• Tidak ada hasil yang ditemukan

Legenda Danau Teluk Gelam Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan : sebuah kajian struktural dan pandangan dunia tragik - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Legenda Danau Teluk Gelam Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan : sebuah kajian struktural dan pandangan dunia tragik - USD Repository"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

LEGENDA DANAU TELUK GELAM KABUPATEN OGAN

KOMERING ILIR SUMATRA SELATAN: SEBUAH KAJIAN

STRUKTURAL DAN PANDANGAN DUNIA TRAGIK

Tugas Akhir

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Anggi Yulistianingsih NIM 084114010

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

LEGENDA DANAU TELUK GELAM KABUPATEN OGAN

KOMERING ILIR SUMATRA SELATAN: SEBUAH KAJIAN

STRUKTURAL DAN PANDANGAN DUNIA TRAGIK

Tugas Akhir

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Srudi Sastra Indonesia

Oleh

Anggi Yulistianingsih NIM 084114010

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas akhir ini dengan baik. Penulis pun menyadari bahwa tugas akhir ini tidak

akan terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu

terselesainya Tugas Akhir ini.

Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. sebagai dosen pembimbing I dan Drs. B.

Rahmanto, M.Hum. sebagai dosen pembimbing II yang dengan penuh kesabaran

telah membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini. Drs. Hery Antono, M.Hum,

Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum, SE. Peni Adji, S.S, M.Hum, dan Dra. Fr.

Tjandrasih Adji, M.Hum selaku Bapak/Ibu dosen pengampu mata kuliah di

Program Studi (Prodi) Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, serta Staf

Sekretariat dan Petugas Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah

memberikan pelayanan dengan baik.

Bapak Suparji dan Ibu Katemi, orang tua dan ketiga saudaraku, Anton Hadi

Handoko, Agung Ardian, dan Andri Sovian yang telah memberikan doa dan

semangat kepada penulisserta teman-temanku yang selalu memberi dukungan.

Terima kasih kepada para narasumber yang telah meluangkan waktu di

tengah-tengah kesibukan untuk menjawab berbagai pertanyaan penulis, yaitu bapak

Jazman, S.Pd., petugas Perpustakaan Daerah di Palembang, Yuslizal,S.Pd., Kasi

(8)
(9)

viii MOTTO

Orang yang membiarkan rasa takut menguasainya akan menjadi

budak ketakutan.

(Minh-Quan)

Hidup itu seperti judi. Sering kali kejam dan menyakitkan, dan

bukan ditujukan untuk orang yang penakut. Hadiah jatuh kepada

sang pemenang, bukan orang yang tidak ikut berperang.

(10)

ix

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Orangtuaku dan secara khusus untuk adik

(11)

x ABSTRAK

Yulistianingsih, Anggi, 2012. “Legenda Danau Teluk Gelam Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatra Selatan: Sebuah Kajian Struktural dan Pandangan Dunia Tragik” Skripsi pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Skripsi ini membahas struktur dan pandangan dunia tragik yang digunakan dalam legenda Danau Teluk Gelam yang terdiri atas dua varian yakni Putri Gelam

dan Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam. Tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah sebagai berikut. Pertama, mendeskripsikan aktansial dan struktur fungsional legenda Danau Teluk Gelam. Kedua, mendekripsikan pandangan dunia tragik.

Pendekatan yang digunakan adalah aktansial dan struktur fungsional serta pandangan dunia tragik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penentuan narasumber, pengumpulan data sosial budaya, pengarsipan. Teknik yang digunakan adalah wawancara, observasi dan pencatatan.

Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, legenda Danau Teluk Gelam digunakan untuk menyampaikan ajaran tentang keluhuran nilai sastra lisan yang mulai hilang dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir. Dari kedua naskah yang telah dianalisis, Putri Gelam dinyatakan sebagai teks asli. Hal ini didasarkan pada keutuhan cerita, murni karena tidak ada pembabtisan dari agama atau pun ajaran yang dipaksakan dan bersifat propaganda. Sedangkan,

(12)

xi ABSTRACT

Yulistianingsih, Anggi, 2012. "Legend of Bay Lake Gelam Histories Ogan Ilir regency in South Sumatra: An Assessment of Structural and tragic world view" thesis on Indonesian Literature Studies, Faculty of Letters, Sanata Dharma University. Yogyakarta.

This thesis discusses the structure and the tragic world view that is used in the Bay Lake Gelam legend consisting of two variants namely Princess Gelam and socio-cultural data collection, archiving. Techniques used were interviews, observation and recording.

(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

MOTTO ... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

ABSTRAK . ... x

ABSTRACT. ... xi

DAFTAR ISI. ... xii

DAFTAR TABEL DAN BAGAN ... xvii

BAB I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian.. ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka... 10

F. Landasan Teori ... 10

1. Kajian Struktural A.J. Greimas ... 11

(14)

xiii

b. Struktur Fungsional ... 13

2. Pandangan Dunia Tragik ... 14

G. Metode dan Teknik Penelitian ... 17

1. Penentuan Narasumber ... 17

2. Pengumpulan Data-data Sosial Budaya ... 18

3. Teknik Pengumpulan Data ... 29

4. Pengarsipan... 20

H. Sistematika Penyajian ... 21

BAB II. GEOGRAFI DAN BUDAYA DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR, SUMATRA SELATAN ... ... 22

A. Kondisi Kabupaten Ogan Komering Ilir ... 23

B. Keadaan Alam di Kabupaten Ogan Komering Ilir ... 24

C. Penduduk... ... 25

D. Agama... ... 26

E. Sistem Kekerabatan... ... 26

F. Bahasa Ogan... ... 27

G. Peranan dan Kedudukan bahasa Ogan ... ... 28

H. Tradisi Sastra Lisan dan Tulisan ... 29

I. Tradisi Permainan... ... 29

J. Kesenian ... ... 30

K. Sejarah ... ... 30

(15)

xiv

M. Cerita Legenda Danau Teluk Gelam sebagai Sastra

dan Kebudayaan ... 33

BAB III. LEGENDA DANAU TELUK GELAM DALAM PERSPEKTIF KAJIAN A.J. GREIMAS. ... 42

A. Legenda Danau Teluk Gelam dalam Dua Varian ... 42

a. Varian A: Putri Gelam... ... 43

b. Varian B: Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam... ... 51

c. Kritik Atas Kedua Teks... ... 57

B. Analisis Aktansial dan Struktur Fungsional A.J. Greimas ... 59

1. Struktur Aktansial ... ... 59

a. Pengirim... ... 61

b. Subjek... ... 67

c. Objek... 70

d. Penolong ... 73

e. Penentang ... 76

f. Penerima ... 79

g. Pola Aktansial ... 81

2. Struktur Fungsional ... 82

a. Situasi Awal ... 83

b. Transformasi... ... 85

1) Tahap Kecakapan... 85

(16)

xv

3) Tahap Kegemilangan... ... 87

c. Situasi Akhir... ... 88

d. Tabel Struktur Fungsional ... 89

C. Rangkuman Struktural A.J Greimas ... 89

BAB IV. LEGENDA DANAU TELUK GELAM DALAM PERSPEKTIF GOLDMANN ... 92

A. Analisis melalui Pendekatan Pandangan Dunia Tragik ... 92

1. Pandangan Mengenai Tuhan ... 93

a. Tuhan Tidak Ada ... 95

b. Tuhan Ada ... 101

2. Pandangan Mengenai Dunia ... 107

a. Dunia Tidak Ada ... 109

b. Dunia Ada ... 114

3. Pandangan Mengenai Manusia... 122

a. Tuntutan Tak Mutlak ... 124

b. Tuntutan Mutlak ... 126

B. Rangkuman Pandangan Dunia Tragik ... 130

C. Rangkuman dan Tinjauan Kritis ... ... 132

BAB V PENUTUP ... 134

A. Kesimpulan ... 134

B. Saran ... 137

(17)

xvi

(18)

xvii

DAFTAR BAGAN DAN TABEL

Bagan 1. Pola Aktansial ... 11

Tabel 1. Struktur Fungsional ... 14

Bagan 2. Pandangan Dunia Tragik ... 16

Gambar 1. Peta Kabupaten Ogan Komering ilir ... 23

Bagan 3. Alur Cerita Legenda Danau Teluk Gelam ... 58

Tabel 2. Perbandingan Cerita Legenda Danau Teluk Gelam ... 58

Bagan 4. Pola Aktansial ... 82

Tabel 3. Struktur Fungsional ... 89

Tabel 4. Pandangan Mengenai Tuhan ... 94

Tabel 5. Pandangan Mengenai Dunia ... 108

Tabel 6. Pandangan Mengenai Manusia ... 123

Bagan 5. Pandangan Dunia Tragik ... 131

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Cerita rakyat adalah sastra cerita dari zaman dahulu yang hidup di

kalangan rakyat dan diwariskan secara lisan (KBBI, 2008: 263). Wellek &

Warren (1995: 47-48) mengatakan bahwa memang banyak genre sastra dan

tema-tema sastra tulisan berasal dari kesusastraan rakyat (folkterature), dan

kesusastraan rakyat terbukti mengalami peningkatan status sosial. Oleh karena itu,

semakin banyak cerita lisan yang kemudian ditulis agar lebih mudah dikenal dan

dipahami masyarakat luas.

