BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sirsak (Annona muricata L.)
1. Sistematika Tumbuhan
Tanaman sirsak dalam sistematika tumbuhan (taksonomi)
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Polycarpiceae
Family : Annonaceae
Genus : Annona
Spesies : Annona muricata L. (Radi, 1997)
Gambar 2.1 Daun Sirsak (Annona muricata L.)
2. Deskripsi Tanaman
Annona muricata L. atau yang dikenal dengan graviola, sirsak atau
korosol, termasuk ke dalam famili Annonaceae. Tanaman sirsak banyak
tumbuh di daerah tropis. Semua bagian dari pohon sirsak dapat digunakan
sebagai obat, mulai dari ranting, daun, akar, buah, dan biji (Pieme et al.,
2014). Tanaman sirsak memiliki bentuk daun elips memanjang atau bulat
menyempit dengan bagian ujung yang meruncing. Daun sirsak memiliki
permukaan atas dibandingkan dengan permukaan bawah. Bunga dari
tanaman ini berbentuk kerucut segitiga dilengkapi dengan 3 helaian bunga
yang sedikit tebal dan tersusun berlapis. Buahnya berbentuk seperti
jantung oval yang memliki ukuran panjang sekitar 10-30 cm, lebar hingga
15 cm dan beratnya dapat mencapai 4,5-6,8 kg (Adewole dan
Caxton-Martins, 2006).
3. Kandungan Kimia
Senyawa antioksidan berperan penting dalam pertahanan seluler
terhadap reactive oxigen species (ROS). Kandungan antioksidan dan
penangkal radikal bebas dari daun sirsak banyak terdapat pada daun sirsak
segar dibandingkan daun sirsak kering. Annonaceous acetogenins, lakton
dan isoquinolin, alkaloid, tannin, dan kumarin adalah beberapa senyawa
bioaktif yang ada pada daun sirsak (Muthu dan Durairaj, 2015)
B. Radikal Bebas
Para ahli biokimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan
salah satu bentuk senyawa oksigen raktif, yang secara umum diketahui
sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan
(Winarsi,2007).
Menurut Winarsi, (2007) mekanisme reaksi radikal bebas paling
tepat dibayangkan sebagai suatu deret reaksi-reaksi bertahap, tiap tahap
termasuk salah satu kategori yaitu:
1. Tahap inisiasi
Merupakan tahap yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas.
Misalnya:
Fe ++ + H2O2 Fe+++ + OH- + .OH
Cl-Cl Cl. + Cl.
2. Propagasi
Yaitu perpanjangan rantai radikal, radikal yang terbentuk pada tahap ini
mengawali sederetan reaksi yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas
baru. Reaksi-reaksi ini disebut tahap propagasi. Jumlah berulangnya tahap
R2-H + R1. R2. + R1-H
R3-H + R2. R3. + R2-H
3. Tahap terminasi yaitu tahap beraksinya senyawa radikal lain atau dengan
penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah. Tahap terminasi
digambarkan sebagai berikut:
R1. + R1. R1-R1
R2. + R1. R2-R1
R2. + R2. R2-R2
Tanpa disadari dalam tubuh kita terbentuk radikal bebas secara
terus-menerus, baik melalui proses secara metabolisme sel normal,
peradangan, kekurangan gizi, dan akibat respon terhadap pengaruh dari
luar tubuh, seperti polusi lingkungan, ultraviolet (UV), asap rokok, dan
lain-lain. Diyakini bahwa dengan meningkatnya usia seseorang,
pembentukan radikal bebas juga semakin meningkat. Secara endogenus
hal ini berkaitan dengan laju metabolisme seiring bertambahnya usia.
Bertambahnya glikolisis juga akan menyebabkan peningkatan oksidasi
glukosa dalam siklus asam sitrat sehingga radikal bebas akan terbentuk
lebih banyak. Secara eksogenus kemungkinan tubuh terpapar dengan
polutan juga semakin tinggi. Kedua faktor tersebut dapat meningkatkan
jumlah radikal bebas dalam tubuh (Winarsih, 2007).
C. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa kimia yang dapat menyumbangkan
satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga reaksi radikal bebas
dapat terhambat. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat
menghambat atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi dengan mengikat
radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga dapat menghambat
kerusakan sel (Winarsih, 2007).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dibedakan menjadi
1. Antioksidan primer
Antioksidan primer disebut juga dengan antioksidan endogenus
dan antioksidan enzimatis. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan
primer apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada
senyawa radikal, kemudian radikal yang terbentuk segera berubah menjadi
senyawa yang lebih stabil, enzim-enzim tersebut akan menghambat
pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai
(polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil.
2. Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan atau
non-enzimatis. Antioksidan kelompok ini disebut juga pertahanan preventif.
Dimana terbentuknya senyawa oksigen reaktif yang dihambat dengan cara
dirusak pembentukannya. Mekanisme kerjanya yaitu memotong reaksi
oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan menyapu radikal bebas
tersebut (free radical scavenger).
3. Antioksidan tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair
dan mentionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam
perbaikan biomolekular yang rusak akibat reaktifitas radikal bebas.
D. Krim
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental
mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Tipe krim ada 2 yaitu: krim tipe air dalam minyak (A/M) dan krim minyak
dalam air (M/A). Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya
berupa surfaktan-surfaktan anionik, kationik, dan nonionik (Anief, 2008).
Berdasarkan tipe emulsi, krim dibedakan menjadi 2 tipe (Widodo,
2013). yaitu:
1. Tipe minyak dalam air (M/A)
Bahan dasarnya mudah larut dalam air, mudah dicuci dan air merupakan
terbentuk bila emulgator yang digunakan larut dalam air atau suka air
(hidrofil).
2. Tipe air dalam minyak (A/M)
Bahan dasarnya tidak larut dalam air, mengandung air sebagai fase
dalamnya, sukar dicuci dengan air karena minyak merupakan fase luarnya.
Tipe ini bila emulgator larut dalam minyak atau suka minyak (lipofil).
E. Lulur Krim
Lulur (Body scrub) adalah perawatan tubuh dengan menggunakan
lulur. Produk lulur berupa krim yang mengandung butiran-butiran kasar di
dalamnya (Traggono dan Latifah, 2007).
Scrub berfungsi mengangkat sel kulit mati di permukaan kulit tubuh
yang kasar dan kusam, selain itu juga berfungsi membantu mempercepat
pergantian sel-sel kulit tubuh yang baru, bersih, dan sehat. Scrub/peeling atau
lulur adalah perawatan yang dilakukan oleh terapis dengan cara menggerakan
telapak tangan memutar sambil mengusap permukaan kulit yang sudah diberi
produk lulur. Perawatan ini dapat dilanjutkan dengan perawatan body masker.
Perawatan ini diakhiri dengan bath terapy, dan pengolesan lotion, body cream
atau body butter untuk memaksimalkan hasil perawatan (Tranggono dan
Latifah, 2007).
F. Uraian Bahan
1. Setil Alkohol
Setil alkohol (C16H34O) adalah alkohol lemak yang berbentuk
lemak putih agak keras seperti lilin yang mengandung gugusan kelompok
hidroksil. Setil alkohol banyak digunakan sebagai pengental. Pembentuk
konsistensi dan penstabil emulsi. Setil aklohol memiliki titik leleh 45-52
ºC. Bahan ini sangat mudah larut dalam etanol 95% dan eter. Kelarutannya
akan meningkat bila suhunya dinaikkan. Setil alkohol tidak larut dalam air.
Semakin besar konsentrasi setil alkohol digunakan dalam formulasi,
2. Asam Stearat
Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh
dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat, C18H36O2 dan
asam heksadekanoat C6H32O2. Berupa kristal padat, bubuk, zat padat
mengkilat; putih atau kuning pucat; sedikit berbau. Asam stearat bersifat
praktis tidak larut dalam air; larut dalam 3 bagian eter; dalam 2 bagian
kloroform, larut dalam 20 bagian etanol (95%), larut dalam heksana dan
propilen glikol; mudah larut dalam benzene dan karbon tetra klorida.
Berfungsi sebagai agen pengemulsi (Rowe et al., 2009).
3. Propil Paraben
Propil paraben atau disebut juga 4-hydroxybenzoic acid propyl
Ester, nipasol M, propagin, berupa serbuk kristalin putih, tidak berbau atau
sedikit berbau aromatis, dan tidak berasa tapi memberikan berasa kebal
pada lidah. Propil paraben efektif sebagai pengawet pada rentang pH 4-8,
Peningkatan pH dapat menyebabkan penurunan aktivitas mikrobanya.
