• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN DI APOTEK MENMARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN DI APOTEK MENMARI"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN DI APOTEK MENMARI

Disusun Oleh :

RUTH FEBRINA G1F011006 IIN SOLIHATI G1F011013

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO 2014

(2)
(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat rahmat dan Hidayah-Nya lah Laporan Praktek Belajar Lapangan ini dapat penulis selesaikan. Laporan ini merupakan hasil Praktek Belajar Lapangan yang dilakukan di Apotek Menmari Banyumas. Dalam laporan ini, penulis memberi uraian mengenai bidang manajemen, administrasi, dan pelayanan kefarmasian di apotek

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Laporan Praktek Belajar Lapangan ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak yang sungguhberarti dan berharga bagi penulis. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada dosen pengampu, Ibu Esti Dyah Utami, M.Sc, Apt., yang telah membimbing penulis.

Penulis menyadari bahwa Laporan Praktek Belajar Lapangan ini masih jauh dari sempurna yangdisebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki. Olehkarena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demikesempurnaan pada kesempatan lain. Penulis berharap Laporan Praktek Belajar Lapangan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Purwokerto, Februari 2014 Penulis

(4)

iv DAFTAR ISI

Halaman Sampul………. i

Lembar Pengesahan………. ii

Kata Pengantar……… iii

Daftar Isi………. iv

Daftar Lampiran……….. v

Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Praktek Belajar Lapangan……… 1

B. Tujuan Praktek Belajar Lapangan………. 2

C. Manfaat Praktek Belajar Lapangan………... 2

Bab II. Tinjauan Pustaka A. Pengertian, Tugas dan Fungsi Apotek……….. 3

B. Manajemen Apotek……… 4

C. Administrasi Apotek………. 7

D. Pelayanan Apotek……….. 10

E. Drug Related Problem……… 12

Bab III Hasil dan Pembahasan A. Profil Apotek……….. 18 B. Manajemen Apotek………. 18 C. Administrasi Apotek………... 25 D. Pelayanan Apotek……… 27 Bab IV Penutup A. Kesimpulan………. 43 B. Saran……….. 43 Daftar Pustaka……… 44 Lampiran……… 46

(5)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Format Buku Penjualan Obat……….. 47

Lampiran 2. Format Buku Resep……….... 47

Lampiran 3. Format Buku Swamedikasi……… 47

Lampiran 4. Format Buku Pembayaran……….. 47

Lampiran 5. Format Buku Pencatatan Obat Masuk………... 47

Lampiran 6. Format Surat Pesanan Prekursor……… 48

Lampiran 7. Format Surat Pelaporan Prekursor………. 49

Lampiran 8. Format Surat Pelaporan Pelayanan Kefarmasian………… 50

Lampiran 9. Surat Pesanan Obat Bebas, Bebas Terbatas, dan Obat Keras 51 Lampiran 10. Format Buku Pencatatan Psikotropika……… 51

Lampiran 11. Format Surat Pesanan Psikotropik……….. 52

Lampiran 12. Format Pelaporan Psikotropika dan Narkotika………... 53

Lampiran 13. Kelengkapan Resep………. 54

Lampiran 14. Kelengkapan salinan resep………... 55

Lampiran 15. Kelengkapan etiket……….. 56

(6)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktek Belajar Lapangan

Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan bagi setiap manusia. Terwujudnya kesehatan ini dapat dilakukan melalui optimasi bidang pelayanan, salah satunya pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasianmerupakan salah satu kegiatan pokok dalam menunjang upaya kesehatan. Pelayanan kefarmasian menjadi kian penting karena saat ini pelayanan kefarmasian telah menjadi pelayanan yang komprehensif dan berorientasi kepada pasien.

Perkembangan yang sangat pesat dibidang kesehatan menuntuttersedianya tenaga kesehatan yang trampil dan profesional. Pendidikan tinggi farmasi mempunyai peranan yang penting dalam menghasilkan lulusan farmasi yang terampil dan berkompeten. Untuk menciptakan lulusan yang berkompeten, setiap mahasiswa diwajibkan tidak hanya menguasai ilmu secara teoritis saja, melainkan juga menguasai praktek di lapangan. Salah satu lapangan kerja para lulusan farmasi dan profesi apoteker adalah apotek. Terdapat tiga bidang pengelolaan di apotek yang perlu di pahami oleh mahasiswa, yaitu bidang mamajemen, bidang administrasi, dan bidang pelayanan. Untuk memahami ketiga bidang tersebut dan membentuk lulusan yang berkompeten maka diadakanlah Praktek Belajar Lapangan.

Kegiatan Praktik Belajar Lapangan (PBL) merupakan mata kuliah yang bertujuan mempersiapkan mahasiswa menghadapi dunia nyata dengan memberikan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan semua teori dan konsep yang telah diperoleh selama proses pendidikan.Adapun hasil akhir yang diharapkan adalah kemampuan untuk menghasilkan lulusan farmasi yang dapat bekerja secara profesional dalamsistem pelayanan kesehatan dibidang kefarmasian.

(7)

2 B. Tujuan Praktek Belajar Lapangan

1. Meningkatkan pengetahuan dan keahlian mahasiswa sebagai calon tenaga teknis kefarmasian khususnya di bidang farmasi klinik dan komunitas 2. Meningkatkan kemampuan problem solving mahasiswa dalam

masalah-masalah yang terjadi dalam praktek farmasi klinik dan komunitas

3. Meningkatkan interaksi mahasiswa dengan praktisi farmasi klinik dan komunitas.

C. Manfaat Praktek Belajar Lapangan

Memahami pekerjaan kefarmasian khususnya dalam bidang manajemen, administrasi, dan pelayanan kepada pasien.

(8)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Tugas dan Fungsi Apotek

Apotek adalah suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pengertian ini didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek (Anonim, 2002).

Pekerjaan kefarmasian menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 yaitu meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat (Bidang Manajemen), Bidang administrasi apotek, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat (Bidang Pelayanan Kefarmasian), bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (DPR RI, 2009a).

Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Apotek dapat diusahakan oleh lembaga atau instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari Suku Dinas Kesehatan setempat.

Tugas dan fungsi apotek berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut :

1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker

(9)

4

3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.

4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

(DPR RI, 2009b)

B. Manajemen Apotek

1. Perencanaan Dan Pengadaan Obat

Perencanaan merupakan dasar tindakan manejer untuk dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Dalam perencanaan pengadaan sedian farmasi seperti obat-obatan dan alat kesehatan yang dilakukan adalah pengumpulan data obat-obat-obatan yang akan di tulis dalam buku defacta. Sebelum perencanaan di tetapkan, umumnya di dahulukan oleh prediksi atau ramalan tentang peristiwa yang akan datang (Taufiq, 2011).

Sesuai dengan Keputusan Menkes No.1027 tahun 2004, dalam membuat perencanaan pengadaan sedian farmasiperlu memperhatikan :

a. Pola peresepan b. Pola penyakit

c. Tingkat perekonomian masyarakat d. Budaya masyarakat

e. Ketersedian barang / perbekalan farmasi

(Anonim, 2004) Tahap perencanaan kebutuhan obat meliputi :

a. Tahap Persiapan

Perencanaan dan pengadaan obat merupakan suatu kegiatan dalam rangka menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit serta kebutuhan pelayanan kesehatan, hal ini dapat dilakukan dengan membentuk tim perencanaan pengadaan obat yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan

(10)

5

efektifitas penggunaan dana obat melalui kerjasama antar instansi yang terkait dengan masalah obat (Taufiq, 2011).

b. Tahap Perencanaan 1) Tahap pemilihan obat

Tahap ini untuk menentukan obat-obat yang sangat diperlukan sesuai dengan kebutuhan, dengan prinsip dasar menentukan jenis obat yang akan digunakan atau dibeli.

2) Tahap perhitungan kebutuhan obat

Tahap ini untuk menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan obat. Dengan koordinasi dari proses perencanaan dan pengadaan obat diharapkan obat yang dapat tepat jenis, tepat jumlah dan tepat waktu.

Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, yaitu : i. Metode konsumsi

Secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi obat individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya.

ii. Metode morbiditas

Memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan jumlah kehadiran pasien, kejadian penyakit yang umum, dan pola perawatan standar dari penyakit yang ada.

iii. Metode penyesuaian konsumsi

Metode ini menggunakan data pada insiden penyakit, konsumsi penggunaan obat. Sistem perencanaan pengadaan didapat dengan mengekstrapolasi nilai konsumsi dan penggunaan untuk mencapai target sistem suplai berdasarkan pada cakupan populasi atau tingkat pelayanan yang disediakan.

iv. Metode proyeksi tingkat pelayanan dari keperluan anggaran

Metode ini digunakan untuk menaksir keuangan keperluan pengadaan obat berdasarkan biaya per pasien yang diobati setiap macam-macam level dalam sistem kesehatan yang sama (Taufiq, 2011).