Salah satu jenis cerita rakyat yang masih hidup dalam masyarakat adalah

legenda. Legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya

dengan peristiwa sejarah (KBBI, 2008: 803). Menurut Dananjaya (2002: 66),

legenda adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap oleh empunya cerita sebagai

sesuatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi. Oleh karena itu, legenda

seringkali dijadikan dasar pengajaran akan norma dan nilai suatu daerah tertentu

dengan memperbandingkan kebaikan dan kejahatan hingga konsekuensi dari yang

dilakukannya.

(20)

Dunia Tragik”. Gagasan penelitian ini pertama kali muncul ketika penulis datang ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ogan Komering Ilir di

Kayuagung untuk mencaritahu tentang adat pernikahan suku Ogan. Yuslizal S.Pd.

sebagai Kasi Pengembangan Seni dan Budaya di Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Kabupaten Ogan Komering Ilir saat itu sibuk dan meminta penulis

untuk memfotokopi sendiri hasil penelitian yang telah dilakakukannya. Penelitian

itu berkaitan dengan adat-istiadat suku Ogan baik yang masih dilestarikan maupun

yang mulai ditinggalkan oleh masyarakatnya. Ada beberapa cerita rakyat termuat

dalam penelitian tersebut, salah satunya adalah cerita rakyat yang berjudul

Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam (ATDTG). Penulis sempat mengunjungi

perpustakaan daerah dan perpustakaan lokal di Kayuagung untuk mencari

buku-buku atau catatan-catatan yang berkaitan dengan adat-istiadat suku Ogan, akan

tetapi informasi yang didapat tidak terlalu banyak. Penulis memutuskan untuk

mencari informasi lain ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatra Selatan dan

Perpustakaan Daerah Pusat di Palembang. Sebuah buku berjudul Cerita Rakyat

Ogan Komering Ilir yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kabupaten Ogan Komering Ilir memuat sebuah cerita berjudul Putri Gelam (PG)

yang akhirya menjadi pilihan penulis sebagai pembanding cerita Asal-muasal

Terjadinya Danau Teluk Gelam.

Kedua cerita tersebut menarik perhatian penulis karena sama-sama

mengisahkan tentang terjadinya Danau Teluk Gelam yang saat ini menjadi salah

satu objek wisata paling terkenal di Kabupaten Ogan Komering Ilir.

(21)

penulis untuk memilih kedua legenda tersebut sebagai bahan skripsi. Sebenarnya,

penulis membutuhkan satu lagi cerita pembanding dari penutur asli tetapi

akhirnya tidak bisa mendapatkannya, karena generasi saat ini sangat jarang atau

hampir dapat dikatakan tidak ada yang mengetahui tentang legenda tersebut.

Dengan kedua naskah cerita tersebut penulis mulai melakukan perbandingan dan

menyusun proposal penelitian skripsi ini.

Setelah melakukan pembacaan dan mencari informasi lebih lanjut

ditemukan beberapa sumber, yaitu tetua adat dan orang-orang yang mengerti

tentang adat yang berkaitan dengan asal cerita tersebut. Penulis memperoleh

sumber awal bahwa di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir terdapat sebuah

legenda yang sangat terkenal yaitu Danau Teluk Gelam yang mengisahkan

tentang asal-muasal terjadinya danau tersebut. Namun, generasi saat ini kurang

berminat untuk mengetahui tentang cerita rakyat dan cenderung memandangnya

sebagai suatu tradisi kuna, dan menganggap ritual itu sulit dimengerti sekaligus

merepotkan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu refensi yang

berkaitan dengant tradisi, adat, dan karya sastra di daerah Ogan Komering Ilir.

Selain itu, dapat menjadi pendorong bagi Dinas kebudayaan dan Pariwisata

Kabupaten Ogan Komering Ilir untuk lebih meningkatkan penelitian dan

penerbitan tentang adat-istiadat serta karya-karya sastra untuk pembaca.

Alasan lain pemilihan kedua naskah tersebut sebagai objek kajian adalah

pertama, kedua naskah tersebut belum pernah diteliti orang lain. Kedua, kajian

fungsional dan pandangan dunia yang dilakukan ini dapat mengungkap ideologi di

(22)

sebagai penuntun pengungkapan struktur dan fungsi legenda. Pola aktansial ini

memudahkan pengklasifikasian yang berhubungan dengan norma dan aturan yang

berlaku. Sedangkan, struktur fungsional lebih berhubungan dengan alur yang

mengetengahkan nilai-nilai tradisi yang dapat digali dari cerita tersebut. Berkaitan

dengan alur dan akhir cerita yang tragis dalam legenda Danau Teluk Gelam,

pandangan dunia tragik Goldmann dianggap relevan untuk mengungkap ideologi

yang dalam cerita tersebut, yang erat kaitannya dengan adat-istiadat masyarakat

Kabupaten Ogan Komering Ilir. Anggapan tersebut didasarkan pada pandangan

dunia tragik Goldmann yang mengungkap kehidupan tragis masyarakat yang sarat

akan kontradiksi. Begitu pula dengan kisah Pangeran Tapah dan Putri Gelam

dalam legenda Putri Gelam dan Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam.

Analisis naratif, menurut A.J.Greimas, meliputi dua unsur, yaitu (1)

struktur lahir, yakni tataran bagaimana cerita dikemukakan (penceritaan), dan (2)

struktur batin, yaitu tataran imanen, yang meliputi (a) tataran naratif analisis

sintaksis naratif (skema aktan dan skema fungsional), dan (b) tataran diskursif

(Taum, 2011: 141). Seperti prosa pada umumnya, legenda memiliki unsur

intrinsik berupa tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut pandang dan tema.

Karena A.J. Greimas mengkhususkan penelitian struktur pada alur atau naratif

(penceritaan), maka analisis tentang legenda Danau Teluk Gelam lebih terfokus

pada aktansial dan struktur fungsionalnya.

Kurangnya penelitian yang membahas karya sastra lama seperti cerita

rakyat atau legenda membuat karya-karya itu cenderung dilupakan. Banyak orang

(23)

lebih segar dan modern. Padahal, banyak hal yang dapat diperoleh dari penelitian

karya sastra lama, seperti ajaran moral, semangat untuk terus maju, atau

pandangan masyarakat dalam menyikapi perkembangan budaya serta melestarikan

kebudayan yang ada.

Karya sastra terlahir berdasarkan fungsinya sebagai seni kemasyarakatan.

Sastra diciptakan untuk dibacakan, untuk dinikmati, dihayati, dialami

bersama-sama. Dalam masyarakat tradisional sastra adalah alat yang penting untuk

mempertahankan model dunia sesuai dengan adat-istiadat dan pandangan dunia

konvensional dan untuk menanamkan pada angkatan muda kode nilai, tingkah

laku, kode etik (Teeuw, 1983: 7-8). Oleh karena itu, Ratna (2010: 364)

menyampaikan bahwa melalui karya sastra dapat disalurkan berbagai aspirasi,

visi, dan misi, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung.

Goldmann (lihat Faruk, 2012) menyebut permasalahan itu sebagai

pandangan dunia tragik. Dunia tragik sendiri dipahami sebagai dunia yang

dianggap aneh, tidak cocok, kontradiksi antara harapan dan kenyataan yang

terjadi. Harapan yang mengarah pada khayalan atau suatu hal yang tidak pasti

untuk mewujudkan kesempurnaan. Kesempurnaan dalam imajinasi yang

dipaksakan, agar bisa dimanfaatkan untuk menyurutkan sifat-sifat manusia yang

berujung pada pengrusakan dan penghancuran dirinya. Dan pada dasarnya

pengekangan terhadap sifat-sifat itu mengarah pada kebodohan karena tidak

sesuai dengan sifat alamiah. Sifat alamiah yang secara naluriah merupakan respon

(24)

mengharapkan kesempurnaan tersebut, sebenarnya telah menghancurkan dirinya

sendiri karena hal-hal yang bersifat imajinasi tidak bisa diterapkan secara nyata.

