• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BERBAGAI JENIS UBI JALAR (Ipomoea batatas L) TERHADAP JUMLAH SEL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN YOGHURT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BERBAGAI JENIS UBI JALAR (Ipomoea batatas L) TERHADAP JUMLAH SEL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN YOGHURT SKRIPSI"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

51

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BERBAGAI JENIS UBI

JALAR (Ipomoea batatas L) TERHADAP JUMLAH SEL DAN

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN YOGHURT

SKRIPSI

Oleh :

RETNATI

H 0605027

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

(2)

52

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BERBAGAI JENIS UBI

JALAR (Ipomoea batatas L) TERHADAP JUMLAH SEL DAN

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN YOGHURT

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Oleh : RETNATI H 0605027

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

(3)

53

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BERBAGAI JENIS UBI JALAR (Ipomoea batatas L) TERHADAP JUMLAH SEL DAN AKTIVITAS

ANTIOKSIDAN YOGHURT

Yang dipersiapkan dan disusun oleh Retnati

H 0605027

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

pada tanggal : 24 Juli 2009 Agustus 2008

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji Ketua

Ir. MAM. Andriani, MS. NIP. 131 645 548 Anggota I Gusti Fauza, ST, MT. NIP. 132 316 567 Anggota II NIP. 131 627 992 Rohula Utami, STP., MP. NIP. 132 327 427 Surakarta, Juli 2009 Mengetahui,

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 131 124 609

(4)

54

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin.

Segala puji hanya bagi Allah SWT, Rabb semesta alam atas segala limpahan ramat, nikmat, hidayah, karunia, serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis mengucapkan teimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Ir. Kawiji, MP selaku Ketua Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Ir. Nur Her Riyadi P, MS selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi bimbingan selama penulis menempuh kuliah.

4. Ibu Ir. MAM. Andriani, MS selaku dosen pembimbing utama yang selalu sabar dan dengan kerelaan hati memberi bimbingan, nasihat, serta saran hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Gusti Fauza, ST, MT selaku dosen pendamping yang telah memberi banyak bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Rohula Utami STP., MP. Selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak saran dan masukan.

7. Ayah, Ibu, Dek Fredy, Dek Yanu, serta Simbah Kakung-Putri yang senantiasa menjadi pelita dan sumber inspirasi bagi penulis. Buat ayah dan Ibu, trimakasih banyak atas segala do’a; perjuangan; nasihat; motivasi dan kasih sayangnya hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi ini.

8. Ibu Sri Liswardani, STP., Pak Slameta, Pak Giyo, dan Pak Joko terimaksih atas semua bantuanya. Pak Susilo, Pak Lantip, Ibu Tumisih, Pak Darsono, dan Mas Sulis terimakasih sudah meminjamkan alat-alat buat penelitian.

(5)

55

9. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknologi Hail Pertanian pada khususnya serta seluruh staff pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada umumnya, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menempuh kuliah. Semoga kelak bermanfaat.

10. Seseorang yang selalu memberiku semangat di saat aku jatuh, membuatku tersenyum di saat menagis, dan memberi nasihat di saat aku bimbang “Mascuite”, terimakasih banyak ya.

11. Zoraya dan Mas Sigma, teman seperjuangan saat penelitian. Terimakasih sudah menjadi partner selama penelitian berlangsung.

12. Rhoe, Dhilla, Uwix, Etik, Lina, Tina dan Ndari. Trimaksih ya buat persahabatanya selama ini. Semoga ukhwah ini selalu terjaga.

13. Mbak Pipit, Windi, dan Naning. Trimaksih kalian telah menjadi sahabat sekaligus saudara bagiku. Akhirnya aku bisa menyusul kalian.

14. Ilham, Adi, Ratri, Epit, I’in, Rara, dan Merlyta yang telah membantu penelitian di Laborat bahkan sampai lembur-lembur..

15. Fendy, Hadi, dan Jati “Tukang servis” terimaksih sudah menjadi dukun buat komputer dan printerku.

16. Dek Khusnul, terimakasih buat pinjaman Lap Top nya.

17. Teman-teman “H0605” yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu. Kalian adalah teman dan saudara bagiku. Semoga kenangan indah yang telah kita lalui bersama selama di THP akan menjadi pelajaran berharga bagi perjalanan hidup kita nanti. Amin.

18. Semua pihak yang telah membantu demi kelancaran penyusunan skripsi ini serta memberi dukungan, doa dan semangat bagi penulis untuk terus berjuang.

Surakarta, Juli 2009

(6)

56

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix RINGKASAN ... x SUMMARY... xi I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Manfaat Penelitian... 4

II. LANDASAN TEORI... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Susu segar... 5

2. Susu skim ... 6

3. Ubi jalar... 7

4. Bakteri asam laktat ... 14

5. Yoghurt ... 16

6. Prebiotik dan Probiotik ... 18

7. Fermentasi ... 20

8. Jumlah sel... 22

9. Antioksidan ... 23

B. Hipotesis ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 26

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

(7)

57

C. Tahapan Penelitian ... 27

D. Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Pengujian Jumlah Sel Starter ... 30

B. Pengujian Antivitas Antioksidan Ubi Jalar Segar... 31

C. Pengaruh Penambahan Ekstrak berbagai Jenis Ubi Jalar terhadap Jumlah Sel Yoghurt ... 33

D. Pengaruh Penambahan Ekstrak berbagai Jenis Ubi Jalar terhadap Aktivitas Antioksidan Yoghurt ... 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

A. Kesimpulan... 45

B. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA……… 46

(8)

58

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Tabel komposisi susu sapi perah... 6

2. Tabel kandungan gizi dan kalori ubi jalar merah dibandingkan dengan beras, ubi kayu, dan jagung per 100 g bahan ... 9

3. Tabel komposisi gizi ubi jalar putih, ubi jalar kuning, dan ungu... 9

4. Tabel komposisi kimia dan fisik ubi jalar segar orange (db) ... 10

5. Tabel komposisi kimia dan fisik ubi jalar segar ungu (% db) ... 13

6. Tabel hasil pengujian jumlah sel starter... 30

7. Tabel aktivitas antioksidan ubi jalar segar ... 31

8. Tabel jumlah sel yoghurt dengan penambahan ekstrak berbagai jenis ubi jalar selama fermentasi berlangsung ... 34

9. Tabel jumlah sel yoghurt pada jam ke-8 ... 37

10. Tabel aktivitas antioksidan yoghurt dengan penambahan ekstrak berbagai jenis ubi jalar... 40

(9)

59

Nomor Judul Halaman

1. Diagram alir proses pembuatan yoghurt... 28 2. Grafik hubungan waktu fermentasi dengan log jumlah sel pada berbagai

sampel yoghurt perah ... 35 3. Grafik aktivitas antioksidan yoghurt dengan penambahanekstrak berbagai

jenis ubi jalar selama fermentasi berlangsung ... 42

(10)

60

Nomor Judul Halaman

1. Komposisi media MRS (de Man Rogosa and Sharpe) untuk pertumbuhan

L. bulgaricus dan S. Thermophilus... 51

2. Prosedur analisa aktivitas antioksidan dan kadar sel ... 51

3. Tabulasi data hasil pengujian jumlah sel starter ... 53

4. Tabulasi data aktivitas antioksidan ubi jalar segar... 54

5. Tabulasi data aktivitas antioksidan pada berbagai jenis yoghurt ... 55

6. Tabulasi data jumlah sel pada berbagai jenis yoghurt ... 56

7. Analisis statistik dengan ANOVA ... 60

8. Dokumentasi penelitian... 70

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BERBAGAI JENIS UBI JALAR (Ipomea Batatas L.) TERHADAP JUMLAH SEL DAN AKTIVITAS

ANTIOKSIDAN YOGHURT Retnati

(11)

61

H0605027 RINGKASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak berbagai jenis ubi jalar terhadap jumlah sel dan aktivitas antioksidan yoghurt. Bahan yang digunakan untuk membuat yoghurt adalah susu segar, susu skim, ubi jalar putih, ubi jalar orange, ubi jalar ungu, biakan murni Streptococcus

thermophilus 0040 dan Lactobacillus bulgaricus 0041 dalam MRS agar tegak. Susu

segar, susu skim (5% b/v), dan ekstrak ubi jalar (10% v/v) dipasteurisasi pada suhu 90 oC selama 15 menit, didinginkan sampai suhu 40-45 oC lalu diinokulasikan dengan 2,5% starter S. thermophilus dan L. bulgaricus dengan perbandingan 1,4:1 kemudian diinkubasi pada suhu 40 oC selama 15 jam. Yoghurt tanpa penambahan ekstrak ubi jalar digunakan sebagai kontrol.

Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah jumlah sel dengan metode TPC (Total Plate Count) dan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl). Pengujian jumlah sel dilakukan tiap satu jam sekali, sedangakan pengujian aktivitas antioksidan dilakukan tiap tiga jam sekali. Hasil dari tiap pengujian kemudian digambarkan dalam grafik yang menunjukkan jumlah sel dan aktivitas antioksidan dengan waktu fermentasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA, jika ada perbedaan dilanjutkan dengan uji DMRT pada α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak berbagai jenis akan meningkatkan jumlah sel dan aktivitas antioksidan yoghurt. Yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar putih, orange, dan ungu memiliki jumlah sel yang tidak berbeda nyata. Hal ini berarti adanya perbedaan warna pada ubi jalar tidak mempengaruhi jumlah sel yang dihasilkan. Aktivitas antioksidan yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar orange dan ungu berbeda nyata dengan kontrol dan yoghurt yang ditambah ekstrak ubi jalar putih. Jadi perbedaan warna pada ubi jalar berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan yoghurt. Ubi jalar berpotensi sebagai bahan subtitusi susu dalam pembuatan yoghurt karena akan memberikan nilai lebih dengan adanya oligosakarida dan aktivitas antioksidan yang terkandung didalamnya.

Kata kunci : ekstrak ubi jalar, jumlah sel, aktivitas antioksidan, yoghurt.

THE INFLUENCE OF ADDITION DIFFERENCE SWEET POTATO EXTRACT (Ipomea Batatas L.) TO TOTAL COUNT OF CELL AND

ANTIOXIDANT ACTIVITY IN YOGHURT Retnati

H 0605027 SUMMARY

(12)

62

The aim of this research is to examine the influence of addition difference sweet potatoes extract to total count of cell and antioxidant activity in yoghurt. The yoghurt is made of fresh milk, skim milk, white sweet potato, orange sweet potato, purple sweet potato, pure culture of Streptococcus thermophilus 0040 and

Lactobacillus bulgaricus 0041 in straight MRS agar. Fresh milk, skim milk powder

(5% b/v), and sweet potato extract (10% v/v) are pasteurized at 90 oC for 15 minutes, cooled until temperature 40-45 oC, inoculated with 2,5 % S. thermophilus and L. bulgaricus with proportion 1,4:1 and then incubated at temperature of 40 oC for 15 hours. Yoghurt without addition sweet potato extract is used as control.

The parameters measured in this experiment are total count of cell with TPC (Total Plate Count) method and antioxidant activity with DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) method. Samples are taken at one hour interval to examine the total count of cell while the antioxidant activity is collected at three hours interval. The result of each analysis is then plotted into graphics which describe the relation of total bacteria and antioxidant activity with fermentation time. ANOVA is employed to analyze the data. If there is a significance difference found then it should be followed by Duncan Multiple Rang Test at α = 0,05.

The result of this research shows that addition of difference sweet potatoes extract increase the total count of cell and antioxidant activity in yoghurt. The total count of cell shows an insignificant difference for each sample, it means that difference colors in sweet potato do not influence the total count of cell. However, yoghurt with adding orange and purple sweet potato extract has a significant difference of antioxidant activity with control and yoghurt with adding white sweet potato extract. In conclusion, difference colors in sweet potato influence in antioxidant activity in yoghurt significantly. Sweet potato is potential as milk substitute in yoghurt production due to oligosaccharide content and antioxidant activity.

Keywords : sweet potato extract, total count of cell, antioxidant activity, yoghurt.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produk susu fermentasi sebagai pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia dewasa ini berkembang pesat baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat akan makanan dan minuman yang menyehatkan. Salah satu produk susu fermentasi yang dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah

(13)

63

yoghurt. Hadiwiyoto (1982) menyatakan bahwa yoghurt merupakan produk fermentasi susu yang mempunyai cita rasa spesifik sebagai hasil formulasi oleh bakteri asam laktat seperti Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus

bulgaricus.

Bahan utama yang digunakan sebagai substrat dalam fermentasi yoghurt adalah susu. Susu memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap. Akan tetapi, komposisi gizi susu akan lebih lengkap lagi bila ditambahkan bahan lain yang mengandung oligosakarida dan antioksidan alami sehingga jumlah sel dan aktivitas antioksidan yang terkandung dalam produk susu fermentasi (yoghurt) diharapkan akan meningkat. Salah satu bahan yang berpotensi untuk digunakan adalah ubi jalar.

Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan tanaman palawija penting di Indonesia dan mempunyai potensi untuk terus dikembangkan baik sebagai bahan pangan, pakan, maupun bahan industri. Selama ini penggunaan ubi jalar sebagai bahan pangan masih terbatas dalam bentuk makanan tradisional seperti ubi rebus, ubi goreng, kolak, getuk, timus, dan keripik sehingga citranya rendah. Menurut hasil survei Badan Pusat Statistik (2006), rata-rata produksi ubi jalar di Indonesia dari tahun 2001-2005 sebesar 1,850 juta ton dan sebagian besar produksi tersebut (89%) digunakan sebagai bahan pangan. Hasyim (2008) menyatakan bahwa produktivitas ubi jalar cukup tinggi bila dibandingkan dengan beras maupun ubi kayu.

Ubi jalar yang daging buahnya berwarna orange disebabkan oleh adanya kandungan betakaroten, sedangkan yang berwarna ungu cenderung dikarenakan oleh adanya pigmen antosianin. Menurut Apraidji (2006), ubi jalar putih mengandung 260 µg (869 SI) betakaroten/100 g, ubi merah yang berwarna kuning emas tersimpan 2.900 µg (9.675 SI) betakaroten, dan ubi merah yang berwarna jingga 9.900 µg (32.967 SI). Bila dibandingkan dengan bayam dan kangkung, kandungan vitamin A ubi jalar merah masih setingkat lebih tinggi (Sutomo, 2006).

(14)

64

Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu lebih tinggi daripada ubi yang berwarna putih, kuning, dan jingga (Suardi, 2005). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Suprapta (2003) bahwa kandungan antosianin dalam ubi jalar putih adalah 0,06 mg/100g, ubi jalar kuning 4,56 mg/100g, dan ubi jalar ungu 110,51 mg/100g. Nilai total antosianin pada ubi jalar ungu ini lebih tinggi dari blueberry. Hasil penelitian Kobori (2003) menunjukkan bahwa ekstrak ubi jalar berpengaruh terhadap penekanan pertumbuhan HL60 sel leukemia pada manusia hingga mencapai 35-55% dibanding kontrol.

Kandungan beta karoten dan antosianin yang tinggi pada ubi jalar dapat memberi manfaat yang baik bagi kesehatan karena dapat berfungsi sebagai antioksidan. Menurut Apraidji (2006), selain betakaroten, warna jingga pada ubi jalar juga memberi isyarat akan tingginya kandungan senyawa lutein dan zeaxantin, pasangan antioksidan karotenoid yang memiliki peran penting dalam menghalangi proses perusakan sel.

Selain mengandung antioksidan, ubi jalar juga mengandung serat alami. Menurut Apraidji (2006), oligosakarida dalam ubi jalar merupakan komponen nongizi yang tidak tercerna tetapi bermanfaat bagi pertumbuhan bakteri probiotik sehingga ubi jalar dapat berfungsi sebagai prebiotik. Yoghurt termasuk produk probiotik karena mengandung kultur aktif. Menurut Tansiska (2008), probiotik adalah suplemen makanan berupa bakteri hidup yang nonpatogen, tidak toksik, tahan terhadap asam lambung, serta dapat berkoloni pada usus besar.

Dengan memperhatikan beberapa aspek yang terkait dengan ubi jalar ditinjau dari segi produktivitas, kandungan gizi, kandungan antioksidan (beta karoten dan antosianin), serta kandungan oligosakrida yang berperan sebagai prebiotik maka penelitian mengenai pengaruh penambahan ekstrak ubi jalar dengan berbagai jenis (ubi jalar putih, orange, dan ungu) ini perlu dilakukan dan diaplikasikan dalam produk susu fermentasi. Dengan adanya kandungan beta karoten dan antosianin pada ubi jalar diharapkan dapat meningkatkan kandungan antioksidan yoghurt yang dihasilkan. Sedangkan oligosakarida dalam ubi jalar diharapkan dapat digunakan sebagai substrat bagi pertumbuhan bakteri asam

(15)

65

laktat (BAL) yang pada akhirnya dapat mempengaruhi jumlah sel yang dihasilkan.

B. Perumusan Masalah

Bahan utama yang digunakan sebagai substrat dalam fermentasi yoghurt adalah susu. Susu memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap. Akan tetapi, komposisi gizi susu akan lebih lengkap lagi bila ditambahkan bahan lain yang mengandung oligosakarida dan antioksidan alami sehingga jumlah sel dan aktivitas antioksidan yang terkandung dalam produk susu fermentasi (yoghurt) diharapkan akan meningkat. Salah satu bahan yang berpotensi untuk digunakan adalah ubi jalar. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu produktivitas ubi jalar khususnya di pulau Jawa cukup tinggi (10,9 ton/ha), ubi jalar juga kaya akan kandungan beta karoten dan antosianin, serta mengandung oligosakarida yang berfungsi sebagai prebiotik.

Penelitian mengenai kandungan beta karoten dan antosianin pada ubi jalar sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penambahan ekstrak ubi jalar terhadap jumlah sel dan aktivitas antioksidan pada yoghurt belum dilakukan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dikaji mengenai pengaruh penambahan ekstrak ubi jalar pada yoghurt sehingga dapat diketahui potensi pemanfaatan ubi jalar sebagai subtitusi susu dalam fermentasi yoghurt ditinjau dari jumlah sel dan aktivitas antioksidan yang dihasilkan.

