i
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Winny Listyarini Hardi NIM: 068114008
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Winny Listyarini Hardi NIM: 068114008
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iii
TINGKAT II USIA LANJUT DI INSTALASI RAWAT INAP
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA TAHUN 2008
Oleh :
Winny Listyarini Hardi NIM: 068114008
Skripsi ini telah disetujui oleh:
Pembimbing
vii
berkat dan rahmat kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Obat pada Kasus Hipertensi Primer Tingkat II Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi, kritik, dan saran sampai terselesainya skripsi ini, terutama kepada:
1. Direktur RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian ini.
3. Drs. Mulyono, Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam skripsi ini.
4. dr. Fenty, M.Kes, Sp.PK. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam skripsi ini.
viii
7. Mami dan Papiku tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang, dukungan, bantuan finansial, dan semangat bahwa aku pasti bisa dalam meyelesaikan skripsi ini.
8. Kakak dan adikku tercinta yang telah memberikan semangat dan keceriaan agar dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
9. Yuni teman seperjuangan dalam skripsi ini, terima kasih atas dukungan dan persabahatannya sehingga bisa saling melengkapi dalam penulisan skripsi ini. 10. Dini, Grace, Ayu, Tiara, Inge, Yenni, Switi terima kasih untuk keceriaan dan
motivasinya dari awal hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.
11. Teman-teman FKK 06 dan semua teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kekompakan, pertemanan, dan dukungannya selama belajar di Farmasi.
12. Sahabat-sahabatku tersayang Eka, Dessy, Edwin, Hendra, Gowin, Saleh, Yulita yang selalu bersamaku dalam suka dan duka, terima kasihatas doa, dukungan, keceriaan, dan untuk semua yang telah kita jalani bersama selama ini.
13. Teman–teman kost Griya Talenta, terima kasih untuk waktu, kebersamaan, dan dukungannya.
ix dapat menambah ilmu pengetahuan.
xi
yang tidak diobati akan menyebabkan komplikasi pada berbagai organ. Nilai tekanan darah akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang, sehingga tak jarang dijumpai pada kelompok usia lanjut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik kasus, profil pengobatan, Drug Therapy Problems (DTPs) yang timbul selama kasus mengalami perawatan di RSUP Dr. Sardjito pada Tahun 2008, dan proporsi penggunaan obat paten dan obat generik serta pengaruhnya terhadap biaya pengobatan.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif yang bersifat retrospektif yang pengumpulan datanya dilakukan melalui lembar rekam medik.
Jumlah kasus yang dianalisis sebanyak 21 kasus. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki (85,7%). Pola pengobatan menggunakan 13 kelas terapi obat dengan tiga kelas terapi terbanyak yang digunakan oleh kasus adalah obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler (100%), analgesik (42,8%), dan obat infeksi (38,1%). Variasi penggunaan antihipertensi terbanyak baik yang digunakan secara tunggal maupun 2 kombinasi berturut-turut adalah antagonis reseptor angiotensin II (24,1%), dan antagonis reseptor angiotensin II dan antagonis kalsium (13,8%). Jenis DTPs yang terjadi yaitu obat yang tidak efektif (8,3%), membutuhkan terapi tambahan obat (41,7%), terdapat obat yang tidak dibutuhkan (33,3%), terdapat obat yang memiliki efek yang merugikan (8,3%), dan adanya dosis terlalu tinggi (8,3%). Proporsi penggunaan obat paten sebesar 12/2, sedangkan proporsi penggunaan obat generik sebesar 9/21.
xii
complication in various organs. The value of blood pressure increase continiously with the increasing of age, so it commonly found in geriatric.
This research aims to evaluate the case characteristic, therapy pattern, Drug Therapy Problems (DTPs) which occured while the case is being treated at the instalation ward of Dr. Sardjito Yogyakarta period 2008, and the drug uses proportion of generik and patent medicine as the influences to therapy cost.
This is a non experimental research with descriptive design which have retrospective characteristic. The instrument of this research was medical record of primary hypertension.
Number of case that have been analyzed in this research are 21 cases. The most gender is male (85,7%). The therapy pattern use 13 drug class therapy whereas the three most drug class therapy are cardiovascular system disorder medicine (100%), analgesic(42,8%), and infection medicine (38,1%). The common variation of single antihypertension is an antagonist angiotensin II receptor (24,1%). Two drug combination antihypertension are antagonist angiotensin II receptor and calcium channel blocker (13,8%).
The type of drug therapy problems which happen are ineffective drug (8,3%), need for additional drug therapy (41,7%), unnecessary drug therapy (33,3%), adverse drug reaction (8,3%), and dosage too high (8,3%). The proportion of patent uses is 12/2, and the proportion of generic uses is 9/21.
xiii
ii HALAMAN JUDUL...
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PERNYATAAN PUBLIKASI... PRAKATA... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... INTISARI...
ABSTRACT...
DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN...
ABBREVIATIONS...
BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang... 1. Perumusan Permasalahan... 2. Keaslian penelitian... 3. Manfaat penelitian... B. Tujuan Penelitian... 1. Tujuan umum... 2. Tujuan khusus...
xiv
1. Definisi... 2. Klasifikasi... 3. Etiologi... 4. Epidemiologi... 5. Patofisiologi... 6. Faktor Resiko... 7. Manifestasi Klinis... 8. Penampakan Klinis Hipertensi... a..Gambaran Klinis... b..Pemeriksaan Fisik... c. Pemeriksaan Laboratorium... 9. Diagnosis... C. Penatalaksanaan Terapi Hipertensi... 1. Tujuan Terapi... 2. Sasaran Terapi... 3. Outcome...
4. Algortima Terapi... a. Strategi terapi... b. Terapi non Farmakologis... c. Farmakologis... D. Obat Anti Hipertensi... 1. Diuretik...
xv
2. PenghambatAngiotensin-Converting Enzyme...
3. Angiontensin II Receptor Blockers (ARB)... 4.β-Blocker... 5.Calcium Channel Blockers(CCB)... 6. Penyekat Adrenoreseptorα1(α–Blocker)...
7. Centralα2-agonists ... E. Usia Lanjut dan Terapi Hipertensi Pada Usia Lanjut... F. Penggunaan Obat Paten dan Obat Generik... G.Drug Teraphy Problems... H. Keterangan Empiris... BAB III METODOLOGI PENELITIAN... A. Jenis dan Rancangan Penelitian... B. Definisi Operasional... C. Subyek Penelitian... D. Bahan Penelitian... E. Lokasi Penelitian... F. Tata Cara Penelitian... 1. Analisis Situasi... 2. Pengumpulan Data…... 3. Tahap Analisis Data... G. Kesulitan Penelitian ... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...
xvi
2. Obat yang Bekerja Sebagai Analgesik... 3. Obat yang Digunakan Untuk Pengobatan Infeksi... 4. Obat yang Bekerja Pada Saluran Pencernaan... 5. Obat yang Bekerja Pada Sistem Syaraf Pusat... 6. Obat yang Bekerja Pada Sistem Saluran Pernapasan... 7. Obat-obat Hormonal... 8. Obat-obat untuk Penyakit Otot Skelet dan Sendi... 9. Obat-obat yang Mempengaruhi Gizi dan Darah... 10. Obat Sistem Hepatobilier... 11. Obat Mata, THT, dan Kulit... 12. Obat Antineoplastik dan Imunomodulator... 13. Suplemen dan Terapi Penunjang... C. Variasi Jumlah Pemberian Obat Antihipertensi dan Kombinasinya.... D. EvaluasiDrug Therapy Problems(DTPS)...
1. Obat yang Tidak Efektif ... 2. Membutuhkan Tambahan Obat... 3. Ada Obat yang Tidak Dibutuhkan... 4. Dosis Terlalu Rendah... 5. Obat yang Memiliki Efek yang Merugikan... 6. Dosis Terlalu Tinggi... E. Evaluasi Penggunaan Obat generik dan Paten Serta Pengaruhnya
Terhadap Biaya Pengobatan...
41 42 43 43 44 45 45 46 47 47 48 48 49 53 53 54 55 56 56 56
xvii
B. Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... BIOGRAFI PENULIS...
xviii Tabel III Tabel IV Tabel V Tabel VI Tabel VII Tabel VIII Tabel IX Tabel X Tabel XI Tabel XII Tabel XIII Tabel XIV hipertensi... Terapi hipertensi berdasarkan JNC VII………... Terapi hipertensi pada keadaan khusus
berdasarkan JNC VII ... Kategori dan penyebab-penyebabDTP...
