BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pasar Modal
Pada dasarnya pasar modal adalah suatu jaringan yang kompleks dari
individu, lembaga, dan pasar yang timbul sebagai upaya dalam mempertemukan
mereka yang memiliki uang (dana) untuk melakukan pertukaran efek dan surat
berharga. Instrumen-instrumen efek dan surat berharga yang diperjualbelikan di
pasar modal antara lain saham, obligasi, dan berbagai produk derivatif lainnya
seperti opsi, warrant, right, dan reksadana.
Pasar modal menjadi salah satu sumber kemajuan ekonomi karena dapat
menjadi sumber dan alternatif bagi perusahaan disamping bank. Pasar modal
merupakan alternatif pembiayaan untuk mendapatkan modal dengan biaya yang
relatif murah dan juga tempat untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang.
Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasar
modal yaitu sebagai suatu kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum
dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.” Menurut
Brigham & Houston (2010), pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk
utang jangka menengah dan jangka panjang serta saham perseroan.
Menurut Martalena & Malinda (2011), pasar modal (capital market)
merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa
instrument derivatif maupun instrument lainnya. Pasar modal merupakan
sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya
pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian,
pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual -beli dan
kegiatan terkait lainnya.
Menurut Syahyunan (2015), pasar modal memiliki peran besar bagi
perekonomian suatu negara, karena pasar modal menjalankan dua fungsi
sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan keuangan. Melalui fungsi ekonomi, pasar
modal menyediakan tempat atau fasilitas yang mempertemukan dua pihak,
yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang
memerlukan dana (emiten). Melalui Pasar modal, maka pihak emiten dapat
memperoleh sejumlah dana dari investor dan investor mengharapkan adanya
imbal hasil (return). Emiten dapat memanfaatkan dana yang didapat tersebut
untuk keperluan operasi maupun investasi perusahaan tanpa harus menunggu
tersedianya dana dari operasi perusahaan. Melalui fungsi keuangan, pasar
modal memberikan kesempatan untuk memperoleh return bagi investor, sesuai
dengan investasi yang dipilih.
Menurut Tandelilin (2010), pasar modal adalah pertemuan antara pihak
yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan
cara memperjualbelikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal juga bisa
diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya
memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi. Sedangkan
Menurut Rusdin (2008), secara umum, fungsi pasar modal adalah
1. Sebagai sarana penambah modal bagi usaha
Perusahaan dapat memperoleh dana dengan cara menjual saham ke pasar
modal. Saham-saham ini akan dibeli oleh masyarakat umum,
perusahaan-perusahaan lain, lembaga, atau oleh pemerintah.
2. Sebagai sarana pemerataan pendapatan
Setelah jangka waktu tertentu, saham-saham yang telah dibeli akan
memberikan deviden (bagian dari keuntungan perusahaan) kepada para
pembelinya (pemiliknya). Oleh karena itu, penjualan saham melalui pasar
modal dapat dianggap sebagai sarana pemerataan pendapatan.
3. Sebagai sarana peningkatan kapasitas produksi
Dengan adanya tambahan modal yang diperoleh dari pasar modal, maka
produktivitas perusahaan akan meningkat.
4. Sebagai sarana penciptaan tenaga kerja
Keberadaan pasar modal dapat mendorong muncul dan berkembangnya
industri lain yang berdampak pada terciptanya lapangan kerja baru.
5. Sebagai sarana peningkatan pendapatan Negara
Setiap deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham akan dikenakan
pajak oleh pemerintah. Adanya tambahan pemasukan melalui pajak ini akan
meningkatkan pendapatan negara.
6. Sebagai indikator perekonomian Negara
Aktivitas dan volume penjualan/pembelian di pasar modal yang semakin
perusahaan berjalan dengan baik. Begitu pula sebaliknya.
2.1.2 Saham
Saham adalah satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai instrumen
finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan. Dengan
menerbitkan saham, memungkinkan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan
pendanaan jangka panjang untuk 'menjual' kepentingan dalam bisnis - saham
(efek ekuitas) - dengan imbalan uang tunai. Ini adalah metode utama untuk
meningkatkan modal bisnis selain menerbitkan obligasi. Saham dijual
melalui pasar primer (primary market) atau pasar sekunder (secondary market).
Menurut Darmadji & Fakhruddin (2011), saham dapat didefinisikan
sebagai tanda atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau
perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa
pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga
tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang
ditanamkan di perusahaan tersebut.
Menurut Syahyunan (2015), saham (stock) merupakan surat berharga yang
menunjukkan kepemilikan seseorang atau badan terhadap suatu perusahaan.
Artinya, jika seseorang membeli saham suatu perusahaan, berarti dia telah
menyertakan modal ke dalam suatu perusahaan tersebut sebanyak jumlah saham
yang dibeli.