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh penambahan ekstrak ubi jalar dengan berbagai jenis terhadap jumlah sel dan aktivitas antioksidan yoghurt.

2. Mengetahui potensi ubi jalar sebagai bahan subtitusi susu dalam pembuatan yoghurt.

D. Manfaat Penelitian

1. Diversifikasi produk olahan ubi jalar menjadi minuman fungsional yang mengandung antiokasidan alami dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia.

(16)

66

2. Memberikan informasi ilmiah yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi pangan khususnya mengenai jumlah sel dan aktivitas antioksidan yang terkandung dalam yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar. 3. Memberikan alternatif bagi produsen yoghurt untuk menggunakan ubi jalar

sebagai bahan subtitusi susu.

II. LANDASAN TEORI

E. Tinjauan Pustaka

1. Susu segar

Susu segar adalah susu murni yang diperoleh dari sapi perah sehat, dengan pemerahan yang benar, tidak tercampuri bahan asing dan bahan kimia pengawet, serta belum dipanaskan terlebih dahulu atau tidak mendapatkan perlakuan apa pun kecuali proses pendinginan dan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Agar aman dikonsumsi dan digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya maka susu segar harus memenuhi syarat-syarat tertentu (SNI, 1998).

(17)

67

Susu segar merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) terutama akibat ulah kuman pembusuk di dalamnya. Susu yang banyak mengandung air dan zat nutrisi memang cocok bagi pertumbuhan bakteri. Umumnya, dalam satu mililiter susu terdapat ratusan ribu hingga jutaan sel bakteri pembusuk. Penanganan susu segar yang lazim dilakukan untuk memperpanjang daya simpannya adalah dengan pendinginan (cooling). Pada suhu rendah (suhu refrigerator), bakteri akan terganggu metabolismenya sehingga kemampuan untuk berkembang biak dan merusak susu sangat terbatas (Legowo, 2006).

Susu segar umumnya mempunyai pH antara 6,5 dan 6,7. Nilai pH yang lebih besar dari 6,7 biasanya menunjukkan adanya gangguan pada puting sapi (mastitis), sedangkan pada pH di bawah 6,5 menunjukkan terjadinya kerusakan karena bakteri. Perlu diingat bahwa meskipun variasi pH antara 6,5-6,7 sangat kecil, nilai itu merupakan nilai logaritmik dari konsentrasi ion H (Adnan, 1984).

Komponen susu dapat sangat beragam tergantung pada beberapa faktor. Bahan-bahan dalam jumlah sedikit seperti sitrat, enzim-enzim, fosfolipid, vitamin A, vitamin B dan vitamin C juga terdapat dalam susu. Angka rata-rata kandungan gizi pada sapi perah disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi susu sapi perah Komposisi kimia Kadar (%) Lemak Protein Laktosa Abu Air 3,90 3,40 4,80 0,72 87,10 Sumber : Buckle et al. (1985)

Menurut Rahman (1992) kandungan kimia susu segar antara lain kadar air 87,4 %; lemak 3,7 %; protein 3,5 %,; kadar abu 0,7 %; laktosa 4,9 %; dan pH 6,6. Sedangkan menurut Adnan (1984), berbagai komponen yang menyusun air susu seperti karbondioksida, protein, senyawa fosfat, sitrat dan beberapa komponen lain dapat bertindak sebagai buffer. Keasaman susu

(18)

68

yang berasal dari berbagai jenis sapi telah dilaporkan berkisar antara 0,08-0,24 %.

Protein pada susu terdiri atas kasein, laktalbumin, laktalglobulin dengan jumlah kasein mencapai 80%. Di dalam susu, protein terdispersi sebagai partikel yang bermacam-macam ukurannya. Kasein susu berwarna kuning keputihan dan merupakan struktur granula, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa. Kasein terdapat sebagai kalsium kaseinat yaitu dalam keadaan terikat dengan kalsium. Kasein dapat dipisahkan dengan menggunakan enzim rennet atau dengan menambahkan asam ke dalam susu dengan pemanasan pada suhu 100oC selama 12 jam baru dapat mendapatkan semua kasein (Suwedo, 1994).

2. Susu skim

Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Kasein adalah komponen protein utama susu yang jumlahnya mencapai kira-kira 80% dari total protein. Kasein terdapat dalam bentuk casein kalsium yaitu senyawa kompleks dari kalsium fosfat dan terdapat dalam bentuk partikel-partikel kompleks koloid yang disebut micelles (Buckle et al., 1985).

Susu terbagi menjadi dua bagian utama yaitu krim susu dan skim susu. Pemisahan krim dan skim dapat dilakukan dengan cara mekanik. Krim adalah bagian susu yang muncul ke permukaan sewaktu susu didiamkan pada suhu tertentu atau dengan pemisahan secara mekanik. Krim dapat diolah lebih lanjut menjadi mentega atau es krim (Folley et al., 1972).

Tahap pengolahan susu menjadi susu skim menurut Anonim1 (1995) tidak jauh berbeda dengan tahap pembuatan susu bubuk yang lain. Secara umum tahap tersebut meliputi perlakuan pendahuluan (pemanasan awal), penguapan awal sampai didapatkan total solid antara 45%-55% dan pembubukan. Hanya bedanya pada pembuatan susu bubuk skim dilakukan pemisahan bagian krim (bagian yang kaya lemak) terlebih dahulu sebelum dilakukan pengeringan. Buckle et al. (1985), menyatakan bahwa susu skim

(19)

69

harus mempunyai padatan minimal 8,25%; lemak kurang dari 0,5%; protein 3,6%; laktosa 5,1%; vitamin A 2.000 IU; vitamin D 400 IU; dan mineral 0,70%.

Laktosa atau gula susu adalah karbohidrat utama dalam susu dan secara kimia tersusun atas D-glukosa dan D-galaktosa dengan ikatan β 1,4-glikosidik. Ikatan kimia tersebut merupakan ikatan yang sangat kuat dan sukar dihidrolisis, untuk menghidrolisisnya memerlukan kadar asam dan suhu yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan terjadinya diskolorisasi dan bau yang tidak dikehendaki. Pemanasan pada suhu tinggi dapat mengakibatkan degradasi laktosa menghasilkan asam laktat untuk meningkatkan keasaman susu (Jennes dan Patton,1985).

3. Ubi jalar

Menurut SNI 01–4493–1998, ubi jalar adalah umbi dari tanaman ubi jalar (Ipomea batatas L) dalam keadaan utuh, segar, bersih, dan aman dikonsumsi serta bebas dari mikroorganisme pengganggu tumbuhan. Yen (1982) menyatakan bahwa ubi jalar (Ipomoea batatas) termasuk dalam famili Convolvulaceae dan merupakan tanaman bernilai ekonomis yang lebih baik di antara anggota famili tersebut. Beberapa daerah yang menggunakan ubi jalar untuk makanan pokok antara lain Irian Barat, Mentawai, dan Nias (Soedarmo dan Sediaoetomo, 1977). Ubi jalar di kawasan dataran tinggi Jayawijaya merupakan sumber utama karbohidrat dan memenuhi hampir 90% kebutuhan kalori penduduk (Wanamarta 1981, dalam Zuraida 2001).

Ubi jalar (Ipomoea batatas) termasuk salah satu tanaman palawija penting di Indonesia karena mempunyai potensi untuk terus dikembangkan baik sebagai bahan pangan, pakan, maupun bahan industri. Ada beberapa jenis ubi jalar dan yang paling umum adalah ubi jalar putih. Selain itu, ada juga ubi jalar ungu maupun merah. Sekalipun disebut ubi jalar merah, sebenarnya warna daging buahnya adalah tidak merah, tetapi kekuningan hingga jingga atau orange (Apraidji, 2006).

(20)

70

Ubi jalar merupakan komoditas sumber karbohidrat utama setelah padi, jagung, ubi kayu, dan mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan pangan. Di antara bahan pangan sumber karbohidrat, ubi jalar memiliki keunggulan dan keuntungan yang sangat tinggi bagi masyarakat Indonesia, berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:

a. Ubi jalar mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktivitas antara 20-40 ton/ha.

b. Kandungan kalori per 100 g cukup tinggi, yaitu 123 kal dan dapat memberikan rasa kenyang dalam jumlah yang relatif sedikit.

c. Cara penyajian hidangan ubi jalar mudah, praktis dan sangat beragam, serta serasi (compatible) dengan makanan lain yang dihidangkan.

d. Harga per unit hidang murah dan bahan mudah diperoleh di pasar lokal. e. Dapat berfungsi dengan baik sebagai substitusi dan suplementasi

makanan sumber karbohidrat tradisional seperti beras.

f. Bukan jenis makanan baru dan telah dikenal secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia.

g. Rasa dan teksturnya sangat beragam sehingga dapat dipilih yang paling sesuai dengan selera konsumen.

h. Mengandung vitamin dan mineral yang cukup tinggi sehingga layak dinilai sebagai golongan bahan pangan sehat (Zuraida, 2001).