(11)

6

Pengadaan biasanya di lakukan berdasarkan perencanaan yang telah di buat dan di sesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadan barang meliputi: pemesanan, cara pemesanan, mengatasi kekosongan dan pembayaran.

a. Pemesanan barang atau order dilakukan oleh asisten apoteker berdasarkan catatan yang ada dalam buku habis berisi catatan barang-barang yang hampir habis atau yang sudah habis di apotek. Sebelum dilakukan order, obat yang tertulis dalam buku habis dicocokkan dengan buku defacta.

b. Cara pemesanan barang dilakukan dengan menuliskan surat pesanan (SP). Selain narkotika dan psikotropika meliputi tanggal, nomor pesanan, kode supplie, nama barang, satuan barang, dan jumlah barang. SP akan diambil selesman dari masing-masing PBF, apabila selesman PBF tidak datang order bisa dilakukan melalui telpon (untuk obat selainnarkotika dan psikotropika) c. Mengatasi pemesanan obat akibat waktu antara pemesanan dan kedatangan

barang yang lama.

d. Pembayaran dapat dilakukan dengan cara COD (cast on delivery) atau kredit (Anonim, 2012).

2. Penerimaan Obat

Penerimaan barang harus dilakukan dengan mengecek kesesuain barang yang datang dengan faktur dan SP. Kesesuain meliputi : nama barang, jumlah barang, satuan, harga, diskon, dan nama PBF serta mengecek masa kadaluarsanya. Faktur di periksa tanggal pesan dan tanggal jatuh temponya, lalu di tanda tangani dan di cap oleh Apoteker pengelola Apotek (APA) atau Asisten Apoteker (AA), yang mempunnyai SIK. Kemudian faktur yang sudah di tanda tangani tersebut di masukkan kedalam format pembelian (Taufiq, 2011).

3. Pencatatan Keuangan Dan Perbekalan Farmasi

Pengelolaan administrasi keuangan meliputi adminitrasi untuk uang masuk, uang keluar, pembayaran tunai, pembayaran kredit,pembukuan keuangan, laporan keuangan, pajakatauretribusi dan lalu lintas uang di apotek. Catatan mengenai uang masuk meliputi laporan penjualan harian sedangkan uang yang keluar tercatat dalam buku pengeluaran apotek (Taufiq, 2011).

(12)

7 4. Penataan Dan Penyimpanan Obat

Obat dan bahan obat harus di simpan dalam wadah yang cocok dan harus memenuhi ketentuan pengemasan dan penandaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Penyimpanan obat di golongkan berdasarkan bentuk bahan baku seperti : bahan padat di pisahkan dari bahan cair atau bahan yang setengah padat di pisahkan dari bahan cair. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan zat-zat yang bersifat higroskopis demikian pula halnya terhadap barang-barang yang mudah terbakar dan obat-obat yang mudah rusak dan meleleh pada suhu kamar. Penyimpanan dilakukan dengan cara/ berdasarkan nama penyakit, khasiat obat, dan nama generik dan paten untuk memudahkan pengambilan obat saat diperlukan (Taufiq, 2011).

C. Administrasi Apotek

Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlakukepada apoteker pengelola apotek untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). Resep harus ditulis dengan lengkap dan jelas, adapun tujuannya adalah untuk menghindari adanya salah persepsi diantara dokter dan apoteker dalam mengartikan sebuah resep (Rahmawati, 2002).

Menurut Jas (2009), resep terdiri dari 6 bagian :

1. Inscriptio : Nama dokter, no. SIP, alamat/ telepon/HP/kota/tempat, tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep. Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi.

2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe” artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek.

3. Prescriptio/ Ordonatio : nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan.

(13)

8

4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi.

5. Subscrioptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.

6. Pro (diperuntukkan) : dicantumkan nama dan umur pasien. Teristimewa untuk obat narkotika juga hatus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke Dinkes setempat).

Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Anonim, 2004) terdapat peraturan yang mengatur tentang pelayanan resep meliputi skrining resep dan penyiapan obat (peracikan, etiket, kemasan obat, penyerahan obat, informasi obat, konseling, dan monitoring penggunaan obat).Apoteker melakukan skrining resep meliputi : 1. Persyaratan Administratif :

a. Nama, SIP dan alamat dokter b. Tanggal penulisan resep

c. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien e. Cara pemakaian yang jelas

f. Informasi lainnya

2. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian

3. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 704/Ph/63/b mengatakan bahwa penyimpanan resep disimpan selama 3 tahun berdasarkan nomor urut dan tanggal pembuatan. Pemusnahan resep hanya bolehdengan jalan

(14)

9

pembakaran, pemusnahan dengan membuat BAP. Dalam pasal 7 Kepmenkes No. 280 Tahun 1981 mengatur tentang tata cara penyimpanan dan pemusnahan resep sebagai berikut:

1. Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep yang tealh dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urutan penerimaan resep dan harus disimpan sekurang–kurangnya tiga tahun.

2. Resep yang mengandung Narkotika harus dipisahkan dengan resep lainnya. 3. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu dimaksud ayat 1 pasal ini

dapat dimusnahkan.

4. Pemusnahan resep dimaksud dalam ayat 3 pasal ini, dilakukan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai oleh Apoteker Pengelola Apotek bersama dengan sekurang–kurangnya petugas apotek.

5. Pada pemusnahan resep, harus dibuat Berita cara pemusnahan sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat dan ditandatangani oleh mereka yang dimaksud pada ayat 4 pasal ini.

Salinan resep (copy resep, apograph, exemplum, atau afschrift) adalah salinan yang dibuat oleh apotek, bukan hasil fotokopi. Salinan resep selain memuat semua keterangan yang termuat dalam resep asli harus memuat pula : 1. Nama dan alamat apotek

2. Nama dan nomor S.I.K Apoteker pengelola apotek 3. Tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotek

4. Tanda “det” = “detur” untuk obat yang sudah diserahkan, atau tanda “nedet” = “ne detur” untuk obat yang belum diserahkan

5. Nomor resep dan tanggal pembuatan.

(Syamsuni, 2006) Salinan resep harus ditanda tangani apoteker, apabila apoteker pengelola apotek berhalangan, penanda tangan atau paraf pada salinan resep dapat dilakukan oleh apoteker pendamping atau apoteker pengganti dengan mencantumkan nama terang dan status yang bersangkutan. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik selama waktu 3 tahun. Resep atau salinan resep hanya boleh

(15)

10

diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita-penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Syamsuni,2006).

Penyerahan obat dan perbekalan kesehatan di bidang farmasi atas dasar resep harus dilengkapi dengan etiket warna putih untuk obat dalam dan etiket warna biru untuk obat luar. Yang dimaksud obat dalam ialah obat yang digunakan melalui mulut dan masuk ke dalam kerongkongan kemudian ke perut atau saluran pencernaan (oral), sedangkan yang dimaksud obat luar adalah obat yang digunakan melalui kulit, mata, hidung, telinga, vagina, rektum, dan termasuk pula obat parenteral atau injeksi atau obat suntik dan obat kumur (Syamsuni, 2006)

Pada etiket harus tercantum : 1. Nama dan alamat apotek

2. Nama dan nomor SIK Apoteker Pengelola Apotek 3. Nomor dan tanggal pembuatan

4. Nama pasien 5. Aturan pemakaian

6. Tanda lain yang diperlukan misalnya : kocok dahulu, tidak boleh diulang tanpa resep baru dari dokter

(Syamsuni, 2006)

D. Pelayanan Kefarmasian di Apotek

1. Pelayanan Non Resep

Penjualan meliputi obat bebas / obat bebas terbatas, kosmetik, alat

kesehatan, serta barang lain yang dapat dijual tanpa resep dokter. Misalnya : jamu dan fitofarmaka.

Kriteria obat yang dapat diberikan tanpa resep dokter sesuai permenkes No. 919 / Menkes / per / X / 1993 /adalah sebagai berikut :

a. Tidak dikordinasikan pada wanita hamil atau anak-anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun.

(16)

11

b. Penggunaanya tidak menggunakan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.

c. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksudkan tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.

d. Penggunaannya dapat dilakukan dengan mudah untuk pasien.

e. Obat yang dimaksud memiliki rasio keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.

f. Penggunaanya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di indonesia.

2. Pelayanan Resep

Penjualan obat dengan resep dokter pada umumnya penjualan terpenting atau tunai. Penjualan secara tunai untuk pembelian umum, pembeli membayar langsung harga obat yang dibelinya (Anonim, 2012).

3. Pelayanan KIE

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya dengan benar dan tepat, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.

