• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN TEKNIK MODIFIED ATMOSPHERE PACKAGING UNTUK SAYURAN CAMPURAN TEROLAH MINIMAL OLEH : DANU UMBARA S F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN TEKNIK MODIFIED ATMOSPHERE PACKAGING UNTUK SAYURAN CAMPURAN TEROLAH MINIMAL OLEH : DANU UMBARA S F"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN TEKNIK MODIFIED ATMOSPHERE PACKAGING UNTUK SAYURAN CAMPURAN TEROLAH MINIMAL

OLEH : DANU UMBARA S

F14103092

2008

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGEMBANGAN TEKNIK MODIFIED ATMOSPHERE PACKAGING UNTUK SAYURAN CAMPURAN TEROLAH MINIMAL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

DANU UMBARA S

F14103092

2008

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGEMBANGAN TEKNIK MODIFIED ATMOSPHERE PACKAGING UNTUK SAYURAN CAMPURAN TEROLAH MINIMAL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor Oleh :

Danu Umbara Sudirman F14103092

Dilahirkan pada tanggal 15 Oktober 1985 di Bogor, Jawa Barat

Tanggal Lulus :

Menyetujui, Bogor, Mei 2008

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S. Ketua Departemen Teknik Pertanian

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Oktober 1985 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Dadang Iskandar dan Nunu Nuraeni.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Pengadilan IV Bogor, pada tahun 1991-1997. Setelah itu Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Bogor dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2000. Setelah itu, Penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 1 Bogor dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2003. Pada tahun 2003, Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan program studi yang dipilih adalah Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Pada tahun 2005, penulis memilih Lab. Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Selama perkuliahan Penulis Aktif dalam berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan. Pada tahun 2003-2008, Penulis tercatat sebagai anggota HIMATETA. Pada tahun 2005-2006, Penulis menjabat sebagai Editor Mading HIMATETA.

Penulis melakukan praktek lapangan di PG. Rajawali II Unit Subang, Jawa Barat. Topik yang dipelajari adalah Mesin Pertanian dan Proses Pengolahan Gula di PG. Rajawali II. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, Penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Teknik Modified Atmosphere Packaging untuk Sayuran Campuran Terolah Minimal” di bawah bimbingan Dr. Ir. I. Wayan Budiastra, M.Agr. Penulis lulus dari Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008.

(5)

Danu Umbara Sudirman (F 14103092). Pengembangan Teknik Modified Atmosphere Packaging Untuk Sayuran Campuran Terolah Minimal. Dibawah bimbingan Dr. Ir I. Wayan Budiastra M.Agr.

RINGKASAN

Sayuran merupakan salah satu sumber makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, karena merupakan sumber utama vitamin, mineral dan serat. Namun, sayuran memiliki sifat mudah rusak dan layu sehingga mempengaruhi kesegaran akibat menurunnya tekanan turgor yang terkandung di dalamnya. Penyimpanan sayuran campuran (wortel, buncis dan jagung semi) dalam kemasan atmosfir termodifikasi merupakan salah satu metode untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang shelf-life (masa simpan) sampai ke tangan konsumen. Metode ini dicirikan dengan pengurangan konsentrasi O2 dan peningkatan

konsentrasi CO2 dalam kemasan penyimpanan pada suhu rendah. Teknik Modified

Atmosphere Packaging untuk sayuran campuran terolah minimal memiliki keuntungan dibandingkan penyimpanan sayuran utuh. Keuntungan dari produk minimally process and fresh-cut handling diantaranya, produk praktis, siap diolah dan siap dikonsumsi, produk fresh-cut sedikit sampah, mutu produk fresh-cut jelas terlihat dan produk dapat dibeli dengan jumlah yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Namun Produk fresh-cut juga memiliki kelemahan yaitu umur simpan dari produk fresh-cut memiliki umur simpan yang lebih pendek dari sayuran utuh.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik penyimpanan sayuran campuran terolah minimal dalam kemasan atmosfir termodifikasi yang dikombinasikan pada suhu rendah yang dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan. Adapun tujuan khususnya adalah menentukan laju respirasi sayuran campuran terolah minimal pada berbagai tingkat suhu penyimpanan, menentukan komposisi O2 dan CO2

serta suhu penyimpanan sayuran campuran terolah minimal, memilih jenis film untuk penyimpanan sayuran campuran terolah minimal dalam kemasan atmosfir termodifikasi, serta menentukan umur simpan sayuran campuran terolah minimal dalam kemasan atmosfir termodifikasi.

Hasil penelitian menunjukkan laju respirasi sayuran campuran terolah minimal pada suhu 5 0C adalah 21,31 ml/kg.jam CO2 dan 22,17 ml/kg.jam O2,

pada suhu 10°C adalah 40,88 ml/kg.jam CO2 dan 42,88 ml/kg.jam O2 serta pada

suhu kamar adalah 173,47 ml/kg.jam CO2 dan 157,05 ml/kg.jam O2. Komposisi

atmosfir yang disarankan untuk menyimpan sayuran campuran terolah minimal adalah 1-3% O2 dan 5-8 % CO2 pada suhu penyimpanan 5 0C. Jenis kemasan

LDPE menghasilkan sayuran campuran terolah minimal yang lebih baik dibanding kemasan polypropilen berdasarkan perbandingan susut bobot dan hasil uji organoleptik. Sayuran campuran terolah minimal yang dikemas menggunakan film LDPE pada alas tray plastik berukuran 10 cm x 15 cm dengan kisaran berat 150 gram masih dapat diterima konsumen hingga hari ke 8 pada suhu penyimpanan 5 0C.

(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas segala rahmat dan karunia Allah SWT sehimgga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengembangan Teknik Modified Atmosphere Packaging untuk Sayuran Campuran Terolah Minimal”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Wayan Budiastra, M. Agr. Selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian ini.

2. Dr. Ir. Suroso. M.Agr. dan Dr. Ir. Leopold. MAgr selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan koreksi dan saran terhadap skripsi Penulis.

3. Pak Suladen yang telah banyak membantu Penulis selama melakukan penelitian.

4. Deta dan Manda, sebagai saudara se-PA yang telah berbagi suka dan duka bersama dalam 4 tahun terakhir.

5. Seluruh staf dan karyawan PT. RNI II unit PG. Subang yang telah banyak membantu selama Penulis melakukan praktek lapang.

6. Keluarga besar Dadang Iskandar, ibuku Nunu Nuraeni , adikku Annisa Nur Alfiah dan Bi Iyos yang telah memberikan motivasi selama ini.

7. Riri, Aci, Dewi, Umaw, teman praktek lapangku yang telah berbagi pengalaman suka dan duka selama di Subang.

8. Adik-adik kelasku Tep 41 yang telah membantu Penulis dalam melakukan penelitian,

9. Raning, Ale, Ndut, Woko Yandra, Irwan, Iwa, Gawa, Bobby, Dodo, Mamet, Komeng, Tejo, Yoi, Sahat, Nisa, Dedi, Ginaf, Hanida, Rena, Ozan, Narendra, Angling, Siska, Eboy, Indah dan semua teman-teman sependeritaan. It’s nice to meet you guys…

10.Kentung, Mamat, Eko, Dani, Rudi, Oe, Loading, Dita, Made, Lela dan semua gank CIA yang telah menjadi sahabat sejatiku selama ini.

11.Teman-teman TEP 40, terima kasih untuk empat tahun yang berharga. 12.Nurul Almy Firdausi, it’s been an amazing moment I spend my time with u

(7)

13.Seluruh pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih.

Penulis menyadari keterbatasan kemampuan dalam menyusun skripsi ini, oleh karena itu Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifar membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna sebagaimana mestinya.

Bogor, Mei 2008

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Bahan Baku ... 4

1. Wortel ... 4

2. Jagung Semi ... 5

3. Buncis ... 6

B. Laju Pernapasan Pada Tanaman ... 8

C. Penyimpanan Dalam Suhu Rendah ... 9

D. Pengolahan Minimal ... 11

1. Prelimination Processing ... 11

2. Pengupasan ... 12

3. Pengirisan ... 13

E. Dasar-dasar Pengemasan ... 14

F. Penyimpanan Dengan Modified Atmosphere Packaging ... 16

G. Penyimpanan Dalam Kemasan ... 19

III. METODE PENELITIAN ... 22

A. Waktu dan Tempat ... 22

B. Alat dan Bahan ... 22

C. Prosedur Penelitian ... 24

1. Pengukuran Laju Respirasi ... 24

2. Penentuan Komposisi O2 dan CO2 ... 25

3. Penentuan Jenis Film Kemasan ... 26

(9)

D. PENGAMATAN ... 27

1. Laju Susut Bobot ... 27

2. Laju Perubahan Kekerasan ... 28

3. Perubahan Warna ... 28

4. Uji Organoleptik ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Laju Respirasi Sayuran Campuran Terolah Minimal... 29

B. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Dalam Beberapa Kondisi Atmosfer Penyimpanan dan Penentuan Komposisi Atmosfer Penyimpanan Terbaik ... 33

