KAJIAN
DI JALAN TEUKU UMAR
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
UNIVERSITAS UDAYANA
KAJIAN RUANG TERBUKA HIJAU
TEUKU UMAR KOTA DENPASAR
Disusun oleh :
I PUTU SUGIANTARA, ST.
NIP. 19690711 199702 1 001PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2017
RUANG TERBUKA HIJAU
1
UCAPAN TERIMA KASIH
Laporan penelitian yang berjudul ”Kajian Ruang Terbuka Hijau di Jalan Teuku Umar Kota Denpasar” ini merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya disampaikan kepada semua pihak atas bantuan dan kerja samanya dalam penyusunan laporan ini.
Sangat disadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu segala bentuk kritik, saran, dan masukan sangat diharapkan untuk penyempurnaannya.
Akhir kata, mudah-mudahan laporan penelitian ini dapat memenuhi ketentuan yang diharapkan dan bermanfaat bagi para pembaca.
Denpasar, April 2017 Penyusun
I Putu Sugiantara, ST.
2
DAFTAR ISI
COVER………..HALAMAN DEPAN
UCAPAN TERIMA KASIH... 1
DAFTAR ISI ... 2
BAB I ... 4
PENDAHULUAN ... 4
BAB II TINJAUAN OBYEK, TEORI, DAN PRODUK TATA RUANG TERHADAP RTH ... 7
2.1 Tinjauan Obyek ... 7
2.2 Tinjauan Teori Kota ... 8
2.2.1 Bentuk Pemekaran Kota ... 10
2.2.2 Struktur Kota ... 11
2.2.3 Model Struktur Kota ... 11
2.3 Tinjauan Teori Ruang Terbuka Hijau(RTH) ... 14
2.3.1. Hal-Hal Umum... 14
2.3.2. Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan ... 21
BAB III ... 29
ANALISIS POTENSI DAN MASALAH RUANG TERBUKA HIJAU ... 29
3.1. Ruang Terbuka Hijau ... 29
3.2. Fungsi Ruang Terbuka Hijau ... 29
3.3. Manfaat Ruang Terbuka Hijau... 30
3.4. Kondisi Eksisting ... 31 3.5. Usulan ... 39 ... 42 BAB IV ... 45 PENUTUP... 43 4.1 Kesimpulan ... 43 4.2 Saran ... 43 DAFTAR PUSTAKA ... 45
4
s
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota merupakan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya manusia yang paling rumit sepanjang peradaban. Kota dapat dikatakan sebagai tempat yang padat dan dihuni oleh orang - orang yang heterogen (beraneka ragam). Kota secara umum adalah tempat bermukim, bekerja, dan kegiatan warga kota baik itu dalam bidang ekonomi, pemerintahan, dan lain - lain. Selain itu, kota juga memengaruhi kehidupan di segala bidang, yang berdampak pada timbulnya masalah – masalah yang semakin kompleks yang memerlukan pemecahan. Kota juga dibentuk oleh beberapa elemen seperti halnya terdapat beberapa ruang yang nonbuild up area atau dengan kata lain area yang tidak dibangun dan dibiarkan terbuka.(Louis Wirth, 1938)
Adanya nonbuild up area ini merupakan salah satu bagian dari elemen – elemen perancangan kota yang menyusun keberadaan suatu kota. Lalu, area tersebut bernama open
space atau ruang terbuka dan area ini memang tidak dikembangkan serta umumnya
diperuntukkan sebagai taman, jalan, dan tujuan alami seperti halnya pertanian. Ruang terbuka merupakan suatu wadah yang menampung aktivitas manusia dan suatu lingkungan yang tidak mempunyai penutup dalam bentuk fisik dan tidak dapat dipisahkan dari manusia baik secara psikologis, emosional maupun dimensional(Hestin Mulyandari, 2011)
Adapun lokasi yang menjadi studi dalam penulisan ini yaitu bertempat di Jln. Teuku Umar, Kota Denpasar. Adapun hal – hal yang terjadi sedikitnya kawasan ruang terbuka hijau yang berdampak pada kurangnya filter udara ditambah lagi volume kendaraan yang padat di koridor jalan Teuku Umar sehingga menyebabkan polusi kendaraan yang berlebih. Didalam studi ini akan difokuskan untuk mengamati ruang terbuka(open space) sesuai dengan ketentuan tugas yang telah diberikan. Melalui pengamatan ini, diharapkan agar dapat lebih memahami segala sesuatu mengenai ruang terbuka yang merupakan bagian dari delapan elemen perancangan kota.
5 1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran Ruang Terbuka Hijau sebagai elemen pembentuk kota di Jln. Teuku Umar, Denpasar?
2. Bagaimana kondisi Ruang Terbuka Hijau di Jln. Teuku Umar, Denpasar ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui peran Ruang Terbuka Hijau sebagai elemen pembentuk kota di Jln. Teuku Umar, Denpasar.
2. Mengetahui kondisi Ruang Terbuka Hijau di Jln. Teuku Umar, Denpasar.
1.4 Manfaat Penulisan
Dengan penulisan ini diharapkan dapat menjadi sebuah literatur kedepannya untuk para pembaca agar dapat menjadi informasi mengenai ruang terbuka hijau utamanya di wilayah koridor Jln. Teuku Umar, Denpasar.
1.5 Sistem Pembahasan
Adapun sistem pembahasan yang digunakan dalam membahas penulisan ini yaitu sebagai berikut :
• BAB I
Merupakan pendahuluan dimana terdapat latar belakang yang menjadi latar belakang penulisan, kemudian rumusan masalah yang akan ditinjau dan dicarik solusi - solusinya. Pada Bab I juga akan menjabarkan beberapa manfaat dan tujuan dari penulisan makalah ini serta sistem-sistem pembahasan yang akan di bahas pada makalah ini.
• BAB II
Merupakan bagian yang berisi tinjauan – tinjauan obyek studi, tinjauan kota secara umum, tinjauan teori elemen perancangan kota secara khusus, dan produk tata ruang yang mengatur obyek studi.
6
• BAB III
Merupakan bagian yang berisi kajian – kajian mengenai potensi serta permasalahan mengenai ruang terbuka yang terdapat di Jln. Teuku Umar, Kota Denpasar.
• BAB IV
Merupakan bagian penutup yang akan membahas kesimpulan dari seluruh hasil pengamatan, tinjauan, serta kajian – kajian yang tertulis pada penulisan ini. Selain itu, akan diberikan saran dari penulisan pada bagian ini.