Pemilihan pandangan dunia tragik sebagai pendekatan untuk menganalisis

legenda Danau Teluk Gelam didasari oleh banyaknya kontradiksi yang telihat

dalam karya Hidden God, terutama kontradiksi yang berkaitan dengan keberadaan

Tuhan dan respon manusia terhadap-Nya. Taum dalam tulisannya berjudul The

Hidden God karya Lucien Goldmann dan Aplikasiny Dalam Studi Sastra

Indonesia melihat bahwa, pandangan dunia tragik yang diungkap Goldmann

dalam The Hidden God merupakan respon terhadap kehidupan sosial sekelompok

bangsawan Prancis yang memilih jalan Tuhan, kelompok berjubah yang

menamakan dirinya biarawan, dan meninggalkan kehidupan duniawi pada abad

ke -17. Mereka meninggalkan kehidupan alami manusia, yakni kehidupan sebagai

makhluk sosial berpasangan, berprasangka dan memelihara kehidupan lain

sebagai pengganti atau generasi penerus. Respon tersebut berupa kontradiksi akan

kepercayaan kelompok tersebut dengan kehidupan nyata yang seharusnya mereka

jalani sebagai manusia normal, bukan untuk penyerahkan dirinya untuk melayani

Tuhan dan meninggalkan segala kenikmatan yang diberikan Tuhan, demi sesuatu

yang hanya bersifat imajinatif, tidak nyata, dan hanya sebuah harapan kosong

untuk bersama Tuhan .

Kontradiksi semacam inilah yang memunculkan ide bagi penulis untuk

menganalisis legenda Danau Teluk Gelam dengan pandangan dunia tragik

Goldmann. Banyaknya kontradiksi yang yang terjadi dalam kehidupan tokoh yang

(25)

tragis. Awal perjalanan tokoh utama yang buruk dan akhir yang tragis yang

melibatkan harapan dan kenyataan menjadikan legenda ini layak untuk dianalisis

menggunakan pendekatan pandangan dunia tragik Goldmann. Kontradiksi inilah

yang dihubungkan dan dianggap relevan untuk menganalisis legenda Danau Teluk

Gelam.

Danau Teluk Gelam sebagai legenda tidak terlepas dari ciri-ciri yang

mendasari cerita tersebut sebagai karya sastra. Ciri utama karya sastra adalah

imajinasi, representasi emosi dalam strukturasi unsur-unsur secara fiksional,

sedangkan ciri utama masyarakat adalah kenyataan, kompetensi fakta-fakta sosial

dalam formasi trans-individual secara faktual. Fiksi dan kenyataan, fiksi dan

fakta, jelas bertentangan secara diametral, tetapi implikasinya dalam

mengantisipasi kecenderungan struktur mental masyarakat sangat besar. Dengan

melihat ciri karya sastra tersebut, dapat dikatakan bahwa legenda juga mempunyai

peran yang cukup besar dalam menggambarkan realitas yang dihadapi masyarakat

asal legenda itu diciptakan (Ratna, 2010: 365). Legenda Danau Teluk Gelam

sebagai fiksi direspon masyarakat karena kaitannya dengan keberadaan Danau

Teluk Gelam sendiri, sehingga semakin mudah bagi masyarakat menerima

keberadaan legenda tersebut sebagai sebuah pengingat adanya ajaran yang

terkandung didalamnya.

Legenda Danau Teluk Gelam menceritakan kehidupan tokoh yang tragis

yaitu Pangeran Tapah dan Putri Gelam. Tokoh utama, Pangeran Tapah yang

merupakan satu-satunya penerus tahta Kerajaan Awang diusir karena difitnah

(26)

begitu juga tokoh yang kemudian menjadi pasangannya, Putri Gelam. Setelah

mereka menikah dan mendapatkan kebahagiaan dengan memiliki dua oarng putra

dan putri, terjadi perampokan yang kemudian menyebabkan kedua anak tersebut

meninggal. Kesedihan dan air mata pangeran membanjiri tempat tersebut menjadi

danau, dan dia sendiri menjadi ikan penghuni danau tersebut. Sedangkan istrinya

yang memanjat pohon untuk menyelamatkan diri, berubah menjadi burung yang

menjaga dan tinggal di sekitar danau.

Sebuah tragedi memperlihatkan kesengsaraan yang demikian hebat,

sehingga tidak terjangkau oleh cakrawala pengalaman kita. Penonton yang secara

intensif turut menghayati penderitaan sang pahlawan lalu merasa bahwa

penderitaannya sendiri sebetulnya belum apa-apa, sehingga terasa lebih ringan

(Luxemburg dkk., 1984: 78). Penonton yang dimaksud adalah pembaca cerita

legenda. Pembaca tersebut yang akan melakukan pemaknaan terhadap karya

sastra yang dibacanya. Pemaknaan itulah yang akan menentukan fungsi dan

peranan karya sastra dalam masyarakat, serta mencoba mengetahui pengaruh

cerita ini apabila beredar luas di masyarakat, hal inilah terjadi pada penulis ketika

membaca legenda Danau Teluk Gelam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang akan diteliti dapat

(27)

1. Bagaimana pola aktansial dan struktur fungsional pada legenda Danau

Teluk Gelam di Kab. OKI?

2. Bagaimana pandangan dunia tragik pada legenda Danau Teluk Gelam

di Kab. OKI?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah berikut:

1. Mendeskripsikan skema aktansial dan struktur fungsional dengan

pendekatan A.J Greimas pada legenda Danau Teluk Gelam di Kab.

OKI. Hal itu akan dikemukakan dalam bab III.

2. Mendeskripsikan pandangan dunia tragik menurut Goldmann pada

legenda Danau Teluk Gelamdi Kab. OKI. Hal itu akan diulas dalam

bab IV.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian terbagi atas teoritis dan praktis, yaitu:

1. Secara teoritis, menambah khasanah penelitian sastra lisan

berdasarkan teori struktur A.J. Greimas dan pandangan dunia tragik

Goldmann.

2. Praktis, memberikan gambaran pola dan fungsi sastra lisan di Kab.

OKI dan dapat dijadikan pertimbangan untuk menerbitkan sastra lisan

legenda Danau Teluk Gelam yang berjudul Putri Gelam dan

(28)

E. Tinjauan Pustaka

Sejauh ini belum pernah ada penelitian yang secara khusus mengungkap

kedua cerita tersebut. Akan tetapi, objek moral kajian legenda ini dapat digunakan

sebagai permulaan dalam memahami tata cara kehidupan yang baik dan sesuai

nilai menurut masyarakat OKI. Penulis merunjuk dua pustaka yang secara khusus

membahas tentang kedua teori yang digunakan sebagai pendekatan dalam studi

ini.

Taum (2011: 142-155) memberikan gambaran teori skema dan model

fungsional A.J. Greimas dan menerapkannya dalam analisis sastra lisan Jaka

Budug dan Putri Kemuning. Analisis ini menguatkan pemahaman terhadap teori

struktural A.J. Greimas yang menggunakan analisis naratif atau penceritaan

sebagai kajian. Analisis naratif ini terbagi atas pola aktansial dan struktur

fungsional.

F. Landasan Teori

Ada dua teori yang akan digunakan dalam analisis legenda Danau Teluk

Gelam yaitu kajian struktural A.J. Greimas dan pandangan dunia tragik

(29)

1. Kajian Struktural A.J. Greimas

Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini, pertama aktansial yang

terdiri dari enam aktan, yaitu pengirim, subjek, objek, pembantu, penentang, dan

penerima. Kedua, struktur fungsional yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu

situasi awal, transformasi yang dibedakan dalam tahap awal, tahap utama, dan

tahap kegemilangan, dan situasi akhir.

a. Aktansial

Taum (2011: 144) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan aktan adalah

satuan naratif terkecil, berupa unsur sintaksis yang mempunyai fungsi tertentu.

Aktan tidak identik dengan aktor. Aktan merupakan peran-peran abstrak yang

dimainkan oleh seorang atau sejumlah pelaku, sedangkan aktor merupakan

manifestasi konkret dari aktan.

Fungsi dan kedudukan aktan adalah sebagai berikut:

1) Pengirim (sender) adalah aktan (seseorang atau sesuatu) yang menjadi

sumber ide dan fungsi sebagai penggerak cerita. Pengirim

memberikan karsa atau keinginan kepada subjek untuk mencapai atau

mendapatkan objek.

2) Objek (object) adalah aktan (sesuatu atau seseorang) yang dituju,

dicari, diburu atau diinginkan oleh subjek atas ide dari pengirim.

3) Subjek (subject) adalah aktan pahlawan (sesuatu atau seseorang) yang

(30)

4) Penolong (helper) adalah aktan (sesuatu atau seseorang) yang

membantu atau mempermudah usaha subjek atau pahlawan untuk

mendapatkan objek.

5) Penentang (opponent) adalah aktan (seseorang atau sesuatu) yang

menghalangi usaha subjek atau pahlawan dalam mencapai objek.

6) Penerima (receiver) adalah akatan (seuatu atau seseorang) yang

menerima objek yang diusahakan atau yang dicari oleh subjek

(Zaimar, 1992 :19; Suwondo, 2003: 52-54 dalam Taum 2011,

145-146).

