BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan umum tentang lingkungan hidup 1. Pengertian lingkungan hidup
Lingkungan hidup adalah semua benda, daya dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya (Siahaan, 2004: 4). Lingkungan hidup sebagai lingkungan hidup fisik atau jasmani yang mencangkup dan meliputi semua unsur dan faktor fisik jasmaniah yang terdapat dalam alam (Soedjono, 1979: 20).
Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda hidup dan mati serta seluruh kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati. Secara garis besar ada 2 macam lingkungan yaitu lingkungan fisik dan lingkungan biotik.
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik adalah segala benda mati dan keadaan fisik yang ada disekitar individu-individu misalnya :
- Batu-batuan, mineral, air, udara; - Unsur-unsur iklim, cuaca, suhu; - Kelembaban;
- Angin;
- Faktor gaya berat; - Dan lain-lain.
Lingkungan fisik ini berhubungan dengan makhluk hidup yang menghuninya demikian erat. Sebagai contoh mineral yang dikandung suatu tanah menentukan kesuburan, yang erat hubungannya dengan tanaman-tanaman yang tumbuh di atasnya. Contoh lain, kelembaban dan curah hujan mempengaruhi penyediaan air untuk tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia.
b. Lingkungan biotik
Lingkungan baik yang biotik maupun abiotik selalu mengalami perubahan, baik secara tiba-tiba maupun perlahan-lahan. Perubahan ini berhubungan erat dengan ekosistemnya yang mempunyai stabilitas tertentu. Semakin besar aneka ragam ekosistemnya makin besar daya stabilitasnya. Misalnya hutan di daerah tropis yang mengandung begitu banyak ragam tumbuh-tumbuhan dan hewan di dalamnya, walaupun tanpa perawatan tetap akan dapat mempertahankan stabiltas kehidupannya. Sebaliknya sawah atau ladang yang hanya terdiri dari beberapa jenis tumbuh-tumbuhan saja akan mempunyai stabilitas yang kecil, artinya tanpa perawatan stabilitas akan terganggu (Supardi, 1994 : 2-3).
Alam sebagai wadah dalam segala kehidupan dan alam pulalah yang menyediakan segala yang diperlukan untuk kehidupan maupun meningkatkan taraf kehidupan sepanjang manusia mampu membudidayakan dengan semaksimal mungkin. Alam diciptakan bukan semata-mata untuk dimanfaatkan isinya sesuai dengan kemampuannya saja tanpa memperhatikan adanya keterbatasan kemampuan, dan bukan segalanya telah tinggal memanfaatkan saja, melainkan harus melalui proses agar sumber yang ada di alam ini dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan yang disesuaikan dengan keperluan (Joko, 1999 : 8).
a. Dinamis
Lingkungan hidup sebagai suatu ekosistem berkembang dari waktu ke waktu dan gejala – gejalanya dapat dilihat dari fenomena – fenomena yang terjadi, seperti fenomena fisik, biologis, dan sosial.
b. Saling Berinteraksi
Dalam suatu lingkungan biasanya dalam sub sistemnya atau yang lebih rendah akan saling berinteraksi terus menerus guna mencapai keseimbangan. Apabila ada pengaruh dari luar maka akan terjadi interaksi pula untuk mencapai keseimbangn baru.
c. Interpendensi
Dalam suatu sistem, setiap bagian dari sistem akan bergantung pada bagian lainnya. Jadi tiap – tiap bagian dari sistem tidak hanya akan saling kait mengkait dan berhubungan satu dan lainnya, tetapi juga terdapat saling ketergantungan.
d. Integrasi
Penampilan sistem sebagai suatu konsep kesatuan yang terintegrasi lebih memiliki keutamaan. Integrasi ini merupakan salah satu konsep pendekatan sistem. Dengan konsep keterpaduan ini maka setiap bagian dari sistem pembangunan dirancang secara terintegrasi untuk mencapai tujuan tertentu.
e. Tujuan Sistem
Pengukuran tujuan dari suatu sistem yang dirancang, sedapat mungkin harus jelas dan sejauh mungkin dinyatakan dalam suatu ukuran kualitatif.
f. Organisasi Sistem
Organisasi dalam suatu struktur sistem menyangkut fungsi, struktur, dan hirarki. Dalam pengorganisasian sistem harus memungkinkan bahwa masing – masing sub sistem dapat mencapai tujuannya yang selaras dengan tujuan keseluruhan dari sistem.
g. Multi Disiplin
Pendekatan sistem dimaksudkan untuk dapat memecahkan masalah yang kompleks. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan dari berbagai disiplin. Pendekatan sistem dilakukan untuk mengambil keputusan dalam perencanaan dan perancangan sistem (Fandeli, Chafid, 2007 : 50-53).
2. Lingkungan hidup di Indonesia
fisik, dengan corak ragam yang berbeda antara subsistem yang satu dengan yang lain dan dengan daya dukung lingkungan yang berlainan. Pembinaan pengembangan yang didasarkan pada keadaan daya dukung lingkungan akan meningkatkan keselarasan dan keseimbangan subsistem, yang juga berarti meningkatkan ketahanan subsistem (Gatot, 2004: 20).
