• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara self-regulated learning dan stres akademik pada mahasiswa - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara self-regulated learning dan stres akademik pada mahasiswa - USD Repository"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DAN STRES AKADEMIK PADA MAHASISWA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Heni Martini NIM: 079114101

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTO

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

““““Karya ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku yang

selalu memotivasi dan membuka jalanku meraih

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DAN STRES AKADEMIK PADA MAHASISWA

Heni Martini

ABSTRAK

Mahasiswa dapat mengalami stres akademik jika ia kurang memiliki kesiapan, kedisiplinan dan kurang mampu mengelola diri dalam aktivitas belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self-regulated learning dan stres akademik pada mahasiswa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif. Pemilihan subjek penelitian menggunakan teknik purposive random sampling. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebesar 80 orang dan skala yang digunakan adalah skala self-regulated learning dan skala stres akademik. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan metode korelasi product moment pearson dalam program SPSS for windows versi 16. Hasil analisis data menunjukkan bawa terdapat hubungan negatif antara self-regulated learning dan stres akademik pada mahasiswa dengan nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar -0,315 dan nilai p

sebesar 0,002 (p<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima.

(8)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF-REGULATED LEARNING AND ACADEMIC STRESS ON COLLEGE STUDENTS

Heni Martini

ABSTRACT

Student can experience academic stress if they are lack of readiness, discipline, and ability to control himself/herself in studying activity. This research aims to see the relationship between self-regulated learning and academic stress on students. The research method used is quantitative research method. The choosing of the subject of research uses purposive random sampling technique. The subject of the research is students. The number of sample used is eighty students and the scale used is self-regulated learning scale and academic stress scale. The research data is analyzed with product moment pearson correlation method in SPSS for Windows version 16 software. The result of the analysis of data shows that there is a negative relationship between self-regulated learning and academic stress on students with correlation coefficient value (rxy) about –0,315 and p value about 0,002 (p<0,05). The result shows that the research hypothesis is accepted.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah atas segala berkat sehingga saya dapat menyelesaikan karya sederhana ini. Dengan terselesaikannya skripsi ini berarti saya telah berhasil menyelesaikan satu tahap dari serangkaian tahapan penting dalam kehidupan. Amat banyak bantuan dan dukungan yang saya terima selama proses menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya dengan tulus ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah yang selalu memberi kekuatan, kesehatan dan kemudahan-kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Titik Kristiyani selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang bersedia menyediakan waktu, perhatian, saran dan kritik yang membangun dan bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ditengah padatnya jadwal ibu. 3. Bapak Y. Heri Widodo yang pernah menjadi dosen pembimbing akademik,

terima kasih atas dampingannya selama masa kuliah dan selalu mengingatkan saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Didik Suryo Hartoko selaku dosen pembimbing akademik, yang telah sabar menuntun mahasiswanya ke jalan yang terbaik dan terima kasih atas kesediaannya memberikan saya waktu untuk berdiskusi.

5. Bapak T. Prito Widiyanto sebagai dosen penguji, atas kritik, saran dan kemudahan dalam penyelesaian karya ini.

(11)

xi

7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi atas segala bantuan dan informasi selama menjadi mahasiswa.

8. Mahasiswa-mahasiswa Sanata Dharma yang telah bersedia berpartisipasi mengisi skala penelitian ini.

9. Orang tua tercinta yang selalu menyemangati, mendukung dan mempercayai segala keputusan yang saya ambil.

10. Adik tercinta yang telah mau direpotkan, “hidupmu masih panjang dan tanggung jawabmu masih banyak, jangan main game terus, ingat belajar”

11. Kekasih yang telah sabar membimbing, menyemangati dan menemaniku dalam berbagai keadaan serta kesediaannya memberikan “telinga” untukku. 12. Teman-teman bimbingan yang setia berbagi suka duka dari awal hingga akhir

proses ini dan selalu memberikan saran: Ci Lin, Mbak Nana dan Dewiq

Akhirnya saya menyusul kalian ” untuk Gege dan Mbak Ra “ ayo yang

semangat segera menyusul ”dan untuk Silvi serta Nina “akhirnya datang

juga kesempatan kita”.

13. Sahabat-sahabatku: Ayu, Manda, Halida, Tisa, Putri, Geovani, dan Neena, rindu berkumpul lengkap dengan kalian, sebelum pulang kampung kita harus

main bersama menghabiskan waktu yang tersisa karena entah kapan kita

bisa berjumpa lagi”.

14. Azizah Nurul Layli, “Tutorku,,Terima kasih bantuan translateannya,, rindu ke mall denganmu zii”

(12)

xii

16. Teman-teman psikologi angkatan 2007 yang tidak bisa disebutkan satu persatu“semoga kita menjadi orang yang sukses dan berguna untuk sesama”. Saya menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Akan tetapi saya berharap karya ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, khususnya pihak yang menaruh perhatian terhadap bidang yang sama dalam karya ini.

Penulis,

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... .v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. LANDASAN TEORI ... 7

(14)

xiv

1. Definisi Mahasiswa ... 7

2. Tahap Perkembangan Mahasiswa ... 7

3. Ciri-ciri Mahasiswa ... 8

1. Definisi Stres Akademik ... 13

2. Sumber Stres Akademik ... 14

3. Faktor-faktor Stres Akademik ... 17

D. Self-Regulated Learning ... 19

1. Definisi Self-Regulated Learning ... 19

2. Aspek-aspek Self-Regulated Learning ... 20

3. Faktor-faktor Self-Regulated Learning ... 23

E. Hubungan Antara Self-Regulated Learning dan Stres Akademik ... 25

F. Hipotesis ... 29

G. Bagan Dinamika Hubungan Antara Self-Regulated Learning dan Stres Akademik ... 30

BAB III. METODE PENELITIAN ... 31

A.Jenis Penelitian ... 31

B.Identifikasi Variabel ... 31

(15)

xv

1. Stres Akademik ... 31

2. Self-Regulated Learning ... 32

D.Sampel Penelitian ... 32

E. Metode Pengumpulan Data ... 32

1. Skala Stres Akademik ... 33

2. Skala Self-Regulated Learning ... 35

F. Kredibilitas Alat Ukur ... 37

1. Validitas ... 37

2. Seleksi Item ... 38

3. Estimasi Reliabilitas ... 43

G.Metode Analisis Data ... 43

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A.Pelaksanaan Penelitian ... 44

B. Deskripsi Sampel Penelitian ... 45

(16)

xvi

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Item Skala Stres Akademik Sebelum Uji Coba ... 34

Tabel 2. Distribusi Item Skala Self-Regulated Learning Sebelum Uji Coba ... 36

Tabel 3. Distribusi Item Skala Stres Akademik Setelah Uji Coba ... 39

Tabel 4. Distribusi Item Skala Self-Regulated Learning Setelah Uji Coba ... 41

Tabel 5. Data Sampel Penelitian ... 45

Tabel 6. Uji Normalitas Sebaran Data ... 46

Tabel 7. Hasil Uji Linearitas ... 47

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: TryOut ... 60

1.1. Skala Stres Akademik ... 64

1.2. Skala Self-Regulated Learning ... 68

1.3.Uji Validitas dan Reliabilitas ... 74

Lampiran 2: Penelitian ... 84

2.1.Skala Stres Akademik ... 89

2.2.Skala Self-Regulated Learning ... 92

2.3.Uji Asumsi dan Uji Linearitas ... 98

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran di perguruan tinggi menuntut para mahasiswanya untuk aktif belajar mencari informasi sendiri karena dosen hanya berperan sebagai fasilitator. Terfokusnya atensi mahasiswa pada kegiatan-kegiatan akademis menjadikan mahasiswa terhambat dalam mengaktualisasikan dirinya sehingga dapat menimbulkan tekanan dan mengalami stres. Hal ini didukung oleh pendapat Agolla & Ongori (2009) yang menyatakan bahwa tugas yang terlalu banyak untuk diselesaikan dalam waktu singkat mengakibatkan mahasiswa tidak dapat menikmati kehidupan sosialnya. Stres yang dialami mahasiswa ataupun pelajar biasanya merupakan stres terkait akademis atau disebut dengan stres akademis. Berdasarkan hasil survei pendahuluan mengenai stres akademik pada 10

(21)

dengan sekolah atau akademis (www.netsains.com). Survei sederhana ini menunjukkan bahwa stres akademik dapat dialami oleh pelajar pada berbagai tingkat pendidikan.