Propil paraben sangat larut dalam aseton, eter etanol 95% larut dalam 5,6
bagian etanol 50%, larut dalam 3,9 bagian propilen glikol dan sukar larut
dalam air. Titik didihnya adalah 295 ºC. Propil paraben akan berubah
warna apabila kontak dengan besi dan hidrolisis terjadi apabila ada basa
lemah dan asam kuat (Rowe et al., 2009).
Penggunaan propil paraben dalam sediaan krim berfungsi sebagai
pengawet untuk mencegah kontaminasi dan pengrusakan oleh mikroba.
Penggunaan pengawet sangat penting dalam sediaan semi padat karena
sebagian besar komponen dalam sediaan merupakan substrat dari
mikroorganisme. Penggunaan kombinasi paraben dapat meningkatkan
aktivitas antimikrobanya (Lachman et al., 1994).
4. Propilen Glikol
Pemberian propilen glikol atau disebut juga 1,2-Propanediol;
methyl glycol, methyl ethylene glycol yang mengandung tidak kurang dari
99,5% C3H8O2. Pemerian: cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa khas;
praktis tidak berbau; menyerap air pada udara lembab. Kelarutan: dapat
eter dan dalam beberapa minyak esensial; tetapi tidak dapat bercampur
dengan minyak lemak. Baku pembanding propilen glikol BPFI; tidak
boleh dikeringkan sebelum digunakan. Wadah dan penyimpanan: dalam
wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).
5. Metil Paraben
Metil paraben (C3H8O3) bahan ini berbentuk kristal atau bubuk
kristal tidak berwarna atau putih, berbau atau tidak hampir berbau,
memberikan rasa terbakar di lidah, diikuti rasa mati lokal. konsentrasi
metil paraben yang bisa digunakan pada sediaan topikal adalah 0,02-0.3%.
metil paraben berfungsi sebagai pengawet, efektifitasnya sebagai pengawet
meningkat dengan penambahan 2-5% propilen glikol atau
mengkombinasinya dengan antimikroba lain. pemilihan dari ester-ester
paraben karena toksisitasnya rendah, tidak berbau, tidak menyebabkan
kotor dan tidak menyebabkan iritasi pada kulit (Rowe et al., 2009).
6. Minyak Zaitun (Oleum olivae)
Minyak zaitun adalah minyak lemak yang diperoleh dengan
pemerasan dingin biji masak Olea europaea L. Pemerian cairan, kuning
pucat atau kuning kehijauan, bau lemak, bau tengik, rasa khas, pada suhu
rendah sebagian atau seluruhnya membeku. Kelarutan: sukar larut dalam
etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P, dan dalam
eter minyak tanah P. Khasiat dan kegunaan sebagai zat tambahan (Depkes
RI, 1979).
7. Lemak kakao (Lemak coklat)
Lemak coklat adalah lemak coklat padat yang diperoleh dengan
pemerasan panas biji Theobroma cacao L, yang telah dikupas dan
dipanggang. Pemerian lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatik,
rasa khas lemak, agak rapuh. Kelarutan: sukar larut dalam etanol (95%) P,
mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak tanah
P. Suhu lebur 31 oC sampai 34 oC. Khasiat dan kegunaannya sebagai zat
8. Trietanolamin (TEA)
Pemerian berupa cairan kental bening atau berwarna kuning pucat,
jernih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, bersifat higroskopis. Bahan
ini mudah larut dalam air, metanol dan aseton. Titik lebur antara 20-21°C.
Bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi dan pengatur pH pada sediaan
topical (Rowe et al., 2009).
9. Aquades
Aquades merupakan air murni yang dihasilkan dengan cara
penyulingan, pertukaran ion, osmosis terbalik atau dengan cara yang
sesuai. Air murni lebih bebas kotoran atau mikroba. Air murni dapat
digunakan dalam sediaan-sediaan yang membutuhkan air, kecuali untuk
sediaan parenteral (Depkes RI, 1995).
G. Ekstraksi
Simplisia adalah bahan alam alamiah yang digunakan sebagai obat
yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain,
simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa
simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia mineral (Depkes RI, 1985).
1. Simplisia nabati adalah simplisa yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman
adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan
cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya.
2. Simplisa hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
tanaman atau zat-zat berguna yang dihailkan oleh hewan dan belum berupa
zat kimia murni.