1.6 Batasan Pengamatan
Untuk memberikan arahan yang jelas dari pengamatan ini agar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka perlu adanya pembatasan sebagai berikut :
1. Jenis elemen perancangan kota yang diamati mendetail hanya ruang terbuka jikapun ada elemen lain maka hanya akan diamati sekilas.
2. Autocad dan sketchup membantu dalam proses layouting.
7
BAB II
TINJAUAN OBYEK, TEORI, DAN PRODUK TATA RUANG
TERHADAP RTH
2.1 Tinjauan Obyek
Obyek yang dijadikan tinjauan merupakan koridor jalan utama Teuku Umar, Denpasar pada elemen ruang terbuka baik ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non hijau. Ruang terbuka pada areal pertokoan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau. Selain ruang terbuka hijau
Gambar 2.1 Suasana Simpang 6 Denpasar(Observasi 4/3/2017)
Gambar 2.2 Suasana Area Parkir Pertokoan di Koridor Jln Teuku Umar(Observasi 4/3/2017)
8 2.2 Tinjauan Teori Kota
Kota memiliki pengertian yang berbeda-beda, tergantung pada sudut pandang dan bidang kajian yang dilakukan. Secara umum beberapa unsur yang tedapat pada pengertian kota adalah: kawasan pemukiman dengan jumlah dan kepadatan penduduk yang relatif tinggi, memiliki luas areal terbatas, pada umumnya bersifat non agraris, tempat sekelompok orang-orang dalam jumlah tertentu dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis dan individualistis (Kamus Tata Ruang, 1997:52). Bentuk kota yang terjadi dekarang tidak terlepas dari proses pembentukankota itu sendiri.
Perkembangan kota, pada hakekatnya menyangkut berbagai aspek kehidupan. Perkembangan adalah suatu proses perubahan keadaan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Perkembangan dan pertumbuhan kota berjalan sangat dinamis. Menurut Branch (1995:37) beberapa unsur yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kota antara lain :
1) Keadaan geografis, yakni pengaruh letak geografis terhadap perkembangan fisik dan fungsi yang diemban oleh kota. Kota pantai misalnya akan berkembang secara fisik pada bagian daratan yang berbatasan dengan laut dengan perkembangan awal di sekitar pelabuhan. Oleh karenanya kota demikian memiliki fungsi sebagai kota perdagangan dan jasa serta sebagai simpul distribusi jalur transportasi pergerakan manusia dan barang.
2) Tapak (site), merujuk pada topografi kota. Sebuah kota akan berkembang dengan memperhitungkan kondisi kontur bumi. Dengan demikian pembangunan saran dan prasarana kota akan menyesuaikan dengan topografinya agar bermanfaat secara optimal.
3) Fungsi yang diemban kota, yaitu aktivitas utama atau yang paling menonjol yang dijalankan oleh kota tersebut. Kota yang memiliki banyak fungsi, seperti fungsi ekonomi dan kebudayaan, akan lebih cepat perkembangannya daripada kota berfungsi tunggal.
4) Sejarah dan kebudayaan yang melatarbelakangi terbentuknya kota juga berpengaruh terhadap perkembangan kota, karena sejarah dan kebudayaan mempengaruhi karakter fisik dan masyarakat kota.
9
5) Unsur-unsur umum, yakni unsur-unsur yang turut mempengaruhi perkembangan kota seperti bentuk pemerintahan dan organisasi administratif, jaringan transportasi, energi, pelayanan sosial dan pelayanan lainnya.
Kesemua unsur tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi dan dalam tampilan fisik tercermin dari bentukan fisik perkotaan yang mengemban fungsifungsi tertentu. Pertumbuhan kota lebih cenderung dianalisis dari pertumbuhan penduduk perkotaan. Dimensi perkembangan dan pertumbuhan kota dapat ditinjau dari pengaruh pertumbuhan penduduk yang tidak terlepas dari suatu proses yang disebut urbanisasi. Menurut Herlianto (1986:5), urbanisasi ditinjau dari konsep keruangan (spasial) dan ekologis sebagai suatu gejala geografis. Konsep pemikirannya didasarkan pada adanya gerakan/perpindahan penduduk dalam suatu wilayah atau perpindahan penduduk keluar dari suatu wilayah tertentu. Gerakan atau perpindahan penduduk yang terjadi tersebut disebabkan adanya salah satu komponen dari ekosistemnya yang kurang atau tidak berfungsi dengan baik, sehingga terjadi ketimpangan dalam ekosistem setempat, serta terjadinya adaptasi ekologis baru bagi penduduk yang pindah dari daerah asalnya ke daerah baru (perkotaan).
Menurut Catanese (1998) faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kota ini dapat berupa faktor fisik maupun non fisik. Faktor-faktor fisik akan mempengaruhi perkembangan suatu kota diantaranya :
1) Faktor lokasi, faktor lokasi dimana kota itu berada akan sangat mempengaruhi perkembangan kota tersebut, hal ini berkaitan dengan kemampuan kota tersebut untuk melakukan aktivitas dan interaksi yang dilakukan penduduknya.
2) Faktor geografis, kondisi geografis suatu kota akan mempengaruhi perkembangan kota. Kota yang mempunyai kondisi geografis yang relatif datar akan sangat cepat untuk berkembang dibandingkan dengan kota di daerah bergunung-gunung yang akan menyulitkan dalam melakukan pergerakan baik itu orang maupun barang.
Sedang faktor-faktor non fisik yang berpengaruh terhadap perkembangan suatu kota dapat berupa :
1) Faktor perkembangan penduduk, perkembangan penduduk dapat disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu secara alami (internal) dan migrasi (eksternal). Perkembangan secara
10
alami berkaitan dengan kelahirandan kematian yang terjadi di kota tersebut, sedangkan migrasi berhubungan dengan pergerakan penduduk dari luar kota masuk kedalam kota sebagai urbanisasi, dimana urbanisasi dapat mempunyai dampak positif maupun negatif. Perkembangan dikatakan positif apabila jumlah penduduk yang ada tersebut merupakan modal bagi pembangunan, dan berdampak negatif apabila jumlah penduduk membebani kota itu sendiri.
2) Faktor aktivitas kota, kegiatan yang ada di dalam kota tersebut, terutama kegiatan perekonomian. Perkembangan kegiatan perekonomian ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam kota itu sendiri (faktor-faktor internal) yang meliputi faktor-faktor-faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, modal serta faktorfaktor yang berasal dari luar daerah (faktor eksternal) yaitu tingkat permintaan dari daerah-daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah yang bersangkutan.