Stres akademik dapat didefinisikan sebagai stres yang berhubungan dengan pendidikan yang meliputi sekolah, kurikulum, guru, metode ulangan dan penilaian (Nanwani, 2009). Stressor pada mahasiswa tingkat awal umumnya berupa tugas-tugas perkuliahan yang harus dikerjakan dalam waktu bersamaan, masalah keuangan, manajemen waktu yang buruk dan tekanan dari keluarga atau perguruan tinggi. Sedangkan stressor pada mahasiswa tingkat akhir adalah kekhawatiran atau ketidakpastian akan pilihan karir dan prospek masa depannya (Moore, 2006).

Sama seperti stres pada umumnya, stres akademik tidak selalu berdampak buruk. Stres dapat dijadikan sebagai pendorong kinerja mahasiswa karena jika seorang mahasiswa tidak pernah mengalami stres, maka mahasiswa tersebut akan memiliki kinerja yang rendah dan tidak termotivasi untuk bekerja atau menyelesaikan tugasnya. Sebaliknya, stres jika terlalu sering dialami akan berakibat buruk pada diri mahasiswa, yaitu dapat mengakibatkan gangguan penyesuaian diri dan gangguan kesehatan. Kecenderungan ini diperkuat dengan penelitian sebelumnya bahwa terdapat korelasi antara sumber stres yang dialami remaja dengan perilaku merokok yang dapat merusak kesehatan (Kemala dan Hasnida, 2005).

(22)

bersumber dari tuntutan-tuntutan sekolah, seperti tuntutan tugas-tugas sekolah dan tuntutan dari guru. Stressor akademik pada mahasiswa disebabkan oleh manajemen waktu, masalah finansial, gangguan tidur dan aktivitas sosial (Womble, 2001).

Lima sumber stres utama pada mahasiswa adalah perubahan pola tidur (89%), liburan atau istirahat (82%), perubahan pola makan (74%), tanggung jawab baru (73%) dan meningkatnya beban tugas (73%) (Ross, Niebling, dan Heckert, 1999). Menurut Siswanto (2011), disadari atau tidak, saat ini sekolah atau pendidikan tinggi menjadi salah satu tempat yang menyeramkan bagi sebagian siswa. Selain itu beban kurikulum yang berat dapat meningkatkan rasa frustrasi pada siswa sehingga dapat memicu perilaku negatif, seperti mencontek, membolos, membuat kegaduhan dan lain-lain. Oleh karena itu, kemampuan mengelola waktu, kemampuan untuk merencanakan strategi belajar dan menyeleksi perilaku yang mampu mendukung atau merusak tujuan belajar sangat diperlukan pada mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki kemampuan tersebut tidak akan merasa terbebani oleh banyaknya aktivitas dan tugas akademik yang harus dikerjakan dalam waktu hampir bersamaan.

(23)

dari stres. Kondisi tersebut juga dikemukakan oleh Misra dan Mc Kean (2000) yang menyatakan bahwa perilaku mahasiswa yang efektif dapat mengurangi pengaruh stres akademik. Mahasiswa yang memiliki kemampuan manajemen waktu yang baik dapat terlihat dari bagaimana mahasiswa tersebut membuat dan menggunakan strategi perilaku belajarnya. Perancangan dan penggunaan strategi perilaku pada mahasiswa tersebut merupakan bagian dari self-regulation atau regulasi diri.

Harapan yang terlampau tinggi dari lingkungan sosial mahasiswa seringkali menjadikan mahasiswa harus mampu menunjukkan diri ideal mereka sebagai seorang mahasiswa. Selain itu, orang tua yang kerapkali membandingkan performa dan prestasi anaknya akan menimbulkan rasa tegang, cemas, stres dan mengganggu kondisi atau kemampuan fisik maupun psikososial mahasiswa. Oleh karena itu diperlukan suatu kesempatan bagi mahasiswa untuk melepaskan ketegangan, berpikir kembali dan meninjau kembali. Hal ini sesuai dengan pendapat Zimmerman (1989) yang mengemukakan bahwa strategi belajar sangat diperlukan karena jika seseorang kehilangan strategi dalam self-regulation, maka mengakibatkan proses belajar dan performa kerja yang lebih buruk.

(24)

kemudian berusaha memonitor, meregulasi dan mengontrol kognisi, motivasi dan perilaku mereka yang diarahkan dan dibatasi oleh tujuan mereka dan konteks lingkungan (Wolter, Pintrich & Karabrnick, 2003). Mahasiswa dikatakan memiliki SRL jika dirinya mampu mengatur tujuan belajar untuk mengembangkan pengetahuan dan meningkatkan motivasi, menyadari faktor-faktor yang mampu mempengaruhi kondisi emosional dan memiliki strategi untuk mengatur emosi agar tidak mengganggu kegiatan belajar, mampu memantau kemajuan diri secara berkala, mengevaluasi hambatan yang mungkin muncul dan mampu melakukan adaptasi yang baik (Santrock, 2007).

Berdasarkan hasil survei dan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa stres akademik dan Self-Regulated Learning merupakan topik yang penting dalam dunia pendidikan karena keduanya

dapat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang di masa depan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara Self-Regulated Learning dan stres akademik pada mahasiswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti merumuskan suatu masalah yaitu “Apakah ada hubungan antara Self-Regulated Learning dan stres akademik pada mahasiswa?”

C. Tujuan Penelitian

(25)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis:

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi ilmiah terhadap bidang ilmu psikologi pendidikan, terkait dengan Self- Regulated Learning dan Stres Akademik pada mahasiswa dan hubungannya.

2. Manfaat Praktis:

- Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi

terhadap orang tua dan pendidik untuk memperhatikan faktor-faktor yang mampu mempengaruhi Stres Akademik dan juga mengembangkan suatu program untuk mereduksi munculnya stres akademik sehingga mahasiswa atau peserta didik mampu mengembangkan kemampuan dirinya secara optimal.

- Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan diri, dalam hal ini Self-Regulated

Learning sehingga mahasiswa mampu berprestasi baik dan Stres

Akademik menjadi turun.

- Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan mampu

(26)

7 Besar Bahasa Indonesia, 2005). Definisi tersebut menjelaskan bahwa mahasiswa adalah individu yang belajar dalam suatu lembaga pendidikan setingkat lebih atas dari Sekolah Menengah Atas yang mana sistem pembelajarannya menggunakan sistem Satuan Kredit Semester atau SKS dan mahasiswa harus memenuhi sejumlah SKS yang telah diterapkan atau disyaratkan suatu perguruan tinggi.

2. Tahap Perkembangan Mahasiswa

Mahasiswa dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai remaja akhir dan dewasa awal, yaitu pada rentang usia 18-21 tahun. Remaja sendiri merupakan individu dalam rentang usia 12-21 tahun (Monks, Knoers & Haditono, 2004). Dua hal yang menunjukkan peralihan dari masa remaja akhir ke masa dewasa awal adalah kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan (Santrock, 2002).

(27)

operasional formal diharapkan mampu menyusun rencana-rencana untuk menyelesaikan masalah atau menghadapi masa depan dan mampu membuat keputusan yang tepat.

Pada masa remaja, hubungan sosial memiliki peran penting bagi remaja. Remaja mulai memperluas pergaulan sosialnya dengan teman sebaya (peer group) sehingga sikap, minat, perilaku dan penampilan teman dapat mempengaruhi remaja.

3. Ciri-ciri Mahasiswa

Mahasiswa dapat dikategorikan sebagai pelajar dewasa (Supratiknya, 2006). Menurut Daines, Daines & Graham (dalam Supratiknya, 2006) ciri-ciri mahasiswa adalah sebagai berikut:

a. Memiliki cukup banyak pengetahuan dan pengalaman yang relevan dengan

apa yang mereka pelajari sekarang dan mampu mentransfer pengetahuan dan pengalamannya itu pada proses belajar.

b. Memiliki sikap, gaya berpikir dan cara-cara menjalankan tugas yang relatif menetap sebagai ciri khas masing-masing serta yang akan memudahkan mereka menghadapi situasi dan tuntutan baru.

c. Mereka dapat dan senang diberi kesempatan untuk bertanggung jawab.