Daftar laporan 10 besar penyakit di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
pada tahun 2008... Distribusi jenis kelamin kasus hipertensi primer
tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008... Distribusi kelas terapi obat yang digunakan
kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008... Kelompok, zat aktif dan jenis obat
sistem kardiovaskuler yang digunakan pada terapi kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008... Kelompok, zat aktif dan jenis analgesik
yang digunakan pada terapi kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008... Kelompok, zat aktif dan jenis obat infeksi
yang digunakan pada terapi kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008... Kelompok, zat aktif dan jenis obat saluran
Pencernaan yang digunakan pada terapi kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008... Kelompok, zat aktif dan jenis obat sistem
saraf pusat yang digunakan pada terapi kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008... Kelompok, zat aktif dan jenis obat sistem
saluran pernapasan yang digunakan pada terapi kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008...
xix Tabel XVI Tabel XVII Tabel XVIII Tabel XIX Tabel XX Tabel XXI Tabel XXII Tabel XXIII Tabel XXIV Tabel XXV
Kelompok, zat aktif dan jenis obat otot skelet dan sendi yang digunakan pada terapi kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008... Kelompok, zat aktif dan jenis obat
yang mempengaruhi gizi dan darah yang digunakan pada terapi kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008... Kelompok, zat aktif dan jenis obat sistem
Hepatobilier yang digunakan pada terapi kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut
di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008... Kelompok, zat aktif dan jenis obat mata, THT,
dan kulit yang digunakan pada terapi kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
tahun 2008... Kelompok, zat aktif dan jenis obat antineoplastik
dan imunomodulator yang digunakan pada terapi kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008.……... Kelompok, zat aktif dan jenis suplemen dan
terapi penunjang yang digunakan pada terapi kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008... Variasi jumlah pemberian obat antihipertensi
dan kombinasinya yang digunakan pada terapi kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008... KasusDTPsobat yang tidak efektif pada kasus
hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008... KasusDTPsobat memiliki efek yang merugikan pada
Kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008………... Kasus DTPs membutuhkan tambahan obat pada
xx Tabel
XXVII
Tabel XXVIII
Tabel XXIX
Tabel XXX
Tabel XXXI
Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008... KasusDTPsdosis terlalu tinggi
pada kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008………... Penggunaan obat paten dan obat generik pada obat
antihipertensi yang diterima oleh kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008... Proporsi penggunaan obat paten dan obat generik pada
obat antihipertensi yang diterima oleh kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008... Zat aktif, nama paten, nama generik, dan harga satuan
obat generik menurut MIMS Edisi 8 2008/2009 pada obat antihipertensi yang diterima oleh kasus hipertensi
primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008... Asumsi biaya pengobatan kasus per hari pada penggunaan obat antihipertensi yang diterima oleh kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Tahun 2008...
55
56
57
57
58
xxi
xxii Lampiran 3.
Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20. Lampiran 21.
Kajian DTPs Kasus 3... KajianDTPsKasus 4... Kajian DTPs Kasus 5... KajianDTPsKasus 6... Kajian DTPs Kasus 7... KajianDTPsKasus 8... Kajian DTPs Kasus 9... KajianDTPsKasus 10... Kajian DTPs Kasus 11... KajianDTPsKasus 12... Kajian DTPs Kasus 13... KajianDTPsKasus 14... Kajian DTPs Kasus 15... KajianDTPsKasus 16... Kajian DTPs Kasus 17... KajianDTPsKasus 18... Kajian DTPs Kasus 19... KajianDTPsKasus 20... KajianDTPsKasus 21...
xxiii 4. AST : fosfatase alkalis 5. ALT :alanine transamonase
6. AM :acute miocard
7. APTT :activated partial thromboplastine time
8. AST :aspartate transaminase
9. BAB : buang air besar 10. BAK : buang air kecil
11. BB : berat badan
12. BJ : berat jenis
13. BSMRS : bulan sebelum masuk rumah sakit 14. BUN :blood urea nitrogen
15. CaCO3 : kalsium karbonat
16.CAD :choronary artery disease
17.CKD :chronic kidney disease
18.CHF :congestive heart failure
19.Cl :calsium
20. CM :compos mentis
21. DL : diagnosa lain
22.DTPs :drug therapy problems
23. DU : diagnosa lain
24. DM : diabetes melitus
25. DM2NO : diabetes melitus tipe 2 non-obesitas
26.ec :et causa
27. G2PP : gula darah 2 jam setelah makan (post prandial)
28. GDS : gula darah sementara 29. GDR : gula darahrandom
30. HbA1C : hemoglobin glikosilasi
31.HDLc :high density lipoprotein cholesterol
32.HHD :hypertension heart disease
33. HMRS : hari masuk rumah sakit
34. HSMRS : hari sebelum masuk rumah sakit
35. HT : hipertensi
36. Inf. : infus
37. Inj. : injeksi
38. ISK : infeksi saluran kemih
39.JNC :joint national committee
40. JSMRS : jam sebelum masuk rumah sakit
41. K : kalium
42. KU : keadaan umum
43.LDLc :low density lipoprotein cholesterol
xxiv
50. RM : rekam medis
51. RPD : riwayat penyakit dahulu 52. RPK : riwayat penyakit keluarga
53.RR :respiration rate
54. RSUP : rumah sakit umum pemerintah 55. SMRS : saat masuk rumah sakit
56.SOAP :subjectif,objectif,assessment,plan
57.Susp. :suspect
58. TB : tinggi badan
59. T. Bil : bilirubin terkonjugasi
60. TD : tekanan darah
1 BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Penduduk usia diatas 65 tahun hanya merupakan sebagian kecil dari populasi penduduk di Indonesia, tetapi jumlahnya terus meningkat dan mereka merupakan pengguna obat paling utama. Timbulnya penyakit yang menetap, seperti: artritis, penyakit kardiovaskuler, penyakit Parkinson, dan diabetes, akan meningkat dengan bertambahnya usia. Penyakit-penyakit tersebut biasanya ditangani dengan penggunaan terapi obat (Aslam, 2003).
Pada kelompok usia lanjut, dengan semakin bertambahnya usia maka penyakit seseorangpun akan semakin bertambah dan sering kali membutuhkan beberapa macam obat. Sebuah penelitian di USA menunjukkan bahwa lebih dari 90% individu yang berusia 65 tahun keatas setidaknya menggunakan satu obat tiap minggu, lebih dari 40% menggunakan 5 obat atau lebih setiap minggunya, dan 12% menggunakan 10 obat atau lebih setiap minggunya. Polifarmasi seperti ini meningkatkan risiko interaksi obat dan efek yang merugikan, sehingga tujuan terapi pada pasien usia lanjut tersebut tidak tercapai (Shi,2007). Diperkirakan bahwa setidaknya 25% obat yang diresepkan untuk pasien usia lanjut tidak efektif atau tidak diperlukan. Seringkali dijumpai obat sekunder yang kemungkinan diresepkan untuk mengatasi efek samping obat lain (Aslam,2003).
seseorang baik pada pria maupun wanita. Kenaikan tekanan darah tersebut akan menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya stroke, penyakit jantung iskemik, gagal jantung, dan kematian (Kostis, 2008).
Hipertensi umumnya terjadi pada 70% populasi yang berusia lanjut atau tua, dan diperkirakan pada populasi usia 65 tahun ke atas akan mengalami peningkatan pada tahun 2030 (Maxwell, 2009). Hipertensi dikenal dengan sebutan silent killer
karena penderita hipertensi tidak menunjukkan gejala dan dapat membawa penderita pada kondisi yang lebih serius, seperti serangan jantung atau gagal ginjal (Anonim, 2009b). Tekanan darah yang jauh diatas tekanan darah normal dapat menyebabkan kerusakan pada organ lain apabila tidak ditangani dengan baik, oleh karena itu, menurut JNC VII, hipertensi tingkat II selain melakukan modifikasi gaya hidup juga perlu diimbangi dengan terapi farmakologi yang dimulai dengan penggunaan kombinasi 2 obat untuk dapat menurunkan tekanan darah secara optimal, mengurangi mortalitas dan morbiditas, serta mencegah komplikasi (Chobanian,et al.,2003).
menghambat atau menunda pasien tersebut mencapai tujuan terapi yang diinginkan (Cipolle, Strand, dan Morley, 2004).
