i
TRADISI PEMBACAAN AL-
QUR’AN SURAH
PILIHAN(AL-HADID AYAT 1-6) DI PANTI ASUHAN
DARUL HADLANAH NU KOTA SALATIGA
(STUDI LIVING QUR’AN)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Al-
Qur’an Dan Tafsir
Oleh:
Neny Muthiatul Awwaliyah
NIM: 215-14-016
PROGRAM STUDI ILMU AL-
QUR’AN DAN TAFSIR (IAT
)
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
(FUADAH)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
iii PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : -
Hal : Naskah Skripsi
Saudara Neny Muthiatul A
Kepada:
Yth.Dekan FUADAH
Di Salatiga
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka
bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara:
Nama : Neny Muthiatul Awwaliyah
NIM : 215-14-016
Jurusan : Ilmu Al- Qur‟an dan Tafsir
Fakultas : Ushuluddin Adab dan Humaniora
Judul : Tradisi Pembacaan Al-Qur‟an Surah Al-Hadid Ayat 1-6 di Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga.
Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera
dimunaqosahkan.
Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Salatiga, 20 Maret 2018 Pembimbing
iv
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721 Website : http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail : administrasi@iainsalatiga.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul
TRADISI PEMBACAAN AL-
QUR’AN SURAH PILIHAN(AL
-HADID AYAT 1-6) DI PANTI ASUHAN DARUL HADLANAH
NU KOTA SALATIGA
(STUDI LIVING QUR’AN)
DISUSUN OLEH Neny Muthiatul Awwaliyah
NIM: 215-14-016
Telah dipertahankan didepan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 02 April 2018 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana agama.
Susunan Panitia Penguji:
Ketua Penguji : Dr. Benny Ridwan M.Hum ...
Sekretaris Penguji : Dra. Djami‟atul Islamiyah M.Ag ... Penguji I : Dr. Adang Kuswaya ...
Penguji II : Tri Wahyu Hidayati M.Ag ...
Salatiga, 02 April 2018
Dekan FUADAH IAIN Salatiga
Dr. Benny Ridwan, M. Hum.
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN KESEDIAAN
DIPUBLIKASIKAN
ميحرلا نمحرلا الله مسب
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Neny Muthiatul Awwaliyah
NIM : 21514016
Jurusan : Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas : ushuluddin adab dan humaniora
Judul : tradisi pembacaan al-Qur‟an surah pilihan (surah al-Hadid ayat 1- 6) di panti asuhan darul hadlanah NU kota salatiga
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan
hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah. Skripsi ini diperbolehkan untuk dipublikasikan oleh
perpustakaan IAIN Salatiga
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 04 April 2018 Penulis
vi MOTTO
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri.
(QS. Ar Ra‟du:11)
Katakan pada diri sendiri tuk “tidak menyerah” untuk selalu
melakukan perbaikan
vii
PERSEMBAHAN
Atas rahmat dan ridho Allah SWT, kupersembahkan sebuah karya
sederhana ini untuk orang yang penulis sayangi.
1. Abah ku H. Nur Fuad Supandi F.R S.Pd. dan Umikku Hj.Naela
Fauziah Fuad yang selalu memberikan do‟a, kasih sayang, semangat kepada penulis, hormat dan baktiku kan selalu tertuju untukmu.
2. Adik-adikku, Kholida Zukhriyya Fuad dan M.Wildan Mukholladdun
Fuad terimakasih atas do‟a kalian, rajinlah dalam belajar, senantiasa menjaga hafalan kalian dan raihlah cita-citamu dengan semangat.
3. Seluruh keluargaku yang selalu memberikan dukungan dan motivasi
untuk penulis.
4. Bapak Dr.Gufron Makruf dan ibu Muizzatul Azizzah yang selalu
membimbing serta memberikan ilmu dan nasihatnya sehingga mampu
memberikan keteduhan dan kedamaian ketika penulis belajar ngaji dan
hidup mandiri. Semoga Allah memanjangkan usia yang senantiasa
dalam kesehatan dan ketaqwaan.
5. Ibu Dra. Djamiatul Islamiah.M.Ag. selaku dosen pembimbing yang
dengan sabar dan teliti membimbing dan mengarahkan penulis,
terimakasih telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga ilmu yang ibu berikan selalu bermanfaat.
6. Sahabat sejatiku, bebeh, aila ach, rohma opik, lisa dw, dan amah milha
viii
7. Keluarga besar IAT terkhusus KKI 2014, mb bica, mb fatimah, mb
novita, mb wahyu, mb yusta, mb laila kho, mukhsina nazil, abror, day
sandai, fitza fisa, samsul, latif, pak ihsan, rochim, yusuf, tak lupa dan
masih ingat SayF dan sahabat tercintaku di salatiga Annisa fitri
terimakasih untuk sepenggal cerita, tawa, dan canda di kampus
tercinta.
8. Adik-adik panti asuan dan keluarga besar panti asuhan Darul Hadlanah
NU Blotongan yang telah membantu lancarnya penelitian.
9. Sahabat-sahabat ku keluarga besar PMII, SOBAT MUDA, DEMA,
GUSDURIAN,SWS 2017, BPUN, Formadina, yang telah memberikan
wawasan dan belajar berorganisasi dengan loyalitas.
10.Teman-teman patnerku (pak azam, farhan, bagus, cik ucik,
pangestuhatiku, kak fatin sidqia, danik, dan amira tumbarku yang
berjuang dan belajar bersama di IAIN Salatiga.
11.Dan tak lupa yang selalu dalam hari-hari indahku, mas ridwan, dek
saiful arifin, dek rozaq, mb fitri tercinta, mb nunung, novi okta, nurul
azmi, alfa nur, uswa cha, khayati, my patner ngajar offa maya, hafid
ahmad dan ahmad toyib, terimakasih sudah mewarnai hari-hari ku di
salatiga.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikna skripsi ini yang berjudul
Tradisi Pembacaan Al-Qur‟an Surah Pilihan ( Al-Hadid ayat 1-6 di Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi dunia dari zaman
jahiliyah menuju zaman terang benderang dengan kesempurnaan agama islam.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Agama (S.A.g) pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Keberhasilan
penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan semua pihak
yang terkait. Pada kesempatan ini, penulis mengucapka terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga. yang telah memberikan ijin untuk melakukan
penelitian di panti asuhan Darul Hadlanah NU Blotongan.
2. Bapak Dr. Benny Ridwan, M. Hum selaku Dekan Fakultas ushuluddin adab
dan humaniora .
3. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M. Ag Selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan
Tafsir IAIN Salatiga.