B. Stres

1. Definisi Stres

(28)

Sarafino (2008) mendefinisikan stres sebagai keadaan yang membuat individu merasa adanya ketidakcocokan antara tuntutan fisiologis dan psikologis dari situasi dan sumber seperti sistem biologis, psikologis dan sosial.

Berdasarkan beberapa definisi stres yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu keadaan yang berasal dari tuntutan fisik dan lingkungan yang berakibat munculnya kesenjangan dalam diri karena individu tersebut tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut.

Sarafino (dalam Smet, 1994) mengkonseptualisasikan stres dalam tiga pendekatan, yakni stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai proses.

a. Stres sebagai stimulus

Pendekatan pertama ini menitikberatkan pada lingkungan dan menggambarkan stres sebagai suatu stimulus. Peristiwa atau pengalaman yang dipersepsikan oleh seorang individu sebagai suatu ancaman akan menghasilkan ketegangan yang disebut dengan stressor. Stressor tersebut antara lain berupa peristiwa bencana alam yang besar, kejadian-kejadian di dalam kehidupan seseorang (seperti kehilangan pekerjaan atau kehilangan orang-orang yang dicintai) dan situasi-situasi dan kondisi yang tidak menyenangkan (lingkungan tempat tinggal yang padat atau bising).

b. Stres sebagai respon

(29)

meliputi pola pikir, emosi, perilaku, perasaan stres dan komponen fisiologis yang berupa rangsangan-rangsangan fisik yang meningkat, seperti jantung berdebar-debar, mulut kering, perut terasa mulas dan badan berkeringat lebih.

c. Stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan

Pendekatan ketiga menggambarkan stres sebagai suatu proses yang meliputi stressor dan strain dengan menambahkan dimensi hubungan antara manusia dengan lingkungan. Hubungan ini disebut sebagai hubungan transaksional. Pendekatan ini menyatakan stres bukan hanya suatu stimulus atau suatu respon, tetapi juga suatu proses dimana individu sebagai perantara aktif dapat mempengaruhi stressor melalui strategi-strategi perilaku, kognitif dan emosional.

Individu saat berhadapan dengan lingkungan yang baru atau perubahan lingkungan akan melakukan proses penilaian awal (primary appraisal) untuk menentukan arti dari kejadian tersebut. Kejadian-kejadian

(30)

2. Respon Stres

Setiap individu selalu merespon setiap stimulus yang diterimanya. Stres sendiri sering dikategorikan kedalam dua bentuk, yaitu Eustress dan Distress. Sarafino (2008) mengemukakan bahwa terdapat dua jenis reaksi terhadap stres, yaitu:

a. Aspek Biologis

Aspek biologis menyajikan penjelasan dasar mengenai bagaimana tubuh bereaksi dalam keadaan darurat, yang disebut respon fight-or-flight (Canon dalam Sarafino, 2008). Respon fight-or-flight adalah respon yang dipilih individu, yaitu menghindar (flight) atau menghadapi stimulus (fight). Pola gangguan biologis yang merupakan dampak respon terhadap stres antara lain detak jantung lebih cepat, sakit kelapa, gangguan pencernaan, nafas menjadi pendek/ ritme nafas tidak beraturan, produksi keringat yang berlebih dll.

b. Aspek Psikososial

Reaksi psikososial terhadap stres dibagi dalam tiga bagian (Sarafino, 2008; Hardjana, 1994) yang meliputi:

1. Kognitif

(31)

2. Emosi

Respon emosi yang seringkali muncul ketika individu mengalami stres adalah mudah marah, rasa takut, kecemasan yang berlebihan, perasaan sedih, depresi, membenci sekolah, merasa tidak aman, mudah menangis, gugup dan tidak bergairah.

3. Perilaku Sosial

Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain (Sarafino, 2008). Dalam kondisi penuh stres, individu dapat saling menolong satu sama lain untuk bertahan menghadapi stres, namun sebagian individu lainnya juga dapat menjadi kurang mampu bersosialisasi dan kurang sensitif terhadap orang lain. Stres termanifestasi dalam perilaku seperti menarik diri, merusak, mengganggu, membolos sekolah, mencari-cari kesalahan orang lain, tidak percaya dengan orang lain, mencari perhatian, gagap dan mudah membatalkan janji (Tan & Chan, 2004).

3. Sumber Stres

Sumber stres atau yang disebut dengan stressor adalah kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres (Sarafino, 2008). Sarafino (2008) menggolongkan stressor kedalam tiga sumber, yaitu:

a. Stres yang bersumber dari individu, seperti sakit yang diderita individu.

(32)

c. Stres yang bersumber dari komunitas dan sosial, meliputi lingkungan pekerjaan, sekolah dan lingkungan sekitar individu.

C. Stres Akademik

1. Definisi Stres Akademik

Verma (dalam Desmita, 2009) mendefinisikan stres akademik sebagai school stres, yaitu stres siswa yang bersumber dari tuntutan sekolah. Tuntutan

sekolah tersebut lebih difokuskan pada tuntutan tugas-tugas akademis dan tuntutan dari pengajar. Definisi lain dari stres akademik atau school stres adalah suatu ketegangan emosional yang muncul dari peristiwa-peristiwa kehidupan di sekolah dan perasaan terancamnya keselamatan atau harga diri siswa, sehingga memunculkan reaksi-reaksi fisik, psikologis, dan tingkah laku yang berdampak pada penyesuaian psikologis dan prestasi akademis (Desmita, 2009).

Carveth (dalam Misra & McKean, 2000) mengemukakan bahwa stres akademik meliputi persepsi siswa terhadap banyaknya pengetahuan yang harus dikuasai dan persepsi terhadap ketidakcukupan waktu untuk mengembangkan pengetahuan.

(33)

2. Sumber Stres Akademik

Penelitian Ross, Niebling & Heckert (1999) mengenai sumber stres mahasiswa, terdapat empat sumber stres tersebut, yaitu:

a. Masalah Interpersonal

Yaitu sumber stres yang muncul dari interaksi individu dengan orang lain, misalnya adanya konflik dengan teman dan masalah dengan orang tua.

b. Masalah Intrapersonal

Yaitu stres yang disebabkan dari sumber internal individu, misalnya perubahan makan atau waktu tidur mahasiswa.

c. Masalah Akademik

Yaitu stres yang bersumber dari aktivitas belajar, misalnya meningkatnya beban tugas yang harus dikerjakan, ketinggalan materi kuliah, hubungan dengan guru, waktu pengerjaan tugas yang terbatas. d. Masalah Lingkungan

Yaitu sumber stres yang berkaitan dengan lingkungan diluar masalah akademik, misalnya komputer rusak atau kondisi tempat belajar.

Rice (dalam Desmita, 2009), menyatakan bahwa terdapat dua stressor pada mahasiswa, yaitu masalah individu dengan lingkungan sosial (personal and social stressor) dan academic stressor.

a. Masalah individu dengan lingkungan sosial

(34)

mengenai transisi, lingkungan tempat tinggal, saudara dan teman lama adalah hal yang penting. Stres yang terkait dengan transisi adalah lingkungan baru, menjalin hubungan baru, kesepian dan pengaturan hubungan romantis.

b. Academic Stressor

adalah stres yang bersumber dari aktivitas belajar-mengajar, seperti workload dan manajemen waktu. Stres dapat berasal dari ketidakmampuan mengamil keputusan. Hal ini dapat berhubungan dengan kurangnya minat terhadap tugas yang dihadapi. Pemaksaan diri untuk terus bekerja akan menyebabkan gangguan fisik dan kognitif, seperti terlalu banyak hal yang dipikirkan pada waktu yang bersamaan, kekhawatiran yang berlebih terhadap apa yang telah dikerjakan dan kehilangan fokus pada apa yang dapat dan harus dikerjakan.