Hasyim (2008) menyatakan bahwa pemilihan ubi jalar sebagai bahan pangan alternatif didasarkan pada alasan : (1) sesuai dengan agroklimat sebagian besar wilayah Indonesia. (2) Mempunyai produktivitas yang tinggi sehingga menguntungkan untuk diusahakan. (3) Mengandung zat gizi yang berpengaruh positif pada kesehatan (prebiotik, serat makanan, dan antioksidan), serta (4) potensi penggunaannya cukup luas dan cocok untuk program diversifikasi pangan.

Tabel 2. Kandungan gizi dan kalori ubi jalar merah dibandingkan dengan beras, ubi kayu, dan jagung per 100 g bahan

Bahan Kalori (kal) Karbohirat (g) Protein (g) Lemak (g) Vitamin A (SI) Vitamin C (mg)

(21)

71 Beras Ubi kayu Jagung kuning 360 146 361 78,9 34,7 72,4 6,8 1,2 8,7 0,7 0,3 4,5 0 0 350 0 30 0 Sumber : Harnowo et al. (1994) dalam Zuraida (2001)

Berdasarkan Tabel 2. terlihat bahwa ubi jalar merah memiliki nilai kalori yang lebih rendah bila dibandingkan dengan beras, ubi kayu, mupun jagung kuning. Akan tetapi, ubi jalar merah memiliki keunggulan ditinjau dari segi kandungan vitamin A. Kandungan vitamin A pada ubi jalar merah sebesar 7.000 SI, beras 0, ubi kayu 0, dan jagung kuning 350 SI.

Tabel 3. Komposisi gizi ubi jalar putih, ubi jalar orange, dan ungu

Komposisi gizi Ubi jalar putih Ubi jalar orange Ubi jalar ungu Zat pati (%) Gula reduksi (%) Lemak (%) Protein (%) Air (%) Abu (%) Serat (%) Vitamin C (mg/100g) Antosianin (mg/100g) 28,79 0,32 0,77 0,89 62,24 0,93 2,5 28,68 0,06 24,47 0,11 0,68 0,49 68,78 0,99 2,79 29,22 4,56 12, 64 0,30 0,94 0,77 70,46 0,84 3,00 21,43 110,51 Sumber : Hasil penelitian Suprapta (2003)

Berdasarkan Tabel 3. dapat diketahui bahwa kandungan antosianin pada ubi jalar ungu paling tinggi yaitu 110,51 mg/100g bahan. Sedangkan untuk ubi jalar putih hanya 0,06 mg/100g dan ubi jalar orange sebesar 4,56 mg/100g bahan.

Selama ini penggunaan ubi jalar sebagai bahan pangan masih terbatas dalam bentuk makanan tradisional seperti ubi rebus, ubi goreng, kolak, getuk, timus, dan keripik sehingga citranya rendah. Dari survei AVRDC (1983) dalam Zuraida (2001) dilaporkan bahwa 90% produksi ubi jalar di Indonesia digunakan untuk bahan pangan dan 10% untuk bahan pakan. Sedangkan, Jusuf dkk. (2008) menyatakan bahwa di Indonesia 89% produksi ubi jalar digunakan sebagai bahan pangan dengan tingkat konsumsi 7,9 kg/kapita/tahun dan sisanya dimanfaatkan untuk bahan baku industri terutama saus dan pakan ternak. Kadar pati dan gula reduksi ubi jalar adalah

(22)

72

8-29% dan 0,5-2,5%. Karena kandungan pati dan gula reduksi cukup tinggi, maka ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup (Kay, 1973).

Menurut Onwueme (1978) ubi jalar merupakan sumber karbohidrat, mineral, dan vitamin. Setiap 100 gr ubi jalar mengandung air antara 50-81 gr, pati 8-29 gr, protein 0,95-2,4 gr, karbohidrat sekitar 31,8 gr; lemak 0,1-0,2 gr; gula reduksi 0,5-2,5 gr; serat 0,1 gr; kalsium 55 mg; zat besi 0,7 mg; fosfor 51 mg, vitamin B1 0,09 mg, vitamin B2 0,32 mg, vitamin C (2-20 mg) dan energi 135 kal.

Tabel 4. Komposisi kimia dan fisik ubi jalar segar orange (db) Sifat Kimia dan Fisik MSU 01015-07 MSU 01015-02 Air % Abu (%) Pati (%) Gula reduksi (%) Lemak (%) Beta karoten (mg/100g) Aktivitas antioksidan (%) 79,29 6,15 68,95 7,93 1,17 52,10 10,95 77,43 4,32 69,51 10,13 1,08 9,48 2,26 Sumber : Widjanarko (2008)

Ubi jalar segar orange varietas MSU 01015-07 memiliki kandungan beta karoten dan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ubi jalar segar orange varietas MSU 01015-02. Kandungan beta karoten dan aktivitas antioksidan pada ubi jalar segar orange varietas MSU 01015-07 adalah 52,10 mg/100g dan 10,95 %, sedangkan varietas MSU 01015-02 adalah 9,48 mg/100g dan 2,26 % (Tabel 4). Hal ini mengisyaratkan bahwa semakin tinggi kandungan beta karoten, maka aktivitas antioksidanya juga semakin tinggi.

Ubi jalar merah kaya akan antioksidan yaitu betakaroten (vitamin A), vitamin C, vitamin E dan seng. Oleh karena itu, ubi jalar merah dapat digunakan sebagai bahan pendetoks dan pelindung kekebalan tubuh yang sempurna. Kandungan antioksidan yang tinggi dalam ubi jalar merah dapat melindungi tubuh dari resiko kanker, penyakit jantung, dan stroke. Vitamin E di dalamnya bermanfaat bagi kesehatan jantung dan kulit. Kandungan zat

(23)

73

besinya yang tinggi bermanfaat untuk mencegah dan mengurangi kekurangan darah merah akibat kekurangan zat besi. Penggunaan ubi jalar merah sebagai bahan pangan juga dapat memasok sebagian besar kebutuhan Vitamin A dalam tubuh dan menyumbang 2-7% vitamin B serta 25-50% vitamin C (Collins dan Walter, 1982).

Dibanding ubi jalar putih, tekstur ubi jalar merah lebih berair dan kurang masir (sandy) tetapi lebih lembut. Rasanya tidak semanis ubi jalar putih, padahal kadar gulanya tidak berbeda. Ubi jalar putih mengandung 260 µg (869 SI) betakaroten per 100 gram, ubi merah yang berwarna kuning emas tersimpan 2.900 µg (9.675 SI) betakaroten, ubi merah yang berwarna jingga 9.900 µg (32.967 SI). Sekelompok antioksidan yang tersimpan dalam ubi jalar merah mampu menghalangi laju perusakan sel oleh radikal bebas. Selain betakaroten, warna jingga pada ubi jalar juga memberi isyarat akan tingginya kandungan senyawa lutein dan zeaxantin, pasangan antioksidan karotenoid. Keduanya termasuk pigmen warna sejenis klorofil yang merupakan pembentuk vitamin A. Lutein dan zeaxantin merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting menghalangi proses perusakan sel. Ubi jalar merah juga kaya vitamin E (Apraidji, 2006).

Ubi jalar merah sangat kaya akan pro vitamin A atau retinol. Dalam 100 gr ubi jalar merah terkandung 2.310 µg (setara dengan satu tablet vitamin A), protein (1,8 g), lemak (0,7 g), karbohidrat (27,9 g), mineral (1,1 g), kalsium (49 mg), dan vitamin C (20 mg). Bila dibandingkan dengan bayam dan kangkung, kandungan vitamin A ubi jalar merah masih setingkat lebih tinggi. Keistimewaan ubi ini juga terletak pada kandungan seratnya yang sangat tinggi sehingga baik untuk mencegah kanker saluran pencernaan dan mengikat zat karsinogen penyebab kanker di dalam tubuh (Sutomo, 2006).

Sebagian besar serat ubi jalar merah merupakan serat larut, yang bekerja serupa busa spon. Serat menyerap kelebihan lemak atau kolesterol darah, sehingga kadar lemak atau kolesterol dalam darah tetap aman terkendali. Serat alami oligosakarida yang tersimpan dalam ubi jalar ini

(24)

74

sekarang menjadi komoditas bernilai dalam pemerkayaan produk pangan olahan, seperti susu. Kandungan serat yang berfungsi sebagai komponen non-gizi ini, juga bermanfaat bagi keseimbangan flora usus dan prebiotik, merangsang pertumbuhan bakteri yang baik bagi usus sehingga penyerapan zat gizi menjadi lebih baik dan usus lebih bersih (Apraidji, 2006).