Saham merupakan surat berharga yang dikeluarkan perusahaan dalam
rangka menggalang dana dari masyarakat ataupun lembaga keuangan tanpa
perusahaan kepada publik, maka perusahaan dikatakan go public atau telah
menjadi perusahaan publik, yang dalam arti perusahaan tersebut tidak hanya bisa
dimiliki oleh beberapa, namun setiap orang yang mempunyai dana dan membeli
sebagian perusahaan dalam bentuk saham.
Saham dikenal dengan isitilah “high risk high return” yang berarti saham
mampu memberikan imbal hasil yang tinggi, tetapi di sisi lain juga memiliki risiko
kerugian yang tinggi. Saham memungkinkan investor untuk mendapatkan imbalan
hasil atau capital gain yang besar dalam waktu singkat. Namun seiring
berfluktuasinya harga saham, maka saham juga dapat membuat investor mengalami
kerugian besar dalam waktu singkat. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya
permintaan (demand) dan penawaran (supply) atas saham tersebut. Dengan kata lain,
harga saham terbentuk atas permintaan dan penawaran saham.
Menurut Darmadji & Fakhruddin (2011), terdapat beberapa jenis saham:
1. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka saham
terbagi atas:
a. Saham biasa (common stocks), yaitu merupakan saham yang menempatkan
pemiliknya paling junior terhadap pembagian dividen, dan hak atas harta
kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
b. Saham preferen (preferred stocks), merupakan saham yang memiliki
karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa
menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi bisa tidak
mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor.
a. Saham atas unjuk (bearer stocks), artinya pada saham tersebut tidak
tertulis nama pemilinya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor
ke investor lain. Secara hokum, siapa yang memegang saham tersebut,
maka dialah yang diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir
dalam RUPS.
b. Saham atas nama (registered stocks), merupakan saham yang ditulis
dengan jelas siapa nama pemiliknya, di mana cara peralihannya harus
melalui prosedur tertentu.
3. Ditinjau dari kinerja perdagangan, maka saham dapat dikategorikan atas:
a. Saham unggulan (blue-chip stocks), yaitu saham biasa dari suatu perusahaan
yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki
pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen.
b. Saham pendapatan (income stocks), yaitu saham dari suatu emitmen yang
memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen
yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emitmen seperti ini biasanya
mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur
membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan tidak
mementingkan potensi pertumbuhan saham (P/E ratio).
c. Saham pertumbuhan (growth stocks-well known), yaitu saham-saham dari
emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di
industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu, terdapat juga
growth stock (lesser known), yaitu saham dari temiten yang tidak sebagai
berasal dari daerah dan kurang populer di kalangan emiten.
d. Saham spekulatif (speculative stocks), yaitu saham suatu perusahaan yang
tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun,
akan tetapi mempunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa
mendatang, meskipun belum pasti.
e. Saham siklikal (counter cyclical stocks), yaitu saham yang tidak
terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara
umum. Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, di mana
emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari
kemampuan emiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa
resesi. Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat dan
selalu dibutuhkan masyarakat seperti rokok dan barang-barang kebutuhan
sehari-hari (consumer goods).
Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari ,
harga saham mengalami fluktuasi naik maupun turun. Pembentukan harga saham
terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Dengan
kata lain, harga saham terbentuk oleh penawaran (supply) dan permintaan
(demand) atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya
banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan
dan industry di mana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya
makro seperti kondisi ekonomi Negara, kondisi social dan politik, maupun
rumor-rumor yang berkembang.
dihindari yaitu:
1. Tidak mendapat dividen
Perusahaan akan membagikan dividen jika operasinya menghasilkan
keuntungan. Sebaliknya perusahaan tidak membagikan dividen jika
perusahaan tersebut mengalami kerugian.
2. Capital loss
Dalam aktivitas perdagangan saham, investor tidak selalu mendapatkan
capital gain alias keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya
investor harus menjual saham dengan harga jual lebih rendah dari harga beli.
Dengan demikian seorang investor mengalami capital loss.
3. Perusahaan bangkrut atau dilikuidasi
Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di Bursa Efek, maka jika suatu
perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka secara otomatis saham
perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari Bursa atau di-delist. Dalam
kondisi perusahaan dilikuidasi, pemegangan saham biasa akan menempati
posisi paling rendah disbanding kreditur, pemegang obligasi, dan saham
preferen yang artinya setelah semua aset perusahaan dijual, terlebih dahulu
dibagikan kepada kreditur, pemegang obligasi, pemegang saham preferen,
dan jika masih terdapat sisa, baru dibagikan kepada pemegang saham biasa.
4. Saham dikeluarkan dari Bursa (delisting)
Suatu saham perusahaan di-delist dari bursa umumnya karena kinerja yang
buruk, misalnya dalam kurun waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan,
berturut-turut selama beberapa tahun, dan berbagai kondisi lainnya sesuai
dengan Peraturan Pencatatan Efek di Bursa. Harga saham yang telah di-delist
tidak memiliki patokan harga meskipun diperdagangkan dan jika terjual
biasanya dengan harga yang jauh dari harga sebelumnya.