Sementara Desmita (2009) mengemukakan bahwa sumber stres akademik adalah:

a. Tuntutan Fisik

Lingkungan fisik sekolah dapat menjadikan sumber stres siswa. Misalnya pencahayaan atau penerangan, sarana dan prasarana sekolah, daftar pelajaran, kebersihan dan kesehatan sekolah, keamanan lingkungan sekolah dan temperatur ruang kelas.

b. Tuntutan Tugas

(35)

menghadapi ulangan atau ujian, mematuhi disiplin sekolah, penilaian dan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.

c. Tuntutan Peran

Stressor ketiga berhubungan dengan peran yang dimiliki oleh siswa. Sekolah merupakan sebuah struktur organisasi yang didalamnya terdapat anggota-anggota, misalnya guru, siswa, karyawan dan penjaga sekolah. Setiap anggota memiliki hak dan kewajiban yang disesuaikan dengan posisinya dalam organisasi dan harapan dari organisasi tersebut, misalnya harapan memiliki nilai dan mempertahankan nama baik dan keunggulan sekolah.

d. Tuntutan Interpersonal

Di lingkungan sekolah, siswa tidak hanya dituntut untuk dapat mencapai prestasi akademis yang tinggi, melainkan juga harus mampu melakukan interaksi sosial atau menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Karakter tiap siswa yang berbeda-beda menjadikan tidak semua siswa mampu berelasi dengan baik. Hambatan berelasi, persaingan dengan teman, kurangnya perhatian dan dukungan dari guru, perlakuan guru yang tidak adil dan konflik dengan teman merupakan sumber stres akademik.

(36)

Murphy dan Archer (dalam Gupchup, Borrego & Konduri, 2004 ) menyatakan bahwa stressor akademik meliputi tes, kompetisi kelas, tuntutan waktu, pengajar dan lingkungan kelas, karir, dan kesuksesan masa depan.

Berdasarkan uraian sumber stres akademik di atas, dapat disimpulkan bahwa stres akademik yang dialami mahasiswa bersumber dari Sosial, Tugas dan Pengaturan Waktu, serta Nilai Tugas dan Ujian.

3. Faktor-faktor Stres Akademik

Oon (dalam Nanwani, 2009) mengemukakan bahwa stres akademik diakibatkan beberapa faktor, seperti:

a. Pelajaran lebih padat

Kurikulum dalam sistem pendidikan semakin ditambah bobotnya dengan standar yang lebih tinggi. Akibatnya persaingan antar pelajar menjadi semakin ketat dan waktu belajar menjadi bertambah. Beban berat pelajar yang berlipat membuat pelajar merasa tertekan atau stres.

b. Aktivitas tinggi dengan waktu terbatas

(37)

c. Tekanan untuk berprestasi tinggi

Individu sebagai pelajar sangat ditekan untuk berprestasi baik. Tekanan ini terutama muncul dari orangtua, keluarga, guru, teman sebaya ataupun diri sendiri. Secara tidak sadar, orang tua mengemukakan ungkapan atau kata-kata dan perlakuan yang mengarahkan pelajar untuk berprestasi tinggi.

d. Dorongan meniti tangga sosial

Pendidikan seringkali menjadi tolak ukur status sosial seseorang. Individu dengan kualifikasi akademik tinggi akan dihormati masyarakat dan yang berpendidikan rendah akan dipandang rendah. Pelajar yang berhasil dalam akademiknya akan disukai dan dipuji oleh orang lain serta menjadi kebanggaan orang tuanya. Namun bagi pelajar yang kurang berprestasi akan disebut lamban, malas, pembuat masalah dan cenderung ditolak oleh guru, dimarahi orang tua dan diabaikan oleh teman atau lingkungan. Penolakan sosial dan pemberian label ini dapat mematahkan semangat dan menghilangkan kepercayaan diri pelajar.

e. Orang tua yang saling berlomba

(38)

D. Self-Regulated Learning

1. Definisi Self-Regulated Learning

Self-Regulated Learning adalah proses aktif dan konstruktif dengan

jalan individu menetapkan tujuan untuk proses belajarnya dan berusaha untuk memonitor, meregulasi, mengontrol kognisi, motivasi, perilaku, yang kemudian semuanya diarahkan dan didorong oleh tujuan serta disesuaikan dengan konteks lingkungan (Wolters, Pintrich & Karabenick, 2003). Definisi tersebut sejalan dengan pendapat bahwa mahasiswa yang memiliki Self-Regulated Learning adalah individu yang secara metakognitif, motivasional dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses belajar mereka (Zimmerman,1989).

Karakteristik individu yang menerapkan self-regulation dalam proses belajarnya terlihat sebagai berikut (Montalvo & Torres, 2004):

a. Mereka terbiasa dan mengetahui bagaimana menggunakan serangkaian

strategi kognitif (pengulangan, elaborasi dan organisasi) untuk membantu mereka dalam pengubahan, pengorganisasian, penguraian dan memperbarui informasi.

b. Mereka mengetahui bagaimana merencanakan, mengontrol dan mengarahkan proses mental menuju tujuan prestasi individu.

(39)

d. Mereka merencanakan dan mengontrol waktu dan usahanya untuk digunakan dalam tugas, dan mereka tahu bagaimana menciptakan dan menyusun situasi belajar yang disenangi, seperti mencari tempat belajar yang cocok dan mencari bantuan dari dosen atau teman saat mengalami kesulitan belajar.

e. Jika situasinya memungkinkan, mereka akan menunjukkan usaha yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam mengontrol dan mengatur tugas-tugas akademik dan situasi kelas.

f. Mereka mampu memainkan serangkaian strategi yang baik yang bertujuan

untuk menghindari gangguan-gangguan internal maupun eksternal agar mereka dapat menjaga konsentrasi, usaha dan motivasi diri ketika melakukan tugas akademik.

2. Aspek-aspek Self-Regulated Learning

Self-Regulated Learning terdiri atas tiga aspek pengaturan diri dalam

kegiatan akademis, yaitu metakognisi, motivasi dan perilaku (Zimmerman, 1989). Berdasarkan aspek di atas, penerapan strategi dalam aspek self-regulated learning sebagai berikut (Wolters, 2003):

a. Metakognisi

Strategi regulasi kognisi meliputi bermacam-macam aktivitas kognitif yang mengharuskan individu untuk mengubah atau mengadaptasi kognisi mereka. Strategi yang termasuk dalam aspek ini meliputi:

1. Rehearsal strategies adalah strategi atau usaha untuk menghafal materi

(40)

2. Elaboration strategies adalah strategi untuk meringkas dan menggunakan kata-kata sendiri dalam memahami suatu materi.

3. Organization strategies adalah strategi untuk mengorganisasi kembali suatu materi kuliah sehingga mudah untuk dipahami.

4. Metacognitive self-regulation adalah berbagai usaha pengaturan kognisi seperti perencanaan, pemantauan, penggunaan strategi pengaturan belajar, evaluasi dan revisi dari kegiatan belajar.

b. Motivasi

Strategi regulasi motivasi melibatkan aktivitas individu yang penuh tujuan dan mendorong individu secara sengaja memulai, mengatur, mempertahankan kesediaan diri, mempersiapkan tugas selanjutnya atau menyelesaikan suatu kegiatan sesuai dengan tujuannya. Regulasi motivasi meliputi:

1. Mastery self-talk adalah aktivitas atau tindakan mengatakan kata-kata motivasi pada diri sendiri untuk meningkatkan kinerja diri dalam proses belajar.

2. Relevance enhancement adalah usaha individu untuk menghubungkan suatu

materi dengan segala hal yang berkaitan dengan dirinya.

3. Situasional interest enhancement adalah usaha individu untuk merubah situasi belajar agar menjadi suatu hal yang menyenangkan.

4. Performance/ relative ability self-talk adalah aktivitas berbicara pada diri

(41)

membandingkan apa yang telah dilakukan diri sendiri dengan apa yang telah dilakukan mahasiswa lain.

5. Performance/ extrinsic self-talk adalah aktivitas berbicara pada diri sendiri agar mendapatkan umpan balik yang positif guna meningkatkan performansi belajar.

6. Self-consequating adalah individu memikirkan imbalan-imbalan atau

hukuman-hukuman yang akan ia dapat atas kesuksesan atau kegagalan yang dicapai.

7. Environmental structuring adalah aktivitas memilih atau mengatur

lingkungan fisik agar lebih mudah untuk belajar. c. Perilaku

Regulasi perilaku melibatkan usaha individu untuk mengatur, mengontrol perilaku, menyeleksi dan mengatur lingkungan serta memanfaatkan kondisi lingkungan. Strategi dalam regulasi perilaku meliputi: 1. Effort regulation adalah usaha individu untuk mempertahankan semangat

belajar yang dimiliki.

