Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Andina Prilajeng Nugraheni
NIM : 069114085
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
DHARMA YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Andina Prilajeng Nugraheni
NIM : 069114085
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
“Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah
menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.” (Markus 11:224)
Saat ku merasa tak berdaya. Saat ku merasa tak
ada jalan keluar. Namun Tuhan tetap memberikan
secercah cahaya kasih Nya untuk ku. Sehingga aku tak
merasa sendirian memanggul salib kehidupan ini.
(Andina Prilajeng Nugraheni)
Kekuatan terbesar yang mampu mengalahkan
kecemasan adalah kemampuan memilih pikiran yang
tepat. Orang akan menjadi lebih damai bila yang
dipikirkan adalah jalan keluar masalah.
(Mario Teguh)
Tugas kita bukanlahh untuk berhasil. Tugas kita
adalah untuk mencoba, karena di dalam mencoba
itulah kita menemukan dan belajar membangun
kesempatan untuk berhasil.
v
♫ The only one my luvly Jesus Christ
♫ Bunda Maria yang menjadi pengantara ku dalam
doa, sehingga terkabulnya permohonan ini
♫ Almarhum Papi ku tercinta FX. Suwandi yang selalu
mendoakan ku di surga
♫ Mami ku tercinta Enny Sugiarti yang dengan sabar
selalu mendoakan dan mendukung setiap langkahku
♫ Kakak ku tersayang yang selalu mensupport aku
♫ Luvly Abie (Yah) yang selalu mendorongku agar cepet
lulus ^_^
♫ Semua orang yang mengasihi dan mendukung ku
vii
Andina Prilajeng Nugraheni
ABSTRAK
Andina Prilajeng Nugraheni (2010). Hubungan antara Pola Pikir Negatif dan Kecemasan Berbicara di Depan Umum. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pola pikir negatif dan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa psikologi universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pola pikir negatif diidentifikasikan sebagai variabel bebas, sedangkan kecemasan berbicara di depan umum diidentifikasikan sebagai variabel tergantung. Subjek dalam penelitian ini adalah 100 mahasiswa psikologi universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dan dua skala pengukuran model Likert: yaitu skala pola pikir negatif dan skala kecemasan berbicara di depan umum yang disusun sendiri oleh penulis berdasarkan negative cognitive triad Beck (1985) dan aspek-aspek kecemasan berbicara di depan umum Rogers (2004). Koefisien reliabilitas pada skala pola pikir negatif sebesar 0.943 dan pada skala kecemasan berbicara di depan umum sebesar 0.932. Data penelitian ini dianalisis dengan teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,776 dengan probabilitas 0,000 (p< 0,01). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Ini berarti ada hubungan positif yang signifikan antara pola pikir negatif dan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa psikologi universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
viii
Andina Prilajeng Nugraheni
ABSTRACT
Prilajeng, Andina (2010). Relation between Mindset with Public Speaking Anxiety. Yogyakarta : Faculty of Psychology Sanata Dharma University. This research is to find out the relation between mindset and public speaking anxiety on college students faculty of psychology Sanata Dharma university. Mindset as independent variable. Public speaking anxiety was dependent variable. The subject of this research were one hundred college students faculty of Psychology Sanata Dharma university. This research use purposive sampling technique and two
measuring instrument that are scale of mindset from Beck’s theory (1985) and scale of public speaking from Roger’s theory (2004). This result of reliability scale test for mindset are 0,943 and for public speaking anxiety are 0,932 This research data is analysed with the technique of Product Moment from Pearson. Obtained correlation coefficient 0,776 with probability 0,000 (p< 0,01). This research result indicate that the hypothesis accepted. This means there is significant positivity relation between mindset with public speaking anxiety on college students faculty of psychology Sanata Dharma university.
x
pada penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini. Di saat penulis sudah menyerah
dan merasa semua yang dilakukan itu sia-sia, namun kuasa dan kasih Tuhan tetap
mengalir, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skiripsi ini
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Psikologi dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa
selesainya skripsi ini karena adanya bimbingan, dukungan, dan bantuan dari
berbagai pihak. Atas semuanya itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu melimpahkan cinta kasihNya kepada
penulis, serta berkat terkabulnya doa ini atas perantara Bunda Maria.
2. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
3. Ibu Dr. Tjipto Susana selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
membantu dan memberikan saran serta kritik kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Minto Istono, S.Psi., M. Si., selaku dosen pembimbing akademik
5. Bapak Y. Agung Santoso, S.Psi yang telah banyak memberikan pengetahuan
dan saran tentang persoalan statistik
6. Bapak V. Didik Suryo H, S.Psi., M.Si yang banyak membantu penulis dalam
xi
terimakasih ya bu karena sudah mengijinkan penulis masuk kelas untuk
ambil data penelitian.
8. Seluruh staf non akademik Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma :
Pak Gie yang selalu ceria memberikan senyum yang hangat dan ramah
kepada kami. Penulis pasti akan selalu merindukan senyum pak Gie yang
dapat menentramkan hati (^_^). Mas Gandung yang selalu ramah
memberikan pelayanan di sekretariat, Mas Mujai yang selalu bersedia
membantu kami semua dalam mata kuliah tes-tes psikologi. Tetap ceria ya
mas. Penulis pasti kangen mendengar suaranya Mas Muj yang aduhai saat
nyayi, hehehehe…. Mas Doni yang setia menjaga ruang baca dan membantu
ngurus-ngurus viewer. Terimakasih ya mas….
9. Almarhum Bapak yang terkasih. Terimakasih ya pak atas cintanya yang
selalu diberikan kepada penulis. Akhirnya putrimu ini bisa mendapat gelar
sarjana psikologi, sesuai dengan harapan bapak. Penulis sangat
merindukanmu Pak. Love you so much….. Terimakasih juga buat Mami
atas cintanya, pengorbanannya dan dukungannya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan kuliah dan mendapat gelar sarjana yang sangat dimimpikan
selama ini. Maaf ya Mi kalau putrimu ini selalu menyusahkan Mami. Love
xii
11. My luvly, Abie (Yah)…Terimakasih atas cintanya selama setahun ini dan
dorongannya agar penulis cepat lulus. Nah sekarang giliran Yah ya yang
harus kerja keras biar cepet lulus. I’ll waiting for u. Love you (
)
12. Mbak Nia luvlynya mas Tenang. Makasih ya mbak atas doa dan
dorongannya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ayuks mbak
kapan kita ke pantai, rencana buat double date (^_^)
13. Spicy girl yang bola bali pecah. Kapan niy rekrut lagi..? Hehehehe…..
Trimakasih ya atas keceriaan kalian. Thiya, Cece Mee, Didi, Nita, Thea dan
dua pembokat (Bekti & Inem) yang selalu kompak melayani kami,
Xixixixii… Buat Nita Kentir makasih ya dah jadi partner penelitian, suka
duka kita jalani bersama, walaupun badai menghadang tetap kita terjang
terus sampai titik darah penghabisan (alay mode on, hahahahaha…) Buat
Thea tumpah ruah, makasih ya atas supportnya selama ini. Semangat ya
nyelesein skripswiitnya, sampai ketemu di panggung bulan April 2011,
hahahahaha…… Buat Bekti makasih ya dah banyak membantu dalam
penyelesaian skripsi ini. Makasih juga buat tumpangan tidurnya ya, ditunggu
lowh kontrak di Casa Grande, pasti tiap hari aku nginep disana sekalian
nemenin kamu, so swiit kan (^_^). Buat Didi semangat cari kerja di Jakarta
xiii
saudara lainnya terimakasih ya atas cinta, doa, dan dorongannya kepada
penulis selama ini. Love you all…..