3. Simplisa mineral adalah simplisia yang berupa bahan mineral yang belum
diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia
murni.
Ekstraksi merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan cara
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisa nabati atau hewani menggunakan
masa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian rupa hingga memenuhi
baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2002).
Ekstraksi menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu:
1. Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut, dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan.
2. Cara panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titk didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendinginan balik.
b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut reatif konstan dengan adanya
pendinginan balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadkan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruang yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50 ºC.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infuse tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur 96-98
H. DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil)
Metode yang paling sering digunakan dan sederhana untuk menguji
aktivitas antioksidan pada tanaman obat yaitu dengan menggunakan radikal
1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil sebagai senyawa pendeteksi. DPPH merupakan
senyawa radikal bebas yang bersifat stabil sehingga dapat bereaksi dengan
atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan membentuk DPPH
tereduksi (Molyneux, 2004).
Gambar 2.2 Struktur DPPH (Kurniawan et al., 2012).
Prinsip dari metode DPPH ini, yaitu senyawa antioksidan akan
mendonorkan atom hidrogen yang akan membuat larutan DPPH menjadi
tidak berwarna sehingga dapat diukur menggunakan spektrofotometer akibat
terbentuknya DPPH tereduksi. Pada DPPH ada elektron yang tidak
berpasangan maka dapat memberikan serapan kuat pada 517 nm. Ketika
elektronnya berpasangan karena adanya penangkap radikal bebas, maka
absorbansinya menurun sesuai jumlah elektron yang diambil. Keberadaan
senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi
kuning. Semakin tinggi kemampuan senyawa antioksidan dalam mengikat
radikal DPPH, maka warna yang akan dihasilkan semakin kuning dan jernih.
karena ditandai dengan adanya absorbansi yang semakin kecil dan terukur
pada spektrofotometer (Molyneux, 2004).
Secara spesifik senyawa yang memiliki daya antioksidan dapat
dikelompokan menjadi: antioksidan dengan aktivitas sangat kuat bila
mempunyai nilai IC50 < 50 ppm, antioksidan aktivitas kuat bila IC50 50-100
ppm, antioksidan dengan aktivitas sedang IC50 100-150 ppm,dan antioksidan
I. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri adalah metode untuk analisis baik kuantitatif
maupun kualitatif. Prinsip dari pembacaan spektrofotometri adalah jika suatu
molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik adalah jika suatu
molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut
akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Suatu senyawa
dapat dideteksi dengan spektrofotometri adalah jika mempunyai gugus
kromofor. Pada senyawa kompleks akan mempunyai serapan pada panjang
gelombang yang lebih panjang karena energi radiasi yang dibutuhkan oleh
senyawa tersebut lebih kecil dan akan terbaca pada panjang gelombang yang
lebih panjang. Maka senyawa kompleks terbaca pada panjang gelombang
sinar tampak (Gandjar & Rohman, 2007). Secara matematis dapat ditulis
sebagai berikut :
A = a.b.c
Dengan A = absorbansi
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
a = absorptivitas molar.
Absorbansi molar (a) merupakan suatu konstanta yang tidak
tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengena
larutan sampel. Absorptivitas molar tergantung pada suhu, pelarut, struktur
molekul, dan panjang gelombang radiasi. Dalam hukum Lambert-Beer
berlaku syarat ( Gholib & Rohman, 2007) sebagai berikut:
1. Sinar yang digunakan dianggap sinar monokromatis.
2. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas
yang sama.
3. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap
yang lain dalam larutan tersebut.
4. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforisensi.
5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.
panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan
antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada
konsentrasi tertentu (Gandjar & Rohman, 2007).
J. Kerangka Konsep
menghasilkan
yang berkhasiat sebagai
Diformulasi
Menghasilkan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Daun Sirsak memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 18 µg/ml (Putri et al., 2012).
Pembuatan ekstrak etanol 70% daun sirsak
Ekstrak kental yang mengandung senyawa flavonoid
Antioksidan Untuk melawan radikal bebas
Lulur krim ekstrak etanol daun sirsak
Uji sifat fisik Uji aktivitas
penangkapan radikal bebas terhadap DPPH
K. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Daun sirsak dapat diformulasikan menjadi sediaan lulur krim yang
memenuhi persyaratan fisik.
2. Formulasi sediaan lulur krim daun sirsak memiliki aktivitas penangkapan