3. Unsur-unsur lingkungan hidup
Pengertian lingkungan hidup itu dapat dirangkum dalam suatu rangkaian unsur-unsur sebagai berikut :
a. Semua benda, berupa manusia, hewan, tumbuhan, organisme, tanah, air, udara, rumah, sampah, mobil, angin dan lain-lain;
b. Daya, disebut juga energi;
c. Keadaan, disebut juga kondisi atau situasi; d. Perilaku atau tabiat;
e. Ruang, yaitu wadah berbagai komponen berada;
f. Proses interaksi, disebut juga saling mempengaruhi, atau biasa pula disebut dengan jaringan kehidupan (Siahaan, 2004: 5).
1). Ruang
Ruang adalah wadah atau tempat berkumpulnya komponen-komponen lingkungan hidup, seperti benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup. Jadi, di mana terdapat komponen lingkungan hidup berarti di situ terdapat ruang. Ruang atau wadah yang berada di sekitar komponen lingkungan hidup itu mempunyai interaksi yang kuat yang merupakan satu kesatuan; sehingga ruang atau wadah tersebut merupakan tempat berlangsungnya ekosistem.
2). Keadaan
Keadaan adalah sebuah “kondisi” atau suatu “situasi” yang memiliki
berbagai ragam dan bentuk-bentuk yang satu sama lain saling berinteraksi. Keadaan dapat bersifat positif dan negatif. Keadaan positif dapat terjadi apabila kondisi atau situasi memiliki bentuk-bentuk yang membantu kelancaran berlangsungnya proses merangsang makhluk-makhluk untuk melakukan sesuatu, tetapi ada yang justru mengganggu berprosesnya interaksi lingkungan dengan baik; misalnya dalam kemiskinan, masyarakat cenderung merusak lingkungan hidupnya. Contoh lain dari keadaan adalah kondisi gelap atau situasi yang berisik, sehingga mengganggu proses interaksi makhluk hidup di dalamnya.
3). Materi
empat macam materi asal, yaitu api, air, tanah dan udara. Materi diperlukan untuk susunan tubuh manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Materi yang diperlukan bagi susunan tubuh tersebut diperoleh dari makanan. Materi tersebut diperlukan pula untuk mengatur metabolisme dalam tubuh, seperti vitamin, dan mineral-mineral tertentu; sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa materi maka tak akan ada kehidupan makhluk hidup. Materi merupakan hal yang sangat ensensial bagi kehidupan makhluk makhluk tersebut.
4). Energi
4. Kualitas lingkungan hidup
Konsep kualitas lingkungan hidup sangat erat hubungannya dengan kualitas hidup. Suatu lingkungan hidup yang dapat mendukung kualitas hidup yang baik dikatakan mempunyai kualitas yang baik pula dari vice versa. Dengan demikian kualitas adalah derajat dipenuhinya kebutuhan
dasar manusia. Semakin baik kebutuhan dasar itu dapat dipenuhinya oleh lingkungan hidup, semakin tinggi pula kualitas lingkungan hidup itu ( Tresna, 1991 : 7).
Kualitas lingkungan dapatlah diartikan dalam kaitannya dengan kualitas hidup, yaitu dalam kualitas lingkungan yang baik terdapat potensi untuk berkembangnya kualitas hidup yang tinggi. Namun kualitas hidup sifatnya adalah subyektif dan relatif. Kualitas hidup dapat diukur dengan tiga kriteria :
a. Derajat dipenuhinya kebutuhan untuk hidup sebagai makhluk hayati. Kebutuhan ini bersifat mutlak, yang didorong oleh keinginan manusia untuk menjaga kelangsungan hayatinya.
b. Derajat dipenuhinya kebutuhan untuk hidup manusiawi. Kebutuhan hidup ini bersifat relatif, walaupun ada kaitannya dengan hidup pertama kelangsungan hidup hayati.
ialah kebebasan memilih agama dan pendidikan ( Otto, 2007 : 23-24).
B. Tinjauan umum tentang hukum lingkungan 1. Perkembangan hukum lingkungan di Indonesia
Saat ini pembagian hukum secara klasik, yang masih sering digunakan adalah pembagian hukum menjadi hukum publik dan privat atau perdata. Termasuk hukum publik adalah hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum pidana, dan hukum internasional. Termasuk hukum privat ( perdata) adalah hukum dagang dan hukum intergentil atau hukum antartata hukum. Hukum adat tidak merupakan lapangan hukum tersendiri karena meliputi lapangan-lapangan hukum yang telah disebutkan.
Istilah “hukum lingkungan” merupakan konsepsi yang relatif masih
baru dalam dunia keilmuan pada umumnya dan dalam lingkungan ilmu hukum pada khususnya, yang tumbuh sejalan bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran akan lingkungan. Dengan tumbuhnya pengertian untuk melindungi dan memelihara lingkungan hidup tersebut, tumbuh pula perhatian hukum kepadanya ( Gatot, 2004 : 24).