2.2.1 Bentuk Pemekaran Kota
Dari waktu ke waktu, sejalan dengan selalu meingkatnya jumlah penduduk perkotaan serta meningkatnya jumlah kebutuhan kehidupan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang kekotaan yang besar. Karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan akan mengambil ruang di pinggiran kota. Gejala pengambil alihan lahan ke arah luar disebut “urban sprawl”(Yunus, 2000:125). Secara garis besar ada 3 (tiga) macam proses perluasan areal kekotaan (Urban Sprawl), yaitu :
1) Perembetan Konsentris (Concentric Developmant / Low Density Continous Development). Merupakan jenis perembetan areal kekotaan yang paling lambat. Perembetan berjalan prlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakan fisik kota. Peran transportasi terhadap perembetan tidak terlalu besar.
2) Perembetan Memanjang (Ribbon Development / Linier Development / Axial Development). Tipe ini menunjukkan ketidamerataan perembetan areal kekotaan di semua bagian sisi-sisi luar darpada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota. Daerah sepanjang rute transportasi utama merupakan tekanan paling berat dari perkembangan. Membumbungnya harga lahan pada kawasan ini telah memojokkan lahan pertanian, dengan makin banyaknya konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian.
11
3) Perembetan Yang Meloncat (Leap Frog Developmemt / Checkerboard Developmemt). Tipe ini dianggap paling merugikan, tidak efisien dalam arti ekonomi, maupun estetika. Perkenbangan lahan kekotaanya terjadi berpencar secara sporadis. Keadaan ini sangat menyulitkan dalam membangun prasaranaprasarana/fasilitas. Pembiayaan untuk pembangunan jaringan-jaringannya sangat tidak sebanding dengan penduduk yang diberi fasilitas. Khusunya apabila dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di areal kekotaan yang kompak.
2.2.2 Struktur Kota
Struktur adalah susunan sesuatu (fisik atau nonfisik) yang bersatu secara teratur atau tatanan yang menunjukkan keterkaitan antar bagian dan memperlihatkan sifat.(Kamus Tata Ruang, 1998:103). Struktur kota adalah tatanan beberapa bagian yang menyusun suatu kota yang menunjukkan keterkaitan antar bagian. Penjabaran struktur kota membentuk pola kota yang menginformasikan antara lain kesesuaian lahan,kependudukan, guna lahan, sistem transportasi dan sebagainya, dimana kesemuanya berkaitan satu sama lain.
Menurut Bourne (1982) kota dapat diketahui lebih lanjut dari struktur tata ruangnya. Struktur kota terbentuk dari tiga kombinasi elemen, yaitu :
1) Bentuk kota, merupakan pola atau penataan ruang dari tiap-tiap elemen kota sperti bangunan dan penggunaan lahan, kelompok sosial, kegiatan ekonomi dan kelembagaan di dalam kota.
2) Interaksi dalam kota, terbentuk dari sejumlah hubungan kaitan dan aliran pergerakan yang mengintegrasikan elemen-elemen dalam kota tersebut.
3) Mekanisme pengaturan yang ada di dalam kota, merupakan mekanisme yang menghubungkan kedua elemen sebelumnya kedalam struktur kota yang berbeda, misalnya berdasarkan penggunaan lahan dan aliran pergerakan dalam kota yang terbentuk mekanisme harga lahan yang berbeda-beda di dalam kota.
2.2.3 Model Struktur Kota
Herbert dalam Yunus (2000) mengemukakan bahwa terdapat 3 model klasik berkaitan dengan struktur kota yang dibedakan menjadi tori zona konsentris, teori sektoral dan
12
konsep multiple-nuclei. Secara umum model-model tersebut menjelaskan bagaimana tata guna lahan yang mungkin terbentuk di dalam perkembangan suatu kota.
1) Teori Zona Konsentris
Teori zona konsentris merupakan model yang dikemukakan oleh E.W Burgess yang menggambarkan struktur kota sebagai pola lima zona lingkaran konsentris. Menurut
Model ini, dinamika perkembangan kota akan terjadi dengan meluasnya zona pada setiap lingkaran. Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka berkembang pula jumlah penduduk dan jumlah struktur yang dibutuhkan masyarakat dalam menunjang kehidupannya. Sementara itu proses segregasi dan diferensiasi terus berjalan, yang kuat akan selalu mengalahkan yang lemah. Daerah pemukiman dan institusi akan terdepak keluar secara “centrifugal” dan ”business” akan semakin terkonsentrasi pada lahan yang paling baik di kota, atau dengan kata lain sektor yang berpotensi ekonomi kuat akan merebut lokasi strategis dan sektor yang berpotensi ekonomi lemah akan terdepak ke lokasi yang derajat aksesibilitasnya jauh lebih rendah dan kurang bernilai ekonomi. Dengan kata lain, apabila “landscape”nya datar sehingga aksesibilitas menunjukkan nilai sama ke segala penjuru dan persaingan bebas untuk mendapatkan ruang, maka penggunaan lahan suatu kota cenderung berbentuk konsentris dan berlapis-lapis mengelilingi titik pusat.
Karakteristik masing-masing zona dapt diuraikan sebagai berikut : Gambar 2.3 Skema teori zona konsentris
13
a)
Zona 1 : Daerah Pusat Kegiatan (DPK) atau Central Business District (CBD)Daerah ini merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain politik, sosial-budaya, ekonomi dan teknologi. Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian paling inti yang disebut RBD (Retail Business District) dan bagian di luarnya yang disebut WBD (WholesaleBusiness District). Pada bagian paling inti, kegiatan dominan antara lain pusat perbelanjaan, perkantoran, pusat hiburan dan kegiatan sosial-politik. Seedangkan pada bagian di luarnya ditempati oleh bangunan yang digunakan untuk kegiatan ekonomi dalam jumlah yang yang besar, antara lain seperti pasar dan pergudangan (warehouse).
b)
Zona 2 : Daerah Peralihan atau Transition ZoneZona ini merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan permukiman yang terus-menerus dan makin lama makin hebat. Penyebabnya tidak lain karena adanya intrusi fungsi yang berasal dari zona pertama sehingga perbauran permukiman dengan bangunan bukan untuk permukiman seperti gudang kantor dan lain-lain, dengan demikian sangat mempercepat terjadinya deteriorisasi lingkungan pemukiman.
