• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS TENTANG KESULITAN BELAJAR MEMBACA KEPADA SISWA DYSLEXIA KELAS III SD KANISIUS MINGGIR SLEMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI KASUS TENTANG KESULITAN BELAJAR MEMBACA KEPADA SISWA DYSLEXIA KELAS III SD KANISIUS MINGGIR SLEMAN"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KASUS TENTANG KESULITAN BELAJAR MEMBACA

KEPADA SISWA

DYSLEXIA

KELAS III SD KANISIUS MINGGIR

SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh: Hertami Ratnafuri

NIM : 101134077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

STUDI KASUS TENTANG KESULITAN BELAJAR MEMBACA

KEPADA SISWA DYSLEXIA

KELAS III SD KANISIUS

MINGGIR SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh: Hertami Ratnafuri NIM : 101134077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini peneliti persembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang senantiasa melimpahkan rahmat dan

kekuatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan pendidikan.

Dosen pembimbing I,

Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum.

dan Dosen pembimbing

II, Brigitta Erlita Tri Anggadewi, M.Psi yang dengan sabar membimbing peneliti

menyelesaikan skripsi.

Bapak Hariyadi dan Ibu Murjinem, kedua orang tua yang selalu memberikan doa,

dukungan, perhatian, kasih sayang dan semangat untuk menyelesaikan

pendidikan.

Albertus Gading Wijatmiko, Natalia Rani Sagita, Dimas Bayu Aji, Ibu Ruby

Femy yang selalu memberikan doa.

Seluruh keluarga besar Yosodimulyo dan keluarga besar Yohanes Paulus yang

telah memberikan dukungan yang besar kepada peneliti.

Sahabat-sahabat: Andi Gunawan, Sitoresmi Atika Pratiwi, Anik Susilowati,

Meilani, dan teman-teman dari club JSL ( Haryanto, Adi, Antok, Asa, Hendric,

Alfret, Michael dll) yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi,

(6)

v

MOTTO

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan ia memberi kekekalan di

dalam hati mereka

(Pengkhotbah 3 : 11)

Tuhan mengulurkan tangan-Nya untuk menolong mereka yang telah berusaha keras.

(Aeschylus)

Tuhan itu baik, dan penuh dengan kasih, oleh karena itu apapun yang telah diberikan

(7)
(8)
(9)

viii

ABSTRAK

STUDI KASUS TENTANG KESULITAN BELAJAR MEMBACA

KEPADA SISWA DYSLEXIA

KELAS III SD KANISIUS MINGGIR SLEMAN

Hertami Ratnafuri

Universitas Sanata Dharma

2014

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui kemampuan membaca dua

siswa

dyslexia

kelas III SD Kanisius Minggir Sleman, dan (2) mengetahui faktor apa

saja yang menjadi kesulitan membaca(

dyslexia).

Fokus penelitian ini adalah studi

kasus kesulitan belajar membaca kepada siswa

dyslexia

kelas III SD Kanisius

Minggir Sleman.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III SD Kanisius Minggir

Sendangagung Sleman tahun pelajaran 2013/2014 pada semester II (genap) dengan

jumlah siswa 2 anak yang semuanya adalah siswa putra. Metode penelitian studi

kasus dengan wawancara dan observasi langsung sebagai sumber data utama.

Analisis data studi kasus dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus

menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.” Aktivitas dalam analisis data,

yaitu data

reduction

, data

display

, dan

conclusion drawing

.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, dua siswa kelas III SD Kanisius

Minggir Sleman TN dan DR mengalami kesulitan belajar membaca (

dyslexia

). Hal

ini dapat dibuktikan melalui

asesmen informal

, yang didalamnya terdapat

kemampuan membaca lisan, dan membaca pemahaman. TN dan DR masih sulit (1)

mengeja dengan benar, (2) mengeja kata atau suku kata yang bentuknya serupa,

misal: b-d, u-n, v-w, k-y, i-l atau m-n, (3) ketika membaca tidak berurutan, (4)

kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata, dan (5) kesalahan mengeja yang

dilakukan terus-menerus

(10)

ix

ABSTRACT

A CASE STUDY OF DIFFICULTY IN READING TOWARDS THE

STUDENTS IN THE THIRD GRADE WHO HAVE DYSLEXIA OF KANISIUS

ELEMENTARY SCHOOL MINGGIR SLEMAN

Hertami Ratnafuri

Sanata Dharma University

2014

This research aims to (1) figure out the reading ability of students in the third

grade who have dyslexia of Kanisius Elementary School Minggir Sleman, and (2) the

factors of having difficulty in reading (dyslexia). Focus of research is a case study

oflearning difficulties dyslexia to read to the studentsof clas III SD Kanisius Minggir

Sleman.

The research subjects were the two male students having dyslexia of the third

grade of Kanisius Elementary School Minggir Sleman of the semester II school year

2013/2014. The research method was the case study with the data collection

technique of interview and direct observation. The data analysis technique was done

interactively and continously until having it out. The used data analysis were the

reduction data, display data, and conclusion drawing.

The result shows that the two male students of the third grade of Kanisius

Elementary School Minggir Sleman with the initial TN and DR had difficulty in

reading (dyslexia). This was proven in the informal assessment which provides the

oral reading and reading comprehension. The characteristics of the dyslexia shown

by TN and DR were about difficulties in (1) pronouncing words, (2) differentiating

letters b-d, u-n, v-w, k-y, i-l, or m-n, (3) sequencing the paragraph in a text, (4)

sequencing letters in a word, (5) continually spelling error and finding the text’s

content.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus, yang telah memberikan karunia dan

rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai tepat waktu. Tidak lupa peneliti ingin

menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama

proses penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini peneliti sampaikan kepada:

1. Bapak Drs. Rohandi., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin penelitian.

2. Romo G. Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., MA., Ketua Program Studi Pendidikan

Guru Sekolah Dasar.

3. Ibu Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., dosen pembimbing I yang telah sabar

membimbing dan memberikan saran serta motivasi kepada peneliti dari awal

penelitian sampai akhir penelitian.

4. Ibu

Brigitta Erlita Tri Anggadewi, M.Psi,

dosen pembimbing II yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing, dan mengarahkan peneliti dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Para dosen dan pihak sekretariat Prodi PGSD Sanata Dharma, atas bantuan dan

saran yang telah diberikan.

6. Ibu Christina Kusumastuti, S.PdSD., kepala sekolah SD Kanisius Minggir

Sleman yang telah memberikan ijin dalam pelaksanaan penelitian.

7. Ibu AY. Sumiyem., guru kelas III SD Kanisius Minggir Sleman telah

(12)
(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...

ii

HALAMAN PENGESAHAN ...

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...

iv

MOTTO

...

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...

vii

ABSTRAK ...

viii

ABSTRACT

...

ix

KATA PENGANTAR ...

x

DAFTAR ISI ...

xii

DAFTAR BAGAN ...

xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...

1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ...

4

1.3 Tujuan Penelitian ...

5

1.4 Manfaat Penelitian ...

5

(14)

xiii

1.4.2 Manfaat Praktis ...

5

1.5 Definisi Operasional ...

6

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka ...

7

2.1.1 Hakikat Kemampuan Membaca Permulaan ...

7

2.1.1.1 Pengertian Kemampuan ...

7

2.1.1.2 Pengertian Membaca ...

7

2.1.1.3 Pengertian Kemampuan Membaca...

10

2.1.1.4 Pengertian Membaca Permulaan ...

11

2.1.1.5 Pengertian Kemampuan Membaca Permulaan...

13

2.1.2 Kesulitan Belajar ...

19

2.1.2.1 Definisi Kesulitan Belajar ...

19

2.1.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar ...