Di Indonesia sendiri, organisasi yang berhubungan dengan lingkungan hidup sudah dikenal lebih dari sepuluh abad yang lalu. Dari prasasti Jurunan tahun 876 Masehi diketahui adanya jabatan “tuhalas” yakni
adanya jabatan “tuhaburu” yakni pejabat yang mengawasi masalah
perburuan hewan di hutan. Contoh lain adalah pengendalian pencemaran yang ditimbulkan oleh pertukangan logam; kegiatan membuat logam, yang sudah tentu menimbulkan pencemaran dikenai pajak oleh petugas yang disebut “tuhagusali” ( Said, 1985 : 63-64).
Perkembangan yang berarti yang bersifat menyeluruh dan mejalar ke berbagai pelosok dunia dalam bidang peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup terjadi setelah adanya konfrensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang lingkungan hidup manusia di Stockholm pada tahun 1972. Di Indonesia dalam rangka persiapan menghadapi konfrensi PBB tersebut, telah disusun “Laporan Nasional” tentang keadaan
lingkungan hidup di Indonesia. Sebagai persiapan laporan tersebut telah diselenggarakan “Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup Manusia dan
Pembangunan Nasional” di Bandung pada tanggal 15 s/d 18 Mei 1972.
Dalam seminar tersebut telah disampaikan makalah tentang “Pengaturan
Hukum Masalah Lingkungan Hidup Manusia beberapa fikiran dan saran” oleh Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H.,LLM. Makalah tersebut merupakan pengarahan pertama mengenai perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia ( Gatot, 2004 : 27-28).
2. Pengertian hukum lingkungan
- kaidah hukum administrasi negara. Untuk itu dalam pelaksanaannya
aparat pemerintah perlu memperhatikan “Asas - asas Umum Pemerintahan
yang Baik” (Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur/General
Principles of Good Administration). Hal ini dimaksudkan agar dalam
pelaksanaan kebijaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan pengelolaan lingkungan hidup.
Menurut Gatot P.Soemartono ( 2004 : 45 ) menyebutkan hukum itu adalah keseluruhan kumpulan peraturan tentang tingkah laku manusia yang isisnya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat, yang pelaksanaan peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang berwenang. Berdasarkan uraian mengenai pengertian hukum, maka hukum lingkungan adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tentang tingkah laku orang tentang apa yang seharusnya dilakukan terhadap lingkungan, yang pelaksanaan peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang berwenang.
badan-badan internasional atau melalui perjanjian-perjanjian dengan negara lain.
Hukum lingkungan pemerintah dibagi menjadi beberapa bidang, yaitu hukum kesehatan lingkungan, hukum perlindungan lingkungan dan hukum tata ruang. Hukum kesehatan lingkungan adalah hukum yang berhubungan dengan kebijaksanaan di bidang kesehatan lingkungan, pemeliharaan kondisi air, tanah dan udara dengan pencegahan kebisingan, kesemuanya dengan latar belakang perbuatan manusia yang diserasikan dengan lingkungan.
Hukum perlindungan lingkungan tidak mengenal satu bidang kebijaksanaan, akan tetapi merupakan kumpulan dari berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan yang berkaitan dengan lingkungan biotis dan batas tertentu juga dengan lingkungan antrohogen. Hukum tata ruang adalah hukum yang berhubungan dengan kebijaksanaan tata ruang, diarahkan kepada tercapainya atau terpeliharanya penyesuaian timbal balik yang terbaik antara ruang dan kehidupan masyarakat(Gatot , 2004 : 50)
perdata. Dengan demikian, tentu saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks.
a. Hukum Lingkungan Modern
Hukum lingkungan yang lebih berorientasi pada lingkungan atau Environment-Oriented Law. Dalam hukum lingkungan modern,
ditetapkan ketentuan dan norma - norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi - generasi mendatang. Hukum Lingkungan modern berorientasi pada lingkungan, sehingga sifat dan waktunya juga mengikuti sifat dan watak dari lingkungan itu sendiri dan dengan demikian lebih banyak berguru kepada ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini, maka Hukum Lingkungan Modern memiliki sifat utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes.
b. Hukum Lingkungan Klasik
singkatnya. Hukum Lingkungan klasik bersifat sektoral, serta kaku dan sukar berubah. Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan, bahwa sistem pendekatan terpadu atau utuh harus diterapkan oleh hukum untuk mampu mengatur lingkungan hidup manusia secara tepat dan baik, sistem pendekatan ini telah melandasi perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia. Drupsteen mengemukakan, bahwa Hukum Lingkungan (Millieu recht) adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam
(Naturalijk milleu) dalam arti seluas - luasnya. Ruang lingkupnya
berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan dilakukan terutama oleh Pemerintah, maka Hukum Lingkungan sebagian besar terdiri atas Hukum Pemerintahan (bestuursrecht)(Hartiwingingsih, 2007 : 3 ).
3. Karakter Hukum Lingkungan
berkaitan dengan perusakan maupun pencemaran lingkungan hidup( Wahid, 2011 :20).
C.Tinjauan umum tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan 1. Sejarah Analisis mengenai dampak lingkungan
Amdal dikenal semenjak lahirnya PP No 29 Tahun 1986 sebagai salah satu langkah tindak lanjut dari Pasal 16 Undang-undang Lingkungan Hidup. Lahirnya UULH merupakan konsekuensi keanggotaan negara Republik Indonesia dalam PBB yang pada tahun 1972 dalam forum konferensi di Stockholm telah melahirkan perasaan solidaritas untuk membebaskan manusia dari rasa sakit sebagai akibat dari rusaknya lingkungan hidup (Hermien, 1993: 173).