Selain masalah peresepan obat, harga obat yang semakin hari semakin meningkat menjadi kendala bagi pasien untuk berobat atau melanjutkan pengobatannya. Obat yang diresepkan oleh dokter ada yang merupakan obat paten dan obat generik. Perbedaan harga yang cukup bermakna pada obat paten dan obat generik akan mempengaruhi biaya pengobatan pasien tersebut, apalagi jika pasien memperoleh lebih dari satu macam obat untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Hipertensi Primer Tingkat II Usia Lanjut di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008“ untuk mencapai outcome terapi yang diharapkan dan meningkatkan kualitas hidup pasien hipertensi usia lanjut.
Pemilihan RSUP Dr. Sardjito sebagai tempat penelitian karena memiliki merupakan rumah sakit rujukan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah bagian Selatan. Selain itu, RSUP Dr. Sardjito merupakan rumah sakit umum pendidikan kelas A yang sudah menyediakan pelayanan kesehatan spesialistis dan sub spesialistis (Anonim, 2008c).
1. Perumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
b. bagaimana pola pengobatan kasus hipertensi primer tingkat II pada usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 ?
c. apakah terjadi Drug Therapy Problems (DTPs) pada kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 yang meliputi :
1) apakah ada obat yang tidak efektif? 2) apakah membutuhkan tambahan obat? 3) apakah ada obat yang tidak dibutuhkan?
4) apakah dosis yang diterima pasien terlalu rendah? 5) apakah terjadi efek obat yang merugikan?
6) apakah dosis yang diterima pasien terlalu tinggi?
d. bagaimana proporsi penggunaan obat paten dan obat generik serta pengaruhnya terhadap biaya pengobatan kasus hipertensi primer tingkat II pada usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008.
2. Keaslian penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran yang penulis lakukan, penelitian mengenai “Evaluasi Penggunaan Obat Pada Kasus Hipertensi Primer Tingkat II Usia Lanjut di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008 sejauh ini belum pernah dilakukan. Namun, ada beberapa penelitian lain yang terkait dengan DTP adalah dengan judul sebagai berikut:
b. Evaluasi drug related problems pasien hipertensi pada chronic kidney disease stage V di RSUP. DR. Sardjito Yogyakarta periode 2006-2008 oleh Christiyanti (2009).
c. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Geriatri Rawat Inap Di RSUP Dr. Sardjito Periode Januari–Desember 2006 oleh Setiawardani (2007).
Penelitian tersebut berbeda dalam hal tujuan penelitian, waktu penelitian, dan subyek penelitian. Pada penelitian yang penulis lakukan ini ingin mengevaluasi penggunaan obat dengan subyek penelitiannya adalah usia lanjut yang menderita hipertensi primer tingkat II dan tahun penelitiannya adalah tahun 2008.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat digunakan untuk mengevaluasi dan meningkatkan mutu pengobatan hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
b. Manfaat teoritis
B. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengevaluasi penggunaan obat pada pasien hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khususnya untuk mengetahui:
a. karakteristik kasus hipertensi primer tingkat II pada usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 berdasarkan jenis kelamin b. pola pengobatan kasus hipertensi primer tingkat II pada usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008
c. potensi terjadinyaDrug Therapy Problems(DTPs) pada pasien hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 yang meliputi :
1) ada obat yang tidak efektif 2) membutuhkan tambahan obat 3) ada obat yang tidak dibutuhkan 4) dosis yang terlalu rendah 5) efek obat yang merugikan 6) dosis terlalu tinggi
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tekanan Darah
Tekanan darah arterial merupakan ukuran tekanan pada dinding arteri dalam
satuan mmHg. Dua nilai tekanan darah arterial yang diukur adalah tekanan darah
sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). Tekanan sistolik terjadi saat
kontraksi ventrikel kiri yang akan mendorong darah ke dalam pembuluh darah dan
menyebabkan kenaikan tekanan darah yang menggambarkan titik tertinggi. Tekanan
diastolik terjadi setelah kontraksi, saat ventrikel kiri berelaksasi sehingga terjadi
penurunan tekanan darah dan menggambarkan titik terendah (Kimble.,et al,2005).
Sistolik dan diastolik merupakan komponen dari tekanan darah yang
ditentukan oleh curah jantung dan tahanan perifer (Porth, 2005).
Gambar 1. Diagram sisi kanan dari jantung dan aorta. (A) tekanan darah sistolik digambarkan dengan aliran darah menuju aorta selama kontraksi ventrikular. (B) tekanan diastolik terjadi pada sistem arterial selama relaksasi (Porth, 2005)
B. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah penyakit yang didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri secara persisten atau terus-menerus (Saseen and Carter, 2005). Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang terjadi jika tekanan darah sistolik (TDS) 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik (TDD) 90 mmHg pada seseorang yang tidak sedang mengkonsumsi obat antihipertensi (Anonim, 2005).
2. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah yang ditetapkan oleh JNC VII adalah sebagai berikut:
Tabel I. Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa menurut JNC VII (Chobanian,et al., 2003)
Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120-139 atau 80-90
Hipertensi tingkat I 140-159 atau 90-99
Hipertensi tingkat II ≥160 atau≥100
3. Etiologi
Pada lebih dari 95% pasien hipertensi tidak mengetahui penyebab terjadinya hipertensi (hipertensi essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer dapat dikaitkan dengan berbagai faktor, seperti usia, genetik, lingkungan, berat badan
penyebab langsung hipertensi dapat diidentifikasi, maka kondisi ini dinyatakan
sebagai hipertensi sekunder. Hipertensi sekunder ditemukan pada sekitar 5% dari
populasi hipertensi yang disebabkan oleh kelainan ginjal, gangguan endokrin,
abnormalitas vaskuler, dan obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid
(Walker,1999).
4. Epidemiologi
Secara global, penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian. Pada tahun 2005, diperkirakan sekitar 17,5 milyar orang meninggal karena penyakit kardiovaskular, menggambarkan 30% kematian di dunia dengan 7,6 milyar terserang penyakit jantung, dan 5,7 milyar terserang stroke. Jika ini terus terjadi, maka diperkirakan pada tahun 2015 sebanyak 20 milyar orang akan meninggal karena penyakit kardiovaskular, terutama karena penyakit jantung dan
stroke(WHO,2009).
Diperkirakan, sekitar 30% populasi (50 milyar penduduk Amerika memiliki tekanan darah yang tinggi (lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg). Nilai tekanan darah ini akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan hipertensi akan umum terjadi pada usia lanjut. Pada umur 55-74 tahun, banyak wanita yang menderita hipertensi dibandingkan pria. Pada tahun 2000, populasi yang lebih tua yang berumur lebih dari 60 tahun, prevalensi terjadinya hipertensi mencapai 65,4% (Saseen and Carter, 2005).
5. Patofisiologi
tekanan darah diastolic (TDD) dan sistolik (TDS). Perbedaan antara TDD dan TDS ialah tekanan nadinya (pulse pressure)dan menunjukkan peregangan dinding arteri (Saseen and Carter, 2005).
Tekanan darah secara normal diatur oleh mekanisme kompensasi. Peningkatan cardiac output atau curah jantung secara normal menyebabkan penurunan total perifer resistanceatau tahanan perifer total; begitu pula sebaliknya, peningkatan tahanan perifer total menyebabkan penurunancurah jantung(Kimble.,et al, 2005). Curah jantung merupakan hasil dari volume pompa darah (jumlah darah yang disalurkan jantung setiap detaknya) dan kecepatan detak jantung atau jumlah detak jantung setiap detiknya. Tahanan perifer menggambarkan perubahan lingkaran arteri seperti viskositas darah (Porth, 2005).
Tekanan darah arterial dihasilkan dari hasil kali curah jantung (CO) dan
tahanan perifer total (TPR) atau BP = CO x TPR. Perubahan pada tekanan darah
dapat terjadi ketika mekanisme kompensasi tersebut tidak berjalan dengan baik
(Kimble,et al.,2005).