Dari masing-masing aktan yang telah disebutkan baik fungsi maupun

kedudukannya, Taum (2011: 144) menggambarkannya sebagai berikut:

Bagan 1. pola Aktansial

Penjelasan skema tersebut adalah sebagai berikut: pengirim meliliki

hubungan langsung dengan subjek dan memberitahukan atau menunjukkan

PENGIRIM

(sender)

OBJEK

(object)

PENERIMA

(receiver)

SUBJEK

(subject)

PEMBANTU

(helper)

PENENTANG

(31)

subjek akan keberadaan objek. Subjek melakukan sesuatu untuk mendapatkan

objek berdasarkan informasi dari pengirim. Subjek memiliki pembantu sekaligus

penetang dalam upayanya mendapatkan objek. Setelah objek didapatkan, barulah

objek akan diserahkan kepada penerima. Dalam hal ini, subjek tidak sama dengan

penerima, subjek adalah yang mengusahakan objek sedangkan penerima adalah

yang menerima objek meskipun antara subjek dan penerima bisa berupa tokoh

yang sama.

b. Struktur Fungsional

Taum (2011: 146) mengatakan bahwa model fungsional berfungsi untuk

menguraikan peran subjek dalam melaksanakan tugas dari pengirim yang terdapat

dalam fungsi aktan. Model fungsional dibagi menjadi tiga yaitu:

1) Situasi awal adalah situasi awal cerita yang menggambarkan keadaan

sebelum ada suatu peristiwa yang mengganggu keseimbangan

(harmoni).

2) Transformasi meliputi tiga tiga tahap cobaan. Ketiga tahapan cobaan

ini menunjukan usaha subjek untuk mendapatkan objek.

3) Situasi akhir berarti keseimbangan, situasi telah kembali ke keadaan

semula. Konflik telah berakhir. Di sinilah cerita berakhir dengan

subjek yang berhasil atau gagal mencapai objek (Taum, 2011: 147).

(32)

Tabel 1. Struktur Fungsional

I II III

Situasi Awal

Transformasi Situasi

Akhir

Tahap uji kecakapan

Tahap Utama

Tahap kegemilangan

2. Pandangan Dunia Tragik

Menurut Goldmann, yang dimaksud dengan pandangan dunia itu sendiri,

tidak lain daripada kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-asirasi,

dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama

anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan mempertentangkannya dengan

kelompok-kelompok sosial yang lain. Sebagai suatu kesadaran kolektif,

pandangan dunia itu berkembang sebagai hasil dari situasi sosial dan ekonomik

tertentu yang dihadapi oleh subjek kolektif yang dimilikinya (Faruk, 2010:

65-67). Pandangan dunia itu adalah sebuah pandangan dengan koherensi yang

menyeluruh, merupakan perspektif yang koheren dan terpadu mengenai manusia,

hubungan antar-manusia dan alam semesta secara keseluruhan. Karya sastra

merupakan ekspresi pandangan dunia sacara imajiner. Pengarang menciptakan

semesta tokoh-tokoh, objek-objek, dan relasi-relasi secara imajiner (Faruk, 2012:

(33)

Goldmann melalui Faruk (2010: 81-90), kelompok sosial yang patut

dianggap sebagai subjek kolektif dari pandangan dunia itu hanyalah kelompok

sosial yang gagasan-gagasan dan aktivitas-aktivitasnya cenderung ke arah suatu

penciptaan suatu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan

sosial manusia.

Pandangan dunia tragik mengandung tiga eleman, yaitu pandangan

mengenai Tuhan, pandangan mengenai dunia, dan pandangan mengenai manusia.

Pandangan dunia tragik menganggap Tuhan tidak mempunyai peran dalam

kehidupan manusia, Tuhan dapat dikatakan tidak ada. Pandangan dunia tragik

memandang dunia sebagai segalanya dan sekaligus bukan apa-apa. Pandangan

dunia tragik mangenai manusia memiliki dua ciri. Yaitu pertama, manusia itu

penuntut secara mutlak dan ekslusif nilai-nilai yang tidak mungkin. Kedua,

tuntutannya sekaligus untuk “segala dan bukan apa-apa” dan ia secara total tidak peduli terhadap konsep yang mengandung gagasan mengenai relativitas (Faruk

2012: 81-84).

Pertama, pandangan mengenai Tuhan yaitu manusia menyadari kehadiran

Tuhan dan tidak melepaskan tuntutan-Nya atas perilaku kehidupan. Yang benar

bukan kekuatan dan kekuasaan akal manusia, melainkan kekuatan dan kekuasaan

Tuhan. Karena sorotan dari Tuhan tersebut, tetapi karena tidak berperanan-Nya di

dalam dunia, Tuhan dalam pandangan tragik sekaligus ada dan tiada (Faruk, 2012:

(34)

Kedua, pandangan mengenai dunia yaitu segala sesuatu yang mungkin

menurut hukum duniawi menjadi tidak ada dan tidak berarti di hadapan Tuhan.

Manusia mengetahui keterbatasan dunia dan, karena itu, menolaknya. Akan tetapi,

pemahamannya akan nilai ketuhanan, hanya bisa diperoleh dalam dunia itu sendiri

(Faruk, 2012:83).

Ketiga, Pandangan mengenai manusia yaitu kesadaran akan dua

ketidakcocokan yang saling mengisi, yang secara timbal-balik mengondosikan

dan memperkuat diri. Dengan sikap paradoksal, manusia sekaligus raja dan

budak, iblis dan malaikat (Faruk, 2012:83).

Penulis menggambarkan hubungan dari ketiga elemen dalam pandangan

dunia tragik yang terdiri atas pandangan mengenau Tuhan, pandangan mengenai

dunia, dan pendangan mengenai manusia sebagai berikut:

Bagan 2 . Pandangan Dunia Tragik

Pandangan Dunia Tragik

Melalui bagan di atas dapat dilihat hubungan dari masing-masing elemen

yang ada dalam pandangan dunia tragik. Pandangan mengenai Tuhan direspon

sekaligus dikaitan dengan keberperanan Tuhan di dunia, bagaimana dunia melihat

Tuhan karena Tuhan diakui dan ditiadakan oleh dunia melalui pandangan Pandangan mengenai manusia Pandangan

mengenai dunia Pandangan

(35)

mengenai dunia. Dari respon Tuhan di dunia, manusia melihat hubungan antara

Tuhan dan dunia yang meresponnya serta manusia yang menjadi perespon

tersebut untuk dapat diterapkan dalam hubungan sosial manusia melaui

pandangan mengenai manusia. Dari pandangan mengenai manusia kemudian

dikembalihan lagi melalui pada pandangan mengenai Tuhan dalam pandangan

dunia tragik.

G. Metode dan Teknik Penelitian

Objek penelitian yaitu objek atau hal yang menjadi fokus penelitian.

Dalam KBBI (2008) disebutkan bahwa, objek formal adalah aspek atau sudut

pandang suatu ilmu dalam melihat objek ilmu tersebut, sedangkan objek material

adalah benda atau hal yang menjadi objek atau bidang ilmu.

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk meneliti sastra lisan.

Berikut langkah-langkahnya:

1. Penentuan Narasumber

Menurut Taum (2011: 237-238), pandangan dan sikap terhadap sumber

data sangat berpengaruh kepada hasil penelitian yang akan dilakukan. Spradley

(1997 dalam Taum 2011) mengingatkan bahwa dalam studi lapangan seringkali

terdapat kekaburan dalam penggunaan istilah informan, subjek penelitian,

(36)

dijadikan penulis sebagai prasyarat, yaitu: pertama narasumber mengetahui cerita

tentang Danau Teluk Gelam, kedua, narasumber mengetahui tentang adat-istiadat

suku Ogan, dan ketiga narasumber merupakan masyarakat yang berada di

kawasan Kabupaten Ogan Komering Ilir dan juga bersinggungan dengan

masyarakat suku Ogan baik secara adat maupun hubungan masyarakat.

2. Pengumpulan Data-data Sosial Budaya

Dalam penentuan data di lapangan, selain data utama berupa teks-teks

sastra baik puisi maupun prosa, seorang peneliti sastra lisan perlu juga

menghimpun berbagai informasi mengenai latar belakang sosial budaya

masyarakat yang bersangkutan. Gambaran ini dipandang perlu, mengingat tradisi

sastra lisan merupakan sesuatu yang lebih dari sekadar cermin masa lampau.

Data-data sosial budaya itu dapat mencakup latar belakang sejarah, gambaran

geografis, dan demografis, agama dan kepercayaan, korpus kebudayaan yang

lebih luas, dan kehidupan sastra pada umumnya (Taum, 2011: 238-239).