Menurut Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang kemudian disempurnakan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Amdal yang semula hanya memiliki satu model, berkembang dan mempunyai beberapa bentuk (otto, 1997 : 36).
2. Pengertian Analisis mengenai dampak lingkungan
Analisis mengenai dampak lingkungan adalah suatu instrumen pengambilan keputusan tentang rencana penyelenggaraan usaha yang berkenaan dengan pengelolaan dampak besar dan penting serta merupakan public policy yang ditetapkan pemerintah sebagai pelaksanaan
undang-undang untuk mempertahankan lingkungan berkelanjutan (Siahaan, 2004 : 239).
Berdasarkan PP No. 27 tahun 1999, definisi AMDAL ialah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
konsep ekologi pembangunan, yang mempelajari hubungan timbal balik antara pembangunan dengan lingkungan hidup.
Pada hakekatnya AMDAL merupakan suatu kajian terhadap suatu rencana pembangunan agar tetap berwawasan lingkungan. Kegiatan pembangunan yang dilakukan dijaga agar dalam prosesnya tidak merusak sistem dalam ekosistem. AMDAL sebagai suatu kajian tersistem digunakan untuk perencanaan suatu program agar sesuai dengan model sesungguhnya di alam.
Dokumen AMDAL terdiri dari beberapa bagian:
a. Dokumen kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KA-ANDAL);
b. Dokumen analisis dampak lingkungan;
c. Dokumen rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL); d. Dokumen rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL);
Pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan memiliki 5 (lima) prinsip dasar, yakni sebgai berikut :
1. Prinsip keadilan antar generasi (intergenerational equity)
penerima manfaat dari generasi sebelumnya. Keadaan demikian menuntut tanggung jawab dari generasi sekarang untuk memelihara peninggalan seperti halnya kita menikmati berbagai hak untuk menggunakan warisan bumi ini dari generasi sebelumnya.
2. Prinsip keadilan dalam satu generasi (intrageneration equity) Prinsip keadilan dalam satu generasi merupakan prinsip yang berbicara tentang keadilan diantara satu atau sesama generasi, termasuk didalamnya ketidak keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar lingkungan dan sosial, atau terdapat dan kelompok-kelompok masyarakat tentang pemenuhan kualitas (environmental and social quality of life). Intragenerational
equality sangat erat kaitannya dengan isu lingkungan sustainability karena :
a. Beban dari permasalahan lingkungan dipikul oleh mereka (masyarakat) yang lemah ( secara sosial dan ekonomi)
c. Tidak sedikit praktek-praktek pembangunan dan produksi yang tidak berkelanjutan mengakibatkan kerusakan sumber alam nasional atau sumber alam yang dipergunakan hajat orang banyak.
3. Prinsip pencegahan dini (precautionary principle)
Prinsip ini mengandung suatu pengertian apabila terdapat ancaman yang berarti atau ancaman adanya kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan, ketiadaan temuan atau pembuktian ilmiah yang konklusif dan pasti, tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda upaya-upaya mencegah kerusakan lingkungan hidup tersebut. Dalam menetapkan prinsip ini, pengambilan keputusan harus dilandasi oleh :
a. Evaluasi yang sungguh-sungguh untuk mencegah seoptimal mungkin kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan b. Penilaian (assesment) dengan melakukan analisis resiko
dengan berbagai opsi
4. Prinsip perlindungan keanekaan hayati (biodyversity concervation) Prinsip perlindungan keanekaan hayati merupakan tolak ukur berhasil tidaknya prinsip keadilan antar generasi dan prinsip keadilan dalam generasi serta prinsip pencegahan dini. Sebagai contoh dalam keadaan masyarakat lokal/setempat mengalami kehilangan atau terputus dari ekosistemnya, sedangkan ekosistemnya, sedangkan ekosistemnya sebagai “survival system” mereka oleh aktifitas pembangunan, maka tertutup akses bagi mereka terhadap tingkat kehidupan dan kesejahteraan yang layak. Pada akhirnya, perlindungan keanekaragaman hayati akan efektif dilakukan melalui upaya ekonomi lingkungan.
5. Internalisasi biaya lingkungan dan mekanisme insentif
membayar kerugian bagi kerusakan tersebut kecuali pengadilan atau mekanisme resolusi konflik lainnya (Hadin Muhjad, 2015 : 16-18).
3. Peraturan tentang Amdal
Peraturan tentang Amdal secara khusus yaitu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Dalam Peraturan Pemerintah Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Menurut Pasal 1 angka 11 UU No.32 Tahun 2009 dirumuskan bahwa Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian dampak penting suatu usaha dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/kegiatan.
Pengaturan Amdal dalam UU No.32 Tahun 2009 diatur lebih lengkap dari UU 23 Tahun 2009. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 :
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal.