5. Saham diberhentikan sementara (suspensi)
Suatu saham yang disuspensi alias dihentikan perdangannya oleh otoritas
Bursa Efek berdampak tidak dapat dijualnya saham oleh investor hingga
suspensi dicabut. Suspense biasanya berlangsung dalam waktu singkat,
misalnya satu sesi perdangangan, dua sesi perdangangan, tetapi dapat pula
berlangsung dalam kurun waktu beberapa hari perdangangan. Suatu saham
disuspensi jika misalnya suatu saham mengalami lonjakan harga yang luar
biasa, dipailitkan oleh krediturnya, atau berbagai kondisi lain yang
mengharuskan otoritas Bursa menghentikan sementara perdangan saham
hingga perusahaan yang bersangkutan memberikan kejelasan informasi
lainnya, agar informasi yang belum jelas tidak menjadi ajang spekulasi.
2.1.3 Harga Saham
Secara umum saham adalah surat tanda kepemilikan perusahaan.
Pengertian harga saham menurut Jogiyanto (2008), harga saham adalah harga
suatu saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh
pelaku pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang
bersangkutan di pasar modal.
Menurut Brigham & Houston (2010), harga saham menentukan kekayaan
menjadi memaksimalkan harga saham perusahaan. Harga saham pada satu waktu
tertentu akan bergantung pada arus kas yang diharapkan diterima di masa depan
oleh investor “rata–rata” jika investor membeli saham. Pada umumnya
harga-harga saham yang terjadi dan terbentuk di bursa dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)
(Widoatmodjo, 1996):
1. Harga Nominal
Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oieh emiten
untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besaraya harga nominal
memberikan arti penting saham karena deviden minimal biasanya ditetapkan
berdasarkan nilai nominal.
2. Harga Perdana
Harga ini merupakan pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek.
Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi
(underwriter) dan emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga
saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya imtuk menentukan
harga perdana.
3. Harga Pasar
Kalau harga perdana merapakan harga jual dari perjanjian emisi kepada
investor, maka harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan
investor yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa.
Transaksi disini tidak lagi melibatkan emiten dari penjamin emisi harga ini
yang disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga inilah yang
sekunder, kecil sekali terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan
penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan di surat kabar atau media lain
adalah harga pasar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga saham dapat berasal
dari internal dan eksternal perusahaan. Menurut Alwi (2003), faktor-faktor yang
mempengaruhi pergerakan harga saham yaitu:
1. Faktor Internal
a. Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan seperti pengiklanan,
rincian kontrak, perubahan harga, penarikan produk baru, laporan
produksi, laporan keamanan produk, dan laporan penjualan.
b. Pengumuman pendanaan (financing announcements), seperti pengumuman
yang berhubungan dengan ekuitas dan hutang.
c. Pengumuman badan direksi manajemen (management board of director
announcements) seperti perubahan dan pergantian direktur, manajemen,
dan struktur organisasi.
d. Pengumuman pengambilalihan diversifikasi, seperti laporan merger,
investasi ekuitas, laporan take over oleh pengakuisisian dan diakuisisi.
e. Pengumuman investasi (investment announcements), seperti melakukan
ekspansi pabrik, pengembangan riset dan penutupan usaha lainnya.
f. Pengumuman ketenagakerjaan (labour announcements), seperti negoisasi
baru, kontrak baru, pemogokan dan lainnya.
g. Pengumuman laporan keuangan perusahaan, seperti peramalan laba
share (EPS), dividen per share (DPS), price earning ratio, net profit
margin, return on assets (ROA), dan lain-lain.
2. Faktor Eksternal
a. Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga tabungan dan
deposito, kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan deregulasi
ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
b. Pengumuman hukum (legal announcements), seperti tuntutan karyawan
terhadap perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan
terhadap manajernya.
c. Pengumuman industri sekuritas (securities announcements), seperti
laporan pertemuan tahunan, insider trading, volume atau harga saham
perdagangan, pembatasan/penundaaan trading.
d. Gejolak politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga merupakan
faktor yang berpengaruh signifikan pada terjadinya pergerakan harga
saham di bursa efek suatu negara.
e. Berbagai isu baik dari dalam dan luar negeri.
2.1.4 Analisis Rasio Keuangan
Rasio keuangan atau financial ratio merupakan alat analisis keuangan
perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan
data keuangan yang terdapat pada pos laporan keuangan (neraca, laporan
laba/rugi, laporan aliran kas).
Menurut Horne & Wachowicz (2005), rasio keuangan adalah alat yang
menghitung berbagai rasio karena dengan cara ini bisa mendapat perbandingan
yang mungkin akan berguna daripada berbagai angka mentahnya sendiri.