21

2.1.3 Kesulitan Belajar Membaca (

dyslexia)

...

24

2.1.3.1 Definisi Kesulitan Belajar Membaca

(dyslexia)

...

24

2.1.3.2 Gejala

dyslexia ...

26

2.1.3.3 Karakteristik

dyslexia ...

28

2.1.3.4 Masalah

dyslexia ...

31

2.1.3.5

Asesmen

Kesulitan Belajar Membaca

untuk Kelas 3 SD...

33

2.1.3.6 Cara Mengatasi Anak

Dyslexia

...

35

2.1.4 Penelitian yang Relevan ...

40

(15)

xiv

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian...

44

3.2 Setting Penelitian ...

46

3.2.1 Tempat Penelitian ...

46

3.2.2 Subjek Penelitian ...

46

3.3 Desain dan Langkah-langkah penelitian...

46

3.4 Metode penelitian ...

49

3.4.1 Sumber Data ...

49

3.4.2 Teknik Sampling (Cuplikan) ...

49

3.4.3 Teknik Pengumpulan Data ...

50

3.4.4 Instrumen Penelitian...

55

3.4.5 Kredibilitas, transferabilitas dan Validitas data ...

58

3.4.6 Analisis Data ...

60

3.5 Prosedur Kegiatan Penelitian...

61

3.6 Jadwal Penelitian ...

62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ...

64

4.1.1 Pelaksanaan Observasi ...

64

4.1.2 Hasil Observasi ...

65

4.1.3 Wawancara Dengan Guru Kelas ...

67

4.2 Identifikasi Kesulitan Belajar ...

72

4.2.1 Definisi Kesulitan Belajar ...

72

(16)

xv

4.3 Diagnosis...

76

4.4 Pembahasan ...

78

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ...

86

5.2 Saran ...

87

5.3 Keterbatasan Penelitian...

87

DAFTAR REFERENSI ...

89

(17)

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Penelitian yang Relevan ...

42

(18)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pedoman Observasi ...

53

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Observasi ... 92

Lampiran 2 Wawancara dengan Guru Kelas ... 96

Lampiran 3 Foto TN dan DR di sekolah ... 103

Lampiran 4 Foto DR saat membaca buku cerita ... 104

Lampiran 5 Foto TN saat membaca buku cerita ... 106

Lampiran 6 Garis besar wawancara ... 108

Lampiran 7 Surat permohonan izin penelitian ... 111

Lampiran 8 Surat keterangan melaksanakan penelitian ... 112

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keberadaan anak berkesulitan belajar sekarang ini hampir selalu dijumpai

dalam setiap kelas regular di sekolah dasar. Kesulitan belajar yang dihadapi

tentunya bermacam-macam yaitu kesulitan membaca, menulis, dan berhitung.

Anak yang memiliki kesulitan dalam satu atau lebih dan kesulitan tersebut,

biasanya memiliki prestasi dan nilai yang rendah terhadap mata pelajaran tersebut.

Istilah yang digunakan untuk menyebut anak berkesulitan belajar cukup beragam.

Keragaman istilah ini disebabkan oleh sudut pandang ahli yang berbeda-beda.

Istilah umum yang sering dipakai oleh para ahli pendidikan adalah learning

disabilities yang diartikan sebagai kesulitan belajar (Donald dalam Permanarian,

2007:83).

Kesulitan belajar yang akan dibahas disini adalah tentang kesulitan

membaca. Kesulitan belajar membaca adalah merupakan suatu sindroma kesulitan

dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam belajar

segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa (Bryan dalam

Abdurrahman, 2009:204). Gejala yang biasanya nampak yaitu pada saat anak itu

mulai belajar membaca atau mulai mengenal bentuk-bentuk awal, dia sudah

mengalami kesulitan. Sering kali anak tersebut salah mendengar atau

mengucapkan huruf. Bagi anak yang sudah bisa membaca, bahkan ketika

(21)

Menurut Akhadiah dkk (1993: 22) membaca merupakan suatu kesatuan

kegiatan yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan

kata-kata, menghubungkan bunyi serta maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai

maksud bacaan. Menurut Abdurahman (2003:200) membaca merupakan aktivitas

kompleks yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik yang terkait dengan

membaca adalah gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktivitas mental

mencakup ingatan dan pemahaman. Orang dapat membaca dengan baik jika

mampu melihat huruf-huruf dengan jelas, mampu menggerakkan mata secara

lincah, mengingat simbul-simbul bahasa dengan tepat dan memiliki penalaran

yang cukup untuk memahami bacaan.

Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang

studi. Jika anak pada usia permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca,

maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang

studi dikelas-kelas berikutnya (Abdurrahman, 2009:204). Kemampuan membaca

mempunyai peranan penting dalam membantu siswa dalam mempelajari banyak

hal. Menurut Dhieni (2009:13), siswa kelas III harus memiliki kemampuan dasar

untuk membaca yaitu kemampuan membedakan auditorial, kemampuan

diskriminasi visual, kemampuan membuat hubungan suara dengan simbol,

kemampuan bahasa lisan dan kemampuan membangun suatu latar belakang

pengalaman.

Peneliti tertarik untuk mengamati kesulitan 2 siswa dalam hal membaca

khususnya di kelas III. Berdasarkan pengamatan peneliti, ada dua siswa yang

kesulitan membaca dengan lancar. Berdasarkan hasil pengamatan pada saat

(22)

tersebut sudah mampu mengenal huruf khususnya huruf vokal seperti: a, i, u, e, o.

Anak sudah mengenal huruf tersebut meskipun peneliti meletakkan tidak

berurutan dan memintanya menunjukkan serta menyebutkan satu persatu. Selain

huruf vokal tersebut, kedua anak tersebut sudah mengenal semua huruf konsonan.

Pada saat guru kelas mencoba lagi menggunakan cara membaca kata atau kalimat,

kedua anak tersebut mengalami kesulitan dalam membaca huruf yang dimaksud

dengan benar, atau masih banyak melakukan kesalahan dalam membaca kata

tersebut.

Siswa TN masih lamban dalam membaca, serta menghilangkan dan

mengganti huruf dalam membaca sebuah kata. Misalnya pada kata “perahu”

dibaca anak “perau”; kata “mencari” dibaca anak “mecari”. Siswa A juga belum

mampu membedakan huruf w dengan v, huruf m dengan n, kesulitan membaca

huruf r, dan belum bisa membaca atau mengucapkan “ng”.

Siswa DR pada saat membaca selalu terburu-buru sehingga sering salah,

menghilangkan huruf, mengganti huruf, menambahkan huruf dalam membaca

sebuah kata, misalnya pada saat membaca; kata “mendapatkan” dibaca anak

“mendapat”; kata “pelelangan” dibaca anak “pelenangan”; kata “mencukupi”

dibaca anak “cukup”; kata “taman” dibaca “tamanan” dan lain sebagainya. Siswa

B juga belum mampu membedakan huruf, seperti huruf b dengan d, huruf k

dengan y, huruf l dengan i dan lain sebagainya. Padahal kemampuan tersebut

merupakan kemampuan awal yang perlu dimiliki peserta didik untuk membaca

dengan baik dan benar.