Adapun konseling yang diberikan : a. Kegunaan atau indikasi suatu obat b. Cara penggunaan atau aturan pakai c. Efek samping obat

d. Kontra indikasi obat

e. Interaksi obat sesuai kebutuhan pasien f. Pola hidup

g. Kepatuhan pasien

Setelah konseling dilakukan, maka obat dapat diserahkan kepada pasien atau pelanggan yang membeli obat di apotek. Untuk penderita penyakit tertentu seperti

(17)

12

kardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya (Anonim, 2012).

E. Drug Related Problem (DRP)

Drug Related Problem (DRP) dapat didefinisikan sebagai kejadian tidak di inginkan yang menimpa pasien yang berhubungan dengan terapi obat dan secara nyata maupun potensial berpengaruh terhadap perkembangan pasien yang diinginkan.

1. Komponen DRP

Suatu kejadian dapat disebut DRP bila memenuhi dua komponen berikut :

a. Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien

Kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosis penyakit, ketidakmampuan (disability) atau sindrom; dapat merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultural atau ekonomi.

b. Hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat Bentuk hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari terapi obat maupun kejadian yang memerlukan terapi obat sebagai solusi maupun preventif. Sebagai pengemban tugas pelayanan kefarmasian, seorang farmasis memiliki tanggung jawab terhadap adanya DRP yaitu dalam hal:

1) Mengidentifikasi masalah 2) Menyelesaikan masalah

3) Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya DRP

(Sulistyawan, 2009) 2. Klasifikasi DRP

Klasifikasi drug related problem menurut Sulistyawan (2009) adalah sebagai berikut:

(18)

13 a. Indikasi

Pasien mengalami masalah medis yang memerlukan terapi obat (indikasi untuk penggunaan obat), tetapi tidak menerima obat untuk indikasi tersebut.

1) Pasien memerlukan obat tambahan

Keadaan yang ditemukan pada DRP adalah suatu keadaan ketika pasien menderita penyakit sekunder yang mengakibatkan keadaan yang lebih buruk daripada sebelumnya, sehingga memerlukan terapi tambahan. Penyebab utama perlunya terapi tambahan antara lain ialah untuk mengatasi kondisi sakit pasien yang tidak mendapatkan pengobatan, untuk menambahkan efek terapi yang sinergis, dan terapi untuk tujuan preventif atau profilaktif. Misalnya, penggunaan obat AINS biasanya dikombinasikan dengan obat antihistamin 2 dengan tujuan untuk mencegah terjadinya iritasi lambung.

2) Pasien menerima obat yang tidak diperlukan

Pada kategori ini termasuk juga penyalahgunaan obat, swamedikasi yang tidak benar, polifarmasi dan duplikasi. Merupakan tanggungjawab farmasi agar pasien tidak menggunakan obat yang tidak memiliki indikasi yang tepat. DRP kategori ini dapat menimbulkan implikasi negatif pada pasien berupa toksisitas atau efek samping, dan membengkaknya biaya yang dikeluarkan diluar yang seharusnya. Misalnya, pasien yang menderita batuk dan flu mengkonsumsi obat batuk dan analgesik-antipiretik terpisah padahal dalam obat batuk tersebut sudah mengandung paracetamol.

b. Efektivitas

1) Pasien menerima regimen terapi yang salah i. Terapi multi obat (polifarmasi)

Polifarmasi merupakan penggunaan obat yang berlebihan oleh pasien dan penulisan obat berlebihan oleh dokter dimana pasien menerima rata-rata 8-10 jenis obat sekaligus sekali kunjungan dokter atau pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang

(19)

14

diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat. Jumlah obat yang diberikan lebih dari yang diperlukan untuk pengobatan penyakit dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan.

ii. Frekuensi pemberian

Banyak obat harus diberikan pada jangka waktu yang sering untuk memelihara konsentrasi darah dan jaringan. Namun, beberapa obat yang dikonsumsi 3 atau 4 kali sehari biasanya benar-benar manjur apabila dikonsumsi sekali dalam sehari.

iii. Durasi dari terapi

Contohnya penggunaan antibiotik harus diminum sampai habis selama satu kurum pengobatan, meskipun gejala klinik sudah mereda atau menghilang sama sekali. Interval waktu minum obat juga harus tepat, bila 4 kali sehari berarti tiap enam jam, untuk antibiotik hal ini sangat penting agar kadar obat dalam darah berada diatas kadar minimal yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit.

2) Pasien menerima obat yang benar tetapi dosisnya terlalu rendah Pasien menerima obat dalam jumlah lebih kecil dibandingkan dosis terapinya. Hal ini dapat menjadi masalah karena menyebabkan tidak efektifnya terapi sehingga pasien tidak sembuh, atau bahkan dapat memperburuk kondisi kesehatannya. Hal-hal yang menyebabkan pasien menerima obat dalam jumlah yang terlalu sedikit antara lain ialah kesalahan dosis pada peresepan obat, frekuensi dan durasi obat yang tidak tepat dapat menyebabkan jumlah obat yang diterima lebih sedikit dari yang seharusnya, penyimpanan juga berpengaruh terhadap beberapa jenis sediaan obat, selain itu cara pemberian yang tidak benar juga dapat mengurangi jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh pasien.

Ada beberapa faktor pendukung yang menyebabkan kejadian tersebut yaitu antara lain obat diresepkan dengan metode fixed model (hanya merujuk pada dosis lazim) tanpa mempertimbangkan lebih

(20)

15

lanjut usia, berat badan, jenis kelamin dan kondisi penyakit pasien sehingga terjadi kesalahan dosis pada peresepan. Adanya asumsi dari tenaga kesehatan yang lebih menekankan keamanan obat dan meminimalisir efek toksik terkadang sampai mengorbankan sisi efektivitas terapi. Ketidakpatuhan pasien yang menyebabkan konsumsi obat tidak tepat jumlah, antara lain disebabkan karena faktor ekonomi pasien tidak mampu menebus semua obat yang diresepkan, dan pasien tidak paham cara menggunakan obat yang tepat. Misalnya pemberian antibiotik selama tiga hari pada penyakit ISFA Pneumonia.

c. Keamanan

1) Pasien menerima obat dalam dosis terlalu tinggi

Pasien menerima obat dalam jumlah dosis terlalu tinggi dibandingkan dosis terapinya. Hal ini tentu berbahaya karena dapat terjadi peningkatan resiko efek toksik dan bisa jadi membahayakan Hal-hal yang menyebabkan pasien menerima obat dalam jumlah dosis terlalu tinggi antara lain ialah kesalahan dosis pada peresepan obat, frekuensi dan durasi minum obat yang tidak tepat.

2) Pasien mengalami efek obat yang tidak diinginkan (Adverse drug

reaction)

Dalam terapinya pasien mungkin menderita ADR (Adverse drug reaction) yang dapat disebabkan karena obat tidak sesuai dengan kondisi pasien, cara pemberian obat yang tidak benar baik dari frekuensi pemberian maupun durasi terapi, adanya interaksi obat, dan perubahan dosis yang terlalu cepat pada pemberian obat-obat tertentu. ADR merupakan respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis maupun terapi.

(21)

16

Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Kepatuhan pasien untuk minum obat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

1) Persepsi tentang kesehatan 2) Pengalaman mengobati sendiri

3) Pengalaman dengan terapi sebelumnya 4) Lingkungan (teman, keluarga)

5) Adanya efek samping obat 6) Keadaan ekonomi

Interaksi dengan tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat). Akibat dari ketidakpatuhan (non-compliance) pasien untuk mengikuti aturan selama pengobatan dapat berupa kegagalan terapi dan toksisitas. Ketidakpatuhan seolah-olah diartikan akibat kelalaian dari pasien, dan hanya pasienlah yang bertanggung jawab terhadap hal-hal yang terjadi akibat ketidakpatuhannya. Padahal penyebab ketidakpatuhan bukan semata-mata hanya kelalaian pasien dalam mengikuti terapi yang telah ditentukan, namun banyak faktor pendorongnya, yaitu :

1) Obat tidak tersedia 2) Regimen yang kompleks 3) Usia lanjut

4) Lamanya terapi 5) Hilangnya gejala

6) Takut akan efek samping, 7) Rasa obat yang tidak enak 8) Tidak mampu membeli obat 9) Pasien lupa dalam pengobatan.

10) Kurangnya pengetahuan terhadap kondisi penyakit, pentingnya terapi dan petunjuk penggunaan obat.

Dari beberapa faktor pendorong terjadinya ketidakpatuhan, apoteker memiliki peran untuk meningkatkan kepatuhan pasien dengan memberikan informasi tentang pentingnya pengobatan pada keadaan penyakit pasien.