Menurut Brigham & Houston (2010), analisis rasio keuangan terbagi
menjadi lima bagian, yaitu:
1. Rasio Likuiditas
Rasio yang menunjukkan hubungan antara kas dan aset lancar perusahaan
lainnya dengan kewajiban lancarnya. Dapat diartikan dengan kemampuan
perusahaan dalam melunasi utangnya ketika utang tersebut jatuh tempo. Aset
likuid merupakan aset yang diperdagangkan di pasar aktif sehingga dapat
dikonversikan dengan cepat menjadi kas pada harga pasar yang berlaku.
2. Rasio Manajemen Aset
Rasio yang mengukur seberapa efektif sebuah perusahaan mengelola asetnya.
Jika perusahaan memiliki terlalu banyak aset, maka biaya modalnya terlalu
tinggi dan labanya akan tertekan. Di lain pihak, jika aset terlalu rendah,
penjualan yang menguntungkan akan hilang.
3. Rasio Manajemen Utang
Rasio sovabilitas atau financial leverage ratio menunjukkan kapasitas perusahaan
untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang.
4. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan kombinasi
dari pengaruh likuiditas, manajemen aset, dan utang pada hasil operasi.
5. Rasio Nilai Pasar
bukunya memberikan indikasi pandangan investor atas perusahaan.
Perusahaan yang dipandang baik oleh investor adalah perusahaan dengan laba
dan arus kas yang aman serta terus mengalami pertumbuhan.
2.1.5 Return On Assets (ROA)
Return on Assets (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan
menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal (biaya yang
digunakan mendanai aktiva) dikeluarkan dari analisis.
Menurut Horne & Wachowicz (2005), semakin besar ROA berarti
perusahaan semakin produktif dan semakin efektif menggunakan aktiva yang
dimilikinya untuk menghasilkan laba, laba yang semakin meningkat juga akan
meningkatkan tingkat pengembalian (return) kepada investor. Hal ini selanjutnya
akan meningkatkan daya tarik investor untuk berinvestasi di dalam perusahaan
sehingga harga saham perusahaan akan meningkat.
Menurut Sugiono & Untung (2008), Return on Assets (ROA) mengukur
tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh aset yang ada. Rasio ini
menggambarkan efisiensi pada dana yang digunakan dalam perusahaan. Dengan
mengetahui ROA, dapat dinilai apakah perusahaan telah efisien dalam
menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan.
Semakin efisien maka saham perusahaan akan diminati oleh investor sehingga
harga saham yang diperjualbelikan akan meningkat.
Menurut Harahap (2013), Return On Assets (ROA) menggambarkan
baik dan hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba.
Jadi, semakin tinggi persentase rasio ROA, maka semakin baik penggunaan aset
secara efisien untuk memperoleh keuntungan bersih dalam kegiatan operasional
perusahaan. Hal ini selanjutnya meningkatkan daya tarik perusahaan yang
menjadikan perusahaan tersebut makin diminati investor, karena tingkat
perolehan pengembalian atas investasi aset akan semakin besar. Sebaliknya,
semakin rendah persentase rasio ini dari rasio rata-rata maka daya tarik investor
semakin menurun, karena membuat tingkat perolehan pengembalian atas
investasi akan semakin kecil.
Menurut Sudana (2011), ROA menunjukkan kemampuan perusahaan
dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba
setelah pajak. Rasio ini penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi
efektivitas dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva
perusahaan. Semakin besar ROA, berarti semakin efisien penggunaan aktiva
perusahaan atau dengan kata lain dengan jumlah aktiva yang sama bisa dihasilkan
laba yang lebih besar dan sebaliknya. Dengan demikian, investor akan tertarik
untuk membeli saham yang selanjutnya diikuti kenaikan harga saham.
Menurut Lubis & Putra (2012), bila perusahaan memiliki rasio ROA yang
lebih rendah dari rata-rata industry berarti perusahaan tersebut:
1. Mempunyai basic earning power (BEP) yang rendah.
2. Interest cost yang tinggi akibat penggunaan utang di atas rata-rata yang akan
mengakibatkan rendahnya net income.
perusahaan untuk menghasilkan laba atas aset yang dimiliki perusahaan, yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROA = � ℎ X 100%
2.1.6 Economic Value Added (EVA)
Metode EVA pertama kali dikembangkan oleh Stewart & Stern seorang
analis keuangan dari perusahaan Stern Stewart & Co pada tahun 1993. Economic
Value Added (EVA) adalah ukuran kinerja keuangan perusahaan berdasarkan
sisa penghasilan atau kekayaan yang dihitung dengan mengurangi biaya modal
dari laba operasi, disesuaikan dengan pajak. EVA juga dapat disebut sebagai
keuntungan ekonomi, dan EVA mencoba untuk memaparkan keuntungan
ekonomis yang sesungguhnya dari sebuah perusahaan. Beban biaya modal ini
juga mencerminkan tingkat kompensasi atau return yang diharapkan investor
atas sejumlah investasi yang ditanamkan di perusahaan. Hasil perhitungan EVA
yang positif merefleksikan tingkat return yang lebih tinggi daripada tingkat
biaya modal.
