• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL ILMIAH. Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat S-1 pada Program Studi Ilmu Hukum OLEH:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL ILMIAH. Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat S-1 pada Program Studi Ilmu Hukum OLEH:"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL ILMIAH

KAJIAN HUKUM TERHADAP PEREDARAN PRODUK YANG BERLABEL TIDAK BAHASA INDONESIA MENURUT

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat S-1 pada

Program Studi Ilmu Hukum

OLEH:

IDA BAGUS ALIT DWI ANTARA D1A.008.033

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM 2013

(2)

Halaman Pengesahan

KAJIAN HUKUM TERHADAP PEREDARAN PRODUK YANG BERLABEL TIDAK BAHASA INDONESIA MENURUT

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

JURNAL ILMIAH

Menyetujui,

Mataram, ……….

(3)

KAJIAN HUKUM TERHADAP PEREDARAN PRODUK YANG BERLABEL TIDAK BAHASA INDONESIA MENURUT

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

IDA BAGUS ALIT DWI ANTARA D1A 008 033

FH. UNRAM ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penyebab produk yang berlabel tidak bahasa Indonesia serta kendala yang dihadapi pemerintah, dan tanggung jawab pelaku usaha. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif-empiris dengan pendekatan sosiologis, yuridis, dan konseptual.

Penyebab produk tersebut masih beredar yaitu produk yang masuk tidak melalui ketentuan yang ada, diselundupkan melalui pelabuhan ilegal, dan dikirim dalam bentuk paket serta kendala yang dihadapi yaitu kurangnya perangkat dan fasilitas, dan adanya pelabuhan ilegal serta luasnya wilayah.

Tanggung jawab pelaku usaha yaitu akan dibina dan diberitahu mengenai ketentuan yang ada, diberi peringatan pertama sampai kedua serta membuat surat pernyataan, jika tetap juga akan dilakukan proses hukum yang berlaku.

Kata Kunci : Peredaran produk yang berlabel tidak bahasa Indonesia.

LEGAL REVIEW OF CIRCULATION PRODUCTS LABELED NOT BY INDONESIAN

LAW NO. 8 YEAR 1999 ON CONSUMER PROTECTION

ABSTRACT

The purpose of this study to determine the cause of the labeled products are not Indonesian as well as the constraints faced by the government, and the responsibilities of businesses. This research is a normative-empirical legal research with a sociological approach, juridical, and conceptual.

Causes of the product is still circulating the products do not enter through the existing provisions, smuggled through illegal ports, and sent in packages as well as the constraints faced by the lack of tools and facilities, and the presence of illegal ports as well as a wide area.

Responsibilities of businesses that will be fostered and informed about the existing provisions, the first warning was given to the second and make a statement, if it remains also will be the applicable law.

(4)

I. PENDAHULUAN

Dalam perkembangan hidup di zaman modern yang serba canggih ini, setiap manusia yang ada di muka bumi pasti yang namanya kebutuhan hidup harus terpenuhi seakan tidak ada habisnya dari waktu ke waktu. Kebutuhan tersebut baik berupa pangan, sandang, maupun papan. Tidak heran jika ada timbal balik atau simbiosis mutualisme antara konsumen sebagai pihak yang membutuhkan suatu barang/jasa dan produsen atau pelaku usaha sebagai penghasil barang/jasa yang sudah sering terjadi dari zaman dahulu. Sesuatu yang diperjualbelikan antara pelaku usaha dan konsumen ini baik berupa barang atau jasa biasanya sering disebut produk.

Pelaku usaha dalam memperdagangkan suatu produknya sering melakukan berbagai cara agar bagaimana produk yang dijualnya tersebut laku dalam jumlah yang banyak meskipun kadang menghalalkan segala cara agar konsumen mau tidak mau harus membelinya. Hal ini disebabkan karena permasalahan yang dihadapi konsumen tersebut pada dasarnya oleh kurang adanya tanggung jawab pelaku usaha dan juga lemahnya pengawasan pemerintah. Selain itu juga minimnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang perlindungan konsumen sebagai tameng agar tidak terjadi kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap konsumen.

