• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. listrik, energi mekanik, dan panas. Sumber energi merupakan sebagian dari. dimanfaatkan sebagai energi (Daryanto, 2007).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. listrik, energi mekanik, dan panas. Sumber energi merupakan sebagian dari. dimanfaatkan sebagai energi (Daryanto, 2007)."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Energi

Menurut Daryanto (2007) energi adalah sumber daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan termasuk bahan bakar, listrik, energi mekanik, dan panas. Sumber energi merupakan sebagian dari sumber daya alam yang meliputi minyak dan gas bumi, batu bara, air, panas bumi, gambut, biomassa dan sebagainya, baik secara langsung atau tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi (Daryanto, 2007).

Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia. Konsumsi energi dunia yang makin meningkat membuka kesempatan bagi Indonesia untuk mencari sumber energi alternatif untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Seperti diketahui Indonesia sangat berkepentingan untuk menggantikan sumber daya energi minyak dengan sumber daya energi lainnya karena minyak merupakan sumber daya energi yang menghasilkan devisa selain gas alam. Oleh karena itu, sektor-sektor perekonomian yang memanfaatkan minyak sedapat mungkin menggantikannya dengan sumber daya lain seperti gas alam, batubara, panas bumi, listrik tenaga air, dan biomassa yang tersedia dalam jumlah besar (Reksohadiprojo, 1988).

Bahan Bakar

Bahan bakar adalah istilah popular media untuk menyalakan api. Bahan bakar dapat bersifat alami (ditemukan langsung dari alam), tetapi juga bersifat buatan (diolah dengan teknologi maju). Bahan bakar alami misalnya kayu bakar, batubara, dan minyak bumi. Bahan bakar buatan misalnya gas alam cair dan listrik. Sebenarnya, listrik tidak dapat disebut sebagai bahan bakar karena

(2)

langsung menghasilkan panas. Panas inilah yang sebenarnya dibutuhkan manusia dari proses pembakaran, disamping cahaya akibat nyalanya (Ismun,1993).

Sepanjang sejarah, berbagai jenis bahan telah digunakan sebagai bahan bakar (bergantung pada ketersediaannya di suatu wilayah tertentu). Berikut ini adalah beberapa jenis bahan bakar yang kita gunakan: batubara, minyak jelantah, gas alam, propane, etanol, methanol, biomassa (Walker, 2008).

Biomassa

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, limbah pertanian, limbah hutan, tinja, dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer serat, bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati, bahan bangunan, dan sebagainya. Biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Yang digunakan adalah bahan bakar biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya (Pari dan Hartoyo, 1983).

Sedangkan menurut Silalahi (2000), biomassa adalah campuran material organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak protein dan mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium, dan besi. Komponen utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat kering ±75%), lignin (± 25%) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya berbeda-beda.

Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu, dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui, relatif tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan

(3)

juga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian (Widardo dan Suryanta, 1995).

Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi biomassa yang relatif besar yang berasal dari limbah pertanian, perkebunan, kehutanan, limbah ternak dan limbah kota (sampah). Energi biomassa ini dipakai baik sebagai pembangkit listirik, energi panas atau energi mekanik (penggerak). Dengan melihat potensi besar ini, maka pemanfaatannya untuk energi akan memberi kontribusi yang cukup berarti dalam pemenuhan kebutuhan energi masyarakat. Pada kenyataannya meskipun potensi energi biomassa relatif besar namun pemanfaatannya sampai saat ini belum optimal (Daryanto, 2007).

Bioarang

Bioarang merupakan arang (salah satu jenis bahan bakar) yang dibuat dari aneka macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, daun-daunan, rumput, jerami, kertas maupun limbah pertanian lainnya yang dapat dikarbonisasi. Bioarang ini dapat digunakan melalui proses pengolahan salah satunya adalah menjadi briket bioarang (Archenita, dkk., 2011).

Sedang menurut Johannes (1991), bioarang adalah arang yang diproses dengan membakar biomassa kering tanpa udara (pirolisi). Energi biomassa yang diubah menjadi energi kimia inilah yang disebut dengan bioarang.