Berdasarkan gagasan tersebut maka peneliti tertarik untuk membantu kedua

(23)

menggabungkan huruf huruf yang dikenal dengan ditambahkan huruf vokal,

sehingga huruf-huruf tersebut bisa dituliskan dalam suku kata. Misalnya anak

sudah mengenal huruf [b] maka peneliti membantu atau merubah metode menulis

anak sebelumnya dengan langsung mengenalkan suku katanya. Secara latar

belakang anak tersebut sudah mengenal huruf vokal, sehingga dengan huruf [b],

anak mampu menulis menjadi suku kata, seperti [ba,bi, bu, be,bo]. Di samping itu,

anak sudah cukup baik menulisnya. Dari hasil asesmen tersebut peneliti dapat

melihat anak mampu membaca suku kata yang penulis sebutkan. Anak sudah

dapat membedakan antara huruf [b] dan [d], jika ditambah dengan vokal [a], maka

jika [ba] itu ditulis dengan membaca [b] ditambah [a]. Demikian juga dengan [da],

jika ditulis dengan menggunakan [d] ditambah [a]. Tapi, kalau disuruh membaca

dalam sebuah kata, anak sering salah membacanya, karena anak menghilangkan

atau mengganti dengan huruf lain.

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti akan meneliti tentang studi kasus

kesulitan belajar membaca kepada siswa dyslexia kelas III SD Kanisius Minggir

Sleman. Adapun alasan peneliti memilih metode atau pendekatan studi kasus

yaitu penelitian ini memusatkan diri secara intensif pada satu objek tertentu yang

mempelajarinya sebagai suatu kasus.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor apa saja yang menjadi kesulitan membaca kedua siswa kelas III SD

(24)

2. Bagaimana kemampuan membaca kedua siswa dyslexia kelas III SD

Kanisius Minggir Sleman?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi kesulitan membaca kedua

siswa dyslexiakelas III SD Kanisius Minggir Sleman.

2. Untuk mengetahui kemampuan membaca kedua siswa dyslexia kelas III SD

Kanisius Minggir Sleman.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis

1. Diperolehnya pengetahuan baru tentang kesulitan belajar membaca bagi

siswa dyslexiakelas III di SD Kanisius Minggir Sleman Yogyakarta.

2. Diperolehnya bahan pertimbangan dalam memahami siswa dyslexia,

mengidentifikasi permasalahan-permasalahan dan jalan penyelesaian dalam

rangka membimbing dan membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam

belajar membaca.

1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Guru

Diperolehnya informasi tentang siswanya, sehingga dapat digunakan sebagai

landasan menentukan pendekatan atau layanan bimbingan belajar yang tepat

(25)

2. Bagi sekolah

Diperolehnya masukan bagi sekolah dalam usaha meningkatkan kemampuan

membaca siswa sehingga berdampak pada peningkatan prestasi dan nilai

siswa.

1.5 Definisi Operasional

1. Membaca adalah suatu kesatuan kegiatan yang mencakup beberapa kegiatan

seperti mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkan bunyi serta

maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan.

2. Kemampuan Membaca adalah kesanggupan melakukan aktivitas komplek

baik fisik maupun mental untuk meningkatkan keterampilan kerja,

penguasaan berbagai bidang akademik, serta berpartisipasi dalam kehidupan

bermasyarakat.

3. Kesulitan belajar membaca adalah ketidakmampuan dalam mengenal huruf,

kata dan memahami fungsi serta makna yang dibaca.

(26)

7 BABII

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Hakikat Kemampuan Membaca Permulaan

2.1.1.1 Pengertian Kemampuan

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S.

Poerwadarminta yang diolah kembali oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional (2007:742) kemampuan diartikan kesanggupan, kecakapan, atau

kekuatan. Menurut Nurkhasanah dan Tumianto (2007:423) kemampuan diartikan

kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan. Berdasarkan dua pengertian di atas

dapat di simpukan kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan untuk

menguasai sesuatu yang sedang dihadapi. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia

kemampuan membaca sangat diperlukan dan harus dimiliki oleh seseorang

karena kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang

studi.

2.1.1.2. Pengertian Membaca

Menurut Akhadiah dkk (1993: 22) membaca merupakan suatu kesatuan

kegiatan yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan

kata-kata, menghubungkan bunyi serta maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai

maksud bacaan. Anderson, dkk dalam Akhadiah (1993:22) memandang

membaca sebagai suatu proses untuk memahami makna suatu tulisan.

(27)

menuntut kerjasama antara sejumlah kemampuan. Untuk dapat membaca suatu

bacaan, seseorang harus dapat menggunakan pengetahuan yang sudah

dimilikinya.

Menurut Abdurahman (2003:200) membaca merupakan aktivitas

kompleks yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik yang terkait dengan

membaca adalah gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktivitas mental

mencakup ingatan dan pemahaman. Orang dapat membaca dengan baik jika

mampu melihat huruf-huruf dengan jelas, mampu menggerakkan mata secara

lincah, mengingat simbul-simbul bahasa dengan tepat dan memiliki penalaran

yang cukup untuk memahami bacaan.

Santoso (2007: 6.3) menjelaskan bahwa, aktivitas membaca terdiri dari

dua bagian, yaitu membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk.

Membaca sebagai proses mengacu pada aktivitas fisik dan mental. Sedangkan

membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari aktivitas yang

dilakukan pada saat membaca. Pernyataan ini sesuai dengan yang termuat dalam

jurnal Reading the Media (2007) reading the media is an excellent source for devising one’ sown medialiteracy curriculum, and why medialiteracy matters (membaca merupakan sumber yang bagus dalam memikirkan /menentukan

kemampuan membaca seseorang dan mengapa kemampuan membaca tersebut

berarti).

Menurut Rahim (2008:2) membaca adalah suatu yang rumit yang

melibatkan banyak hal, tidak hanya melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan

aktivitas visual, berfikir, psikolinguistik, dan meta kognitif. Proses membaca

(28)

kegiatan fisik maupun mental. Menurut Santoso (2007:6-3) Proses membaca

terdiri dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah: (1) aspek sensori, yaitu

kemampuan untuk memahami simbol-simbol tertulis, (2) aspek perspektual, yaitu

kemampuan untuk menginterprestasikan apa yang dilihat sebagai symbol, (3)

aspeks kemata yaitu kemampuan menghubungkan informasi tertulis dengan

struktur pengetahuan yang telah ada, (4) aspek berpikir yaitu kemampuan

membuat inferensi dan evaluasi dari materi yang dipelajari, dan (5) aspek

afektif, yaitu aspek yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengaruh

terhadap kegiatan membaca. Interaksi antara kelima aspek tersebut secara

harmonis akan menghasilkan pemahaman membaca yang baik, yakni terciptanya

komunikasi yang baik antara penulis dengan pembaca.

Membaca sebagai proses visual merupakan proses menerjemahkan

simbol tulis dalam bunyi. Sebagai suatu proses berfikir, membaca mencakup

pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan

membaca kreatif. Membaca sebagai proses linguistik, skemata pembaca

membantunya membangun makna. Sedangkan fonologis, semantic dan fitur

sintaksis membantu mengomunikasikan pesan-pesan. Proses metakognitif

melibatkan perencanaan, pembetulan suatu strategi, pemonitoran ,dan

pengevaluasian.

Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena seorang yang membaca

dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang

yang tidak punyai tujuan. Dalam kegiatan membaca dikelas, guru seharusnya

menyusun tujuan membaca dengan menyediakan tujuan khusus yang sesuai

(29)

Menurut Rahim (2008:11) tujuan membaca mencakup: (1) kesenangan, (2)

menyempurnakan membaca nyaring, (3) menggunakan strategi tertentu, (4)

memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik, (5) mengaitkan informasi

baru dengan informasiyang telah diketahuinya, (6) memperoleh informasi untuk

laporan lisan atau tertulis, (7) menginformasikan atau menolak prediksi, (8)

menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh

dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks,

(9) menjawab pertanyaan- pertanyaan yang spesifik.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan membaca

adalah suatu aktivitas komplek baik fisik maupun mental yang bertujuan

memahami isi bacaan sesuai dengan tahap perkembangan kognitif. Setiap

pembaca memiliki tahap perkembangan kognitif yang berbeda, misalnya siswa

kelas I SD perkembangan kognitifnya tidak sama dengan siswa kelas IV, V, dan

VI. Bahan ajar (bacaan yang dibaca) tidak sama, harus disesuaikan dengan

tingkat perkembangan kognitif yang dimiliki siswa.