(2) Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria :
a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/kegiatan;
b. Luas wilayah penyebaran dampak;
c. Insentitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. Sifatnya komulatif dampak;
f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak;
g. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(1) Kriteria usaha/dan atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan Amdal terdiri atas:
a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbaharukan maupun yang tidak terbaharukan;
c. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dan pemanfaatannya;
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
f. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
g. Penggunaan dan pembuatan bahan hayati dan non hayati; h. Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau
mempengaruhi pertahanan negara;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 24 UU No 32 tahun 2009
Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup
Pasal 25 UU No 32 Tahun 2009 Dokumen Amdal memuat:
a. Pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. Evaluasi kegiatan disekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;
c. Saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;
d. Prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;
e. Evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup;
(1) Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat.
(2) Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal (1) meliputi :
a. Yang terkena dampak;
b. Pemerhati lingkungan hidup;
c. Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal.
(4) Masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.
Pasal 27 UU no 32 Tahun 2009
Dalam menyusun dokumen amdal, pemrakarsa sebagaimana yang dimaksud Pasal 26 ayat (1) dapat meminta bantuan kepada pihak lain.
Pasal 28 UU No 32 Tahun 2009
(2) Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Penguasaan metodologi penyusunan amdal;
b. Kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan dan
evaluasi dampak serta pengambilan keputusan;
c. Kemampuan menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
(3) Sertifikat kompetensi penyusunan amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusunan amdal yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan kriteria kompetensi penyusun amdal diatur dengan peraturan Menteri. Pasal 29 UU No 32 Tahun 2009
(1) Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan.
(2) Komisi penilai amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Persyaratan dan tatacara lisensi sebagaimana dimaksud pada
(1) Keanggotan Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 terdiri atas wakil dari unsur:
a. Instansi lingkungan hidup; b. Instansi teknis terkait;
c. Pakar dibidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
d. Pakar dibidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
e. Wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; f. Organisasi lingkungan hidup.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis dan sekretariat yang dibentuk untuk itu. (3) Pakar independen dan sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 31 UU No 32 Tahun 2009
Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan kewenangannya.
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup.
(2) Bantuan penyusunan amdal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan amdal
(3) Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33 UU No 32 Tahun 2009
Ketentuan lebih lanjut mengenai amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah
4. Pengertiaan Kerangka acuan
Kerangka Acuan adalah ruang lingkup kajian Amdal sebagai hasil pelingkupan (scoping). Pelingkupan (scoping) adalah proses pemusatan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan dampak penting, yang harus bertujuan mengidentifikasi sifat (the nature) dari konsekuensi dampak yang harus dipertimbangkan (Siahaan, 2004: 248).
pemrakasa haruslah mempunyai kemampuan untuk melakukan identifikasi dampak penting itu baik sendiri maupun dengan bantun konsultan.
Di dalam studi ANDAL dilakukan pula identifikasi dampak. Jika pelaksana ANDAL adalah konsultan yang membantu pemrakarsa dalam penyusunan kerangka acuan, tidaklah akan terjadi perbedaan antara dampak penting yang diidentifikasinya dengan yang tertera pada kerangka acuan. Tetapi jika konsultannya lain, dapatlah terjadi bahwa dalam proses identifikasi dampak itu dapat terjadi teridentifikasinya dampak penting yang tidak termuat dalam kerangka acuan. Dalam hal ini konsultan ANDAL seyogyanya merundingkan dengan pihak pemrakarsa agar dilakukan pekerjaan-tambah. Karena menurut kepmen kerangka acuan harus disetujui oleh instansi yang berwenang, maka baik pekerjaan kurang maupun pekerjaan tambah persetujuan harus bersifat resmi yang disetujui tidak saja oleh pemrakarsa, melainkan juga oleh instansi yang berwenang ( Otto, 2007 : 79).
Tujuan penyusunan Kerangka Acuan Andal adalah untuk: a. Merumuskan lingkup dan kedalaman studi ANDAL;
b. Mengarahkan studi ANDAL agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia.
bahan rujukan bagi penilai dokumen ANDAL untuk mengevaluasikan hasil studi ANDAL (Gatot, 2004 : 164).
Kerangka acuan bagi pembuat ANDAL merupakan pegangan yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses penyusunan ANDAL. ANDAL harus dilaksanakan sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Pembuatan kerangka acuan tersebut dilakukan bersama antara pemrakasrsa dan instansi yang bertanggung jawab, maksudnya bertujuan untuk mempercepat penyusunan kerangka acuan tersebut, dengan pengertian bahwa instansi yang bertanggung jawab hanya bersifat memberikan pentunjuk-petunjuk yang diperlukan dalam penyusunan dalam kerangka acuan tersebut.
Kerangka acuan dapat disusun dalam tiga cara:
Yang pertama, kerangka acuan disusun oleh komisi yang bertanggung jawab bersama-sama dengan pemrakarsa proyek. Yang kedua, kerangka acuan disusun bersama antara komisi yang bertanggung jawab, pemrakarsa proyek dan pelaksana AMDAL atau konsultan ANDAL. Yang ketiga, kerangka acuan disusun oleh pelaksana AMDAL yang diajukan kepada pemrakarsa proyek, kemudian dibicarakan bersama-sama instansi yang bertanggung jawab (Erwin, 2009 : 94).