Briket

Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah. Jenis-jenis briket berdasarkan bahan baku penyusunnya terdiri dari Briket Batubara, Briket Bio-Batubara dan Biobriket. Briket Batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara

(4)

dengan sedikit campuran perekat. Briket Batubara ini dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu briket batubata terkarbonisasi (melalui proses pembakaran) dan briket tanpa karbonisasi (tanpa proses pembakaran). Briket Bio-batubara adalah briket campuran antara batubara dan biomassa dengan sedikit perekat. Contoh briket bio-batubara ini adalah briket campuran cangkang sawit dan batubara. Biobriket adalah bahan bakar padat yang terbuat dari bahan baku biomassa dengan campuran sedikit perekat. Komposisi masing-masing jenis perekat tersebut adalah: 80%-95% batubara dan 5%-20% perekat untuk briket batubara tanpa karbonisasi, 80%-90% batubara dan 5%-15% perekat untuk briket batubara dengan karbonisasi, serta 50%-80% batubara dan 10%-40% biomassa dengan 5%-10% perekat untuk briket bio-batubara. Adonan 94% arang sekam dan 6% perekat pati kanji pada pembuatan briket sekam dengan metode pengarangan menghasilkan briket arang sekam yang cukup kompak dengan daya bakar yang baik (Sulistyanto, 2006).

Briket bioarang yang didefinisikan sebagai bahan bakar yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami proses pemampatan dengan daya tekan tertentu. Briket bioarang dapat menggantikan penggunaan kayu bakar yang mulai meningkat konsumsinya. Selain itu harga

briket bioarang relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat (Hambali, dkk., 2007).

Pembuatan briket arang dari limbah dapat dilakukan dengan menambah bahan perekat, dimana bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak dengan sistem hidrolik maupun dengan manual dan selanjutnya dikeringkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

(5)

Hartoyo (1983) menyimpulkan bahwa briket arang yang dihasilkan setaraf dengan arang buatan Inggris dan memenuhi persyaratan yang berlaku di Jepang karena menghasilkan kadar abu dan zat yang menguap rendah serta tinggi kadar karbon terikat dan nilai kalor.

Menurut Schuchart, dkk (1996) pembuatan briket dengan penggunaan bahan perekat akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan tanpa menggunakan bahan perekat. Disamping meningkatkan nilai bakar dari bioarang, kekuatan briket arang dari tekanan luar juga lebih baik (tidak mudah pecah).

Sifat briket yang baik yakni tidak berasap dan tidak berbau pada saat pembakaran. Mempunyai kekuatan tertentu sehingga tidak mudah pecah waktu diangkat dan dipindah-pindah, mempunyai suhu pembakaran tetap (± 350 ) dalam jangka waktu yang panjang (8-10 jam), setelah pembakaran masih mempunyai kekuatan tertentu sehingga mudah untuk dikeluarkan dari tungku masak, gas hasil pembakaran tidak mengandung gas karbon monoksida yang tinggi (Sukandarrumidi, 1995).

Persyaratan arang briket yang baik adalah bersih, tidak berdebu, dan berbau, mempunyai kekerasan yang merata, kadar abu serendah mungkin, nilai kalor setara dengan bahan bakar lain, menyala dengan baik dan memberikan panas secara merata serta harganya bersaing dengan bahan bakar lain (Said, 1996).

Keunggulan Briket Bioarang

Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan briket bioarang antara lain adalah biayanya amat murah. Alat yang digunakan untuk pembuatan briket bioarang cukup sederhana dan bahan bakunya pun sangat murah, bahkan tidak

(6)

perlu membeli karena berasal dari sampah, daun-daun kering, limbah pertanian. Bahan baku untuk pembuatan arang umumnya telah tersedia disekitar kita. Briket bioarang dalam penggunaannya menggunakan tungku yang relatif kecil dibandingkan dengan tungku yang lainnya (Andry, 2000).