Bentuk-bentuk kecurangan yang sering dilakukan oleh pelaku usaha sangat banyak motifnya, dan salah satunya adalah kecurangan dalam hal memperdagangkan produk-produk yang tidak berlabel bahasa Indonesia, melainkan label informasinya masih berbahasa asing. Hal ini sering kita amati di pusat-pusat perbelanjaan kadang ada sebagian produk yang label

(5)

informasinya tidak ada terjemahan bahasa Indonesianya, bahkan ada istilah blackmarket yang di mana produk-produk yang tersedia adalah produk ilegal.

Peredaran produk yang tidak berlabel bahasa Indonesia yang masih beredar di masyarakat tentu sangat disayangkan karena tidak semua masyarakat Indonesia mengerti akan bahasa asing seperti salah satunya bahasa Inggris. Meskipun bahasa Inggris adalah bahasa internasional, namun tetap harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia karena hal tersebut adalah bahasa nasional atau bahasa persatuan sehingga pada saat masyarakat dalam hal ini konsumen membeli atau mengkonsumsi suatu produk tidak kesulitan dalam membaca petunjuk pemakaian maupun informasi pada label.

Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini penulis kemukakan permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1) Apakah penyebab produk yang berlabel tidak bahasa Indonesia masih beredar di Indonesia serta kendala apa yang dihadapi pemerintah dalam mengatasi hal tersebut ?. 2) Bagaimanakah tanggung jawab pelaku usaha jika masih mengedarkan produk yang berlabel tidak bahasa Indonesia?

Tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui penyebab produk yang berlabel tidak bahasa Indonesia masih beredar di Indonesia serta kendala yang dihadapi pemerintah dalam mengatasi hal tersebut dan tanggung jawab pelaku usaha jika masih mengedarkan produk yang berlabel tidak bahasa Indonesia. 2) Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain: a) kegunaan secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu hukum pada umumnya, khususnya mengenai kajian hukum dalam

(6)

kaitannya dengan peredaran produk yang berlabel tidak bahasa Indonesia. b) Kegunaan secara Praktis diharapkan dapat memberikan ruang atau masukan bagi pemerintah khususnya pemerintah kota Mataram dalam menentukan kebijakan terhadap maraknya peredaran produk yang tidak berlabel bahasa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian masyarakat serta menumbuhkan sikap dan perilaku pelaku usaha yang adil dan bertanggung jawab. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif empiris dengan pendekatan yang digunakan yaitu sosiologis, perundang-undangan, dan konseptual. Sumber dan Jenis Data yang digunakan adalah data kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier serta data lapangan yang terdiri dari data primer dan data sekunder.Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan (observasi) dan wawancara. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif deskriptif.

(7)

II. PEMBAHASAN

A. Penyebab Produk yang Berlabel Tidak Bahasa Indonesia masih beredar di Indonesia serta Kendala yang Dihadapi Pemerintah dalam Mengatasinya.

Era perdagangan bebas menghendaki bahwa semua barang dan jasa yang berasal dari negara lain harus dapat masuk ke Indonesia. Bila tidak ingin distigma anti-World Trade Organization (WTO). Masuknya barang dan jasa impor ke Indonesia bukannya tanpa permasalahan. Permasalahan muncul jika ada pengaduan konsumen atas barang dan jasa impor tersebut, bagaimana mekanisme penyelesaiannya yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Masih banyak makanan impor yang tidak diketahui dengan jelas siapa distributornya di Indonesia. Ketidakjelasan ini menyulitkan konsumen bila ia mengalami kerugian akibat produk barang atau jasa tersebut.1

Ada beberapa faktor mengapa pelaku usaha dalam hal ini tidak mencantumkan produk-produk tersebut ke dalam bentuk bahasa Indonesia, antara lain:2 1) Kurangnya pemahaman mengenai ketentuan dan tata cara proses mengenai barang impor sehingga para importir juga menghindari bea masuk. 2) Takut dikenakan bea masuk dan pajak sehingga menambah cos produksi yang mengakibatkan harga menjadi tinggi. 3) Tidak mengetahui prosedur-prosedur sebelum produk itu dipasarkan harus didaftarkan terlebih dahulu pada instansi terkait seperti BPOM dan Kemendag RI agar otomatis produk tersebut dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 4) Ingin yang

1

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Cet. Ke 2, Edisi 1, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 260

2

Wawancara dengan bapak I Ketut Sudiartha selaku Kepala Seksi Pembinaan dan Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTB, Tanggal 24 Desember 2012

(8)

serba instan tanpa melalui proses yang panjang karena untuk mendapatkan barang yang murah dan cepat mendapatkan untung yang diinginkan.