1. Uji Kekerasan ... 33

2. Susut Bobot ... 36

3. Warna ... 37

4. Organoleptik ... 43

5. Penentuan Komposisi Atmosfer Penyimpanan Terbaik ... 48

C. Penentuan Jenis Film Kemasan ... 48

D. Uji Validasi Kemasan ... 49

1. Perubahan Konsentrasi Gas CO2 dan O2 dalam Atmosfer Kemasan 50

2. Perubahan Susut Bobot dalam Kemasan Film ... 51

3. Perubahan Warna Sayuran Campuran Terolah Minimal dalam Kemasan Film ... 52

4. Perubahan Kekerasan Selama Penyimpanan Dalam Film Kemasan . 58 5. Hasil Uji Organoleptik... 59

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Continous Gas Analyzer Shimadzu ... 22

Gambar 2. Portable Oxygen Tester Shimadzu ... 23

Gambar 3. Mesin pendingin (refrigerator). ... 23

Gambar 4. Chromameter tipe CR-200 ... 23

Gambar 5. Rheometer tipe CR-300DX ... 24

Gambar 6. Laju konsumsi O2 sayuran campuran terolah minimal. ... 30

Gambar 7. Laju produksi O2 sayuran campuran terolah minimal ... 31

Gambar 8. Kekerasan wortel pada berbagai perlakuan konsentrasi udara.. 34

Gambar 9. Kekerasan buncis pada berbagai perlakuan konsentrasi udara . 35 Gambar 10. Kekerasan babycorn pada berbagai perlakuan konsentrasi udara... 35

Gambar 11 Perubahan susut bobot sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan ... 36

Gambar 12 Perubahan Nilai (L) potongan buncis terhadap waktu penyimpanan ... 38

Gambar 13 Perubahan Nilai (L) potongan wortel terhadap waktu penyimpanan ... 38

Gambar 14 Perubahan Nilai (L) rajangan baby corn terhadap waktu penyimpanan ... 39

Gambar 15 Perubahan Nilai (a) rajangan buncis terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer ... 40

Gambar 16 Perubahan Nilai (a) rajangan wortel terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer ... 41

Gambar 17 Perubahan Nilai (a) jagung semi terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer... 41

Gambar 18 Perubahan Nilai (a) rajangan buncis terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer ... 42

Gambar 19 Perubahan Nilai (b) rajangan wortel terhadap waktu penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer ... 43

(11)

Gambar 20 Perubahan Nilai (b) rajangan jagung semi terhadap waktu

penyimpanan pada tahap penentuan komposisi atmosfer ... 43

Gambar 21 Perubahan skor warna sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan ... 44

Gambar 22 Perubahan skor aroma sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan ... 45

Gambar 23 Perubahan skor kekerasan sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan ... 46

Gambar 24 Perubahan skor kesegaran sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan ... 47

Gambar 25 Perubahan skor penilaian umum sayuran campuran terolah minimal terhadap waktu penyimpanan ... 48

Gambar 26 Kurva film kemasan dengan daerah atmosfer termodifkasi untuk sayuran campuran terolah minimal ... 49

Gambar 27 Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 pada kemasan LDPE ... 49

Gambar 28 Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 pada kemasan Polipropilen ... 50

Gambar 29 Perubahan susut bobot pada kemasan polipropilen ... 51

Gambar 30 Perubahan susut bobot pada kemasan LDPE ... 52

Gambar 31 Perubahan nilai (L) pada kemasan LDPE ... 53

Gambar 32 Perubahan nilai (L) pada kemasan Polipropilen... 53

Gambar 33 Perubahan nilai (a) pada kemasan LDPE ... 54

Gambar 34 Perubahan nilai (b) pada kemasan LDPE ... 55

Gambar 35 Perubahan nilai (a) pada kemasan polipropilen ... 56

Gambar 36 Perubahan nilai (b) pada kemasan polipropilen ... 57

Gambar 37 Perubahan kekerasan pada kemasan LDPE ... 58

Gambar 38 Perubahan kekerasan pada kemasan polipropilen ... 59

Gambar 39 Perubahan skor warna terhadap waktu penyimpanan ... 60

Gambar 40 Perubahan skor aroma terhadap waktu penyimpanan ... 61

Gambar 41 Perubahan skor kekerasan terhadap waktu penyimpanan ... 62

Gambar 42 Perubahan skor kesegaran terhadap waktu penyimpanan ... 62 Gambar 43 Perubahan skor penilaian umum terhadap waktu penyimpanan 63

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Karakteristik penyimpanan Hasil Sayuran ... 2 Tabel 2. Komposisi dan Nilai Gizi Wortel per 100 gr Bahan Segar ... 5 Tabel 3. Kandungan nilai gizi dan kalori dalam jagung semi per 100

gram bahan segar ... 6 Tabel 4 Suhu Penyimpanan, RH, Perkiraan Daya Simpan dan Titik

Beku rata-rata Sayuran yang Dianjurkan ... 10 Tabel 5 Panas yang Dilepaskan Dalam Respirasi Oleh Sayuran ... 10 Tabel 6 Koefisien permeabilitas film kemasan terhadap hasil

perhitungan dan penetapan (ml mil/m2 jam. Atm) (Gunadnya,1993) ... 16 Tabel 7 Batas peningkatan CO2 dan penurunan O2 pada beberapa

sayuran dan buah ... 17 Tabel 8 Laju Respirasi Wortel, Jagung Semi, dan Buncis (ml/kg.jam) . 24 Tabel 9 Data Perubahan kekerasan selama dalam kemasan ... 58

(13)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sayuran merupakan salah satu sumber makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, karena merupakan sumber utama vitamin, mineral dan serat. Namun, sayuran memiliki sifat mudah rusak dan layu sehingga mempengaruhi kesegaran akibat menurunnya tekanan turgor yang terkandung di dalamnya. Rusaknya sel-sel dalam sayuran antara lain disebabkan penanganan yang masih tradisional seperti kerusakan mekanis akibat benturan yang ditimbulkan pada saat pemanenan yang salah ataupun luka memar akibat dibebani muatan yang berlebih sehingga banyak bagian sayuran yang rusak ataupun membusuk yang harus dibuang karena tidak layak konsumsi. Oleh karena itu diperlukan suatu penanganan khusus untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang shelf-life( masa simpan ) sampai ke tangan konsumen. Usaha untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan, antara lain penyimpanan suhu rendah agar respirasi dan pembetukan etilen menurun, meningkatkan kelembaban agar mengurangi penguapan, dan modifikasi komposisi gas penyimpanan.

Campuran dari beberapa sayuran segar dapat diolah menjadi sebuah masakan yang dikenal luas oleh masyarakat seperti sayur sop, capcay, pecel dan lain-lain. Masakan yang telah disebutkan diatas telah memenuhi syarat untuk mencukupi kebutuhan mineral, vitamin, antioksidan dan serat yang menjadi syarat agar tubuh manusia menjadi sehat dan kebutuhan gizi seimbang.

Pada saat ini produsen dituntut untuk dapat menghasilkan berbagai produk sayuran yang praktis yang langsung dapat dikonsumsi atau diolah menjadi suatu masakan atau dikenal dengan istilah minimally process and fresh-cut handling. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kesibukan, membuat konsumen lebih memilih produk minimally process and fresh-cut handling walaupun harga beli yang lebih mahal dibandingkan harga di pasar.

(14)

Salah satu inovasi yang dapat dilakukan produsen untuk mengakomodasi tuntutan konsumen yaitu dengan menjual sayuran campuran yang telah diolah dan dikemas siap pakai. Sayuran campuran yang telah diolah dan dikemas siap pakai belum beredar di pasaran. Penelitian tentang sayuran campuran terus dilakukan dengan komposisi sayuran segar yang berbeda yang disesuaikan dengan kebutuhan bahan masakan.

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan produk fresh-cut campuran sayuran seperti wortel, jagung semi dan buncis. Berbagai sayuran tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda dan memerlukan penanganan yang berbeda pula baik saat pre-treatment, kemasan maupun penyimpanan. Karakteristik penyimpanan sayuran disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik penyimpanan Hasil Sayuran

Komoditi Suhu penyimpanan (0C) Kelembapan Relatif (%) Perkiraan ketahanan Asparagus 0-5 85-90 2-3 minggu Brokoli 0-5 90-95 10-14 hari Kubis 0 90-95 3-4 bulan Wortel 0-5 90-95 4-5 bulan

Kol bunga 0-5 85-90 2-4 minggu

Seledri 0-5 90-95 2-3 bulan

Selada 0-5 85-90 2-3 minggu

Bawang bombai 0-5 90-95 3-4 minggu

Sumber : Ashari (1995)

Namun, sayuran campuran terolah minimal mempunyai sifat mudah rusak dan mempunyai umur simpan yang lebih pendek dibandingkan dengan sayuran utuh. Hal ini disebabkan karena telah hilangnya pelindung alami dari sayuran yang terdapat pada kulit luar yang hilang pada saat pengupasan dan pembersihan. Faktor lain yaitu kerusakan salah satu jenis sayuran dapat

(15)

mempengaruhi jenis sayuran yang lain untuk rusak lebih cepat sehingga dapat mengurangi umur simpan dari sayuran campuran terolah minimal tersebut.

Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan penyimpanan pada suhu rendah dengan atmosfir termodifikasi. Prinsip dasar teknik ini adalah menekan laju respirasi, dengan cara menurunkan konsentrasi CO2 dan dikombinasi dengan penyimpanan suhu rendah sehingga dicapai

umur simpan yang lama.

B. TUJUAN

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji teknik Modified Atmosphere Packaging sayuran campuran terolah minimal dalam kemasan yang dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Merumuskan Standard Operational Procedure (SOP) untuk penanganan sayuran campuran terolah minimal yang terdiri dari sayuran wortel, jagung semi dan buncis.

2. Menentukan laju respirasi produk campuran sayuran wortel, jagung semi dan buncis terolah minimal pada berbagai tingkat suhu penyimpanan.

3. Menentukan komposisi O2 dan CO2 untuk penyimpanan produk

campuran sayuran wortel, jagung semi dan buncis terolah minimal. 4. Memilih jenis film kemasan untuk penyimpanan produk campuran

sayuran wortel, jagung semi dan buncis terolah minimal dalam atmosfir termodifikasi.

5. Menentukan umur simpan produk campuran sayuran wortel, jagung semi dan buncis terolah minimal dalam kemasan atmosfir termodifikasi.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bahan baku 1. Wortel

Tanaman wortel berasal dari wilayah Eropa, Asia dan Afrika yang kemudian menyebar sampai ke wilayah Mediteranian serta daerah-daerah tropik lainnya. Tanaman wortel diklasifikasikan sebagai famili Umbellifera, ordo Archychamydae, kelas Angiospermae dan subkelas Dycotyledonae

Tanaman wortel merupakan tanaman semusim yang berbentuk rumput. Batangnya sangat pendek dan hampir tidak tampak dari permukaan tanah, berakar tunggang yang kemudian akar tersebut berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi bulat panjang, langsing dan enak dimakan. Umbi wortel berwarna kuning kemerah-merahan karena kandungan karotennya yang tinggi. Tanaman wortel dapat dibedakan menjadi beberapa varietas. Umumnya varietas yang ditanam di Indonesia adalah varietas Chantenay, Nantes dan Imperator. Diantaranya ketiganya yang paling disukai adalah Chantenay karena rasanya yang lebih manis dibanding kedua varietas lainnya. Wortel banyak dihasilkan di daerah dataran tinggi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sumatera Utara.

Wortel diperbanyak dengan biji yang berasal dari tanaman yang sudah tua. Penanaman dilakukan dengan cara menyebarkan biji-biji langsung ke tanah tanpa melalui persemaian lebih dahulu. Setelah tanaman berumur 2,5-4 bulan dilakukan pemanenan dan diperoleh wortel dalam keadaan yang optimum baik ukuran maupun warnanya. Wortel yang bermutu baik adalah wortel yang renyah, manis dan berwarna kuning tua sampai orange serta umbi tidak berserabut.

Komposisi wortel terdiri dari vitamin, mineral dan air.Komposisi terbesar adalah vitamin A yang diikuti oleh air.Untuk lebih jelasnya komposisi lengkap yang terkandung dalam wortel dapat dilihat pada Tabel 2.

(17)

Tabel 2 Komposisi dan Nilai Gizi Wortel per 100 gram Bahan Segar

Komposisi Jumlah per 100 gr bahan

1. Energi (kalori) 42,00 2. Protein (g) 1,20 3. Lemak (g) 0,30 4. Hidrat Arang (g) 9,30 5. Kalsium (g) 39,00 6. Forsfor (mg) 37,00 7. Besi (mg) 0,80 8. Vitamin A (SI) 12000,00 9. Vitamin B (mg) 0,06 10. Vitamin C (mg) 6,00 11. Air (mg) 88,20

12. Bagian yang dapat dimakan (g)

88,00

Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1980)

2. Jagung Semi

Jagung semi (baby corn) termasuk famili Graminae dari bangsa Maydeae. Sebenarnya jagung semi adalah nama lain dari tongkol jagung (zea mays Linn.) yang dipetik pada waktu masih semi.

Jagung merupakan tanaman berumah satu dengan bunga betina terletak pada infloresen yang berbeda dengan bunga jantan tapi masih berada dalam satu tanaman. Bunga jantan terletak pada ujung batang dan dinamakan malai, sedangkan bunga betina terletak pada ketiak daun dan berbentuk tongkol.

Jagung diperbanyak dari biji tanaman yang sudah tua. Penanaman dilakukan dengan cara menanam biji ke dalam lubang yang dibuat menggunakan tugal. Kandungan gizi dari jagung disajikan dalam Tabel 3 berikut.

(18)

Tabel 3. Kandungan nilai gizi dan kalori dalam jagung semi per 100 gram bahan segar

Penanganan pasca panen jagung semi relatif sederhana, tetapi membutuhkan pendinginan pendahuluan (pre-cooling) dan fasilitas penyimpanan dingin untuk mencegah menurunkan kualitas setelah pemanenan. Pemanenan pada umur optimum, minimalisasi kerusakan mekanis selama penanganan dan pengaturan suhu sampai produk mencapai konsumen dapat memperpanjang umur simpan 7 sampai 10 hari. Pendinginan yang lambat (slow cooling), pengendalian suhu yang kurang baik dan bahan pengemas yang tidak tepat dapat mempercepat penurunan mutu jagung semi.

3. Buncis (Phaseolus vulgaris L.)

Buncis merupakan famili leguminosae dengan jumlah kromosom 2n=22. Buncis bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Sumber genetik tanaman buncis berasal dari Amerika Serikat dan dibudidayakan di Meksiko, Peru dan Kolombia sejak 8000 tahun yang silam. Tanaman ini dibudidayakan untuk dikonsumsi polong muda, biji kering, kecambah dan daun mudanya. Buncis dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis.

Secara taksonomi buncis mempunyai susunan penanaman sebagai berikut : Kingdom : Plant Kingdom

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dicotiledonea Sub kelas : Calcyflorae

Ordo : Rosales (Leguminosales)

Jenis zat gizi Jumlah

Protein (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Vitamin A (IU) Vitamin C (mg) 3,3 15 0,5 129 12

(19)

Famili : Leguminoceae ( Papilonaceae ) Sub Famili : Papilinoidae

Genus : Phaseolus

Spesies : Phaseolus vulgaris L.

Buncis pertama kali dideskripsikan oleh Fuchs (1542, 1543) dalam Kay (1979). Buncis termasuk tanaman semusim (annual) yang dibedakan atas dua tipe pertumbuhan, yaitu merambat dan tipe tegak. Buncis tipe merambat umumnya berbatang memanjang setinggi 2-3 meter, sedangkan buncis umumnya berbuku, yang sekaligus merupakan tempat untuk melekat tangkai daun. Daun buncis bersifat majemuk tiga (trifoliatus) dan helai daunnya berbentuk jorong segi tiga.

Tanaman buncis memiliki akar tunggang yang dapat menembus tanah hingga kedalaman 1 meter. Akar-akarnya tumbuh mendatar dari pangkal batang, dan dapat menyebar hingga kedalaman sekitar 60-90 cm. Sebagian akarnya membentuk bintil-bintil (nodula) yang merupakan sumber unsur nitrogen dan sebagian lagi tanpa nodula yang berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara. Bunga buncis tersusun dalam karangan berbentuk tandan. Kuntum bunga berwarna putih atau putih kekuning-kuningan , bahkan ada juga yang merah atau violet. Pada buncis tipe merambat, keluarnya karangan bunga tidak serempak. Pada buncis tipe tedal pertumbuhan karangan bunga hampir pada waktu yang bersamaan.

Tanaman buncis dapat tumbuh di daerah-daerah yang mempunyai ketinggian antara 1000-1500 meter dpl. Selama pertumbuhannya, tanaman ini menghendaki keadaan suhu udara antara 20-25o C dengan kelembaban 50-60% dengan pH 5,5 sampai 6,5.

Buncis memiliki peran penting dalam menyediakan sumber protein nabati. Di samping kaya akan protein, buncis baik sebagai sumber karbohidrat, vitamin B1 atau thiamin (0,54 mg /100 g), vitamin B2 atau riboflavin (0,18mg/100g) dan tiasin (2,1 mg/100 g).

(20)

B. Laju Pernapasan Pada Tanaman

Pada tanaman, prinsip pernapasan adalah produksi CO2, air dan energi

dengan mengambil O2 dari lingkungan. Pernapasan adalah suatu proses untuk

mengubah zat-zat menjadi energi pada organisma, menjadi perhatian karena pernapasan adalah salah satu bagian dasar proses hidup. Aspek-aspek pernapasan berhubungan dengan proses penanganan, transportasi atau penyimpanan sayuran segar.

