• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN MP-ASI DINI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN MASYARAKAT SUKU MADURA DI DESA SELOWOGO KECAMATAN BUNGATAN KABUPATEN SITUBONDO IMATUL ALIYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERIAN MP-ASI DINI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN MASYARAKAT SUKU MADURA DI DESA SELOWOGO KECAMATAN BUNGATAN KABUPATEN SITUBONDO IMATUL ALIYA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN MP-ASI DINI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN MASYARAKAT SUKU MADURA DI DESA SELOWOGO KECAMATAN

BUNGATAN KABUPATEN SITUBONDO

IMATUL ALIYA 11002251

Subjek : Masyarakat, Madura, MP-ASI dini, Bayi Usia 0-6 Bulan DESCRIPTION

Pemberian MP-ASI juga merupakan suatu proses peralihan dari makanan berbasis cair (susu) ke makanan yang lebih padat dalam bentuk makanan keluarga. Pemberian makanan pendamping ASI di daerah urban rural dimana sudah diberikan sejak bayi berusia dini berupa nasi dan pisang. Di beberapa daerah seperti Madura, beberapa bayi sudah diberi makanan dalam minggu pertama. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan masyarakat madura.

Jenis penelitian deskriptif, variabel penelitian pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan masyarakat madura. Populasi dalam penelitian ini yaitu ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan sebanyak 28. Teknik sampling menggunakan total sampling. Penelitian dilaksanakan di Desa Seluwogo Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo pada Tanggal 28 Mei – 05 Juni 2014. Instrument penelitian menggunakan lembar kuesioner. Teknik pengolahan data menggunakan editing, coding, entry data, cleaning lalu disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden memberikan MP-ASI dini pada bayi usia usia <6 bulan yaitu sebanyak 21 responden (75%).

Ibu yang memberikan MP-ASI dini pada bayinya disebabkan karena kebanyakan lingkungan sekitar yang mayoritas penduduknya adalah suku madura yang terbiasa memberikan makanan-makanan tambahan pada bayi berusia 0-6 bulan

Simpulan dalam penelitian ini sebagian besar masyarakat madura memberikan MP-ASI dini pada bayi usia <6 bulan. Oleh karena itu tenaga kesehatan khususnya bidan diharapkan dapat meningkatkan kualitas derajat kesehatan ibu dan anak terutama dalam pemberian MP-ASI dini kapan seharusnya diberikan dengan cara memberikan penyuluhan atau konseling kepada ibu menyusui.

ABSTRACT

Giving infant supplement (Indonesia term is called with MP-ASI) is also a process of transition from a liquid-based foods (milk) to the more solid food in the family meals. Giving infant supplements in the urban rural that has been given to early aged baby consist of rice and bananas. In some regions such as Madura, some babies have been fed in the first week. The purpose of this study is to know the of MP-ASI to baby aged 0-6 months in the Madurese community.

(2)

The type of this study is descriptive, the variable is the giving of MP-ASI to baby aged 0-6 months in the Madurese Community. The population in this study is mothers with infants aged 0-6 months amount 28 mother. The technique uses total sampling. It had been conducted in Desa Seluwogo, Bungatan Situbondo on May 28th-June 5th 2014. The instrument uses questionnaire. Processed use editing, coding, data entry, cleaning and are presented with a frequency distribution table.

Based on the results of the study showed that most respondents give infant supplement early to infants aged <6 months as many as 21 respondents (75%).

Mothers who give MP-ASI to theirs are caused with the most majority of neighborhood are Madurese ethnic that have habitual in giving early supplement early to infants aged 0-6 months.

The conclusions in this study are the majority of Madurese Community give infant supplement early to infants aged <6 months. Therefore, health professionals, especially midwives are expected to improve the quality of healthy mothers and children, especially for correct the time of MP-ASI giving by using counseling or health education to breastfeeding mother.