Berbagai faktor humoral dan neural diketahui dapat mempengaruhi tekanan
darah. Faktor–faktor tersebut antara lain: sistem saraf adrenergik yang berperan dalam mengontrol reseptordan, sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) yang
Sistem renin angiotensin aldosteron (RAAS) merupakan sistem endogenus komplek yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah arterial. Sistem renin angiotensin aldosteron memberi pengaruh yang penting pada denyut nadi, aktivitas sistem saraf simpatis, dan sangat memberikan pengaruh pada regulasi homeostasis tekanan darah karena sistem ini mengatur keseimbangan dari natrium, kalium, dan cairan (Saseen and Carter, 2005).
Renin merupakan suatu enzim yang diproduksi ginjal. Pelepasan renin diatur oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pelepasan renin adalah tekanan perfusi ginjal, katekolamin, angiotensin II, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pelepasan renin adalah sodium, klorida, dan potasium. Renin mengkatalisasi konversi angiotensinogen menjadi angiotensin I di darah. Angiotensin I kemudian dirubah menjadi angiotensin II oleh
angiotensin converting enzym (ACE). Setelah berikatan dengan reseptor yang spesifik (AT1 dan AT2), angiotensin II menghasilkan efek biologis terhadap berbagai jaringan. Sirkulasi dari angiotensin II dapat meningkatkan tekanan darah, termasuk vasokonstriksi secara langsung. Angiotensin II juga menstimulasi sintesis aldosteron dari korteks adrenal, menyebabkan terjadinya reabsorbsi air dan natrium yang akan meningkatkan volume plasma, tahanan perifer total, dan tekanan darah (Saseen and Carter, 2005).
penyakit ginjal, kelainan pada korteks adrenal, pemakaian obat-obatan sejenis kortikosteroid, dan lain-lain (Yogiantoro, 2006).
6. Faktor Risiko
Faktor risiko hipertensi antara lain adalah: faktor genetik, umur, jenis kelamin, etnis, stress, obesitas, asupan garam, dan kebiasaan merokok. Hipertensi bersifat diturunkan atau bersifat genetik. Individu dengan riwayat keluarga hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia, dan pria memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal. Obesitas dapat meningkatkan kejadian hipertensi. Hal ini disebabkan lemak dapat menimbulkan sumbatan- sumbatan (Yogiantoro, 2006).
7. Manifestasi Klinis
Penderita hipertensi primer umumnya tidak disertai dengan gejala. Sedangkan pada hipertensi sekunder dapat disertai gejala suatu penyakit, misalanya penderita hipertensi sekunder pada sindrom Cushing dapat terjadi peningkatan berat badan, poliuria edema, iregulasi menstruasi, jerawat, atau kelelahan otot (Saseen and Carter, 2005).
8. Penampakan klinis Hipertensi
a. Gambaran klinis
tekanan darah dalam kategori prehipertensi atau kategori hipertensi (Saseen and Carter, 2005).
Pada hipertensi yang sudah terjadi bertahun-tahun akan muncul nyeri kepala saat terjaga, penglihatan kabur, ayunan langkah tidak mantap, nokturia, dan pembengkakan/edema (Corwin, 2001).
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pengukuran tekanan darah menggunakan sfigmomanometer.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan sebelum mengawali terapi antara lain: elektrokardiografi, urinalisis, glukosa darah dan hematokrit, profil lipid setelah 9-12 jam puasa yang terdiri dari HDL (High density lipoprotein) dan LDL (Low density lipoprotein), kreatinin (atau estimasi kecepatan filtrasi glomerular), kalium serum dan kalsium (Chobanian,et al., 2003).
9. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan apabila dijumpai kenaikan tekanan darah diatas normal. Nilai tekanan darah ini dapat digunakan juga untuk mengklasifikasikan kategori hipertensi yang terjadi (Saseen and Carter, 2005).
kedalam tingkat hipertensi (Saseen and Carter, 2005). Tekanan darah pada tiap individu sangat bervariasi, sehingga tekanan darah perlu diukur dengan waktu yang berbeda pada periode beberapa bulan sebelum didiagnosis hipertensi, terkecuali jika tekanan darah meningkat dengan sangat tinggi atau berhubungan dengan timbulnya gejala (Porth, 2005).
C. Penatalaksanaan Terapi Hipertensi
1. Tujuan terapi
Tujuan terapi pada pengobatan hipertensi ialah mengurangi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh kardiovaskular dan ginjal.
2. Sasaran terapi
Sasaran terapi dalam terapi hipertensi adalah nilai tekanan darah pasien. Target tekanan darah yang dituju oleh JNC VII adalah sebagai berikut:
a. pada kebanyakan pasien tanpa komplikasi < 140/90 mmHg b. pada pasien dengan diabetes < 130/80 mmHg
c. pasien dengan penyakit ginjal kronik < 130/80 mmHg (dengan perkiraan GFR < 60 mL/menit, serum kreatinin > 1,3 mg/dL pada wanita atau > 1.5 mg/dL pada pria atau albuminemia > 300 mg/ hari atau > 200 mg/g kreatinin).
3. Outcome
4. Algoritma terapi
Gambar 3. Algoritma pada terapi hipertensi (Chobanian,et al., 2003) Modifikasi gaya hidup
Target tekanan darah tidak tercapai (<140/90 mmHg atau <130/80 mmHg pada pasien dengan DM atau penyakit
ginjal kronik)
Pilihan obat inisiasi
Hipertensi tanpacompelling indication
Hipertensi dengancompelling indication
Hipertensi tingkat I Gol. diuretik tiazid
Pertimbangkan penghambat ACE, penyekat reseptor, penghambat kalium atau kombinasi
Hipertensi tingkat II Kombinasi 2 obat (biasanya gol. diuretik tiazid dan penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II, penyekat reseptor, atau penghambat kalium
Lihat petunjuk pemilihan obat dengancompelling indications
Obat antihipertensi lain apabila dibutuhkan (diuretik, penghambat ACE, penyekat reseptor, penghambat kalium, antagonis reseptor
Target tekanan darah tidak tercapai
5. Strategi terapi
a. Terapi non farmakologis
Untuk penderita prehipertensi dan hipertensi dianjurkan untuk memodifikasi gaya hidup, seperti berikut ini:
Tabel II. Modifikasi Gaya Hidup untuk Mengontrol dan Mengatur Hipertensi (Chobanian,et al., 2003)
Modifikasi Rekomendasi Perkiraan Penurunan
Tekanan Darah Sistolik Menurunkan berat badan
jika terjadi kelebihan berat badan/obesitas
Memelihara berat badan normal (IMT 18,5-24,9 kg/m2)
5-20 mmHg/10 kg
diet makanan sesuai dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)
Mengkonsumsi buah, sayur, dan produk rendak lemak, mengurangi jumlah lemak total, lemak jenuh, serta kolesterol, dan meningkatkan jumlah kalium, kalsium, magnesium, makanan yang mengandung serat dan protein.
8-14 mmHg
Pembatasan konsumsi natrium
Mengurangi asupan sodium (2,4 gram natrium atau 6 gram natrium klorida)
2-8 mmHg
Aktivitas fisik Melakukan olahraga seperti berjalan cepat minimal 30 menit tiap hari
4-9 mmHg
Konsumsi alkohol Batasi konsumsi alkohol 30 ml untuk pria dan 15 ml untuk wanita
2-4 mmHg
b. Terapi farmakologis
Pemilihan obat pada pengobatan hipertensi tergantung pada derajat meningkatnya tekanan darah dan keberadaan compelling indications. Terdapat beberapa kelas antihipertensi, antara lain: diuretik, β blocker, ACE Inhibitor,
Agen-agen tersebut digunakan dalam terapi hipertensi, baik tunggal maupun kombinasi
(Saseen and Carter, 2005).