(42)

5. Instrumental (autonomous) help-seeking goal adalah aktivitas meminta bantuan orang lain sebagai cara untuk memahami materi sehingga mahasiswa mampu menyelesaikan tugas dengan usahanya sendiri.

6. Seeking help from formal source (teachers) adalah usaha mencari bantuan

dari sumber-sumber formal, misalnya dosen.

7. Seeking help from informal source (other students) adalah usaha mencari bantuan dari sumber-sumber informal seperti mahasiswa lain.

3. Faktor-faktor Self-Regulated Learning

Menurut pandangan atau teori sosial-kognitif, Self-Regulated Learning ditentukan oleh tiga hal, yaitu person, perilaku dan lingkungan, Thoresen dan Mahoney (dalam Zimmerman, 1989). Ketiga faktor dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:

(43)

a. Faktor Pribadi.

Self-efficacy merupakan variabel utama yang memengaruhi

self-regulated learning, Bandura (dalam Zimmerman, 1989). Persepsi mahasiswa terhadap self-efficacy tergantung pada empat jenis hal yang mempengaruhi pribadi mahasiswa, yaitu pengetahuaan, proses metakognitif, tujuan dan afeksi. Pengetahuan dalam Self-Regulated Learning terdiri dari pengetahuan prosedural dan pengetahuan bersyarat. Pengetahuan prosedural meliputi bagaimana mahasiswa atau seseorang menggunakan strategi. Sedangkan pengetahuan bersyarat mengarah pada pengetahuan mengenai kapan dan mengapa strategi tertentu tersebut berjalan dengan baik. Proses metakognitif juga berperan dalam pengetahuan Self-Regulated Learning. Proses-proses metakognitif ini berperan dalam pengambilan keputusan dan performa yang akan dihasilkan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan dan analisis tugas sehingga mahasiswa dapat mengarahkan usahanya dalam aktivitas belajar sehingga berpengaruh juga terhadap hasil timbal balik dari usahanya tersebut. Proses atau keputusan metakognitif ini bergantung pada tujuan jangka panjang mahasiswa. Tujuan mahasiswa dibuat berdasarkan kedekatan waktunya. Semakin tinggi dan kompleks tujuan yang ingin diraih, semakin besar juga kemungkinan untuk melakukan Self-Regulated Learning.

b. Faktor Perilaku

(44)

1. Self Observation

Merupakan tahap dimana individu mengamati dirinya dan perilaku yang dilakukan terkait dengan kemajuan yang telah dibuat dalam aktivitas akademiknya.

2. Self Judgment

Merupakan tahap dimana individu membandingkan hasil atau kinerja belajar dengan suatu standar atau tujuan yang telah ditetapkan oleh individu. Self judgment berfungsi untuk mengevaluasi kinerja yang telah dicapai sehingga dapat diketahui seberapa baik kinerjanya dan dapat diketahui kelemahan dari kinerjanya.

3. Self Reaction

Melalui tahap ini individu menyesuaikan diri dengan rencana belajar untuk mencapai tujuan atau standar yang telah dibuat.

c. Faktor Lingkungan

Lingkungan dapat mendukung atau menghambat individu dalam aktivitas belajar. Individu yang menerapkan self-regulation biasanya menggunakan strategi untuk menyusun lingkungan, mencari bantuan sosial dan mencari informasi.

E. Hubungan Antara Self-Regulated Learning dan Stres Akademik

(45)

pembelajaran pada lembaga pendidikan dibawahnya. Mahasiswa tidak bisa lagi hanya mengandalkan pengajar, tetapi mereka dituntut untuk aktif mandiri mencari informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber.

Terkait dengan aktivitas, mahasiswa identik dengan kepemilikan berbagai aktivitas selain kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi. Kognisi mahasiswa yang tinggi seharusnya menjadikan mahasiswa memiliki kemampuan untuk membedakan hal-hal atau aktivitas-aktivitas positif dan negatif sehingga mampu memilih yang terbaik bagi dirinya. Aktivitas positif tersebut misalnya adalah belajar, berpartisipasi dalam organisasi-kepanitiaan kampus, mematuhi peraturan dan disiplin waktu atau tugas. Sedangkan yang termasuk aktivitas negatif adalah melakukan demonstrasi yang anarkis, membolos, tidak mematuhi berbagai peraturan atau tidak memenuhi kewajibannya sebagai seorang mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki kesadaran terhadap kewajibannya terlihat dari adanya kepatuhan mahasiswa untuk mengikuti berbagai jenjang pendidikan, menjalankan berbagai kegiatan terkait akademis dan memikirkan serta mengusahakan target akademisnya tercapai.

(46)

Stres dalam tingkat rendah dan sedang pada dasarnya berpengaruh positif terhadap kinerja belajar mahasiswa karena dapat meningkatkan motivasi belajar. Sebaliknya, stres dalam tingkat tinggi akan memberikan pengaruh yang buruk. Stres juga cenderung mengganggu proses belajar dan prestasi mahasiswa karena stres dapat mengganggu regulasi kognitif, motivasi dan perilaku. Oleh karena itu, mahasiswa perlu mengembangkan kemampuan pengelolaan diri dalam aktivitas belajarnya atau yang disebut dengan Self-Regulated Learning.

Mahasiswa yang memiliki Self-Regulated Learning yang rendah ditandai dari aspek regulasi metakognitif yaitu kurang mampu merencanakan, menggunakan dan mengevaluasi aktivitas belajarnya, aspek regulasi motivasi yaitu kesediaan diri dalam belajar mandiri dan dari aspek perilaku, yaitu kurang mampu menyusun atau merencakan lingkungan belajar dan kurang dapat mencari dukungan sosial dalam belajar. Kompetensi yang kurang dari ketiga aspek tersebut menjadikan persiapan belajar mahasiswa kurang maksimal. Bagi sebagian mahasiswa persiapan belajar yang kurang dapat menimbulkan penilaian negatif terhadap kemampuan sumber daya diri dalam menghadapi tugas akademis sehingga muncul stres. Sebaliknya, bagi sebagian mahasiswa, persiapan belajar yang kurang maksimal tidak menimbulkan stres karena mereka memiliki penilaian positif terhadap kemampuan sumber daya diri untuk mengatasi tugas akademis.

Self-Regulated Learner adalah siswa yang secara metakognitif,

(47)

(Zimmerman,1989). Zimmerman (1989) menyatakan bahwa SRL terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek Metakognisi, Motivasi dan Behavioral (perilaku).

Pada aspek Metakognisi, mahasiswa memiliki kemampuan untuk merencanakan, mengatur, memonitori, mengontrol dan mengevaluasi aktivitas belajarnya. Saat mahasiswa dapat menggunakan kemampuan metakognisinya dengan kuat, mahasiswa tersebut akan dapat mengembangkan strategi belajarnya. Sebaliknya, mahasiswa yang kurang mampu menggunakan metakognisi akan mengalami penurunan perhatian saat belajar, tidak dapat menganalisis tugas akademik dengan baik dan tidak dapat merencanakan strategi belajarnya. Ketidakmampuan atau hambatan dalam aktivitas belajar ini dapat menimbulkan persepsi negatif pada diri sendiri sehingga mahasiswa mengalami stres akademik.

(48)

belajar. Mahasiswa pada kategori ini cenderung akan mengalami stres yang ditunjukkan dengan perasaan cemas, sikap menyerah, pesimis dengan kemampuannya dan melarikan diri dari tugas.

Manajemen waktu yang buruk sebagai salah satu sumber stres merupakan contoh dari ketidakmampuan meregulasi perilaku. Tugas atau kegiatan yang banyak juga merupakan sumber stres. Mahasiswa yang mampu meregulasi perilaku akan menciptakan strategi belajar untuk mengatasi sumber stres. Strategi tersebut misalnya adalah mengatur waktu antara belajar dan menjalankan aktivitas lain. Mahasiswa ini akan mencari bantuan (help seeking) yang tepat untuk menyelesaikan tugas akademik. Selain itu mahasiswa dengan regulasi perilaku cenderung akan menyelesaikan tugas sesuai ketetatan waktu, menetapkan prioritas dan tidak menggunakan sistem kebut semalam dalam menyelesaikan tugas.

F. Hipotesis

(49)

G. Bagan Dinamika Hubungan Antara Self-Regulated Learning dan Stres Akademik

Mahasiswa

SRL rendah

Metakognitif : - Kurang mampu merencanakan, menggunakan dan mengevaluasi aktivitas belajarnya.