15. Keluarga Jogja dan Bandung makasih ya atas doa dan supportnya selama ini.
16. Temen-temen deketku Dinda, Resti, dan Indra makasih ya dah kasih
semangat, dan menjadi sahabat yang baik bagi penulis. Moga kita selalu bisa
menjaga hubungan baik ya. Amin
17. Buat Sisri dan Megot yang selalu memberikan semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga atas kebersamaan kalian selama
2 tahun di mantan kos kita yang tercinta. Suka duka kita jalani bersama
sampai-sampai digosipin tetangga-tetangga depan dan sebelah. Susah siy ya
jadi artis, sering digosipin, hahahaha…. Pokoknya lope you all
18. Keluarga Solo yang gaul (ada budhe gaul, om n tante Toto, dan si pintar)
terimakasih atas dukungan dan kekompakan kalian ya. Kapan-kapan maen
ke satu titik Solo lagi dey….Tunggu kedatangan Andin + Nita ya….
Hehehehehe…..
19. Mahasiswa universitas Sanata Dharma Yogyakarta terimakasih atas bantuan
dan partisipasi kalian semua dalam pengambilan data ini.
20. Mahasiswa psikologi angkatan 2006, terimakasih ya atas supportnya kepada
xv
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING………..ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………...iii
HALAMAN MOTTO………..iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………...v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...vi
ABSTRAK ………...vii
ABSTRACT………...……… viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…...………. ix
KATA PENGANTAR……….. x
DAFTAR ISI……….. xv DAFTAR TABEL……..………. xviii
BAB I PENDAHULUAN………. 1
A. Latar Belakang Masalah………... 1
B. Rumusan Masalah………. 6
C. Tujuan Penelitian……….. 6
D. Manfaat Penelitian……… 6
1. Manfaat Teoritis……… 6
2. Manfaat Praktis………. 7
BAB II TINJAUAN TEORITIS……… 8
xvi
4. Faktor –faktor Kecemasan Berbicara di Depan Umum………….13
B. Pola Pikir Negatif……… 16
1. Pengertian Pola Pikir Negatif……… 16
2. Komponen Pola Pikir Negatif………... 19
C. Hubungan Pola Pikir Negatif dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum……….. 21
D. Hipotesis………. 25
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……… 26
A. Jenis Penelitian……… 26
B. Variabel Penelitian……….. 26
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian……… 26
D. Subjek Penelitian………. 28
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data……….. 32
1. Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum……….. 35
2. Skala Pola Pikir Negatif……… 36
F. Validitas, Seleksi Item, dan Reliabilitas……….. 38
1. Validitas Alat Tes……….. 38
2. Seleksi Item………... 40
a. Kecemasan Berbicara di Depan Umum……….. 41
xvii
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 48
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian………. 48
B. Deskripsi Subjek ………. 49
C. Deskripsi Data Penelitian……… 50
D. Analisis Data Penelitian……….. 54
1. Uji Asumsi………. 54
a. Uji Normalitas………. 54
b. Uji Linearitas………... 55
2. Uji Hipotesis Hubungan……… 56
E. Pembahasan………. 58
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 62
A. Kesimpulan ………...………..62
B. Saran ………...62
DAFTAR PUSTAKA………...64
xviii
Tabel 2 : Blue Print Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum
Sebelum Uji Coba……….36
Tabel 3 : Blue Print Skala Pola Pikir Negatif Sebelum Uji Coba…………....38
Tabel 4 : Distribusi Aitem Proporsional Sahih dan Gugur pada Skala Kecemasan Berbicara di Depan………..43
Tabel 5 : Blue Print Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum Setelah Uji Coba Proporsional Jumlah)………...44 Tabel 6 : Distribusi Aitem Proporsional Sahih dan Gugur pada Skala Pola Pikir Negatif………..45
Tabel 7 : Blue Print Skala Pola Pikir Negatif Setelah Uji Coba (Proporsional Jumlah)………...46
Tabel 8 : Data Subjek Penelitian………..49
Tabel 9 : Hasil Analisis Deskriptif………...50
Tabel 10 : Kategori dan Distribusi Skor Pola Pikir Negatif………...52
Tabel 11 : Kategori dan Distribusi Skor Kecemasan Berbicara di Depan Umum………...53
Tabel 12 : Hasil Uji Normalitas Sebaran………...55
Tabel 13 : Hasil Uji Linearitas………...56
Tabel 14 : Hasil Uji Korelasi Kecemasan Berbicara di Depan Umum
1
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dunia pendidikan sangat erat kaitannya dengan komunikasi. Elliot,
Kratochwill, Littlefield, Cook, dan Trevers, (2000) menyatakan bahwa
komunikasi memegang peranan dalam pemantapan pembelajaran dan perilaku
yang diharapkan, hubungan interpersonal antara guru dengan siswa,
penyampaian instruksi, bertanya, memuji dan umpan balik individu.
Selanjutnya Arismunandar (dalam Fransiska 2007) mengemukakan bahwa
komunikasi dan interaksi di dalam kelas sangat menentukan efektivitas dan
mutu pendidikan.
Bentuk-bentuk komunikasi yang dilakukan oleh mahasiswa pada saat
proses belajar di kelas antara lain bertanya pada dosen, presentasi tugas, dan
diskusi kelompok. Semua kegiatan tersebut menuntut mahasiswa untuk
berbicara dan mengemukakan pendapat atau ide-ide secara lisan di depan
orang banyak. Begitu juga pada mahasiswa psikologi Sanata Dharma, dimana
sebagai calon psikolog, mahasiswa harus memiliki kemampuan yang baik
untuk berbicara di depan umum. Hal ini dikarenakan para lulusan psikologi
dalam dunia kerjanya seringkali berhadapan dengan banyak orang. Bidang
pekerjaan yang dapat digeluti oleh para lulusan psikologi antara lain sebagai
trainer, konsultan, staf pengajar, maupun pembicara dalam suatu program
peneliti, dan Human Resource Development (HRD) pun membutuhkan
ketrampilan berbicara di depan umum. Misalnya seorang HRD juga memiliki
tugas mempresentasikan hasil kerjanya ketika rapat perusahaan berlangsung.
Maka dari itu sebagai seorang HRD harus memiliki ketrampilan untuk
berbicara di depan umum.
Metode pembelajaran yang seringkali diterapkan pada Fakultas
Psikologi Sanata Dharma adalah diskusi kelompok dan presentasi di depan
kelas, baik secara kelompok maupun perorangan. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk melatih para mahasiswa berbicara di depan orang banyak, sehingga
dapat menjadi bekal untuk menggeluti bidang kerja yang nanti digelutinya
setelah lulus kuliah. Akan tetapi tak jarang mahasiswa mengalami kecemasan
berbicara di depan umum baik pada saat diskusi kelompok, bertanya pada
dosen, maupun presentasi di depan kelas (hasil pengamatan dari penulis pada
bulan Februari 2010). Hal ini juga didukung dari hasil wawancara terhadap
beberapa mahasiswa Fakultas Psikologi Sanata Dharma. Mereka
mengungkapkan bahwa mereka merasa grogi dan takut ketika melakukan
presentasi di kelas. Ciri-ciri kecemasan yang mereka alami ini antara lain
denyut jantung yang berdetak kencang, tangan terasa dingin, dan merasa
deg-degan.
Kecemasan yang dialami oleh mahasiswa saat berbicara di depan
umum merupakan salah satu hambatan komunikasi (communication
apprehension). Burgoon dan Ruffner (1978) dalam buku “Human
yang tepat untuk menggambarkan reaksi negatif dalam bentuk kecemasan
yang dialami seseorang dalam pengalaman komunikasinya, misalnya
kecemasan berbicara di muka umum.