c)
Zona 3 : Zona Perumahan Para Pekerja BebasZona ini paling banyak ditempati oleh pekerja-pekerja, baik pekerja pabrik ataupun industri. Di antaranya adalah pendatang-pendatang baru dari zona 2, namun masih menginginkan tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerjanya. Belum terjadi invasi dari fungsi industri dan perdagangan ke daerah ini, karena letaknya masih di halangi oleh zona peralihan. Kondisi permukimannya lebih baik dibandingkan dengan zona 2 walaupun sebagian besar penduduknya masih masuk dalam kategori “low-medium status”.
d)
Zona 4 : Zona Permukiman Lebih BaikZona ini di huni oleh penduduk yang berstatus ekonomi menengah-tinggi, walaupun tidak berstatus ekonomi sangat baik, namun mereka kebanyakan mengusahakan sendiri bisnis kecil-kecilan, para profesional, para pegawai dan lain sebagainya. Kondisi ekonomi umumnya stabil sehingga lingkungan permukimannya menunjukkan derajat keteraturan yang cukup tinggi. Fasilitas
14
permukiman terencana dengan baik, sehingga kenyamanan tempat tinggal dapat dirasakan pada zona ini.
e)
Zona 5 : Zona Penglaju atau Commuter ZoneZona ini tercipta akibat interaksi-interaksi dan interrelasi elemen-elemen sistem kehidupan perkotaan dan mengenai kehidupan manusia, maka sifatnya pun sangat dinamis dan tidak statis. Timbulnya penglaju merupakan suatu akibat adanya proses desentralisasi permukiman sebagai dampak sekunder dari aplikasi teknologi di bidang transportasi dan komunikasi.
2.3 Tinjauan Teori Ruang Terbuka Hijau(RTH) 2.3.1. Hal-Hal Umum
A. Definisi
Menurut “Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP)’ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
Adapun definisi untuk istilah lainnya adalah :
• Elemen lansekap, adalah segala sesuatu yang berwujud benda, suara, warna dan suasana yang merupakan pembentuk lansekap, baik yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Elemen lansekap yang berupa benda terdiri dari dua unsur yaitu benda hidup dan benda mati; sedangkan yang dimaksud dengan benda hidup ialah tanaman, dan yang dimaksud dengan benda mati adalah tanah, pasir, batu, dan elemen-elemen lainnya yang berbentuk padat maupun cair.
15
• Hutan kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
• Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.
• Kawasan, adalah kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu.
• Koefisien Daerah Hijau (KDH), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
• Lansekap jalan, adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lansekap alamiah seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama yang indah, maupun yang terbentuk dari elemen lansekap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lansekap jalan ini mempunyai ciri-ciri khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah, nyaman dan memenuhi fungsi keamanan. • Penutup tanah, adalah semua jenis tumbuhan yang difungsikan sebagai penutup tanah. • Peran masyarakat, adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan
keinginan sendiri di tengah masyarakat sesuai dengan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan penataan ruang.
• Perdu, adalah tumbuhan berkayu dengan percabangan mulai dari pangkal batang dan memiliki lebih dari satu batang utama.
• Pohon, adalah semua tumbuhan berbatang pokok tunggal berkayu keras. • Pohon kecil, adalah pohon yang memiliki ketinggian sampai dengan 7 meter. • Pohon sedang, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa 7-12 meter. • Pohon besar, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa lebih dari 12 meter.
16
• Ruang terbuka, adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.
• Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh anaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
• Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air. • Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan
yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
• Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
• Sabuk hijau (greenbelt), adalah RTH yang memiliki tujuan utama untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu.
• Semak, adalah tumbuhan berbatang hijau serta tidak berkayu disebut sebagai herbaseus. • Tajuk, adalah bentuk alami dari struktur percabangan dan diameter tajuk.
• Taman kota, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota.
• Taman lingkungan, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan.
• Tanaman penutup tanah, adalah jenis tanaman penutup permukaan tanah yang bersifat selain mencegah erosi tanah juga dapat menyuburkan tanah yang kekurangan unsur hara. Biasanya merupakan tanaman antara bagi tanah yang kurang subur sebelum penanaman tanaman yang tetap (permanen).
• Tanggul, adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai.
• Vegetasi/tumbuhan, adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang berasal dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu, semak, dan rumput.
17
B. Tujuan
Tujuan penyelenggaraan RTH adalah:
• Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air;
• Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan • alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat;
• Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.
C. Fungsi
RTH memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
• memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota);
• mengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancer
• sebagai peneduh; • produsen oksigen; • penyerap air hujan; • penyedia habitat satwa;
• penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta; • penahan angin.
b. Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu: • Fungsi sosial dan budaya:
- menggambarkan ekspresi budaya lokal;
- merupakan media komunikasi warga kota;
- tempat rekreasi;
- wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari
18
• Fungsi ekonomi:
- sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur
mayur;
- bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lainlain. • Fungsi estetika:
- meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro lansekap kota secara keseluruhan;
- menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
- pembentuk faktor keindahan arsitektural;
- menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.
D. Manfaat RTH
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
a. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitumembentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);
b. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).
E. Jenis-jenis RTH
Menurut “Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) yaitu
19
Jenis RTHKP meliputi:
a. taman kota;
b. taman wisata alam;
c. taman rekreasi;
d. . taman lingkungan perumahan dan permukiman;
e. taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial;
f. taman hutan raya;
g. hutan kota;
h. hutan lindung;
i. bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah;
j. cagar alam;
k. kebun raya;
l. kebun binatang;
m. pemakaman umum;
n. lapangan olah raga;
o. lapangan upacara;
p. parkir terbuka;
q. lahan pertanian perkotaan;
r. jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET);
s. sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa;
t. jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian;
u. kawasan dan jalur hijau;
20
w. taman atap (roof garden).
F. Kepemilikan RTH
Dari segi kepemilikan, RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat.
Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah
daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara
umum.
Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang
perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa
kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami
tumbuhan.