Motivasi: - Kesediaan diri dalam belajar rendah

Perilaku: - Kurang mampu menyusun/ merencanakan lingkungan belajar.

- Kurang dapat mencari dukungan sosial dalam belajar

Persiapan belajar kurang maksimal

Penilaian sumber daya diri kurang memadai dalam menghadapi tuntutan akademik

(50)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kesimpulan hubungan antara dua variabel atau lebih. Tujuandari penelitian ini adalah untuk melihat adanya hubungan antara Self-RegulatedLlearning dan stres akademik pada mahasiswa.

B. Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah: 1. Variabel bebas : Self-Regulated Learning 2. Variabel tergantung : Stres Akademik

C. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat yang didefinisikan yang dapat diamati atau diobservasi (Suryabrata, 2011).

1. Stres Akademik

Stres akademik adalah respon pelajar yang berupa biologis, psikososial (kognitif, emosi dan perilaku) yang sifatnya negatif yang muncul akibat adanya tuntutan akademis.

(51)

yang dialami mahasiswa. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh pada skala ini, maka stres akademik yang dialami mahasiswa juga semakin rendah. 2. Self-Regulated Learning

Self-Regulated Learning adalah usaha yang akan diterapkan untuk

menganalisis tugas-tugas belajar, menetapkan tujuan, dan merencanakan cara untuk mengerjakan tugas itu, menerapkan keterampilan dan khususnya membuat keputusan tentang bagaimana belajar dilaksanakan. Aspek-aspek Self-Regulated Learning meliputi aspek metakognisi, motivasi dan perilaku. SRL

dalam penelitian ini diukur dengan skala Self-Regulated Learning yang disusun oleh Wolters. Apabila perolehan skor pada skala Self-Regulated Learning semakin tinggi, maka subjek memiliki perilaku Self-Regulated Learning yang baik atau efektif. Sedangkan apabila perolehan skor pada skala Self-Regulated

Learning semakin rendah maka subjek memiliki perilaku Self-Regulated

Learning yang buruk atau tidak efektif.

D. Sampel Penelitian

Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mahasiswa aktif semester 3 sampai 7 Universitas Sanata Dharma. b. Mahasiswa remaja akhir dengan rentang usia 17- 21 tahun.

E. Metode Pengumpulan Data

(52)

SS : Sangat Sesuai S : Sesuai

TS : Tidak Sesuai

STS : Sangat Tidak Sesuai

Penelitian ini menggunakan dua skala yang penelitian, yaitu skala stres akademik dan skala Self-Regulated Learning.

1. Skala Stres Akademik

a. Skala stres akademik pada penelitian ini mengacu pada aspek atau gejala

(53)

Tabel 1

Distribusi Item Skala Stres Akademik Sebelum Uji Coba

Aspek Sumber Item Total

(54)

semakin tinggi stres akademik yang dialaminya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh, maka stres akademik yang dialami semakin rendah.

2. Skala Self-Regulated Learning (SRL)

(55)

Tabel 2

Distribusi Item Skala Self-Regulated Learning Sebelum Uji Coba

Variabel Aspek Indikator item Total

F UF

Self-Regulated

Learning

1.Metakognisi a. Rehearsal strategies b. Elaboration strategies

3. Behavioral a. Effort Regulation

b. Regulating Time and Study

Environment

c. General Intention to Seek

(56)

d. General Intention to avoid

needed help

e. Instrumental help-seeking goal

Seeking help from formal

source

g. Seeking help from informal source

Skala Self-Regulated Learning mempunyai empat alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skor pada setiap item berkisar antara empat sampai dengan satu untuk item yang bersifat favourable. Sedangkan skor untuk item yang bersifat unfavourable bergerak dari satu sampai empat. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek penelitian maka semakin efektif perilaku subjek yang tampak dalam SRL, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek, maka semakin tidak efektif perilakunya yang ditunjukkan dalam SRL.

F. Kredibilitas Alat Ukur

1. Validitas

(57)

(Suryabrata, 2011). Validitas isi skala penelitian ini juga ditentukan melalui pendapat professional (professional judgement) dalam proses telaah soal (Suryabrata, 2011).

2. Seleksi Item

Seleksi item dalam penelitian ini menggunakan program SPSS versi 16 for windows.Item-item dalam penelitian ini dianggap sahih jika berada pada

batas rix ≤ 0.30 atau ≥ nilai alpha cronbach. Subjek dalam seleksi item berjumlah 138, yaitu 52 subjek pada skala SRL dan 86 subjek pada skala Stres Akademik. Subjek tersebut terdiri dari fakultas Psikologi, Farmasi, TI, Pendidikan Fisika dan Biologi.

a. Skala Stres Akademik

(58)

Tabel 3

Distribusi Item Skala Stres Akademik Setelah Uji Coba

Aspek Sumber Item Total

*Angka yang dicetak tebal adalah angka yang gugur dalam uji coba skala

b. Skala Self-Regulated Learning

Skala ini terdiri dari 63 item, yaitu 56 item favorable dan 7 item unfavorable. Analisis reliabilitas pada SRL menggunakan model koefisien Alpha

(59)
(60)

Tabel 4

Distribusi Item Skala Self-Regulated Learning Setelah Uji Coba

Variabel Aspek Indikator item Total

F UF

Self-Regulated

Learning

1. Metakognisi a.Rehearsal strategies

(61)

Environmental

Structuring

33, 40, 48, 61

5, 23, 38, 47,

3. Behavioral a. Effort Regulation

b. Regulating Time and

(62)

3. Estimasi Reliabilitas

Reliabilitas atau keandalan alat ukur mengacu pada kepercayaan hasil alat ukur, yaitu sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran dapat dikatakan reliabel jika dalam beberapa kali pengukuran terhadap subjek penelitian yang sama diperoleh hasil yang relatif sama. Tinggi rendahnya reliabilitas pengukuran ditunjukkan dengan koefisien reliabilitas, yaitu berkisar mulai 0.0 sampai dengan 1.0 (Azwar, 1999).

Pada penelitian ini, koefisien reliabilitas skala stres akademik adalah 0.880 dan koefisien reliabilitas pada skala SRL adalah 0.885. Hal ini menunjukkan bahwa kedua skala dapat dipercaya.

G. Metode Analisis Data

(63)

44

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 24 Oktober hingga 31 Oktober 2011 dengan menyebarkan skala pada subjek penelitian secara langsung dan tidak langsung. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan kriteria subjek adalah mahasiswa/ mahasiswi aktiv yang telah menempuh minimal III semester dan maksimal VII semester. Penelitian ini menggunakan tryout terpisah dikarenakan populasi mahasiswa Universitas Sanata Dharma banyak sehingga tidak sulit untuk menjadikan sebagai subjek penelitian.

(64)

jumlah tersebut, jumlah skala yang kembali adalah 86 eksemplar dan yang layak digunakan dalam penelitian sebanyak 80 eksemplar.

B. Deskripsi Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini subjek yang digunakan adalah mahasiswa/ mahasiswi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yang telah menempuh minimal semester 3 dan masih aktif mengikuti perkuliahan. Berdasarkan hasil penyebaran skala, didapatkan data-data mengenai subjek penelitian, yaitu:

Tabel 5

Data Sampel Penelitian

Fakultas Semester Jumlah

Farmasi 5 17

Psikologi 5, 7 18

BK 3 25

Pendidikan Matematika 5 20

C. Analisis Data Penelitian

(65)

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Data yang didapat pada setiap variabel diuji dengan teknik Kolmogrov-Smirnov Goodness of Fit Test. Hasil yang diperoleh menunjukkan variabel Self-Regulated Learning memiliki nilai K-S Z sebesar 0.714 dan nilai p= 0.687. Nilai p tersebut lebih besar dari 0.05, maka variabel ini berditribusi normal. Sedangkan nilai K-S Z stres akademik adalah 0.940 dengan nilai p= 0.339, nilai p ini lebih besar dari 0.05 maka pada variabel tersebut juga terdistribusi secara normal.

Tabel 6

Uji Normalitas Sebaran Data

Variabel Kolmogrov-Smirnov Z P(>0.05) Bentuk

Self-regulated Learning

0.714 0.687 Normal

Stres Akademik 0.940 0.339 Normal

b. Uji Linearitas

(66)

menghasilkan nilai F= 10.470 dan nilai p= 0.002. Nilai p yang diperoleh lebih kecil dari 0.05, oleh karena itu pada uji linieritas menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel adalah linier.