2.1.1.3. Pengertian Kemampuan Membaca

Menurut Lerner (dalam Abdurrahman, 2003:200) kemampuan membaca

merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika siswa pada usia

sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca maka ia akan

mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada

kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu, siswa harus belajar membaca agar ia

(30)

Mercer (dalam Abdurrahman,2003:200) menjelaskan bahwa, kemampuan

membaca tidak hanya memungkinkan seseorang meningkatkan kemampuan kerja

dan penguasaan berbagai bidang akademik tetapi juga memungkinkan

berpartisipasi dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan menemukan

kebutuhan emosional.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan kemampuan

membaca adalah kesanggupan melakukan aktivitas komplek baik fisik maupun

mental untuk meningkatkan keterampilan kerja, penguasaan berbagai bidang

akademik, serta berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Kemampuan

membaca merupakan modal utama dalam kehidupan setiap pribadi, baik

disekolah maupun di dalam lingkungan masyarakat.

2.1.1.4. Pengertian Membaca Permulaan

Pembelajaran membaca permulaan erat kaitannya dengan pembelajaran

menulis permulaan. Sebelum mengajarkan menulis guru terlebih dahulu

mengenalkan bunyi suatu tulisan atau huruf yang terdapat pada kata-kata dalam

kalimat. Pengenalan tulisan beserta bunyi ini melalui pembelajaran membaca.

Menurut Darmiyati Zuhdi dan Budiasih (2001:57) pembelajaran

membaca dikelas I dan kelas II merupakan pembelajaran membaca tahap awal.

Kemampuan membaca diperoleh siswa dikelas I dan kelas II tersebut akan

menjadi dasar pembelajaran membaca di kelas berikutnya.

Santoso (2007: 3-19) menjelaskan bahwa, pembelajaran membaca di

sekolah dasar terdiri atas dua bagian yakni membaca permulaan yang

(31)

siswa mampu mengenal huruf, suku kata, kata, kalimat dan mampu membaca

dalam berbagai konteks. Sedangkan membaca lanjut dilaksanakan di kelas tinggi

atau dikelas III, IV, V dan VI.

Pembelajaran membaca permulaan bagi siswa kelas I SD dapat

dibedakan ke dalam dua tahap yakni belajar membaca tanpa buku diberikan pada

awal-awal anak memasuki sekolah. Pembelajaran membaca permulaan dengan

menggunakan buku dimulai setelah murid-murid mengenal huruf-huruf dengan

baik kemudian diperkenalkan dengan lambang-lambang tulisan yang tertulis

dalam buku (Tarigan, 1997:5.33).

Membaca permulaan menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001:

58) yakni diberikan secara bertahap, tahap pramembaca dan tahap membaca.

Pada tahap pramembaca, kepada siswa diajarkan: (1) sikap duduk yang baik pada

waktu membaca; (2) cara meletakkan buku di meja; (3) cara memegang buku; (4)

cara membuka dan membalik halaman buku dan (5) melihat dan memperhatikan

tulisan. Pembelajaran membaca permulaan di titik beratkan pada aspek-aspek

yang bersifat teknis seperti ketepatan menyuarakan tulisan, lafal dan intonasi

yang wajar, kelancaran dan kejelasan suara. Berdasarkan beberapa uraian diatas

dapat disimpulkan membaca permulaan adalah membaca yang dilaksanakan di

kelas I dan II, dimulai dengan mengenalkan huruf-huruf dan lambang-lambang

tulisan yang menitik beratkan pada aspek ketepatan menyuarakan tulisan, lafal

(32)

2.1.1.5. Pengertian Kemampuan Membaca Permulaan

Menurut Darmiyati Zuhdi dan Budiasih (2001:57) kemampuan membaca

yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap

kemampuan membaca lanjut. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan

berikutnya maka kemampuan membaca permulaan benar-benar memerlukan

perhatian guru, membaca permulaan di kelas I merupakan pondasi bagi

pengajaran selanjutnya. Sebagai pondasi haruslah kuat dan kokoh, oleh karena

itu harus dilayani dan di laksanakan secara berdaya guna dan sungguh-sungguh.

Kesabaran dan ketelitian sangat di perlukan dalam melatih dan membimbing

serta mengarahkan siswa demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Anak atau

siswa dikatakan berkemampuan membaca permulaan jika dia dapat membaca

dengan lafal dan intonasi yang jelas, benar dan wajar, serta lancar dalam

membaca dan memperhatikan tanda baca (Rukayah, 2004:14).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan

membaca permulaan adalah kesanggupan siswa membaca dengan lafal dan

intonasi yang jelas, benar dan wajar serta memperhatikan tanda baca. Membaca

permulaan merupakan pondasi bagi pengajaran selanjutnya, sehingga harus

dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dalam melatih dan membimbing siswa

membaca.

Pengajaran membaca permulaan lebih ditekankan pada pengembangan

kemampuan dasar membaca. Siswa dituntut untuk dapat menyuarakan huruf,

suku kata, kata dan kalimat yang disajikan dalam bentuk tulisan ke dalam bentuk

(33)

Contoh:

Huruf a dibaca a

b dibaca be

c dibaca ce

Suku kata ba dibaca ba bukan bea

bu dibaca bu bukan beu

Kata baju dibaca baju bukan beajeu

batu dibaca batu bukan beateu

Kalimat itu buku dibaca itu buku bukan iteu bekeu

Itu budi dibaca itu Budi bukan iteu beudei

Tujuan pengajaran membaca dan menulis adalah agar siswa dapat

membaca dan menulis kata-kata dan kalimat sederhana dengan benar dan tepat

(Ahmad,1996:4). Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun

2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dalam mata

pelajaran Bahasa Indonesia untuk siswa kelas I memuat KD: (1) membaca

nyaring suku kata dan kata dengan lafal dan intonasi yang tepat; (2) membaca

nyaring kalimat sederhana dengan lafal yang tepat. Berdasarkan KD itu maka

tujuan membaca permulaan SD kelas I adalah agar siswa mampu membaca

nyaring suku kata,kata dan kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang

tepat.

Dalam pengajaran membaca permulaan ada empat faktor yang

mempengaruhi. Menurut Arnold (dalam Rahim, 2008:16) faktor yang

(34)

1) Faktor Fisikologis

Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan

neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi

yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar, khususnya

belajar membaca.

2) Faktor Intelektual

Secara umum, intelegensi anak tidak sepenuhnya memengaruhi

berhasil atau tidaknya anak dalam membaca permulaan. Faktor

metode mengajar guru, prosedur, dan kemampuan guru juga turut

memengaruhi kemampuan membaca permulaan anak.

3) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga memengaruhi kemajuan kemampuan

membaca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup: (1) latar

belakang dan pengalaman siswa dirumah dan (2) sosial ekonomi

keluarga siswa.

4) Faktor Psikologis

Faktor lain yang juga memengaruhi kemajuan kemampuan

membaca anak adalah factor psikologis. Faktor ini mencakup (1)

motivasi; (2) minat;dan (3) kematangan sosial, emosi, dan

penyesuaian diri.