Keywords : MP-ASI, Infants, Madurese Contributor : 1. Eka Diah K, M.Kes

2. dr. Rahmi Syarifatun Abidah Date : 17 Juni 2014

Type Material : Laporan Penelitian Permanen Link :

Right : Open Document

Summary :

LATAR BELAKANG

Dalam rangka mempertahankan kekuatan ekonomi keluarga banyak ibu terutama yang tinggal di daerah urban / rural bekerja membantu suami mencari nafkah. Sehingga mereka mengalami kesulitan untuk menyusui bayinya, dan lebih memilih memberikan PASI atau susu formula meskipun ASI tetap diberikan. Pada kondisi yang lain agar bayi tidak lapar dan menangis mereka memberikan makanan padat pada bulan pertama kelahiran, seperti pisang, nasi yang dihaluskan, bubur tepung, campuran nasi pisang dan sebagainya (Rohmani, 2010). Ketidaktahuan cara pemberian makanan bayi dan anak yang benar dan tepat serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak usia 0-24 bulan (Rochimiwati, 2013).

Pemberian makanan pendamping ASI di daerah urban rural dimana sudah diberikan sejak bayi berusia dini berupa nasi dan pisang. Di beberapa daerah seperti Madura, beberapa bayi sudah diberi makanan dalam minggu pertama (Rohmani, 2010). Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (susenas) (2010) terdapat banyak ibu yang memberikan makanan terlalu dini kepada bayinya, yaitu 32% ibu yang memebrikan makanan tambahan kepada bayi yang berumur 2-3 bulan, seperti bubur, nasi, dan pisang, sedangkan 69% adalah pada bayi usia 4-5 bulan (Depkes RI, 2010). Data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur menyebutkan selama tahun 2010 dari total. 11.010 bayi yang diperiksa terdapat

(3)

10.071 bayi sudah diberi makanan pendamping ASI sebelum berusia 6 bulan (Dinkes Jatim, 2010). Penelitian Verwawaty (2010) di Desa Madandan Kecamatan Rantetayo Kabupaten Tana Toraja terdapat 19 anak (54,3%) yang mendapatkan MP-ASI kurang dari 6 bulan sedangkan status gizi bayi yang dihitung dengan Z-Score menggunakan indeks BB/U, sebanyak 29 anak (82,9%) berstatus gizi baik dan sebanyak 66 anak (17,1%) berstatus gizi kurang (Hikmawati, 2013). Data Kabupaten Situbondo tahun 2010 Jumlah Bayi yang diberi ASI Eksklusif sebesar 41,85% dari seluruh jumlah bayi sebesar 9.945 bayi sedangkan target cakupan pemberian ASI tahun 2010 sebesar 60% (Dinkes Kab. Situbondo, 2010). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan di Desa Selowogo Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo pada tanggal 10 Mei 2014 dengan menggunakan metode wawancara dari 10 ibu didapatkan 7 ibu memberikan MP-ASI pada bayi usia 4 bulan dan 3 ibu memberikan MP-ASI pada bayi usia 6 bulan.

Tingginya pemberian MP-ASI yang terlalu dini dikarenakan rendahnya pengetahuan serta dorongan sikap dan motivasi ibu tentang ASI Eksklusif dan MP-ASI serta dipengaruhi oleh faktor sosial budaya dalam keluarga dan masyarakat (Suparyanto, 2010). Ibu memegang peranan penting dalam pemberian MP-ASI yang tepat. Banyaknya para ibu yang memberikan MP-ASI kurang dari 6 bulan pada bayi saat ini dapat menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan bayi seperti bayi menjadi mudah terkena penyakit pada saluran pencenaan seperti diare. Hal ini terjadi karena ibu kurang mengetahui tentang pemberian makanan pendamping ASI yang benar, disamping itu status pekerjaan ibu menjadi alasan ibu memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini karena kurang mempunyai waktu untuk anaknya, dan juga status sosial ekonomi keluarga mempengaruhi ibu memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini dilihat dari daya beli terhadap makanan pendamping ASI yaitu jika semakin baik perekonomian keluarga maka daya beli akan makanan tambahan juga mudah (Kristianto, 2013).