Data-data sosial berkaitan dengan hubungan masyarakat dan hal-hal yang terjadi dalam

hubungan tersebut seperti respon masyarakat pendatang terhadap adat dan

sebaliknya. Pengukuhan adat sebagai milik bersama karena sebagian orang

mengakui adat tersebut berdasarkan wilayah bukan suku tertentu. Data-data

budaya berkaitan dengan adat istiadat yang berlaku dan dilestarikan maupun yang

(37)

Dalam penelitian ini data-data sosial budaya diperoleh melalui observasi

lapangan dan studi pustaka. Observasi lapangan dilakukan dengan wawancara

yang dilakukan secara langsung oleh peneliti berkaitan dengan bagaiamana

masyarakat saat ini merespon legenda Danau Teluk Gelam dan adat-istiadat yang

masih berlaku, juga pengetahuan masyarakat tentang adat yang sudah mulai

ditinggalkan. Respon masyarakat inilah yang menunjukkan minat masyarakat

terhadap cerita rakyat khususnya legenda Danau Teluk Gelam semakin menipis.

Bahkan sebagian besar masyarakat tidak mengetahu keberadaan legenda tersebut.

Observasi juga dilakukan dengan menggali pustaka-pustaka yang berhubungan

dengan adat masyarakat Ogan untuk memudahkan penulis mengetahui hal-hal

yang sebelumnya tidak dihiraukan dan bagaimana tradisi itu berlangsung. Selain

itu geografis wilayah menguatkan keberadaan Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Data-data yang berkaitan dengan budaya dan tradisi tersebut disajikan dalam Bab

II.

3. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam pengumpulan

data yaitu sebagai berikut:

a. Wawancara. Dalam wawancara ada dua tahap penting. Tahap pertama

„wawancara bebas‟ (free interview/non-direted interview) yang memberi kebebasan seluas-luasnya kepada informan unutk berbicara. Tahap kedua,

(38)

pertanyaan yang sudah disusun sebelumnya untuk mendapatkan gambaran

yang utuh dan mendalam (indepth-interview) (Taum 2011: 239).

b. Pengamatan (observasi). Pengamatan adalah melihat dan mengamati suatu

kejadian (tari, permainan, tingkah laku, dll) dari gejala luarnya sampai ke

dalamnya dan menggambarkan atau mendeskripsikan secara tepat hasil

pengamatan (Taum 2011: 239).

c. Perekaman dan pencatatan. Teknik ini perlu digunakan unutk

mendapatkan data utama penelitian, misalnya puisi atau prosa lisan.

Perekaman menggunakan tape recorder perlu disesuaikan dengan suasana.

Teknik pencatatan bisa dipergunakan unutk mentranskripsikan hasil

rekaman menjadi bahan tertulis dan mencatat berbagai aspek yang

berkaitan dengan suasan pernceritaan dan informasi-informasi lain yang

diperpanjang perlu selama melakukan wawancara dan pengamatan (Taum

2011: 240).

4. Pengarsipan

Taum (2011: 240-241) menyebutkan beberapa teknik atau model

pengarsipan, akan tetapi ada beberapa keterangan yang perlu dimasukkan

hal-hal tersebut meliputi:

1) Bahan folklor: klasifikasi (mitos/legenda/ permainan/dll).

2) Teks yang telah ditranskripsikan: teks asli dan terjemahannya.

3) Kolofon: keterangan tentang waktu, tempat, dan pelaku pencatatan.

(39)

umur, tempat tanggal lahir, pendidikan, pendidikan pekerjaan, kedudukan

dalam adat/masyarakat).

4) Keterangan sekitar bahan/ aparat kritik: berbagai catatan etnografis,

keterangan tentang teks yang kurang jelas, penilaian dan interpretasi

peneliti sendiri.

Dalam penelitian ini, pengarsipan formaliterasi, dan penerjemahannya sudah

dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Penulis melengkapi kedua naskah yang diperoleh itu dengan kolofon dan

keterangan bahan dengan catatan etnografis. Data yang diperoleh, dikaji dengan

dua teknik utama, yakni: kajian struktural A.J. Greimas dan pandangan dunia

tragik Goldman.

H. Sistematika Penyajian

Hasil studi ini akan disajikan dalam lima bab, Bab I merupakan

pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik

penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II, konteks sastra dan kebudayaan

Kabupaten Ogan Komering Ilir, Bab III berisi analisis struktural A.J. Greimas

yang terdiri atas aktansial dan struktur fungsional terhadap legenda Danau Teluk

Gelam. Bab IV berisi pandangan dunia tragik Goldmann terhadap legenda Danau

Teluk Gelam Kabupaten Ogan Komering Ilir. Bab V merupakan penutup yang

(40)

BAB II

GEOGRAFI DAN BUDAYA DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR, SUMATRA SELATAN

Geografi suatu wilayah menjadi penting untuk diketahui apabila akan

membahas karya sastra dari daerah itu, misalnya untuk menganalisis legenda

Danau Teluk Gelam terlebih dahulu peneliti harus terlebih dahulu mengetahui

geografi Kabupaten Ogan Komering Ilir sebagai tempat asal legenda tersebut.

Karya sastra atau legenda pada umumnya mengungkap tentang alam dan budaya

yang terjadi di suatu tempat, begitu pula legenda Danau Teluk Gelam yang

mengungkap tentang asal mula terjadinya Danau Teluk Gelam. Di bawah ini akan

dipaparkan geografi dan demografi Kabupaten Ogan Komering Ilir, yang terdiri

atas keadaan alam, mata pencaharian, penduduk, agama dan kepercayaan, sistem

kekerabatan, bahasa tradisi sastra lisan maupun tulisan, permainan, kesenian, dan

sejarah.

Kedudukan cerita Legenda Danau Teluk Gelam dalam masyarakat dan

kebudayaan di Kabupaten Ogan Komering Ilir diketahui melalui hubungan

legenda dengan karya sastra lain, keberadaan Danau Teluk Gelam, dan respon

(41)

A. Kondisi Kabupaten Ogan Komering Ilir

Sebenarnya “Ogan” adalah nama salah satu sungai di antara empat sungai besar yang terdapat di Sumatra Selatan. Daerah Ogan adalah daerah yang terletak

di sepanjang aliran sungai Ogan, berhulu di Ringgit, sampai ke perbatasan sungai

Ogan dan sungai Musi di tengah-tengah kota Palembang (Nawawi dan Alak

Masykur dalam Tarigan, 1972: 6-7).

Gambar 4. Peta Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatra Selatan

Kabupaten Ogan Komering Ilir memiliki luas wilayah sebesar 19.023,47

Km2 dengan kepadatan penduduk sekitar 35 jiwa per km2. Wilayah ini terletak

antara 104o,20‟ sampai 106o,00‟ derajat Bujur Timur (BT) dan 2o,30‟ sampai

4o15‟ derajat Lintang Selatan (LS), dengan ketinggian rata-rata 10 mdpl. Secara administratif wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir memiliki batas sebelah utara

berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin dan Kota Palembang, sebelah selatan

berbatasan dengan Propinsi Lampung, sebelah barat berbatasan dengan

Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, dan sebelah

(42)

timur berbatasan dengan Selat Bangka dan Laut Jawa. Kabupaten Ogan

Komering Ilir ini terdiri atas 18 Kecamatan yang meliputi antara lain adalah:Air

Sugihan, Cengal, Jejawi, Kota Kayuagung, Lempuing Jaya, Mesuji, Mesuji

Makmur, Mesuji Raya, Pampangan, Pedamaran, Pedamaran Timur, Pematang

Panggang, Sirah Pulau Padang, Teluk Lubuk, Tulung Selapan, Teluk Gelam,

Lempuing Jaya, dan Pangkalan Lampam

(http://riansyahefran-punyakoe.blogspot.com/2012/02/profil-singkat-kabupaten-ogan-komering.html).

B. Keadaan Alam

Hampir seluruh tanah Ogan terdiri dari dataran rendah dan rawa-rawa.

Ada dua jenis sawah di daerah Ogan yang disebut “ume lebak” dan “ume pematang”. “Ume lebak” yaitu sawah yang banyak tergenang air dan memakan waktu yang lama untuk mengeringkannya, sedangakan “ume pematang” yaitu

sawah yang sedikit tergenang air (Tarigan dan Anisi Sjakoni, 1972: 13-14).

Pertanian di daerah ini menghasilkan beras, jeruk, nenas, pisang, embam/ mangga

kuweni, mangga, pepaya, sayur-mayur, dan sebagainya. Ada pula perkebunan

karet dan sawit .

Daerah Ogan adalah daerah yang paling banyak menghasilkan ikan, jika

dibandingkan dengan daerah lain di Sumatera Selatan. Perikanan yang

dilaksanakan di daerah ini adalah perikanan darat artinya penangkapan ikan tidak

dilakukan di laut-laut atau di pantai-pantai lepas, melainkan di sungai-sungai dan

(43)

mengalami musim ikan sekali atau dua kali setahun, musim ini disebut “ikan molah”. Jenis ikan yang dihasilkan ikan gabus, lele, sepat, kojam, baung, seluang,

betok, dan lain-lain (Tarigan dan Sjakoni, 1972: 14).