Menurut Young & O'Bryne (2001), EVA didasarkan pada gagasan
keuntungan ekonomis (juga dikenal sebagai penghasilan sisa/residual income),
yang menyatakan bahwa kekayaan hanya diciptakan ketika sebuah perusahaan
meliputi biaya operasional dan modal. Dalam pengertian sempit ini, EVA
merupakan cara alternatif untuk meninjau kinerja perusahaan. EVA merupakan
alat komunikasi yang efektif, baik untuk penciptaan nilai yang dapat dijangkau
oleh manajer lini yang akhirnya mendorong kinerja perusahaan dan untuk
Menurut Brigham & Houston (2006), EVA adalah nilai yang ditambahkan
oleh manajemen kepada pemegang saham selama satu tahun tertentu. EVA
mencerminkan laba residu yang tersisa setelah biaya dari seluruh modal termasuk
modal ekuitas dikurangkan. Lebih eksplisit, pengukuran EVA memberikan
pentingnya pada berapa banyak nilai ekonomi yang ditambahkan untuk pemegang
saham dengan manajemen yang telah dipercayakan. Yang membedakan EVA dan
terlihat istimewa dari alat-alat tradisional lainnya dalam arti bahwa semua alat
lainnya sebagian besar bergantung pada informasi yang dihasilkan oleh akuntansi.
Menurut Lubis & Putra (2012), EVA merupakan estimasi laba ekonomi
usaha yang sebenarnya untuk tahun tertentu dan sangat jauh berbeda dengan laba
bersih akuntansi, karena laba akuntasi tidak dikurangi dengan biaya ekuitas. Jadi,
EVA adalah suatu estimasi laba ekonomis yang sesungguhnya dari perusahaan
dalam tahun berjalan, dan hal ini sangat berbeda dengan laba akuntasi. EVA
menunjukkan sisa laba setelah semua biaya modal termasuk modal ekuitas yang
telah dikurangkan, sedangkan laba akuntasi ditentukan tanpa memperhitungkan
modal ekuitas. Bila EVA positif, maka laba operasi setelah pajak (NOPAT)
melebih biaya modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan laba tersebut, dan
tindakan manajemen menambah nilai bagi para pemegang saham.
Keuntungan utama mempertimbangkan EVA bukan hanya pendapatan
adalah bahwa hal itu memaksa manajer untuk mempertimbangkan apakah Net
Operating Profit After Tax (NOPAT) lebih besar dari biaya keseluruhan modal
(biaya utang dan biaya ekuitas) yang digunakan untuk menghasilkan laba
sisa pendapatan yang tersedia untuk pemegang ekuitas lebih besar dari biaya
peluang dari ekuitas yang digunakan untuk membiayai perusahaan. Ini adalah
penting karena sebuah perusahaan yang secara konsisten menghasilkan laba
akuntansi positif yang kurang dari biaya kesempatan dari ekuitas yang digunakan
untuk menghasilkan mereka, pada dasarnya, menghancurkan nilai.
EVA memberikan tolak ukur seberapa jauh perusahaan telah memberikan
nilai tambah kepada pemegang saham dalam suatu tahun atau periode tertentu.
Sehingga, jika EVA difokuskan, maka perusahaan akan konsisten dalam
mengelola dan memaksimalkan kekayaan pemegang saham. EVA dapat
digunakan untuk memberi kompensasi atau dasar evaluasi bagi para manajer
dalam mengelola perusahaan.
Menurut Young & O'Bryne (2001), peningkatan EVA dan penciptaan nilai
dapat terjadi ketika suatu perusahaan dapat mencapai yang berikut:
1. Meningkatnya pengembalian atas modal yang ada. Jika NOPAT meningkat
sedangkan WACC dan modal yang diinvestasikan tetap maka EVA akan
meningkat.
2. Pertumbuhan yang menguntungkan, nilai diciptakan ketika pertumbuhan
NOPAT melebihi WACC.
3. Pelepasan dari aktiva yang memusnahkan nilai. Jika pengurangan modal
lebih mengganti kerugian dengan peningkatan perbedaan NOPAT dan
WACC, EVA meningkat.
4. Periode lebih panjang dimana diharapkan NOPAT lebih tinggi dibandingkan
Menurut Kamaludin (2011), EVA merupakan estimasi laba ekonomis
yang sesungguhnya tahun berjalan, bukan laba akuntansi. Dalam menghitung laba
ekonomis dan EVA penyusutan telah dikurangi, walaupun bukan beban kas.