Sosial budaya juga sangat berperan dalam proses terjadinya masalah pemberian MP-ASI, budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan untuk memberikan MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan dengan alasan bayi tidak akan kenyang dengan diberikan ASI saja. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya yaitu pantangan, takhayul dan termasuk budaya dalam pemberian makanan pendamping bagi bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dengan memberikan nasi ataupun pisang yang seharusnya tidak dibenarkan karena bayi berusia kurang dari 6 kemampuan pencernaan bayi masih terbatas (Suparyanto, 2010).

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif, yakni suatu penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat (Notoatmodjo, 2010). Rancangan atau desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian survei, yaitu suatu penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan pemberian MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan di masyarakat suku madura. Variabel dalam penelitian ini adalah Pemberian MP-ASI Dini Pada

(4)

Bayi Usia 0-6 Bulan di masyarakat suku madura. Populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat suku madura di Desa Selowogo Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan sebanyak 28 responden. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat suku madura di Desa Selowogo Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan. Sampling merupakan proses menyeleksi porsi populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probability sampling dengan teknik sampling jenuh yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil semua anggota populasi menjadi sampel (Hidayat, 2007). Instrumen Penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam atau sosial yang diamati (Nursalam, 2008). Instrumen penelitian ini adalah menggunakan lembar kuesioner.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responen berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 15 responden (53,6%), kurang dari setengah responden berpendidikan SD yaitu sebanyak 12 responden (42,9%), hampir seluruhnya responden tidak bekerja yaitu sebanyak 24 responden (85,7%), sebagian besar responden mendapatkan sumber informasi dari orang tua / teman yaitu sebanyak 21 responden (75%), sebagian besar responden memiliki bayi berusia 4-5 bulan yaitu sebanyak 11 responden (39,4%), sebagian besar responden sudah memberikan pisang pada bayi usia <6 bulan yaitu sebanyak 16 responden (57,1%). Seluruhnya responden memberikan makanan yang dihaluskan yaitu sebanyak 28 responden (100%), setengahnya responden memberikan makanan dengan frekuensi makan 2x/hari pada bayi yaitu sebanyak 14 responden (50%), kurang dari setengah responden sudah memberikan makanan tambahan pada bayi usia <6 bulan selama > 1 bulan yaitu sebanyak 13 responden (28,6%) dan sebagian besar responden memberikan MP-ASI dini pada bayi usia usia <6 bulan yaitu sebanyak 21 responden (75%).

Makanan pendamping ASI merupakan makanan yang diberikan pada anak usia 6-24 bulan. Peranan makanan tambahan sama sekali bukan untuk menggantikan ASI melainkan untuk melengkapi ASI. Makanan pendamping ASI harus tetap diberikan kepada anak, paling tidak sampai usia 24 bulan (Suparyanto, 2010). Pemberian MP-ASI dini dilakukan kebanyakan orang tua dengan berbagai alasan, diantaranya yang paling sering adalah bayi masih lapar meskipun sudah diberi ASI dan tampak terus rewel, hal ini juga dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya ibu yang sudah mempunyai anak pertama, meskipun bayi pertama diberikan MP-ASI dini bayinya tampak sehat dan tidak mengalami gangguan apapun, sehingga untuk bayi yang sekarang ini ibu tidak khawatir untuk memberikan MP-ASI dini. Salah satu faktor penyebab ibu memberikan MP-ASI dini pada bayi yaitu lingkungan masyarakat yang memiliki budaya memberikan MPASI secara dini dengan anggapan bayi mereka akan lebih sehat dan gemuk, kurangnya perhatian dari petugas kesehatan yang tetap membiarkan perilaku pemberian MP-ASI dini juga sangat mempengaruhi masyarakat, sehingga mereka beranggapan hal ini biasa saja atau mungkin diperbolehkan (Kumala, 2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden memberikan MP-ASI pada bayinya. Hal ini disebabkan karena kebanyakan