C. Penduduk

Tarigan dan Anisi Sjakoni (1972: 9-12), penduduk yang mendiami daerah

ogan terbagi atas dua golongan besar yaitu penduduk asli dan penduduk

pendatang. Penduduk asli daerah Ogan terdiri dari empat puak/ kelompok; 1)

Uhang Ugan (Uhang: jeme: orang), mereka yang mendiami daerah Ogan Ulu dan

sebagian Ogan Ilir dan Komering Ilir, 2) Wang Pegagan (wang: orang), mereka

mendiami sebagian besar Ogan Ilir, 3) Urang Penesak (Urang: orang), mendiami

sebagian Ogan Ilir, 4) Hang Belido (hang: orang), mendiami Ogan tengah.

Meskipun terdiri dari puak-puak, ditinjau dari segi sosio-kultural, sifat-sifat

penduduk, agama, tidaklah menunjukkan kelainan-kelainan yang berarti.

Penduduk pendatang adalah penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti: dari

Jawa, Sunda dan orang China.

Jumlah penduduk tahun 2011 mencapai 680.000 jiwa dengan kepadatan

(44)

D. Agama

Penduduk asli Ogan hampir seluruhnya beragama Islam. Ada juga yang

memeluk agama Kristen yaitu penduduk yang mendiami daerah Batu Putih di

dekat Batu Raja (Tarigan dan Gaffar, 1972: 7). Masyarakat Sumatera Selatan

sebelum masuknya agama islam dan agama lain, percaya pada kekuatan-kekuatan

gaib, makhluk-makhluk halus, kekuatan-kekuatan sakti dan sebagainya. Dengan

perkataan lain mereka masih menganut kepercayaan animisme, dinamisme, dan

toteisme (Depdikbud 1984: 18).

E. Sistem Kekerabatan

Agama Islam mempengaruhi kehidupan masyarakat di Kabupaten Ogan

Komering Ilir. Pengaruh tersebut terlihat dari susunan masyarakat yang secara

nyata mengikuti prinsip keturunan menurut Islam. Anak-anak yang dilahirkan

dalam hubungan perkawinan adalah anak ibu dan bapak, dan mereka menarik

garis keturunan dari ibu maupun bapak. Di lain pihak, masih ada yang tetap

bertahan dengan prinsip keturunan patrilinial yaitu garis keturunan dari bapak

maupun matrilinial yaitu garis keturunan dari ibu. Masyarakat yang susunan

kekeluargaannya patrilinial dikenal adanya perkawinan “tambil anak” yaitu kedudukan anak akan berubah. Anak adalah milik ibu, dalam arti bahwa anak

menarik garis keturunan memulai garis penghubung dari ibunya, dan seterusnya

ke atas (Depdikbud 1984: 16). Sedangkan masyarakat yang yang menggunakan

(45)

Terdapat dua stratifikasi sosial masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir

seperti umumnya di masyarakat Sumatera Selatan, yaitu pertama strata tertutup

yang mirip dengan susunan kasta. Susunan kasta ini terdiri dari empat golongan;

golongan keturunan raja-raja yang memerintah pada zaman dahulu kala bergelar

Raden dan Raden Ayu merupakan anak dari permaisuri, keturunan raja bergelar

Masagus dan Masayu merupakan anak kesayangan dari selir, keturunan raja

bergelar Kemas dan Nyimas merupakan anak dari selir tapi bukan anak

kesayangan, golongan terakhir bergelar Kiagus dan Nyayu merupakan golongan

alim ulama yang taat pada agamanya (Depdikbud, 1984: 17).

F. Bahasa Ogan

Dialek bawahan Melayu Ogan seperti juga dialek Melayu Palembang

berasal dari satu rumpun bahasa yaitu bahasa Melayu. Bahasa dialek Ogan

terbagi menjadi empat macam yaitu dialek Ogan, dialek Pegagan, dialek Penesak,

dan dialek Belida (Tarigan dan Gaffar, 1972: 9-10). Orang Ogan mempunyai

huruf (aksara) yang tersendiri yang disebut “huruf ulu” atau “huruf rencong”. Huruf ini masih dipakai sampai akhir pemerintahan Belanda di Indonesia terutama

bagi orang-orang yang tidak bisa tulisan latin (Tarigan dan Gaffar, 1972 : 10).

Sekarang sudah jarang ditemui orang-orang yang mengerti atau mengenal huruf

(46)

G. Peranan dan Kedudukan Bahasa Ogan

Bahasa Ogan banyak dipakai oleh penuturnya dalam percakapan

sehari-hari dalam lingkungan keluarga dan masyarakat pada suasana yang tidak resmi.

Selain dalam kesempatan itu, Bahasa Ogan juga banyak dipakai di pasar,

kalangan/pedagang (pasar mingguan), kantor, dan sekolah pada jam-jam istirahat.

Pada situasi resmi umumnya memakai bahasa Indonesia. Dengan orang yang

baru dikenal, penutur Bahasa Ogan akan mungkin sekali memulai pembiacaraan

dengan Bahasa Ogan, yang akan dilanjutkan dengan bahasa Melayu Palembang

atau bahasa Indonesia segera setelah diketahui orang ini tidak dapat menggunakan

Bahasa Ogan. Pada umumnya, Bahasa Ogan mempunyai fungsi sebagai bahasa

pergaulan saja bukan sebagai bahasa resmi atau bahasa pengantar di dunia

pendidikan (Ihsan dkk., 1981: 6).

Menurut Tarigan dan Anisi Sjakoni (1972: 17), fonem /a/ pada akhir kata

dalam Bahasa Indonesia diganti dengan fonem /o/ untuk Bahasa Palembang

sebagai bahasa umum masyarakat Sematera Selatan. Selain itu, bunyi [r] (Apico

palatal) dalam Bahasa Indonesia diucapkan menjadi [R] (uvulo radical). Bahasa

Ogan tidak mengenal tingkat bahasa (speech level) seperti halnya dengan

beberapa bahasa daerah lain dan juga membedakan bentuk bahasa yang dipakai

oleh orang tua dengan orang muda (domain and role relationship), kecuali

(47)

H. Tradisi Sastra Lisan dan Tulisan

Dalam bahasa Ogan terdapat beberapa sastra lisan, yakni pantun sahut,

lagu nasib, seramba panjang, dan sastra lisan. Selain itu masih terdapat beberapa

lagu rakyat, bentuk ini kebanyakan berasal dari lagu buaian (lullaby songs), Sastra

tulis boleh dikatakan tidak ada dalam bahasa Ogan. Yang tercatat hanyalah satu

bentuk yang dinamakan “surat ulu” yaitu berupa tulisan silabik dengan

penggunaan tanda-tanda tertentu sebagai penanda vokalnya Menurut Tarigan dan

Anisi Sjakoni (1972: 17).

I. Tradisi Permainan

Penelitian yang dilakukan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

(1983) terhadap permainan rakyat di beberapa daerah di Sumatera Selatan

ternyata juga diketahui oleh masyarakat di Kabupaten Ogan Komering Ilir .

Permainan rakyat yang juga dimainkan oleh masyarakat di Kabupaten Ogan

Komering Ilir antara lain; cak ingking gerpak atau engkek-engkek artinya para

pemain meloncat dengan kaki satu kemudian melompat dengan kaki dua pada

petak-petak yang telah ditentukan secara bergantian dan berulang-ulang, gasing,

pencang atau panjat pinang, bas-basan atau kejaran, tawanan sejenis

kejar-kejaran tapi disertai suara (syssss) selama mengejar lawan, gamang atau galah

atau berburu seperti gobak sodor, setembak atau dakon atau congklak, becipak

(48)

J. Kesenian

Kesenian banyak diadakan pada saat perkenalan muda-mudi, seperti

malam mulah (kerja/ mempersipakan) yaitu malam persiapan untuk acara

upacara-upacara perkawinan keesokan harinya. Dalam pesta kesenian yang

diadakan oleh muda-mudi ada yang disebut “ayam-ayaman” dan biasanya dilanjutkan dengan rebana. Ayam-ayaman yaitu menebak mangkuk mana yang

ada isinya dan biasanya menggunakan tiga mangkuk. Rebana biasanya dipakai

saat mengantarkan pengantin laki-laki ke tempat pengantin wanita atau

sebaliknya. Selain itu, ada silat sebagai alat bela diri dan tala simbol untuk

mengusir roh-roh jahat (Depdikbud, 1984: 20).

K. Sejarah

Berdasarkan hasil penelitian yang diadakan Departeman Pendidikan dan

Kebudayaan (1984), kerajaan Tulang Bawang yang berpusat di kota Kayu Agung

sekarang. Kerajaan Tulang Bawang ini adalah kerajaan maritim, yang letaknya

tersembunyi dan bersifar rahasia. Oleh karena proses alamiah, dan ibu kota tidak

strategis lagi, maka mulailah panglima-panglima kedatuan Tulang Bawang

mengadakan ekspansi untuk meletakkan pusat pemerintahan lain yang amat kuat.

