• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Budaya atau kebudayaan merupakan identitas suatu bangsa. Identitas ini yang membedakan kebiasaan, sifat, dan karya-karya seni yang dihasilkan. Indonesia memiliki berbagai macam kesenian budaya yang harus kita lestarikan, salah satunya adalah seni musik. Kesenian musik menjadi bagian budaya dari sendi kehidupan yang tak terpisahkan dalam masyarakat, baik di dunia umum ataupun di negeri kita. Ditanah air Indonesia, kesenian telah menempati tempat tersendiri sebagai salah satu bidang yang di akui dalam masyarakat salah satunya yaitu kesenian musik keroncong.

Kesenian musik keroncong yang ada di Indonesia merupakan suatu corak musik populer yang berasal dari para pekerja Portugis dimasa lalu yang dibebaskan dan lantas berpihak pada Belanda untuk semua kepentingan, baik politik, spiritual maupun budaya. Musik keroncong merupakan salah satu genre musik yang berkembang di Indonesia. Dalam perkembangannya musik keroncong telah berkembang di Indonesia, dan khususnya berkembang di Semarang. Ciri khas musik keroncong gaya Semarangan ini dapat terdengar dari pemain cellonya yang berbeda dengan gaya di Solo, Yogyakarta dan Surabaya.

Sebagai sebuah genre musik, keroncong memiliki ciri kekhasan dalam banyak hal. Mulai dari alat musik keroncong yang memiliki keunikan berbeda dibanding dengan alat-alat musik band yang berkembang di kalangan muda. Cara memainkan alat-alat musik tersebut juga memiliki karakteristik permainan yang khas. Pembawaan vokal juga memiliki corak tersendiri yang berbeda dengan vokal musik popular. Bila dilihat secara detail kekhasan yang ada pada musik keroncong akan tampak sangat banyak. Namun secara menyeluruh kekhasan musik keroncong bisa dikelompokkan dalam beberapa segi, yaitu tampak pada

(2)

bentuk, harmoni, ritme, jenis alat musik yang digunakan, dan pembawaan. Lagu-lagu keroncong di telinga kalangan muda memang terasa asing dan aneh. Penyajian vokal yang dibawakan oleh para penyanyi keroncong memberi kesan lamban dan melankolis. Lamban karena memang lagu keroncong sebagian besar menggunakan tanda tempo andante yang berarti lambat. Pembawaan melodi dan syairnya atau vokal bersifat improvisatoris, bercengkok dan gregel, juga secara portamento, sedangkan ritme sering tidak tepat pada pukulan yang seharusnya. Jadi agak ditunda sedikit, yang dalam istilah keroncong disebut “menggantung matt”, atau istilah lain dalam bahasa Jawa disebut “nggandhul”. Pembawaan vokal yang demikian memberi kesan tidak tegas dan semau-maunya. Hal ini bertentangan dengan karakteristik jiwa muda yang serba menghentak, tegas, cepat, dan gemerlap. (http://www.kompasiana.com/zazongko.puji/mengapa-musik-keroncong-tidak-diminati-kalangan-muda_55188aefa33311b207b66366/, diakses tanggal 27 April 2016 jam 19.25 WIB)

Dari segi lagu-lagu yang dibawakan rupanya lagu-lagu dari musik keroncong lamban dalam pertambahan referensinya, sehingga yang muncul dalam setiap kali penampilan lagu-lagunya cenderung itu-itu saja atau monoton. Dilihat dari bentuk lagunya, lagu-lagu keroncong memiliki beberapa bentuk yang sudah tetap atau baku. Bentuk-bentuk itu adalah: keroncong asli, langgam keroncong, stambul I, stambul II. Lagu dan musik keroncong itu monoton bahkan cenderung kurang bisa berkembang, sehingga banyak anak muda yang kurang tertarik dengan musik bergenre keroncong.

Usaha untuk mempertahankan eksistensi keroncong terus dilakukan melalui berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menggabungkan musik keroncong dengan jenis musik rock. Musik rock adalah genre musik populer yang memiliki bunyi khas yang biasanya didominasi oleh vokal, gitar, drum, dan bass. Musik rock biasanya mempunyai beat yang kuat dan didominasi oleh gitar, baik elektrik maupun akustik. Hal tersebut dilakukan untuk menarik minat pendengar dan peminat musik, sehingga keroncong semakin diperkarya untuk persatuannya dengan jenis musik lainnya. Demikianlah yang dilakukan oleh grup music “Congrock 17” yang di pelopori oleh Hary Djoko. Ia dan kelompoknya