Demam panggung dan kecemasan berbicara di depan umum
merupakan tipe kecemasan sosial yang umum (Nevid, Rathus, & Greene,
2003). Buss (dalam Mark, 1983) mengklasifikasikan empat tipe dalam
kecemasan sosial antara lain perasaan malu karena tidak mampu menghasilkan
perilaku yang diharapkan, kecemasan berbicara, keadaan memalukan terhadap
pelanggaran sosial yang dilakukan, dan rasa malu karena rendah diri dan
menganggap diri negatif. Kecemasan berbicara merupakan ketakutan,
ketegangan untuk berbicara di depan para pendengar. Suatu survey acak
terhadap 500 penduduk Winnipeg, Manitoba ditemukan bahwa 1 diantara 3
orang mengalami kecemasan yang berlebihan ketika berbicara di depan
umum, yang mempunyai pengaruh buruk yang cukup signifikan terhadap
hidup mereka (Nevid, Rathus, & Greene, 2003).
Kecemasan berbicara di depan umum bersifat subjektif biasanya
ditandai dengan gejala fisik dan psikologis. Gejala fisik yaitu tangan
berkeringat, jantung berdetak lebih cepat, dan kaki gemetaran. Gejala
psikologis adalah takut akan melakukan kesalahan, tingkah laku yang tidak
tenang, dan tidak dapat berkonsentrasi dengan baik (Matindas, 2003). Individu
yang merasa cemas, dalam dirinya akan terjadi gangguan antisipasi atau
rasa khawatir, gelisah, dan individu menjadi tidak mampu menemukan
penyelesaian terhadap masalahnya (Hurlock, 1997).
Pola pikir seseorang sangat membantu dalam mengatasi masalah yang
berhubungan dengan suasana hati (mood) seperti depresi, kecemasan,
kemarahan, kepanikan, kecemburuan, rasa bersalah, dan rasa malu. Apabila
seseorang memiliki pola pikir yang positif maka individu tersebut dapat
mengatasi masalah yang berhubungan dengan suasana hati. Sebaliknya apabila
seseorang mempunyai pola pikir yang negatif, maka individu tersebut
cenderung menjadi depresi, cemas, panik, dan muncul perasaan bersalah yang
pada akhirnya akan mengganggu interaksi sosialnya. Meskipun berpikir
positif bukanlah solusi terhadap berbagai masalah kehidupan, tetapi pemikiran
akan membantu menentukan suasana hati yang dialami dalam situasi tertentu.
Begitu individu mengalami suasana hati tertentu, suasana hati tersebut akan
disertai dengan pemikiran lain yang mendukung dan memperkuat suasana hati
(Kuncoro, 2004).
Kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa mayoritas
disebabkan oleh pola pikir negatif mereka. Hal ini didukung oleh
pernyataan-pernyataan para ahli tentang faktor yang berperan dalam munculnya
kecemasan berbicara di depan umum. Guest (dalam Dewi & Andrianto, 2006)
mengungkapkan bahwa kecemasan tersebut dapat bersumber dari pola
berpikir, dan persepsi negatif terhadap situasi atau diri sendiri. Nevid et al.
(2003) dalam bukunya menjelaskan bahwa salah satu faktor yang
negatif. Pola pikir yang biasa muncul ketika individu mengalami kecemasan
antara lain prediksi berlebihan terhadap rasa takut, keyakinan yang irasional,
sensitivitas berlebihan terhadap ancaman, sensitivitas kecemasan, salah
mengatribusi sinyal-sinyal tubuh, dan self efficacy yang rendah. Williams,
Watts, Macleod & Mathews (1990) mengungkapkan bahwa pada umumnya
kecemasan berbicara di depan umum lebih sering disebabkan oleh pikiran
individu tersebut yang negatif dan tidak rasional. Adapun penelitian yang telah
dilakukan oleh Dewi dan Andrianto (2006) yang menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pola pikir negatif dengan kecemasan berbicara di depan
umum pada mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan
untuk populasi lain karena subjek penelitian yang diambil hanya dari
mahasiswa FKIP angkatan 2003 Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Hal
ini sesuai dengan pendapat dari Hadi (2000) yang menyatakan bahwa sampel
merupakan subset atau bagian dari populasi yang akan diamati, sehingga
kesimpulan dari populasi diambil dari kesimpulan yang diperoleh dari sampel.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan ini di Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Osborne (2004) mengungkapkan bahwa kecemasan berbicara muncul
karena takut terhadap pendengar yaitu takut ditertawakan orang, takut bahwa
dirinya akan menjadi tontonan orang, takut bahwa apa yang akan
dikemukakan mungkin tidak pantas untuk dikemukakan, dan takut bahwa
perasaan ini muncul karena melemahnya rasa percaya diri sehingga dalam
pikiran seseorang muncul pikiran-pikiran negatif mengenai dirinya. Basuki
(2003) menyatakan bahwa setiap orang memiliki pola-pola pikiran tertentu
dan secara sadar atau tidak sadar mereka berusaha berperilaku untuk
mewujudkan apa yang dalam pikirannya itu. Pikiran yang kerdil akan
membuat seseorang menjadi kerdil. Seseorang yang sering mengalami
musibah, selalu cemas atau selalu memikirkan kecelakaan.
Kecemasan yang biasa terjadi lebih banyak dipengaruhi oleh pola pikir
seseorang yang menganggap dirinya tidak seperti orang lain, menilai diri
sendiri begitu tajam sehingga sekilas seseorang tidak berani mencoba sesuatu
yang tidak dikuasai dengan sangat sempurna. Bahkan beberapa orang selalu
mengingat terus menerus sesuatu yang menakutkan sehingga mereka sering
menteror diri mereka sendiri. Sebenarnya semua dapat berjalan dengan lancar
apabila seseorang tidak merasa putus asa dan tidak terlalu memikirkan hal-hal
menakutkan yang belum terjadi atau memikirkan bahwa dirinya akan gagal
(Williams, 2004).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti
tentang pola pikir negatif dengan kecemasan berbicara di depan umum. Hal
ini disebabkan karena kecemasan berbicara di depan umum cenderung
dipengaruhi oleh pola pikir negatif orang tersebut. Beck (dalam Santosa,
1988) melalui tesisnya mengemukakan bahwa jika seseorang mengalami
kecemasan, maka orang tersebut memiliki pikiran yang tidak logis dan
itu sendiri. Maka mahasiswa dapat mengubah pola pikir yang negatif menjadi
pola pikir yang rasional, sehingga dapat mencegah terjadinya kecemasan
berbicara di depan umum.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara pola pikir negatif
dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa psikologi
Sanata Dharma?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti hubungan antara pola
pikir negatif dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa
psikologi Sanata Dharma.
D. MANFAAT PENELITIAN a. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan
psikologi yang dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa melakukan
refleksi yang berkaitan dengan hubungan antara pola pikir negatif dengan
8
A.Kecemasan Berbicara di Depan Umum 1. Kecemasan
Kecemasan adalah suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan
bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Kecemasan juga dapat
diartikan sebagai respons yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan
bisa menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi
ancaman atau jika kecemasan itu datang tanpa ada penyebabnya (Nevid, et
al, 2003).
Dalam kamus istilah (Caplin dalam Kartini Kartono, 2002)
kecemasan merupakan perasaan campuran antara ketakutan dan
keprihatinan mengenai rasa-rasa mendatang tanpa sebab khusus untuk
ketakutan tersebut. Daradjat (1969) menjelaskan kecemasan sebagai
manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi
ketika seseorang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan tekanan
batin (konflik).
Istilah kecemasan mengacu pada perasaan tidak nyaman atau
ketakutan, ditambah dengan beberapa gejala fisik yang tidak
menyenangkan (Frorggatt dalam Amir, 2004). Sementara itu Lazarus
a. Kecemasan sebagai respon, digambarkan sebagai suatu pengalaman
yang dirasakan tidak menyenangkan serta diikuti dengan perasaan
gelisah, bingung, khawatir, dan takut.
b. Kecemasan sebagai intervening variable yaitu kecemasan sebagai
motivating solution, artinya situasi kecemasan tersebut dapat mendorong
individu agar dapat mengatasi masalah.