4. Ibu Dra. Djamiatul Islamiyah. M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing, memberikan nasihat, arahan, serta masukan-masukan yang
x
5. Terkhusus Dr. Adang Kuswaya yang telah membimbing dengan sepenuh hati
dalam mata kuliah metodologi penelitian tafsir dan seluruh dosen dan petugas
admin Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir di IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan penelitian berlangsung.
6. Ibu Muizzatul Azizah pengasuh panti asuhan Darul Hadlanah yang telah
memberikan izin penelitian dan memberikan informasi bagi penulis.
7. Abahku H. Nur Fuad Supandi F.R S.Pd dan umik ku Naela Fauziah Fuad
tercinta yang telah mencurahkan pengorbanan, kasih sayang dan do‟a restu yang tiada henti bagi keberhasilan studi penulis.
8. Semua pihak yang ikut serta memberikan motivasi dan dorongan dalam
penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi para Pembaca dan dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Salatiga, 20 Maret 2018
xi ABSTRAK
Muthiatul Awwaliyah, Neny. 2018.Tradisi Pembacaan Al-Qur‟an Surah Pilihan (Surah Al-Hadid Ayat 1-6 di Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga. Skripsi. Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing:
Dra. Djami‟atul Islamiyah.M.Ag.
Kata kunci: Tradisi, Surah al-Hadid , Living Qur‟an
Tradisi pembacaan surah al-Hadid merupakan kegiatan ibadah amaliyah
yang dilakukan secara berjama‟ah yang bertujuan mengharapkan barakah dari
bacaan tersebut. Untuk mendalami kajian living Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 yang diterapkan di panti asuhan Darul Hadlanah , peneliti membatasi skripsi ini pada tiga point pembahasan yaitu: tradisi prosesi, makna tradisi, pendukung dan penghambat. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: (1) Bagaimana tradisi dan prosesi pelaksanaan pembacaan Al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 di panti asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga? (2) apa makna tradisi pembacaan al-Qur‟an Surah al-Hadid ayat 1-6 di panti asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga bagi para santri yang mengikuti? (3) apa saja faktor pendukung dan penghambat adanya tradisi pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 di panti Asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga?
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengambil data dari masyarakat panti asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga (Direktur, Asatidzah, dan Santri) sebagai objek peneliti. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Melalui tiga teknik tersebut peneliti menganalisis data-data yang dibutuhkan.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti menemukan tiga point permasalahan utama yaitu (1) tradisi dan prosesi pembacaan al-Qur‟an surah al -Hadid di laksanakan pada hari jumat pagi setelah solat subuh dengan diawali tawashul kemudian membaca surah al-ikhals 3 kali, ak-falaq 3 kali, membaca an-nas 1 kali, membaca alif lam mim, membaca ayat kursi, membaca bacan dzikir, doa sesudah sholat, kemudian membaca fatihah, pembacaan surah al-hadid ayat 1-6, kemudian membaca al-fatihah kembali, dan terakhir berdoa sesuai dengan hajat masing-masing. (2) makna tradisi pembacaan al-Hadid ayat 1-6 adalah sarana pendekatan diri kepada allah, bentuk rasa syukur dan keimanan terhadap
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini
berpedoman padaSurat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan
0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ا
alif tidak dilambangkan tidak dilambangkanب
ba‟ b beت
ta‟ t teث
ṡa ṡ es (dengan titik di atas)ج
jim j jeح
ḥa‟ ḥ ha (dengan titik di bawah(خ
kha‟ kh ka dan haد
dal d deذ
żal ż zet (dengan titik di atas)ر
ra‟ r erز
zal z zetxiii
ش
syin sy es dan yeص
ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)ض
ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)ط
ṭa‟ ṭ te (dengan titik di bawah)ظ
ẓa‟ ẓ zet (dengan titik di bawah)ع
„ain „ koma terbalik (di atas)غ
gain g geف
fa‟ f efق
qaf q qiك
kaf k kaل
lam l elم
mim m emن
nun n enو
wawu w weه
ha‟ h haء
hamzah ` apostrofxiv
B. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap
ةددعتم
Ditulis Muta‟addidahةدع
Ditulis „iddahC. Ta’ Marbuṭah di akhir kata ditulis h
a. Bila dimatikan ditulis h
ةمكح
Ditulis Ḥikmahةيزج
Ditulis Jizyah(ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam
bahasa Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki
lafal aslinya)
b. Bila diikuti kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h.
ءايلولاا ةمرك
Ditulis Karâmah al-auliyā`c. Bila Ta‟ Marbuṭah hidup dengan harakat, fatḥah, kasrah, atau ḍammah
ditulis t.
xv D. Vokal Pendek
_َ__
Fatḥah Ditulis A_ِ__
Kasrah Ditulis I_ُ__
Ḍammah Ditulis UE. Vokal Panjang
Fatḥah bertemu Alif
ةيلهاج
DitulisĀ
Jahiliyyah
Fatḥah bertemu Alif Layyinah
ىسنت
DitulisĀ
Tansa
Kasrah bertemu ya‟ mati
يمرك
DitulisĪ Karīm
Ḍammah bertemu wawu mati
ضورف
DitulisŪ Furūḍ
F. Vokal Rangkap
Fatḥah bertemuYa‟ Mati
مكنيب
Ditulisxvi Fatḥah bertemu Wawu Mati
لوق
DitulisAu Qaul
G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof
متنأأ
Ditulis A`antumتدعأ
Ditulis U‟iddatتمركش نئل
Ditulis La‟in syakartumH. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsyiyyah ditulis dengan menggunkan “al”
نارقلا
Ditulis Al-Qur`ānسايقلا
Ditulis Al-Qiyāsءامسلا
Ditulis Al-Samā`سمشلا
Ditulis Al-SyamsI. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau pengucapannya
xvii
xviii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN KEASLIAN TULISAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN... vii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK ... xi
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI ... xii