Tabel 7 Hasil Uji Linieritas

Hubungan Variabel Nilai F P < 0.05 Hubungan Self-regulated learning

dan stres akademik

10.470 0.002 Linier

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Self-Regulated Learning dan stres akademik pada mahasiswa. Berdasarkan uji hipotesis teknik koefisien korelasi product moment diperoleh koefisien korelasi rxy sebesar -0.315 dengan taraf signifikansi sebesar 0.002 (p < 0.05). Tanda negatif pada koefisien korelasi rxy menunjukkan bahwa semakin tinggi Self-Regulated Learning mahasiswa, maka stres akademiknya semakin rendah. Sebaliknya semakin rendah

Self-Regulated Learning maka semakin tinggi stres akademik mahasiswa.

(67)

Tabel 8

Hasil Uji Hipotesis Korelasi

Correlations

SRL SA

SRL Pearson Correlation

1 -.315**

Sig. (1-tailed) .002

N 80 80

SA Pearson Correlation

-.315** 1

Sig. (1-tailed) .002

N 80 80

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

D. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan variabel Self-Regulated Learning (SRL) dan variabel stres akademik. Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan teknik korelasi product moment pearson dalam program SPSS for Windows versi 16.

(68)

Kondisi ini ditunjukkan dengan angka koefisien korelasi sebesar rxy = -0.315 dan taraf signifikansi p= 0.002 yang berarti bahwa hipotesis penelitian diterima, yaitu semakin tinggi SRL mahasiswa, maka stres akademik yang dialaminya akan semakin rendah. Sebaliknya apabila SRL mahasiswa rendah, maka stres akademik yang dialami akan semakin tinggi.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kesici & Erdogan (2010), yang menyatakan bahwa mahasiswa yang memiliki self-efficacy, motivasi belajar dan menggunakan Self-Regulated Learning akan

meningkatkan kesuksesan belajar mereka sedangkan mahasiswa yang tidak mengontrol variabel-variabel penting tersebut akan mengalami kecemasan dan stres.

Self-Regulated Learning adalah proses aktif dan konstruktif dengan jalan

individu menetapkan tujuan untuk proses belajarnya dan berusaha untuk memonitor, meregulasi, mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku, yang kemudian semuanya diarahkan dan didorong oleh tujuan serta disesuaikan dengan konteks lingkungan, Pintrich (dalam Wolters dkk, 2003). Menurut Zimmerman (1989), aspek-aspek dari SRL adalah metakognitif (metacognitive), motivasi (motivation) dan perilaku (behavior).

(69)

metakognitif mahasiswa yang rendah mengakibatkannya memiliki prestasi belajar yang rendah. Kondisi ini terjadi karena mahasiswa kurang memiliki/ kurang merencanakan strategi belajarnya, seperti rendahnya inisiatif mahasiswa untuk mengorganisasi kembali materi kuliah, kurangnya usaha mengahafal suatu materi agar lebih mudah dipahami dan kurangnya/ tidak adanya evaluasi terhadap kualitas aktivitas akademik. Dalam situasi belajar, ketidaksiapan ini dapat mendorong munculnya pikiran, perasaan yang tidak mendukung aktivitas belajar, seperti perasaan cemas, takut, bingung, gemetar dan jantung berdetak lebih cepat. Selain itu ketidaksiapan mahasiswa menghadapi tantangan/ tuntutan akademis juga memicu munculnya perilaku yang tidak sesuai, seperti cenderung melakukan aktivitas menyontek saat belajar dan jika mengalami kegagalan akademis, mahasiswa lebih menyalahkan lingkungan daripada mengevaluasi diri atau aktivitas belajar. Selanjutnya, stres yang tinggi menyebabkan penurunan perhatian/ konsentrasi saat belajar sehingga juga mempengaruhi penggunaan strategi untuk meregulasi kognitif. Hal ini menyebabkan mahasiswa kurang mampu melakukan analisis tugas akademik, seperti penetapan strategi belajar dan kapan strategi tersebut dilakukan.

(70)

terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk meraih tujuan belajar (Zimmerman, 1989). Hal ini berarti bahwa mahasiswa dengan performansi belajar yang rendah memiliki efikasi diri yang rendah pula. Efikasi diri adalah kepercayaan pada kemampuan diri dalam mengatur dan melaksanakan suatu tindakan (Bandura, 1999).

(71)

stres di bidang akademis. Artinya, semakin tinggi self-efficacy siswa, maka semakin rendah stres akademis yang dialami. Sebaliknya, apabila semakin rendah self-efficacy yang dimiliki siswa, maka akan semakin tinggi stres akademik siswa yang termanifestasi dalam fisik, emosi dan kognitif siswa. Dalam Wisantyo (2010), juga dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara efikasi diri akademik dengan stres yang berarti bahwa keyakinan yang dimiliki mahasiswa terhadap kemampuan akademiknya akan mengurangi stres pada siswa.

Aspek perilaku juga memiliki hubungan dengan stres akademik mahasiswa. Pada aspek ini mahasiswa dengan perilaku SRL yang tinggi mampu merancang, merubah dan mempertahankan situasi belajar secara optimal mendekati tujuan belajar yang dibuat. Mahasiswa dengan perilaku SRL yang rendah, cenderung tidak mampu mengatur aktivitas belajarnya. Pada situasi ini biasanya mahasiswa akan belajar dengan sistem kebut semalam dalam menghadapi tugas atau ujian dan ia juga kurang mampu mencari informasi materi kuliah dari berbagai sumber, misalnya dosen, teman atau literatur. Sedangkan mahasiswa yang memiliki SRL tinggi akan merencankan aktivitas belajarnya, seperti mengatur aktivitas belajar jauh-jauh hari sebelum ujian/ sebelum batas akhir pengumpulan tugas, berusaha keras mencari informasi dan memanfaatkan waktu luang dengan belajar. Mahasiswa pada kategori ini akan cenderung memiliki stres yang lebih rendah karena beban akademis tidak menumpuk pada satu waktu.

(72)
(73)

54

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan negatif dan signifikan antara Self-Regulated Learning (SRL) dan stres akademik yang ditunjukkan dengan koefisien korelasi penelitian sebesar -0.315 dan taraf signifikasi 0.002 (p < 0.05). Artinya semakin tinggi SRL mahasiswa maka semakin rendah stres akademik yang dialami, sebaliknya semakin rendah SRL maka semakin tinggi stres akademik mahasiswa.

B. Saran

1. Bagi Mahasiswa

Berdasarkan hasil penelitian, maka mahasiswa diharapkan menggunakan SRL dalam aktivitas akademiknya sehingga tantangan atau hambatan dalam bidang akademik dapat dihadapi dan tidak menimbulkan stres akademik. Selain itu hal ini nantinya dapat berimbas pada kesuksesan akademik mahasiswa sendiri.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

(74)

55

(75)

56

DAFTAR PUSTAKA

Agolla, J.I. & Ongori, H. (2009). An assessment of academic stress among

undergraduate students: The Case of University of Botswana [Online]

Diunduh dari: http://www.academicjournals.org/ERR

Asaat, I.I., (2007). Persepsi Atas Program Akselerasi Dan Stres Akademik. Jurnal

Provitae, Vol 3, No 1

Azwar, S. (1999). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bandura, A. (1999). Self-efficacy in changing societies. New York: Cambridge University Press

Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya

Gupchup, G.V., Borrego, M.E., Konduri, N. (2004). The impact of student life

stress on health related quality of life among doctor of pharmacy students.

[Online] Diunduh dari: http://findarticles.com/p/articles/

mi_m0FCR/is_238/ai_n6124570/ ?tag=content;col Diakses: Juni 2011 Hardjana, A.M. (1994). Stres Tanpa Distres: Seni Mengelola Stres. Yogyakarta:

Kanisius

Kemala, I. & Hasnida (2005). Hubungan Antara Stres Dan Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-laki. Jurnal Psikologia, Vol.1

Kesici, S. & Erdogan, A. (2010). Mathematics anxiety according to middle school

students’ achievement motivation and social comparison [Online]

Diunduh dari: http://findarticles.com/p/articles/mi_qa3673/is_1_131/ ai_n56882602/ Diakses: November 2011

Misra, R. & McKean, M., (2000). College students’ academic stress and its relation to their anxiety, time management, and leisure satisfaction.