Menurut Syafi’ie yang dikutip oleh Rahim (2008:31) menjelaskan ada

empat pendekatan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia:

1) Pendekatan Komunikatif

(35)

pembelajaran yang mementingkan fungsi bahasa sebagai alat

komunikasi.

2) Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif

Semiawan dan Joni (dalam Rahim, 2008: 32) menjelaskan bahwa

esensi pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) bukan terletak pada

digunakan atau tidak digunakannya alat dan cara duduk siswa yang

berkelompok, tetapi pada penghayatan pengalaman belajar yang

diprogramkan oleh siswa. Pendekatan CBSA sebagai kegiatan belajar

mengajar yang melibatkan siswa, artinya siswa secara aktif terlibat dalam

proses pengajaran. Mulai dari penyusunan rencana pengajaran, penyajian

pelajaran sampai pada penilaian.

3) Pendekatan Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran bahasa harus dilakukan secara utuh. Misalnya antara

keterampilan menyimak dengan berbicara dengan tidak mungkin

dipisahkan dalam suatu kegiatan belajar mengajar, begitu juga dengan

keterampilan berbahasa lainnya. Bentuk pembelajaran bahasa secara

terpadu bisa berupa perpaduan antara kegiatan membaca, menulis,

berbicara, dan menyimak.

4) Pendekatan Belajar Kooperatif

Belajar kooperatif merupakan suatu metode mengelompokkan siswa

ke dalam kelompok-kelompok kecil. Siswa bekerjasama dan saling

membantu dalam menyelesaikan tugas. Menurut Slavin ( dalam Rahim,

(36)

pendekatan belajar kooperatif bisa digunakan secara efektif pada setiap

tingkat kelas untuk semua mata pelajaran.

Akhadiah (dalam Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, 2001:61-66),

menjelaskan bahwa dalam pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa

metode yang dapat digunakan antara lain:

1) Metode Abjad dan Metode Bunyi

Dalam penerapannya, kedua model tersebut sering menggunakan kata

lepas.

Misalnya:

a) Metode abjad (dalam mengucapkan huruf-hurufnya sesuai

dengan abjad“a”,“be”,“ce”,“de”,dan seterusnya).

Contoh: bo – bo bobo

b) Metode bunyi (dalam mengucapkan huruf-hurufnya sesuai

dengan bunyi nyaa,beh,ceh,deh,dan seterusnya).

Contoh: beh– o – bo – beh– o – bo bobo

Perbedaan antara metode abjad dan metode bunyi terletak pada

pengucapan huruf.

2) Metode Kupas Rangkai Suku Kata dan Metode Kata Lembaga

Kedua metode ini dalam penerapannya menggunakan cara mengurai

dan merangkaikan.

a). Metode Kupas Rangkai Suku kata

Penerapannya guru menggunakan langkah-langkah sebagai

berikut:

(37)

(2) Merangkaikan suku kata menjadi huruf.

(3) Menggabungkan huruf menjadi suku kata.

Misalnya: ma – ta

m – a – t – a ma – ta

b). Metode Kata Lembaga

Penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Membaca kata yang sudah dikenal siswa.

(2) Menguraikan huruf menjadi suku kata.

(3) Menguraikan suku kata menjadi huruf.

(4) Mengabungkan huruf menjadi suku kata.

(5) Menggabungkan suku kata menjadi kata.

Misalnya:

bola bo – la

b – o – l – a bo – la bola

c). Metode Global

Dalam penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai

berikut:

1) Mengkaji salah satu suku kata.

2) Menguraikan huruf menjadi suku kata.

3) Menguraikan suku kata menjadi huruf.

4) Mengabungkan huruf menjadi suku kata.

5) Merangkaikan kata menjadi suku kata.

(38)

Misalnya: andi bermain catur

Kesulitan belajar adalah kondisi dimana siswa dengan kemampuan

intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau

kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi,

konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri,

dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan

pandangan Clement tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi

yang merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan

belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau

distraktibilitas dan masalah emosional.

Menurut Mulyono (1999), kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam

proses belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam mencapai

tujuan belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas akademik, baik

disebabkan oleh problem-problem neurologis, maupun sebab-sebab psikologis

lain, sehingga prestasi belajarnya rendah, tidak sesuai dengan potensi dan usaha

yang dilakukan. Kesulitan belajar juga merupakan ketidakmampuan dalam

menghubungkan berbagai informasi yang berasal dari berbagai bagian otak

(39)

berbicara dan menuliskan sesuatu, koordinasi, pengendalian diri atau perhatian.

Kesulitan-kesulitan ini akan tampak ketika mereka melakukan kegiatan-kegiatan

sekolah, dan menghambat proses belajar membaca, menulis, atau berhitung yang

seharusnya mereka lakukan (Porwanto, 2003).

Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai

jenis manifiestasi tingkah laku (bio-psikososial) baik secara langsung atau tidak,

bersifat permanen dan berpotensi menghambat berbagai tahap belajar siswa. Tidak seperti cacat lainnya, sebagaimanan kelumpuhan atau kebutuhan gangguan

belajar (learning disorder) adalah kekurangan yang tidak tampak secara lahiriah.

Ketidakmampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang

berbeda dengan orang normal lainnya. Kesulitan belajar adalah keterbelakangan

yang mempengaruhi kemampuan individu untuk menafsirkan apa yang mereka

lihat dan dengar.

Kesulitan belajar dapat berlangsung dalam waktu yang lama. Bebarapa

kasus memperlihatkan bahwa kesulitan ini memengaruhi banyak bagian dalam

kehidupan individu, baik itu di sekolah, pekerjaan, rutinitas sehari-hari, kehidupan

keluarga, atau bahkan terkadang dalam hubungan persahabatan dan bermain.

Beberapa penderita menyatakan bahwa kesulitan ini berpengaruh pada

kebahagiaan mereka. Sementara itu, penderita lainnya menyatakan bahwa

gangguan ini mengahambat proses belajar mereka, sehingga tentu saja pada

gilirannya juga akan berdampak pada aspek lain dari kehidupan mereka.

Kelompok siswa dengan Learning Dissability (LD) dicirikan dengan adanya gangguan-gangguan tertentu yang menyertainya. Tidak seperti cacat fisik,

(40)

Terkadang kesulitan ini tidak disadari oleh orangtua dan guru, akibatnya siswa

yang mengalami kesulitan belajar sering diidentifikasi sebagai siswa yang

underachiever, pemalas, atau aneh. Siswa-siswa ini mungkin mengalami perasaan frustrasi, marah, depresi, cemas, dan merasa tidak diperlukan (Harwell, 2001).

Definisi tersebut menunjukan bahwa learning diabilitytidak digolongkan

ke dalam salah satu keluarbiasaan, melainkan merupakan kelompok tersendiri.

Kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual,

memori maupun ekspresif di dalam proses belajar. Gangguan ini dapat terjadi di

berbagai tingkatan kecerdasan, namun learning disability lebih terkait dengan tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas normal. Siswa-siswa yang

berkesulitan belajar memiliki ketidakteraturan dalam proses fungsi mental dan

fisik yang bisa yang bisa menghambat alur belajar yang normal, menyebabkan

keterlambatan dalam kemampuan perseptual motorik tertentu atau kemapuan

berbahasa. Umumnya masalah ini tampak ketika siswa mulai mempelajari

mata-mata pelajaran dasar seperti menulis, membaca, menghitung dan mengeja.

Dari pengertian kesulitan belajar di atas maka jenis-jenis kesulitan belajar

di Sekolah Dasar dapat dikelompokkan kepada siswa yang mengalami kesulitan

belajar membaca. Jenis-jenis kesulitan belajar tersebut yaitu kesulitan membaca

(dyslexia), kesulitan menulis (disgrafia), kesulitan berhitung (diskalkulia).