Kelemahan Briket Bioarang

Sumber bahan baku yang melimpah di Indonesia menjadikannya sebagai sumber daya energi yang paling menjanjikan. Namun selain sumber daya yang melimpah dan keamanan yang lebih terjamin, biomassa juga memiliki celah-celah keterbatasan yang perlu dipertimbangkan sebelum benar-benar menjadikannya sebagai primadona energi alternatif di Indonesia.

Salah satu keterbatasan dari biomassa adalah ketersediaannya (availabilty). Meskipun secara agregat, biomassa memiliki jumlah yang melimpah, namun pada kenyatannya sumber daya tersebut tersebar jauh di beberapa lokasi dalam kuantitas yang lebih kecil. Selain itu, biomassa memiliki karakter musiman yang berarti tidak selalu tersedia sepanjang waktu. Biomassa juga memiliki konten energi yang relatif jauh lebih kecil dibandingkan para pesaingnya. Masalah ketersediaan ini menjadikan sistem logistik menjadi isu penting dalam pemberdayaan biomassa. Penggunaan sistem multi-biomass resources, pemilihan lokasi, sistem transportasi, kapasitas pabrik, dan ketersediaan dana tentunya akan menjadi faktor pembatas yang vital (Wibowo, 2009).

(7)

Perekat

Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Beberapa istilah lain dari perekat yang memiliki kekhususan meliputi glue, mucilage, paste, dan cement.

- Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit, kuku, urat, otot, dan tulang yang secara luas digunakan dalam industri pengerjaan kayu.

- Mucilage adalah perekat yang dipersiapkan dari getah dan air dan diperuntukkan terutama untuk perekat kertas.

- Paste merupakan perekat pati (starch) yang dibuat melalui pemanasan campuran pati dan air dan dipertahankan berbentuk pasta.

- Cement adalah istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya karet dan mengeras melalui pelepasan pelarut (Ruhendi, dkk., 2007). Berdasarkan sumber dan komposisi kimianya, perekat dibagi menjadi 3 bagian yaitu:

1. Perekat yang berasal dari tumbuhan seperti kanji. 2. Perekat yang berasal dari hewan seperti perekat kasein.

3. Perekat sintetik yaitu perekat yang dibuat dari bahan sintetis contohnya urea formaldehid (Hartomo, 1992).

Salah satu persyaratan yang perlu diperhatikan dalam memilih extender perekat adalah bahan harus memiliki daya rekat yang kuat. Bahan yang memiliki daya rekat yang cukup biasanya yang mengandung protein dan pati khususnya

amylopektin yang cukup tinggi seperti terigu, tapioka, maizena, sagu (Haryanto, 1992).

(8)

Kanji adalah perekat tapioka yang dibuat dari tepung tapioka dicampur air dalam jumlah tidak melebihi 70% dari berat serbuk arang dan kemudian dipanaskan sampai berbentuk jeli. Pencampuran kanji dengan serbuk arang diupayakan dengan merata. Dengan cara manual pencampuran dilakukan dengan meremas-remas menggunakan tangan, secara maksimal dilakukan oleh alat mixer (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994).

Kelapa Sawit

Klasifikasi botani kelapa sawit adalah sebagai berikut: Divisi : Tracheophyta Subdivision : Pteropsida Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotiledonae Ordo : Cocoidae Familia : Palmae Genus : Elaies

Spesies : Elaies guinensis Varietas : Dura, Psifera, Tenera

Buah kelapa sawit secara umum terbagi dalam 3 bagian yaitu: a. Kulit buah

Merupakan bagian terluar buah kelapa sawit. Bagian ini berfungsi sebagai pelindung mesokarp.

b. Daging buah (Mesokarp)

Merupakan bagian utama buah kelapa sawit karena dari inilah ninyak sawit mentah (CPO) akan diperoleh.

(9)

c. Tempurung atau cangkang (Endocarp)

Tempurung merupakan bagian buah kelapa sawit yang berfungsi melindungi inti.

d. Inti buah kelapa sawit (Endosperm)

Kernel merupakan bagian terpenting kedua setelah mesokarp dapri inti inilah akan dihasilkan PKO.