Dari segi kepemilikan, RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat. Pembagianjenis-jenis RTH publik dan RTH privat adalah sebagaimana tabel
No Jenis RTH RTH
Publik
RTH Privat
1 RTH Pekarangan V
a. Pekarangan rumah tinggal V b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha V c. Taman atap bangunan
2 RTH Taman dan Hutan Kota
a. Taman RT V V b. Taman RW V V c. Taman kelurahan V V d. Taman kecamatan V V e. Taman kota V f. Hutan kota V
21
g. Sabuk hijau (green belt) V 3 RTH Jalur Hijau Jalan
a. Pulau jalan dan median jalan V V b. Jalur pejalan kaki V V c. Ruang dibawah jalan layang V
4 RTH Fungsi Tertentu
a. RTH sempadan rel kereta api V b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi V c. RTH sempadan sungai V d. RTH sempadan pantai V e. RTH pengamanan sumber air baku/mata air V
f. Pemakaman V
Tabel 2.1 Karakteristik RTH (Permen PU No. 5 Tahun 2008)
Baik RTH publik maupun privat memiliki beberapa fungsi utama seperti fungsi ekologis serta fungsi tambahan, yaitu sosial budaya, ekonomi, estetika/arsitektural. Khusus untuk RTH dengan fungsi sosial seperti tempat istirahat, sarana olahraga dan atau area bermain, maka RTH ini harus memiliki aksesibilitas yang baik untuk semua orang, termasuk aksesibilitas bagi penyandang cacat.
2.3.2. Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan
A. Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan
1. Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut: • Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
• Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
22
• Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telahmemiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku,maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.
Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Target luas sebesar 30% dari luas wilayah kota dapat dicapai secara bertahap melalui pengalokasian lahan perkotaan secara tipikal.
2. Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, saranadan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengamanpejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsiutamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.
B. Arahan Penyediaan RTH
1. Pada Bangunan/Perumahan
a. Pekarangan adalah lahan di luar bangunan, yang berfungsi untuk berbagai aktivitas.
Luas pekarangan disesuaikan dengan ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB) di kawasan perkotaan, seperti tertuang di dalam PERDA mengenai RTRW di masing-masing kota. Untuk memudahkan di dalam pengklasifikasian pekarangan maka ditentukan kategori pekarangan sebagai:
• Pekarangan Rumah Besar
Ketentuan penyediaan RTH untuk pekarangan rumah besar adalah sebagai berikut: 1) kategori yang termasuk rumah besar adalah rumah dengan luas lahan di atas 500 m2;
23
2) ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m2) dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai peraturan daerah setempat;
3) jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 3 (tiga) pohon pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau rumput
• Pekarangan Rumah Sedang
Ketentuan penyediaan RTH untuk pekarangan rumah sedang adalah sebagai berikut:
1) kategori yang termasuk rumah sedang adalah rumah dengan luas lahan antara 200 m2 sampai dengan 500 m2;
2) ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m2) dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai peraturan daerah setempat;
3) jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 2 (dua) pohon pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput. • Pekarangan Rumah Kecil
Ketentuan penyediaan RTH untuk pekarangan rumah kecil adalah sebagai berikut: 1) kategori yang termasuk rumah kecil adalah rumah dengan luas lahan dibawah 200 m2;
2) ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m2) dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai peraturan daerah setempat;
3) jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu) pohon pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput.
Keterbatasan luas halaman dengan jalan lingkungan yang sempit, tidak menutup kemungkinan untuk mewujudkan RTH melalui penanaman dengan menggunakan pot atau media tanam lainnya.
b. RTH Halaman Perkantoran, Pertokoan, dan Tempat Usaha
RTH halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha umumnya berupa jalur trotoar dan area parkir terbuka. Penyediaan RTH pada kawasan ini adalah sebagai berikut:
24
2) Perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB diatas 70%, memiliki minimal 2 (dua) pohon kecil atau sedang yang ditanam pada lahan atau pada pot berdiameter diatas 60 cm;
3) Persyaratan penanaman pohon pada perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB dibawah 70%, berlaku seperti persyaratan pada RTH pekarangan rumah, dan ditanam pada area diluar KDB yang telah ditentukan
c. RTH dalam Bentuk Taman Atap Bangunan (Roof Garden)
Pada kondisi luas lahan terbuka terbatas, maka untuk RTH dapat memanfaatkan ruang terbuka non hijau, seperti atap gedung, teras rumah, teras-teras bangunan bertingkat dan disamping bangunan, dan lain-lain dengan memakai media tambahan, seperti pot dengan berbagai ukuran sesuai lahan yang tersedia.
Lahan dengan KDB diatas 90% seperti pada kawasan pertokoan di pusat kota, atau pada kawasan-kawasan dengan kepadatan tinggi dengan lahan yang sangat terbatas, RTH dapat disediakan pada atap bangunan. Untuk itu bangunan harus memiliki struktur atap yang secara teknis memungkinkan. Aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan taman atap bangunan adalah:
1) struktur bangunan;
2) lapisan kedap air (waterproofing );
3) sistem utilitas bangunan;
4) media tanam;
5) pemilihan material;
6) aspek keselamatan dan keamanan;
7) aspek pemeliharaan • Peralatan • Tanaman
25
Tanaman untuk RTH dalam bentuk taman atap bangunan adalah tanaman yang tidak terlalu besar, dengan perakaran yang mampu tumbuh dengan baik pada media tanam yang terbatas, tahan terhadap hembusan angina serta relatif tidak memerlukan banyak air.
2. Pada Lingkungan/Permukiman a. RTH Taman Rukun Tetangga
Taman Rukun Tetangga (RT) adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk dalam lingkup 1 (satu) RT, khususnya untuk melayani kegiatan sosial di lingkungan RT tersebut. Luas taman ini adalah minimal 1 m2 per penduduk RT, dengan luas minimal 250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayani. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman, juga terdapat minimal 3 (tiga) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.
b. RTH Taman Rukun Warga
RTH Taman Rukun Warga (RW) dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu RW, khususnya kegiatan remaja, kegiatan olahraga
26
masyarakat, serta kegiatan masyarakat lainnya di lingkungan RW tersebut. Luas taman ini minimal 0,5 m2 per penduduk RW, dengan luas minimal 1.250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 1000 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayaninya. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 10 (sepuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.
c. RTH Kelurahan
RTH kelurahan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untukmelayani penduduk satu kelurahan. Luas taman ini minimal 0,30 m2 per penduduk kelurahan, dengan luas minimal taman 9.000 m2. Lokasi taman berada pada wilayah kelurahan yang bersangkutan. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 25 (duapuluhlima) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman aktif dan minimal 50 (limapuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif.
d. RTH Kecamatan
RTH kecamatan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kecamatan. Luas taman ini minimal 0,2 m2 per penduduk kecamatan, dengan luas taman minimal 24.000 m2. Lokasi taman berada pada wilayah kecamatan yang bersangkutan. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 50 (limapuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk taman aktif dan minimal 100 (seratus) pohon tahunan dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif.