Ayamurasaki dan Yamagawamurasaki adalah dua varietas ubi jalar berwarna ungu asal Jepang yang telah diusahakan secara komersial di beberapa daerah di Jawa Timur dengan potensi hasil 15-20 ton/ha. Beberapa varietas lokal juga memiliki daging umbi berwarna ungu, hanya intensitas keunguannya masih di bawah kedua varietas introduksi tersebut. Saat ini di Balitkabi terdapat tiga klon harapan ubi jalar berwarna ungu, yakni MSU 01022-12, MSU 03028-10, dan RIS 03063-05. Klon MSU 03028-10 memiliki kadar antosianin 560 mg/100 g umbi, jauh lebih tinggi dari ubi jalar ungu asal Jepang varietas Ayamurasaki dan Yamagawamurasaki yang berkadar antosianin kurang dari 300 mg/100 g. Klon MSU 01022-12 berdaya hasil cukup tinggi (25,8 ton/ha) dan mengandung antosianin sedang (33,9 mg/100 g umbi). Klon MSU 03028-10 dan RIS 03063-05 berdaya hasil 27,5 ton/ha dengan kandungan antosianin tinggi yaitu lebih dari 500 mg/100 g umbi (Jusuf, dkk., 2008).

Tabel 5. Komposisi kimia dan fisik ubi jalar segar ungu (% db) Sifat Kimia dan Fisik MSU 03028-10 Ayamurasaki Air % Abu (%) Pati (%) Gula reduksi (%) Lemak (%) Beta karoten (mg/100g) Aktivitas antioksidan (%) 60,18 2,82 57,66 0,82 0,13 1.419,40 89,06 67,77 3,28 55,27 1,79 0,43 923,65 61,24 Sumber : Widjanarko (2008)

Ubi jalar segar ungu varietas MSU 03028-10 lebih unggul daripada ubi jalar segar ungu varietas Ayamurasaki ditinjau dari segi kandungan beta karoten maupun aktivitas antioksidannya (Tabel 5). Ubi jalar segar ungu varietas MSU 03028-10 memiliki beta karoten 1.419,40 mg/100g dan

(25)

75

aktivitas antioksidan 89,06 %, sedangkan ubi jalar segar ungu varietas Ayamurasaki memiliki beta karoten 923,65 mg/100g dan aktivitas antioksidan 61,24 %.

Ubi jalar ungu mengandung antosianin berkisar ± 519 mg/100 gr berat basah. Kandungan antosianin serta stabilitasnya yang tinggi bila dibandingkan antosianin dari sumber lain, membuat tanaman ini sebagai pilihan yang lebih sehat dan sebagai alternatif pewarna alami. Beberapa industri pewarna dan minuman berkarbonat menggunakan ubi jalar ungu sebagai bahan mentah penghasil antosianin b (Kumalaningsih, 2006).

Ubi jalar ungu yang rasanya manis mengandung antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, hepatoprotektif antihipertensi dan antihiperglisemik (Suda dkk, 2003). Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu lebih tinggi daripada ubi yang berwarna putih, kuning, dan jingga. Di antara ubi jalar ungu, kultivar Ayamurasaki dan Murasakimasari merupakan sumber pigmen antosianin dengan produksi dan kestabilan warna yang tinggi (Suardi, 2005). Hasil penelitian Kobori (2003) tentang pigmen antosianin dan pengaruhnya pada penghancuran penyakit kanker menunjukkan bahwa ekstrak ubi jalar berpengaruh terhadap penekanan pertumbuhan HL60 sel leukemia pada manusia hingga mencapai 35-55% dibanding kontrol.

Ubi jalar kaya akan serat diet, mineral, vitamin dan antioksidan seperti asam fenolat, antosianin, tokoferol dan beta karoten. Selain bekerja sebagai antioksidan, senyawa karotenoid dan fenolat juga menjadikan ubi jalar menjadi menarik dengan warna krem, kuning, oranye dan ungu. Kandungan fenolat pada ubijalar sekitar 0,14-0,51 mg/g berat segar. Ubi jalar ungu mengandung 0,4-0,6 mg antosianin/g berat segar (Anonim2, 2008).

4. Bakteri asam laktat

Bakteri asam laktat mempunyai peranan penting dalam proses fermentasi makanan dan minuman. Peran utama bakteri ini dalam industri makanan adalah untuk pengasam bahan mentah dengan memproduksi

(26)

76

sebagian besar asam laktat (bakteri homofermentatif) dan asam asetat, etanol serta CO

2 (bakteri heterofermentatif) (Desmazeaud, 1996). Bakteri asam laktat banyak digunakan dalam produk susu seperti yogurt, sour cream (susu asam), keju, mentega, dan produksi asam-asaman, serta asinan (Lindquist, 1998 dalam Nur, 2005).

Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri gram positif berbentuk

batang dan tidak membentuk endospora. Bakteri ini bersifat termodurik dan homofermentatif, dengan suhu optimum untuk pertumbuhannya sekitar 45 o

C. Kondisi optimum untuk pertumbuhannya adalah sedikit asam atau sekitar pH 5,5. Sedangkan Streptococcus thermophilus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, sering pertumbuhannya berbentuk rantai. Bakteri ini dapat diklasifikasikan sebagai bakteri homofermentatif dan termodurik dengan pH optimum untuk pertumbuhannya sekitar 6,5 (Marman, 2006).

Bakteri Streptococcus thermophilus memiliki ciri bersel bulat, soliter atau berantai, tak bergerak, tak berspora, fakultatif aerob, gram positif, pH optimum 6,8 dan suhu optimum 40-50 oC. Bakteri tersebut toleran pada keasaman 0,85-0,89%. Sedangkan Lactobacillus bulgaricus, bentuk batang, soliter atau berantai, tak berspora, mikroaerophil sampai anaerob, gram positif, pH optimum 6 dan suhu optimum 40-50 oC. Bakteri tersebut dapat memproduksi asam laktat sampai 1,2-1,5 % (Buchanan dan Gibbon, 1974).

Bakteri baik yang terdapat didalam yoghurt adalah Lactobacillus

bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kedua bakteri itu mengurai

laktosa (gula) susu menjadi asam laktat dengan berbagai komponen aroma dan cita rasa. Karena itu, kedua bakteri ini dikenal sebagai bakteri asam laktat. Lactobacillus lebih berperan dalam pembentukan aroma, sedangkan

Streptococcus lebih berperan dalam pembentukan cita rasa. Cita rasa khas

yang timbul dari yoghurt diakibatkan adanya asam laktat, asam asetat, karbonil, asetaldehida, aseton, asetoin, dan diasetil (Abdillah, 2004).

Menurut Lampert (1970) dua mikroorganisme Lactobacillus

(27)

77

simbiosis dan bertanggung jawab selama fermentasi asam laktat dalam pembuatan yoghurt. Dalam hubungan simbiosis Lactobacillus bulgaricus dapat menghasilkan glisin dan histidin sebagai hasil pemecahan protein yang

dapat menstimulasi pertumbuhan Streptococcus thermophilus

(Wittier dan Webb, 1970).

Lactobacillus bulgaricus akan tumbuh dengan pesat setelah bakteri Streptococcus thermophilus memasuki fase stasioner, karena bakteri Lactobacillus bulgaricus relatif lebih tahan pada kadar asam yang tinggi

dibanding Streptococcus thermophilus (O’leary dan Woychick, 1976). Sedangkan Jay (1978), mengatakan bahwa Streptococcus thermophilus kurang tahan pada pH 4,2-4,4 dan Lactobacillus bulgaricus kurang tahan pada pH 3,5-3,8. Kedua mikroorganisme ini sangat peka terhadap sejumlah kecil penicillin, sehingga dipilih susu yang bebas antibiotika untuk pembuatan yoghurt dan pembuatan starter (Hargrove, 1950 dalam Wittier dan Webb, 1970)

5. Yoghurt

Hidayat (2006) menyatakan bahwa yoghurt adalah produk susu fermentasi berbentuk semi solid mirip bubur halus atau es krim yang dihasilkan melalui proses fermentasi susu dengan menggunakan bakteri asam laktat (BAL). Sedangkan menurut Hadiwiyoto (1982), yoghurt merupakan salah satu produk dari pengolahan susu yaitu hasil pemeraman susu yang mempunyai cita rasa yang spesifik sebagai hasil formulasi oleh bakteri tertentu antara lain Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus

bulgaricus.

Yoghurt merupakan salah satu hasil produk fermentasi yang banyak mengandung zat gizi. Proses fermentasi yang terjadi pada yoghurt akan menambah kandungan gizinya. Komposisi zat gizi yoghurt mirip dengan susu. Bahkan, ada beberapa komponen yang jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan susu, seperti vitamin B kompleks, kalsium (Ca) dan protein. Selama proses fermentasi susu menjadi yoghurt terjadi sintesis vitamin B kompleks khususnya thiamin (vitamin B1) dan riboflavin (vitamin

(28)

78

B2) serta beberapa asam amino penyusun protein yang berguna bagi kesehatan (Abdillah, 2004).

Dalam pembuatan yoghurt dituntut suatu bahan dasar yang mempunyai kandungan bahan padat 19-20 %, guna memperoleh yoghurt yang mempunyai tekstur semi padat dan keasaman yang cukup. Usaha yang mula-mula dilakukan dengan cara memanaskan dan menguapkan 10-20 % kandungan air dalam susu. Selanjutnya pengolahan yang lebih maju menambahkan susu skim powder sebanyak 5 % (Wittier dan Webb, 1970).