DAFTAR ISI ... xvii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Tinjauan Pustaka ... 10
F. Kerangka Teori ... 13
G. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II : LANDASAN TEORI A. Living Qur‟an ... 19
1. Definisi Living Qur‟an ... 19
xix
3. Arti Penting Kajian Living Qur‟an ... 27
a. Living Qur‟an: Sebagai Religious Research ... 29
b. The Living Qur‟an: Fenomena Sosial-Budaya Antropologis ... 35
c. The Living Qur‟an: Paradigma untuk Mempelajari ... 37
B. Surah Al-Hadid ... 43
1. Ayat 1 ... 45
2. Ayat 2 ... 48
3. Ayat 3 ... 49
4. Ayat 4 ... 54
5. Ayat 5-6 ... 56
BAB III : METODE PENELITIAN Metode Penelitian... 60
1. Pendekatan Penelitian ... 60
2. Jenis Penelitian ... 62
3. Lokasi Penelitian... 62
4. Kehadiran Peneliti... 63
5. Sumber Data ... 63
6. Teknik Pengumpulan Data... 65
7. Teknik Analisis Data ... 67
8. Tahap-tahap Penelitian ... 71
BAB IV : HASIL PENELITIAN
xx
Kota Salatiga ... 73
1. Sejarah Berdirinya Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga ... 73
2. Dasar Pendirian ... 75
3. Pengasuh ... 75
4. Letak Geografis Panti Asuhan Darul Hadlanah NU ... 75
5. Maksud dan Tujuan Panti Asuhan Darul Hadlanah NU ... 75
6. Visi dan Misi Panti Asuahan Darul Hadlanah NU .... 76
7. Struktur Pengurus ... 77
8. Sumber Dana ... 78
9. Data Santri ... 78
10.Jadwal Santri ... 81
11.Sarana dan Prasarana ... 82
12.Tata Tertib... 83
B. Temuan Penelitian Tradisi Pembacaan Al-Qur‟an Surah Al-Hadid Ayat 1-6 di Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga... 84
1. Tradisi dan Prosesi ... 84
2. Makna Tradisi ... 90
xxi
BAB V : ANALISIS
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 111
B. Saran ... 112
DAFTAR PUSTAKA ... 114
DESKRIPSI WAWANCARA
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengkaji fenomena keagamaan berarti mempelajari perilaku manusia
dalam kehidupan beragama. Sedangkan fenomena keagamaan itu sendiri adalah
perwujudan sikap dan perilaku manusia yang berkaitan dengan hal-hal yang
dipandang suci1. Kemudian bagaimana prinsip-prinsip Islam tentang sosial
keagamaan mampu dikembangkan serta konsep kebudayaan dimasyarakat
sekarang ini terasa jarang diperbincangkan secara detail, baik yang berkenaan
dengan deskripsi kebudayaan Islam, pemahaman bentuk kegiatannya sendiri dan
hal-hal yang bersangkutan dengan kegiatan tersebut. Misalnya kegiatan yang
berkaitan dengan respon umat terhadap al-Qur‟an.
Al-Qur‟an adalah firman Allah, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang mempunyai keutamaan-keutamaan, yang diantaranya adalah bahwa
membaca dan mengamalkan al-Qur‟an merupakan suatu ibadah2. Waktu yang utama dalam membaca al-Qur‟an adalah pada waktu shalat atau sesudahnya3.
Al-Qur‟an merupakan sebuah kitab suci yang penuh muk‟jizat yang mengandung semua informasi kehidupan yang dibutuhkan oleh manusia, sebab didalamnya
1
Taufik abdullah, Metodologi Penelitian Keagamaan (yogykarta:PT. Tiara Wacana, 1991, hal 3.
2
Ibrahim Eldeeb, Be A Living Qur‟an: Petunjuk Praktis Penerapan Ayat-Ayat al-Qur‟an
dalam Kehidupan Sehari-hari, alih bahasa Faruk Zaini (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm.43.
2
memang terkandung hikmah abadi4, maka tradisi pembacaan surah pilihan dalam
al-Qur‟an harus tetap dilestarikan, karena membaca, menghayati serta mengamalkan al-Qur‟an merupakan salah satu bagian terpenting dari ajaran Islam bagi para penganutnya. Umat muslim diseluruh penjuru dunia meyakini
bahwasannya al-Qur‟an merupakan petunjuk kehidupan (Way of life) yang absolut dan abadi (salih li kulli makan wa zaman). Seorang Muslim diperintahkan untuk
membaca al-Qur‟an dan terlebih mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari agar memperoleh kebahagiaan didunia dan akhirat kelak. Namun, Ada berbagai model
pembacaan al-Qur‟an, mulai yang berorientasi pada pemahaman dan pendalaman maknanya, sampai yang sekedar pembacaan surah-surah pilihan al-Qur‟an sebagai ibadah ritual atau untuk memperoleh ketenangan jiwa.
Pada dasarnya keagungan al-Qur‟an tidaklah terletak pada ekspresi tentang fenomena alam atau beberapa kisah-kisah sejarah. Melainkan kekuatan dan
keagungan al-Qur‟an terletak pada kedudukannya yang sebagai simbol yang maknanya terus berkembang sepanjang zaman5. Selanjutnya dari makna diatas,
maka manusia dapat menjadikan al-Qur‟an sebagai wacana untuk pedoman dan pegangan hidup dalam memperoleh kebahagian dunia dan akhirat.
Sudah menjadi kewajiban seseorang muslim untuk berinteraksi aktif
dengan al-Qur‟an, menjadikan sebagai sumber inspirasi, berfikir dan bertindak. anjuran membaca secara khusyuk dan bersungguh-sungguh merupakan langkah
fundamental bagi seorang muslim agar dapat mengenal makna dan arti secara
luas. Kemudian diteruskan dengan tadabbur, yaitu dengan merenungkan dan
4
Harun Yahya, Misinterprestasi Terhadap Al-Qur‟an, alih bahasa Samson Rahman, (Jakarta: Robbani Press, 2003), hlm.16.
5
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an; Tafsir Mudhu‟i atas Pelbagai Persolan Umat,
3
memahami maknanya sesuai dengan petunjuk salaf as-salih, lalu
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, kemudian dilanjutkan dengan
mengajarkannya6.
Membaca al-Qur‟an, sebagaimana pengklasifikasi interaksi manusia dengan al-Qur‟an menurut hanafi merupakan tahap permulaan. Bahasa al-Qur‟an yang sering digunakan mewakili membaca adalah qara‟a. Disamping itu, dalam al-Qur‟an juga ada istilah tilawah. Kendatipun terjemahan dua kata ini sering sama diterjemahkan dengan membaca hanya saja kesan penguatan makna disalah
satu kata ini nampak dengan terang usaha membaca satu tulisan tanpa memahami
maknanya sering digunakan kata qira‟ah, akan tetapi jika ada tuntutan untuk memahami kandungan makna teks dalam al-Qur‟an seringkali memilih kata tilawah7.