(5)

lingkungan sekitar yang mayoritas penduduknya adalah suku madura yang terbiasa memberikan makanan-makanan tambahan pada bayi berusia 0-6 bulan, disamping itu kurangnya pengetahuan ibu tentang kapan MP-ASI diberikan pada bayi memberikan respon positif terhadap pemberian MP-ASI dini pada bayinya. Hal ini dibuktikan bahwa kebanyakan responden sudah memberikan makanan tambahan seperti buah pisang dengan frekuensi makan 2x/hari. Hal tersebut dilakukan kurang dari setengah ibu selama 1 bulan. Ibu yang memberikan MP-ASI dini pada bayi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni usia, pendidikan, pekerjaan dan informasi tentang MP-ASI.

Berdasarkan jenis makanan didapatkan bahwa sebagian besar responden sudah memberikan pisang pada bayi usia <6 bulan dengan frekuensi makan 2x/hari dan lama makan selama >1 bulan yaitu sebanyak 16 responden (57,1%) dan berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa kurang dari setengah responden berusia 4-5 bulan sudah diberikan pisang dengan frekuensi makan 2x/hari dengan lama makan >1 bulan dan bentuk makanan dihaluskan yaitu sebanyak 9 responden (32,1%).

Pisang merupakan sumber nutrisi yang sangat baik untuk bayi walaupun kadang kita menganggapnya sebagai makanan murahan, buah pisang merupakan makanan bayi yang lebih baik dari buah lainnya. Pisang yang sering disebut salah satu makanan alami yang sempurna karena pisang mengandung banyak nutrisi yang dibutuhkan bayi untuk terus berkembang. Salah satu komponen gizi yang paling penting di dalam pisang adalah mengandung potasium dan serat. Pisang juga tinggi vitamin B6, Vitamin C dan Vitamin B2. Pisang juga juga menandung antioksidan alami. Pisang membantu melindungi terhadap sakit maag dan kerusakan usus. Pisang juga membantu usus dengan memproduksi lapisan berlendir dan sangat sangat mudah dicerna oleh tubuh. Pisang dapat diperkenalkan kepada bayi Anda sejak berusia 4 bulan, tetapi usia bayi 6 bulan adalah yang lebih baik (Yuli, 2014)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi berusia 4-5 bulan sudah diberikan makanan pisang yang dihaluskan oleh ibu. Hal ini disebabkan kemungkinan karena sosial budaya ibu yang menganut pada kebiasaan orang tua zaman dulu yang rentan terhadap pemberian makanan padat pada bayi <6 bulan meskipun telah direkomendasikan bahwa pisang dapat diberikan pada bayi usia 4-6 bulan namun perlu diingat bahwa pemberian makanan pendamping atau makanan padat pertama lebih baik diberikan pada bayi ketika bayi berusia 6 bulan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responen berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 15 responden (53,6%) dan berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa kurang dari setengah responden berumur 20-35 tahun memberikan MP-ASI yaitu sebanyak 8 responden (28,6).

Umur ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI dini pada bayi. Umur adalah lama hidup individu terhitung saat mulai dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa (Suparyanto, 2010).

(6)

berusia 20-35 tahun, dimana ibu yang berusia 20-35 tahun tergolong dalam usia matang dan cukup untuk mendapatkan informasi serta menerima saran yang diberikan oleh orang yang dipercayai khususnya dalam memberikan MP-ASI pada bayi. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang berusia 20-35 tahun memberikan MP-ASI secara dini pada bayinya, hal ini disebabkan karena sosial budaya ibu yang mayoritas lingkungannya merupakan suku madura yang terbiasa dalam memberikan makanan tambahan ketika bayi masih berusia <6 bulan, disamping itu kemungkinan informasi yang keliru yang tentang MP-ASI yang menyebabkan ibu cenderung memberikan MP-ASI pada bayinya ketika bayi berusia <6 bulan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kurang dari setengah responden berpendidikan SD yaitu sebanyak 12 responden (42,9%) dan berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa kurang dari setengah responden berpendidikan SD memberikan MP-ASI dini pada bayi yaitu sebanyak 12 responden (42,9%).