Melalui perubahan kimiawi yang terjadi selama proses fermentasi dihasilkan suatu produk yang mempunyai tekstur, flavor, dan rasa yang khas. Yoghurt mengandung nutrisi yang lebih baik dibandingkan susu segar (Hidayat, 2006). Secara tradisional, pada pembuatan yoghurt digunakan kultur starter campuran Lactobacillus bulgaricus Streptococcus thermophilus dengan perbandingan 1:1

Produk susu fermentasi memiliki nilai gizi tinggi dengan kandungan laktosa (gula susu) relatif rendah bila dibandingkan susu murni. Produk susu fermentasi sangat bermanfaat bagi penderita lactose intolerance karena sebagian besar laktosa sudah dipecah oleh enzim laktase yang terdapat dalam bakteri asam laktat menjadi glukosa dan galaktosa sehingga mudah diserap oleh saluran pencernaan manusia (Hidayat, 2006).

Pada pembuatan yoghurt, mula-mula susu dipasteurisasi pada suhu 90oC selama 15 menit. Pasteurisasi ini dapat memperbaiki bodi yoghurt (Leviton dan Mart, 1965). Tujuan dari pasteurisasi ini adalah untuk membunuh mikroorganisme pathogen dan untuk menginaktifkan enzim yang ada dalam susu. Persyaratan susu pasteurisasi menurut US. Public Health Service adalah kandungan mikroorganisme tidak boleh lebih 20000/ml dengan kandungan bakteri coli tidak lebih dari 10/ml. Susu pastuerisasi kemudian didinginkan sampai dicapai suhu pertumbuhan optimum bagi

Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus yaitu 40-45 oC. Apabila sudah mencapai suhu 40-45 oC maka susu segera diinokulasi dengan 2,5 % starter. Kemudian susu diinkubasi pada suhu 40-45 oC selama

(29)

79

10 jam atau sampai terjadi pengentalan. Lampert (1970), melaporkan bahwa lamanya pemeraman didasarkan pada terbentuknya total asam laktat normal yakni 0,85-0,95 % atau mencapai pH 4,4-4,5. Untuk mencapai keasaman yoghurt 0,90 %, maka fermentasi yoghurt harus diakhiri pada saat mencapai keasaman 0,75 % (Wittier dan Webb, 1970). Sedangkan Jay (1978), menyatakan bahwa produk yoghurt yang disukai adalah yoghurt dengan keasaman 0,85-0,90 % dan untuk mencapai keasaman tersebut maka fermentasi yoghurt diakhiri bila mencapai keasaman 0,65-0,75 %.

Komponen dari yoghurt yang utama adalah sifat-sifat bau dari asam laktat dan substansi aroma yang dihasilkan oleh bakteri. Schulr, et al. dalam Leviton dan Mart (1967), telah mendistilasi substansi yoghurt dan ternyata distilat tersebut mengandung acetaldehid sebagai komponen aroma yoghurt. Kecuali acetaldehid, flavor yang khas pada yoghurt adalah diacetyl yang dihasilkan oleh Lactobacillus bulgaricus (Davis, 1975). Rose (1983), melaporkan jika dalam yoghurt bakteri Streptococcus thermophillus lebih dominan, maka dihasilkan acetaldehid sebagai komponen flavor yoghurt dan yoghurt yang dihasilkan lebih keras dan asam. Tetapi jika bakteri

Lactobacillus bulgaricus lebih dominan, maka akan terbentuk diacetyl

sebagai komponen flavor yoghurt. 6. Prebiotik dan Probiotik

Prebiotik didefinisikan sebagai ingredien yang tidak dapat dicerna tetapi menghasilkan pengaruh menguntungkan terhadap inang dengan cara menstimulir secara selektif pertumbuhan mikroba dalam saluran pencernaan sehingga dapat meningkatkan kesehatan inang. Suatu ingredien pangan dapat diklasifikasikan sebagai prebiotik bila memenuhi persyaratan berikut :

a. Tidak terhidrolisis atau terserap pada saluran pencernaan bagian atas. b. Secara selektif dapat menstimulir pertumbuhan bakteri yang

menguntungkan pada kolon.

c. Dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen, sehingga secara sistemik dapat meningkatkan kesehatan (Luthana, 2008).

(30)

80

Prebiotik harus lolos dari saluran pencernaan bagian atas dan dapat mencapai usus besar untuk dapat difermentasi oleh bakteri probitik. Pada umumnya prebiotik berupa karbohidrat yang tidak dicerna dan tidak diserap, biasanya dalam bentuk oligosakarida seperti inulin dan turunannya (frukto oligosakarida), karbohidrat dengan berat molekul rendah, serat pangan, dan oligosakarida lain seperti rafinosa dan stakiosa yang banyak terdapat pada kacang-kacangan dan polong-polongan.

Di dalam usus besar, bahan prebiotik akan difermentasi oleh bakteri probiotik terutama dan menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain

fatty acid) dalam bentuk asam laktat, asetat, propionat, butirat, juga

karbondioksida dan hidrogen. Oleh tubuh, asam lemak rantai pendek tersebut digunakan sebagai sumber energi.

Probiotik adalah suplemen makanan berupa bakteri hidup yang nonpatogen, tidak toksik, tahan terhadap asam lambung, dan dapat berkoloni pada usus besar (kolon). Mikroba itu harus hidup pada saat dikonsumsi hingga sampai ke usus halus. Tidak semua bakteri bisa digunakan sebagai probiotik. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain: punya aktivitas antimikroba dan antikarsinogenik, mampu berkoloni dalam saluran pencernaan serta mampu meningkatkan penyerapan usus. Beberapa jenis probiotik yang sering digunakan adalah Bifidobacterium brevis, B. infantis,

B. longu, Lactobacillus acidopholus, L. bulgaricus, L. plantarum, L. rhamnosus, L. casei, dan Streptococcus thermophilus. Bakteri asam laktat ini

dapat memecah karbohidrat yang tidak tercerna oleh saluran pencernaan manusia dan langsung berinteraksi dengan metabolisme inang (Tensiska, 2008).

Soeharsono, 1994 (dalam Ahmad, 2005) menyatakan bahwa suatu mikroba dapat dikategorikan sebagai probiotik bila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

(31)

81

b. Kemampuan bakteri untuk hidup (viability) selama proses produksi, ketika bakteri berada dalam produk (carrier), dan ketika dalam penyimpanan akan stabil dalam jangka waktu yang lama.

c. Mikroorganisme tersebut harus dapat hidup kembali dalam salauran pencernaan.

d. Memberikan manfaat kesehatan bagi inang.

Sedangkan Tensiska (2008) menyebutkan bahwa bakteri probiotik memiliki ciri :

a. Tahan terhadap asam lambung dan asam empedu.

b. Mampu berkolonisasi (walaupun sementara) pada saluran pencernaan bagian atas.

c. Antagonis melawan patogen.

d. Menghasilkan senyawa antimikroba.

e. Dapat memperbaiki imunitas dan tahan terhadap antibiotik. f. Secara klinis terbukti menyehatkan.

g. Dalam sejarahnya aman untuk manusia.

Tujuan utama dari fungsi probiotik adalah memperbaiki sistem pertahanan usus baik dengan efek barier langsung ataupun melalui pengaturan imunitas sehingga kriteria untuk probiotik adalah kemampuan untuk berkoloni walaupun sementara pada usus, terutama pada saluaran pencernaan bagian atas seperti usus halus dan lambung dengan efek barier yang lebih kuat dalam melawan patogen dan menjaga sistem kekebalan tubuh. Lambung hanya mengandung bakteri yang tahan terhadap asam, mengingat pH lambung sangat rendah yaitu sekitar 1-2 dan bakteri laktat masih bisa bertahan dalam jumlah ribuan (Tensiska, 2008).

7. Fermentasi

Pada mulanya yang dimaksud dengan fermentasi adalah pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2. Tetapi banyak proses yang disebut fermentasi tidak selalu menggunakan substrat gula dan menghasilkan alkohol

(32)

82

serta CO2. Sebagai contoh misalnya perubahan laktosa menjadi asam laktat oleh bakteri Streptococcus lactis pada kondisi anaerobik. Gula yang terdapat dalam susu difermentasi oleh bakteri Sterptococcus lactis menghasilkan asam laktat yang menyebabkan turunya pH sehingga akan mengendapkan curd susu. Asam yang dihasilkan dari fermentasi ini dengan adanya O2 dapat dipecah lebih lanjut oleh kapang. Jika hal ini terjadi maka peranan asam laktat sebagai pengawet melawan mikroba lainnya akan berkurang atau hilang (Winarno, 1980).

Asam susu (asam laktat) terdapat sebagai hasil penguraian bermacam-macam zat organik. Fermentasi karbohidrat, terutama gula oleh bakteri asam susu menghasilkan asam susu. Gula laktosa yang terdapat di dalam susu merupakan substrat yang baik bagi Steptococcus lactis dan

Lactobacillus. Yang pertama menghasilkan 1% asam susu sebelum mencapai

pH yang menekannya, yang kedua menghasilkan asam susu mencapai 4% (Dwidjoseputro, 1998).