(22)

17

Selain itu, diperlukan juga komunikasi yang efektif antara dokter dan apoteker sehingga upaya penyembuhan kondisi penyakit pasien dapat berjalan dengan baik.

e. Pemilihan Obat

Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Obat yang dipilih untuk mengobati setiap kondisi harus yang paling tepat dari yang tersedia. Banyak reaksi merugikan dapat dicegah, jika dokter serta pasien melakukan pertimbangan dan pengendalian yang baik. Pasien yang bijak tidak menghendaki pengobatan yang berlebihan. Pasien akan bekerjasama dengan dokter untuk menyeimbangkan dengan tepat keseriusan penyakit dan bahaya obat. Dengan demikian obat yang dipilih haruslah yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.

f. Interaksi Obat

Interaksi obat adalah peristiwa dimana kerja obat dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan. Efek obat dapat bertambah kuat atau berkurang karena interaksi ini akibat yang dikehendaki dari interaksi ini ada dua kemungkinan yakni meningkatkan efek toksik atau efek samping atau berkurangnya efek klinik yang diharapkan.Interaksi obat dapat terjadi sebagai berikut:

1) Obat-Makanan

2) Obat-Uji Laboratorium 3) Obat-Penyakit

(23)

18 BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Apotek

Apotek Menmari merupakan salah satu apotek yang berada di daerah Banyumas. Apotek ini terletak di Jalan Gatot Subroto nomor 470, Kedunguter, Banyumas. Apotek yang berdiri sejak bulan Juni tahun 2003 ini didirikan oleh Dwi Jaka Laksana sebagai pemilik saham apotek. Apotek ini terdaftar dengan nomor SIA (Surat Ijin Apotek) 024/SIA P.APA/BMS/P/IX/2011. Apoteker penanggung jawab Apotek Menmari saat ini adalah Laely Hidayati, S. Farm., Apt dan apoteker pendamping Rizky Yuda P., S.Farm., Apt. Jumlah pegawai di apotek ini adalah 3 orang dengan jam operasional pukul 08.00-20.00.

Visi Apotek Menmari adalah menjadi apotek yang menerapkan kefarmasian yang berkualitas dan terpercaya serta menguntungkan masyarakat dan karyawan. Misi apotek in adalah menyediakan obat, alat kesehatan serta perbekalan kefarmasian lainnya yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat serta melaksanakan pelayanan kefarmasian yang tepat,cepat, ramah, daninformatif dengan menerapkan konsep pharmaceutiacal care secara professional.

B. Manajemen Apotek

1. Pemesanan obat

Setiap minggunya (pada hari jumat) di Apotek Menmari selalu di cek obat apa saja yang stoknya tersisa sedikit kemudian pada hari sabtu obat-obat yang stoknya sedikit tersebut dibuat daftar atau dengan kata lain dibuat defekta. Defekta tersebut berisi obat-obat atau barang-barang apa saja yang akan dipesan pada minggu selanjutnya, defekta dibuat untuk mempermudah pemesanan obat kepada PBF. Jika ada sales dari PBF yang datang maka pertama Apoteker Pengelola Apotek (APA) melihat defekta terlebih dahulu untuk mengetahui barang-barang apa saja yang akan dipesan kepada PBF

(24)

19

tersebut. Selanjutnya APA menulis pesanan di surat pesanan, surat pesanan ada bermacam-macam jenisnya.

Macam-macam jenis surat pesanan yaitu ada surat pesanan yang digunakan untuk memesan obat-obat biasa seperti obat keras, obat wajib apotek, obat bebas, obat bebas terbatas serta alat-alat kesehatan dan produk lainnya. Surat pesanan biasa ini terdiri atas 2 rangkap, rangkap yang asli diserahkan kepada sales dari PBF yang didalamnya tertulis nama obat serta jumlah obat yang akan dipesan dan rangkap copyannya untuk arsip di apotek. Terdapat pula surat pesanan untuk obat-obat narkotika, surat pesanan ini terdiri dari 4 rangkap dengan warna yang berbeda yaitu warna putih untuk Pedagang Besar Farmasi (PBF), warna biru untuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), warna merah muda untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan warna kuning untuk arsip Apotek. Surat pesanan narkotika hanya digunakan untuk memesan 1 obat narkotika. Apotek menmari tidak menyediakan obat-obat narkotika sehingga tidak mempunyai surat pesanan narkotika. Jenis surat pesanan psikotropika digunakan untuk memesan obat dengan golongan psikotropika. Surat pesanan psikotropika terdiri dari 2 rangkap, rangkap pertama berwarna putih untuk Pedagang Besar Farmasi dan rangkap kedua untuk arsip apotek. Surat Pesanan yang terakhir yaitu surat pesanan untuk obat-obat prekursor atau obat yang mengandung prekursor. Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika. Surat pesanan untuk prekursor juga terdiri dari dua rangkap, rangkap pertama untuk PBF dan rangkap kedua untuk arsip apotek.

Setelah APA menulis obat yang akan dipesan pada surat pesanan, surat pesanan tersebut ditandatangani oleh APA dan diberi stempel apotek. Kemudian lembar pertama dari surat pesanan diserahkan pada sales dari PBF, lalu akan ditindaklanjuti oleh sales yang nantinya akan mengirimkan barang yang telah dipesan.

(25)

20

2. Penerimaan, Penataan, dan Penyimpanan Barang

Standar Operasional Pelaksanaan Penerimaan dan Penyimpanan Barang a. Saat barang datang dari PBF

b. Cek kesesuaian antara SP (Surat Pesanan) dengan faktur dan barangnya (kecocokan tentang nama barang , bentuk, jumlah sediaan, nomor batch, dan tanggal ED (expired date)

c. Cek kondisi barang (rusak, pecah, tersegel atau tidak)

d. Apabila barang tidak sesuai pesanan atau dalam kondisi rusak, barang dikembalikan ke PBF

e. Apabila semua barang sesuai pesanan dan dalam kondisi baik, barang diterima dan faktur ditandatangani oleh apoteker atau asisten apoteker dilengkapi dengan nomor SIK/SIA serta dibubuhi stempel apotek

f. Faktur diambil satu lembar untuk arsip apotek

g. Serahkan faktur kepada bagian administrasi untuk dimasukkan kedalam buku atau komputer

h. Cocokkan harga yang sudah ada di buku atau komputer dengan harga yang tertera pada faktur baru, apakah ada kenaikan atau tidak

i. Hargai barang-barang atau obat bebas dan letakkan sesuai dengan spesifikasinya. Untuk obat keras langsung disimpan kedalam almari berdasarkan abjad

j. Buat kwitansi pembayaran faktur

k. Arsip faktur sesuai dengan nama PBF masing-masing

Proses penerimaan barang di apotek menmari sudah sesuai dengan SOP yang ada disana. Saat ada barang datang, barang dicek kesesuaiannya dengan SP dan faktur. Hal-hal yang harus dicek kesesuaiannya adalah nama barang, bentuk sediaan, jumlah barang, bobot/volume barang, nomor batch serta tanggal kadaluarsa dari barang tersebut. Selain hal-hal tersebut kita juga harus mengecek kondisi barang yang kita terima apakah barang tersebut rusak, pecah, tersegel atau tidak, kondisi barang yang kita terima harus dalam keadaan baik. Jika semua barang yang datang sudah sesuai dan keadaaannya pun telah diketahui baik maka barang diterima dan faktur ditandatangani oleh

(26)

21

apoteker dan distempel dengan stempel apotek. Faktur salinan pada lembaran paling bawah pada faktur diambil 1 lembar untuk arsip apotek.

Barang-barang yang sudah diterima selanjutnya dihargai, cara memberi harga barang-barang atau obat di apotek menmari yaitu pertama harga beli dari PBF ditambahkan PPN atau pajak sebesar 10% kemudian ditambahkan lagi dengan persentase keuntungan. Persentase keuntungan masing-masing obat berbeda-beda tergantung golongan obat tersebut. Persentase keuntungan yang ditambahkan untuk obat-obat keras dan obat wajib apotek sebesar 20%, obat bebas; obat bebas terbatas; produk jamu serta alat kesehatan sebesar 10%, dan yang terakhir produk susu sebesar 5%. Setelah harga+pajak ditambahkan persentase keuntungan telah dijumlahkan maka hasilnya merupakan harga jual untuk produk tersebut. Kemudian masing-masing barang yang sudah dihargai diberi label yang tertulis harga barang tersebut dan selanjutnya ditata atau diletakkan pada lemari atau etalase atau di tempat penyimpanan barang.

Kemudian kita menginput data barang yang datang sesuai dengan faktur yang telah diterima ke dalam komputer berdasarkan nama obatnya masing-masing. Data yang dimasukkan adalah data-data tentang obat tersebut seperti nama obat, nama PBF, bentuk kemasan obat, jumlah obat, satuan obat, diskon, harga asli obat, harga + PPN, harga jual serta tanggal kadaluarsa.