Dalam menghitung EVA diasumsikan bahwa penyusutan ekonomis yang
sesungguhnya atas aktiva tetap perusahaan sama dengan tingkat penyusutan untuk
tujuan akuntansi dan pajak.
=� ℎ ℎ −
2.1.6.1 Net Operating Profit After Tax (NOPAT)
Menurut Sugiono & Untung (2008), NOPAT memperlihatkan keuntungan
perusahaan dari kegiatan operasi normal (rutin) sehingga harus menyesuaikan laba
bersih dengan aktivitas tidak rutin (non-operasi), yaitu dengan cara menambah
atau mengurangi pos-pos yang tidak berhubungan dengan kegiatan operasi, seperti
biaya bunga, cadangan pajak yang ditangguhkan, biaya dan pendapatan lain-lain
seperti keuntungan/kerugian valuta asing, penjualan aktiva tetap. Pendapatan
operasi menunjukkan seluruh pendapatan dan biaya yang berhubungan dengan
bisnis/usaha perusahaan yang bersifat berkelanjutan selama perusahaan
beroperasi.
Menurut Lubis & Putra (2012), NOPAT dapat diperoleh dari:
= (1− )
Dimana:
T = beban pajak
2.1.6.2 Biaya Modal
Pada saat investor memberikan dananya, maka investor mengharapkan
perusahaan akan dapat menghasilkan return dari dana tersebut. Dari perspektif
perusahaan, investor mengharapkan return dari dana yang dikeluarkannya dan hal
itu disebut dengan biaya modal (cost of capital).
Menurut Young & O'Bryne (2001), biaya modal sama dengan modal yang
diinvestasikan perusahaan dikalikan rata-rata tertimbang (weighted average
capital cost/WACC) dari biaya modal. WACC sama dengan jumlah biaya dari
setiap komponen modal−utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan ekuitas
pemegang saham−ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam struktur
modal perusahaan pada nilai pasar.
Sedangkan modal yang diinvestasikan adalah jumlah seluruh keuangan
perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva yang tidak
menanggung bunga (non-interest bearing liabilities), seperti utang upah yang
akan jatuh tempo (accrued wages), dan pajak yang akan jatuh tempo (accrued
tax). Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham,
seluruh utang jangka pendek dan jangka panjang yang menanggung bunga, utang,
dan kewajiban jangka panjang lainnya.
Menurut Brigham & Houston (2010), biaya modal dapat dirumuskan
sebagai berikut:
= ×
Dimana:
WACC = Wd.kd (1-T) + We.ke
WACC = × + ×
Wd= persentase hutang terhadap modal
We= persentase ekuitas terhadap modal
kd= biaya utang = beban bunga
total hutang
ke= biaya ekuitas = Rf +β(Rm−Rf)
Rf=tingkat pengembalian bebas risiko (diambil dari rata-rata bunga
Sertifikat Bank Indonesia/SBI)
β = slope antara dengan return saham individualdengan return pasar Rm=tingkat pengembalian pasar/IHSG
E= jumlah ekuitas
D= jumlah hutang
V= total modal
2.1.7 Earning Per Share (EPS)
EPS atau laba per lembar saham adalah tingkat keuntungan bersih
untuk tiap lembar sahamnya yang mampu diraih perusahaan pada saat
menjalankan operasinya. Earning per share memberikan informasi kepada
para pihak luar seberapa jauh kemampuan perusahaam menghasilkan laba
untuk tiap lembar yang beredar. Laba per lembar saham atau EPS diperoleh
dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi dengan jumlah rata
– rata saham biasa yang beredar.
Earning per share merupakan perbandingan antara laba bersih setelah
pajak pada satu tahun buku dengan jumlah saham yang diterbitkan. Kenaikan
earning per share berarti perusahaan sedang dalam tahap pertumbuhan atau
Menurut Darmadji & Fakhruddin (2011), earning per share (EPS)
merupakan rasio yang menunjukkan bagian laba untuk setiap saham. EPS
menggambarkan profitabilitas perusahaan yang tergambar pada setiap lembar
saham. Makin tinggi nilai EPS tentu saja menggembirakan pemegang saham
karena makin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham dan
kemungkinan peningkatan jumlah dividen yang diterima pemegang saham.
Menurut Tandelilin (2010), earning per share adalah laba bersih yang siap
dibagikan kepada pemegang saham di bagi dengan jumlah lembar saham
perusahaan. Earning per share yang tinggi merupakan daya tarik bagi investor.
Semakin tinggi EPS, maka kemampuan perusahaan untuk memberikan
pendapatan kepada pemegang sahamnya semakin tinggi.
Menurut Sjahrial & Djahotman (2011), rasio earning per share dapat
dirumuskan sebagai berikut:
= � ℎ ℎ
ℎ ℎ
2.1.8 Debt Equtiy Ratio (DER)
Debt Equity Ratio (DER) adalah rasio yang membandingkan jumlah
hutang terhadap ekuitas. Rasio ini sering digunakan para analis dan para investor
untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan jika dibandingkan ekuitas yang
dimiliki oleh perusahaan atau para pemegang saham.