Proses membaca al-Qur‟an pada hakikatnya telah berlangsung semenjak awal diturunkan wahyu petama kali kepada nabi muhammad SAW. Digua Hira
pada abad ke tujuh masehi. Aktivitas membaca al-Qur‟an merupakan satu bentuk aktivitas sentral dalam keberagamaan seorang muslim8. Beragama upaya
ditempuh anak-anak muslim untuk mencapai hasil yang maksimal. Pada masa lalu
dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa membaca al-Qur‟an. Belakangan dijumpai beberapa metode yang mampu mempercepat tingkatan kemampuan
dalam membaca al-Qur‟an. Sebut saja misalnya metode Qira‟ati, iqra, yanbu
al-Qur‟an, al barqi, 10 jam belajar membaca al-Qur‟an dan sejumlah metode lainnya.
Mana, Tangan Tuhan Di Balik Setiap Fenomena,( Jakarta: Lentera Hati, Cet.XII, 2011)
hal.222-223. 8
4
Dalam aplikasinya ditengah masyarakat, al-Qur‟an dibaca perorangan dan juga terkadang dibaca bersama. Dibaca dalam secara reguler ayat demi ayat
bersambug surah demi surah sampai khatam. Disamping pembacaan yang bersifat
reguler ini ada juga individu muslim yang merutinkan membaca satu surah
tertentu pada waktu tertentu. Seperti membaca surah al-kahfi pada malam jum‟at
atau siang jum‟at, pembacaan surat yasin diwaktu ziarahan atau melayat tetangga yang dapat musibah, yasinan diwaktu ziarahan atau melayat tetangga yang dapat
musibah, yasinan diwaktu khitanan, ada juga yang mengkhatamkan al-Qur‟an9. Metode yang dapat digunakan untuk meneliti fenomena respon umat Islam
atau bacaan yang senantiasa berulang dalam ranah umat Islam atau bacaan yang
senantiasa berulang dalam ranah komunitas muslim adalah living Qur‟an. Dalam dunia akademis, metode ini belum banyak disentuh pemerhati dan penelitian
al-Qur‟an. Hal ini dapat disimpulkan dari jumlah referensi yang masih sangat terbatas. Berbeda halnya dengan penelitian teks al-Qur‟an yang sudah berkembang lama dan menghasilkan literatur yang sangat bervarian. Dengan kata
lain, kajian ini tidak lagi berangkat dari eksistensi tekstualnya, melainkan pada
fenomena sosial yang berkembang dalam merespon kehadiran al-Qur‟an dalam wilayah geografi tertentu dan waktu tertentu pula.10
Pemfungsian al-Qur‟an seperti itu muncul karena adanya praktek pemaknaan al-Qur‟an yang tidak mengacu pada pemahaman atas pesan tekstualnya, tetapi berlandaskan anggapan adanya “Fadilah” dari unit-unit tertentu teks al-Qur‟an, bagi kepentingan praktis kehidupan ke seharian umat.
9
Ibnu Katsir Memaparkan Fadhilah Membaca Surah-Surah Pilihan hal.1145.
5
Pada era kontemporer sekarang ini, dapat ditemukan beragam tradisi yang
telah melahirkan perilaku-perilaku komunal yang menunjukkan respons sosial
suatu komunitas atau masyarakat tertentu dalam meresepsi kehadiran al-Qur‟an. Dalam kaitan ini, sebagai contoh adalah yang terus melestarikan beragam
perilaku komunal resepsi terhadap al-Qur‟an dalam kegiatan rutin para santri Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga, baik putra maupun putri. Salah
satu dari kegiatan tersebut adalah pembacaan al-Qur‟an secara bersama surah pilihan (surah Al-Hadid) ayat 1-6, yang dilaksanakan di aula masing-masing putra
dan putri Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga. Tradisi pembacaan
al-Qur‟an surah pilihan ini merupakan kegiatan mingguan dan dilakukan secara rutin pada setiap hari jum‟at pagi setelah sholat jama‟ah. Adapun surah yang dibaca dan menjadikegiatan rutin adalah surah al-Hadid ayat 1-611. Memang
menakjubkan, tampaknya, dalam pelajaran teologi, nama salah satu elemen kimia
dalam jadwal periodik, yaitu besi (Fe = Ferum) boleh menjadi salah satu judul
surah dalam kitab suci agama. Dan hal ini diperdebatkan sebagai salah satu hal
yang dianggap sebagai salah satu kelemahan al-Qur‟an. Tetapi itulah al-Qur‟an, dan apakah ini akan menjadisalah satu kelemahan, atau malah salah satu pesona
yang tak dapat dibantah dari al-Qur‟an.
Sehingga pertanyaan bagi orang awam tentunya, karakter apa yang
menarik pada surah tersebut. Surat ini turun diantara masa-masa Perang Uhud,
pada awal terbentuknya Negara Islam diMadinah. Surah tersebut mempunyai
keutamaan mendatangkan pahala, manfaat yang bertambah banyak salah satunya
insaallah yang menjadi keinginan kita yang baik-baik akan dikabulkan oleh Allah
11
6
SWT, Selamat dari senjata, Demam panas, bengkak-bengkak, Penawar was-was,
pendinding rumah, selain itu manusia diharapakan agar ia bersyukur kepada
Tuhan telah terciptanya bumi tempat kehidupan dan dapat mempelajari tentang
bumi, apa saja yang ada didalam bumi dan diluar bumi itu sendiri. Manusia itu
tetap mendapat petunjuk dari Tuhan untuk memelihara bumi sebagai karuniaNya.
Jika kita memelihara kebencian dan dendam, maka seluruh waktu dan pikiran
yang kita tidak mensyukuri penciptaan bumi. Tidak ada masalah dengan masalah,
yang menjadi masalah adalah cara kita mensyukuri atau tidak karunia Tuhan.
Dalam hati tiada yang lebih indah dari mensyukuri nikmat dari Tuhan.
Setiap muslim percaya bahwa tata kerja alam raya berjalan konsisten
sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah. Semua proses
penciptaan alam semesta ini berada dalam kendali dan perintah sang maha
pencipta, dengan bentuk yang sempurna. Hukum dan fenomenanya teratur dan
dapat meliputi ruang yang luas sampai pada unsur yang terkecil dialam semesta,
semua itu tunduk kepada satu pola dan susunan yang sama. Sungguh hanya Allah
yang menciptakan alam semesta ini degan berjuta galaksi, bintang dan planet yang
taat pada aturan yang ditetapkan untuk mereka secara sempurna.
Ada beberapa ayat al-Qur‟an yang mengajarkan manusia untuk berfikir, meneliti dan mengkaji pencipaan alam serta hukum-hukum yang berlaku
didalamnya. Ditegaskan pula kegiatan alam semesta serta hukum-hukum yang
berlaku didalamnya. Ditegaskan pula kegiatan dan kajian terhadap penciptaan
alam beserta hukum-hukunya yang berlaku merupakan usaha pemenuhan
kebutuhan manusia itu sendiri. Sebab manusia akan mendapat banyak manfaat
7
kepentingan akhirat. Setiap kali penelitian yang dilakukan manusia untuk
mengungkap rahasia-rahasia hukum alam, semakin disadari betapa rapi, teratur
dan menakjubkan penciptaan alam tersebut.12.