Faktur yang sudah di input datanya disimpan dalam tempat penyimpanan faktur atau dikelompokkan berdasarkan nama PBF yang telah diurutkan berdasarkan nomor. Namun sebelumnya dibuat dahulu kwitansi pembayaran faktur, sesuai dengan nominal yang tertera pada faktur, lalu digabungkan bersama faktur dan disimpan pada tempat yang sesuai atau yang telah disesuaikan.

Penyimpanan barang di apotek menmari sudah ditentukan untuk masing-masing barangnya. Untuk obat-obat keras dan obat wajib apotek ditaruh di etalase bagian dalam apotek, jadi tidak diperlihatkan atau tidak dipajang diluar dan disimpan dengan konsep alfabetis, dari A hingga Z. Obat-obat bebas, bebas terbatas, produk jamu, produk susu, alat kesehatan serta

(27)

22

perlengkapan bayi dipajang pada etalase depan dan bisa dilihat oleh pembeli/pengunjung apotek dan disimpan sesuai dengan efek farmakologi dan bentuk sediaan. Selain itu juga ada lemari khusus untuk penyimpanan obat-obat psikotropika.

3. Pencatatan obat di buku obat

Setiap menerima barang dari PBF, data yang ada di faktur selalu di input ke dalam komputer, disesuaikan dengan penyimpanan obat tersebut apakah termasuk obat dalam (obat keras dan obat wajib apotek) atau obat luar (obat bebas, bebas terbatas, jamu, susu, alat kesehatan). Obat-obat yang keluar dicatat di dalam buku obat yang keluar, terdapat 2 buah buku yaitu buku dalam untuk obat yang ditempatkan didalam dan buku luar untuk obat-obat yang ditempatkan diluar. Pencatatan tersebut dilakukan untuk mengetahui pendapatan apotek dari obat yang keluar setiap harinya.

4. Pembayaran (Inkaso)

Pembelian obat dan alat kesehatan di Apotek Menmari secara umum dibagi 2 yaitu :

a. Pembelian Tunai

Pembelian tunai adalah pembelian yang dilakukan dengan membayar langsung secara tunai

b. Pembelian Kredit

Pembelian kredit adalah pemebelian yang membayar setelah jatuh tempo/dengan kredit. Biasanya PBF memberikan masa jatuh tempo sekitar 21 hari atau 1 bulan. Pada saat pembayaran, apotek akan membayar sejumlah uang yang sesuai dengan nominal yang ada dalam kwitansi. Setelah dibayarkan maka faktur yang asli diserahkan kepada apotek dan pada kwitansi dituliskan kata “Lunas” dan ditandatangani oleh sales dari PBF. Faktur asli kemudian digabungkan dengan faktur yang sebelumnya telah dimiliki oleh apotek dengan Surat Pesanan dan Kwitansi kemudian disimpan

(28)

23

sebagai arsip. Di apotek menmari juga terdapat buku pembayaran, setiap barang datang maka jumlah yang harus dibayarkan dicatat dalam buku tersebut, nanti ketika sudah dibayarkan maka diberi keterangan lunas. Buku pembayaran ada datu namun didalamnya dipisahkan antar masing-masing PBF-nya.

5. Pengembalian Barang atau Obat (Retur)

Apabila barang yang dikirim tidak cocok dengan pesanan atau terdapat kerusakan maka barang tersebut dapat diretur.

Barang tersebut diretur karena : 1. Tidak cocok dengan surat pesanan 2. Kemasan rusak

3. Mendekati Expire date atau sudah masuk Expire date

Obat yang tidak sesuai dengan surat pesanan atau rusak saat diterima oleh apotek dapat diretur. Hal pertama yang dilakukan adalah menuliskan nama barang serta alasan kenapa barang tersebut diretur pada formulir retur yang disediakan oleh PBF atau jika tidak disediakan oleh PBF maka menggunakan formulir retur dari Apotek sendiri. Tanda retur ditandatangani oleh APA dan dibubuhi stampel apotek. Barang yang akan diretus akan dibawa oleh sales dari PBF. Setelah tanda retur dan barang yang diretur dibawa oleh sales dan nanti sales akan datang kembali untuk menyerahkan faktur retur dan mengembalikan uang penggantian dari barang yang telah diretur atau ditukar dengan barang yang sama namun waktu kadaluarsanya masih panjang. Faktur retur akan ditandatangani oleh APA dan dibubuhi stampel apotek.

Cara meretur obat yang mendekati waktu kadaluarsa atau sudah kadaluarsa yaitu pertama dengan mengecek Distributor asal barang tersebut dipesan serta tanggal fakturnya. Kita dapat mengecek dari data yang ada didalam komputer. Selanjutnya faktur dicari pada tempat penyimpanan faktur sesuai dengan masing-masing Distributor. Ketika sales Distributor tersebut datang barang tersebut dapat diretur, APA akan membuat tanda retur dan

(29)

24

tanda retur serta barang yang akan diretur diserahkan untuk dibawa oleh sales. Jika sales kembali, sales akan menyerahkan faktur retur untuk ditandatangani dan menyerakan biaya pengganti dari barang tersebut atau jika tidak maka sales bisa memotong uang yang akan dibayarkan oleh apotek kepada PBF untuk barang yang akan dibayarkan selanjutnya.

6. Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Pelayanan Kefarmasian (Resep dan Swamedikasi)

Setiap bulannya kegiatan di apotek selalu dilaporkan. Ada beberapa macam pelaporan yang dilakukan yaitu pelaporan obat Narkotika, Psikotropika, Prekursor, serta Pelayanan Kefarmasian (Resep dan swamedikasi.

a. Pelaporan obat golongan Narkotika dan Psikotropika

Obat golongan Narkotika dan Psikotropika dilaporkan secara online ke Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Nasional (http://sipnap.binfar.depkes.go.id). Pelaporan jenis obat golongan tersebut dilakukan setiap bulannya maksimal tanggal 10. Apoteker pengelola apotek akan melaporkan secara online dan akan mengisi borang yang telah disediakan.

b. Pelaporan Prekursor

Obat-obat Prekursor tunggal dilaporkan setiap bulannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apoteker pengelola apotek akan mengisi lembaran pelaporan prekursor yang berisi nama obat, satuan, saldo awal, jumlah prekursor yang masuk dan dari PBF mana, Jumlah prekursor yang keluar dan ditujukan untuk siapa, serta stok akhir yang tersedia di apotek. Laporan untuk melaporkan prekursor dapat diisi untuk lebih dari 1 obat prekursor. Laporan dikirimkan melalui fax dan pos.

c. Pelaporan Pelayanan Kefarmasian (Resep dan Swamedikasi)

Pelaporan untuk pelayanan kefarmasian ditujukan setiap bulannya ke dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. Sama seperti prekursor, Apoteker pengelola apotek akan membuat surat pelaporan yang akan diisi, formatnya

(30)

25

berisi Jumlah Resep yang masuk, Jumlah Swamedikasi tertulis yang pernah diberikan, serta Jumlah informasi obat tertulis yang diberikan kepada pasien. Laporan tersebut dikirimkan via fax dan lewat pos, namun pengiriman lewat pos tidak dilakukan setiap bulan melainkan beberapa bulan sekali. Apotek menmari setiap bulannya selalu melaporkan obat-obat narkotika psikotropika, prekursor dan pelayanan kefarmasian sesuai dengan aturan.

C. Administrasi Apotek

Bidang administrasi merupakan salah satu bidang penting dalam kefarmasian. Hal-hal yang dilakukan dalam bidang administrasi di Apotek Menmari adalah skrining resep, menyimpan resep, membuat salinan resep dan membuat etiket. Skrining resep yang dilakukan berupa skrining administratif, skrining farmasetik, dan skrining farmakologi. Ketika ada pasien datang dengan membawa resep atau salinan resep, apoteker harus melakukan skrining terhadap resep ataupun atau salinan resep tersebut. Skrining administratif resep merupakan pemeriksaan kelengkapan resep yang meliputi nama doker, nomor SIP (Surat Izin Praktek), alamat dan nomor telepon tempat praktek, identitas pasien (nama, usia, dan alamat), tanggal penulisan resep, nama obat, dosis, bentuk sediaan, jumlah obat, cara penggunaan obat, paraf dokter.

Skrining administratif salinan resep meliputi identitas apotek, nama apoteker penanggung jawab, nomor SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker), nomor resep, tanggal penulisan resep, nama dokter, apotek asal salinan resep, identitas pasien, nama obat, dosis, bentuk sediaan, jumlah obat, cara penggunaan obat, tanggal penulisan salinan resep, dan paraf apoteker. Salinan resep diberikan jika pasien menginginkan adanya salinan resep atau ada obat dalam resep yang belum ditebus oleh pasien. Pembuatan salinan resep ini harus memperhatikan kelengkapan salinan resep dan ditulis sesuai dengan resep aslinya. Obat yang sudah ditebus oleh pasien diberi tanda det (detur), tanda did (da in dimidio) jika jumlah obat yang ditebus adalah setengahnya sedangkan yang belum ditebus

(31)

26

diberi tanda nedet (ne detur). Jika ada penggantian obat, nama obat pengganti tersebut dituliskan dalam salinan resep.