2.1.2.2 Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai faktor.

Untuk memberikan suatu bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan

(41)

penyebab munculnya masalah kesulitan belajar. Faktor-faktor penyebab kesulitan

belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :

1) Faktor intern(faktor dari dalam diri siswa itu sendiri) yang meliputi:

a. Faktor fisiologi

Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari siswa itu sendiri. Seorang

siswa yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik,

sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak

sempurna. Selain sakit faktor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena

dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat

tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti

kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat

tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.

b. Faktor psikologis

Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan

berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita

ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan,

rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam faktor psikologis ini adalah

inteligensi yang dimiliki oleh anak. Siswa yang memiliki IQ ( cerdas

(110-140), atau genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami

pelajaran dengan cepat. Siswa yang tergolong sedang (90-110) tentunya tidak

terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi.

Siswa yang memiliki IQ dibawah 90 atau bahkan dibawah 60 tentunya

memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu,

(42)

atau siswanya. IQ faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya

masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan

mental siswa.

2) Faktor ekstern(faktor dari luar anak) meliputi:

a. Faktor-faktor sosial

Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka

di rumah. Siswa-siswa yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup

tentunya akan berbeda dengan siswa-siswa yang cukup mendapatkan

perhatian, atau siswa yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga

bagimana hubungan orang tua dengan siswa, apakah harmonis, atau jarang

bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh

pada kebiasaan belajar siswa.

b. Faktor-faktor non-sosial

Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya

masalah kesulitan belajar adalah faktor guru di sekolah, kemudian alat-alat

pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

Ada beberapa penyebab kesulitan belajar lain yang terdapat pada literatur

dan hasil riset (Harwell, 2001), yaitu :

a. Faktor keturunan/bawaan

b. Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan atau premature

c. Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu

yang merokok, menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol

(43)

d. Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala,

atau pernah tenggelam

e. Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan

kesulitan belajar biasanya mempunyai sistem imun yang lemah

f. Awal masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium,

arsenik, merkuri/raksa, dan neurotoksin lainnya

2.1.3 Kesulitan Belajar Membaca (Dyslexia)

2.1.3.1 Definisi Kesulitan Belajar Membaca (Dyslexia)

Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia (dyslexia). Dyslexia berasal dari kata Yunani yaitu “dys” yang berarti kesulitan dan “lexia” yang

berarti kata-kata. Dengan kata lain, disleksia berarti kesulitan dalam mengolah

kata-kata. Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr Kristiantini

Dewi, Sp A, menjelaskan, disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan

neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat

atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol. Terdapat

dua macam disleksia, yaitudevelopmental dyslexiadan acquired dyslexia.

Developmental Dyslexia merupakan bawaan sejak lahir dan karena faktor genetis atau keturunan. Penyandang developmental dyslexia akan membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak dapat disembuhkan. Tidak hanya

mengalami kesulitan membaca, mereka juga mengalami hambatan mengeja,

menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian, anak-anak

penyandang dyslexiamemiliki tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas

(44)

diminimalkan. Dan acquired dyslexia didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca.

Sejumlah ahli juga mendefinisikan dyslexia sebagai suatu kondisi pemrosesan input atau informasi yang berbeda (dari anak normal) yang sering kali

ditandai dengan kesulitan dalam membaca yang dapat memengaruhi area kognisi,

seperti daya ingat, kecepatan pemrosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi, dan pengendalian gerak. Dapat juga terjadi kesulitan visual dan

fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek

perkembangan.

Dyslexia adalah ketidakmampuan belajar yang terutama mengenai dasar berbahasa tertentu, yang mempengaruhi kemampuan mempelajari kata-kata dan

membaca meskipun anak memiliki tingkat kecerdasan rata atau di atas

rata-rata. Selain itu ketidakmampuan dalam motivasi dan kesempatan pendidikan yang

cukup serta penglihatan dan pendengaran yang normal.

Dalam dunia kedokteran istilah dyslexiabanyak dikaitkan dengan adanya

gangguan fungsi neurofisiologis. Pendapat Bryan dan Bryan yang dikutip oleh

Mercer (1979:200) mendefinisikan bahwa dyslexiamerupakan sindroma kesulitan

dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan

komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam belajar segala sesuatu yang

berkaitan dengan waktu, arah dan masa. Pengertian tentang dyslexiaatau kesulitan

belajar membaca sangat bervariasi, tetapi semua menunjukkan adanya gangguan

pada fungsi otak.

(45)

dengan normal, tetapi memiliki kesulitan dalam menginterpretasikan “spoken

language” dan tulisan. Dyslexia cenderung diturunkan dan lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki. Dyslexia terutama disebabkan oleh kelainan otak yang mempengaruhi proses pengolahan bunyi dan bahasa yang diucapkan.

Kelainan ini merupakan kelainan bawaan, yang bisa mempengaruhi penguraian

kata serta gangguan mengeja dan menulis.

2.1.3.2 Gejala Dyslexia

Gejala dyslexiamungkin sulit disadari sebelum anak masuk sekolah, tetapi

beberapa gejala awal dapat mengidentifikasi masalah tersebut. Ketika anak

mencapai usia sekolah, guru dari anak mungkin menjadi yang pertama menyadari

masalah tersebut.

1) Sebelum sekolah

Tanda dan gejala anak yang mungkin berisiko dyslexiaantara lain:

a. Terlambat berbicara

b. Menambah kosa kata dengan lambat

c. Kesulitan “rhyming” (rima kata)

2) Usia sekolah

Ketika anak di sekolah, gejala dyslexia mungkin menjadi lebih terlihat, termasuk di antaranya:

a. Membaca pada tingkat (level) di bawah apa yang diharapan untuk usia

anak

b. Bermasalah dalam memproses dan memahami sesuatu yang anak dengar

(46)

d. Bermasalah dalam mengikuti instruksi lebih dari satu dalam waktu yang

bersamaan

e. Ketidakmampuan untuk mengucapkan pelafalan dari kata-kata yang tidak

familiar

f. Kesulitan melihat (dan pada saat tertentu mendengar) persamaan dan

perbedaan di dalam surat atau kata-kata

g. Melihat surat/ kata-kata secara terbalik (b untuk d atau “saw” untuk

“was”)–walaupun melihat kata-kata atau surat secara terbalik itu biasa

untuk anak kecil, yang tidak mengalami disleksia, di bawah umur 8 tahun.

Anak yang mengalami disleksia akan terus melihat secar terbalik setelah

melewati umur tersebut

h. Kesulitan mengeja

i. Sulit mempelajari bahasa asing

Gejala dyslexia, anak memiliki kemampuan membaca di bawah kemampuan yang seharusnya dilihat dari tingkat inteligensia, usia dan

pendidikannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan otak mengolah dan memproses

informasi tersebut. Dyslexia merupakan kesalahan pada proses kognitif anak ketika menerima informasi saat membaca buku atau tulisan.

Jika pada anak normal kemampuan membaca sudah muncul sejak usia

enam atau tujuh tahun, tidak demikian halnya dengan anak dyslexia. Sampai usia

12 tahun kadang mereka masih belum lancar membaca. Kesulitan ini dapat

(47)

Ciri-ciri dyslexia:

1. Sulit mengeja dengan benar. Satu kata bisa berulangkali diucapkan dengan

bermacam ucapan.

2. Sulit mengeja kata atau suku kata yang bentuknya serupa, misal: b-d, u-n,

atau m-n.