Tabel III.Terapi Hipertensi Berdasarkan JNC VII (Chobanian,et al., 2003)
Keterangan :
* = terapi ditentukan berdasarkan kategori tekanan darah tertinggi
• = terapi kombinasi awal digunakan pada mereka yang mempunyai risiko hipotensi
ortostatik
± = terapi pasien dengan penyakit ginjal kronik atau diabetes, tujuan tekanan darah <
130/80 mmHg
ACEI = angiotensin converting enzim inhibitor; ARB = angiotensin II reseptor
blocker; BB =beta blocker; CCB =calsium channel blocker
Permulaan terapi obat Klasifikasi
tekanan darah
Sistolik* (mmHg)
Diastolik*
(mmHg) Tanpa
keadaan Khusus
Keadaan Khusus
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Tidak ada antihipertensi dianjurkan
Obat untuk keadaan khusus ±
Stage 1 140 -159 90 – 99 Diuretik tipe
thiazid kebanyakan. Dapat mem pertimbangkan
ACEI, ARB,
BB, CCB atau Kombinasi
Stage 2 >160 >100 Dua kombinasi
obat●(biasanya diuretik tipe thiazid
dan ACEI atau ARB, BB atau CCB)
Obat untuk keadaan khusus ±. Obat antihiper tensi lain (diuretik, ACEI,
ARB, BB, CCB)
Tabel IV.Terapi Hipertensi pada Keadaan Khusus Berdasarkan JNC VII (Chobanian,et al., 2003)
Rekomendasi obat antihipertensi Keadaan
Khusus Diuretik -bloker ACEI ARB CCB Antagonis
Aldosteron Gagal
jantung ● ● ● ● ●
Post Infark
Miokardia ● ● ●
Risiko tinggi penyakit koroner
● ● ● ●
Diabetes ● ● ● ● ●
Penyakit ginjal kronis
● ●
Pencegahan Stroke berulang
● ●
D. Obat Antihipertensi
1. Diuretik
Obat glongan diuretik menurunkan tekanan darah dengan cara menyebabkan diuresis. Pengurangan volume plasma danstroke volumeberhubungan diuresis dalam penurunan curah jantung dan tekanan darah pada akhirnya (Saseen and Carter, 2005). Terdapat empat subkelas diuretik dalam terapi hipertensi, antara lain: tiazid, loop,
potassium sparingdan antagonis aldosteron. a. Diuretik tiazid
dari lumen meningkat dan terjadi relaksasi maka tahanan terhadap aliran darah akan berkurang dan tahanan perifer akan menurun (Saseen and Carter, 2005).
Salah satu contoh diuretik tiazid adalah hidroklorothiazid. Hidroklorothiazid memiliki indikasi untuk mengatasi hipertensi ringan sampai sedang, mengatasi edema pada congestive heart failure dan sindrom nefrotik. Mekanisme aksinya yaitu dengan menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus ginjal, yang akan meningkatkan ekskresi natrium dan air (Lacy,Amstrong, Goldman, dan Lance, 2006).
b. Diuretikloop
Diuretik loop merupakan kelas diuretik kuat yang digunakan untuk edema pulmonari, juga untuk pasien gagal jantung kronis dan digunakan untuk mengurangi tekanan darah. Contoh dari diuretik loop adalah furosemid, bumetanid, torasemid (Saseen and Carter, 2005).
Mekanisme diuretik loop ialah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium dan klorida pada loop henle dan tubulus distal, sehingga meningkatkan ekskresi sodium dan air (Neal, 2005).
c. Diuretik Antagonis aldosteron
karena menurunkan sekresi aldosteron dan selanjutnya menyebabkan penurunan ekskresi K+(Neal, 2005).
2. PenghambatAngiotensin-Converting Enzyme
Penghambat ACE merupakan lini kedua dari terapi hipertensi setelah diuretika. Mekanisme penghambat ACE ialah dengan menghambat aktivitas dari
angiotensin converting enzyme (ACE), yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II sebuah vasokonstriktor kuat yang ada dalam sirkulasi dan penghambatan sintesisnya pada pasien hipertensi menyebabkan penurunan resistensi perifer dan tekanan darah (Neal, 2005). Contoh obat golongan ini antara lain: kaptopril, benazepril, delapril, enalapril maleat, fosinopril, lisinopril, perindropil, dan kuinapril (Saseen and Carter, 2005).
3. Angiotensin II receptor blockers(ARB)
Mekanisme aksi Angiotensin II Receptor Blocker yaitu memblok reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1) yang diketahui menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, pelepasan anti diuretik hormon (ADH), namun tidak memblok reseptor AT2, yang memiliki efek vasodilatasi, perbaikan jaringan dan menghambat pertumbuhan sel. Tidak seperti penghambat ACE, ARB tidak memblok pelepasan bradikinin. Contoh obat golongan ini, antara lain: irbesartan, valsartan, losartan, kandesartan, telmisartan (Saseen and Carter, 2005).
4. β-blockers
menghambat pelepasan renin dari ginjal sehingga mengurangi pembentukan angiotensin II dan sekresi aldosteron (Kimble,et a.l,2005).
Kelemahanβ bloker adalah efek simpang yang sering terjadi seperti tangan dingin, dan lemas. β bloker juga cenderung meningkatkan trigliserida serum dan menurunkan kadar HDL (Neal, 2005).
5. Calcium Channel Blockers(CCB)
CCB bekerja dengan menghambat saluran kalsium yang sensitif terhadap tegangan sehingga mengurangi masukknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel. CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos. Contoh obat golongan ini antara lain : verapamil, diltiazem, dihidropiridin, nifedipin. Terdapat dua macam subkelas CCB, yaitu dihidropiridin dan nondihidropiridin. Kedua subkelas tersebut memiliki efektifitas antihipertensi yang sama, tetapi berbeda pada efek farmakologi dan farmakodinamik. Contoh CCB yaitu nifedipin, amlodipin, verapamil, diltiazem (Saseen and Carter, 2005).
6. Penyekat adrenoreseptorα1(α–Blockers)
7. Centralα2-agonists atau antihipertensi yang bekerja sentral
Antagonis α2 pusat bekerja menurunkan tekanan darah dengan cara menstimulasi reseptor α2adrenergik di otak, yang mengurangi aliran simpatetik dari sistem saraf pusat. Contoh obat golongan ini antara lain : metildopa dan klonidin. Obat golongan ini umumnya menyebabkan efek samping antikolinergik, seperti: mengantuk, mukut kering, pusing, dan lelah. Antihipertensi yang bekerja sentral ini biasanya dikombinasi dengan diuretik(Kimble,et al.,2005).
E. Usia Lanjut dan Terapi Hipertensi pada Usia Lanjut
Di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika menganggap batasan umur lanjut usia adalah 65 tahun dengan pertimbangan bahwa pada usia tersebut orang akan pensiun. Tetapi akhir–akhir ini telah dicapai konsensus yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO: World Health Organization) bahwa sebagai batasan umur usia lanjut adalah 60 tahun (Ersley AJ, 2001).
Gangguan (Impairment): penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, komunikasi, integritas kulit dan convalescence (Crawford, 1986).
Sifat penyakit pada usia lanjut perlu sekali untuk dikenali supaya tidak terjadi kesalahan ataupun keterlambatan menegakkan diagnosis, sehingga terapi dan tindakan lain yang mengikutinya dengan segera dapat dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena penyakit pada usia lanjut umumnya lebih bersifat endogen daripada eksogen. Hal ini kemungkinan disebabkan karena menurunnya fungsi berbagai alat tubuh karena proses menjadi tua. Selain itu produksi zat–zat untuk daya tahan tubuh akan mengalami kemunduran. Oleh karena itu faktor penyebab eksogen (infeksi) akan lebih mudah hinggap (Ersley AJ, 2001).
Pada usia lanjut sering terjadi hipertensi sistolik. Isolated systolic hypertension (ISH) didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik di atas atau sama dengan 140 mmHg pada tekanan diastolik kurang dari atau sama dengan 90 mmHg. ISH terjadi karena hilangnya elastisitas arteri atau akibat penuaan. Dalam keadaan ini aorta menjadi kaku dan akhirnya menyebabkan meningkatnya tekanan sistolik dan penurunan volume aorta, yang pada akhirnya akan menurunkan volume dan tekanan diastolik. Obat antihipertensi yang dapat digunakan dalam pengobatan ISH adalah diuretik dan antagonis kalsium (Chobanian, A.V.,2007).
Modifikasi gaya hidup juga direkomendasikan bagi pasien hipertensi usia lanjut. Risiko efek samping dan interaksi obat meningkat pada pasien usia lanjut karena kebanyakan pasien usia lanjut menerima bermacam-macam obat. Pada pasien usia lanjut, loop diuretik dapat menyebabkan risiko terjadinya hipotensi ortostatik dan efek lain pada sistem saraf pusat, misalnya: depresi, halusinasi, dan sulit tidur. Pada pasien hipertensi usia lanjut, pemberian dosis awal antihipertensi harus dimulai dari dosis terendah untuk meminimalkan risiko efek samping yang mungkin terjadi (Anonim, 2005a).