Schroder (1978) menyatakan bahwa pertumbuhan bakteri asam laktat selama fermentasi dapat mengakibatkan lingkungan yang kurang baik bagi mikroorganisme pembusuk maupun mikroorganisme patogen karena dihasilkannya bakteriocin dan penurunan pH. Dengan demikian, pertumbuhan bakteri asam laktat akan lebih dominan dan proses fermentasi dapat berjalan secara optimal.

Sifat- sifat bahan pangan hasil fermentasi ditentukan oleh mutu dan sifat-sifat asal bahan pangan itu sendiri, perubahan yang terjadi sebagai hasil fermentasi mikroorganisme dan interaksi yang terjadi di antara produk dari kegiatan-kegiatan tersebut dan zat-zat yang merupakan pembentuk bahan pangan tersebut. Fermentasi oleh organisme yang dikehendaki memberi flavor, bentuk yang bagus (bouquet) dan tekstur bahan pangan yang telah difermentasi. Pada beberapa fermentasi asam laktat, keasaman yang tinggi, pH dan potensial redoks yang rendah yang dicapai menghambat pertumbuhan organisme lainnya dan perubahan kimiawi yang tidak diinginkan (Buckle et. al, 1985).

(33)

83

Fermentasi memiliki berbagai manfaat, antara lain untuk mengawetkan produk pangan, memberi cita rasa atau flavor terhadap produk pangan tertentu, memberikan tekstur tertentu pada produk pangan. Dengan adanya proses fermentasi yang dilakukan oleh mikroba tertentu diharapkan akan meningkatkan nilai gizi yang ada pada produk fermentasi (Widowati, 2002).

8. Jumlah sel

Perhitungan jumlah sel secara tidak langsung dengan metode hitungan cawan (total plete count) merupakan cara yang paling umum digunakan untuk perhitungan jumlah mikroba. Metode hitungan cawan didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah ditumbuhkan dalam medium pertumbuhan dan lingkungan yang sesuai. Setelah inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan jumlah mikroorganisme yang tumbuh dalam suspensi tersebut (Djide, 2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Amrullah (1987) terjadi peningkatan populasi bakteri golongan asam laktat sampai titik maksimum dan selanjutnya mulai menurun. Keadaan ini diduga karena pada awal fermentasi bakteri golongan asam laktat masih dalam taraf “lag phase” sehingga populasi masih rendah. Pada tahap fermentasi selanjutnya populasinya mulai meningkat karena kondisi lingkungannya cocok untuk pertumbuhan bakteri ini, dan selanjutnya menurun kembali karena keadaan ini bakteri golongan asam laktat tidak tahan lagi dengan tingkat keasaman yang dihasilkannya sendiri.

Penggunaan gula yang ada dalam substrat untuk pertumbuhan BAL dapat terlihat dengan meningkatnya kerapatan sel BAL pada substrat. Pemecahan glukosa dalam sel BAL menghasilkan energi untuk aktivitas BAL akan menghasilkan senyawa lain termasuk asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan oleh BAL akan tersekresikan keluar sel dan akan

(34)

84

terakumulasi dalam cairan fermentasi dengan meningkatnya jumlah asam yang diekskresikan oleh BAL karena proses akumulasi asam dalam substrat, maka akan meningkatkan keasaman substrat. Peningkatan akumulasi asam dalam substrat ini dapat diketahui dengan penurunan pH substrat (Widowati dan Misgiyarta, 2002).

Semakin lama waktu fermentasi maka jumlah bakteri semakin meningkat. Meningkatnya jumlah bakteri selama fermentasi disebabkan oleh kondisi substrat yang masih memungkinkan untuk berlangsungnya metabolisme bakteri. Pada awal fermentasi, jumlah bakteri meningkat cepat karena zat nutrisi tersedia dalam jumlah banyak. Akan tetapi, pada akhir fermentasi aktivitas bakteri akan menurun karena terhambat oleh keasaman yang dihasilkan (Saripah 1983).

Jumlah sel terbanyak dicapai pada fase logaritmik. Menurut Fardiaz (1992), fase logaritmik merupakan fase pada saat mikroorganisme membelah dengan cepat. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh pH, nutrient, dan kondisi lingkungan.

9. Antioksidan

Antioksidan didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. (Sofia, 2007). Sedangkan menurut Halliwell and Gutteridge (2000), antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat golongan oksigen reaktif (Reactive Oxygen

Species) maupun golongan nitrogen reaktif (Reactive Nitrogen Species) dan

juga radikal bebas sehingga antioksidan dapat mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas seperti karsinogenesis, kardiovaskuler, dan penuaan.

Radikal bebas memiliki tingkat reaktif yang tinggi dan secara alami ada didalam tubuh sebagai hasil dari reaksi biokimia. Radikal bebas juga terdapat di lingkungan sekitar yang berasal dari polusi udara, asap tembakau, penguapan alkohol yang berlebihan, bahan pengawet dan pupuk, sinar Ultra Violet, X-rays, dan ozon. Radikal bebas dapat merusak membran sel serta

(35)

85

merusak dan merubah DNA sehingga akan memicu timbulnya sel kanker, penyakit hati, arthritis, katarak, penyakit degeneratif, serta mempercepat proses penuaan (Anonim3, 2008).

Sebenarnya radikal bebas (termasuk ROS) penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah dan organ-organ dalam tubuh. Namun, bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka radikal bebas ini justru akan menyerang sel itu sendiri. Struktur sel yang berubah turut merubah fungsiny yang akan mengarah pada proses munculnya penyakit (Sauriasari, 2006).

Menurut Sofia (2007), antioksidan terbagi menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan vitamin lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan enzim. Antioksidan vitamin mencakup alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten, dan asam askorbat (vitamin C).

Berdasarkan sumbernya, antioksidan terbagi menjadi antioksidan alami dan antioksidan buatan. Antioksidan sintetik seperti BHA, (butilhidroksi anisol), BHT (butil hidroksi toluen), PG (propil galat), dan TBHQ (tert-butil Hidrokuinon) dapat meningkatkan terjadinya karsinogenesis (Amarowicz et al., 2000) sehingga penggunaan antioksidan alami mengalami peningkatan. Menurut Karyadi (2006), contoh antioksidan alami adalah vitamin E, vitamin C, beta karoten, asam urat, bilirubin, dan albumin.

Beberapa studi epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi antioksidan fenolik alami yang terdapat dalam buah, sayur, dan tanaman serta produk-produknya mempunyai manfaat besar terhadap kesehatan yakni dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit jantung koroner (Ghiselli et al., 1998). Hal ini disebabkan karena adanya kandungan beberapa vitamin (A,C,E dan folat), serat, dan kandungan kimia lain seperti polifenol yang mampu menangkap radikal bebas (Gill et al., 2002).

(36)

86

Pengujian aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) pada panjang gelombang 515 nm. DPPH merupakan radikal sintetik yang stabil serta larut dalam pelarut polar seperti metanol dan etanol. Selain dengan DPPH, daya antioksidan juga dapat ditentukan dengan metode linoleat-tiosianat. Hasil daya antioksidan pada sampel yang diuji dibandingkan dengan pembanding vitamin E 1% yang sudah diketahui sebagai antioksidan (Rohman, 2005).

Kandungan beta karoten dalam ubi jalar merah akan berperan serta dalam produksi hormon melatonin yang menghasilkan kelenjar pineal di dalam otak. Melatonin merupakan antioksidan handal yang menjaga kesehatan sel dan system saraf otak, sekaligus mereparasinya jika ada kerusakan. Kurang asupan vitamin A akan menghambat produksi melatonin dan menurunkan fungsi saraf otak sehingga muncul gangguan tidur dan berkurangnya daya ingat. Keterbatasan produksi melatonin berakibat menurunkan produksi hormon endokrin, sehingga sistem kekebalan tubuh merosot. Kondisi ini memudahkan terjadinya infeksi dan mempercepat laju proses penuaan (Apraidji, 2006).

F. Hipotesis

1. Penambahan ekstrak ubi jalar dengan berbagai varietas diduga berpengaruh terhadap jumlah sel dan aktivitas antioksidan yoghurt yang dihasilkan. 2. Yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar putih diduga memiliki jumlah

sel yang lebih tinggi daripada yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar orange maupun ungu.

3. Yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar orange serta ungu diduga memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar putih.

(37)

87

III. METODE PENELITIAN

G. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan Maret sampai Mei 2009.

H. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan utama yang digunakan untuk membuat yoghurt dalam penelitian ini adalah susu segar dari peternak di Boyolali; susu skim dari toko Ramajaya Surakarta; ubi jalar putih, ubi jalar orange, dan ubi jalar ungu yang diperoleh dari pasar lokal di Surakarta; serta kultur murni Bakteri Asam Laktat (BAL) yaitu Streptococcus thermophilus 0040 dan

Lactobacillus bulgaricus 0041 yang diperoleh dari FNCC (Food Nutrition and Cultur Colection) Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada

Yogyakarta yang berupa biakan murni dalam agar tegak.

Bahan yang digunakan dalam analisa jumlah sel adalah media MRS (de Man Rogosa and Sharpe) untuk menumbuhkan L. bulgaricus dan S.

thermophilus serta aquadest steril. Sedangkan bahan yang digunakan untuk

analisa aktivitas antioksidan adalah methanol pro analisis dan larutan DPPH 0,1 mM.