Menurut Pantastico (1989) laju pernapasan merupakan indikasi yang baik untuk menduga daya simpan buah-buahan dan sayuran setelah dipanen. Laju pernapasan yang tinggi biasanya menyebabkan berkurangnya daya simpan produk yang selanjutnya diikuti oleh penurunan mutu dan nilai gizinya. Sebagian besar perubahan fisikokimiawi yang terjadi pada buah setelah panen berhubungan dengan metabolisma oksidatif, termasuk pernapasan. Secara sederhana proses pernapasan yang terjadi dalam sel buah dan sayuran digambarkan sebagai berikut :

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 2H2O + Energi

Pantastico (1989) menerangkan respirasi dibedakan dalam tiga tingkat : (1) pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana; (2) oksidasi gula menjadi asam piruvat; dan (3) transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi CO2, air dan energi. Dikemukakan juga bahwa besar

kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan

energi yang timbul.

Selama aktivitas pernapasan, produk akan mengalami proses pematangan yang diikuti dengan cepat oleh proses pembusukan. Kecepatan pernapasan produk tergantung pada suhu penyimpanan dan ketersediaan oksigen yang dibutuhkan untuk pernapasan.

Daya simpan buah-buahan dan sayuran sangat tergantung pada intensitas atau tingkat kecepatan pernapasannya. Ada golongan komoditas yang cukup tahan lama sesudah dipanen seperti biji-bijian atau umbi-umbian dan ada komoditi yang tidak tahan lama seperti buah yang berdaging, bagian tanaman yang lunak seperti bagian kuncup (titik tumbuh) tanaman.

(21)

Laju pernapasan adalah berat CO2 yang dihasilkan per satuan berat bahan

pada selang waktu tertentu, dengan dimensi satuannya mg CO2/kg.jam.

Dengan pengukuran O2 dan CO2 dimungkinkan untuk mengevaluasi sifat

proses pernapasan. Perbandingan laju produksi CO2 terhadap laju konsumsi O2

dinamakan kuosien pernapasan (RQ). Nilai ini dapat digunakan untuk menentukan substrat yang digunakan dalam proses respirasi, kesempurnaan proses respirasi dan derajat proses aerob atau anaerob (Muchtadi, 1992).

Berdasarkan laju pernapasannya buah-buahan dan sayuran dikelompokkan menjadi dua yaitu klimaterik dan non-klimaterik. Kelompok klimaterik adalah kelompok dimana pada proses pernapasannya terjadi suatu periode kenaikan yang khas, dimana selama proses terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembuatan etilen yang ditandai dengan terjadinya proses pematangan. Sedangkan pada buah-buahan dan sayuran yang tidak mengalami proses tersebut termasuk non-klimaterik.

Pada kelompok klimaterik, proses pernapasan buah dan sayuran dibagi dalam tiga tahap, yaitu klimaterik menaik (climateric rise), puncak klimaterik ( climateric peak) dan klimaterik menurun (post climateric). Pada buah dan sayuran yang tergolong klimaterik, proses pernapasan yang terjadi selama pematangan mempunyai pola yang sama yaitu menunjukkan peningkatan CO2

yang mendadak. Sedangkan pada buah dan sayuran non-klimaterik, setelah dipanen proses pernapasan CO2 yang dihasilkan tidak mengalami peningkatan,

tapi langsung turun secara perlahan-lahan.

C. Penyimpanan Dalam Suhu Rendah.

Penyimpanan dalam suhu rendah bertujuan untuk memperpanjang umur simpan suatu komoditi pertanian, terutama sayuran dan buah-buahan. Buah-buahan dan sayuran yang segar yang hidup akan tetap meneruskan proses kehidupan selama dalam penyimpanan dingin. Untuk kelangsungan hidupnya, bahan tersebut mengoksidasi gula yang akan menghasilkan panas. Panas ini merugikan pendinginan. Untuk menghilangkan panas yang dihasilkan buah atau sayuran diperlukan lebih banyak pendinginan.

(22)

Penyimpanan dilakukan dalam refrigerator atau kamar dingin dengan suhu tertentu tergantung komoditi yang akan disimpan. Dalam Ashari (1995) rata-rata buah-buahan disimpan pada suhu 0-15 0C dengan kelembapan relatif 80-95%, sedang sayuran rata-rata disimpan pada suhu 0-5 0C dengan kelembapan relatif 85-95%. Secara lengkap karakteristik pendinginan disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Suhu Penyimpanan, RH, Perkiraan Daya Simpan dan Titik Beku rata-rata Sayuran yang Dianjurkan.

Komoditi Suhu Penyimpanan (oC) Kelembaban Relatif, (%) Perkiraan Daya Simpan Rata-rata Titik Beku (oC) Buncis hijau 7,22 85 s/d90 8 s/d 10 hari -1,28

Kubis 0 90 s/d 95 3 s/d 4 bulan -0,44

Wortel terpotong

0 90 s/d 95 4 sd 5 bulan -1,33

Jagung Hijau -0,56 s/d 0 90 s/d 95 4 s/d 8 hari -1,72 US. Dept. Agr. Agric Handbook No.66.

Di dalam menetapkan beban pendinginan untuk ruang pendingin banyaknya panas respirasi harus dipertimbangkan. Kecepatan beberapa sayuran melepaskan panas pada suhu yang berbeda-beda disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Panas yang Dilepaskan Dalam Respirasi Oleh Sayuran Komoditi B.t.u2 Per Ton Per 24 jam

0°C 40oC 60oC

Wortel dipotong 2130 3470 8080

Jagung semi 6560 9390 38410

Buncis 440 s/d 880 1100 s/d 1760 2200 s/d 3520

Seledri 1620 2420 8220

US. Dept Agr. Agric handbook No 66

Untuk menetapkan kebutuhan pendinginan bagi suatu ruang buah-buahan atau sayuran, perlu diketahui informasi yang diperlukan. Kita harus

(23)

mengetahui suhu awal bahan pangan, suhu penyimpanan akhir, kecepatan respirasi dan panas yang dilepaskan, panas spesifik bahan pangan dan jumlah bahan pangan yang ditempatkan di dalam ruang tersebut. Bila kita dapat menurunkan suhu bahan pangan dengan cepat sampai mencapai suhu penyimpanan, maka bahan pangan dapat dihitung dengan perkalian panas spesifik bahan pangan dengan terjadinya penurunan suhu dengan jumlah berat bahan pangan.

D. Pengolahan Minimal

Pengolahan minimal atau sering disebut juga fresh cut merupakan penanganan pada produk hortikultura dengan membuang bagian yang tidak dapat dikonsumsi sehingga menjadi produk yang siap dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Produk terolah minimal memiliki resiko pembusukan lebih besar dengan waktu yang lebih cepat dibanding dengan komoditi yang tidak diolah. Ini dikarenakan pelindung alami (kulit buah) pada produk fresh cut dibuang saat pengupasan. Menurut Cantwell (2002) pembusukan ditandai dengan perubahan warna, rasa, tekstur dan kandungan nutrisi. Perera (2001) melaporkan bahwa pembusukan pada produk terolah minimal tergantung pada laju respirasi dan produksi etilen. Kegiatan pada pengolahan minimal meliputi pembersihan, pengupasan, pencucian, pemotongan, dan pengirisan (Cantwell, 2002). Diterangkan juga bahwa semakin banyak kegiatan maka semakin besar resiko pembusukan.

Produk fresh cut mempunyai beberapa keunggulan diantaranya sedikit menghasilkan sampah, mutu jelas terlihat dan dapat dibeli sesuai dengan jumlah kebutuhan. Zagory (1998) memaparkan penyebab keunggulan ini tidak lepas dari penanganan berupa penanganan suhu rendah dalam atmosfir yang termodifikasi. Kedua faktor ini berperan dalam memelihara kesegaran dan memperpanjang umur simpan.

1. Prelimination Processing

Sayuran yang akan diproses harus disortasi terlebih dahulu agar tidak mempengaruhi sayuran yang baik. Kualitas intrinsik yang dimiliki diperlukan

(24)

agar bahan tersebut tidak mudah rusak dalam transportasi dan penyimpanan. Kualitas dari sayuran dan umur penyimpanan juga dapat dipengaruhi oleh umur fisiologi dan tipe/jenis bahan mentah. Lee et al (1996) melaporkan bahwa kondisi lahan memiliki karakteristik yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi laju respirasi dan penyimpanan.

Tahapan penting pertama yaitu menghilangkan kontaminan yang terdapat dalam bahan mentah yaitu dengan menghilangkan bagian terluar dari lapisan daun yang kotor sebelum digunakan. Marxcy (1978) melaporkan bahwa terdapat lebih banyak mikrobial yang ada di bagian luar daun selada ( 6,3 x 104) dibandingkan bagian dalam selada (3,2 x 101 cfu/g) karena bagian dalam lebih terlindungi dari kontaminasi lingkungan.

2 . Pengupasan ( Peeling )

Dalam persiapan produk fresh cut, prosedur pengolahan minimal seperti pengupasan dilakukan pada sebagian besar buah-buahan dan sayuran untuk menghilangkan bagian yang tidak terpakai. Prosedur pengupasan yang dilakukan bergantung pada bahan yang akan diproses dan pengaruh kualitas dari produk akhir (Barry-Ryan, 1996).