Apoteker perlu memperhatikan adanya obat-obat narkotik dan psikotropik ataupun adanya tanda pengulangan resep (iter). Jika terdapat tanda pengulangan, apoteker perlu memperhatikan jumlah pengulangan yang telah didapat pasien sebelumnya dan membuat salinan resep jika masih ada sisa pengulangan resep. Perlu diperhatikan juga untuk resep yang mengandung obat-obat narkotik dan psikotropik tidak boleh ada tanda pengulangan. Jika ada penulisan resep yang tidak dimengerti, apoteker dapat menanyakan kepada dokter pemberi resep. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kesalahan pelayanan resep.

Resep yang terpenuhi kelengkapan administratifnya kemudian dilakukan skrining farmasetik dan farmakologinya. Skrining farmasetik meliputi bentuk sediaan, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat. Sedangkan skrining farmakologis meliputi indikasi obat, interaksi obat, adanya alergi pada pasien, efek samping, kesesuaian dosis, dan kontraindikasi. Semua hal ini perlu diperhatikan dalam skrining resep untuk menghindari terjadinya kesalahan terapi. Alergi obat perlu ditanyakan kepada pasien atau keluarganya untuk menghindari efek samping berbahaya yang mungkin muncul. Jika terdapat ketidaksesuaian terkait farmasetik dan farmakologi dalam resep, apoteker perlu menanyakan kepada dokter untuk mengkonfirmasi ataupun memilih terapi lainnya yang tepat bagi pasien.

Obat yang akan diberikan kepada pasien terlebih dahulu diberi etiket yang berisikan cara penggunaan obat. Obat yang digunakan secara oral diberi etiket berwarna putih, sedangkan untuk obat-obatan selain yang digunakan secara oral (misalnya injeksi, salep, tetesmata, tetes telinga, dan lain-lain) diberi etiket berwarna biru. Pada etiket terdapat nama, alamat dan nomor telepon apotek, nama apoteker dan nomor SIPA. Kemudian pada etiket ditulis nomor dan tanggal, nama pasien, cara penggunaan obat, dan paraf apoteker.

Penyimpanan resep dan salinan resep di apotek haruslah dilakukan secara teratur. Setiap resep yang masuk ke apotek diberi nomor urut setiap harinya, kemudian diurutkan berdasarkan nomor resep tersebut. Setelah itu di akhir hari,

(32)

27

atau di awal hari selanjutnya resep-resep tersebut disalin ke dalam buku resep. Buku resep ini berisikan tanggal resep, nomor resep, identitas pasien, nama dokter, isi resep, dan total biaya. Disetiap akhir bulan semua resep dikumpulkan kemudian disimpan ke tempat penyimpanan resep yang telah dipisahkan berdasarkan urutan tahunnya. Khusus untuk resep yang terdapat obat-obatan jenis narkotika dan psikotropika disimpan di tempat yang terpisah untuk memudahkan pelaporan penggunaan obat-obat narkotika dan psikotropika. Resep haruslah disimpan minimal selama 3 tahun. Setelah lebih dari waktu tersebut, resep dapat dimusnahkan. Pemusnahan dilakukan bersama dengan apotek lainnya di daerah tersebut kemudian didampingi oleh petugas yang berwenang dari dinas kesehatan setempat. Terdapat berita acara yang perlu disiapkan dalam pemusnahan resep ini. Berita acara ini berisikan identitas apotek, identitas apoteker pendamping, identitas saksi, jumlah resep yang dimusnahkan, serta tanggal dan tempat pemusnahan resep. Berita acara ini ditandangi oleh saksi dari dinas kesehatan setempat.

D. Pelayanan Apotek

1. Pelayanan Resep

Standar Operasional Pelaksanaan Pelayanan resep a. Menerima resep pasien

b. Lakukan skrining resep meliputi kelengkapan, kerasionalan, dan legalitas resep

c. Menghitung harga dan minta persetujuan pasien terhadap nominal harga d. Pasien diberi nomor antrian

e. Siapkan obat sesuai dengan resep

f. Jika obat racikan maka patuhi SOP meracik g. Buat etiket dan cocokkan dengan resep

h. Teliti kembali obat sebelum diserahkan pada pasien termasuk salinan resep dan kwitansi (jika diminta oleh pasien)

(33)

28

i. Serahkan obat kepada pasien disertai dengan informasi tentang obat meliputi dosis, frekuensi pemakaian sehari, waktu penggunaan obat, cara penggunaan dan efek sampingobat yang mungkin timbul setelah penggunaan obat dan jika diperlukan cara mengatasi efek samping yang ditimbulkan

j. Catat nama pasien, alamat, dan nomor pasien dalam buku resep.

Standar Operasional Pelaksanaan Meracik Obat

a. Siapkan segala alat yang akan digunakan dan bersihkan meja untuk meracik

b. Buatlah instruksi meracik meliputi: nomor resep, nama pasien, jumlah dan cara mencampur

c. Siapkan etiket, obat, wadah obat, sertakan instruksinya untuk diracik d. Cucilah tangan dan bila perlu gunakan sarung tangan dan masker e. Siapkan obat sesuai resep

f. Jika ada bahan yang harus ditimbang maka persiapkan terlebih dahulu g. Bacalah instruksi untuk meracik dengan seksama dan lakukanlah dengan

hati-hati

h. Pastikan hasil racikan sesuai dengan instruksinya

i. Masukkan kedalam wadah yang telah disediakan dan beri etiket j. Teliti kembali obat sebelum diserahkan pada pasien

k. Bersihkan peralatan dan meja meracik setelah selesai l. Cucilah tangan sampai bersih

Standar Operasional Pelaksanaan Konseling Resep

a. Obat diserahkan kepada pasien sekaligus dicocokkan dengan data pasien b. Mencocokkan obat dengan kondisi pasien dengan cara menanyakan pada

pasien tentang keluhan yang dialaminya

c. Memberitahukan kepada pasien tentang obat yang diberikan dan tujuan pemberian obat tersebut

(34)

29

d. Memberikan informasi kepada pasien tentang obat yang diberikan dan tujuan pemberian obat tersebut

e. Menanyakan kembali tentang semua informasi yang telah disampaikan untuk memastikan bahwa pasien telah paham dan mengerti tentang aturan penggunaan obat

f. Memberitahukan kepada pasien tentang ESO obat yang mungkin terjadi dan cara penanganan yang mungkin bisa dilakukan oleh pasien terhadap efek samping yang terjadi

g. Menyarankan kepada pasien untuk pergi ke dokter bila dirasa ESO cukup berat dan mengganggu

h. Informasikan kepada pasien tentang hal apa saja yang perlu dihindari dan yang perlu dilakukan untuk menunjang keberhasilan pengobatan

i. Catat nama pasien, umur, alamat dan nomor telepon pasien, dibuat catatan khusus tentang pasien yang nantinya sebagai pasien data record.

Pelayanan resep di Apotek Menmari sudah sesuai dengan SOP yang terdapat disana. Ketika ada pasien datang membawa resep, maka hal yang pertama dilihat adalah kelengkapan resep yang akan dilayani, apakah resep tersebut resmi seperti memiliki kop resep yang berisi nama dokter pembuat resep, nomor SIP, alamat serta nomor telepon dokter pembuat resep. Selanjutnya dilihat ketersediaan obat dalam resep yang ada di apotek, jika obat ada maka apoteker akan menentukan harga obat tersebut, dan akan menginformasikan kepada pasien. Jika pasien setuju apoteker akan menanyakan identitas pasien untuk mengecek ulang karena biasanya identitas pasien yang ada di resep kurang lengkap, apoteker akan menanyakan nama, umur, alamat, serta berat badan pasien jika pasien masih anak-anak untuk perhitungan dosis. Kemudian apoteker akan menyiapkan obat seperti yang tercantum dalam resep. Untuk resep obat racikan apoteker akan menyiapkan sesuai dengan SOP yang ada.

Alat-alat untuk meracik obat disiapkan di meja untuk meracik. Instruksi pembuatan dilihat dalam resep, apa saja obat yang akan diracik, berapa jumlah

(35)

30

obat yang akan diracik, serta bentuk sediaan apa yang akan dibuat. Selanjutnya obat disiapkan dan langsung diracik sesuai prosedur. Etiket serta wadah obat dipersiapkan. Obat yang sudah selesai diracik dimasukkan dalam wadah dan diberi etiket yang memuat informasi seperti nomor etiket, tanggal, nama pasien, aturan pemakaian obat, dan informasi lainnya. Selanjutnya teliti kembali obat tersebut sebelum diserahkan kepada pasien dan bersihkan peralatan dan meja setelah selesai.