(3)

mempertahankan irama keroncong sebagai spirit dari lagu dan menyatukan irama rock dalam lagu tersebut. Irama keroncong tetap menjadi dominan dalam lagu. Pengolahan irama keroncong dengan irama rock diolah dengan menggunakan sistem kombinasi dan juga penyatuan dari irama musik rock. Berbagai cara untuk bisa masuk ke segmen anak muda sudah dilakukan. Kelompok musik ini menginginkan agar setiap orang yang mendengarkan keroncong, terutama bagi anak-anak muda agar mereka nantinya dapat mendengarkan keroncong seperti layaknya mereka mendengarkan musik dari band-band yang biasa mereka dengar, sehingga tidak seperti lagu-lagu keroncong yang biasa mereka dengar. Keunikan yang dilakukan oleh Congrock 17 terletak pada penyatuan irama keroncong dengan irama musik rock. Penyatuan ini bukan merupakan hal mudah untuk dilakukan, karena irama musik yang satu dengan irama musik yang lain mempunyai bangunan unsur-unsur musik yang berbeda. Penyatuan pola irama keroncong dan irama rock membentuk suatu pola irama yang merupakan ciri khas Congrock 17.

Grup musik ini mengolah unsur-unsur musik yang berbeda itu menjadi satu spirit keroncong yang dominan dengan tidak menghilangkan spirit irama musik rock, sehingga merupakan suatu pekerjaan unik yang di aransemen grup ini. Bagi pemusik yang sudah memahami alurnya, mengiringi lagu-lagu keroncong sebenarnya tidaklah susah, sebab cukup menyesuaikan pola yang berlaku. Faktor keunikan yang menjadi ciri khas Congrock 17 ini yang membuat penulis tertarik untuk mengangkat kreativitas bagaimana grup musik ini dapat menyatukan irama musik keroncong dengan irama musik rock. Keroncong memang bukan music popular, tetapi bagaimana kita semua dapat menjadikan keroncong sejajar dengan music popular lainnya, dan dapat diterima di masyarakat itu merupakan suatu bentuk perhatian kita untuk memperhatikan eksistensi musik tradisional dan budaya Indonesia.Oleh karena itu, penulis berniat untuk membuat karya feature yang di visualisasikan dengan media televisi yang nantinya dapat membuat ketertarikan penonton yang melihat terutama bagi anak muda.

(4)

Televisi adalah media pandang sekaligus media pendengar (audio-visual), yang dimana orang tidak hanya memandang gambar yang ditayangkan televisi, tetapi sekaligus mendengar atau mencerna narasi dari gambar tersebut. (Adi Badjuri, 2010)

Dari penjelasan di atas penulis berniat untuk membuat sebuah karya menjadi sebuah komponen yang menarik, mudah dipahami, dan memberi pemahaman baru dengan kemasan yang menarik bagi pemirsa. Penulis memutuskan untuk mengemas karyanya dalam format Feature yang berjudul “4.30” EPISODECONGROCK 17.

Feature ini akan mengulas lebih dalam mengenai budaya kesenian musik keroncong yang di padukan dengan musik rock. Selain itu program berformat feature merupakan salah satu cara untuk menghadapi persaingan televisi, karena feature dianggap mampu menjadi counter program yang dapat menyuguhkan kegiatan manusia sehari-hari pada umumnya yang membutuhkan interaksi, reaksi, dan pengetahuan.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Banyak masyarakat yang kurang tertarik dengan musik keroncongBerdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana cara mengemas sebuah feature yang menarik tentang grup musik keroncong Congrock 17 agar dapat menarik selera masyarakat ?

2. Bagaimana menjelaskan dan mengupas tuntas kiprah grup musik Congrock 17 dan pesan yang terkandung di dalamnya dengan format feature?

3. Bagaimana teknik penulisan dan membuat keterampilan naskah dalam format feature, agar informasi dapat disampaikan?

1.3 TUJUAN

Pemecahan dari semua masalah di atas itu bertujuan :

1. Menciptakan sebuah karya seni audio visual feature tentang perpaduan musik keroncong dan rock dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat 2. Menjelaskan dan mengupas tuntas grup musik keroncong Congrock 17 dan

(5)

3. Membuat naskah yang baik sehingga dapat menjadi panduan saat memproduksi sebuah karya feature

1.4 BATASAN MASALAH

Penulis memfokuskan masalah penelitian yang berkaitan dengan pembuatan feature Congrock 17, yaitu :

Penulis menitik beratkan pada anak muda dan masyarakat yang diharapkan mampu mengerti, menerima serta mengenal tentang kesenian musik yang ada di Indonesia karena itu merupakan kekayaan budaya Indonesia yang harus tetap di jaga dan di lestarikan.