(Mustafa, 2004)

Kelapa sawit merupakan tanaman tropis penghasil minyak nabati yang hingga saat ini diakui paling produktif dan ekonomis dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dibandingkan dengan kelapa (nyiur), bahwa suatu kebun kelapa sawit yang keadaannya kurang baik sekalipun masih memberikan hasil minyak yang lebih tinggi daripada kebun kelapa yang terpelihara baik (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal dari daging buah (mesokarp) berwarna merah.Jenis minyak ini dikenal sebagai minyak kelapa sawit kasar atau crude palm oil (CPO). Sedangkan minyak yang kedua berasal dari inti kelapa sawit, tidak berwarna, dikenal sebagai minyak inti kelapa sawit atau palm kernel oil (PKO). Minyak yang kedua ini komposisi kimia dan warnanya hampir sama dengan minyak kelapa nyiur. Di samping minyak, buah kelapa sawit juga menghasilkan bahan padatan berupa sabut, cangkang (tempurung), dan tandan buah kosong kelapa sawit. Bahan padatan ini dimanfaatkan untuk sumber energi, pupuk, makanan ternak, dan bahan untuk industri (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

(10)

Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Perkembangan areal perkebunan kelapa sawit yang diikuti dengan pembangunan pabrik yang cukup pesat akan mempengaruhi lingkungan sekitar terutama lingkungan badan penerima limbah. Untuk mengurangi dampak negatif pabrik pengolah kelapa sawit yang mengacu pada undang-undang No. 4 tahun 1982 dan peraturan pemerintah, maka pengendalian limbah pabrik kelapa sawit harus dilakukan dengan baik. Pengendalian limbah pabrik kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan, pengurangan volume limbah dan pengawasan mutu limbah (Naibaho, 1996).

Industri pengelolaan buah kelapa sawit menjadi minyak sawit atau CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit juga akan menghasilkan limbah yang terdiri dari limbah padat, limbah cair, dan gas. Limbah cair dan padat PKS merupakan bahan organik yang mengandung hara yang diperlukan oleh tanaman, oleh karena itu aplikasi limbah padat dan cair tersebut merupakan usaha daur ulang sebagian hara (nutrient recycling) yang terikut melalui panen Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit, sehingga akan mengurangi biaya pemupukan yang tergolong sangat tinggi untuk budidaya tanaman Kelapa Sawit (Nainggolan dan Susilawati, 2011).

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) adalah salah satu limbah yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit yang tersedia dalam jumlah besar dan berkesinambungan sepanjang tahun. Sampai saat ini TKKS belum dimanfaatkan seluruhnya, sebahagian besar TKKS masih dibakar pada Incenerator dan abunya dipergunakan sebagai pupuk Kalium di perkebunan Kelapa Sawit. TKKS dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti bahan energi alternatif, mulsa,

(11)

kompos, bahan pengisi kertas atau pulp, bahan partikel arang briket, polipot, dan lain-lain (Nainggolan dan susilawati, 2011).

Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah kelapa sawit ialah tandan kosong, serat, dan tempurung.

Tabel 1. Rendemen Limbah Padat

Jenis Persentase terhadap TBS Hasil proses Basah Kering

Tandan kosong 21 – 23 10 – 12 Bantingan

Serat 8 – 11 5 – 8 Screw press

Tempurung 5 4 Shell Separator

(Naibaho, 1996) Kompor

Kompor adalah alat masak yang menghasilkan panas tinggi. Biasanya kompor ditemukan di dapur dan bahan bakarnya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu cair, padat, dan gas. Pada dasarnya jenis kompor yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah kompor minyak tanah dan kompor gas. Meskipun demikian, masih ada jenis lain yang juga bisa dijadikan sebagai alat memasak. Apalagi, kondisi saat ini di mana harga bahan bakar untuk kompor minyak dan gas semakin mahal maka mulai perlu diperhatikan kembali berbagai

jenis kompor dengan alternatif bahan bakar tanpa minyak dan gas (Kuncoro dan Damanik, 2005).

Berdasarkan bahan bakarnya, kompor dapat dibagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut :

1. Kompor minyak tanah

Kompor minyak tanah merupakan jenis alat masak yang paling banyak digunakan di kalangan rumah tangga, sebagian kecil industri, serta

(12)

warung/rumah makan.Seperti namanya, kompor ini berbahan bakar minyak tanah. Namun demikian, kelemahan kompor minyak tanah bila pembakaran kurang sempurna maka api berubah menjadi kuning/merah sehingga menimbulkan jelaga.