Lapisan epidermal luar melindungi tumbuhan dari pengaruh luar. Penghilangan bagian pelindung dan kerusakan sel-sel lapisan dalam dapat menimbulkan reaksi biocemikal, seperti reaksi pelepasan interseluler enzim seperti protease, selulosa, peroksida dan lipoxygenases yang dapat mempengaruhi rasa, warna, dan tekstur dari sayuran (Bckenhskes dan Gierschner, 1990). Nutrisi juga ikut terlepas yang dibarengi pertumbuhan mikrobial. Laju respirasi meningkat ketika lapisan pelindung ini dihilangkan. Hal ini dikarenakan tanaman memperbaiki sel-sel yang rusak dan meningkatkan persediaan oksigen. Hal ini terjadi seperti pada wortel yang cepat kehilangan warna oranye dan berubah menjadi pucat. Susunan dari zat lignin di permukaan selama penyimpanan berhubungan langsung dengan proses abrasi selama pengupasan.

Pengupasan dapat dilakukan dengan manual atau dengan mesin. Pengupasan dengan manual dilakukan dengan pisau yang tajam. Metode ini

(25)

menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi, karena stimulasi respon kerusakan yang terjadi kecil. Tetapi metode ini memakan waktu dan tidak cocok untuk pengerjaan dalam jumlah besar. Metode ini dilakukan dengan menghilangkan sifat fisik dan bahan kimia yang berbahaya dari kulit luar dari lapisan parenkim dalam. Abrasi, steam dan lye peeling adalah metoda yang telah dikenal komersial.

Pengupasan dengan mesin dapat dilakukan dengan memakai carborundum disk dan air yang mengalir seperti yang dilakukan pada tumbuhan akar-akaran. Cara ini mudah dan effisien tetapi harus diperhatikan hasil yang didapatkan lebih sedikit dari cara manual karena terjadi kelebihan pengupasan ( Setty et al. 1993). Barry-Ryan dan O’Brien (2000) melaporkan pengupasan dengan metode ini pada wortel dapat menyebabkan meningkatnya rata-rata laju pernapasan, meningkatnya pH, meningkatnya kehilangan berat dan pendeknya umur simpan dibandingkan dengan pengupasan cara manual .

3. Pengirisan ( Slicing)

Sebagian besar produk sayuran atau buah-buahan yang siap dimakan memerlukan beberapa persiapan, seperti pengupasan, pemotongan dan pemotongan sebelum dikemas. Sayuran yang telah dilakukan proses persiapan akan lebih rentan terhadap berbagai kerusakan dibandingkan sayuran utuh. Hal ini dikarenakan kerusakan pelindung epidermal dan pelepasan nutrient rich vascular dan cellular fluids ( Adams et al. 1989). Hal ini dapat menyebabkan percepatan kerusakan fisiologi dalam sayuran dan berkurangnya waktu simpan karena cellular fluids ini mengandung banyak enzim yang mengakibatkan kontak dengan substrat.

Kehilangan warna dapat terjadi akibat dari aktifnya polifenol oksida dalam cellular fluids. Kerusakan tekstur dapat terjadi karena aktivitas pectinolytic dan cellulolynic. Wortel yang dikupas dan diiris akan menghasilkan kerusakan warna akibat aktivitas lignin putih di permukaan potong selama penyimpanan. ( Cisneros-Zevallos et al 1995).

Abe et al. (1993) membuktikan bahwa perubahan fisiologi berhubungan dengan kerusakan pada bagian wortel yang diiris. Hal ini tergantung pada arah

(26)

potongan, permukaan area potongan juga perubahan fisiologi seperti pada xylem mempunyai efek yang lebih baik dalam laju respirasi dibandingkan perubahan pada floem-xylem. Laju respirasi dari wortel utuh meningkat 2- 3 tingkat ketika diiris. Efek dari pengirisan pada laju respirasi dan produksi etilen berbeda pada buah-buahan klimaterik dan non-klimaterik.

E. Dasar-dasar pengemasan

Pengemasan modern telah memberikan sumbangan yang besar terhadap perbaikan penanganan bahan makanan antara petani dan konsumen. Konsumen pada saat ini dapat menerima barang-barang dalam keadaan yang lebih segar dan kerusakan yang lebih sedikit, dengan ketahanan yang lebih lama serta daya tarik dan kemudahan yang lebih besar dari sebelumnya.

Pengemasan yang baik dapat melindungi barang segar dari pengaruh lingkungan (sinar matahari, kelembaban ) dan dari pengaruh lain. Pencegahan terjadinya kememaran dari goresan-goresan akibat kerusakan mekanik dapat dihindari. Wadah-wadah harus cukup kuat untuk tahan penumpukan dan dampak penaikan dan pembongkaran muatan, tanpa menimbulkan kememaran atau cacat pada barang-barang yang lunak.Wadah-wadah mungkin perlu dilapis dengan alas bantalan, nampan atau kertas pembungkus untuk menghindari kerusakan mekanik. Luka-luka akibat kerusakan mekanik dapat menyebabkan kemunduran yang serius akibat pembusukan atau kebocoran yang terjadi.

Keuntungan yang diperoleh dari pengemasan yang baik dapat diikhtisarkan sebagai berikut:

1. Merupakan unit penanganan yang efisien

2. Merupakan unit penyimpanan yang mudah disimpan di gudang atau rumah 3. Melindungi mutu dan mengurangi pemborosan

a. memberi perlindungan terhadap kerusakan b. memberi perlindungan terhadap kehilangan air

c. memungkinkan penggunaan udara termodifikasi yang menguntungkan d. memberi barang yang bersih dan memenuhi persyaratan kesehatan e. dapat menghindari pencurian

(27)

4. Memberikan pelayanan dan motivasi penjualan 5. Mengurangi biaya pengangkutan dan pemasaran

6. Memungkinkan penggunaan cara-cara pengangkutan baru

Namun perlu ditekankan disini bahwa pengemasan tidak memperbaiki mutu. Hanya hasil yang baiklah yang harus dikemas. Hasil yang buruk atau rusak dalam barang kemasan hanya akan menjadi sumber kontaminasi bagi barang yang masih sehat dan membuat produk tidak laku di pasaran. Pengepakan juga bukan pengganti pendinginan. Penjagaan mutu yang baik adalah bila pengemasan dikombinasikan dengan penyimpanan atau pengangkutan yang disertai pendinginan.

Kemasan-kemasan wortel untuk konsumen biasanya berupa kantung-kantung plastik sehingga dapat disimpan dengan mudah di lemari pendingin di rumah. Wortel tersebut sebaiknya telah dipotong bagian atasnya atau akar-akaran lainnya dalam kantung-kantung polietilen sehingga kehilangan air sangat berkurang. Hal ini dapat memberikan umur simpan atau umur ketahanan yang lebih panjang dibandingkan dengan wortel yang tidak dikemas dan bagian atasnya dibiarkan saja.

Wortel yang telah dipotong bagian atasnya atau akar-akaran lainnya juga memberikan pelayanan dan kepraktisan terhadap konsumen. Karena produk dapat langsung diolah tanpa harus membuang bagian yang tidak dikonsumsi. Selain itu dapat menghindari penggunaan tempat yang besar untuk penyimpanan karena bagian atas dan akar telah dihilangkan.

Mencegah cepatnya kelayuan sayur-sayuran juga penting untuk menghambat kehilangan vitamin c ( asam askorbat ) dan karoten. Meskipun film plastik adalah pelindung paling efektif untuk mengurangi kerugian, kardus-kardus karton berlilin , bungkus perkamen dan bahan-bahan pengemas yang diberi perlakuan khusus dapat menghambat kehilangan air. Koefisien permeabilitas film kemasan berdasarkan penelitian Gunadnya dapat dilihat pada Tabel 6.

(28)

Tabel 6 Koefisien permeabilitas film kemasan terhadap hasil perhitungan dan penetapan (ml.mm/m2.jam.atm)

No Jenis film kemasan 10°C 15°C 25°C O2 CO2 O2 CO2 O2 CO2 1 Polietilen densitas rendah - - - - 1002 3600 2 Polipropilen 265 363 294 430 229 656 3 Stretch film 342 888 473 748 4143 6226 4 White Stretch Film 226 422 291 412 1464 1479 Gunadnya,1993

Dalam bungkus plastik dapat timbul udara termodifikasikan yang menguntungkan. Udara yang telah mengalami perubahan itu menghambat pematangan dan memperpanjang masa simpan. Meskipun demikian, bungkus-bungkus yang tertutup rapat biasanya harus diberi lubang-lubang kecil atau dibuka sebelum pemasaran untuk memberi kesempatan menjadi matang secara normal dan mencegah kerusakan karena pengaruh kandungan CO2 tinggi atau

O2 yang terlalu sedikit.

Dengan pengemasan demikian, unit-unit dengan ukuran yang telah dibakukan dikemas setelah dicuci dan disortir menurut ukurannya. Tiap unit diberi etiket mengenai barangnya, berat atau jumlah, merk, asal dan keterangan-keterangan lain. Unit-unit untuk konsumen ini dimasukkan dalam wadah induk untuk pengiriman yang biasanya terbuat dari papan serat.