(38)

88

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, telenan, juicer, beker glass, erlenmeyer, botol sebagai tempat yoghurt, pipet ukur, mikro pipet, pro pipet, vortex mixer, tabung reaksi, petridish, lampu bunsen, timbangan analitik, autoclave, oven, inkubator, thermometer, dan spektrofotometer UV-Vis.

I. Tahapan Penelitian

1. Pembiakan bakteri

Biakan murni L. bulgaricus dan S. Thermophilus diperbanyak dengan memindahkan kultur bakteri tersebut ke dalam beberapa tabung reaksi yang berisi media cair MRS. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengambil 1 ose kultur bakteri secara aseptis kemudian diinokulasikan dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml MRS broth.

2. Pembuatan starter induk

Susu segar dan susu skim (5% b/v) dipasteurisasi pada suhu 90 oC selama 10-15 menit kemudian didinginkan hingga mencapai suhu 40-45 oC. Setelah itu, diinokulasi dengan 2% kultur hasil pembiakan dalam media MRS dan diinkubasi pada suhu 40-45 oC selama 24 jam.

3. Pembuatan starter siap pakai

Susu segar dan susu skim (5% b/v) dipasteurisasi pada suhu 90 oC selama 10-15 menit kemudian didinginkan hingga mencapai suhu 40-45 oC dan diinokulasi dengan starter induk 2%. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 40-45 oC selama 24 jam.

4. Pembuatan ekstrak ubi jalar

Ditimbang 1 kg ubi jalar kemudian dikupas dan dicuci sampai bersih. Setelah itu, ubi jalar diiris kecil-kecil sebesar dadu lalu dimasukkan dalam juicer. Pada proses ekstraksi menggunakan juicer ini tidak ada penambahan air sebagai bahan pelarut. Oleh karena itu, serat larut yang terkandung dalam ubi jalar akan dilarutkan oleh air yang terdapat dalam ubi jalar tersebut bukan oleh air dari luar. Bubur ubi jalar lalu dituang dalam

(39)

89

beker glass 500 ml menggunakan corong yang dilapisi kain saring hal ini dimaksudkan untuk memisahkan filtrat dan ampas yang masih terikut. Selanjutnya didiamkan selama 30 menit, kemudian filtratnya diambil. Fitrat ini merupakan ekstrak ubi jalar yang siap digunakan untuk membuat yoghurt.

5. Pembuatan Yoghurt

Susu segar, susu skim (5% b/v), dan ekstrak ubi jalar (10% v/v) dipasteurisasi pada suhu 90 oC selama 15 menit kemudian didinginkan hingga mencapai suhu 40-45 oC. Selanjutnya, diinokulasi dengan starter

Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dengan

perbandingan 1:1 yang dilakukan secara aseptis pada suhu 40-45oC sebanyak 2,5% (v/v), kemudian digojok hingga homogen. Susu dan ekstrak ubi jalar yang telah diinokulasi dengan starter tadi lalu dimasukkan ke dalam botol-botol steril kemudian diinkubasi selama 15 jam pada suhu 40-45 oC hingga dihasilkan yoghurt.

Pendinginan pada suhu 40-45 oC

Inokulasi Starter L. Bulgaricus dan S. thermophilus (1:1) 2,5% v/v Yoghurt Susu segar (1000 ml) Ekstrak ubi jalar

(10% v/v)

Susu bubuk skim (5% b/v)

Pasteurisasi T = 90 oC selama 15 menit

Analisa : Jumlah sel dan Aktivitas antioksidan Inkubasi T = 40 oC, 15 jam

(40)

90

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan yoghurt

6. Analisa jumlah sel dan aktivitas antioksidan

Penentuan jumlah sel yoghurt secara kuantitatif dilakukan dengan perhitungan bakteri tidak langsung menggunakan metode hitungan cawan atau Total Plate Count (Yutono, et al., 1983). Pada penentuan jumlah sel dengan metode hitungan cawan ini dilakukan seri pengenceran bertingkat dari 10-1 sampai 10-7. Suspensi yang ditumbuhkan pada media MRS agar adalah pengenceran 10-5, 10-6, dan 10-7 sebanyak 0,1 ml dengan cara taburan permukaan (surface plate method).

Pengujian aktivitas antioksidan yoghurt dengan metode DPPH atau 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (Rohman, Abdul dan Sugeng R, 2005).

Pelarut yang digunakan adalah metanol pro analisis dan larutan DPPH 0,1 mM sebagai radikal sintetik. Peneraan nilai absorbansi sampel dilakukan pada panjang gelombang 517 nm.

Pengujian jumlah sel dilakukan setiap 1 jam sekali selama proses fermentasi berlangsung terhitung mulai jam ke-0 sampai jam ke-15, sedangkan pengujian aktivitas antioksidan dilakukan setiap 3 jam sekali. Hasil pengamatan selanjutnya dibuat grafik yang menunjukkan hubungan antara jumlah bakteri dan aktivitas antioksidan dengan waktu fermentasi.

J. Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan. Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan analisis. Adapun perlakuan tersebut adalah yoghurt dengan penambahan ekstrak ubi jalar putih, ubi jalar orange, dan ubi jalar ungu. Sebagai kontrol, digunakan yoghurt tanpa penambahan ubi jalar.

(41)

91

Data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis dengan metode ANOVA dan apabila ada perbedaan maka dilanjutkan dengan uji beda nyata menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf signifikasi 5%.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengujian Jumlah Sel Starter

Tujuan dari pengujian starter adalah untuk mengetahui secara kuantitatif jumlah sel yang terkandung dalam tiap milliliter starter yang akan digunakan dalam fermentasi yoghurt. Adapun starter yang digunakan adalah kombinasi dari dua starter yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Arlistiya (2008) menyatakan bahwa starter kombinasi merupakan starter yang paling efektif untuk fermentasi yoghurt ditinjau dari hasil parameter-parameter kinetika fermentasi yang diperoleh. Tabel 6 di bawah ini menunjukkan hasil pengujian jumlah sel untuk starter Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus

bulgaricus.

Tabel 6. Hasil Pengujian Jumlah Sel Starter

Jenis Starter Ulangan Σ sel (cfu/ml) Σ sel rata-rata (cfu/ml) S. thermophilus 1 2 2,23 x 108 1,79 x 108 2,01x10 8 L. bulgaricus 1 2 1,87 x 108 9,70 x 107 1,41x10 8

Sumber : Data primer, 2009.

Menurut Wahyudi (2006), perbandingan starter S. thermophilus dan L.

bulgaricus dalam fermentasi yoghurt adalah 1:1. Dalam penelitian ini, starter

yang digunakan juga menggunakan perbandingan 1:1 (v/v). Secara volumetrik perbandingan jumlah starter yang digunakan sama yaitu 1:1 (v/v), akan tetapi setelah dilakukan pengujian dengan metode hitungan cawan (total plate count) ternyata jumlah sel yang terkandung dalam tiap milliliter starter menunjukkan

Gambar

Tabel 4. Komposisi kimia dan fisik ubi jalar segar orange (db)  Sifat Kimia dan Fisik  MSU 01015-07  MSU 01015-02  Air %  Abu (%)  Pati (%)  Gula reduksi (%)  Lemak (%)  Beta karoten (mg/100g)  Aktivitas antioksidan (%)  79,29 6,15 68,95 7,93 1,17 52,10 10
Gambar 2. Grafik hubungan waktu fermentasi dengan log jumlah sel pada  berbagai sampel yoghurt
Tabel Hasil Pengujian Jumlah Sel Starter
Tabel Aktivitas antioksidan yoghurt dengan penambahan ubi jalar ungu  Absorbansi sampel  Aktivitas Antioksidan (%) Jam  ke-  Absorbansi blangko  U1  U2  U3  U1  U2  U3  Rata-rata (%)  0  3  6  9  12  15  0,123 0,123 0,114 0,123 0,117 0,151  0,116 0,115 0,1
+2

Referensi

Dokumen terkait

Karena dengan menggunakan Microsoft Visual FoxPro 6.0, suatu program aplikasi mudah dirancang dengan memanfaatkan berbagai fasilitas yang disediakan oleh Microsoft Visual Foxpro

Panas dari udara di dalam rumah tanaman berpindah ke bak tanam atau media tanam secara konveksi yang kemudian diteruskan pada pipa pendingin yang memiliki suhu

[r]

Dibuat oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Diperiksa

Pada penelitian ini diusulkan menggunakan Auto Generate timetable dengan Array Penggunaan Auto Generate timetable merupakan metode optimasi yang digunakan untuk

1 ) Teori dasar kel i stri kan dan rangkaian, mencakup perinsip dan dalil-dalil listrik serta rangkai-. an listrik. 2) Pengukuran listrik, mencakup perinsip

2) Guru bersama-sama peserta didik melakukan identifikasi kelebihan dan kekurangan kegiatan pembelajaran (yaitu kegiatan mengamati, merumuskan pertanyaan, mengumpulkan

Hasil pengujian terhadap profil lipid pada tikus dislipidemia menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kontrol pembanding, pemberian ekstrak etanol biji pepaya dosis 200 mg/kg bb dan