Penulis menitik beratkan job description selaku penulis naskah dalam program feature, sebagai kompetensi pilihan yang dikuatkan dalam berkarya. Pemilihan kompetensi ini dirasa sesuai, karena untuk menghasilkan sebuah karya feature yang baik dibutuhkan keterampilan dan kejelian saat menulis naskah serta melakukan riset detail dalam melakukan penggalian data dan mencari referensi sebanyak-banyaknya mengenai perpaduan music keroncong dan music rock 1.5 MANFAAT

a. Manfaat Akademis

1. Sebagai dokumen dan arsip dalam bentuk karya audio visual

2. Sebagai referensi untuk pembelajaran mahasiswa di Universitas Dian Nuswantoro Semarang

3. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu dan kualitas belajar di Universitas Dian Nuswantoro Semarang

b. Manfaat Praktis

1. Menambah keterampilan dalam pembuatan feature

2. Sebagai sarana kepedulian penulis terhadap budaya dan kesenian musik yaitu musik keroncong yang dipadukan dengan rock khususnya dikalangan anak muda di Semarang

3. Bukti bahwa penulis mampu mengaplikasikan ide kreatif menjadi sebuah karya feature yang baik

(6)

c. Manfaat Sosial

1. Sebagai sarana media pembelajaran bagi masyarakat yang melihat feature ini

2. Sebagai sarana media informasi tentang seni musik keroncong yang dipadukan dengan musik rock

3. Sebagai tontonan yang tidak hanya menghibur melainkan dapat memberi pengetahuan, inspirasi, dan motivasi terhadap orang yang melihatnya. 1.6 METODE PENGUMPULAN DATA

1.6.1. Metode-Metode Yang Digunakan :

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun penulisan ini serta dalam memperoleh data ditempuh dengan jalan :

a. Studi Lapangan (Field Research)

Yaitu penelitian yang langsung dilakukan pada obyeknya, dimana dalam hal ini penulisan melakukan dengan :

1. Mengumpulkan data dengan mewawancarai secara langsung narasumber yang berkompeten dan mengetahui tentang kesenian musik keroncong yang dipadukan dengan musik rock khususnya yaitu personil Congrock 17

2. Observasi, mengikuti dan mengamati proses jalannya produksi dengan personil grup musik Congrock 17

3. Dokumentasi, dalam proses pencarian data (riset) penulis menggunakan alat perekam (Tescamp), kamera DSLR, Kamera sebagai sumber data yang nantinya dapat memudahkan penulis untuk mentranskrip hasil-hasil wawancara

b. Studi Kepustakaan (Library Research)

Yaitu suatu penelitian dan pengumpulan data dengan cara dokumentasi mempelajari dan membaca buku serta literature-literature yang ada kaitanya dengan obyek penulisan. Disini penulis mencari referensi melalui buku, surat kabar, foto, sumber internet mengenai kesenian musik keroncong yang dipadukan dengan music rock yaitu Congrock 17. Bagaimana mengemas sebuah feature agar menarik, dan

(7)

penulisan naskah, agar nantinya informasi yang ingin disampaikan dapat di terima baik oleh masyarakat.

1.6.2. Pemilihan Narasumber

Narasumber yang dipilih adalah orang-orang yang berkompeten dan mengerti kesenian musik keroncong khususnya Congrock 17 diantaranya :

1. Hary Djoko, selaku pelopor pendiri Congrock 17 2. Marko Manardi, selaku ketua Congrock 17 3. Grup musik Congrock 17

1.6.3. Pemilihan Lokasi

Lokasi yang dipilih dalam pencarian data pencarian data, ada beberapa tempat yaitu :

1. Di rumah Hary Djoko

2. Di studio latihan Congrock 17 3. Di Taman Budaya Raden Saleh 4. GOR Jati Diri

5. Kota Lama Semarang 6. Mukti Café Semarang 7. Rumah Mas Adit

Referensi

Dokumen terkait

Lafazh yg menunjuk kepada cacat perawy yg sangat dgn menggunakan lafazh2 af’al tafdhil atau ungkapan lain yg mengandung pengertian yg sejenisnya dgn itu.. Menunjuk sifat yang

Jl. Soekarno Hatta KM. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan mengembangkan gagasan dalam karangan eksposisi siswa kelas X MIA 1 MAN 2 Palu. Metode

untuk liabilitas keuangan non-derivatif dengan periode pembayaran yang disepakati Grup. Tabel telah dibuat berdasarkan arus kas yang didiskontokan dari liabilitas

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa presentase jumlah mahasiswa Program Studi BK UNIPA Surabaya yang termasuk prokastinator cukup

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa rekrutmen merupakan proses perekrutan atau penarikan calon pegawai baru dengan persyaratan yang dikeluarkan atau yang

Pada pembuatan tintur dan ekstrak cair , jumlah cairan penyyari yang tesedia lebih besar dibandingkan dengan cairan penyari yang tersedia lebih besar dibandingkan dengan

Berdasarkan penelitian kami, pedagang unggas di Kabupaten Sukoharjo tidak terinfeksi oleh HPAI A (H5N1) karena semua pedagang unggas di pasar tradisional Kabupaten

2 X 45 menit  OHP  Foto- foto  Gam- bar- Gam- bar  Harold Crouch. Militer dan Politik di Indonesia.. Terjadi pergola- kan di daerah b). Ada- nya pergan- tian kabinet 2.