Secara umum, kecemasan dapat dibagi dalam dua kategori, yakni state
anxiety dan trait anxiety. Ketakutan yang tidak proporsional terhadap
situasi tertentu disebut dengan state anxiety. Jenis kecemasan ini
merupakan kondisi emosi yang bersifat sementara dan berlangsung untuk
situasi tertentu saja. Jenis kecemasan berikutnya adalah trait anxiety. Trait
anxiety merupakan jenis kecemasan yang lebih menetap dan menyebar ke
berbagai aspek kehidupan individu. Individu merasa cemas, kapan dan
dimana saja, jika dia menganggap sesuatu yang berbahaya akan menimpa
dirinya (Bender, Anastasi & Urbina dalam Amir, 2004). State anxiety tinggi
adalah respon individu ketika dihadapkan dengan situasi mengancam. Trait
anxiety tinggi merujuk pada kecenderungan umum individu untuk
merespon berbagai situasi (Spielberger dalam Amir, 2004).
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
kecemasan adalah suatu respon berupa perasaan takut, khawatir, gelisah,
bingung, dan tidak nyaman yang ditandai dengan gejala fisik dan
psikologis, ketika seseorang dihadapkan pada situasi yang dianggap tidak
2. Kecemasan berbicara di depan umum
Kecemasan berbicara di depan umum merupakan perasaan takut
ketika berbicara di depan sekelompok orang, dan hal ini merupakan sesuatu
yang wajar bagi setiap individu (dalam arti semua orang memilikinya),
hanya saja satu permasalahan yang harus diselesaikan yaitu bagaimana cara
mengontrol kecemasan tersebut (Lucas dalam Anwar, 2009). Kecemasan
berbicara di muka umum diistilahkan Devito (dalam Matindas, 2003)
dengan speaker apprehension yaitu fenomena berbicara yang berpusat pada
pembicara. Menurut APA Dictionary Psychology (2006), kecemasan
berbicara di depan umum adalah ketakutan berbicara atau memberikan
presentasi di depan umum dan seseorang menganggap bahwa orang lain
menilai dirinya negatif dan memalukan.
Beaty (dalam Opt & Loffredo, 2000) menyebut kecemasan
berbicara di depan umum dengan istilah “communication apprehension”.
Beaty menjelaskan bahwa kecemasan berbicara di depan umum merupakan
bentuk dari perasaan takut atau cemas secara nyata ketika berbicara di
depan orang-orang sebagai hasil dari proses belajar sosial. McCroskey
(1984) menyebutkan ada empat jenis Communication Apprehension (CA)
yaitu CA as a trait, CA in generalized context, CA with generalized people,
CA as a state. Kecemasan berbicara di depan umum termasuk dalam jenis
CA in generalized context. Beberapa individu mengalami kecemasan hanya
pada kondisi tertentu yang menimbulkan kecemasan dalam berkomunikasi.
umum berpusat pada pembicara. Konteks yang paling banyak ditemui
adalah berbicara di depan umum (public speaking), misalnya memberikan
pidato, presentasi di depan kelas, pada saat pertemuan. Individu akan mulai
mengalami kecemasan ketika mulai membayangkan sampai
berlangsungnya pengalaman berbicara di depan umum. Kecemasan
berbicara di depan umum juga termasuk dalam kategori state anxiety. Hal
ini disebabkan kecemasan ini bersifat sementara dan berlangsung untuk
situasi tertentu saja yaitu ketika seseorang berbicara depan umum.
Berbicara di depan umum dengan pembicaraan biasa memiliki
perbedaan konteks. Konteks pembicaraan biasa, individu merasa aman
untuk menyampaikan pikiran-pikirannya. Bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari pembicaraan biasa adalah adanya proses memberi dan
menerima, proses komunikasi dua arah (dialog). Pada saat berbicara di
depan umum, individu tersebut menjadi pemimpin dan memegang kendali
penuh dari banyak orang. Proses komunikasi dalam berbicara di depan
umum adalah satu arah (monolog). Ketakutan dan kecemasan berbicara di
depan umum ditandai dengan perasaan gelisah dan tertekan (Rogers dalam
Anwar, 2009).
Berdasarkan APA Dictionary Psychology (2006) kecemasan
berbicara di depan umum merupakan salah satu bentuk kecemasan sosial.
Kecemasan sosial adalah ketakutan situasi sosial (antara lain: kecemasan
dalam komunikasi interpersonal, melakukan meeting atau berkencan) yang
padanya atau berpikiran bahwa orang lain selalu menilai dirinya secara
negatif (misalnya: seseorang yang berpikiran bahwa dirinya bodoh).
Kecemasan berbicara di depan umum bersifat subjektif biasanya
ditandai dengan gejala fisik dan psikologis. Gejala fisik yaitu tangan
berkeringat, jantung berdetak lebih cepat, dan kaki gemetaran. Gejala
psikologis adalah takut akan melakukan kesalahan, tingkah laku yang tidak
tenang, dan tidak dapat berkonsentrasi dengan baik (Matindas, 2003).
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa
kecemasan berbicara di depan umum adalah kecemasan yang dialami
seseorang ketika dihadapkan pada situasi tertentu (saat berbicara di depan
umum) dan beranggapan bahwa orang lain menilai dirinya negatif.
Kecemasan ini biasanya ditandai dengan gejala fisik dan psikologis.
3. Komponen kecemasan berbicara di depan umum
Rogers (2004) membagi komponen kecemasan berbicara di depan
umum menjadi tiga yaitu:
a. Komponen fisik yang biasanya dirasakan jauh sebelum memulai
pembicaraan. Komponen fisik ini meliputi perilaku yang tampak ketika
seseorang mengalami kecemasan berbicara di depan umum. Gejala fisik
tersebut dapat berbeda tiap orangnya. Beberapa contoh gejala fisik yang
dimaksud adalah berbicara terbata-bata, suara yang bergetar, kaki
gemetar, berkeringat, sulit untuk bernafas, dan hidung berlendir.
b. Komponen proses mental misalnya: sering mengulang kata atau
fakta secara tepat dan melupakan hal-hal yang sangat penting. Selain itu
juga tersumbatnya pikiran sehingga membuat individu yang sedang
berbicara tidak tahu apa yang harus diucapkan selanjutnya.
c. Komponen emosional meliputi adanya perasaan tidak mampu, rasa
takut yang biasa muncul sebelum individu tampil dan rasa kehilangan
kendali. Biasanya secara mendadak muncul rasa tidak berdaya seperti
anak yang tidak mampu mengatasi masalah, munculnya rasa panik dan
rasa malu setelah berakhirnya pembicaraan.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum
Kecemasan berbicara di depan umum dipengaruhi oleh beberapa
faktor. McIntyre dan Thivierge (dalam Roarch, 1999) menemukan bahwa
ciri umum ektraversi, kestabilan emosi, dan intelektualitas secara signifikan
berhubungan dengan kecemasan berbicara di depan umum. Faktor lain
yang mempengaruhi kecemasan berbicara di depan umum adalah citra raga
individu (Triana, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa
Universitas Islam Indonesia menunjukkan bahwa semakin positif citra raga
individu maka semakin rendah kecemasannya dalam berbicara di depan
umum. Sebaliknya semakin negatif citra raga individu, maka kecemasan
berbicara di depan umum semakin tinggi.
Matindas (2003) mengungkapkan bahwa keyakinan atau
kepercayaan diri seseorang sangat berpengaruh terhadap kecemasannya di
cemas menandakan adanya ketegangan yang sangat besar dalam dirinya.
Ketegangan inilah yang menyebabkan tersumbatnya memori atau
terganggunya kemampuan mengingat, keluar keringat dingin dan jantung
berdebar.