2. Kompor gas

Kompor ini berbahan bakar yang biasa digunakan di rumah tangga ataupun warung, yaitu jenis LPG.Keunggulan kompor ini adalah emisi yang dikeluarkan relatif lebih sedikit dan tidak cenderung menyebabkan wadah masak menjadi hitam atau tidak merusak panci. Selain itu, memasak dengan menggunakan kompor gas lebih cepat dibandingkan memasak dengan menggunakan kompor minyak tanah. Kompor ini memiliki kelemahan, yaitu harga kompornya cukup mahal dan bahan bakarnya pun mahal.

3. Kompor listrik

Prinsip kerja kompor ini adalah mengubah energi listrik menjadi energi panas. Umumnya kompor ini cukup mahal.

4. Kompor biogas

5. Tungku kayu bakar dan arang 6. Tungku serbuk gergaji

7. Kompor briket(Eriko, 2008). Kompor Briket Bioarang

Kompor briket adalah alat masak yang menggunakan bahan bakar dari briket batubara atau campuran dari biomassa dan batubara. Bahan yang digunakan untuk membuat kompor berpengaruh terhadap kualitas kompor, baik dari sudut

(13)

penampilan, daya tahan kompor, maupun mobilitas (mudah dipindahkan atau tidak). Beberapa bahan dasar yang digunakan untuk membuat kompor batubara :

1. Logam

2. Bata atau semen 3. Keramik

4. Gerabah

Pada dasarnya, tahapan membuat kompor briket batubara tidak jauh berbeda

dengan membuat kompor biasa yang berbahan minyak tanah (Kuncoro dan Damanik, 2005).

Perancangan kompor biobriket dilakukan sedemikian rupa dengan membagi menjadi beberapa bagian yaitu ruang penampung bahan bakar (minyak jelantah dan biobriket), saringan udara dan kaki penyangga. Kerangka dan saringan udara dibuat secara terpisah antara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga dapat dibongkar pasang. Kompor biobriket memiliki tinggi 20 cm, lebar 18 cm, dan diameter 15 cm. Ruang pembakaran merupakan tempat menampung minyak jelantah dan biobriket (Sigalingging dan Rohanah, 2011).

Pembakaran merupakan oksidasi cepat bahan bakar disertai dengan produksi panas, atau panas dan cahaya. Pembakaran sempurna bahan bakar terjadi hanya jika ada pasokan oksigen yang cukup. Oksigen (O2) merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang jumlahnya mencapai 20,9 % dari udara. Bahan bakar padat atau cair harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara yang cukup. Hampir 79 % udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan sisanya merupakan

(14)

elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai pengencer yang menurunkan suhu yang harus ada untuk mencapai oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran. Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara menyerap panas dari pembakaran bahan bakar dan mengencerkan gas buang. Nitrogen juga mengurangi transfer panas pada permukaan alat penukar panas, juga meningkatkan volum hasil samping pembakaran, yang juga harus dialirkan melalui alat penukar panas sampai ke cerobong. Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama pada suhu nyala yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen (NOx), yang merupakan pencemar beracun. Karbon, hidrogen dan sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen di udara membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida, melepaskan panas masing-masing 8.084 kkal, 28.922 kkal dan 2.224 kkal. Pada kondisi tertentu, karbon juga dapat bergabung dengan oksigen membentuk karbon monoksida, dengan melepaskan sejumlah kecil panas (2.430 kkal/kg karbon). Karbon terbakar yang membentuk CO2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar daripada bila menghasilkan CO atau asap. Setiap kilogram CO yang terbentuk berarti kehilangan panas 5654 kKal (8084 – 2430).

Reaksi kimia pada proses pebakaran adalah sebagai berikut :

C + O2 CO2 + 8.024 kkal/kg

2 C + O2 2 CO + 2.430 kkal/kg Karbon 2 H2 + O2 2 H2O + 28.922 kkal/kg Hidrogen

S + O2 SO2 + 2.224 kkal/kg Sulfur

(Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia, 2006).