Dasar pertimbangan penyusunan Kerangka acuan ANDAL : a. Keanekaragaman
lingkungan. Rencana usaha atau kegiatan pada umumnya sangat beraneka ragam menurut bentuknya, ukuran, tujuannya sasarannya, dan sebagainya. Demikian pula rona lingkungan akan berbeda menurut letak geografi, keanekaan faktor lingkungan, pengaruh manusia, dan sebagainya karena itu, tata kaitan antara keduanya ( rencana usaha dan rona lingkungan) tentu akan sangat bervariasi. b. Keterbatasan sumber daya
Penyusunan ANDAL sering kali dihadapkan pada keterbatasan sumber daya, keterbatasan waktu, dana, tenaga, metode dan sebagainya. Kerangka acuan ANDAL memberikan ketegasan tentang bagaimana menyesuaikan tujuan dan hasil yang ingin dicapai dalam keterbatasaan sumber daya tersebut tanpa mengurangi mutu pekerjaan ANDAl. Dalam kerangka acuan ANDAL ditonjolkan upaya untuk menyusun prioritas manakah yang harus diutamakan agar tujuan ANDAL dapat terpenuhi meski sumber daya terbatas.
c. Efisiensi
Pengumpulan data dan informasi untuk kepentingan ANDAL perlu dibatasi pada faktor-faktor yang berkaitan langsung dengan kebutuhan, sehingga dengan cara ini ANDAL dapat dilakukan secara efisien.
Pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam penyusunan kerangka acuan ANDAL adalah pemrakarsa instansi yang bertanggung jawa dan calon penyusun studi ANDAL. Namun dalam pelaksanaan peyusunan kerangka acuan ANDAL (proses pelingkupan) harus senantiasa melibatkan para pakar serta masyarakat yang berkepentingan sesuai Pasal 22 PP Nomor 51 Tahun 1993 Tentang AMDAL.
e. Pemakai hasil ANDAL dan penyusunan kerangka acuan ANDAL Menurut Pasal 6 PP Nomor 51 Tahun 1993, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha atau kegiatan. Hasil studi kelayakan ini tidak hanya berguna untuk para perencana, tetapi yang terpenting adalah bagi pengambil keputusan. Oleh karena itu dalam menyusun kerangka acuan ANDAL untuk suatu ANDAL perlu dipahami, bahwa nanti akan merupakan bagian dari studi kelayakan yang akan digunakan oleh pengambil keputusan dan perencanaan.
f. Wawasan kerangka acuan ANDAL
Dokumen kerangka acuan ANDAL harus mencerminkan secara jelas dan tegas wawasan lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam pembangunan suatu rencana usaha atau kegiatan.
g. Proses pelingkupan
(hipotesis) yang berkaitan dengan rencana usaha atau kegiatan. Pelingkupan merupakan proses terpenting dalam penyusunan kerangka acuan ANDAL karena melalui proses ini dihasilkan hal-hal sebagai berikut :
1) Dampak penting terhadap lingkungan yang dipandang relevan untuk ditelaah secara mendalam dalam studi ANDAL dengan meniadakan hal-hal atau komponen lingkungan yang dipandang kurang atau tidak penting untuk ditelaah;
2) Lingkup wilayah studi ANDAL berdasarkan beberapa
pertimbangan seperti: batas proyek, batas ekologis, batas sosial, dan batas administratif;
3) Kedalam studi ANDAL yang antara lain mencangkup metode uang digunakan, jumlah sampel yang diukur dan tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan sumber daya yang tersedia (Gatot, 2007 : 165-168).
5. Jenis-jenis Amdal
Apabila dilihat dari peraturan dan berbagai keputusan administratif mengenai ke- Amdal-an, maka sistem Amdal dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis. Penggolongan demikian dilakukan melalui pendekatan kajian terhadap jenis-jenis kegiatan. Jenis-jenis Amdal adalah sebagai berikut :
Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha/kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha/kegiatan. Kajian ini menghasilkan dokumen kerangka acuan Analisis Dampak Lingkungan, rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan.
b. AMDAL Kegiatan Terpadu
Hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha atau kegiatan yang terpadu yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem dan melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab. c. AMDAL Kawasan
Hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem dan melibatkan kewenangan satu instansi yang bertanggung jawab.
d. AMDAL Regional
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan di dalam aspek teori, konsep dan metodologi ANDAL tidak mengalami perubahan sejak tahun 1986 hingga kini, sedangkan pada tatanan prosedural sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, dokumen penapis Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) tidak diperlukan lagi.
6. Komisi penilai Amdal
Untuk menilai dokumen-dokumen ke Amdal-an, ada sebuah komisi yang bertugas menilai dokumen, yang terdapat di tingkat pusat sebagai komisi penilai pusat dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah. Komisi di tingkat pusat dan daerah dibentuk oleh Menteri dan Gubernur, dan selanjutnya masing- masing komisi ini berkedudukan di Bapedal (pusat) dan Bapedalda (bapedal daerah) (Siahaan, 2004: 250).