Obat yang sudah selesai dibuat atau disiapkan selanjutnya diserahkan kepada pasien sembari dicocokkan dengan data pasien. Obat dicocokkan dengan cara menanyakan apa keluhan atau penyakit yang diderita oleh pasien, apakah sesuai atau tidak. Kemudian Apoteker akan memberitahukan informasi tentang obat yang akan diberikan kepada pasien, informasi obat yang diberikan meliputi indikasi obat, tujuan pemberian obat, efek samping obat, aturan pemakaian, interaksi obat dan informasi lainnya. Selain memberikan informasi tentang obat, apoteker juga memberitahukan terapi non farmakologi untuk pasien tersebut seperti makanan apa saja yang dapat dimakan dan tidak bisa dimakan, pola hidup yang harus dijalani pasien seperti istirahat yang cukup, berolahraga secara teratur, tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol, dan terapi non farmakologi lainnya. Setelah itu pasien ditanyakan kembali tentang kejelasan informasi yang sudah diberikan oleh apoteker. Setelah pasien mengerti obat diberikan sembari apoteker mengucapkan terimakasih kepada pasien.

2. Pelayanan Swamedikasi

Standar Operasional Pelaksanaan Pelayanan OTC (over the counter) a. Pasien datang

b. Menyapa pasien dengan ramah dan menanyakan kepada pasien obat apa yang dibutuhkan

c. Tanyakan terlebih dahulu keluhan atau penyakit yang diderita, kemudian bantu pasien untuk mendapatkan obat yang tepat

(36)

31

e. Bila sudah terjadi persetujuan, ambilkan obat yang diminta pasien sesuai dengan permintaan meliputi: nama obat dan jumlah obat

f. Bila sudah terjadi persetujuan, ambilkan obat yang diminta pasien sesuai dengan permintaan meliputi: dosis, frekuensi pemakaian sehari, waktu penggunaan obat, cara penggunaan dan efek samping obat yang mungkin timbul setelah penggunaan obat, dan jika diperlukan cara mengatasi efek samping yang ditimbulkan.

Pelayanan OTC (over the counter) yang dilakukan di Apotek Menmari sudah memenuhi standar operasional pelaksanaan. Ketika pasien datang, petugas apotek menyapa pasien kemudian menanyakan obat yang dibutuhkan pasien. Petugas juga menanyakan siapa yang membutuhkan obat tersebut, usia, keluhan yang dialami, dan riwayat penyakit. Hal ini dilakukan untuk membantu memilih terapi yang tepat. Kemudian petugas apotek memberikan beberapa pilihan obat yang dapat digunakan pasien dengan memberi tahu nominal harganya. Setelah pasien menyetujui obat yang akan dibeli dengan nominal harga yang tersebut, maka petugas apotek dapat menyiapkan obat tersebut dengan jumlah yang sesuai. Setelah itu petugas dapat melakukan transaksi dan memberikan obatnya kepada pasien dengan menjelaskan dosis, cara penggunaan, frekuensi pemakaian dalam sehari, dan efek samping obat yang mungkin timbul.

Standar Operasional Pelaksanaan Konseling OTC (over the counter)

a. Menanyakan keluhan pasien dan mengapa menggunakan obat tersebut dan sudah berapa lama pasien mengalami keluhan tersebut

b. Menanyakan bagaimana kondisi pasien setelah menggunakan obat tersebut c. Apabila obat yang diminta sesuai dengan kondisi pasien dan memberikan

efek seperti yang diharapkan maka obat boleh diberikan

d. Apabila obat yang diminta tidak sesuai dengan kondisi pasien maka pasien dipilihkan obat yang tepat untuk kondisinya

(37)

32

e. Menanyakan tentang bagaimana pasien menggunakan obat tersebut, bila ada yang kurang atau salah maka apoteker wajib membenarkan dan melengkapinya

Pelaksanaan konseling di Apotek Menmari juga sudah memenuhi standar operasinal pelaksanaan. Ketika pasein datang, apoteker menyapa pasien kemudian menanyakan keluhan yang dialami oleh pasien. Apoteker juga menanyakan mengenai identitas pasien, usia dan alamat, serta riwayat pengobatan yang dilakukan sebelumnya, riwayat alergi, atau pun riwayat penyakit yang berhubungan dengan keluhan atau terapi yang akan diberikan. Semua itu dituliskan dalam lembar konseling yang dimiliki apotek. Kemudian apoteker menjelaskan sekilas tentang keluhan pasien dan memberitahukan obat yang dapat digunakan untuk terapi beserta dengan nominal harganya. Hal ini dilakukan untuk meminta persetujuan pasien terhadap nominal harga yang harus dibayarkan. Setelah pasien menyetujuinya, apoteker dapat menyiapkan obat tersebut dan menuliskan terapi yang diberikan ke dalam lembar konseling. Obat diserahkan oleh apoteker disertai dengan penjelasan mengenai aturan pemakaian, dosis, dan himbauan atau edukasi lainnya terkait terapi tersebut. Apoteker juga menayakan kembali bagaimana pasien menggunakan obat tersebut, jika pasien belum paham apoteker dapat menjelaskannya kembali.

Berikut ini merupakan beberapa kasus pelayanan swamedikasi dan kasus

drug related problem yang terjadi di Apotek Menmari.

a. Kasus Swamedikasi

1) Kasus ke 1 (Ruth Febrina)

Seorang pasien wanita datang ke Apotek Menmari dengan keluhan sakit gigi. Apoteker menanyakan keluhan lainnya yang dialami pasien. Pasien mengeluhkan nyeri pada gusi yang sudah dialami beberapa hari disertai dengan bengkak. Kemudian apoteker menanyakan adanya riwayat alergi obat dan penyakit gangguan lambung kepada pasien. Tidak ada alergi obat dan gangguan lambung yang pernah dialami, namun pasien saat

(38)

33

ini masih menyusui anaknya. Atas dasar pertimbangan tersebut apoteker memberikan beberapa obat yaitu parasetamol, amoksisilin, dan betadine kumur. Parasetamol digunakan sebagai analgesik. Amoksisilin sebagai antibiotik untuk mengurangi gejala bengkak pada gusi yang dimungkinkan karena adanya infeksi. Betadine kumur digunakan sebagai antiseptik. Apoteker menanyakan kesediaan pasien terkait dengan pemilihan obat tersebut. Setelah pasien menyetujui, apoteker memberikan penjelasan mengenai cara pemakaian masing-masing obat. Parasetamol dan amoksisilin digunakan tiga kali sehari dan betadine kumur digunakan dua kali sehari dengan cara dikumur tanpa menggunakan tambahan air. Amoksisilin harus diminum secara teraur sampai habis untuk menghindari terjadinya resistensi. Pemilihan parasetamol ini sudah tepat baik berdasarkan terapi terhadap penyakit yang dialami pasien maupun berdasarkan kondisi patologis pasien. Terapi yang digunakan untuk pasien yang mengalami sakit gigi adalah analgesik, salah satunya parasetamol. Jika disertai dengan pembengkakan gusi dapat diberikan antibiotik karena pembengkakan merupakan indikasi terjadinya infeksi. Parasetamol tepat digunakan untuk pasien yang menyusui karena konsentrasi parasetamol yang di ekskresi melalui air susu ibu sangatlah kecil dan bahkan tidak mampu menimbulkan efek apapun bagi bayi (Rubin dan Margaret, 2008). Begitu pula dengan pemilihan amoksisilin sudahlah tepat, karena kadar amoksisilin pada air susu ibu sangat kecil sehingga dinilai aman untuk digunakan untuk ibu hamil dan menyusui (Tjay dan Kirana, 2007).

2) Kasus ke 2 (Ruth Febrina)

Seorang pasien wanita datang dengan kesulitan sulit buang air meskipun ada rasa ingin buang air kecil. Ketika buang air kecil ada rasa nyeri. Keluhan ini sudah dialami selama 1 minggu dan belum mendapat terapi. Apoteker menanyakan adanya alergi obat dan riwayat penyakit kepada pasien, dan asilnya tidak ada alergi ataupun riwayat penyakit pada pasien. Sebagai terapinya apoteker menyarankan untuk memberikan

(39)

34

nephrolit dan antibiotik ciprofloxacin. Nephrolit mengandung ekstrak

Orthosiphon stamnineus folium, Trobilantus crispus folium, Sonchus arvensis folium, Phyllantus niruri folium, vitamin B6 dan asam folat 200.