27
C. Pemanfaatan RTH pada Kota/Perkotaan
a. RTH Taman Kota
RTH Taman kota dapat dimanfaatkan penduduk untuk melakukan berbagai kegiatan sosial pada satu kota atau bagian wilayah kota. Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH (lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi, taman bermain (anak/balita), taman bunga, taman khusus (untuk lansia), fasilitas olah raga terbatas, dan kompleks olah raga dengan minimal RTH 30%. Semua fasilitas tersebut terbuka untuk umum.
b. Hutan kota
Hutan kota dapat dimanfaatkan sebagai kawasan konservasi dan penyangga lingkungan kota (pelestarian, perlindungan dan pemanfaatan plasma nutfah, keanekaragaman hayati).
Hutan kota dapat juga dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas sosial masyarakat (secara terbatas, meliputi aktivitas pasif seperti duduk dan beristirahat dan atau membaca, atau aktivitas yang aktif seperti jogging, senam atau olahraga ringan lainnya), wisata alam, rekreasi, penghasil produk hasil hutan, oksigen, ekonomi (buah-buahan, daun, sayur), wahana pendidikan dan penelitian. Fasilitas yang harus disediakan disesuaikan dengan aktivitas yang dilakukan seperti kursi taman, sirkulasi pejalan kaki/jogging track.
Idealnya hutan kota merupakan ekosistem yang baik bagi ruang hidup satwa misalnya burung, yang mempunyai peranan penting antara lain mengontrol populasi serangga. Untuk itu diperlukan introduksi tanaman pengundang burung pada hutan kota.
c. Sabuk Hijau
Sabuk hijau berfungsi sebagai daerah penyangga atau perbatasan antara dua kota, sehingga sabuk hijau dapat menjadi RTH bagi kedua kota atau lebih tersebut. Sabuk hijau dimaksudkan sebagai kawasan lindung dengan pemanfaatan terbatas dengan pemanfaatan utamanya adalah sebagai penyaring alami udara bagi kota-kota yang berbatasan tersebut.
28
d. RTH Jalur Hijau Jalan
Taman pulau jalan maupun median jalan selain berfungsi sebagai RTH, juga dapat dimanfaatkan untuk fungsi lain seperti sebagai pembentuk arsitektur kota. Jalur tanaman tepi jalan atau pulau jalan selain sebagai wilayah konservasi air, juga dapat dimanfaatkan untuk keindahan/estetika kota. Median jalan dapat dimanfaatkan sebagai penahan debu dan keindahan kota.
e. RTH Jalur Pejalan Kaki
RTH jalur pejalan kaki dapat dimanfaatkan sebagai:
Fasilitas untuk memungkinkan terjadinya interaksi sosial baik pasif maupun aktif serta memberi kesempatan untuk duduk dan melihat pejalan kaki lainnya; Sebagai penyeimbang temperatur, kelembaban, tekstur bawah kaki, vegetasi, emisi kendaraan, vegetasi yang mengeluarkan bau, sampah yang bau dan terbengkalai, faktor audial (suara) dan faktor visual.
29
BAB III
ANALISIS POTENSI DAN MASALAH RUANG TERBUKA
HIJAU
3.1. Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka Hijau adalah adalah area memanjang/jalur mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Undang-undang Republik Indonesia No 26 Tahun 2007). Ruang Terbuka Hijau dapat dibagi menjadi 2 yaitu Ruang Terbuka Publik dan Ruang Terbuka Privat, dimana ruang terbuka publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau adalah taman kota, pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Sedangkan ruang terbuka hijau privat adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/ swasta yang ditanami tumbuhan. Ruang Terbuka Hijau membutuhkan perencanaan yang lebih baik lagi untuk menjaga keseimbangan kualitas lingkungan perkotaan.
3.2. Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Berdasarkan fungsinya menurut Rencana Pengembangan Ruang terbuka hijau tahun 1989 yaitu :
1. RTH yang berfungsi sebagai tempat rekreasi dimana penduduk dapat melaksanakan kegiatan berbentuk rekreasi, berupa kegiatan rekreasi aktif seperti lapangan olahraga, dan rekreasi pasif seperti taman.
2. RTH yang berfungsi sebagai tempat berkarya, yaitu tempat penduduk bermata pencaharian dari sektor pemanfaatan tanah secara langsung seperti pertanian pangan, kebun bunga dan usaha tanaman hias.
30
3. RTH yang berfungsi sebagai ruang pemeliharaan, yaitu ruang yang memungkinkan pengelola kota melakukan pemeliharaan unsur-unsur perkotaan seperti jalur pemeliharaan sepanjang sungai dan selokan sebagai koridor kota.
4. RTH yang berfungsi sebagai ruang pengaman, yaitu untuk melindungi suatu objek vital atau untuk mengamankan manusia dari suatu unsur yang dapat membahayakan seperti jalur hijau disepanjang jaringan listrik tegangan tinggi, jalur sekeliling instalasi militer atau pembangkit tenaga atau wilayah penyangga.
5. RTH yang berfungsi sebagai ruang untuk menunjang pelestarian dan pengamanan lingkungan alam, yaitu sebagai wilayah konservasi atau preservasi alam untuk mengamankan kemungkinan terjadinya erosi dan longsoran pengamanan tepi sungai, pelestarian wilayah resapan air.
6. RTH yang berfungsi sebagai cadangan pengembangan wilayah terbangun kota di masa mendatang.
3.3. Manfaat Ruang Terbuka Hijau
1. Manfaat langsung
Manfaat langsung dari RTH yaitu medapatkan kenyamanan fisik (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah).
2. Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung (jangka panjang), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).
31 3.4. Kondisi Eksisting
Berdasarkan hasil observasi didapatkan data eksisting sepanjang jalan Teuku Umar yaitu sebagai berikut:
Gambar 3.1. Denah Jalan Teuku Umar (Observasi 4/3/2017) Keterangan:
1
2
3
4
5
6
32
1. Taman pada pertigaan Teuku Umar
2. Lahan Kosong
33
4. Hotel POP
5. Areal Parkir
34
Dari hasil observasi tersebut didapatkan bahwa sepanjang koridor jalan Teuku Umar ini terlihat bahwa penataan Ruang Terbuka Hijau masih kurang dimana bila disesuaikan dengan Tinjauan Teori yaitu sebagai berikut:
1. Ruang terbuka hijau sebagai tempat rekreasi
Ruang terbuka hijau sebagai tempat rekreasi pada sepanjang jalan Teuku Umar dinilai masih kurang. Pada Jalan Teuku Umar ini ruang terbuka hijau sebagai tempat rekreasi hanya berupa rekreasi pasif dan tidak terdapat adanya ruang terbuka rekreasi aktif. Ruang terbuka sebagai tempat rekreasi pasif pada sepanjang jalan ini yaitu berupa taman yang berada pada ujung barat dan timur jalan ini. Taman rekreasi pasif seperti ini hanya dapat dinikmati secara visual saja.