Penciptaan alam semesta merupakan salah satu perkara penting, tidak
hanya termasuk pem pikiran Islam, akan tetapi juga dalam ilmu pengetahuan
kosmologi. Dengan memperlihatkan langit dan bumi, dapatlah manusia meyakini
bahwa alam ini tidak dijadikan Allah dengan main-main, melainkan mengandung
faedah yang mendalam dari segi keimanan.
Al-Qur‟an mengandung berbagai permasalahan, ternyata pembicaraanya dalam satu permasalahan tidak tersusun secara sistematis seperti yang dikenal
dalam buku-buku ilmiah. Metode pengungkapan al-Qur‟an pada umumnya bersifat universal, bahkan tidak jarang al-Qur‟an menampilkan suatu masalah dalam prinsip-prinsip pokok saja. Inilah salah satu perbedaan adalah tujuan yang
hendak dicapai, yakni kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ini tidak berarti al-Qur‟an menipiskan ilmu pengetahuan kapan dan dimana pun, al-Qur‟an menempatkan ilmu pengetahuan pada peringkat yang tinggi.
Demikian juga halnya dengan informasi alam semesta dalam al-Qur‟an. Permasalahan ini diungkapkan dalam berbagai ayat yang terdapat pada beberapa
surat dalam al Qur‟an salah satunya dalam surah al-Hadid yang didalamnya sedikit disinggung mengenai hal tersebut yang artinya: Dialah yang menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian dia bersemayam diatas ´arsy dia
mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya
12
8
dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya . dan dia bersama
kamu dimama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan. Hal itu sekaligus akan menyadarkan santri panti asuhan Darul Hadlanah
NU kota salatiga, betapa Allah maha bijaksana, maha mengetahui dan maha luas
pengetahuannya dan maha besar semua ciptaaNya. Hal tersebut santri panti
asuhan Darul Hadlanah dalam meresepsi kehadiran al-Qur‟an dalam kaitanya melestarikan beragam perilau komunal resepsi terhadap al-Qur‟an adalah dengan pembacaan al-Qur‟an secara bersama-sama surah pilihan (al-Hadid ayat1-6).
Menurut pengasuh Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga,
kegiatan tersebut telah ada dan dimulai sejak adanya hajat pembangunan panti
asuhan putra ( Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga) , beliau
memimpin langsung kegiatan tersebut setelah selesai salat fardu berjama‟ah. Kegiatan ini terus dilestarikan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sampai
pada saat ini pembacaan al-Qur‟an surat pilihan (surah al-Hadid ayat 1-6) masih terlaksana dan diikuti oleh semua santri. Berangkat dari fenomena ini, penulis
tertarik untuk meneliti dan mengkaji model resepsi tersebut lebih mendalam.
Kegiatan ini telah berlangsung dari awal berdirinya Panti Asuhan Darul Hadlanah
NU Kota Salatiga sampai pada saat ini masih dilaksanakan secara rutin dan
diikuti oleh semua santri. Bagi penulis, fenomena ini menarik untuk dikaji dan
diteliti sebagai model alternatif bagi suatu komunitas sosial dan lembaga
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil pokok-pokok
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tradisi dan prosesi pelaksanaan pembacaan al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 dipanti asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga?
2. Apa makna tradisi pembacaan al-Qur‟an surah Al-Hadid ayat 1-6 dipanti asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga bagi para santri yang mengikuti?
3. Apa fakor penghambat dan pendukung dengan adanya tradisi pembacaan
al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6? C. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dan manfaat yang ingin kami capai dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan menjelaskan bagaimana prosesi dan tradisi pembacaan
al-Qur‟an surah al-Hadid ayat 1-6 diPanti Asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga.
2. Mengetahui apa makna tradisi pembacaan serta penghambat dan pendukung
dengan adanya tradisi pembacaan al-Qur‟an surah Al-Hadid ayat 1-6 dipanti asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga bagi para pelaku tradisi yang
mengikuti, yaitu para santri, para pengurus panti asuhan Darul Hadlanah NU
10
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini secara garis besar, sebagai berikut:
1. Dari aspek akademik, penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan pustaka
diskursus living Quran, sehingga diharapkan bisa berguna terutama bagi yang
memfokuskan pada kajian sosio-kultural masyarakat Muslim dalam
memperlakukan, memanfaatkan atau menggunakan al-Qur‟an.
2. Secara praktis, penelitian ini juga dimaksudkan untuk membantu meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam berinteraksi dengan al-Qur‟an. Khususnya bagi para santri panti asuhan Darul Hadlanah NU Kota Salatiga agar semakin
menumbuhkan cinta terhadap al-Qur‟an; baca, pahami dan aplikasikan dalam kehidupan.
E. Tinjauan Pustaka
Secara umum, penelitian maupun karya tulis ilmiah mengenai kajian living
Qur‟an memang masih belum banyak dilakukan. Mayoritas penelitian dan karya tulis yang telah ada masih berkenaan dengan literatur atau teks-teks al-Qur‟an dan kajian kepustakaan. Seiring perkembangan dalam studial-Qur‟an, kajian tersebut tidak hanya berkutat pada teks. Akan tetapi, harus juga melihat realitas
sosial masyarakat dalam mensikapi, merespon kehadiran al-Qur‟an. Sehingga turut mendorong penulis untuk melakukan penelitian lapangan terkait fenomena
respons suatu komunitas sosial terhadap al-Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penting untuk melakukan tinjauan pustaka, dimaksud
sebagai deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah
dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa
11
dari kajian atau penelitian yang telah ada. Beberapa penelitian yang hadir
seputar kajian atau penelitian adalah sebagai berikut :
Tesis pada UIN Yogyakarta tahun 2009, yang ditulis oleh Khoirul Ulum
dengan judul “Pembacaan al-Qur‟an dilingkungan Jawa Timur (Studi Masyarakat Grujugan Bondowoso). Dalam tesis tersebut, Khoirul Ulum menjelaskan tentang
tradisi membaca al-Qur‟an masyarakat dilokasi penelitian, yang dapat dikelompokkan menjadidua, yaitu tradisi yang bersifat rutin, seperti Khatmil
Qur‟an dan Yasinan, dan tradisi yang bersifat insidental sesuai dengan kehendak sohibul hajat. Adapun tujuan pembacaanya adalah: 1) Untuk ibadah; 2) Sebagai
Obat; dan 3) Sebagai perlindungan dihari akhir.