F. Penggunaan Obat Paten dan Obat Generik
Biaya pelayanan kesehatan, khususnya biaya obat, telah meningkat tajam beberapa dekade terakhir dan kecenderungan ini akan terus berlanjut. Hal ini dapat disebabkan karena popolasi usia lanjut yang semakin banyak dengan konsekuensi meningkatnya penggunaan obat, dan munculnya obat-obat baru yang lebih mahal. Di sisi lain, pelayanan kesehatan yang diharapkan adalah pelayanan kesehatan yang efisien dan ekonomis (Trisna, 2009).
Pembahasan mengenai efisiensi biaya pengobatan akan turut membicarakan tentang obat karena obat merupakan komponen penting dalam upaya pelayanan kesehatan bahkan penggunaan obat dapat mencapai 40 % dari seluruh komponen biaya pelayanan kesehatan (Putera, 2008).
sehingga tingkat penjualan obat generik menurun setiap tahun menyebabkan tidak semua obat generik tersedia di pasaran. Akibatnya, pasien, dokter, maupun Apoteker mau tidak mau menggunakan obat paten yang harganya jauh lebih tinggi daripada generik namun dengan efikasi dan keamanan yang sama. Dalam hal ini, pasien akan sulit memprediksi biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pengobatan yang pada akhirnya dapat membuat pasien enggan untuk mengakses layanan kesehatan karena kekhawatiran harus menanggung biaya yang besar (Putera, 2008).
G. Drug Therapy Problems
Drug Therapy Problems (DTPs) adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan yang dialami pasien selama proses terapi obat, yang secara potensial terjadi bersamaan dengan outcome yang diharapkan sehingga mengganggu tujuan terapi. Drug Therapy Problems dapat muncul pada setiap tahap proses pengobatan. Setiap praktisi tenaga kesehatan bertanggungjawab untuk membantu pasien dalam hal mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah yang dialami pasien.
Drug Therapy Problems merupakan tanggungjawab utama dari seorang praktisi farmasi (Cipolle, Strand, and Morley, 2004).
Tabel V. Kategori dan penyebab-penyebabdrug therapy problems(DTPs) (Cipolle, Strand, dan Morley, 2004).
DTPs Penyebab Umum
Ada obat yang tidak
dibutuhkan (unnecessary drug
therapy)
Terapi yang diperoleh sudah tidak valid saat itu
Beberapa macam produk obat digunakan untuk kondisi yang sebenarnya hanya membutuhkan satu jenis obat
Kondisi medis yang sebenarnya tepat ditangani dengan terapi nonfarmakologi
Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan dengan yang lebih aman
Penyalahgunaan obat, merokok, dan alkohol yang dapat menyebabkan masalah Membutuhkan tambahan obat (need for additional drug therapy)
Kondisi medis yang membutuhkan terapi obat
Terapi pencegahan dibutuhkan untuk mengurangi risiko dari perkembangan kondisi baru
Kondisi medis yang membutuhkan tambahan obat untuk mendapatkan efek sinergis atau efek tambahan
Obat yang tidak efektif
(ineffective drug)
Obat yang digunakan bukan merupakan obat yang paling efektif untuk kondisi medis tertentu
Kondisi medis sukar disembuhkan dengan produk obat tersebut
Sediaan obat yang digunakan tidak sesuai
Produk obat yang dipilih bukan produk obat yang efektif untuk kondisi medis
Dosis terlalu rendah
(dosage too low)
Dosis yang digunakan terlalu rendah
Interval dosis terlalu tidak begitu sering
Interaksi obat dapat menurunkan jumlah obat aktif
Durasi terapi obat terlalu pendek
Adverse Drug Reaction
Obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan besarnya dosis
obat yang lebih aman diperlukan terhadap faktor risiko
interaksi obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan besarnya dosis
adanya regimen dosis atau berubah sangat cepat
obat menyebabkan alergi
obat kontraindikasi terhadap faktor risiko. Dosis terlalu
tinggi
Dosis terlalu tinggi
frekuensi pemakaian obat terlalu singkat
durasi obat terlalu panjang
interaksi obat terjadi karena hasil dari reaksi toksik dari obat
dosis obat diberikan terlalu cepat.
Kepatuhan pasien Pasien tidak mengerti instruksi pemakaian
pasien lupa untuk memakai obat
H. Keterangan Empiris
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai evaluasi penggunaan obat pada kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini bersifat non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subyek penelitian. Rancangan penelitian deskriptif karena penelitian hanya bertujuan melakukan eksplorasi deskriptif terhadap fenomena kesehatan yang terjadi kemudian mengevaluasi data dari rekam medik. Penelitian ini menggunakan data secara retrospektif dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu pada lembar rekam medik pada kasus usia lanjut yang menderita hipertensi primer tingkat II dengan komplikasi maupun non komplikasi di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 .
B. Definisi Operasional
1. Kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut adalah kasus berumur ≥ 65 tahun yang tercatat dalam rekam medik, dan menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang terdiagnosis hipertensi tingkat II baik pada diagnosa utama maupun diagnosa lain pada Januari 2008-Desember 2008 tanpa komplikasi penyakit ginjal.
2. Outcome yang diharapkan dalam pengobatan kasus hipertensi usia lanjut adalah kasus pulang dengan tekanan darah < 140/90 mmHg pada kasus tanpa komplikasi dan < 130/80 mmHg pada kasus dengan diabetes.
3. Karakteristik kasus adalah penggolongan kasus yang telah terdiagnosis hipertensi tingkat II berdasarkan jenis kelamin.
4. Lembar rekam medik adalah catatan pengobatan dan perawatan kasus yang memuat data mengenai identitas kasus, diagnosis, anamnesis, pemeriksaan jasmani, hasil laboratorium, data pemeriksaan tekanan darah, daftar pemberian obat, rencana pengelolaan dan catatan perkembangan, rekam catatan keperawatan serta ringkasan pemeriksaan pada kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Yogyakarta tahun 2008.
5. Peresepan obat yang tidak rasional adalah peresepan yang tidak sesuai dengan parameter Drug Therapy Problems yang meliputi kriteria yaitu adanya terapi obat tanpa indikasi, indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi, ketidakefektifan pemilihan obat, dosis yang kurang, terjadinya adverse drug reaction, dosis yang berlebih.
7. Drug Therapy Problems (DTPs) adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan yang dialami pasien selama proses terapi obat yang meliputi kriteria yaitu adanya ada obat yang tidak dibutuhkan, membutuhkan tambahan obat, obat yang tidak efektif, dosis terlalu rendah,adverse drug reaction, dan dosis terlalu tinggi.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian meliputi kasus usia lanjut (berumur ≥ 65 tahun) yang menderita hipertensi primer tingkat II dengan komplikasi maupun non komplikasi di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2008. Kriteria inklusi subyek adalah kasus yang menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2008; memiliki diagnosa utama maupun diagnosa lain hipertensi primer tingkat II; tekanan darah kasus ≥160/100 mmHg; menerima satu atau lebih obat antihipertensi; memiliki komplikasi maupun non komplikasi. Kriteria
eksklusi adalah kasus usia lanjut yang memiliki komplikasi penyakit ginjal; kasus
yang memiliki data rekam medik yang tidak lengkap.
tergolong dalam diagnosa utama sebanyak 6 kasus sedangkan dengan diagnosis lain sebanyak 15 kasus.
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medik (medical record) kasus usia lanjut yang menderita hipertensi primer tingkat II dengan komplikasi maupun non komplikasi di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008.
E. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Catatan Medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
F. Tata Cara Penelitian
1. Analisis Situasi
Tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan penelusuran jumlah kasus
hipertensi primer di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 yang diperoleh melalui data yang dimiliki oleh instalasi rekam medik. Data tersebut tersaji dalam tabel dibawah ini:
Tabel VI. Daftar Laporan 10 Besar Penyakit di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada Tahun 2008
No Penyakit Jumlah
1. Chemotherapy session for neoplasm 1768
2. Essential (primary) hypertension 940
3. Malignant neoplasma of cervix uteri, unspesified 593
4. Septicemia, unspesified 506
5. Congestive heart failure 429
6. Neoplasm of breast, unspesified 418
7. Malignant neoplasm of ovary 408
8. Non-insulin dependent diabetes mellitus with without complication 395 9. Cerebral infraction due to thrombosis of cerebral arteris 385
Kemudian dilakukan penelusuran jumlah kasus hipertensi primer pada
kelompok usia lanjut yang berumur ≥ 65 tahun dengan komplikasi maupun tanpa
komplikasi.