Rogers (2004) mengungkapkan bahwa faktor yang sangat
berpengaruh terhadap kecemasan berbicara di depan umum adalah pola
pikir yang keliru. Seseorang yang hendak berbicara di depan umum
berpikir bahwa dirinya sedang “diadili”, merasa bahwa penampilan dan
gerak-gerik serta ucapannya sedang menjadi perhatian banyak orang. Hal
yang senada juga diungkapkan oleh Dewi dan Andrianto (2006) melalui
penelitiannya yang menunjukkan adanya hubungan antara pola pikir
dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa fakultas
keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Muhamadiyah Purwokerto.
Burgoon & Ruffner (1978) dalam bukunya yang berjudul “Human
Communication” mengungkapkan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap kecemasan berbicara di depan umum adalah kurangnya
pengalaman atau adanya pengalaman yang tidak menyenangkan yang
dirasakan individu. Hal ini mengakibatkan individu cenderung mempunyai
pola pikir negatif dan kemudian menghindari bicara di depan umum.
Individu meyakini bahwa kejadian yang buruk akan terjadi. Meskipun pada
kenyataannya tidak semuanya pikirannya akan menjadi kenyataan
Selain itu Opt dan Loffredo (2000) melakukan penelitian yang
menunjukkan adanya tiga faktor kecemasan berbicara di depan umum,
antara lain:
a. Individu ekstravert dan introvert
Individu yang ekstravert mempunyai kecemasan berbicara di depan
umum yang lebih rendah daripada individu yang introvert. Alasannya,
individu yang ekstravert lebih senang bergaul dengan siapa saja,
mereka lebih menyukai komunikasi face to face dan juga mengambil
kesempatan dalam sebuah kelompok. Individu yang introvert tidak
banyak berkomunikasi dengan orang-orang apalagi jika harus
berbicara di depan banyak orang.
b. Individu yang melihat sesuatu dengan intuisi (intuitors) atau dengan
panca indra (sensors).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intuitors mempunyai
kecemasan yang rendah daripada sensors ketika berbicara di depan
umum. Intuitors sangat mentolerir adanya perbedaan pendapat.
Sedangkan sensors memandang sesuatu seperti yang dilihatnya, tanpa
memikirkannya lebih jauh. Hal ini yang akan menghasilkan
kecemasan.
c. Individu yang menggunakan pola pikir positif mempunyai kecemasan
yang lebih rendah daripada individu yang berpola pikir negatif.
Individu yang berpola pikir positif akan melihat segala hal dari sisi
berbicara di depan umum. Individu dengan pola pikir negatif lebih
menggunakan perasaannya, lebih mudah stress, dan mengekspresikan
kecemasan karena selalu focus pada pendapatnya sendiri.
B.Pola Pikir Negatif
1. Pengertian pola pikir negatif ketika berbicara di depan umum
Pola adalah suatu urutan aktivitas netral yang dapat diulang. Dalam
praktik. Pola adalah setiap konsepsi, gagasan, buah pikiran atau kesan yang
senantiasa dapat diulang-ulang. Suatu pola dapat menyatu pada urutan
konsepsi dan gagasan yang dapat diulang-ulang. Suatu pola dapat pula
menyatu pada susunan pola yang lain, yang secara bersama-sama
membentuk suatu pendekatan terhadap suatu masalah, segi pandangan dan
cara untuk mengamati sesuatu. Pola selalu merupakan pola buatan yang
diciptakan oleh pikiran. Pikiran adalah suatu sistem pembuat pola (Bono,
dalam Sutoyo, 1987).
Berpikir dapat didefinisikan sebagai proses menghasilkan
representasi mental yang baru melalui transformasi informasi yang
melibatkan interaksi secara komplek antara atribut-atribut mental seperti
penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi, dan pemecahan masalah (Glass,
Holyoak & Solso dalam Suharnan, 2005).
Berpikir merupakan eksplorasi pengalaman yang dilakukan secara
sadar dalam mencapai suatu tujuan (Bono dalam Sutoyo, 1987). Menurut
informasi secara kognitif dengan memanfaatkan persepsi, konsep-konsep,
simbol-simbol, dan gambar.
Definisi berpikir menurut APA Dictionary Psychology (2006) yaitu
aktivitas kognitif berupa gagasan, gambaran, proses mental atau
pengolahan informasi dari pengalaman dan manipulasi. Aktivitas berpikir
ini meliputi membayangkan sesuatu, mengingat, pemecahan masalah,
mimpi, asosiasi bebas, pembentukan skema dan proses lainnya. Pikiran
memiliki dua karakteristik yaitu:
1) Berpikir merupakan aktivitas yang tidak tampak dan tidak dapat diamati
secara langsung tetapi dapat diduga melalui perilaku atau penilaian diri
2) Berpikir merupakan proses simbolis yang meliputi proses symbol mental
atau gambaran alami yang tidak jelas dan kontroversial
Komponen dasar di dalam berpikir (Mayer dalam Solso, 1988) antara lain:
a. Berpikir adalah aktivitas kognitif yang terjadi di dalam mental atau
pikiran seseorang, tidak tampak tetapi dapat disimpulkan berdasarkan
perilaku yang tampak.
b. Berpikir merupakan suatu proses yang melibatkan beberapa manipulasi
pengetahuan di dalam sistem kognitif. Pengetahuan yang pernah dimiliki
(tersimpan di dalam ingatan) digabungkan dengan informasi sekarang
sehingga mengubah pengetahuan seeorang mengenai situasi yang sedang
dihadapi
Pola pikir menurut Williams (2004) merupakan kecenderungan
manusiawi yang dinamis sehingga dapat berpengaruh terhadap kehidupan.
Pola pikir seseorang dapat membantu dalam menyelesaikan masalahnya,
dapat pula merugikannya. Pola pikir tersebut dibagi menjadi dua antara
lain:
a. Pola pikir positif yaitu kecenderungan individu untuk memandang
segala sesuatu dari segi positifnya dan selalu berpikir optimis
terhadap lingkungan serta dirinya sendiri. Pola pikir inilah yang
dapat membantu individu dalam mengatasi masalahnya.
b. Pola pikir negatif yaitu kecenderungan individu untuk memandang
segala sesuatu dari sisi negatif. Individu dengan pola pikir negatif
selalu menilai bahwa dirinya tidak mampu, terus-menerus
mengingat hal-hal yang menakutkan. Pola pikir negatif lebih
memberikan dampak yang merugikan bagi kehidupan individu.
Reaksi emosional diakibatkan oleh cara berpikir seseorang. Pada saat
seseorang mempunyai pemikiran tertentu dan meyakininya, maka orang itu
akan mengalami respon emosional seketika. Jadi pemikiran seseorang dapat
menciptakan suatu emosi (Burns, dalam Wong, 1993)). Hal senada juga
diungkapkan oleh Beck (1979 dalam Santosa 1988) melalui tesisnya yaitu
jika seseorang mengalami depresi atau kecemasan, maka orang tersebut
memiliki pikiran yang tidak logis dan negatif.
Beck (1985) menjelaskan bahwa gangguan pikiran dapat
takut akan kegagalan, maka pemikirannya selalu dipenuhi ketakutan
terhadap kegagalan. Mereka memandang masa depannya dengan rasa
pesimis, yang dilihat hanya adanya kemungkinan untuk gagal. Interpretasi
terhadap dirinya negatif, pesimis, takut akan kegagalan, dan kurang
memiliki keinginan untuk meraih sukses. Pikiran-pikiran akan kemungkinan
kegagalan, adanya rasa pesimis dapat menimbulkan gangguan emosi.