Di antara panglima-panglima itu adalah Dapunta Hyang yang telah membaca

tentara menghilir sungai Komering dan sampai di tempat yang serupa dengan

(49)

Menurut piagam Kedukan Bukit 683 Masehi, Dapunta Hyang Panglima

memperoleh daerah baru yang disebut Sriwijaya (Sri = Raja, Wijaya=

Kemenangan/ sukses). Pusat penguasa baru ini dengan cepat berkembang menjadi

bandar yang memegang peranan penting dalam lapangan politik, ekonomi, dan

kebudayaan. Pada akhir abad ke-7 Masehi, pusat kedatuan yang terletak di Bukit

Siguntang (Kedatuan Bukit) menjadi penguasa tunggal di sebelah barat Indonesia.

Terbukti beberapa tempat telah dikalahkan oleh kedatuan ini, seperti Jambi

(671-692 M), Bangka (684 M), dan daerah Lingor (775 M).

Di Bukit Siguntang tepatnya di Kedatuan Tulang Bawang terdapat sekolah

tinggi seperti halnya di Nalanda (India Utara). Dengan dasar ajaran agama Budha,

di sekolah tinggi tersebut diajarkan teologia dan bahasa Sanskerta oleh guru-guru

besar seperti; Dharmapala (600 M), Syakyakirti (670 M). Nama-nama guru besar

itu diabadikan dalam lagu daerah Sumatera Selatan berjudul Gending Sriwijaya.

Pada tahun 1275 serangan dari raja Kertanegara melemahkan kedudukan

Kedatuan di Bukit Siguntang. Selain itu, suatu proses besar pun terjadi di daerah

ini yaitu masuk dan berkembangnya Islam. Tahun 1572 Ki Gede Ing Suro yang

menyingkir dari Demak menjadi penguasa di Palembang, Sumatera Selatan.

Setelah Ki Mas Hindi (Pangeran Ratu) yang bergelar Sultan Jamaluddin atau

sering juga disebut Ratu Abdul Rachman dan Jamaluddin Sultan Candi Malang

(1662-1702 M) menjadi penguasa di Palembang, dan mulailah sejarah kesultanan

di daerah ini dan agama islam dijadikan agama resmi. Kemudian digantikan oleh

(50)

Badaruddin yang terkenal dalam sejarah melawan penjajahan (Belanda) dan

mendirikan Masjid Agung Paban pada tahun 1740 M.

L. Cerita Legenda Danau Teluk Gelam dan Keberadaan Danau Teluk Gelam

Cerita legenda Danau Teluk Gelam kurang begitu dikenal masyarakat

Kabupaten Ogan Komering Iilir. Tidak hanya legenda Danau Teluk Gelam,

banyak cerita-cerita lain yang hanya diterbitkan oleh instansi pemerintah dengan

jumlah terbatas sehingga hanya dimiliki oleh instansi tertentu dan tidak

diperjualbelikan secara umum. Danau Teluk Gelam di Kabupaten Ogan Komering

Ilir dikenal masyarakat luas sebagai salah satu tujuan wisata walaupun tidak

banyak yang mengetahui legenda Danau Teluk Gelam,

Brunvand menggolongkan legenda dalam empat kelompok, yakni (1)

legenda keagamaan (relilgious legend) yaitu legenda tentang orang-orang suci, (2)

legenda alam gaib (supernatural legend) yaitu biasanya berbentuk kisah yang

dianggap benar-benar terjadi dana pernah dialami seseorang, fungsi legenda ini

adalah untuk meneguhkan kebenaran “takhyul” atau kepercayaan rakyat, (3)

legenda perseorangan (personal legend) yaitu cerita mengenai tokoh-tokoh

tertentu, yang dianggap oleh yang empunya benar-benar terjadi, dan (4) legenda

setempat (local legend) yaitu cerita legenda yang berhubungan dengan suatu

tempat, nama tempat dan bentuk topografi (Dananjaya, 2002: 67-75).

Berdasarkan definisinya, cerita legenda Danau Teluk Gelam masuk dalam

(51)

Cerita legenda Danau Teluk Gelam diungkap setelah Danau Teluk Gelam

ditetapkan sebagai kawasan wisata. Promosi wisata Danau Teluk Gelam didukung

oleh beberapa program yang diselenggarakan di tempat ini seperti lomba dayung

PON XVI di Sumatera Selatan, ulang tahun Pramuka, dll. Kepopuleran Danau

Teluk Gelam sebagai tempat wisata tidak sebanding dengan cerita Danau Teluk

Gelam yang hanya diketahui beberapa orang.

Cerita legenda teluk gelam sengaja diungkap untuk mendukung

keberadaan Danau teluk Gelam sebagai suatu tempat yang memiliki adat dan

kebudayaan tertentu. Kebudayaan inilah yang nantinya menjadi salah satu

pendukung berkembanganya pariwisata Danau Teluk Gelam. Dengan adanya

cerita legenda tersebut, akan lebih mudah mengenalkan Danau Teluk Gelam dan

masyarakatnya kepada masyarakat umum. Selain itu, suatu tempat wisata akan

lebih menarik minat pendatang apabila diketahui adanya cerita rakyat yang

mendukung keberadaannya.

M. Cerita Legenda Danau Teluk Gelam sebagai Sastra dan Kebudayaan

Legenda Danau Teluk Gelam sebagai sastra karena unsur-unsur yang yang

melingkupinya, baik unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik

terdiri atas tokoh dan penokohan, alur, latar pada masa lampau yang menjadi ciri

khas sebuah legenda, dan tema kepahlawanan menjadi sebuah pengingat akan

adanya suatu kisah yang mengajarkan kebaikan melawan kejahatan. Dari unsur

(52)

yang dipahami sebagai ajaran hidup akan kebaikan dan keburukan. Unsur

ekstrinsik berupa adat-istiadat dan masyarakat yang menjadi asal dan penentu

suatu karya sastra diterima atau diabaikan. Karya sastra khususnya legenda

diterima dalam bentuk ajaran yang diajarkan pada masayarakat, dijadikan

pengingat akan suatu kejadian dan dijadikan milik masyarakat tersebut. sebagai

bentuk kebudayaan, legenda Danau Teluk Gelam menjadi gambaran kehidupan

dan adat yang terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Sastra lisan merupakan khazanah kebudayaan yang paling luas sekaligus

paling kaya. Meskipun, suatu tradisi lisan telah ditranskripsikan ke dalam tulisan,

tradisi tersebut tetap hidup dengan mekanismenya masing-masing. Oleh karena

itu, masyarakat pendukungnyalah yang memiliki pengaruh terbesar terhadap

perkembangan tradisi lisan. Tradisi lisan adalah tradisi komunikasi langsung, di

mana dimungkinkan terjadinya interaksi antara pengirim dengan penerima (Ratna,

2010: 270).

Kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan hasil cipta, rasa, dan karya

masyarakat yang dipimpin dan diarahkan oleh karsa. Kalau cipta diartikan sebagai

proses yang menggunakan daya berfikir dan bernalar, rasa adalah kemampuan

untuk menggunakan panca indera dan hati, sedang karya adalah keterampilan

tangan, kaki, bahkan seluruh tubuh manusia. Karsa ibarat komandan atau

pemimpin yang menentukan kapan, bagaimana, dan untuk apa ketiga unsur

(53)

Dengan melihat definisi kebudayaan di atas, diketahui bahwa kebudayaan

mengandung unsur keindahan. Unsur keindahan inilah yang membantu

terbentuknya sebuah seni. Seni adalah kemampuan seseorang atau sekelompok

orang untuk menciptakan berbagai impuls yang melalui salah satu unsur panca

indera, atau mungkin juga melalui kombinasi dari beberapa unsur panca indera,

menyentuh, rasa halus manusia lain di sekitarnya. Sehingga lahir penghargaan

terhadap nilai-nilai keindahan impuls-impuls tadi. Reaksi seseorang yang setelah

tersentuh rasa halusnya di dalam hati dan jiwanya kemudian tergerak untuk

memberikan ekspresi atau wujud dari perasaan tersebut, misalnya dengan tarian,

usik, lukisan, gamelan, nyanyian dan puisi (Soemardjan 1984:2-3).

Seseorang akan memahami kehidupan suatu masyarakat tertentu hanya

dengan membaca karya sastranya. Hal itu lebih diperkuat dengan adanya

anggapan bahwa pengarang adalah bagian dari masyarakat yang mengungkap

kehidupan dan pandangan dunia masyarakatnya ke dalam sebuah karya. Dengan

kata lain, karya adalah gambaran kehidupan yang dipahami oleh pengarangnya,

yang kemudian disampaikan dengan berbagai simbol dan gaya bahasa kepada

masyarakat pembaca. Meskipun bahasa yang digunakan bukan lagi bahasa atau

tuturan asli masyarakat yang digambarkan, tapi unsur-unsur yang terkandung

dalam karya itu sudah cukup mewakili tempat atau situasi yang dituju. Situasi

tersebut tentunya apa yang ingin disampaikan pengarang, baik itu ajaran, pesan,

kritik, dan sebagainya.