Skripsi pada UIN Yogyakarta tahun 2013, yang ditulis oleh Didik
Andriawan dengan judul “Penggunaan Ayat al-Qur‟an Sebagai Pengobatan (Studi living Qur‟an pada Praktek Pengobatan Dr. KH. Komari Safulloh, Pesantren Sunan Kalijaga, Desa Pakuncen, Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk).
Dalam skripsi tersebut, Didik Andriawan menjelaskan bahwa dalam praktek
pengobatan yang dilakukan oleh Dr. KH. Komari Safulloh digunakan surat-surat
atau ayat-ayat tertentu didalam al-Qur‟an, seperti Surat al-Fatihah, surat al-Ikhlas, surat Falaq, Surat Nas, surat Baqarah: 225, surat Naml: 30, surat
al-Saffat: 79-80, dan beberapa ayat lainnya dalam al-Qur‟an, yang seringkali tidak ada kaitan antara makna ayat dengan penyakit yang diobatinya. Semua yang
dilakukannya berdasarkan intuisi serta keyakinan terhadap ayat-ayat tersebut.
Beberapa karya yang cukup relevan dengan judul yang penulis angkat
12
dipondok pesantren man‟baul hikam sidoarjo)” Ahmad Zainal Musthofa, Nim. 11531012 (2015) Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta. Dalam skripsi
tersebut ayat-ayat pilihan antara lain surah al-Waqiah dan surah yasin, Adapun
mengenai asal-usul pengetahuan pengajian al-Qur‟an tersebut adalah dominasi ajaran Thariqah al-Qadiriyah wa an-Naqsabandiyah dari jalur Kyai Romli
Tamim, Rejoso dan adanya riwayat yang menjelaskan fadilah al-Qur‟an surat -surat tertentu13.
Karya yang lain dalam jurnal studi ilmu al-Qur‟an dan hadis vol 15, no 1, januari 2014 karya Siti Fauziah alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta dengan
judul “Pembacaan al-Qur‟an surah-surah pilihan dipondok pesantren Daar Al-Furqon Janggalan Kudus” dalam jurnal tersebut disebutkan surah-surah pilihan antara lain al-Mulk, al-Waqiah, ad-Dukhan, ar-Rahman,dan yasiin, pembacaan
al-Qur‟an tersebut dilaksanakan sebagai wiridan yang bertujuan untuk memberikan keesadaran tentang arti penting kehidupan dipondok pesantren
dengan memberikan suatu perasaan bahwa setiap individu dari santri tersebut
adalah bagian dari pondok pesantren dengan memastikan bahwa ada pemisah
antara yang sakral dan keadaan yang profan14.
Karya yang cukup relevan dalam jurnal syahada vol.IV No.2 Oktober
pondok pesantren man‟baul hikam sidoarjo), Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta: 2015.
14
Siti Fauziah alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta, Pembacaan al-Qur‟an
surah-surah pilihan di pondok pesantren Daar Al-Furqon Janggalan Kudus: jurnal studi ilmu al-Qur‟an
13
tersebut disebutkan bahwa pembacaan al-Ma‟tsur antara lain adalah surah Fatihah, surah Baqarah ayat 1-5, surah Baqoroh ayat 255-257, surah
al-Baqarah ayat 284-286, surah al-Ikhlas, surah al-Falaq, surah an-Nas. Pembacaan
tersebut bertujuan untuk membiasakan santri berdzikir dan berdoa dengan doa
yang berasal dari ayat al-Qur‟an dan hadis dari nabi Muhammad SAW karena secara bahasa al-Ma‟tsur berarti kalimat atau dalam hal ini do‟a dan dzikir yang berasal dari nabi Muhammad15.
Referensi tersebut diatas memberikan sumbangan yang sangat berarti
dalam mengkonstruksikan penelitian ini agar dapat menyajikan analisis yang
tepat. Berdasarkan telah pustaka yang penulis sajikan, ternyata belum ada yang
mengangkat tema ini dan melakukan pembahasan secara komprehensif.
F. Kerangka Teori
Studi al-Qur‟an (tafsir) selalu mengalami perkembangan, dipandang sebagai ilmu bantu bagi ilmu Ulumul Qur‟an, seperti linguistik, hermenetika, sosiologi, antropologi dan ilmu komunikasi. Hal ini terkait dengan objek
penelitian dalam kajian al-Qur‟an. Secara garis besar objek penelitian Qur‟an dapat dibagi dalam tiga bagian. Pertama, penelitian yang menempatkan teks
al-Qur‟an sebagai objek kajian. Dalam hal ini, teks al-Qur‟an diteliti dan dianalisis dengan metode dan pendekatan tertentu, sehingga peneliti dapat menemukan
sesuatu yang diharapkan dari penelitiannya.
Amin al-Khuli menyebut penelitian yang menjadikan teks al-Qur‟an sebagai obyek kajian dengan istilah dirasat ma fin-nass. Yang mana konsep
15 Syahrul Rahman alumus Institut Sains Al-Qur‟an Syaikh Ibrahim Rokan Hulu, Studi
kasus pembacaan al-ma‟tsur di pesantren khlid bin walid pasir pengaraian kabupaten Rokan
14
Qur‟ani yang dipahami melalui penelitian tersebut diharapkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam upaya mengatasi problema kehidupan tertentu
atau bahkan dengan tujuan mendapatkan ridho Allah dan kebahagian baik didunia
maupun akhirat.
Kedua, penelitian yang menempatkan hal-hal diluar teks al-Qur‟an, namun berkaitan erat dengan kemunculannya, sebagai obyek kajian. Penelitian ini disebut
al-Khuli dengan dirasat ma hawlal Qur‟an (studi tentang apa yang ada disekitar teks al-Qur‟an16). Seperti kajian tentang asbabun nuzul, sejarah penulisan dan pengkodifikansian teks dan lain-lain.
Ketiga, penelitian yang menjadikan pemahaman terhadap teks al-Qur‟an sebagai objek penelitian. Hasil dari penafsiran ini kemudian dijadikan
pembahasaan. Selain itu, peneliti juga bisa menganalisis faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi penafsiran seseorang.
Keempat, penelitian yang memberikan perhatian pada respon masyarakat
terhadap teks al-Qur‟an dan hasil penafsiran seseorang. Teks al-Qur‟an yang hidup dalam masyarakat itulah yang disebut dengan The Living Qur‟an, sementara pelembagaan hasil penafsiran tertentu dalam masyarakat dapat
dikatakan dengan The Living Tafsir. Penelitian semacam ini merupakan bentuk
16Amin al-Khuli dan Nasīr Hamid,
Metode Tafsir Sastra, alih bahasa Khairon Nahdiyyin
15
penelitian yang menggabungkan antara cabang ilmu al-Qur‟an dengan cabang ilmu sosial, seperti sosiologi dan antorpologi17.