Menurut Leary (1983) pola pikir negatif ketika berbicara di depan
umum merupakan pikiran atau keyakinan irasional yang menyebabkan
individu mengalami kecemasan sosial (kecemasan berbicara di depan
umum). Pernyataan ini didukung oleh Rogers (2004) yang mengungkapkan
bahwa pola pikir yang keliru mempengaruhi kecemasan berbicara di depan
umum. Seseorang yang hendak berbicara di depan umum berpikir bahwa
dirinya sedang “diadili”, merasa bahwa penampilan dan gerak-gerik serta
ucapannya sedang menjadi perhatian banyak orang.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa pola
pikir negatif ketika berbicara di depan umum adalah buah pikiran individu
yang memandang dirinya dari sudut pandang negatif dan tidak logis ketika
berbicara di depan umum sehingga dapat menimbulkan kecemasan.
2. Komponen pola pikir negatif
Menurut Beck (1967) terdapat tiga pola pikir negatif yang biasa
disebut tritunggal tata kognitif negatif (negatif cognitive triad). Komponen
a. Pandangan negatif terhadap diri adalah menginterpretasi atau
memandang dirinya secara negatif.
Misalnya: Saya bodoh, tidak berguna, tidak berharga, gagal
b. Pandangan negatif terhadap dunia dan kejadian yang menimpa dirinya
berisi penolakan-penolakan dan kegagalan-kegagalan
Contohnya: tidak ada harapan yang bagus, kehidupan hanya berupa
rangkaian percobaan
c. Pandangan negatif terhadap masa depannya merupakan anggapan dan
pandangan negatif akan masa depannya
Misalnya: Saya tidak mampu membuat suatu perubahan dan akan selalu
seperti ini.
C. Hubungan antara pola pikir negatif dengan kecemasan berbicara di depan umum
Kecemasan adalah perasaan yang dialami seseorang ketika berpikiran
tentang sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi atau akan timbul
karena berbagai alas an dan situasi. Kecemasan menimbulkan rasa tidak
enak, sehingga membuat seseorang ingin lari dari kenyataan dan enggan
untuk berbuat sesuatu. Kecemasan ditandai dengan gejala-gejala fisik yang
tidak menyenangkan (Priest, 1991).
Kecemasan terdiri dari beberapa macam, salah satu bentuk kecemasan
adalah kecemasan sosial. Berdasarkan APA Dictionary Psychology (2006)
komunikasi interpersonal, melakukan meeting atau berkencan) dan seseorang
selalu menganggap hal yang memalukan selalu terjadi padanya atau
berpikiran bahwa orang lain selalu menilai dirinya secara negatif (misalnya:
seseorang yang berpikiran bahwa dirinya bodoh). Kecemasan berbicara di
depan umum merupakan salah satu bentuk kecemasan sosial.
Kecemasan berbicara di depan umum merupakan perasaan takut ketika
berbicara di depan sekelompok orang, dan hal ini merupakan sesuatu yang
wajar bagi setiap individu (dalam arti semua orang memilikinya), hanya saja
satu permasalahan yang harus diselesaikan yaitu bagaimana cara mengontrol
kecemasan tersebut (Lucas, 1989). Kecemasan berbicara di depan umum bisa
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Rogers (2004) mengungkapkan bahwa
faktor yang sangat berpengaruh terhadap kecemasan berbicara di depan
umum adalah pola pikir yang negatif. Seseorang yang hendak berbicara di
depan umum berpikir bahwa dirinya sedang “diadili”, merasa bahwa
penampilan dan gerak-gerik serta ucapannya sedang menjadi perhatian
banyak orang.
Ellis (1970) mengungkapkan teori rasional-emotif yang berasumsi
bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah. Pikiran dan emosi
merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan dalam praktiknya
kedua hal itu saling terkait. Banyak perilaku emosional individu yang
berpangkal pada selftalk yaitu seseorang yang mengatakan kepada diri sendiri
tentang pikiran dan emosi yang bersifat negatif. Teori rasional-emotif ini
stimulant. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan-perasaan
biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik. Emosi
disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang
dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang
intrinsik. Pikiran-pikiran dapat menjadi emosi bagi seseorang. Emosi-emosi
adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu,
maka kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk dan dapat
menimbulkan suatu tindakan yang buruk pula.
Beck (1967) juga mengungkapkan bahwa seseorang yang mengalami
depresi atau kecemasan, disebabkan orang tersebut memiliki pikiran yang
tidak logis dan negatif. Beck (1967) menjelaskan bahwa gangguan pikiran
dapat menimbulkan gangguan emosional. Gangguan emosi seperti depresi
dan kecemasan dapat bersumber dari tri tunggal yang negatif yaitu konsep
negatif mengenai pengalaman hidupnya, interpretasi negatif mengenai
dirinya dan interpretasi negatif mengenai masa depannya. Pola pikir yang
negatif dapat mempengaruhi mood seseorang menjadi negatif dan
menimbulkan perilaku seseorang sesuai dengan pikiran dan perasaan yang
dialami orang itu. Jadi individu yang memiliki kecemasan yang tinggi saat
berbicara di depan umum, pikirannya akan selalu dipenuhi oleh
ketakutan-ketakutan untuk gagal. Mereka memandang masa depannya tidak dengan rasa
optimis, yang dilihat hanya adanya kemungkinan untuk gagal. Interpretasi
terhadap dirinya negatif, mereka memandang dirinya dengan rasa pesimis,
adanya rasa pesimis dapat mengganggu emosi mereka dan dapat
menimbulkan gangguan emosi seperti kecemasan berbicara di depan umum.
Gangguan emosi tersebut menghasilkan perilaku yang mencerminkan
Gambar 1. Skema Hubungan Antara Pola Pikir Negatif dan Kecemasan
Berbicara di Depan Umum
D. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan positif antara pola pikir negatif dan kecemasan berbicara di
depan umum pada mahasiswa psikologi Universitas Sanata Dharma
Mahasiswa
Psikologi
Saat Berbicara di Depan Umum
Pola Pikir Negatif Tinggi - Saya yakin presentasi yang akan
saya lakukan pasti gagal
- Saya tidak kompeten untuk berbicara di depan umum
Perasaan Cemas Tinggi - Saya merasa takut melakukan
presentasi di depan kelas - Saya merasa tidak mampu menjawab pertanyaan dari
teman-teman
Perilaku Cemas Tinggi - Tangan gemetar ketika berbicara di
depan umum - Saya terbata-bata dalam menyampaikan materi presentasi
Pola Pikir Negatif Rendah - Saya yakin presentasi yang akan saya
lakukan pasti berhasil
- Saya cukup kompeten dalam berbicara di depan umum
Perasaan Cemas Rendah - Saya merasa tenang saat melakukan
presentasi
- Saya merasa mampu menjawab pertanyaan dari teman-teman
Perilaku Cemas Rendah - Saya tetap bersikap tenang ketika
berbicara di depan umum - Saya dapat menyampaikan materi
Yogyakarta. Semakin tinggi tingkat pola pikir negatif, semakin tinggi pula
26
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian
korelasional merupakan penelitian yang berbentuk hubungan antara dua
variabel. Penelitian korelasional bertujuan untuk menyelidiki variasi pada
satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain
berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2009).
B. Variabel Penelitian
Variabel merupakan symbol yang nilainya dapat bervariasi, yaitu
angkanya dapat berbeda-beda dari satu subjek ke subjek yang lain atau
dari objek ke objek yang lainnya (Azwar, 2009). Menurut Arikunto (1998)
variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian. Pada penelitian ini, variabel yang akan diteliti
yaitu:
1. Variabel bebas : Pola pikir negatif
2. Variabel tergantung : Kecemasan berbicara di depan umum
C. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal
karena sebagai acuan untuk merujuk data yang akan digunakan dalam
penelitian (Suryabrata, 2000).