Tujuan dari pembakaran yang baik adalah melepaskan seluruh panas yang terdapat dalam bahan bakar. Hal ini dilakukan dengan pengontrolan “tiga T” pembakaran (United Nations Environment Programme) yaitu :

(15)

1. Temperature/Suhu yang cukup tinggi untuk menyalakan dan menjaga penyalaan bahan bakar.

2. Turbulence/Turbulensi atau pencampuran oksigen dan bahan bakar yang baik

3. Time/Waktu yang cukup untuk pembakaran yang sempurna.

Gambar 1. Pembakaran yang sempurna, yang baik dan tidak sempurna (Biro Efisiensi Energi, 2004)

Jumlah O2 tertentu diperlukan untuk pembakaran yang sempurna dengan tambahan sejumlah udara (udara berlebih) diperlukan untuk menjamin pembakaran yang sempurna. Walau demikian, terlalu banyak udara berlebih akan mengakibatkan kehilangan panas dan efisiensi. Tidak seluruh bahan bakar diubah menjadi panas dan diserap oleh peralatan pembangkit. Sehingga tantangan utama dalam efisiensi pembakaran adalah mengarah ke karbon yang tidak terbakar (dalam abu atau gas yang tidak terbakar sempurna), yang masih menghasilkan CO selain CO2.

Menurut Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia (2006), karbon terbakar yang membentuk CO2akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar.

(16)

Minyak goreng bekas

Minyak jelantah adalah suatu jenis minyak yang diperoleh dari sisa hasil penggorengan berbagai macam kebutuhan (konsumsi) rumah tangga, jenis minyak ini dapat dijumpai dimana saja, seperti di restoran-restoran, pabrik-pabrik pengolahan konsumsi rumah tangga, warung makan, penjual gorengan dipinggir jalan sampai hampir di setiap kehidupan rumah tangga. Atau dengan pengertian lain minyak jelantah (waste cooking oil) merupakan limbah dan bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan (Mukhibin, 2010).

Penggunaan jelantah sebagai bahan bakar berdampak positif, karena jika dibuang minyak jelantah bisa mencemari lingkungan dan jika dipakai berulang 3 hingga 4 kali akan memicu penyakit kanker. Kandungan asam lemak bebas/jenuh (ALB) yang sangat tinggi pada minyak jelantah juga bisa menyebabkan kolesterol, hipertensi, kanker, dan penyumbatan peredaran darah bagi penggunanya. Jenis formulasi yang terkandung dalam minyak jelantah itu tidak larut dalam air dan dapat mencemari lingkungan bila dibuang ke dalam air dan tanah. Limbah minyak goreng (waste of vegetable oil) memiliki potensi sebagai alternatif energy bahan bakar nabati yang ramah lingkungan dan mampu

(17)

menurunkan 100% emisi gas buangan Sulfur dan CO2 serta CO sampai dengan 50% (Antarnews, 2011).

Biobriket dimasukkan dalam ruang pembakaran yang telah diisi dengan minyak jelantah sehingga biobriket terendam ke dalam minyak jelantah tersebut.Tinggi minyak diatur sedemikian sesuai dengan tinggi minyak yang diinginkan, tinggi minyak diukur dari dasar ruang pembakaran. Hal ini menunjukkan berapa bagian biobriket yang terendam yang disebut sebagai tinggi minyak (1 cm; 1.5 cm; 2 cm). Jarak antar lubang dengan tinggi minyak jelantah sangat berpengaruh dalam reaksi pembakaran (Sigalingging dan Rohanah, 2011). Jelaga

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jelaga adalah butiran halus berwarna hitam yang terjadi akibat asap lampu atau obor, jelaga sering juga disebut dengan istilah sulang. Penyebab timbulnya jelaga biasanya karena pembakaran yang tidak sempurna atau terlalu banyak asap yang berwarna kehitaman, sehingga menyebabkan pembakaran menjadi berjelaga.