Tingkat pendidikan yang rendah akan susah mencerna pesan atau informasi yang disampaikan. Pendidikan diperoleh melalui proses belajar yang khusus diselenggarakan dalam waktu tertentu, tempat tertentu dan kurikulum tertentu, namun dapat diperoleh dari bimbingan yang diselenggarakan sewaktu-waktu dengan maksud mempertinggi kemampuana tau keterampilan khusus. Dalam garis besar ada tiga tingkatan pendidikan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan tinggi. Masing-masing tingkat pendidikan tersebut memberikan tingkat pengetahuan tertentu yang sesuai dengan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang didperoleh diperoleh semakin tinggi pula pengetahuan tentang pemberian MP-ASI yang tepat (Suparyanto, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu berpendidikan dasar (SD). Pendidikan erat kaitannya dengan pengetahuan ibu tentang MP-ASI baik yang ditempuh dari pendidikan formal atau pun pendidikan non formal. Ibu yang berpendidikan dasar / rendah tergolong kurang dalam mendapatkan informasi khususnya tentang MP-ASI serta ibu sulit untuk mencerna pesan atau informasi khususnya dalam pemberian MP-ASI pada bayi, hal tersebut berbeda bila dibandingkan dengan ibu yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi dimana ibu lebih banyak menerima informasi tentang kesehatan serta ibu lebih dapat menimbang baik dan buruknya dalam memberikan MP-ASI pada bayi usia <6 bulan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa hampir seluruhnya responden tidak bekerja yaitu sebanyak 24 responden (85,7%) dan berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa sebagian besar ibu tidak bekerja memberikan MP-ASI dini pada bayi yaitu sebanyak 20 responden (71,4%).

Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu bagi ibu-ibu yang mempunyai pengaruh terhadpa kehidupan keluarga. Seorang yang memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan yang dianggap penting dan memerlukan perhatian dengan adanya pekerjaan. Masyarakat yang sibuk akan memiliki waktu yang sedikit untuk memperoleh informasi, sehingga tingkat pendidikan yang mereka peroleh juga berkurang, sehingga tidak ada waktu untuk memberikan ASI pada bayinya dan cenderung memberikan MP-ASI pada bayi (Suparyanto, 2010). Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan Novina, bekerja umumnya merupakan kegiatan yang

(7)

menyita waktu sehingga bagi ibu-ibu yang bekerja akan mempunyai pengaruh keluarga. Semakin banyak waktu yang tersita untuk melakukan pekerjaan maka semakin besar kesempatan untuk memberikan MP-ASI (Novina, 2012).

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tidak bekerja memberikan MP-ASI dini pada bayinya, hal tersebut disebabkan karena faktor budaya ibu, dimana kebanyakan ibu yang memberikan MP-ASI secara dini dipengaruhi oleh orang tua atau tetangga yang memiliki kebiasaan dalam memberikan MP-ASI secara dini, di sisi lain ibu yang tidak bekerja seharusnya memiliki waktu luang yang cukup banyak dalam memberikan ASI namun hasil penelitian membuktikan bahwa ibu yang tidak bekerja memberikan MP-ASI dini pada bayinya dimana hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan atau informasi ibu tentang dampak memberikan MP-ASI dini sehingga ibu beranggapan bahwa bayi tidak akan merasa kenyang dengan hanya diberikan ASI saja.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden mendapatkan sumber informasi dari orang tua / teman yaitu sebanyak 21 responden (75%) dan berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa sebagian besar responden mendapatkan informasi tentang MP-ASI dari orang tua yaitu sebanyak 21 responden (75%).