Namun, berdasarkan hasil penelusuran yang saya amati selama ini bahwa selain banyak produk-produk ilegal yang berlabel tidak bahasa Indonesia ada juga produk yang legal namun uniknya pada label tersebut tidak tercantum informasi yang berbahasa Indonesia. Contohnya adalah produk-produk suplemen pembentuk otot baik berbentuk susu bubuk, tablet, kapsul atau snack yang biasanya sering kita jumpai bahwa produk tersebut beredar secara terbuka di tempat-tempat pusat kebugaran seperti Gym atau fitness center. Produk tersebut kebanyakan menggunakan bahasa Inggris namun tidak ada terjemahan bahasa Indonesianya, bahkan tidak ada tertulis BPOM RI, SNI, maupun label Halal.

Menurut Bapak Maskanah selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil Disperindag Provinsi NTB mengatakan bahwa produk-produk suplemen pembentuk otot yang dijual di pusat-pusat kebugaran itu sudah memiliki izin edar meskipun tidak tercantum bahasa Indonesia jika memenuhi suatu ketentuan sebagai berikut:3 1) Kode pada makanan yang berasal dari dalam negeri ada penandaan MD yang menunjukkan produk dalam negeri. 2) Kode pada makanan yang berasal dari luar negeri atau produk impor ada penandaan ML yang menunjukkan produk luar negeri. 3) Memiliki label dan batas kadaluarsa berarti sudah legal/sah.

Perlu diketahui bahwa di dalam Pasal 15 Bagian Ketiga Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

3

Wawancara dengan Bapak Maskanah selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTB, Tanggal 14 Januari 2013

(9)

menyatakan: “Keterangan pada label, ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab, dan huruf Latin”. Sedangkan dalam Pasal 16 ayat (1) dan (2) menyatakan: (1) Penggunaan bahasa, angka dan huruf selain bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf Latin diperbolehkan sepanjang tidak ada padanannya atau tidak dapat diciptakan padanannya, atau dalam rangka perdagangan pangan keluar negeri. (2) Huruf dan angka yang tercantum pada Label harus jelas dan mudah dibaca.

Jelas undang-undang diatas mengenai produk pangan dimaksudkan agar pangan olahan yang diperdagangkan di Indonesia harus menggunakan label dalam bahasa Indonesia. Khusus bagi pangan olahan untuk diekspor, dapat dikecualikan dari ketentuan. Hal ini agar memudahkan para konsumen untuk menggunakan petunjuk informasi pemakaian produk jika pada label tersebut dicantumkan atau diterjemahkan kedalam bentuk bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Adapun untuk produk non pangan seperti produk telematika dan elektronika pada Pasal 2 ayat (1) dan (2) PERMENDAGRI Nomor 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual Dalam Bahasa Indonesia Bagi Produk Telematika dan Elektronika yang berbunyi: (1) Setiap produk telematika dan elektronika yang diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan dalam bahasa Indonesia. (2) Kewajiban penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disandingkan dengan bahasa asing sesuai kebutuhan.

(10)

Produk-produk elektronik dan telematika yang wajib memiliki petunjuk manual book dalam bahasa Indonesia hanya lebih kepada petunjuk penggunaan, cara mengoperasikan, cara mengatasi gangguan atau kerusakan yang semuanya bertujuan memberikan kemudahan, tidak perlu repot menerjemahkan bila hanya disediakan dalam bahasa asing. Bila dikatakan terlalu berlebihan hanya karena tidak ada manual book berbahasa Indonesia, penjual bisa dijerat pidana penjara itu memang konsekuensi dari penegakan hukum seperti yang telah diuraikan di atas. Namun, bila hakim nanti mempertimbangkan itu hanyalah pelanggaran ringan, maka pidana yang dijatuhkan tidak akan lama.