7. Tugas komisi penilai amdal
Komisi penilai pusat memiliki otoritas menilai Amdal bagi kegiatan-kegiatan yang memenuhi kriteria:
a. Kegiatan yang bersifat berstrategis dan menyangkut aspek hankam negara;
b. Kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah propinsi; c. Kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan negara lain; d. Kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang lautan;
D.Tinjauan umum tentang pencemaran lingkungan 1. Pengertian Pencemaran
Menurut Stephanus Munadjat Danusaputro pencemaran adalah suatu keadaan, dalam mana suatu zat dan energi diintroduksikan ke dalam suatu lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sendiri dalam kosentrasi sedemikian rupa, hingga menyebabkan terjadinya perubahan dalam keadaan termaksud yang mengakibatkan lingkungan itu tidak berfungsi seperti semula dalam arti kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan hayati.
Menurut WHO ditetapkan empat tahapan pencemaran : a. Pencemaran tingkat pertama
Pencemaran yang tidak menimbulkan kerugian pada manusia, baik dilihat dari kadar zat pencemarannya maupun waktu kontaknya dengan lingkungan.
b. Pencemaran tingkat kedua
Pencemaran yang mulai menimbulkan iritasi ringan pada pancaindera dan alat vegetatif lainnya serta menimbulkan gangguan pada komponen ekosistem lainnya.
c. Pencemaran tingkat ketiga
Pencemaran yang sudah mengakibatkan reaksi pada faal tubuh dan menyebabkan sakit yang kronis.
Pencemaran yang telah menimbulkan dan mengakibatkan kematian dalam lingkungan karena kadar zat pencemaran terlalu tinggi (Supardi, 1994 : 31).
2. Pengertian pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Perusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan itu tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan (Pasal 1 ayat (14) Undang-undang No. 32 Tahun 2009).
Pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan juga megakibatkan adanya kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan menurut Undang-undang No 32 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (17) adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan.
adalah terjadinya pencemaran lingkungan yang akan mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan dan terganggunya kesehatan serta ketenangan hidup makhluk hidup (termasuk manusia). Terjadinya atau pencemaran lingkungan ini umumnya terjadi akibat kemajuan teknologi dalam usaha meningkatkan kesejahteraan hidup. Misalnya pencemaran air, udara dan tanah akan menyebabkan merosotnya kualitas air, udara dan tanah. Sebagai akibatnya akan terjadi banyak hal-hal yang merugikan dan mengancam kelestarian lingkungan ( Supardi, 1994 : 28-29).
Untuk menciptakan lingkungan dalam kehidupan yang seimbang sangat tergantung dari kegiatan manusia, sedangkan kegiatan manusia sangat dipengaruhi oleh tingkat kesadaran masyarakatnya dalam mengelola dan membina lingkungan. Kesadaran terhadap lingkungan tidak hanya bagaimana menciptakan suatu yang indah dan bersih saja, tetapi kewajiban setiap manusia untuk menghormati hak-hak orang lain atau kehidupan yang lain, juga terhadap kewajibannya. Seringkali kita jumpai tindakan orang atau sekelompok orang (perusahaan) yang hanya mengejar kepentingannya sendiri tanpa memperhatikan dampak dan hak orang lain. Misalkan pabrik-pabrik dalam produksinya menggunakan api dengan cerobong ke atas, sepintas disadari atau tidak nampaknya tidak begitu membahayakan karena akibatnya tidak dirasakan pada saat itu ( Joko, 1999 : 16-17).
ditimbulkan. Mengingat hal ini, maka setiap pada proyek industri selain memperhatikan lokasi proyek yang harus memenuhi persyaratan lingkungan untuk menjaga kelestarian, juga perlu diperhatikan pencegahan pengotoran dalam bentuk pengaturan pembuangan zat sisa dan kotoran yang sebaik-baiknya ( Joko, 1999 : 152).
Masalah pencemaran industri ataupun segala bentuk pencemaran merupakan tanggung jawab kita semua, namun karena keterbatasan sarana dan prasarana untuk menghindari pencemaran maka dalam pengendaliannya dilakukan sistem pembagian tugas dan wewenang antara instansi-instansi yang telibat untuk menangani pencemaran akibat kegiatan industri. Pengendalian pencemaran industri bermakna suatu kegiatan yang mencangkup upaya pencegahan dan/atau penanggulangan terjadinya pencemaran industri. Departemen perindustrian yang ikut bertanggung jawab terhadap pencemaran industri dari perusahaan industri dan lokasi industri, dengan sasaran semua limbah industri yang dibuang dari sumber pencemaran industri ke lingkungan bebas/umum, untuk mengupayakan agar selalu memenuhi standar kualitas limbah yang telah ditetapkan (Joko, 1994 :44).
3. Dampak pencemaran lingkungan
dihasilkan dari pembangunan pencemaran lingkungan dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Kerugian ekonomi dan sosial (economic and social in jury). b. Gangguan sanitair (sanitary hazard) (Muhammad, 2009. 35).