American Journal of Health Studies [Online] Diunduh dari:

http://findarticles.com/p/articles/mi_m0CTG/is_1_16/ai_65640245/. Diakses: Mei 2011

Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Haditono, S. R. (2004). Psikologi Perkembangan

Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada

(76)

Montalvo, F.T., & Torres, M.C.G., (2004). Self-regulated learning: current and future directions. Electronic Journal of Research in Educational

Psychology, 2 (1), 1-34, 1696-2095

Moore, W. (2006). Student stress [Online] Diunduh dari :http://www.chnnel4.com/health/microsites/09/4health/stress/syp_student. html. Diakses: April 2011

Nanwani, A.A. (2009). Faktor-Faktor Penyebab Stres Akademik Pada Siswa Kelas 5 SD Jubilee. Journal Psiko-Edukasi, Vol.7, 46-61

Ross, S.E., Niebling, B.C., & Heckert, T.M. (1999). Sources of stress among

college students [Online] Diunduh dari: http://findarticles.com/p/articles/

mi_m0FCR/ is_2_33/ai_62839434/pg_5/

Santrock, J.W. (2002). Life span development perkembangan masa hidup Edisi 5. Jakarta: Erlangga

. (2007). Psikologi Pendidikan edisi 3. Jakarta: Salemba Humanika Sarafino, E.P. (2008). Health psychology: biopsychosocial interactions. New

York: John Wiley & Sons

Siswanto, A. (2011). “ Pelajar Beringas, Ada Apa?”.Kedaulatan Rakyat 9 Desember 2011

Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Grasindo

Supratiknya, A. (2006). Menggugat Sekolah: Kumpulan Esai Psikologi Dan

Pendidikan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

Suryabrata, S. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada Tan, K.H., Chan., E.T. (2004). Agar Tangkas Mengatasi Hidup Panduan Praktis

Orang Tua Mendampingi Anak Menghadapi Kehidupan Yang Penuh

Stres. Jakarta: Prestasi Pustaka

Uyanto, S.S. (2009). Pedoman Analisis Data Dengan SPSS edisi 3. Yogyakarta: Graha Ilmu

Wisantyo, N.I. (2010). Stres Pada Siswa SMAN 3 Semarang Ditinjau Dari Efikasi

Diri Akademik Dan Jenis kelas [Online] Diunduh dari:

http://eprints.undip.ac.id/ view/type/thesis.html Diakses: November 2011 Wolters, C.A., Pintrich, P.R., & Karabenick, S.A. (2003). Assesing academic

(77)

http://www.childtrends.org/files/child_trends2003_03_12_pd_pdconfwpk. pdf.Diakses: Mei 2011

Womble, L.P. (2001). Impact of stress factors on college students academic

performance university of north carolina at charlotte [Online] Diunduh

dari: http://Journal.com. Diakses: April 2011

Woolfolk, A.E. (1995). Educational psychology 6th Ed. Boston: Allyn and Bacon Zimmerman, B.J. (1989). A social cognitive view of self regulated academic

learning. Journal of Educational Psychology, 81(3), 329-339

Netsains. (2009). Bunuh diri pada mahasiswa ternyata lebih umum [Online] Diunduh dari: http://netsains.com/2009/01/bunuh-diri-pada-mahasiswa-ternyata-lebih-umum. Diakses: 8 April 2011

Peraturan Akademik USD. (2002). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Tim Redaksi Kamus Pusat Bahasa. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi

(78)

59

(79)

LAMPIRAN 1

(80)

FORMAT SKALA TRYOUT

SKALA TRYOUT

Disusun Oleh: Heni Martini

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

(81)

KATA PENGANTAR

Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, saya selaku mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma memohon kesediaan teman-teman untuk meluangkan waktu sejenak guna berpartisipasi mengisi skala ini.

Skala ini bertujuan untuk kepentingan ilmiah yang semata-mata diharpkan nantinya dapat memberikan manfaat bagi para mahasiswa secara umum.

Dalam skala ini, tidak ada jawaban yang salah. Semua jawaban adalah benar jika hal tersebut sesuai dengan kondisi teman. Saya harapkan teman-teman menjawab dengan jujur, apa adanya dan tidak dipengaruhi oleh orang lain atau hal lain. Semua jawaban dan identitas yang teman-teman berikan akan saya jaga kerahasiaanya dan hanya akan saya gunakan untuk kepentingan penelitian.

Besar harapan saya agar teman-teman mengisi skala ini. Atas kerjasama dan kesedianya, saya ucapkan terima kasih

Hormat Saya,

(82)

PETUNJUK PENGISIAN

Berikut ini terdapat sejumlah pernyataan mengenai kondisi sehari-hari individu. Baca dan pahamilah setiap pernyataan tersebut. Berikan tanda centang (

) di kotak pilihan jawaban yang tersedia.

Pilihan salah satu dari ke empat pilihan jawaban:

SS : Jika pernyataan tersebut “Sangat Sesuai” dengan kondisi atau apa yang teman yang mencerminkan kondisi atau apa yang teman-teman alami.

Contoh cara pengisian:

Periksalah jawaban yang teman-teman, jangan sampai ada satu nomorpun yang terlewatkan.

(83)

1.1. Skala Stres Akademik

IDENTITAS DIRI

Fakultas :

Semester :

Jenis Kelamin :

No. Pernyataan Pilihan Jawaban

SS S TS STS

1. Saya mampu fokus pada pendidikan saya meskipun

sedang memiliki konflik dengan orang tua.

2. Meskipun nilai saya kurang baik, saya akan tenang saja

saat memberitahu orang tua.

3. Saya kesulitan menepati waktu/ kegiatan/ janji yang

telah terjadwal

4. Saya merasa tegang saat mendapatkan tempat duduk di

barisan paling depan dekat dengan dosen saat kuliah.

5. Saat memiliki banyak tugas yang bersamaan, saya sulit

mengerjakan semuanya dengan maksimal.

6. Saya akan mengucapkan selamat jika teman saya

mendapatkan nilai yang lebih baik.

7. Saya mengabaikan kritikan/ nasihat orang tua tentang

akademis saya.

8. Saya merasa tertantang mengerjakan semua tugas

kuliah dengan semaksimal mungkin dan tepat waktu.

9. Memikirkan nilai IPK yang akan saya peroleh

membuat saya susah tidur.

10. Kondisi fisik saya sehat meskipun materi ujian yang akan saya lalui sulit.

Gambar

Tabel 4. Distribusi Item Skala Self-Regulated Learning Setelah Uji Coba .....................
Gambar 1. Analisis Triadik Self-Regulated Learning ......................................................
Gambar 1. Analisis Triadik Self-Regulated Learning
Tabel 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dengan melihat dan mengeksplor tanggapan mengenai praktik kartu kredit syariah dalam hal ini aplikasi iB Hasanah Card dari berbagai sudut

Menurut Kemenkes RI (2014), klasifikasi hipertensi dibedakan menjadi sebagai berikut. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi hipertensi primer dan sekunder.

Misalnya tidak ditemukan kasus yang relevan dengan sistem pembakaran injeksi, maka HDOs bisa mencoba untuk mengganti sistem pembakaran tersebut dengan sistem pembakaran

Salah satu cara untuk  mendapat ketebalan yang tepat adalah dengan membuat garis – garis plesteran/patok pada dinding dengan arah vertikal dari atas ke bawah dengan jarak 1 -

Tanpa komunikasi upaya dalam penanggulangan bencana tidak efektif, baik pemerintah maupun masyarakat tidak tahu tentang situasi atau tidak tahu apa tindakan respons lainnya

Dalam aplikasinya di proses pengeringan kayu nilai di ujung-ujung ruas garis atau di sisi-sisi luar persegi panjang tersebut adalah temperatur yang diberikan

Pada bagian ke empat ini akan menjelaskan tentang proses yang terjadi di enkripsi dan dekripsi teks secara umum, langkah permainan engklek atau sunda manda yang dilakukan

Mindenekelőtt saját magunk számára kell világossá tennünk, hogy az iskolai magyarórákon nem általában „A ” MAGYAR NYELV grammatikáját tanítjuk, illet­ ve