Menurut Mulder (1984: 161), semua hasil karya pantas dibaca apabila

(54)

yang bergeser. Cerita legenda Danau Teluk Gelam dapat dijadikan tolok ukur

kehidupan masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir yang dahulu menjaga nilai

dan moral kehidupan. Tolok ukur ini dapat dilihat dalam legenda tersebut yaitu

anggapan perbuatan zina (hubungan intim sebelum menikah) adalah dosa dan

mendapat hukuman yang berat. Nilai ini mulai bergeser seiring perkembangan

zaman, terbukti bahwa sebagian orang menganggap perbuatan zina itu sebagai hal

yang biasa.

Pengarang membangkitkan kesadaran, tidak dengan melukiskan atau

melancarkan protes terhadap struktur masyarakat yang nampak, melainkan dengan

memaparkan suatu pandangan mendalam dalam struktur terpendam yang

mempengaruhi persepsi dan motivasi seseorang. Pengarang menghasilkan

gambaran-gambaran tajam mengenai kehidupan sosial yang berlangsung pada

kurun waktu yang menjadi kancah perhatian, sambil mengungkapkan

struktur-struktur mental yang menjiwai bentuk-bentuk masyarakat (Mulder, 1984:

162-163).

Masyarakat tidak dapat dilepaskan dari adat-istiadat atau tradisi yang

menaunginya. Tradisi inilah yang menjadikan masyarakat kreatif untuk

menciptakan suatu kekhasan bagi daerahnya, berupa kesenian, mitos, dan tata cara

adat. Kesenian lebih menonjol di masyarakat, karena dengan kesenian masyarakat

lebih mudah membaur di antara sesamanya hingga tercipta suatu kesamaan rasa

memiliki. Misalnya dengan suatu permainan seperti pantun bersambut yang

diadakan muda-mudi menjadi salah satu hiburan yang menyajikan ide-ide kreatif

(55)

festival kesenian yang sering diadakan di daerah Kayuagung pada hari kedua

perayaan Idul Fitri memperlihatkan penghargaan yang besar atas adat Ogan. Pada

perayaan ini semua masyarakat diharuskan mengenakan pakaian adat dan

perhiasaan yang dimilikinya serta memamerkan aneka permainan dan makanan

adat.

Saat ini salah satu cara melestarikan adat-istiadat yang ada adalah dengan

banyaknya dilakukan pendokumentasian terhadap upacara adat, kesenian, dan

permainan. Legenda Danau Teluk Gelam sebagai karya sastra merupakan bentuk

pendokumentasian adat-istiadat di daerah Ogan Komering Ilir. Perkembangan

kesenian pada umumnya mengikuti proses perubahan yang terjadi dalam

kebudayaan sesuatu masyarakat. Sebagai salah satu unsur dalam kebudayaan

maka kesenian akan mengalami hidup statik yang diliputi oleh sikap

tradisionallistik apabila kebudayaannya juga statik dan tradisionalistik

(Seomardjan, 1984: 6). Dengan kata lain, suatu kesenian tertentu dapat berubah

seiring perubahan yang terjadi dalam masyarakat pendukungnya.

Legenda digolongkan sebagai karya sastra lama, namun keberadaannya

tetap menjadi kebutuhan masyarakat hingga saaat ini. Pada dasarnya orang lebih

mudah menerima apa yang disampaikan secara lisan daripada harus membaca

atau mencari tahu melaui artefak. Legenda atau sastra lisan meskipun memiliki

pola yang sama antara satu dengan yang lain, namun kekhasan tertentu mampu

membedakan. Kekhasan menjadi tonggak untuk menghapuskan bahwa legenda

(56)

Sebuah kebudayaan antara satu daerah dengan daerah lain mungkin

hampir sama, tetapi tidak akan pernah sama. Masyarakat Kabupaten Ogan

Komering Ilir memiliki banyak kemiripan dalam hal kebudayaan dengan daerah

lain yang juga memiliki persamaan georgrafis. Dalam hal kehidupan sungai,

masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir mempunyai kesamaan dengan

kehidupan masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Ilir, Mesuji,

dan daerah lain di sekitarnya.

Fungsi utama karya sastra adalah untuk melukiskan, mencerminkan

kehidupan manusia, sedangkan kehidupan manusia itu sendiri selalu mengalami

perkembangan (Ratna, 2011: 75). Karya sastra tidak dapat mengikuti

perkembangan manusianya, karya itu tetaplah pada posisi semula sebagai

gambaran. Kehidupan manusia yang tergambar dalam karya itu meskipun sudah

jauh berbeda dengan penggambarannya, tapi dengan karya sastra bisa ditarik

kesimpulan bagaimana awal kehidupan manusia dalam karya itu sehingga

menjadi seperti yang sekarang.

Penulisan legenda dalam bahasa asli masyarakat tidak selalu berjalan

mulus, banyak kendala yang mungkin terjadi, salah satunya adalah bahasa

nasional sebagai pengantar dalam pendidikan. Oleh karena itu, legenda ditulis

dalam Bahasa Indonesia agar dapat dipakai dalam pendidikan dan diketahui oleh

masyarakat luas. Meskipun bahasa adalah alat komunikasi sekaligus menjadi

penentu berkembangnya cerita, namun legenda sebagai karya sastra pada

gilirannya memiliki kemampuan untuk melukiskan pemakaian bahasa secara

(57)

Bahasa menjadi penentu sebuah karya sastra sekaligus tidak memiliki peran

terhadap karya itu sendiri dalam segi isi.

Sebagai bagian dari kebudayaan perkembangan karya sastra sangat

berpengaruh. Terbukti dengan semakin banyaknya karya yang dihasilkan

masyarakat pendukung kebudayaan, semakin banyak pula kabudayaan yang

diungkap sehingga potensi yang dimiliki suatu kolektif dikenal luas. Karya yang

dihasilkan tidak hanya dijadikan monumen, akan tetapi perkembangan karya

sastra telah memicu kreatifitas setiap individu dalam masyarakat tersebut untuk

lebih kreatif guna menunjukkan keahliannya sebagai bagian masyarakat dan

kebudayaannya.

Kaplan (2002: 107-108) manyatakan bahwa pengamatan mengenai cara

suatu budaya mengkategorisasi dan mengonseptualisasikan lingkungannya akan

membuat kita mangetahui sesuatu tentang klasifikasi taksonomi budaya tersebut

mengenai alam. Bahkan dari sana dapat kita ketahui pula sesuatu mengenai tujuan

yang hendak dicapai oleh warga budaya yang bersangkutan dalam kaitannya

dengan lingkungan mereka. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan

operasional yaitu lingkungan budaya karena: pertama, lingkungan ini semakin

merupakan produk campur-tangan dan pembenahan kultural; kedua, karena suatu

faset penting dalam adaptasi segala masyarakat manusia ialah adaptasinya

terhadap sistem-sistem budaya lain yang dengan suatu cara mempengaruhi

Gambar

Tabel 1. Struktur Fungsional .....................................................................
Tabel 1. Struktur Fungsional
Tabel 2 . Perbandingan Cerita Legenda Danau Teluk Gelam
Tabel 3. Struktur Fungsional
+4

Referensi

Dokumen terkait

(1996) pada dasarnya sebuah robot bawah laut yang dikendalikan oleh operator ROV, untuk tetap dalam kondisi yang aman, pada saat ROV bekerja di lingkungan yang berbahaya [11]..

Pada intinya, peningkatan kompetensi professional guru melalui supervisi akademik di SMP Negeri 1 Lolowau masih tergolong kurang, sehingga masih perlu dilakukan

Dalam rangka menghasilkan benih bermutu varietas unggul tanaman pangan, kendala yang masih sering dihadapi adalah keragaman yang dijumpai di pertanaman, sehingga benih..

Durian umumnya memiliki lima ruang (juring=pangsa) dan setiap ruang terdapat beberapa biji yang dibungkus daging buah (pulp) berwarna putih-kuning dengan aneka sensasi rasa

menyebabkan sebagian besar guru harus memecahkan masalahnya sendiri terkait pembelajaran, padahal supervisi kunjungan kelas merupakan salah satu tupoksi Pengawas

Lokasi dari penelitian ini berada di Kecamatan 6XNDZDWL .DEXSDWHQ *LDQ\DU +DO LQL GLODNXNDQ NDUHQD *LDQ\DU PHUXSDNDQ VDODK VDWX NDZDVDQ yang mengembangkan industri

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara: 1) kreativitas guru PAI terhadap peningkatan mutu pembelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti , 2)

Perubahan Nama Tertanggung/Peserta dan/atau Penerima Manfaat Persyaratan/Dokumen yang Harus Diserahkan ke Kantor Pusat: dan/atau Pihak Berwenang dari/yang ditunjuk oleh Pemegang