1. Kecemasan berbicara di depan umum
Kecemasan berbicara di depan umum adalah kecemasan yang
dialami seseorang ketika dihadapkan pada situasi tertentu (saat
berbicara di depan umum) dan beranggapan bahwa orang lain menilai
dirinya negatif. Kecemasan ini biasanya ditandai dengan gejala fisik
dan psikologis.
Kecemasan berbicara di depan umum diukur dengan menggunakan
skala kecemasan berbicara di depan umum yang disusun sendiri oleh
peneliti berdasarkan komponen-komponen kecemasan berbicara di
depan umum yang dikemukakan oleh Rogers (2004).
Komponen-kompenen kecemasan berbicara di depan umum tersebut antara lain:
komponen fisik, komponen proses mental, dan komponen emosional.
Semakin tinggi nilai yang diperoleh dari skala kecemasan berbicara di
depan umum berarti semakin tinggi pula kecemasan berbicara yang
dimiliki dan sebaliknya semakin rendah nilai yang diperoleh dari skala
kecemasan berbicara di depan umum menunjukkan semakin rendah
pula kecemasan berbicara yang dimiliki.
2. Pola pikir negatif ketika berbicara di depan umum
Pola pikir negatif ketika berbicara di depan umum adalah buah
dan tidak logis ketika berbicara di depan umum sehingga dapat
menimbulkan kecemasan.
Pola pikir negatif diukur dengan menggunakan skala yang disusun
sendiri oleh peneliti yang mengacu pada negative cognitive triad yang
dikemukakan oleh Beck (1967). Negative cognitive triad adalah
pandangan negatif terhadap diri sendiri, pandangan negatif terhadap
dunia dan kejadian yang menimpa dirinya, pandangan negatif terhadap
masa depannya. Semakin tinggi nilai yang diperoleh dari skala pola
pikir negatif berarti semakin tinggi pula pola pikir negatif yang
dimiliki. Semakin rendah nilai yang diperoleh dari skala pola pikir
negatif menunjukkan semakin rendah pula pola pikir negatif yang
dimiliki.
D. Subjek Penelitian
1. Populasi dan Sampel
Masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian
merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan. Populasi adalah
sejumlah individu yang paling sedikit memiliki sifat yang sama (Hadi,
2000). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Subjek penelitian yang dipilih adalah sebagian dari keseluruhan
populasi yang dinamai sampel. Sampel merupakan sebagian dari
populasi atau sebagian penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah
populasi. Syarat utama agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan
maka sebaiknya sampel penelitian harus benar-benar mencerminkan
keadaan populasinya atau dengan kata lain harus benar-benar
representataif (Hadi, 2000).
2. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk
mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur
tertentu, dalam jumlah yang sesuai dengan memperhatikan sifat-sifat
dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat
mewakili populasi (Hadi, 2000).
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik nonprobability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang
tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2007).
Teknik nonprobability sampling yang digunakan adalah teknik
sampling purposive, yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007). Teknik
purposive sampling merupakan suatu teknik pencarian sampel
penelitian yang didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang
dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau
Karakteristik sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain:
a. Mahasiswa Fakultas Psikologi yang masih terdaftar di Universitas
Sanata Dharma angkatan 2001 s/d 2009
b. Tidak sedang dalam masa Penundaan Kegiatan Akademik (PKA).
3. Jumlah Sampel Penelitian
Secara tradisional, statistik menganggap jumlah sampel yang lebih
dari 60 orang sudah cukup banyak (Azwar, 2007). Penentuan jumlah
sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan
proporsional. Proportional sample adalah sampel yang terdiri dari
sub-sub sampel yang perimbangannya mengikuti perimbangan sub-sub-sub-sub
populasi (Hadi, 2004). Menurut Azwar (1997), penggunaan pendekatan
proporsional ini, subjek dalam setiap subkelompok atau strata harus
diketahui perbandingannya lebih dahulu. Kemudian ditentukan
presentase besarnya sampel dari keseluruhan populasi. Presentase atau
proporsi ini lalu diterapkan dalam pengambilan sampel bagi setiap
subkelompok atau stratanya. Pada penelitian ini, masing-masing
angkatan (2001-2009) dihitung menjadi bentuk persen berdasarkan
jumlah total mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Hasil data persen tiap-tiap angkatan tersebut diolah lagi
dan ditentukan jumlah mahasiswa yang akan dijadikan subjek penelitian
dari masing-masing angkatan. Hal ini bertujuan agar hasil penelitian
memberi landasan generalisasi yang lebih dapat
dipertanggungjawabkan daripada apabila tanpa memperhitungkan besar
kecilnya sub populasi dan tiap-tiap sub populasi (Narbuko & Achmadi,
2004). Berikut ini cara perhitungan proporsional jumlah sampel:
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒
=
jumlah mahasiswa per angkatanjumlah seluruh mahasiswa
𝑥
100 %
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑠𝑢𝑏𝑗𝑒𝑘= Persentase𝑥𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙𝑠𝑢𝑏𝑗𝑒𝑘𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
Penentuan jumlah subjek per angkatan mahasiswa psikologi Sanata
Dharma antara lain:
a. Angkatan 2001
Persentase = 8
678 𝑥 100 % = 1.1 %
Jumlah subjek = 1.1 %𝑥 100
=
1 orangb. Angkatan 2002
Persentase = 23
678 𝑥 100 % = 3.4 %
Jumlah subjek = 3.4 %𝑥 100
=
3.4 = 3 orangc. Angkatan 2003
Persentase = 35
678 𝑥 100 % = 5.2 %
Jumlah subjek = 5.2 %𝑥 100
=
5.2 = 5 orangd. Angkatan 2004
Persentase = 42
678 𝑥 100 % = 6.2 %
e. Angkatan 2005
Persentase = 57
678 𝑥 100 % = 8.4 %
Jumlah subjek = 8.4 %𝑥 100
=
8.4 = 8 orangf. Angkatan 2006
Persentase = 91
678 𝑥 100 % = 13.4 %
Jumlah subjek = 13.4 %𝑥 100
=
13.4 = 14 orangg. Angkatan 2007
Persentase =139
678 𝑥 100 % = 20.5 %
Jumlah subjek = 20.5 %𝑥 100
=
20.5 = 21 orangh. Angkatan 2008
Persentase =148
678 𝑥 100 % = 21.8 %
Jumlah subjek = 21.8 %𝑥 100
=
21.8 = 22 orangi. Angkatan 2009
Persentase =135
678 𝑥 100 % = 19.9 %
Jumlah subjek = 19.9 %𝑥 100
=
19.9 = 20 orangE. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini melakukan metode pengumpulan data dengan
menggunakan skala. Metode skala digunakan mengingat data yang ingin
langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam
bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2000).
Menurut Hadi (2002), skala psikologis mendasarkan diri pada
laporan-laporan pribadi (self report). Selain itu skala psikologis memiliki
kelebihan dengan asumsi sebagai berikut:
1) Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya
2) Apa yang dikatakan subjek tentangnya kepada peneliti adalah
benar dan dapat dipercaya
3) Interpretasi subyek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan
sama dengan apa yang dimaksud dengan peneliti
Selain itu metode skala psikologis digunakan dalam penelitian atas
dasar pertimbangan:
1) Metode skala psikologis merupakan metode yang praktis
2) Dalam waktu yang relatif singkat dapat dikumpulkan data yang
banyak
3) Metode skala psikologis merupakan metode yang dapat
menghemat tenaga dan ekonomis
Penelitian ini menggunakan model skala Likert. Penskalaan ini
merupakan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan
distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar, 2000).