Indikasi dari obat ini adalah membantu meluruhkan batu urin dan batu saluran kemih serta membantu memperlancar keluarnya urin. Sedangkan ciprofloxacin dipilih karena mampu untuk mengatasi infeksi saluran kemih yang mungkin terjadi diakibatkan sulitnya urin keluar selama 1 minggu sehingga dapat mengakibatkan infeksi di saluran kemih. Apoteker menjelaskan aturan penggunaanya yaitu untuk nephrolit diminum empat kali sehari masing-masing 1 tablet dan ciprofloxacin diminum tiga kali sehari masing-masing 1 tablet. Ciprofloxacin merupakan antibiotik sehingga harus digunakan secara teratur hingga habis untuk mencegah terjadinya resistensi. Pemilihan obat ini dinilai sudah tepat indikasi. Kemudian pasien juga dianjurkan untuk mengkonsumsi banyak air putih sehingga akan melancarkan buang air kecil.

3) Kasus ke 3 (Iin Solihati)

Seorang ibu berumur 60 tahun datang ke apotek dengan keluhan pusing dan menginginkan dicek tensinya. Setelah dicek tekanan darahnya ternyata nilainya tinggi yaitu 205/113 dengan nilai tekanan darah tersebut hipertensi yang dialami pasien termasuk kedalam hipertensi stadium 2 menurut JNC/ DETH yaitu dengan nilai sistolik 180-209 mmHg dan nilai diastolik 110-119 mmHg. Apoteker menanyakan riwayat pengobatan sebelumnya, ibu biasanya mengkonsumsi captopril 1 x sehari 1 tablet namun sudah tidak dikonsumsi semenjak 2 bulan yang lalu. Lalu apoteker mengambilkan obat captopril dan parasetamol. Apoteker tersebut memberikan KIE kepada ibu tersebut tentang informasi obat tersebut, dan informasi lainnya.

KIE :

i. Captopril digunakan sebagai antihipertensi (penurun tekanan darah) dikonsumsi 2 x sehari 1 tablet pagi dan malam setelah makan.

(40)

35

ii. Paracetamol digunakan untuk mengobati gejala pusing yang diderita oleh ibu, diminum 3x sehari 1 tablet.

iii. Dalam 5 hari ibu harus mengecek kembali tekanan darahnya, untuk mengetahui apakah ada perubahan atau tidak.

iv. Ibu harus istirahat yang cukup, kurangi makanan berlemak, mengandung garam tinggi, dan harus mengatur pola hidup.

4) Kasus ke 4 (Iin Solihati)

Seorang bapak datang ke apotek dengan keluhan pusing, cengeng, dan mata berkunang-kunang. Memiliki riwayat penyakit maag. Setelah ditensi nilai tekanan darahnya 113/70 berarti mengalami tekanan darah rendah. Apoteker memberikan obat Solvitron (Fe dan Multivitamin) dan Fevrin (Paracetamol). Apoteker memberikan KIE kepada pasien tentang informasi obat yang diberikan dan terapi non farmakologinya.

KIE :

a. Solvitron berisi zat besi dan multivitamin sebagai penambah darah karena bapak memiliki tekanan darah rendah. Solvitron diminum 1 kali sehari 1 tablet.

b. Fevrin mengandung paracetamol digunakan untuk mengobati gejala pusing yang dialami bapak. Diminum sehari 3 kali 1 tablet. Parasetamol memang dikenal efektif untuk mengurangi nyeri (pusing, sakit kepala, dan lain-lain) dan demam. Selain itu, relatif aman (misalnya tidak memicu sakit maag dan perdarahan lambung).

c. Bapak harus istirahat yang cukup d. Banyak mengkonsumsi buah dan sayur e. Berolahraga secara rutin

b. Kasus drug related problem 1) Kasus ke 1 (Ruth Febrina)

Seorang pasien laki-laki diberi dokter resep sebagai berikut: R/ Furosemide 40 mg NO XXX

(41)

36 S1dd1___________________ R/ Spironolakton 25 mg NO XXX S.1.d.d.1___________________ R/ Digoxin NO XXX S.1.d.d.1___________________ R/ Simarc NO XXX S.1.d.d.1___________________ R/ Captopril 12,5 mg NO LX S.1-0-1___________________

Berdasarkan resep tersebut pasien diduga mengalami gangguan jantung. Furosemide termasuk dalam golongan obat diuretik kuat yang berfungsi dalam mengurangi reabsorpsi natrium. Pada pasien yang berpotensi menderita tekanan darah tinggi, banyaknya cairan di dalam tubuh dapat meningkatkan tekanan darah. Selain itu fungsi furosemide adalah untuk terapi gagal jantung dengan kemampuan venodilasi dari obat tersebut. Meningkatnya diameter pembuluh vena akan mengurangi preload atau cairan yang kembali ke jantung. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya beban kerja jantung sehingga terjadi perbaikan simptomatik terhadap kondisi pasien. Efek samping obat ini adalah dapat menyebakan hipokalemia (Aldoferly, 2012). Spironolakton adalah suatu antagonis aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Obat ini merupakan diuretik hemat kalium yang dapat meningkatkan ekskresi natrium dan menahan kalium dengan mekanisme pada tubulus distal. Obat ini sering digunakan dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mempertahankan keseimbangan kalium (Stringer,2006). Digoksin merupakan obat untuk meningkatkan kemampuan memompa kontraksi jantung dalam keadaan kegagalan jantung atau congestive heart failure (CHF). Simarc mengandung warfarin yaitu antikoagulan yang digunakan untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah atau thrombosis di pembuluh darah vena ataupun arteri. Captopril merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Obat ini merupakan obat yang sangat baik

(42)

37

pada pasien hipertensi dengan gangguan jantung seperti gagal jantung atau pasca serangan jantung (Anonim,2013).

Pada resep ini tidak teradapat usia pasien yang merupakan salah satu syarat kelengkapan resep. Seharusnya dokter menuliskan usia pasien sebagai pertimbangan apoteker dalam penentuan dosis yang tepat bagi pasien. Drug related problem yang terjadi pada resep tersebut adalah adanya interaksi obat yang dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Interaksi antara captopril dan digoksin akan menyebabkan peningkatan efek digoksin. Terdapat interaksi obat antara digoksin dan obat diuretik yang akan menyebabkan peningkatan efek bahkan toksisitas digoksin ini (Tatro,2003). Terdapat pula interaksi antara digoksin dan warfarin yaitu penggunaan bersama obat ini akan meningkatkan resiko perdarahan pada pasien. Berdasarkan resep tersebut penggunaan kombinasi antara diuretik kuat dan dan diuretik hemat kalium sudah tepat untuk mengurangi banyaknya kalium yang diekskresikan. Namun dalam penggunaan jangka panjang obat diuretik resiko terjadi hipokalemia sangat besar sehingga diperlukan adanya tambahan berupa suplemen kalium yang pada resep ini belum diberikan oleh dokter.

Penyelesaian dari kasus ini adalah dengan mengatur pemberian obat tersebut. Furosemid dan spironolakton diberikan satu kali sehari pada pagi hari setelah makan, digoksin diberikan satu kali sehari pada sore hari setelah makan, simarc diberikan satu kali sehari pada malam hari, sedangkan captopril diminum pagi dan malam hari 30 menit sebelum makan. Selain itu disarankan juga disarankan untuk mengkonsumsi suplemen kalium untuk mencegah hypokalemia.

2) Kasus ke 2 (Ruth Febrina)

Seorang pasien wanita diberi dokter resep sebagai berikut: R/ Dexanta syr fls NO I

S.2.d.d.1.C_____________ R/ Lansoprazole NO XXX

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian tentang “ Perbedaan motivasi berobat pada penderita TB paru pada wilayah

Berdasarkan hasil uji korelasi bivariat antara variabel bebas tingkat stres dan variabel terikat nilai SDLR dengan metode Spearman diperoleh nilai signifikansi

Hal ini terlihat bahwa t hitung t tabel yaitu 2,62 2,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan metode

aliran sungai (Metode F.J. Mock) dari tahun 1999 sampai dengan 2013 pada Pos AWLR Belencong diperoleh besarnya debit yang dihasilkan oleh Model Mock lebih kecil

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode Mind Mapping dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa SDN 12 Ampenan Tahun Pelajaran 2016/2017 dan

Penelitian ini dilatarbelakangi rendahnya keterampilan membaca siswa kelas I di SDN 1 Taman Sari, disebabkan pembelajaran masih terpusat pada guru dan siswa kurang tertarik

Menurut Samryn (2002), dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Manajerial” Analisa break even adalah: “titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya atau

PERAN HOMEPHARMACYCARE PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II PROLANIS YANG BERPENGARUH TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN DAN KEBERHASILAN TERAPI DI BP SENTRA MEDIKA