2. pengumpulan data
Berdasarkan hasil penelusuran data di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, diperoleh data print out 359 kasus hipertensi primer pada kelompok usia lanjut yang berumur ≥ 65 tahun dengan komplikasi maupun tanpa
komplikasi. Data yang diperoleh dariprint out ialah mengenaijumlah pasien, nomor rekam medis, usia, jenis kelamin, alamat, lama perawatan, unit perawatan, diagnosis utama, diagnosis lain ataupun komplikasi yang dialami pasien. Berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi serta randomisasi yang dilakukan penulis didapatkan 21 kasus.
Pengumpulan data dari 21 kasus tersebut dilakukan dengan mencatat data dan informasi yang terdapat dalam rekam medik. Adapun data yang dikumpulkan terdiri atas: identitas pasien, umur pasien, diagnosa utama, diagnosa lain, status keluar, riwayat penyakit, riwayat obat, riwayat alergi, riwayat penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, catatan perkembangan pasien, terapi yang diberikan, data laboratorium, nama obat yang diberikan kepada kasus, dan aturan pakai obat.
3. tahap analisis data
macam kombinasi obat antihipertensi dan kajian mengenai Drug Therapy Problems
yang dijabarkan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Assessment,
Plan) berdasarkan standar pengobatan hipertensi dengan komplikasi maupun non komplikasi dan pustaka yang sesuai. Evaluasi data dilakukan secara kasus per kasus. Tata cara analisa dilakukan sebagai berikut:
1. Karakteristik pasien dievaluasi berdasarkan jenis kelamin. Persentase jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada kasus hipertensi primer tingkat II usia lanjut, dihitung dengan cara membagi antara jumlah kasus pada tiap kelompok jenis kelamin dengan jumlah keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.
2. Kelas terapi obat dikelompokkan berdasarkan pustaka MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 8 2008/2009. Persentase kelas terapi obat dikelompokkan menjadi 13 kelas terapi, kemudian dihitung dengan cara membagi antara jumlah kasus pada tiap kelas terapi dengan jumlah keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.
3. Persentase jenis dan golongan obat yang digunakan untuk penyakit lain yang diderita kasus hipertensi, dikelompokkan berdasarkan jenis dan golongan obat yang diberikan untuk penyakit lain dengan mengacu pada MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi edisi 8 2008/2009.
5. Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) dilakukan dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Assessment, Plan). Pembahasan Drug Therapy Problems dalam penelitan ini menggunakan pustaka Drug Information Handbook 17th edition, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 8 2008/2009, The Seventh Report of The Joint National Comittee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure, dan Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito buku 2 tahun 2005.
6. Penggunaan obat paten dan obat generik pada obat antihipertensi yang diterima oleh kasus dikaji harga per satuannya berdasarkan pustaka MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 8 2008/2009, kemudian dihitung proporsi penggunaannya dengan cara membagi antara jumlah penggunaan obat paten atau obat generik dengan keseluruhan penggunaan obat.
G. Kesulitan Penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Obat pada Kasus Hipertensi Primer Tingkat II Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 dilakukan dengan menelusuri data rekam medik pasien rawat inap yang terdiagnosis penderita hipertensi tingkat II, baik yang didiagnosis dalam diagnosis utama maupun diagnosis lain.
A. Karateristik Kasus Hipertensi Usia Lanjut
Tabel VII. Distribusi Jenis Kelamin Kasus Hipertensi Primer Tingkat II Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008
Jenis Kelamin Jumlah Kasus Persentase (%)
Laki-laki 18 85,71
Perempuan 3 14,28
Total 21 100,0
Berdasarkan distribusi jenis kelamin diatas diperoleh kasus hipertensi usia lanjut pada laki-laki lebih banyak yaitu sebanyak 18 kasus (85,71%) dibandingkan kasus hipertensi pada perempuan yaitu sebanyak 3 kasus (14,28 %). Perbedaan distribusi jenis kelamin ini tidak dapat menjelaskan bahwa laki-laki usia lanjut lebih banyak memberi kesempatan untuk menderita hipertensi dibandingkan perempuan usia lanjut.
Berdasarkan hasil penelitian “Pengaruh Menopause Terhadap Tekanan Darah Normal” diperoleh bahwa perempuan menopause yang berusia 50 tahun ke atas mengalami peningkatan tekanan darah. Hal ini disebabkan karena setelah usia
50 tahun, terjadi penurunan hormon estrogen pada wanita sehingga terjadi peningkatan kadar hormon gonadotropin dalam darah dan urin. Penurunan estrogen ini akan memberi perubahan fisik pada kardiovaskuler (Djojosoewarno,2004).
Pada penelitian ini, distribusi jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang diperoleh tidak sesuai dengan teori bahwa pada perempuan setelah berusia 50 tahun lebih memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengalami hipertensi terkait penurunan hormon estrogen. Hal ini dapat disebabkan karena seseorang tidak mungkin datang ke rumah sakit hanya karena keluhan hipertensi. Kebanyakan orang datang dan dirawat di rumah sakit jika keadaan mereka sudah parah atau karena penyakit lain selain tekanan darah tinggi yang dirasakan sangat mengganggu kesehatan mereka. Saat itulah mereka juga didiagnosa mengalami hipertensi. Selain itu, meskipun dari sisi hormonal perempuan yang berusia 50 tahun keatas lebih memiliki risiko hipertensi daripada laki-laki, namun perempuan biasanya lebih memperhatikan dan menjaga kesehatan mereka daripada laki-laki, seperti: tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, dan menjaga berat badan agar tidak obesitas sehingga yang lebih banyak datang berobat di rumah sakit adalah laki-laki karena mereka kurang dapat menjaga dan memodifikasi gaya hidup sehingga muncul penyakit penyerta atau komplikasi yang kemudian membawa pada diagnosa hipertensi tingkat II.
B. Pola Pengobatan Kasus Hipertensi Primer Tingkat II Usia Lanjut
kemudian dibagi menjadi beberapa golongan obat, kelompok obat, nama zat aktif dan jenis obat.