Briket dengan kualitas yang baik diantaranya memiliki tekstur yang halus, tidak mudah pecah, keras, aman bagi manusia dan lingkungan dan juga memiliki sifat-sifat penyalaan yang baik, diantaranya adalah: mudah menyala, waktu nyala cukup lama, tidak menimbulkan jelaga, asap sedikit cepat hilang dan nilai kalor yang cukup tinggi. Lama tidaknya menyala akan mempengaruhi kualitas dan efisiensi pembakaran, semakin lama menyala dengan nyala api konstan akan semakin baik (Jamilatun, 2011).

(18)

Lama Pemanasan

Perlu diadakan uji nyala guna mengetahui apakah superkarbon yang dibuat dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Parameter yang diamati mencakup lama penyalaan dan daya tahan bara hingga menjadi abu. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sebuah superkarbon seberat 200 gr sanggup mendidihkan air sebanyak 2 liter dalam waktu 45 menit (Kurniawan dan Marsono, 2008).

Menurut Jamilatun (2011) waktu pendidihan air yang paling mudah adalah dengan bahan bakar briket batubara dengan waktu 5 menit. Karena bahannya cukup kering, maka mudah terbakar dengan api yang besar, sehingga mudah mendidih. Tapi kalau dilihat waktunya hampir sama semua briket untuk memanaskan air 1 liter membutuhkan waktu yang hampir sama pada kisaran 5-7 menit, dengan suhu maksimal 100 . Dilihat dari lama tidaknya untuk memanaskan air relatif tidak dipengaruhi oleh jenis briketnya, panas yang dihasilkan dari pembakaran briket masih cukup banyak yang hilang ke lingkungan.

Volume Minyak

Kebutuhan minyak dapat diperoleh dari lama masak yang dibutuhkan untuk memasak air.Pengaruh jarak antar lubang dengan tinggi minyak terhadap volume minyak yang dibutuhkan dalam pemanasan air volume 1 liter dan 3 liter sangat nyata perbedaannya dalam Sigalingging dan Rohanah (2011).

Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir cepat seperti air, alkohol, dan bensin mempunyai viskositas kecil. Sedangkan cairan yang mengalir lambat seperti gliserin, minyak

(19)

castor dan madu mempunyai viskositas besar. Jadi viskositas tidak lain menentukan kecepatan mengalirnya suatu cairan (Sutiah, dkk., 2010).

Proses Pengarangan

Karbonisasi adalah proses mengubah bahan baku asal menjadi karbon berwarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara yang terbatas atau seminimal mungkin. Proses karbonisasi biasanya dilakukan dengan memasukkan bahan organik kedalam lubang atau ruangan yang dindingnya tertutup, seperti di dalam tanah atau tangki yang terbuat dari plat baja. Setelah dimasukkan, bahan disulut api hingga terbakar. Nyala api tersebut dikontrol, tujuan pengendalian tersebut agar bahan yang dibakar tidak menjadi abu tetapi menjadi arang yang masih terdapat energi di dalamnya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar (Kurniawan dan Marsono, 2008).

Pada proses pengarangan (pirolisa) adalah penguraian bioamassa (lysis) menjadi panas (pyro) pada suhu lebih dari 150 0C. Pada proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses yaitu pirolisa primer dan pirolisa sekunder. Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi pada bahan baku (umpan), sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer (Abdullah, dkk., 1991).

Selama proses pengarangan dengan alur konveksi pirolisa perlu diperhatikan asap yang ditimbulkan selama proses tersebut :

1. Jika asap tebal dan putih, berarti bahan sedang mengering

2. Jika asap tebal dan kuning, berarti pengkarbonan sedang berlangsung. Pada fase ini sebaiknya tungku ditutup rapat dengan maksud agar oksigen pada ruang pengarangan serendah-rendahnya.

(20)

3. Jika asap makin menipis dan berwarna biru berarti pengarangan hampir selesai kemudian drum dibalik dan proses pembakaran selesai.

(Hartoyo dan Roliandi, 1978). Proses pengeringan

Pengeringan adalah pemindahan air keluar dari bahan sesuai dengan yang diinginkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan antara lain adalah luas bahan yang dikeringkan, suhu ruang pengeringan, kecepatan aliran udara, dan tekanan udara dalam ruang pengering (Supriyono, 2003).