Penelitian living Qur‟an sebagai sebuah tawaran paradigma alternatif yang menghendaki bagaimana feedback dan respon masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari (everyday life) dapat dibaca, dimaknai secara fugsional dalam konteks
fenomena sosial. Karena itu, al-Qur‟an yang dipahami masyarakat Islam dalam pranata sosialnya merupakan cerminan dari fugsional al-Qur‟an itu sendiri. Sehingga respon mereka terhadap al-Qur‟an mampu membentuk pribadinya, bukan sebaliknya dunia sosial yang membentuknya, melainkan al-Qur‟an menentukan dunia sosial. Wajar jika kemudian muncul ragam fenomena dalam
everyday life ketika menyikapi al-Qur‟an oleh masyarakat tertentu dan mungkin dalam waktu tertentu pula sebagai sebuah pengalaman sosial atau spiritual dari
hasil interaksi terhadap al-Qur‟an.
Bagi umat Islam al-Qur‟an merupakan kitab suci yang menjadi manhaj al-hayat. Mereka disuruh untuk membaca agar memperoleh kebahagian dunia
akhirat. Dalam realitanya, fenomena membaca al-Qur‟an sebagai sebuah apresiasi dan respon umat Islam ternyata beragam. Ada berbagai model membaca
al-Qur‟an, mulai yang berorientasi pada pemahaman dan pendalaman maknanya, sampai yang sekedar membaca al-Qur‟an sebagai ibadah ritual atau untuk memperoleh ketenangan jiwa. Apapun model pembacaan, yang jelas kehadiran
al-Qur‟an telah melahirkan berbagai bentuk respon masyarakat dan peradaban yang sangat kaya. Dalam istilah Nasir Hamid, al-Qur‟an kemudian menjadi muntij
17
16
saqafah (produsen peradaban). Mengingat teks al-Qur‟an memiliki peran nyata dalam terbentuknya peradaban umat Islam-Arab sebagai hadarah an-nass
(peradaban teks)18. Kajian dalam bidang living Qur‟an memberikan kontribusi yang signifikan bagi pengembangan wilayah objek kajian al-Qur‟an. Jika selama ini ada kesan bahwa tafsir dipahami harus berupa teks grafis (kitab atau buku)
yang ditulis. Tafsir bisa berupa respon atau praktik suatu masyarakat yang
diinspirasikan oleh kehadiran al-Qur‟an. Dalam bahasa al-Qur‟an hal ini disebut dengan tilawah, yakni pembacaanya yang berorientasi kepada pengalaman
(action) yang berbeda dengan qira‟at (pembacaan yang berorientasi pada pemahaman atau understanding). Disisi lain bahwa kajian living Qur‟an juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah dan pemberdayaan masyarakat,
sehingga mereka lebih maksimal dalam mengapresisikan al-Qur‟an19.
Menurut Yusuf, pendekatan sosiologi adalah penelitian living Qur‟an, teori yang digunakan dalam penelitiannya adalah apa yang diutarakan oleh Keith
A. Robert dan dikutip oleh Imam Suprayogo, bahwa penelitian berbasis sosiologi,
termasuk kajian living Qur‟an. Penelitian ini menfokuskan terhadap dua hal, yaitu: Pertama, pengelompokan lembaga agama, meliputi, pembentukannya,
kegiatan demi keberlangsungan hidupnya, pemeliharaannya dan pembubarannya.
Kedua, prilaku individu dalam kelompok-kelompok yang mempengaruhi status
keagamaannya dalam prilaku ritual20.
18
Muhammad Faisol Fatawi, Tafsir Sosiolinguistik: memahami huruf Muqātha‟ah dalam
al-Qur‟an (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hlm. 14. 19
Sahiron Syamsuddin, (ed.). op. cit., hlm. 65-69. 20
17
Dalam kajian living Qur‟an, paradigma yang diperlukan tidak sama dengan paradigma yang digunakan untuk mengkaji al-Qur‟an, sebagai sebuah kitab (teks). Akan tetapi tidak dalam kajian living Qur‟an yang dimaknai secara metaforis dan merupakan sebuah model, karena teks yang sesungguhnya adalah
gejala sosial itu sendiri, bukan kitab surat atau ayat21.
G. Sitematika Penulisan
Sebagai upaya untuk mempermudah dalam menyusun dan memahami
penelitian ini secara sistematis, maka penulis menggunakan sistematika penulisan
sebagai berikut:
Bab pertama: Pendahuluan, yang menjelaskan tentang Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka
Teori, Kajian Pustaka, Sistematika Penulisan.
Pada bab kedua, akan memuat tentang kerangaka teori yang didalamnya
memuat tentang definisi living Qur‟an, sejarah living Qur‟an serta arti penting kajian living Qur‟an. Dan Dalam bab ini menjelaskan tentang surah al-Hadid ayat 1-6, yang meliputi: Isi kandungan surat Hadid ayat 1-6 dan keutamaan surat
al-Hadid ayat 1-6 yang meliputi: Keutamaan surat al-al-Hadid ayat 1-6 dalam kitab
tafsir.
Bab ketiga: Dalam bab ini menjelaskan tetang Metode Penelitian yang
meliputi:pendekatan penelitian, jenis penelitian, lokasi penelitian,kehadiran
21
Syairon Syamsuddin (ed), Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis
18
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, uji
keabsahan data, tahap-tahap penelitian.
Bab ke empat: Hasil penelitian yaitu memuat gambaran dipanti asuhan
Darul Hadlanah NU kota Salatiga dan Pembacaan Surat al- Hadid. Pada bab ini
berisi dua sub judul, Pertama; dipanti asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga,
yang meliputi: Sejarah berdirinya, Riwayat hidup pengasuh, Struktur Organisasi
Panti asuhan, Dewan Pengajar / Ustad dan Ustadzah, Santri, Kegiatan Santri,
Sarana Prasarana Panti Asuhan. Kedua; Pembacaan Surat al-Hadid ayat 1-6, yang
meliputi: Tradisi pembacaan surat al-Hadid ayat1-6, Majlis Ta‟lim pembacaan surat al-Hadid ayat 1-6, tatacara pembacaan surat al-Hadid ayat 1-6, tujuan
pengasuh dipanti asuhan Darul Hadlanah NU kota Salatiga, dasar pemahaman
pengasuh dan para ustad dan ustazah serta santri dipanti asuhan Darul Hadlanah
NU kota Salatiga terhadap keistimewaan surat al-Hadid ayat 1-6.