Besarnya utang yang terdapat dalam struktur modal sangat penting untuk
mempertimbangkan perhitungan risiko dan keuntungan yang mungkin diperoleh.
keterikatan yang tetap bagi perusahaan berupa kewajiban untuk membayar beban
bunga beserta cicilan pinjaman pokok secara periodik.
Menurut Halim (2007), semakin tinggi rasio DER suatu perusahaan, maka hal
ini dapat mengindikasikan bahwa buruk keadaan keuangan perusahaan tersebut,
karena semakin tinggi tinggi pula resiko keuangan yang ditanggung perusahaan
tersebut. Hal ini disebabkan karena semakin besar proporsi dana yang berasal utang.
Utang yang terlalu besar akan menggerus pengembalian (return) yang diharapkan
investor sehingga harga saham akan menurun.
Menurut Darmadji & Fakhruddin (2011), Debt Equity Ratio (DER)
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi segala kewajibannya
yang ditunjukkan oleh beberapa bagian dari modal sendiri atau ekuitas yang
digunakan untuk membayar hutang.
Menurut Harahap (2013), DER merupakan rasio yang menggambarkan
sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi utang-utang kepada pihak luar.
Semakin kecil rasio ini semakin baik karena dapat meringankan beban bunga yang
dikenakan sehingga laba yang diperoleh tidak terlalu dibebani dan pembagian laba
lebih besar. Rasio ini disebut juga rasio leverage. Untuk keamanan pihak luar rasio
terbaik jika modal lebih besar dari jumlah utang atau minimal sama. Rasio ini dapat
dihitung dengan rumus:
= �
2.2 Penelitian Terdahulu
Changes in Return on Assets, Return on Equity, and Economic Value Added to the
Stock Price Changes and Its Impact on Earnings Per Share”. Variabel yang
digunakan adalah Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), dan
Economic Value Added (EVA). Teknik analisis yang digunakan adalah analisis
regresi linier berganda. Hasil penelitian ini adalah ROA, ROE, dan EVA
mempengaruhi return saham dan EPS signifkan secara parsial dan simultan.
Surya & Hasbi (2015) melakukan penelitian dengan judul “The Effect of
Capital Structure Profitability and Market Ratios on Stock Price in the Property
Sector”. Variabel yang digunakan adalah Debt Equity Ratio (DER), Return On Assets
(ROA), dan Book Value per Share (BVS). Teknik analisis yang digunakan adalah
analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh
signifikan secara simultan. Secara parsial ROA berpengaruh positif dan signifikan
terhadap harga saham, sedangkan DER dan BVS tidak berpengaruh signifikan
terhadap harga saham.
Irwanto, Mugi, & Permanansari (2014) melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Pengaruh Rasio Profitabilitas dan Economic Value Added terhadap Harga
Saham pada Sub Sektor Industri Semen yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
Variabel yang digunakan adalah Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE),
Net Profit Margin (NPM), Earning Per Share (EPS), dan Economic Value Added
(EVA). Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis regresi data panel.
Hasil penelitian ini adalah rasio profitabilitas memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap harga saham dan EVA tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap
Cahyono & Sutrisno (2013) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Rasio Profitabilitas, DER, PBV, dan PER Terhadap Harga Saham Perusahaan
yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII)”. Variabel yang digunakan adalah
Net Profit Margin (NPM), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE),
Earning Per Share (EPS), Debt Equity Ratio (DER), Price to Book Value (PBV),
dan Price Earning Ratio (PER). Teknik analisis data yang digunakan adalah
teknik analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini adalah terdapat
pengaruh signifikan secara simultan NPM, ROA, ROE, EPS, DER, PBV, dan
PER terhadap harga saham. Sedangkan secara parsial ROA, EPS, dan PBV
berpengatuh terhadap harga saham.
Hayati (2013) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Return On
Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price
Earning Ratio (PER), dan Price to Book Value (PBV) Terhadap Harga Saham
Pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Industri Makanan dan Minuman Di
Bursa Efek Indonesia”. Variabel yang digunakan adalah Return On Assets
(ROA), Return On Equity (ROE), Earnings Per Share (EPS), and Price
Earning Ratio (PER), dan Price to Book Value (PBV). Teknik analisis data
yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian ini adalah
terdapat pengaruh signifikan ROA, ROE, EPS, PER, dan PBV secara simultan.
Secara parsial ROE dan PBV, tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap
harga saham.
Nakhaei & Hamid (2013) melakukan penelitian dengan judul “Analyzing
Variables with Share Market Value in Tehran Stock Exchange (TSE)”. Variabel
yang digunakan adalah Net Profit (NP), Operational Profit (OP), dan Economic
Value Added (EVA). Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi
sederhana. Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh signifikan secara parsial
dan simultan NP, OP dan EVA terhadap share market value.