3. Ketika membaca anak sering salah melanjutkan ke paragraph berikutnya atau

tidak berurutan.

4. Kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata.

5. Kesalahan mengeja yang dilakukan terus-menerus. Misalnya kata pelajaran

diucapkan menjadi perjalanan.

Banyak faktor yang menjadi penyebab dyslexia antara lain genetis, problem pendengaran sejak bayi yang tidak terdeteksi sehingga mengganggu

kemampuan bahasanya, dan faktor kombinasi keduanya. Dyslexia bukanlah kelainan yang tidak dapat disembuhkan. Hal paling penting adalah anak dyslexia

harus memiliki metode belajar yang sesuai. Pada dasarnya setiap orang memiliki

metode yang berbeda-beda, begitupun anak dyslexia.

2.1.3.3 Karakteristik Dyslexia

Menurut Mercer (1983:309) ada empat kelompok karakteristik kesulitan

belajar membaca, yakni yang berkenaan dengan (1) kebiasaan membaca, (2)

kekeliruan mengenal kata, (3) kekeliruan pemahaman, dan (4) kekeliruan

serbaneka. Anak berkesulitan belajar membaca sering memperlihatkan

sikap-sikap kebiasaan membaca yang tidak wajar antara lain adanya gerakan-gerakan

(48)

meninggi, atau berkali-kali menggigit bibir. Mereka juga sering menunjukkan

perasaan tidak aman dengan memperlihatkan perilaku menolak untuk membaca,

menangis, atau mencoba melawan guru.

Anak berkesulitan membaca sering mengalami kekeliruan dalam

mengenal kata. Kekeliruan jenis ini mencakup kehilangan, penyisipan,

penggantian, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, tidak mengenal kata,

dan tersentak-sentak. Gejala penghilangan kata tampak misalnya ketika anak

disuruh membaca kalimat “Kain putih bersih” dibaca “Kain bersih”. Penyisipan

terjadi jika anak dihadapkan suatu bacaan kemudian menambahkan kata yang

sebenarnya tidak ada dalam bacaan tersebut. Jika anak dihadapkan bacaan “Ayah

pergi berbelanja ke pasar”, oleh anak dibaca “Ayah dan Ibu pergi berbelanja ke

pasar”. Penggantian terjadi jika anak mengganti salah satu kata pada kalimat

bacaan. Misalnya bacaan “Ini buku Kakak” dibaca “Ini buku Bapak”. Pembalikan

akan nampak ketika anak membaca “ibu” menjadi “ubi” dan kesalahan ucap

terjadi ketika anak membaca “namun” tetapi dibaca “namum” atau “nanum”.

Gejala pengubahan tempat terjadi seperti membaca “Ibu pergi ke pasar” dibaca

“Ibu ke pasar pergi”. Gejala keraguan nampak pada saat anak berhenti membaca

suatu kata dalam kalimat karena tidak dapat membaca kata tersebut. Gejala

kekeliruan memahami bacaan nampak pada banyaknya kekeliruan dalam

menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan isi bacaan, tidak mampu

mengemukakan urutan cerita yang dibaca, dan tidak mampu memahami tema

utama dari suatu cerita. Gejala serbaneka nampak seperti membaca kata demi

kata, membaca penuh ketegangan, dan nada tinggi, dan membaca dengan intonasi

(49)

Beberapa ciri anak berkesulitan belajar membaca menurut Vernon sebagai

berikut:

1. Memiliki kekurangan dalam diskriminasi penglihatan

2. Tidak mampu menganalisis kata menjadi huruf-huruf

3. Memiliki kekurangan dalam memori visual

4. Memiliki kekurangan dalam melakukan diskriminasi auditoris

5. Tidak mampu memahami simbol bunyi

6. Kurang mampu mengintegrasikan penglihatan dengan pendengaran

7. Kesulitan dalam mempelajari asosiasi simbol-simbol iregular (khusus yang

berbahasa Inggris)

8. Kesulitan dalam mengurutkan kata-kata dan huruf-huruf

9. Membaca kata demi kata

10. Kurang memiliki kemampuan dalam berfikir konseptual

Beberapa ahli berpendapat bahwa berbagai kesalahan membaca antara lain:

1. Penghilangan kata atau huruf

2. Penyelipan kata

3. Penggantian kata

4. Pengucapan kata salah dan makna berbeda

5. Pengucapan kata salah tetapi makna sama

6. Pengucapan kata salah dan tidak bermakna

7. Pengucapan kata dengan bantuan guru

8. Pengulangan

9. Pembalikan kata

(50)

11. Kurang memperhatikan tanda baca.

12. Pembetulan sendiri.

13. Ragu-ragu dan tersendat-sendat.

2.1.3.4 Masalah Dyslexia

Masalah yang juga bisa mengikuti penyandang dyslexia di antaranya konsentrasi, daya ingat jangka pendek (cepat lupa dengan instruksi). “Penyandang

dyslexia juga mengalami masalah dalam pengorganisasian. Mereka cenderung tidak teratur. Misalnya, memakai sepatu tetapi lupa memakai kaus kaki. Masalah

lainnya, kesulitan dalam penyusunan atau pengurutan, entah itu hari, angka, atau

huruf,” papar Kristiantini (2010) yang juga seorang dokter anak.

Secara lebih detail, penyandang dyslexia biasanya mengalami masalah-masalah, seperti:

1. Masalah fonologi

Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik antara huruf dan bunyi. Misalnya mereka mengalami kesulitan membedakan ”paku”

dengan ”palu”; atau mereka keliru memahami kata-kata yang mempunyai

bunyi hampir sama, misalnya ”lima puluh” dengan ”lima belas”. Kesulitan ini

tidak disebabkan masalah pendengaran, tetapi berkaitan dengan proses

pengolahan input di dalam otak.

2. Masalah mengingat perkataan

Kebanyakan anak dyslexia mempunyai level kecerdasan normal atau di atas normal. Namun, mereka mempunyai kesulitan mengingat perkataan. Mereka

(51)

memanggilnya dengan istilah “temanku di sekolah” atau “temanku yang

laki-laki itu”. Mereka mungkin dapat menjelaskan suatu cerita, tetapi tidak dapat

mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana.

3. Masalah penyusunan yang sistematis atau berurut

Anak dyslexia mengalami kesulitan menyusun sesuatu secara berurutan misalnya susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu, atau susunan

huruf dan angka. Mereka sering ”lupa” susunan aktivitas yang sudah

direncanakan sebelumnya, misalnya lupa apakah setelah pulang sekolah

langsung pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat latihan sepak bola.

Padahal, orangtua sudah mengingatkannya bahkan mungkin hal itu sudah

pula ditulis dalam agenda kegiatannya. Mereka juga mengalami kesulitan

yang berhubungan dengan perkiraan terhadap waktu. Misalnya mereka

mengalami kesulitan memahami instruksi seperti ini: ”Waktu yang disediakan

untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang pukul 08.00. Maka 15 menit

sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali”. Kadang

kala mereka pun ”bingung” dengan perhitungan uang yang sederhana,

misalnya mereka tidak yakin apakah uangnya cukup untuk membeli sepotong

kue atau tidak.

4. Masalah ingatan jangka pendek

Anak dyslexiamengalami kesulitan memahami instruksi yang panjang dalam

satu waktu yang pendek. Misalnya ibu menyuruh anak untuk “Simpan tas di

kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke

bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi jangan lupa bawa serta buku

(52)

melakukan seluruh instruksi tersebut dengan sempurna karena tidak mampu

mengingat seluruh perkataan ibunya.