Kadar air briket sangat mempengaruhi nilai kalor atau nilai panas yang dihasilkan. Tingginya kadar air briket akan menyebabkan penurunan nilai kalor. Hal ini disebabkan karena panas yang tersimpan dalam briket terlebih dahulu digunakan untuk mengeluarkan air yang ada sebelum kemudian menghasilkan

panas yang dapat dipergunakan sebagai panas pembakaran (Hendra dan Darmawan, 2000).

Uji Nyala

Uji nyala pelu dilaksanakan guna mengetahui apakah superkarbon yang dibuat dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Parameter yang di amati mencakup lama penyalaan.

Tabel 2. Beberapa Permasalahan Uji Nyala

Permasalahan Faktor penyebab Cara mengatasi Nyala api sebentar Bahan penyala minim Tambahkan bahan penyala Bara sebentar Pengempaan minim Tambahkan pengempaan Superkarbon sulit

menyala

Briket kurang kering

benar Pengeringan maksimal Asap terlalu banyak Briket masih basah Pengeringan maksimal Abu mudah rontok Bahan perekat minim Tambahkan bahan perekat (Kurniawan dan Marsono, 2008).

(21)

Nyala api sesungguhnya adalah gas hasil reaksi dengan panas dan cahaya yang ditimbulkannya. Warna dari nyala api ditentukan oleh bahan-bahan yang bereaksi (terbakar). Warna yang dihasilkan oleh gas hidrokarbon, yang bereaksi sempurna dengan udara (oksigen) adalah biru terang. Nyala api akan lebih mudah terlihat ketika karbon dan padatan lainnya atau liquid produk antara dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna naik dan berpijar akibat temperatur dengan warna merah, jingga, kuning, atau putih, tergantung dari temperaturnya (Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta, 2012).

Nilai Kalor

Menurut Koesoemadinata (1980), nilai kalor bahan bakar adalah jumlah panas yang dihasilakan atau ditimbulkan oleh suatu gram bahan bakar terseburdengan meningkatnya temperature 1 gr air dari 3,5 ºC - 4,5 ºC, dengan satuan kalori. Dengan kata lain nilai kalor adalah besarnya panas yang diperoleh dari pembakaran suatu jumlah tertentu bahan bakar. Semakin tinggi berat jenis bahan bakar, maka semakin tinggi nilai kalor yang diperolehnya.

Gambar

Gambar 1. Pembakaran yang sempurna, yang baik dan tidak sempurna  (Biro Efisiensi Energi, 2004)

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan masalah itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) langkah-langkah yang ditempuh dalam penerapan pembelajaran kooperatif teknik keliling kelompok dengan

Jika pasangan anda tidak terkena infeksi ini tapi anda terinfeksi maka biasanya gejala akan muncul antara dua hingga empat minggu setelah kontak seksual dengan orang yang terinfeksi

Maka kesimpulan yang didapat adalah aplikasi dapat memberikan solusi untuk memudahkan tamu mulai dalam melakukan reservasi kamar maupun ruangan, proses pmbayaran,

Dengan melihat dinamika dari beberapa hal tersebut dan mencocokkannya dengan perencanaan sumber daya manusia yang sudah tersusun maka akan diketahui jabatan apa saja yang sedang

Penelitian ini membuktikan hasil yang sama dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh oleh (The Ninh Nguyen, Thi Thu Hoai Phan, dan Phuong Anh

Hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa penerapan aplikasi SIPADES sebagai tools dalam melakukan pengelolaan aset desa terbukti cukup baik dengan diperolehnya nilai R-

Berdasarkan tabel 6 hasil uji Mann Whitney menunjukan significancy 0,007 (p = 0,007) dengan perbedaan rerata 3397,78 ml karena nilai p < 0,05 maka dapat diambil

dikembangkan dengan isi materi ajar berbasis potensi lokal di jenjang SMP memperoleh kategori baik dan layak untuk dijadikan sebagai tambahan materi ajar yang