Menurut bapak I Ketut Sudiartha selaku Kepala Seksi Pembinaan dan Perlindungan Konsumen Disperindag Provinsi NTB menyatakan ada beberapa penyebab produk ilegal yang salah satunya berlabel tidak bahasa Indonesia masih beredar Indonesia, antara lain:4 1) Produk yang masuk ke dalam negeri tidak melalui ketentuan yang ada. 2) Barang tersebut diselundupkan melalui pelabuhan-pelabuhan ilegal (tidak resmi). 3) Barang tersebut dikirim dalam bentuk paket untuk menghindari bea masuk.

Adapun kendala-kendala yang dihadapi pemerintah dalam mengatasi maraknya peredaran produk-produk yang berlabel tidak bahasa Indonesia di nusantara ini, antara lain:5 1) Kurangnya perangkat dan fasilitas untuk mendeteksi barang yang masuk ke negeri ini. a) Sumber Daya Manusia (SDM)

4

Wawancara dengan Bapak I Ketut Sudiartha selaku Kepala Seksi Pembinaan dan Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTB, Tanggal 24 Desember 2012

5

Wawancara dengan Bapak I Ketut Sudiartha selaku Kepala Seksi Pembinaan dan Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTB, Tanggal 24 Desember 2012

(11)

yang kurang memadai untuk memahami pentingnya pengawasan terhadap produk ilegal. b) Untuk melakukan pemantauan secara khusus kurang memadai karena lembaga instansi pemerintahan seperti Disperindag sangat sedikit disetiap kabupaten maupun kota sehingga terbatas dalam melakukan pengawasan. c) Minimnya peran masyarakat terhadap kasus-kasus peredaran produk ilegal yang semakin marak. 2) Adanya pelabuhan-pelabuhan ilegal serta luasnya wilayah Indonesia.

Oleh karena itu, dalam hal memperbaiki kinerja-kinerja dalam proses pengawasan terhadap peredaran produk-produk yang berlabel tidak bahasa Indonesia agar kendala-kendala yang telah disebutkan diatas yang menjadi penghambat bagi pemerintah maupun semua elemen yang terlibat harus dilakukan secara bijak dan teratur sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku baik dan yang telah ditetapkan oleh pemerintah mengenai permasalahan di atas agar lebih diperketat lagi sehingga peratutan-peraturan tersebut menjadi berfungsi dengan baik dilapangan yang dimana didukung oleh beberapa pihak dan instansi-instansi terkait serta segala upaya-upaya yang dilakukan pemerintah kita tersebut bisa berjalan dengan maksimal dan membuahkan hasil.

B. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jika Masih Mengedarkan Produk yang Berlabel Tidak Bahasa Indonesia

Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkannya. Tanggung jawab pelaku usaha ini dinamakan dengan tanggung gugat produk. Tanggung gugat produk ini timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “produk yang cacat”. Bisa dikarenakan kekurangcermatan dalam memproduksi, tidak sesuai

(12)

dengan yang diperjanjikan/jaminan, atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan demikian tanggung gugat produk ini bisa dikarenakan pelaku usahanya ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.6

Sebagai konsekuensi hukum dari pelarangan yang diberikan oleh Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, dan sifat perdata dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen, maka demi hukum, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha yang merugikannya, serta untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen tersebut.7

Lalu bagaimanakah tanggung jawab pelaku usaha serta pihak yang terlibat jika masih mengedarkan produk yang tidak berbahasa Indonesia tersebut ke masyarakat ? Menurut Bapak Maskanah selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil Disperindag Provinsi NTB mengatakan apabila ada pelaku usaha yang selalu kedapatan/menjual barang-barang tersebut ke masyarakat, maka akan dibina dan diberitahu mengenai ketentuan yang ada tapi masih juga dilanggar kesekian kalinya maka diberi peringatan pertama sampai peringatan kedua serta harus membuat surat pernyataan untuk tidak menjual/memperdagangkan barang dagangannya, jika tetap juga akan dilakukan proses sesuai ketentuan yang ada (Penegakan Hukum Projustitia).8

Tanggung jawab produsen sebagai pelaku usaha ada 2 macam yaitu pertanggungjawaban publik dan pertanggungjawaban privat (keperdataan).