F. Penyimpanan dengan Modified Atmosphere Packaging

Modified atmosphere packaging adalah suatu keadaan komposisi udara di sekitar bahan tersimpan yang dimodifikasi sehingga berbeda dengan komposisi udara atmosfir. Hal ini disebabkan dengan menambah atau mengurangi konsentrasi gas dalam kemasan atau terbentuk akibat kegiatan pernapasan dan metabolisma bahan yang disimpan. Modifikasi komposisi gas-gas sesuai dengan hasil kegiatan pernapasan akan memperlambat proses pematangan. Penurunan konsentrasi O2 di bawah 8 atau peningkatan

(29)

Pemberian sejumlah gas O2 yang cukup untuk terjadinya pernapasan di

bawah konsentrasi normal alam memperlambat terjadinya pembusukan dan kehilangan air pada buah-buahan dan sayuran. Dengan mengubah konsentrasi CO2 menjadi 4% dari keadaan normal dan mengubah konsentrasi O2 menjadi

3% akan memperlambat pematangan dan mencegah kerusakan selama beberapa hari.

Penyimpanan wortel dengan Modified atmosphere packaging dengan komposisi 3% O2 dan 6% CO2 mampu mencegah pembusukan selama

beberapa bulan sedangkan dengan komposisi 2% CO2 dapat menghindarkan

rasa pahit.

Penyimpanan pada metode ini menggunakan plastik film yang memiliki permeabilitas tertentu terhadap laju perembesan oksigen, karbon dioksida, nitrogen dan uap air. Udara dalam kemasan dikeluarkan dan diganti dengan komposisi tertentu dari karbon dioksida dan oksigen tergantung dari komoditi yang akan disimpan (Fellow, 1988).

Batas peningkatan CO2 dan penurunan O2 unik untuk setiap komoditi.

Peningkatan kadar CO2 dan penurunan O2 akan memperlambat proses

pematangan kemudian pembusukan. Namun demikian harus diperhatikan karena kadar O2 yang kurang juga akan menyebabkan respirasi anaerobik

yang juga menimbulkan pembusukan. Batas peningkatan CO2 dan penurunan

O2 pada sayuran dan buah dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Batas peningkatan CO2 dan penurunan O2 pada beberapa sayuran

dan buah Komoditi CO2 (%) O2 (%) Apel Asparagus Pisang Alpukat Brokoli Tomat Wortel 2 10 5 5 15 2 4 2 10 - 3 1 3 3 Sumber : Fellow,1988

(30)

Finn (1997) memaparkan penyimpanan dalam atmosfir termodifikasi mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungan dari Modified atmosfer diantaranya: umur simpan meningkat 50-400%, lebih murah dibanding metode lain, distribusi produk lebih luas, kualitas produk sangat baik . Sedang kerugiannya antara lain, membutuhkan kontrol suhu, komposisi gas berbeda untuk setiap produk, membutuhkan peralatan khusus dan operator terlatih.

Penelitian terhadap penyimpanan buah dan sayuran terolah minimal telah banyak dilakukan diantaranya untuk penyimpanan beberapa sayuran seperti berikut , Maryanti (2007) merekomendasikan penyimpanan sayuran campuran terolah minimal yang berisi kubis, kacang panjang dan ketimun dengan komposisi udara 1-3% O2 dan 2-4 % CO2 pada suhu 5°C selama 6 hari.

Affandy (2002) merekomendasikan penyimpanan potongan selada segar dengan komposisi udara 0-2% untuk O2 dan 9-10% untuk CO2 pada suhu 3°C

selama 6 hari. Maharani (2002) merekomendasikan penyimpanan potongan bawang segar dengan komposisi udara 3-5% O2 dan 9-11% CO2 selama 11

hari. Kendriyanto (2002) merekomendasikan komposisi atmosfer terbaik untuk penyimpanan irisan segar wortel adalah 2% O2 dan 2% CO2 pada suhu

5°C selama 16 hari. Juliana (2003) merekomendasikan penyimpanan jamur potong dengan komposisi udara 4-6% O2 dan 13-15% CO2 pada suhu 3°C

selama 11 hari. Nugroho (2003) merekomendasikan penyimpanan potongan paprika pada komposisi atmosfer 3% O2 dan 10 % CO2 pada suhu 5°C selama

12 hari untuk potongan cincin dan 18 hari untuk potongan persegi. Haddiana (2004) merekomendasikan penyimpanan potongan jagung semi (baby corn) pada komposisi atmosfer 2% ± 1 % O2 dan 13 % ± 1 % CO2 pada suhu 5° C.

Sedangkan penelitian tentang penyimpanan buah terolah minimal seperti berikut, Ratule (1999) merekomendasikan irisan buah mangga sebaiknya disimpan pada suhu 10 0C dengan komposisi atmosfir 3-5% O2 dan 10-13%

CO2. pada kondisi seperti ini irisan mangga dapat disimpan selama 6-7 hari.

Winata (1995) membuktikan bahwa sawo utuh dapat disimpan selama 25 hari pada suhu 10 0C dengan kadar O2 dan CO2 sebesar 3-5% dan 8-10%. Buah

(31)

0

C dan 16 hari pada suhu 15 0C. Direkomendasikan juga pada suhu yang sama dengan komposisi O2 dan CO2 sebesar 3-5% dan 12-15%. Pada buah

rambutan terolah minimal, Hidayat (2005) membuktikan dengan komposisi 2-4% O2 dan 14-17% CO2 pada suhu 10 0C buah masih dapat dikonsumsi

selama 8 hari. Muliansyah (2004) menyarankan agar buah manggis terolah minimal disimpan pada komposisi atmosfir 6-7% O2 dan 6-8% CO2. Dengan

kondisi seperti ini pada suhu 5 0C manggis terolah minimal dapat bertahan selama 6 hari

G. Penyimpanan dalam kemasan

Pengemasan memberikan keuntungan besar terhadap pemasaran buah-buahan dan sayuran. Kesegaran, kerusakan yang lebih sedikit , daya simpan yang lebih lama, daya tarik dan kemudahan dalam penanganan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan O2 dan CO2 dalam kemasan

udara termodifikasi antara lain suhu, kelembaban, waktu penyimpanan, jenis dan jumlah bahan. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas berfungsi untuk melindungi dan mengawetkan buah-buahan yang disimpan. Di samping itu produk yang disimpan dapat lebih menarik

Kemasan dapat juga berfungsi sebagai penghalang pergerakan uap air sehingga dapat menjaga kelembaban nisbi dan tegangan turgor dari produk dalam kemasan. Fungsi lain dari kemasan untuk mencegah gesekan permukaan dan gangguan dari cahaya.

Kemasan plastik memberikan lingkungan yang berbeda pada buah-buahan dan sayuran yang disimpan karena adanya laju perembesan O2 ke dalam

kemasan dan CO2 keluar kemasan. Kegiatan ini terjadi akibat pernapasan dari

produk yang berbeda-beda dan sifat kemasan yang berbeda pula.

Film plastik yang ideal bagi pengemasan buah dan sayuran segar adalah film plastik yang mempunyai permeabilitas CO2 3-5 kali lebih besar

dibandingkan dengan permeabilitas O2 (Zagory et al., 1981). Film kemasan ini

dapat menyebabkan laju akumulasi CO2 hasil dari kegiatan respirasi akan

(32)

Film plastik yang digunakan dalam pengemasan adalah polyetilene dengan kerapatan rendah. Keuntungan dari polyetilene adalah kuat, kedap air, tahan terhadap zat-zat kimia dan harganya murah. Sedangkan penggunaan film lain yang digunakan untuk kemasan produk segar adalah Amalgama, Polyvinil Clorida (PVC) dan Polipropilene. Selain itu jenis dari Polystirene (PS) dapat juga digunakan, tetapi jenis Saran dan Polyester mempunyai permeabilitas gas yang sangat rendah, hingga hanya cocok untuk produk segar yang mempunyai laju respirasi sangat rendah (Zagory dan Kader, 1998)

Metoda penyimpanan di iklim tropis untuk mempertahankan mutu harus dikombinasikan dengan penyimpanan dingin. Hal ini disebabkan kerusakan akan berlangsung lebih cepat karena penimbunan panas dan CO2.

Pendinginan mempunyai pengaruh besar terhadap atmosfer dalam kemasan. Pada umumnya, pendinginan pada suhu optimum untuk komoditi yang disertai dengan kelembaban tinggi adalah cara paling baik untuk memperpanjang umur simpan atau umur ketahanan komoditi. Pendinginan dapat mengendalikan pertumbuhan banyak jenis bakteri dan jamur yang menyebabkan pelapukan dan memperlambat metabolisme komoditinya sendiri. pendinginan secara efektif memperlambat respirasi, dengan demikian pematangan, penuaan dan pengeluaran panas dapat dihambat.

Pendinginan ini sangat diperlukan untuk komoditi dalam kemasan dibandingkan untuk komoditi curahan. Hal ini disebabkan karena persiapan untuk pengemasan komoditi seperti pencucian atau pembuangan daun-daun luar dapat mengakibatkan pememaran atau kerusakan pada permukaan yang dapat menyebabkan komoditas yang dikemas lebih mudah rusak.