35
Pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 diatur bahwa Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah daerah kota. Namun pada sepanjang koridor jalan Teuku Umar ini kondisi
ruang terbuka hijau masih kurang dari 20% atau minimal dari Ruang Terbuka Hijau yang telah ditetapkan.
Gambar 3.2. Lokasi Taman Denpasar(Observasi 4/3/2017)
Lahan Kosong pada Jalan Teuku Umar
36
Areal Ruang Terbuka Hijau pada sepanjang jalan Teuku Umar hanya ada pada 3 titik yaitu pada taman pertigaan barat jalan, Teuku Umar, Lahan Kosong, dan Bundaran simpang enam. Lahan Kosong yang ada pada jalan ini terlihat kurang terawat, dimana banyak pohon-pohon liar yang tumbuh pada lahan kosong ini. Lahan kosong ini dapat menjadi solusi dalam menanggulangi kurangnya tempat rekreasi aktif pada sepanjang jalan ini dengan membangun taman dengan dilengkapi dengan jogging track.
2. Ruang Terbuka Hijau sebagai ruang pemeliharaan
Ruang terbuka hijau sebagai ruang pemeliharaan merupakan unsur yang sangat penting dimana memungkinkan pengelola kota melakukan pemeliharaan unsur-unsur perkotaan seperti telajakan pada sepanjang jalan. Kondisi telajakan sepanjang jalan Teuku Umar ini sudah cukup bagus, namun pada beberapa segmen jalan ini masih kurang akan adanya penghijauan. Sehingga sepanjang segmen jalan ini terlihat panas dan tidak nyaman.
Berdasarkan pada Peraturan Walikota Denpasar Nomor 14 Tahun 2014 pada pasal 20 menyatakan bahwa setiap jaringan jalan diseluruh wilayah kota ditanami dengan tanaman penghijauan dalam bentuk taman pada pulau jalan, median, telajakan, jalur pejalan kaki.
Gambar 3.5. Kondisi telajakan jalan Denpasar(Observasi 4/3/2017)
37
Pepohonan hijau sebagai Bidang Resapan
Pada areal parkir pertokoan
perindang Tidak terdapat adanya
bidang resapan dan pohon
Pada areal pertokoan pada gambar diatas terlihat sepanjang jalur pejalan kaki kurang adanya tanaman sebagai perindang atau telajaakn, sehingga terlihat panas dan kurang diterapkannya peraturan yang telah ditetapkan tersebut.
3. Ruang terbuka hijau sebagai ruang untuk menunjang pelestarian
Ruang terbuka hijau sebagai ruang untuk menunjang pelestarian merupakan sebuah ruang yang dimana bertujuan melestarikan kualitas lingkungan dengan beberapa cara seperti mengadakan bidang resapan dan pohon-pohon yang berfungsi sebagai perindang. Pada kasus kondisi jalan Teuku Umar ini sudah terdapat beberapa pertokoan yang memiliki bidang resapan serta pohon-pohon sebagai perindang. Namun, juga terdapat beberapa
pertokoan yang tidak memiliki bidang resapan maupun pohon-pohon hijau.
Gambar 3.6. Kondisi eksisting pertokoan Denpasar(Observasi 4/3/2017)
38
Pada Peraturan Walikota Denpasar Nomor 14 Tahun 2014 pada pasal 28 tentang ketentuan zona perdagangan dan jasa skala kota untuk kegiatan dan penggunaan lahan menyatakan yaitu tiap 100 m² ruang terbuka, minimal ada 1 pohon perindang, dan menyediakan bidang peresapan seluas 1 m2 untuk setiap 100 m2 luas lahan yang diperkeras. Pada kondisi gambar diatas terlihat bahwa beberapa pertokoan telah menerapkan peraturan ini dengan menanam beberapa pohon perindang pada areal parkir yang lahannya telah diperkeras serta mengadakan bidang peresapan. Namun, juga terdapat beberapa pertokoan yang tidak menerapkannya, sehingga terlihat panas. Selain itu juga terdapat peraturan lain yaitu Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 pada pasal 86 yaitu tentang Ketentuan umum peraturan zonasi RTH pada kawasan perkantoran, pertokoan dan tempat usaha, yang halamannya berupa jalur trotoar dan area parkir terbuka menyatakan bahwa perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB diatas 70%, memiliki 2 (dua) pohon kecil atau sedang yang ditanam pada lahan atau pada pot berdiameter diatas 60 cm, atau disediakan pada atap bangunan. Pada sepanjang jalan Teuku
Umar ini beberapa kondisi pertokoan masih kurang menerapkan tentang Peraturan Daerah ini.
Gambar 3.7. Kondisi eksisting area parkir Denpasar(Observasi 4/3/2017)
39 3.5. Usulan
Sebagaimana dalam aturan ruang terbuka, berikut terdapat beberapa usulan untuk membenahi koridor sepanjang Jalan Teuku Umar Denpasar. Dimana supaya koridor ini sesuai dengan fungsi dan aturan perundang-undangan yang berlaku. Berikut adalah faktor penentu ruang tersebut dikatakan sebai ruang terbuka hijau (RTH)
1. RTH yang berfungsi sebagai tempat rekreasi
Pada koridor jalan Teuku Umar sama sekali tidak terdapat adanya RTH untuk tempat berekreasi, warna hijau pada jalan Teuku Umar ini hanya terdapat pada Simpang Enam dan Simpang Imam Bonjol.
Berdasakan Undang-Undang republik Indonesia no 26 tahun 2007, pasal 29 ayat 3 yang mengatur tentang ruang terbuka hijau, setidaknya minimal memiliki 20% yang disediakan oleh pemerintah untuk ruang terbuka hijau. Dengan adanya kasus ini pemerintah kota Denpasar harus menambah ruang untuk RTH di jalan Tuku Umar, beberapa bangunan dapat dialih fungsikan dan pada jalan Teuku umar masih ada lahan yang dapat dibangun untuk RTH yang berfungsi sebagai tempat rekreasi keluarga.