Setiyorini (2011) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Perbandingan Economic Value Added (EVA) Dan Rasio Profitabilitas Terhadap
Return Saham”. Variabel dalam penelitian ini adalah Ecomomic Value Added
(EVA), Cash Flow from Operations (CFO), Operating Income (IO), Return On
Assets (ROA), dan Return On Equity (ROE). Teknik analisis yang digunakan
adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh
positif dan tidak signifikan EVA, ROA dan ROE terhadap return saham. CFO
memiliki pengaruh signifkan dan positif terhadap return saham, sedangkan EPS dan
IO memiliki pengaruh negative dan signifikan terhadap return saham.
Tabel 2.1
Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik
Analisis Hasil Penelitian 3. Economic Value Added
Lanjutan Tabel 2.1 5. Economic Value Added
Analisis 7. Price Earning Ratio
Analisis 4. Price Earning Ratio 5. Price to Book Value
3. Economic Value Added
2.3 Kerangka Konseptual
Harga saham berubah sesuai dengan harga pasar yang bisa diterima oleh
penjual dan pembeli. Dalam menentukan pembelian suatu saham, investor dapat
mempertimbangkan berbagai cara dalam menilai suatu perusahaan salah satunya
dengan menggunakan rasio keuangan.
ROA merupakan suatu rasio penting yang dapat dipergunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba dengan asset yang
dimilikinya. Menurut Horne & Wachowicz (2005), Semakin besar ROA berarti
perusahaan semakin produktif dan semakin efektifmenggunakan aktiva yang
dimilikinya untuk menghasilkan laba, laba yang semakin meningkat juga akan
meningkatkan tingkat pengembalian (return) kepada investor. Hal ini
selanjutnya akan meningkatkan daya tarik investor untuk berinvestasi di dalam
perusahaan sehingga harga saham perusahaan akan meningkat. Jadi, variabel
ROA berpengaruh positif terhadap harga saham.
EVA merupakan estimasi ukuran kinerja keuangan perusahaan
berdasarkan sisa penghasilan atau kekayaan yang dihitung dengan mengurangi
biaya modal dari laba operasi, disesuaikan dengan pajak. EVA mengukur
seberapa banyak keuntungan ekonomis yang mampu dibukukan oleh
perusahaan dengan memperhitungkan semua biaya modal yang diperlukan
untuk memperoleh laba. Menurut Lubis & Putra (2012), bila EVA positif,
maka laba operasi setelah pajak (NOPAT) melebih biaya modal yang
menambah nilai bagi para pemegang saham. Dengan EVA yang positif
tentunya perusahaan akan menarik investor untuk menanamkan modalnya
karena mampu menutupi beban biaya modal dan memberikan keuntungan yang
lebih kepada pemegang saham sehingga harga saham meningkat. Oleh karena
itu, variabel EVA berpengaruh positif terhadap harga saham.
EPS merupakan rasio pasar yang menunjukkan kemampuan laba bersih
suatu perusahaan dalam membayar keuntungan kepada pemegang saham setiap
lembarnya. Menurut Tandelilin (2010), earning per share yang tinggi
merupakan daya tarik bagi investor. Semakin tinggi EPS, maka kemampuan
perusahaan untuk memberikan pendapatan kepada pemegang sahamnya semakin
tinggi. Selanjutnya, variabel EPS berpengaruh positif terhadap harga saham
dikarenakan pendapatan yang dibagikan lebih tinggi sehingga menarik investor.
DER menunjukkan komposisi pendanaan dalam membiayai aktivitas
operasional perusahaan atau memanfaatkan hutang-hutangnya. Hutang
merupakan salah satu aspek yang menjadi dasar penilaian bagi investor untuk
mengukur kondisi keuangan. Menurut Halim (2007), semakin tinggi rasio DER
suatu perusahaan, maka hal ini dapat mengindikasikan bahwa buruk keadaan
keuangan perusahaan tersebut, karena semakin tinggi tinggi pula resiko
keuangan yang ditanggung perusahaan tersebut. Hal ini disebabkan karena
semakin besar proporsi dana yang berasal utang. Utang yang terlalu besar akan
menggerus pengembalian (return) yang diharapkan investor sehingga harga
saham akan menurun. Jadi, variabel DER berpengaruh negative terhadap harga
ROA
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual , maka dihipotesiskan bahwa:
1. Return On Asset (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga
saham perusahaan sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
2. Economic Value Added (EVA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
harga saham perusahaan sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
3. Debt Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga
saham perusahaan sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
4. Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga
saham perusahaan sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
5. ROA, EVA, DER, dan EPS berpengaruh signifikan terhadap harga saham
pada perusahaan sektor manufaktur di Bursa Efek Indonesia. EVA
DER
EPS