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut (Erfandi, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua / teman memberikan pengaruh kepada ibu untuk memberikan makanan tambahan pada bayi ketika bayi usia <6 bulan, hal ini disebabkan sosial budaya masyarakat yang kebanyakan berasal dari suku madura dengan tingkat pendidikan yang rendah, sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang dampak memberikan MP-ASI secara dini sehingga hal tersebut menyebabkan ibu beranggapan bahwa memberikan MP-ASI pada bayi usia <6 bulan bukan merupakan hal yang dapat menimbulkan resiko pada bayinya.

(8)

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Desa Selowogo Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo didapatkan bahwa sebagian besar responden memberikan MP-ASI dini pada bayi usia usia <6 bulan yaitu sebanyak 21 responden (75%).

REKOMENDASI

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengadakan menelti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI dini pada bayi diantaranya motivasi dan dukungan keluarga.

2. Bagi Responden

Ibu menyusui diharapkan lebih aktif untuk mencari informasi tentang kapan seharusnya memberikan MP-ASI pada bayinya. Ibu menyusui dapat lebih aktif dalam kegiatan posyandu atau pun hadir dalam penyuluhan-penyuluhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan khususnya tentang ASI ataupun MP-ASI. Disamping hal tersebut ibu diharapkan tidak memberikan MP-ASI secara dini pada bayi usia <6 bulan karena pemberian MP-ASI pada bayi usia <6 bulan dapat menimbulkan berbagai penyakit yang salah satunya adalah diare.

3. Bagi Pelayanan

Diharapkan pelayanan kesehatan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan.

4. Bagi Institusi

Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah referensi kepustakaan sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan.

5. Bagi Profesi Bidan

Profesi kebidanan diharapkan dapat meningkatkan kualitas derajat kesehatan ibu dan anak terutama dalam pemberian MP-ASI dini kapan seharusnya diberikan dengan cara memberikan penyuluhan atau konseling kepada ibu menyusui, penyuluhan atau konseling dapat dilakukan ketika ibu melakukan kunjungan, penyebaran leaflet ataupun kegiatan posyandu. Hal ini dilakukan pada umumnya untuk meningkatkan pengetahuan ibu khususnya tentang waktu pemberian MP-ASI sehingga ibu tidak melakukan pemberian MP-ASI dini pada bayi ketika usia <6 bulan.

Correspondensi : E-Mail : aliya_mafa@yahoo.co.id

Alamat : Kp. Krajan RT. 002 RW. 005 Selowogo- Bungatan Situbondo

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat menunjukkan bahwa air rendaman jerami berpengaruh terhadap jumlah telur nyamuk Aedes sp yang terperangkap pada ovitrap, ini disebabkan karena jerami

Sedangkan hasil analisis masalah ketiga menunjukkan dimensi kualitas jasa yang paling dianggap penting oleh konsumen Flamboyan Internet adalah dimensi keandalan (reliability)... vii

Disain model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan, hendaknya disusun secara komprehensif yang memuat berbagai komponen seperti topik proyek yang

Rancangan percobaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan pola 4 x 4 dan menggunakan 2 faktor yaitu faktor perbedaan

1. Pemberian pupuk hijau cair dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, luas daun, berat akar dan produksi bahan kering. Pemberian pupuk hijau cair daun eceng gondok

Sesuai dengan analisa data yang kami dapatkan dapat diambil kesimpulan bahwa tata guna lahan di persimpangan Jalan Telaga Asih dan Jalan Imam Bonjol memiliki tata

Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sebagai salah satu syarat penyelesaian Program

Dalam konteks ini, ajaran Islam menganjurkan sikap perlu berhati-hati dan menilai sesuatu mesej atau maklumat dengan cermat kerana dibimbangi akan membawa pengaruh yang buruk