6

Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Cet. Ke 1, (Jakarta: Djambatan, 2000), hal. 217

7

Ibid, hal. 59

8

Wawancara dengan Bapak Maskanah selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTB, Tanggal 17 Januari 2013

(13)

Pertanggungjawaban publik yakni kewajiban pelaku usaha untuk senantiasa beritikad baik dalam melakukan kegiatannya (Pasal 7 angka 1) berarti bahwa pelaku usaha ikut bertanggung jawab untuk menciptakan iklim yang sehat dalam berusaha demi menunjang pembangunan nasional. Jelas ini adalah tanggung jawab publik yang diemban oleh seorang pelaku usaha. Atas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh produsen maka kepadanya dikenakan sanksi-sanksi hukum, baik sanksi-sanksi admininstratif maupun sanksi-sanksi pidana.

Berikut ini adalah sanksi-sanksi yang bisa dikenakan antara lain:9 a) Sanksi admininstratif, diatur dalam Pasal 60 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen kepada pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), Pasal 25,dan Pasal 26, berupa denda uang maksimum Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). b) Sanksi pidana pokok diatur dalam Pasal 62, ada tiga bentuk antara lain: 1) sanksi kurungan berupa penjara 5 tahun atau denda Rp 2.000.000.000,00 (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e, dan Pasal 18). 2) sanksi pidana lain di luar ketentuan UU Perlindungan Konsumen jika konsumen mengalami kematian, cacat berat, sakit berat, atau luka berat (Pasal 62 Ayat 3). c) sanksi pidana tambahan, diatur dalam pasal 63 berupa: perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, pencabutan izin usaha, dilarang memperdagangkan barang/jasa, wajib menarik barang/jasa dari peredaran, dan hasil pengawasan disebarkan kepada masyarakat umum.

Pertanggungjawaban privat (keperdataan) telah diatur dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27. Sedangkan Pasal 22 dan

9

Happy Susanto, Hak-hak konsumen Jika Dirugikan, Cet. Pertama, (Jakarta: PT. Visimedia, 2008), hal. 41

(14)

Pasal 28 yang mengatur pembuktian serta Pasal 23 yang mengatur penyelesaian sengketa dalam hal pelaku usaha tidak memenuhi kewajibannya untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen. Ketentuan Pasal 19 yang mengatur tentang pertanggungjawaban pelaku usaha sebagai berikut: (1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. (4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Sebenarnya jika pelaku usaha mengetahui dan mau mengikuti aturan hukum yang ada dalam mengimpor suatu produk sekaligus menerjemahkan label produk impor tersebut ke dalam bahasa indonesia tentu tidak akan ada masalah dan akan mudah dalam memperdagangkan produk-produk tersebut yang akan disebarkan ke masyarakat sehingga tidak perlu repot-repot harus berhadapan dengan hukum untuk menyelesaikan suatu perkara karena masalah administrasi dan izin legalitas. Jika ingin produk yang diimpor tersebut

(15)

dikategorikan dalam produk legal maka harus memenuhi prosedur dan persyaratan melalui instansi-instansi atau lembaga-lembaga yang terkait dengan hal tersebut.

(16)

III.PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka terdapat simpulan sebagai berikut: 1) Penyebab produk yang berlabel tidak bahasa Indonesia masih beredar di Indonesia yaitu: a) Produk yang masuk ke dalam negeri tidak melalui ketentuan yang ada. b) Barang tersebut diselundupkan melalui pelabuhan-pelabuhan ilegal (tidak resmi). c) Barang tersebut dikirim dalam bentuk paket untuk menghindari bea masuk. Serta kendala yang dihadapi pemerintah dalam mengatasi kasus peredaran produk yang tidak berbahasa Indonesia, antara lain: a) Kurangnya perangkat dan fasilitas untuk mendeteksi barang yang masuk ke negeri ini. b) Adanya pelabuhan-pelabuhan ilegal serta luasnya wilayah Indonesia. 2) Tanggung jawab pelaku usaha jika masih mengedarkan produk yang berlabel tidak bahasa Indonesia yaitu apabila ada pelaku usaha yang selalu kedapatan/menjual barang-barang tersebut ke masyarakat, maka akan dibina dan diberitahu mengenai ketentuan yang ada tapi masih juga dilanggar kesekian kalinya maka diberi peringatan pertama sampai peringatan kedua serta harus membuat surat pernyataan untuk tidak menjual/memperdagangkan barang dagangannya, jika tetap juga akan dilakukan proses sesuai dengan ketentuan yang ada (Penegakan Hukum Projustitia) seperti sanksi-sanksi yang terdapat dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(17)