5. Masalah pemahaman sintaks

Anak dyslexiasering mengalami kebingungan dalam memahami tata bahasa,

terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua atau

lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang berbeda. Anak dyslexia mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata

bahasanya berbeda daripada bahasa pertama. Misalnya dalam bahasa

Indonesia dikenal susunan diterangkan–menerangkan (contoh: tas merah).

Namun, dalam bahasa Inggris dikenal susunan menerangkan-diterangkan

(contoh: red bag).

2.1.3.5AsesmenKesulitan Membaca untuk Anak Kelas 3 SD

Untuk anak usia kelas 3 sekolah dasar, seharusnya sudah bisa membaca

pemahaman. Tidak menutup kemungkinan ada sebagian kecil siswa yang masih

membaca permulaan atau membaca lisan.

a. Membaca Lisan

Menurut Hargrove dan Poteet (1984:170) ada 13 jenis perilaku yang

mengindikasikan bahwa anak berkesulitan belajar membaca lisan. Adapun

berbagai perilaku tersebut adalah:

1. Menunjuk tiap kata yang sedang dibaca

2. Menelusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri ke kanan dengan jari

3. Menelusuri tiap baris bacaan ke bawah dengan jari

(53)

5. Menempatkan buku dengan cara yang aneh

6. Menempatkan buku terlalu dekat dengan mata

7. Sering melihat pada gambar, jika ada

8. Mulutnya komat-kamit waktu membaca

9. Membaca kata demi kata

10. Membaca terlalu cepat

11. Membaca tanpa ekspresi

12. Melakukan analisis tetapi tidak mensintesiskan, dan

13. Adanya nada suara yang aneh atau tegang yang menandakan keputusasaan

Menurut Ekwall seperti dikutip oleh Hargrove dan Poteet (1984:194) ada

tujuan kemampuan yang ingin dicapai melalui membaca pemahaman, yaitu:

1. Mengenal ide pokok suatu bacaan

2. Mengenal detail yang penting

3. Mengembangkan imajinasi visual

4. Meramalkan hasil

5. Mengikuti petunjuk

6. Mengenal organisasi karangan dan

7. Membaca kritis

Untuk melatih anak membaca pemahaman, guru biasanya menugaskan

kepada anak untuk membaca yang dikenal dengan membaca dalam hati. Dengan

demikian, tujuan membaca dalam hati pada hakikatnya sama dengan membaca

pemahaman. Perbedaannya, anak-anak yang duduk di SD, tampaknya masih sulit

untuk mencapai tujuan seperti yang dikemukakan oleh Ekwall di atas. Bagi

(54)

bacaan yang ditunjukkan oleh kemampuan mereka dalam menjawab berbagai

pertanyaan yang sesuai dengan data dalam bacaan.

2.1.3.6 Cara Mengatasi Anak Dyslexia

Dyslexia merupakan gangguan neourologis yang sifatnya genetis. Jadi kondisi ini menetap. Dyslexia tidak bisa diobati tetapi bisa diintervensi sehingga anak bisa mengatasi masalahnya. Contohnya, anak tidak bisa membaca lalu

dibacakan. Bagi orang yang tidak paham anak tersebut bisa dikatakan pemalas,

bodoh, keras kepala dan sebagainya.

Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak

penderita dyslexia belajar membaca dengan mengajar mereka membaca dengan metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah bersama

guru, dan juga meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang

tua mereka. Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold, 1983). Metode phonic

ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami

problem dyslexiaagar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode ini dapat ssudah dikemas dalam bentuk yang beraneka ragam, baik buku,

maupun software.

Berikut ini merupakan ide-ide yang dapat membantu anak dengan phonic

dan membaca:

a. Mencoba untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca

b. Tunda sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat

(55)

c. Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat pertama, mulailah

dengan sepuluh atau lima belas menit sehari.

d. Tentukan tujuan yang dapat dicapai: satu hari sebanyak satu halaman dari

buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup pada saat pertama

e. Bersikap positif dan puji anak ketika anak membaca dengan benar. Ketika

anak membuat kesalahan, bersabarlah dan bantu untuk membenarkan

kesalahan

f. Ketika membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya

melafalkan kata-kata, tetapi merasakannya juga. Tanyakan pendapatnya

tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut.

g. Mulai dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph dari cerita

dengan suara keras untuk memancing anak. Kemudian meminta anak

membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi

selanjutnya

h. Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk melakukan

permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas membaca, atau meminta anak

untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia untuk

membaca kembali tulisan tersebut

i. Berikan hadiah padanya ketika anak melakukan sesuatu dengan sangat baik

atau ketika ada perubahan yang nyata pada nilai-nilainya di sekolah

Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi anak dyslexiaantara lain:

a. Mendemonstrasikan apa yang ingin dikerjakan anak

b. Menceritakan kepada anak hal yang sedang dilakukannya

(56)

d. Memperlihatkan kepada anak gambar yang menarik (bukan gambar makhluk

bernyawa) sehingga anak mampu mendeksripsikan dan menginterpretasikan

e. Membaca dan menceritakan cerita pendek kepada anak

f. Meminta atau memberi dukungan kepada anak untuk bercerita di depan kelas

tentang situasi menarik yang dialami di rumah atau di tempat lain

g. Membuat permainan telepon-teleponan

Menurut Mulyono (2003) bahwa, membaca permulaan merupakan proses

penerjemahan simbol bunyi menjadi bunyi yang bermakna. Membaca pemahaman

merupakan proses menemukan makna/pesan/informasi dari bacaan. Beberapa

tahapan membaca antara lain:

a. Pra-membaca memerlukan proses pengenalan konsep arah (atas-bawah;

depan-belakang; kanan-kiri), bentuk simbol huruf, dan konsep urutan

b. Membaca permulaan memerlukan proses pengenalan huruf, suku kata, tanda

baca, kata, dan kalimat. Ketepatan artikulasi dan intonasi juga dikembangkan

pada tahap membaca permulaan ini

c. Membaca pemahaman memerlukan proses pemahaman makna kata,

kelompok kata dan kalimat

d. Pembelajaran membaca dapat dilakukan dengan menggunakan

pendekatan-pendekatan sebagai berikut:

1. Pendekatan Perkembangan

Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori

perkembangan memandang bahwa membaca merupakan bentuk

kemampuan yang dipengaruhi oleh faktor kemampuan pra-membaca. Oleh

Gambar

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian..............................................................................
Tabel 3.1 Pedoman Observasi
Tabel 3.2 Pedoman Observasi Modifikasi Razak (2003) dan Hargrove dan
Tabel 3.2  Jadwal Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis slompai, yang seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan

Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Daerah Kabupaten Malinau Nomor 5 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit

Upaya yang dapat dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk menindaklanjuti hal tersebut yakni berupa sosialisasi atau penyuluhan yang terus dilakukan

Selaku Panitia Pengadaan Jasa Konsultansi Kelompok II berdasarkan SK Nomor : 24/KPTS/ULP/2015, tanggal 27 Februari 2015, melalui Layanan Pengadaan Secara

Walau terasa berat untuk sebagian orang tua, pendidikan seks harus tetap diberikan pada anak sejak dini, karena secara alamiah anak memiliki rasa ingin tahu

BAHASA INGGRIS KELAS 3 SEKOLAH DASAR.. KKG GUGUS 1 LEDOKOMBO

Sedangkan untuk sanitasi untuk para pekerja masih kurang maksimal sesuai dengan yang dikemukan oleh teori, seperti tidak menggunakan sarung tangan ketika melakukan

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan mengenai keterampilan proses Fisika pada siswa kelas X SMA Seri Rama YLPI Pekanbaru didapatkan informasi sebagai