Gambar 3.8. Kondisi eksisting taman enam dan simpang imam bonjol
40
2. RTH sebagai tempat bekerja
Jalan Teuku Umar merupakan salah satu jalan protokol di kota Denpasar dan juga terdapat di pusat kota. Kesempatan untuk menggunakan jalan ini sebagai RTH sebagai tempat bekerja dirasa tidak mungkin. Usul yang dapat menyinggung permasalahan ini yaitu dengan dibangun atau alih fungsi tempat sebagai pertokoan bunga dan buah. Dengan demikian setidaknya ruang hijaupun terbentuk oleh bunga-bunga yang dijual di Jalan Teuku Umar. Mungkin seperti rumah makan ini yang dialih fungsikan sebagai pertokoan bunga karena dilihat dari jenis bangunan yang tidak bertingkat.
Gambar 3.9. Kondisi eksisting ruang terbuka Denpasar(Observasi 4/3/2017)
Gambar 3.10. Areal parkir pada salah satu pertokoan Denpasar(Observasi 4/3/2017)
41
Penggunaan RTH pada Jalan Teuku Umar memang sangat kurang sekali mengingat jalanan yang berada di pusat kota dan daerah produktif akan aktifitas manusia. Maka dari itu setidaknya ruang hijau untuk pejalan kaki dan masyarakat disediakan sebagaimana yang sudah diatur dalam peraturan Walikota Denpasar Nomor 14 tahun 2014 pasal 20 poin 2 yang berbunyi: setiap jaringan diseluruh wilayah kota ditanami dengan tanaman penghijau dalam bentuk taman pulau jalan, median, telajakan, serta pejalan kaki.
CDengan adanya RTH diharapkan dapat menjadikan koridor jalan Teuku Umar ini setidaknya lebih hijau dan lebih indah. Manfaat yang dirasa juga bisa langsung dirasakan yaitu dengan udara menjadi sejuk, teduh, dan membantu menghambat polusi dari kendaraan. Serta manfaat jangka panjangnya yaitu udara menjadi lebih bersih, pemeliharaan akan
Gambar 3.11. Kondisi Jalur Pedestrian jalan Teuku Umar
Denpasar(Observasi 4/3/2017)
Gambar 3.12. Usulan Jalur Pedestrian pada jalan Teuku Umar
42
kelangsungan air tanah, serta pelestarian lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada.
Gambar 4.13. Tata Ruang terbuka hijau pada jalan Teuku Umar
43
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ruang terbuka adalah adalah area memanjang/jalur mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka. Peran ruang terbuka dapat berfungsi sebagai tempat rekreasi, berkarya, pemeliharaan, ruang pengaman, ruang untuk menunjang pelestarian dan pengamanan lingkungan alam dan cadangan pengembangan wilayah terbangun kota di masa mendatang.
Dari observasi yang dilakukan pada koridor jalan Teuku Umar didapat bahwa pada objek koridor jalan yang diobservasi terlihat penataan Ruang Terbuka Hijau yang masih belum maksimal jika dilihat dari teori RTH yang ada. Dimana kondisi ini dapat kita ketahui seperti pada koridor jalan ini hanya mempunyai tempat rekreasi pasif, dan proporsi Ruang Terbuka Hijau masih kurang dari 20%, sementara kondisi kurangnya vegetasi pada telajakan membuat tingkat kenyamanan pada fungsi tersebut kurang maksimal. Dan juga masih terdapat beberapa pertokoan yang tidak memiliki bidang resapan maupun pohon-pohon hijau.
Usulan yang dapat penulis usulkan untuk dapat memaksimalkan RTH pada Koridor Jalan Teuku Umar yaitu, pemerintah kota Denpasar harus menambah ruang untuk RTH di jalan Tuku Umar, beberapa bangunan dapat dialih fungsikan dan pada jalan Teuku umar masih ada lahan yang dapat dibangun. Dan juga harus terdapatnya pengalihan fungsi beberapa pertokoan sebagai pertokoan bunga dan buah. Dengan demikian setidaknya ruang hijaupun terbentuk oleh bunga-bunga yang dijual di Jalan Teuku Umar. Dengan adanya RTH diharapkan dapat menjadikan koridor jalan Teuku Umar ini setidaknya lebih hijau dan lebih indah.
4.2 Saran
Adanya ruang terbuka merupakan sebuah elemen ruang luar (landscape) yang wajib adanya didalam penataan baik itu penataan kawasan maupun penataan bangunan dalam satu tapak. Dewasa ini, ruang terbuka sangat jarang ditemukan di daerah perkotaan dan ruang terbuka hanya ditemukan pada elemen perancangan kota saja dan agak jarang ditemukan pada bangunan – bangunan di kota. Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya tuntutan fungsi bangunan yang kompleks dan cenderung memiliki massa yang besar sehingga mempengaruhi presentase ruang terbuka
44
terutama yang hijau. Akibatnya, presentase ruang terbuka yang paling tidak 40% untuk setiap bangunan menjadi berkurang. Beranjak dari sana sebaiknya perlu diberi perhatian ekstra agar keberadaan ruang terbuka tidak sampai menjadi sangat minim. Karena ruang terbuka merupakan paru – parunya kota dan bangunan yang dibangun. Solusi yang sekarang menjadi trend untuk menambah presentase ruang terbuka hijau salah satunya adalah dengan membuat rooftop garden maupun vertical garden. Ruang terbuka hijau yang ditata dengan baik juga tak akan hanya mendatangkan udara yang baik namun sebagai penambah estetika.
45
DAFTAR PUSTAKA
Mulyandari, Hestin. 2010. Pengantar Arsitektur Kota. Yogyakarta. ANDI.
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011, pada pasal 86 tentang Ketentuan Umum Peraturan Zonasi RTH Pada Kawasan Perkantoran, Pertokoan dan Tempat Usaha, yang Halamannya Berupa Jalur Trotoar dan Area Parkir Terbuka.
Peraturan Kementrian Pekerjaan Umum. Nomor 5/PRT/M tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
Peraturan Walikota Denpasar Nomor 14 Tahun 2014, Pasal 28 tentang Ketentuan Zona Perdagangan dan Jasa Skala Kota Untuk Kegiatan dan Penggunaan Lahan.
Peraturan Walikota Denpasar Nomor 14 Tahun 2014, Pasal 20 Alinea 2. Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Tahun 1989.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2007, Pasal 29 Ayat 3 yang Mengatur Tentang Ruang Terbuka Hijau.