Tabel VIII. Distribusi Kelas Terapi Obat yang Digunakan Kasus Hipertensi Primer Tingkat II Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 2008
No. Kelas Terapi Jumlah kasus Persentase (%)
1. Obat kardiovaskuler 21 100,0
2. Obat analgesik 9 42,8
3. Obat infeksi 8 38,1
4. Obat saluran cerna 6 28,6
5. Obat sistem saraf pusat 7 33,3
6. Obat gizi dan darah 6 28,6
7. Obat-obat hormonal 5 23,8
8. Obat otot skelet dan sendi 4 19,0
9. Obat saluran pernapasan 4 19,0
10. Lain-lain 2 9,5
11. Obat sistem hepatobilier 1 4,8
12. Antineoplastik dan imunomodulator
1 4,8
13. Obat Mata, THT, dan kulit 1 4,8
1. Obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler
Tabel IX . Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Kardiovaskuler yang Digunakan pada Terapi Kasus Hipertensi Primer Tingkat II Usia Lanjut di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008 Golongan Kelompok Zat aktif Nama Obat jumlah Persentase
(%)
% Total
Aprovel® 1 valsartan
valsartan 14 18,98 Antagonis reseptor
angiotensin II kandesartan sileksetil
Blopress®
1 1,3
20,3
Capoten® 1 kaptopril
kaptopril 4 6,3 lisinopril Noperten® 1 1,3 Penghambat ACE
perindopril Prexum® 1 1,3
8,9
Antihipertensi yang bekerja sentral
klonidin klonidin
1 1,3 1,3
Obat Anti hipertensi Kombinasi diuretik dan penghambat ACE Enafapril maleat dan HCT Tenazide®
1 1,3 1,3
Amdixal® 2 amlodipin
amlodipin 2
5,1
diltiazem 1 1,3 diltiazem
Herbesser
CD® 1
Adalat oros® 4 5,1 Golongan
antagonis kalsium
nifedipin
nifedipin 2 2,5
14,0
Golongan nitrat isosorbid dinitrat ISDN 3 3,8 3,8 Obat
antiangina
Golonganβbloker bisoprolol Concor® 1 1,3 1,3 Brainact® 3
Citicoline
citicoline 1 5,1 5,1 Obat gangguan sirkulasi darah vasodilator serebral
flunarizine Frego® 1 1,3 1,3
Aspilets 5
Farmasal® 1 Asam
asetilsalisilat
Thrombo
Aspilets® 1
8,9
CPG® 1
Antiplatelet
Clopidogrel
Plavix® 1
2,5
11,4
asam traneksamat
Kalnex®
2 2,5 2,5
Obat sistem koagulasi darah
Hemostatik
octreotid Sandostatin® 1 1,3 1,3
furosemid 2 Diuretika kuat furosemid
Lasix® 6 10,1 10,1 Aldazide® 1
Diuretika hemat
kalium spironolakton spironolakton 2 3,8 3,8 Diuretika
Tiazid hidroklortiazid hidroklortiazid 3 3,8 3,8 Obat
hipolipide mik
Statin simvastatin simvastatin
Kelompok obat yang banyak digunakan kelas terapi obat kardiovaskuler adalah kelompok obat antihipertensi golongan antagonis reseptor angiotensin II (ARB) yaitu sebanyak 20,3 %. Mekanisme antagonis reseptor angiotensin II ialah menahan langsung reseptor angiotensin tipe I (AT1), reseptor yang memperantarai angiotensin II. Antagonis reseptor angiotensin II memiliki kejadian efek samping yang lebih rendah dibandingkan penghambat ACE karena antagonis reseptor angiotensin II tidak menyebabkan pemecahan bradikinin yang dapat menyebabkan batuk. Sama seperti penghambat ACE, antagonis reseptor angiotensin II merupakan kelompok antihipertensi yang efektif bila dikombinasikan dengan diuretik. Pada pasien diabetes melitus tipe II dan nefropati, penggunaan antagonis reseptor angiotensin II dapat mengurangi risiko nefropati (Saseen & Carter, 2005). Zat aktif yang paling banyak digunakan dalam kelompok antagonis reseptor angiotensin II adalah valsartan. Valsartan paling banyak digunakan dalam pengobatan hipertensi tingkat II karena valsartan dapat ditoleransi dan efektif baik dalam penggunaan tunggal maupun kombinasi pada pasien dengan diabetes melitus tipe II dan hipertensi arteri (Perez.,et al,2005). Selain itu, studiVALIANT(Valsartan in Acute Myocardial Infarction Trial) melaporkan bahwa valsartan tidak kalah dibandingkan kaptopril dalam menurunkan angka mortalitas penyakit kardiovaskular pada pasien post infark miokard(Anonim, 2007).
polos ateriol. Hal ini akan menurunkan resistensi perifer dan menyebabkan penurunan tekanan darah (Neal,2005). Kelompok antagonis kalsium banyak digunakan dalam terapi hipertensi karena efektif bagi pasien usia lanjut (Saseen and Carter, 2005). Selain itu, antagonis kalsium tidak dipengaruhi asupan garam sehingga berguna bagi pasien yang tidak mematuhi diet garam (Aziza, 2007). Zat aktif yang sering digunakan pada kelompok antagonis kalsium adalah nifedipin dan amlodipin. Hal ini disebabkan karena nifedipin dan amlodipin dianggap paling poten sebagai vasodilatasi daripada diltiazem maupun verampamil (Aziza, 2007).
Untuk urutan terbanyak ketiga adalah kelompok antiplatelet, yaitu sebanyak 11,4 %. Hal ini disebabkan karena penggunaan antiplatelet bermanfaat lebih dari 20-30% memperbaiki risiko kardiovaskuler bagi pasien hipertensi usia lanjut yang berumur diatas 50 tahun (Sutters, 2007).
2. Obat yang bekerja sebagai analgesik
Tabel X. Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Kardiovaskuler yang Digunakan pada Terapi Kasus Hipertensi Primer Tingkat II Usia Lanjut di Instalasi Rawat
Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008
Golongan Zat Aktif Nama Obat Jumlah Persentase (%)
Torasic® 1 Ketorolac® 1
ketorolac tromethamine
Remopain® 1
33,3
asam mefenamat 1 asam mefenamat
Mefinal® 1 22,2
parasetamol dan
n-acetylcysteine
Sistenol®
2 22,2
celecoxib Celebrex® 1 11,1
Analgesik non-opioid
dexketoprofen trometamol
Kettese®
Golongan obat yang digunakan sebagai analgesik adalah golongan analgesik non-opioid. Pada golongan analgesik non-opioid, zat aktif terbanyak yang digunakan ialah ketorolac tromethamine, yaitu sebanyak 33,3 %. Ketorolac tromethamine
diindikasikan untuk mengatasi keluhan nyeri akut setelah bedah yang dialami oleh kasus.
3. Obat yang digunakan untuk Pengobatan Infeksi
Tabel XI. Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Infeksi yang Digunakan pada Terapi Kasus Hipertensi Primer Tingkat II Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008
Golongan Kelompok Zat Aktif Nama Obat Jumlah Persentase (%)
ceftriaxone ceftriaxone 5 50
Cefalosporin
cefotaxime cefotaxime 1 10
ciprofloksasin ciprofloksasin 2
Kuinolon
levofloxacin levofloxacin 1 30
Antibiotik atau antimikroba
Antibiotik lain metronidazole metronidazole 1 10
Penggunaan antibiotik pada tujuh kasus hipertensi. Kelompok antibiotik terbanyak yang digunakan adalah kelompok antibiotik dengan zat aktif ceftriaxone
yaitu sebanyak 50%. Cefalosporintermasuk antibiotikβlaktam yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel mikroba. Cefalosporin memiliki spektrum antibiotik yang luas Ceftriaxone merupakan salah satu golongan antibiotik
cefalosporin. Ceftriaxone mempunyai waktu paruh yang panjang daripada
4. Obat yang bekerja pada Saluran Pencernaan
Tabel XII. Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Saluran Pencernaan yang Digunakan pada Terapi Kasus Hipertensi Primer Tingkat II Usia Lanjut di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008 Golongan Kelompok Zat Aktif Nama Obat Jumlah Persentase (%)
Radin® 3 Antagonis reseptor H2 ranitidin
ranitidin 1 40 Khelator dan senyawa
kompleks sukralfat Inpepsa ®
2 20
omeprazole omeprazole 1
pantoprazol Pantozol® 1 Antitukak
Penghambat pompa proton
lanzoprazol lanzoprazole 1
30
Pencahar Pelunak tinja
Phenolphthalein,
liq paraffin
glycerin
Laxadin® 1 10
Obat saluran pencernaan yang paling banyak digunakan adalah golongan antitukak kelompok antagonis reseptor H2 dengan zat aktif ranitidin yaitu sebanyak 40 %. Ranitidin bekerja dengan memblok kerja histamin pada sel parietal dan mengurangi sekresi asam. Ranitidin cepat diabsorpsi secara oral (Neal, 2005). Obat ini diindikasikan bagi kasus yang disertai gangguan saluran pencernaan.
5. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat
Tabel XIII. Kelompok, Zat Aktif dan Jenis Obat Sistem Saraf Pusat yang Digunakan pada Terapi Kasus Hipertensi Primer Tingkat II Usia Lanjut di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008 Golongan Zat Aktif Nama Obat Jumlah Persentase
(%) Neurotam® 2
Tremor essensial piracetam
piracetam 2
40
Nerfeco® 1 20
Nootropik dan neurotonik mecobalamin Kalmeco®
1
Ansiolitik alprazolam Xanax® 1 10 Antiepilepsi gabapentin Ganin® 1 10 Obat mual dan vertigo metoklorpamid metoklorpamid 1 10 Obat penyakit
neurodegeneratif
rivastigmine hidrohen tartrat
Exelon®
Golongan yang paling banyak digunakan adalah golongan tremor essensial
dengan zat aktif piracetam, yaitu sebanyak 40 %. Piracetam digunakan sebagai terapi tambahan pada mioklonik kortikal (Anonim,2000). Pada penel