Prosedur penskalaan dengan metode Likert didasari oleh dua asumsi yaitu:
a) Setiap pernyataan sikap yang disepakati sebagai pernyataan yang
b) Jawaban dari individu yang mempunyai sikap positif harus diberi
bobot yang lebih tinggi dari jawaban yang diberikan oleh
responden yang mempunyai sikap negatif
Skala-skala dalam penelitian ini tidak menyediakan alternative
jawaban tengah atau netral, tujuannya antara lain (Azwar, 2004a):
1. Untuk menghindari adanya responden yang ragu-ragu dalam
menjawab, sebab ada kemungkinan terjadi bahwa responden belu
dapat memutuskan jawaban, sehingga untuk mendapatkan posisi
yang aman kemudian memilih jawaban tengah atau netral
Keadaan ragu-ragu (undecided) itu memiliki arti adanya
jawaban ganda, yaitu dapat diartikan belum memutuskan atau
member jawaban yang sesuai dengan kondisi yang dirasakan atau
dapat juga diartikan memihak pada kondisi netral, yaitu tidak
mampu membedakan munculnya kondisi-kondisi yang tertulis
dalam masing-masing butir pertanyaan, sehingga memberikan
jawaban kearah ragu-ragu. Alternative jawaban ganda arti (multi
interpretable) ini tentu saja tidak diharapkan dalam suatu
instrumen
2. Agar responden lebih tegas dalam memilih dan menentukan
jawaban. Hak tersebut dimaksudkan karena tersedianya alternative
jawaban tengah dapat menggiring kebebasan subyek dalam
tendency effect), terutama bagi subyek yang ragu-ragu untuk
menentukan arah kecenderungan jawabannya.
Alternative jawaban serta nilai atau skor dalam pernyataan favorable
atau non favorable dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 1
Skor Jawaban untuk Skala
Jawaban Pernyataan
Favorabel Unfavorabel
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
Tidak Setuju (TS) 2 3
Setuju (S) 3 2
Sangat Setuju (SS) 4 1
Jawaban pada tiap item diskor berdasarkan nilai kategori jawaban
yang telah ditentukan pada tabel di atas. Kemudian seluruh skor tersebut
dijumlahkan dan didapat nilai skor total subyek pada skala.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua buah
skala, antara lain:
1. Skala kecemasan berbicara di depan umum
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kecemasan berbicara di
depan umum adalah skala kecemasan berbicara di depan umum yang
dirancang sendiri oleh peneliti dengan berdasarkan pada
komponen-komponen kecemasan berbicara di depan umum yang dikemukakan
oleh Rogers (2004), meliputi:
a. Komponen fisik
c.Komponen emosional
Skala ini bertujuan untuk mengungkap tingkat kecemasan pada
saat berbicara di depan umum. Semakin tinggi skor total yang
dicapai subyek berarti semakin tinggi tingkat kecemasan yang
dimiliki subyek ketika harus berbicara di depan umum. Sebaliknya
semakin rendah skor yang dicapai subyek maka semakin rendah pula
tingkat kecemasan yang dimiliki subyek pada saat berbicara di depan
umum.
Penyusunan alat ukur tersebut dijabarkan dalam bentuk Blueprint
pada tabel berikut ini:
Tabel 2
Blue Print Skala Kecemasan Berbicara di Depan Umum Sebelum Uji
Coba
2. Skala pola pikir negatif
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur pola pikir negatif
dengan berdasarkan pada komponen-komponen pola pikir negatif yang
dikemukakan oleh Beck (1967), meliputi:
a. Pandangan negatif terhadap diri adalah menginterpretasi atau
memandang dirinya secara negatif.
b. Pandangan negatif terhadap dunia dan kejadian yang menimpa
dirinya berisi penolakan-penolakan dan kegagalan-kegagalan
c. Pandangan negatif terhadap masa depannya merupakan anggapan
dan pandangan negatif akan masa depannya
Skala ini bertujuan untuk mengungkap tingkat pola pikir negatif.
Semakin tinggi skor total yang dicapai subyek berarti semakin tinggi
tingkat pola pikir negatif yang dimiliki subyek ketika harus berbicara
di depan umum. Sebaliknya semakin rendah skor yang dicapai subyek
maka semakin rendah pula tingkat pola pikir negatif yang dimiliki
subyek pada saat berbicara di depan umum.
Penyusunan alat ukur tersebut dijabarkan dalam bentuk Blueprint
Tabel 3
Blue Print Skala Pola Pikir Negatif Sebelum Uji Coba
No. Aspek
Skala-skala tersebut termasuk skala langsung karena subyek yang
diselidiki mengisi sendiri jawaban-jawaban dari pertanyaan dalam skala
ini. Skala ini juga termasuk skala tertutup karena jawaban skala telah
dibatasi dan ditentukan oleh peneliti. Subyek penelitian tidak diberi
kesempatan untuk memberi jawaban lain dari jawaban yang tersedia
(Nawawi, 2001).
Sebelum kedua alat ukur ini digunakan dalam pengambilan data
penelitian, peneliti melakukan uji coba terlebih dahulu. Pelaksanaan uji
coba ini bertujuan untuk mengetahui kualitas item dan pengujian
reliabilitas alat ukur. Uji coba alat ukur ini dilaksanakan pada tanggal 19 –
22 Juli 2010 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta kampus Paingan.
karakteristik subjek untuk data penelitian yaitu mahasiswa Sanata Dharma.
Subjek dalam uji coba alat ukur ini sebanyak 65 mahasiswa.
Prosedur pelaksanaan penelitian ini yaitu peneliti membagikan skala
kepada mahasiswa Universitas Sanata Dharma. Kemudian peneliti
meminta subjek untuk menandatangani persetujuan keterlibatan subjek
dalam penelitian ini. Penandatangan tersebut bertujuan untuk memenuhi
kode etik penelitian bahwa keterlibatan subjek bersifat sukarela tanpa
paksaan. Subjek juga diminta untuk mengisi identitas dan mengisi jawaban
atas pernyataan-pernyataan dalam skala. Proses pengisian skala ini tidak
ada batasan waktunya.
F. Validitas, Seleksi Item dan Reliabilitas
1) Validitas alat tes
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh
mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrument pengukur dapat dikatakan
mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan
fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan
maksud pengukuran tersebut (Azwar, 2001). Jika suatu tes memiliki
validitas yang tinggi berarti tes tersebut juga memiliki kecermatan
yang tinggi pula yaitu kecermatan dalam mendeteksi
perbedaan-perbedaan yang kecil pada atribut yang diukur (Azwar, 2004b). Pada
penelitian ini pengukuran validitas tes menggunakan jenis validitas isi
Validitas isi adalah validitas yang dipandang dari segi isi skala,
yaitu sejauh mana skala tersebut isinya telah dianggap dapat
mengukur hal-hal yang mewakili keseluruhan tentang hal-hal yang
hendak diukur. Validitas isi diukur melalui estimasi dari pengujian
terhadap isi tes dengan analisis rasional atau professional judgement
yang bersifat subyektif dan validitas ini disebut validitas non-empirik.
Pengujian validitas isi bertujuan hendak melihat sejauh mana
pernyataan dalam skala telah mewakili komponen variable yang
hendak diukur (Azwar, 2004b). Teknik professional judgement
melalui dosen pembimbing yaitu dengan cara melihat apakah
item-item yang telah disusun peneliti tersebut sudah sesuai dengan
blueprint yang telah ditetapkan. Selain itu melakukan pemeriksaan
apakah item-item dalam alat ukur sudah sesuai dengan
indikator-indikator yang akan diteliti.
2) Seleksi item
Kualitas skala pengukuran psikologis sangat ditentukan oleh
kualitas item-item yang ada di dalamnya. Maka perlu dilakukan
seleksi terhadap item-item skala yang telah dibuat. Pelaksanaan
seleksi item bertujuan untuk memilih item-item yang baik dan
berkualitas. Item yang baik dan berkualitas tersebut mampu mengukur
hal-hal yang akan diukur dalam penelitian. Seleksi item pada skala
yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan parameter