Dampak ialah setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungan akibat adanya aktivitas manusia termasuk didalamnya dampak pembangunan fisik dan non fisik. Besarnya dampak yang terjadi akibat kegiatan pembangunan ditentukan oleh :
a. Jumlah manusia yang akan terkena dampak
Suatu kegiatan umumnya mempunyai sasaran, berapa jumlah manusia yang akan menikmati kegiatan tersebut. Suatu kegiatan mempunyai dampak penting bila jumlah manusia yang terkena dampak, tetapi tidak termasuk yang menikmati manfaat kegiatan, jumlahnya sama atau lebih besar dari yang menikmatinya. Kriteria lain ialah bila jumlah manusia yang terkena dampak, baik yang tidak maupun yang menikmati sasaran manfaat kegiatan jumlahnya sama atau lebih besar dari yang terkena dampak dalam penyebaran dampak.
b. Luas wilayah penyebaran dampak
administrasi pada tingkat kabupaten diatas, atau bila penyebaran dampak tersebut melampaui batas negara.
c. Lamanya dampak berlangsung
Dampak kegiatan menjadi penting, bila dampak tersebut berlangsung pada seluruh tahap kegiatan, baik pada tahap prakonstruksi maupun tahap konstruksi atau pun tahap pasca konstruksi atau bila berlangsung minimal selama separuh dari umur kegiatan.
d. Insentitas dampak
Insentitas dampak dihitung dengan cara mengukur berat, atau ringannya dampak serta besarnya penyimpanan dari baku mutu lingkungan. Dampak lingkungan bersifat penting bila menyebabkan terjadinya perubahan toleransi lingkungan secara drastis dalam waktu singkat dan dalam ruang yang luas sehingga lingkungan tidak dapat pulih kembali.
e. Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Suatu dampak bersifat penting apabila banyak komponen lingkungan yang terkena dampak, baik komponen sosial budaya, komponen abiotik maupun komponen biotik.
f. Sifat komunikatif dampak
sangat berbahaya bila bertemu dengan dampak lain, sehingga bahaya masing-masing dampak menjadi sangat berbahaya. Fenomena ini terjadi karena dampak-dampak tersebut bersatu dan ditingkatkan derajat bahannya yang disebut akumulasi sinergetik. Akumulasi dapat pula menyebabkan berkurangnya bahaya masing-masing dampak yang disebut akumulasi antagomistik (Supardi, 1994 :159 :160).
Dalam hal ini, udara pada lingkungan tercemar oleh zat –zat polutan sehingga tidak bersih lagi dan merupakan gangguan bagi makhluk hidup/ manusia sekitarnya. Dengan kemajuan teknologi pada masa kini, polusi udara telah menimbulkan banyak kekhawatiran terutama di daerah industri. Polusi udara ini bisa terjadi karena berasal dari :
a. Kendaraan bermotor
Semua kendaraan bermotor yang memakai bensin dan solar akan mengeluarkan gas CO, Nitrogen oksida, Blerang dioksida dan partikel-partikel yang lain dan sisa pembakarannya. Unsur-unsur ini bila mencapai kuatum tertentu dapat merupakan racun bagi fungsi-fungsi, darah, SO, dan menimbulkan penyakit pada sistem pernapasan.
b. Pabrik-pabrik industri
kepentingan hidup manusia juga dikeluarkan produk-produk yang tidak berguna malahan dapat berupa racun. Produk-produk yang tidak berguna ini jelas akan dibuang dan bisa merusak lingkungan, berupa gangguan pada kehidupan dan kelestarian lingkungan bila tanpa pengendalian. Berbagai bentuk penyakit akan timbul pada masyarakat di sekitar pabrik atau pada para pekerja sendiri akibat masuknya zat-zat buangan ini ke dalam tubuh (Supardi, 1994 : 32).
Dampak pencemaran juga bisa menimbulkan bau yang tidak enak dari pembangunan tersebut, bau-bauan yang tidak enak, bisa mengganggu suasana lingkungan yang menyebabkan seseorang tidak akan betah tinggal lama ditempat yang menyebarkan bau. Bau yang tidak enak ini selain mengganggu kesehatan dan kenyamanan seseorang, dapat juga dipakai sebagai petunjuk adanya pencemaran racun-racun di udara. Bau yang tidak enak bisa berasal dari proses pembusukan sampah, baik yang berasal dari jasad organis/biologis maupun kimia/anorganis oleh makhluk-makhluk pembusuk. Juga bisa yang dari hasil buangan limbah dari pabrik-pabrik sehingga menyebabkan bau yang tidak enak ke lingkungan sekitarnya (Supardi, 1994 :42).
limbah-limbah pabrik yang masih murni, belum melalui proses pengolahan Waste Water Treatmen menyebar kewilayah bebas. Lambat laun dampaknya pada
lingkungan akan terasa hanya soal menunggu waktu saja. Dengan menyadari bahwa setiap kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, maka perlu dengan perkiraan pada perencanaan awal, sehingga dengan cara demikian dapat dipersiapkan langkah pencegahan maupun penanggulangan dampak negatifnya dan mengupayakan dalam bentuk pengembangan dampak posiif dari kegiatan tersebut ( Joko, 1999 : 27).
4. Unsur-unsur Pencemaran Lingkungan
Sesuai dengan pengertian dalam Pasal 1 Undang-undang Pokok Lingkungan Hidup Tahun 1997, maka unsur-unsur atau syarat yang mutlak untuk disebut suatu lingkungan telah tercemar haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
a. Masuk atau dimasukkannya komponen-komponen (makhluk hidup, zat energi zat, dan lain-lain).
b. Ke dalam lingkungan atau ekosistem lingkungan. c. Kegiatan manusia.
d. Timbul perubahan, atau menurunkan mutu yang lebih rendah hingga ke tingkat tertentu.