkan surat Penetapan Penyedia Barang/Jasa Pengadaan Paket PABX Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM tahun 2013 Nomor : 2970/J01.1.12/UM/2013

Dalam bidang pendidikan masih banyak yang bertumpu pada operasional pendidikan di sekolah dan lembaga agama, belum menyebar ke berbagai dimensi, dilihat dari

Majelis hakim dalam persidangan sudah mendengarkan keterangan terdakwa, saksi- saksi, Jaksa Penuntut Umum dan telah memperhatikan beberapa hal yang memberatkan dan