B. Saran

Setelah menyimpulkan berbagai permasalahan terkait dengan judul skripsi di atas, maka penulis memberikan saran terhadap permasalahan di atas, yaitu: 1) Mengenai permasalahan tentang penyebab produk yang berlabel tidak bahasa Indonesia masih beredar di Indonesia serta kendala yang dihadapi pemerintah, agar tidak terjadi miss komunikasi perlu adanya komunikasi yang terjalin erat antara instansi pemerintah dalam hal ini Disperindag dengan pihak bea cukai, BPOM, Kemendag RI, LPKSM, kepolisian, pelaku usaha itu sendiri serta masyarakat yang berposisi sebagai konsumen sehingga terjadi kekompakan untuk ikut berperan serta dalam mencegah terjadinya permasalahan di atas. Yang terpenting juga dengan menerapkan kebijakan yang tegas, melakukan pengawasan yang ketat, meningkatkan kewaspadaan dan kecurigaan, sosialisasi secara rutin terhadap masyarakat, dan lembaga instansi yang terkait juga perlu ditambah sehingga memaksimalkan kinerja pemerintah. 2) Dalam hal tanggung jawab pelaku usaha jika masih mengedarkan produk yang berlabel tidak bahasa Indonesia di masyarakat, pemerintah harus membuat peraturan atau undang-undang khusus terkait dengan penggunaan bahasa Indonesia pada label produk yang menguraikan informasi mengenai kualitas produk tersebut serta sanksi-sanksi yang tepat diberikan kepada pelaku usaha jika kedapatan melakukan perbuatan melanggar hukum pada kasus di atas agar menimbulkan efek jera di kemudian hari karena dalam Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak dijelaskan secara rinci terkait dengan peredaran produk yang berlabel tidak bahasa Indonesia, namun hanya dijelaskan secara umum sehingga terkesan kurang maksimal.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Shofie, Yusuf. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Cet. Ke 2, Edisi 1, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003. Susanto, Happy. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Cet. Ke 1, Jakarta: Visimedia, 2008.

Usman, Rachmadi. Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Cet. Ke 1, Jakarta: Djambatan, 2000.

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Peraturan Pemerintah RI No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor: 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan / Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia Bagi Produk Telematika dan Elektronika.

C. Wawancara

Wawancara dengan bapak I Ketut Sudiartha selaku Kepala Seksi Pembinaan dan Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTB.

Wawancara dengan Bapak Maskanah selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTB.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Berdasarkan analisis terhadap butir-butir instrumen perilaku bullying yang teridentifikasi kemunculannya tinggi, diusulkan topik-topik bimbingan pribadi sosial

[r]

Berdasarkan hasil penilaian resiko diperoleh program yang memiliki potensi dampak yang tinggi ada 3 (Penanganan sisa bahan bakar minyak, pelumas, serta bahan kimia Pemulihan tanah

[r]

Operasi dapat dilakukan oleh client-side karena operasi tersebut membutuhkan akses ke informasi atau fungsi yang tersedia pada client tetapi tidak pada server,

Didukung dengan tools-tools atau icon-icon yang memudahkan konsumen untuk mencari informasi yang dibutuhkan dan website ini sendiri merupakan aplikasi yang dapat membantu para

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Mandikdasmen Direktorat Pembinaan Tk Dan Sd2007.. Jakarta:

Pencapaian standar kompetensi lulusan satuan pendidikan sekolah menengah atas negeri di Kota Jambi masih pada kategori ‘cukup baik’ yakni 76,58% sehingga masih