Dalam kemasan tertutup, RH-nya sering menjadi sangat tinggi. Keadaan ini sangat menguntungkan untuk pertumbuhan jasad-jasad renik dan timbulnya pembusukan, terutama pada suhu tinggi. Spora-spora jamur penyebab pembusukan pasca panen berkecambah paling cepat pada Rh diatas 90% atau dalam air bebas, dan pertumbuhan jamur yang paling cepat adalah pada suhu sekitar 75° F. Pertumbuhan jasad-jasad renik pada suhu 40° F atau dibawahnya biasanya berjalan lambat. Sekalipun aman, penggunaan kemasan plastik untuk mengemas produk pangan terutama yang kontak langsung, harus

(33)

mempertimbangkan hal – hal sebagai berikut; migrasi komponen pangan ke dalam kemasan, permiasi gas dan uap air dari komponen pangan ke dalam kemasan, penyerapan uap air yang terjadi dalam kemasan,dan transfer interaktif akibat dari transmisi cahaya.

Untuk mendapatkan rancangan berupa berat produk yang dikemas dilakukan perhitungan menggunakan persamaan keseimbangan Mannaperuma (1989) berikut :

=

...(1)

Dimana :

W = Berat bahan (kg) A = Luas kemasan (m2)

P = Permeabilitas film kemasan (ml.mm/jam.m2.atm)

F = Selisih konsentrasi oksigen pada konsentrasi normal dengan konsentrasi yang diharapkan (%)

R = Laju respirasi (ml/kg.jam) b = Ketebalan kemasan (mm)

(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Kegiatan. Penelitian dilakukan di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian selama 3 bulan terhitung mulai November 2007 hingga Januari 2008.

B. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel, jagung semi, dan buncis yang berbentuk sempurna, sehat, tidak cacat atau luka kemudian disortasi berdasarkan ukuran yang seragam. Sayuran yang baru diambil dari kebun dibawa ke laboratorium dengan dibungkus kertas dalam kantung plastik pada suhu ruang dan terlindungi dari sinar matahari. Bahan-bahan lain yang digunakan yaitu selang plastik ¼ inchi, film plastik, lilin, tray berukuran 12x19 cm, stoples berbentuk tabung berukuran 14,5x22,5 cm, gas O2, CO2, dan

N2.

Peralatan yang digunakan adalah Continous Gas Analyzer Shimadzu untuk pengukuran konsentrasi gas CO2 dan Portable Oxygen Tester Shimadzu untuk

mengukur konsentrasi gas O2, mesin pendingin (refrigerator), Chromameter

tipe CR-200 untuk uji warna, Rheometer tipe CR-300DX untuk mengukur kekerasan, timbangan digital untuk mengukur berat, dan stoples untuk mengemas. Alat-alat yang digunakan disajikan pada Gambar 1, 2, 3, 4, dan 5.

(35)

Gambar 2. Portable Oxygen Tester Shimadzu

Gambar 3. Mesin pendingin (refrigerator).

Gambar 4. Chromameter tipe CR-200

(36)

Gambar 5. Rheometer tipe CR-300DX

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Pengukuran Laju Respirasi

Pengukuran laju respirasi pada penelitian ini dilakukan terhadap campuran wortel, jagung semi, dan buncis. Untuk data laju respirasi masing-masing bahan diperoleh dari penelitian terdahulu. Untuk data laju respirasi wortel, jagung semi, dan buncis disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Laju Respirasi Wortel, Jagung Semi, dan Buncis (ml/kg.jam)

Bahan Suhu 50C 100C Kamar O2 CO2 O2 CO2 O2 CO2 Jagung semi Wortel Buncis 0,29 3,02 9,94 0,26 2,98 11,61 1,23 2,94 26,36 1,04 2,48 28,83 4,63 9,21 179,82 5,06 28,59 169,54

Sumber : Jagung semi ( Ade Haddiana, 2004) Buncis ( Kuo Titin, 1995)

(37)

Tahapan ini berupa pelaksanaan prosedur operasional baku (SOP) masing-masing bahan sebagai berikut :

a. Jagung semi ,wortel dan buncis yang telah disortasi lalu dicuci bersih kemudian diangin-anginkan sampai kering

b. Jagung semi diiris dengan ketebalan 0,3-0,5 cm, wortel diiris dengan ketebalan 5 mm, buncis dipotong-potong dengan panjang 2 cm

c. Potongan jagung semi, wortel dan buncis yang telah dipotong sesuai ukuran kemudian dicuci bersih dengan air bersuhu 5oC dan 3 l/kg dengan waktu 1 menit.

d. Tutup stoples diberi lubang untuk memasukkan pipa plastik ¼ inchi untuk pengukuran konsentrasi O2 dan CO2,

e. Irisan jagung semi sebanyak 50 gram, irisan wortel 50 gram dan potongan buncis 50 gram dimasukkan ke dalam stoples kemudian ditutup rapat. Kemudian stoples dilapisi lilin malam guna menghindari kebocoran gas Pengukuran konsentrasi O2 dan CO2 dilakukan setiap 3

jam pada hari pertama, selanjutnya setiap 24 jam sampai konsentrasi O2 dan CO2 dalam stoples konstan.

Data yang diperoleh pada pengukuran laju respirasi berupa perubahan konsentrasi gas O2 dan CO2 selama pengamatan pada suhu 50, 100 dan

suhu kamar. Laju respirasi dihitung menggunakan persamaan Mannaperumna dan Singh (1989) :

dt dx W V R  ...(2) dimana :

R = laju respirasi (ml/kg.jam) V = volume bebas (ml) W = berat sampel (kg)

dt dx

= perubahan konsentrasi gas terhadap waktu (-/jam)

2. Penentuan Komposisi O2 dan CO2 Kemasan Atmosfir Termodifikasi

Tahap ini dilakukan untuk menentukan kondisi konsentrasi atmosfir optimum yang mampu memberikan mutu penyimpanan yang baik untuk

(38)

wortel, jagung semi, dan buncis. Penentuan kombinasi kadar O2 dan CO2

optimum dilakukan pada suhu terpilih hasil penelitian tahap pertama. Perlakuan konsentrasi gas masing-masing :1-3% O2 dan 5-8% CO2; 1-3%

O2 dan 8-10% CO2; 3-5% O2 dan 8-10% CO2; 21% O2 dan 0,03% CO2.

Pengaturan kombinasi atmosfir dalam stoples dilakukan dengan mengatur debit gas O2, N2 dan CO2 menggunakan flowmeter. Debit

flowmeter dipertahankan setelah mendapat komposisi yang diinginkan. Pengendalian konsentrasi gas O2 dan CO2 pada setiap taraf konsentrasi

dilakukan setiap hari selama masa pengamatan. Pengamatan dan pengujian dari masing-masing perlakuan konsentrasi pada hari ke-0, 2, 4, 6, dan 8.

Pengamatan dan pengujian mutu bahan meliputi susut bobot, uji kekerasan dan uji organoleptik. Prosedur percobaan dijelaskan sebagai berikut :

a. Wortel, jagung semi, dan buncis terolah minimal dimasukkan ke dalam stoples.

b. Tutup stoples diberi lubang untuk memasukkan pipa plastik ¼ inchi guna mengukur konsentrasi O2 dan CO2.

c. Wortel, jagung semi, dan buncis terolah minimal dimasukkan kedalam stoples. Tutup stoples dilapisi lilin malam guna menghindari kebocoran gas.

d. Konsentrasi dalam stoples diatur sehingga berada pada konsentrasi yang dikehendaki. Stoples disimpan pada lemari pendingin pada suhu terpilih hasil percobaan tahap pertama.

e. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, 6, dan 8 meliputi susut bobot, uji kekerasan dan uji organoleptik.

3. Penentuan Jenis Film Kemasan

Jenis film kemasan ditentukan setelah dari percobaan tahap kedua diketahui kadar komposisi O2 dan CO2 yang optimum yang disesuaikan

terhadap bobot bahan yang dikemas dan luas permukaan kemasan menggunakan persamaan (1) .

(39)

Untuk pengamatan kadar O2 dan CO2 dalam kemasan, dibuat 2 buah

lubang pada salah satu sisi kemasan yang dihubungkan dengan selang. Kemasan yang telah terisi produk ditutup rapat menggunakan mesin sealer serta kedua selang dihubungkan menggunakan konektor berbentuk huruf ”L”. Pengukuran terhadap konsentrasi O2 dan CO2 dilakukan setiap

hari, sedangkan pengamatan susut bobot, uji kekerasan dan uji organoleptik dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, 6 dan 8.

4. Uji Validasi Kemasan

Pada tahap ini, jenis film kemasan yang telah didapatkan pada percobaan tahap ke-4 diuji validitasnya. Pengujian dilakukan menggunakan dua jenis plastik lain dengan nilai permeabilitas yang berbeda sebagai pembanding.

Pengujian terhadap dua jenis kemasan ini meliputi pengamatan susut bobot, uji kekerasan dan uji organoleptik yang dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, 6 dan 8.

D. Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan empat parameter yaitu :

1. Laju Susut Bobot

Penurunan susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan berat bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut : Susut bobot (%) =  100% W W W a ... (5) dimana : W = bobot bahan awal penyimpanan (g)

(40)

2. Laju Perubahan Kekerasan

Pengukuran kekerasan sayuran campuran terolah minimal menggunakan Rheometer tipe CR-300DX dengan beban 2 kg, diameter plunger 2,5 mm, serta kedalaman tusukan 3 mm pada masing-masing bahan. Uji kekerasan dilakukan pada tiga titik yang berbeda dengan tiga kali pengulangan pada hari 0, 2, 4, 6 dan 8 lalu diambil rataannya.

3. Perubahan Warna

Pengujian warna menggunakan Chromameter CR-200. Data warna dinyatakan dengan nilai L (kecerahan) dan nilai a (merah-hijau). Nilai L menyatakan kecerahan (cahaya pantul yang menghasil warna akromatik putih, abu-abu dan hitam), bernilai 0 untuk warna hitam dan bernilai 100 untuk warna putih. Nilai L yang semakin besar menunjukkan sayuran yang semakin rusak karena warnanya semakin pucat. Nilai a menyatakan warna akromatik merah-hijau, bernilai +a dari 0-100 untuk warna merah dan bernilai –a dari 0-(-80) untuk warna hijau. Nilai a sayuran yang semakin besar menunjukkan sayuran semakin mendekati kebusukan.

4. Uji Organoleptik

Jumlah panelis sebanyak 15 orang. Uji yang dilakukan adalah uji hedonik atau uji kesukaan. Parameternya adalah warna, kekerasan, aroma, kesegaran dan penilaian umum. Pada tingkat ini panelis diminta untuk mengemukakan tingkat kesukaan pada potongan sayuran terolah minimal. Digunakan 6 skala hedonik berurutan mulai dari skor 1 untuk penilaian tidak suka, skor 2 untuk penilaian agak tidak suka, skor 3 untuk penilaian netral, skor 4 untuk penilaian agak suka, skor 5 untuk penilaian suka dan skor 6untuk penilaian sangat suka. Batas penolakan konsumen adalah dibawah skor 3. Skor tersebut dinyatakan sebagai kondisi dimana produk dalam kondisi tidak baik untuk dikonsumsi.

(41)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Laju Respirasi Sayuran Campuran Terolah Minimal

Faktor yang mempengaruhi laju respirasi ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, gas etilen, ketersediaan O2 dan CO2, zat-zat

pengatur pertumbuhan dan kerusakan sayuran selama pemanenan.

Pengukuran laju respirasi dilakukan karena laju respirasi merupakan salah satu sifat fisiologis yang sangat mempengaruhi masa simpan sayur-sayuran dan buah-buahan. Laju respirasi menentukan daya tahan produk yang disimpan sehingga produk yang laju respirasinya rendah umumnya disimpan lebih lama dalam kondisi yang baik. Respirasi pada sayuran maupun buah-buahan ditandai oleh penurunan konsentrasi gas O2 dan peningkatan

konsentrasi CO2 dalam chamber.

Laju respirasi dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu di antara 0-35° C kecepatan reaksi akan berlangsung dua atau tiga kali lebih besar untuk tiap kenaikan suhu 10° C (Wills et al., 1981) Penurunan suhu penyimpanan akan menurunkan laju respirasi sayuran campuran terolah minimal karena penurunan suhu dapat menurunkan kecepatan reaksi kimia yang terjadi di dalam jaringan sayuran.

Penyimpanan sayuran campuran terolah minimal pada suhu ruang menyebabkan penurunan konsentrasi O2 dari 21 % menjadi 18,73 %

sedangkan konsentrasi CO2 mengalami peningkatan dari 0,03% menjadi

4,53% selama 30 jam penyimpanan. Penyimpanan sayuran campuran terolah minimal pada suhu 10°C menyebabkan penurunan konsentrasi O2 dari 21 %

menjadi 18,8 % sedangkan konsentrasi CO2 mengalami peningkatan dari

0,03% menjadi 2,49% selama 168 jam penyimpanan. Penyimpanan sayuran campuran terolah minimal pada suhu 5°C menyebabkan penurunan konsentrasi O2 dari 21 % menjadi 19,60% sedangkan konsentrasi CO2

(42)

penyimpanan. Data perubahan konsentarasi CO2 dan O2 dapat dilihat pada

lampiran 1.

Dari data diatas dapat dibuktikan bahwa terjadi penurunan konsentrasi O2

dan peningkatan konsentrasi CO2 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada

jaringan tanaman setelah dipanen masih terjadi proses metabolisme diantaranya proses respirasi (Wills et al.,1981).

Berdasarkan hasil pengamatan, laju respirasi sayuran campuran terolah minimal yang disimpan pada suhu yang lebih rendah akan menghasilkan laju respirasi yang lebih lambat dibandingkan laju respirasi untuk sayuran campuran terolah minimal yang disimpan pada suhu yang tinggi. Penyimpanan pada suhu ruang menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 157,05

ml/kg.jam dan laju produksi CO2 sebesar 173,47 ml/kg.jam. Penyimpanan

pada suhu 10°C menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 42,88 ml/kg.jam dan

laju produksi CO2 sebesar 40,88 ml/kg.jam. Penyimpanan pada suhu 5°C

menunjukkan laju konsumsi O2 sebesar 22,2 ml/kg.jam dan laju produksi CO2

sebesar 21,3 ml/kg.jam. Laju konsumsi O2 pada suhu 5°C, 10°C dan suhu

kamar dapat dilihat pada Gambar 6 sedangkan laju produksi CO2 terdapat

pada Gambar 7.

Gambar 6 Laju konsumsi O2 sayuran campuran terolah minimal

0 50 100 150 200 250 0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 L a ju r e s p ir a s i (m l/ k g .j a m )

Waktu penyimpanan (jam)

Laju Konsumsi O2

Suhu 5 Suhu kamar Suhu 10

(43)

Gambar 7 Laju produksi CO2 sayuran campuran terolah minimal

Dari Gambar diatas dapat diketahui bahwa sayuran yang digunakan untuk penelitian ini merupakan jenis sayuran non-klimakterik, dimana pada awal laju respirasi rendah dan kemudian sedikit naik dan laju respirasi selanjutnya konstan tanpa adanya puncak respirasi yang biasanya terjadi pada hari ke tiga pemanenan. Sayuran non-klimakterik juga tidak memperlihatkan kenaikan respirasi yang cepat selama pematangan atau penyimpanan (Pantastico,1997).

Laju respirasi rata-rata dan nilai RQ sayuran campuran terolah minimal disajikan pada lampiran 1. Nilai RQ merupakan perbandingan antara gas CO2

yang diproduksi dan gas O2 yang dikonsumsi. Nilai ini dapat digunakan untuk

menentukan substrat yang digunakan dalam proses respirasi, kesempurnaan proses respirasi dan derajat proses aerob atau anaerob (Muchtadi,1992). Nilai RQ pada suhu kamar memiliki nilai lebih besar dari 1. Hal ini berarti bahwa substrat yang dioksidasi adalah asam-asam organik. Sedangkan nilai RQ pada suhu 5°C dan 10°C memiliki nilai RQ yang lebih kecil dari 1 . Menurut Muchtadi (1992) Nilai RQ yang lebih kecil dari 1 mempunyai beberapa interpretasi. Interpretasi pertama bahwa telah terjadi oksidasi yang tidak sempurna atau terhenti. Interpretasi lain seperti substrat yang digunakan mempunyai perbandingan antara oksigen terhadap CO2 yang lebih kecil

daripada heksosa contohnya lemak (Pantastico,1986).

-30 20 70 120 170 220 270 0 50 100 150 200 250 La ju r es p ir a si (m l/ kg .j am )

Waktu penyimpanan (hari)

Laju Produksi CO2

Suhu 5 Suhu kamar Suhu 10

Gambar

Tabel 2   Komposisi dan Nilai Gizi Wortel per 100 gram Bahan Segar
Tabel 3. Kandungan nilai gizi dan kalori dalam jagung semi per 100 gram  bahan segar
Tabel 4. Suhu Penyimpanan, RH, Perkiraan Daya Simpan dan Titik Beku  rata-rata  Sayuran yang Dianjurkan
Tabel 6   Koefisien  permeabilitas  film  kemasan  terhadap  hasil  perhitungan  dan penetapan (ml.mm/m 2 .jam.atm)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Program aplikasi kompresi merupakan program yang digunakan untuk memperkecil ukuran bit data dari citra aslinya. Untuk mengkompresi data dapat dilakukan pada data teks, gambar,

Tujuan Pembelajaran Umum : Mahasiswa memahami Pembuatan perangkat kerja monev: isu Kompetensi : Mahasiswa dapat memaparkan baik melalui lisan maupun tulisan.

client mengarah pada koneksi internet dari Astinet atau Lintas Arta saat client. melakukan request

Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunkan judgement dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan yang menyesatkan

Pada anak sekolah, kejadian kegemukan dan obesitas merupakan masalah serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa serta merupakan faktor risiko terjadinya berbagai

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan intralingual dengan teknik dasar berupa teknik pilah unsur penentu (PUP), teknik baca markah dan teknik

Terkait dengan latar belakang tersebut diatas, ada beberapa teori yang dapat dipergunakan sebagai landasan konsep ukur terkait pentingnya perlindungan hukum bagi