Bab ke lima: memuat tentang analisis
Bab ke enam : Penutup. Bab ini merupakan kesimpulan. Kesimpulan
tersebut menjelaskan tentang hasil penelitian, Saran-saran dan rekomendasi akhir
dari penelitian. Daftar Pustaka dan data dari hasil observasi maupun wawancara.
Lampiran-lampiran, Dalam lampiran berisikan bukti surat izin penelitian, surat
19 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Living Qur‟an
1. Definisi Living Qur‟an
living Qur‟an ditinjau dari segi bahasa adalah gabungan dari dua kata yang berbeda, yaitu living, yang berarti hidup dan Qur‟an yaitu kitab suci umat Islam. Secara sederhana istilah living Qur‟an bisa diartikan dengan (Teks) al-Qur‟an yang hidup dimasyarakat22.
Studial-Qur‟an sebagai sebuah upaya sistematis terhadap hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan al-Qur‟an pada dasarnya sudah dimulai sejak zaman rasul. Hanya saja pada tahap awalnya semua cabang
ulum al-Qur‟an dimulai dari praktek yang dilakukan generasi awal terhadap dan demi al-Qur‟an, sebagai wujud penghargaan dan ketaatan pengabdian.
Ilmu Qira‟at, Rasm al-Qur‟an, asbab al-nuzul dan sebagainya dimulai dari praktek generasi pertama al-Qur‟an (Islam). Baru pada era takwin atau formasi ilmu-ilmu keIslaman pada abad berikutnya, praktek-praktek terkait
dengan al-Qur‟an ini disistematiskan dan dikodifikasikan, kemudian lahirlah cabang-cabang ilmu al-Qur‟an23.
Secara umum kajian living Qur‟an artinya mengkaji al-Qur‟an sebagai teks-teks yang hidup bukan teks-teks yang mati. Pendekatan living Qur‟an menekankan aspek fungsi al-Qur‟an sebagai petunjuk dan rahmat bagi
22
Sahiron Syamsuddin, Ranah-Ranah Penelitian dalam Studi al-Qur‟an dan Hadis,
dalam Sahiron Syamsuddin (ed), Metode Penelitian Living Qur‟an dan hadis (Yogyakarta: Teras, 2007).
23 Mansur, M. dkk “pengertian living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.) Metode
20
manusia dan orang-orang yang beriman, tetapi in juga bisa memasukkan
peranan al-Qur‟an dalam berbagai kepentingan dan konteks kehidupan, baik yang beriman maupun yang tidak beriman, pendekatan ini juga mengkaji
produk penafsiran dan relevansinya bagi persoalan masyarakat kini dan
disini. Al-Qur‟an merupakan firman lisan (spoke word), bersama atau belakangan lalu menjadi scripture (kitab) dan kemudian menjadi literature
dalam studi agama-agama. Bagi William Graham yang membahas makna
kitab, Qur‟an, kalam, Qira‟ah. Al-Qur‟an adalah firman tertulis yang dilisankan (a written word that is spoken) karenanya, kajian teks agama
harus melampaui firman lisan dan firman tertulis24.
Bagi pengkaji berorentasi akademis, kajian living Qur‟an artinya memahami dan menjelaskan mengapa dan bagaimana al-Qur‟an dipahami sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang seharusnya menurut
kaidah-kaidah tafsir itu. Ia tidak mengkaji sejauh mana pemahaman dan penerapan
al-Qur‟an itu memenuhi sebagian atau tidak kaedah-kaedah penafsiran yang dianggap otoritatif25.
Terkait dengan lahirnya cabang-cabang ilmu al-Qur‟an ini, ada satu hal yang di catat, yakni bahwa sebagian besar, kalau tidak malah semuanya,
berakar pada problem-problem tekstualitas Qur‟an. cabang-cabang ilmu
al-Qur‟an ada yang terkonsentrasi pada aspek internal teks ada pula yang memusatkan perhatiannya pada aspek eksternalnya seperti asbab al-nuzul
24 William Graham, “The Qur‟an as Spoken Word: An
Islamic Contribution to the Understanding of Scripture,” Richard Martin, ed., Approaches to Islam in Religious Studies
(Oxford: Oneworld, 2001 hal 23-40.
21
dan tarikh al-Qur‟an yang menyangkut penulisan, penghimpunan hingga penerjemahannya. Sementara praktek-praktek tertentu yang berjudul
penarikan al-Qur‟an ke dalam kepentingan praktis dalam kehidupan umat diluar aspek tekstualnya nampak tidak menarik perhatian para peminat studi
al-Qur‟an klasik.
Dengan kata lain living Qur‟an yang sebenarnya bermula dari fenomena
Qur‟an in everday life, yakni makna dan fungsi al-Qur‟an yang riil dipahami dan dialami masyarakat muslim, belum menjadi obyek studi bagi
ilmu-ilmu al-Qur‟an konvensional (Klasik). Bahwa fenomena ini sudah ada embrionya sejak masa yang paling dini dalam sejarah Islam adalah benar
adanya, tetapi bagi dunia muslim yang saat itu belum terkontaminasi oleh
berbagai pendekatan ilmu sosial yang notabene produk dunia barat, dimensi
sosial cultural yang membayang-bayangi kehadiran al-Qur‟an tampak tidak mendapat porsi sebagai obyek studi26.
Sebenarnya sebab-sebab yang melatarbelakangi kenyataan bahwa
ulumul-Qur‟an lebih tertarik pada dimensi tekstual al-Qur‟an, diantaranya terkait dengan penyebaran paradigma ilmiah ke dalam wilayah kajian agama
pada umumnya. Sebelum paradigma ilmiah dengan orentasi obyektifnya
merambah dunia studi agama (Islam), maka kajian atau studi Islam
termasuk studi al-Qur‟an lebih berorentasi pada keberpihakan keagamaan. Artinya, ilmu-ilmu al-Qur‟an sengaja dilahirkan dalam rangka menciptakan satu kerangka acuan normative bagi lahirnya penafsiran al-Qur‟an yang memadai untuk membackup kepentingan agama. Itulah mengapa berbagai
26
22
dimensi tekstual Qur‟an lebih diunggulkan sebagai obyek kajian. Itulah pula mengapa dahulu ilmu ini merupakan spesialisasi bagi para ulama usaha
pengembangan ilmu-ilmu kegamaan murni27.
Tampaknya studi Qur‟an yang lahir dari latar belakang paradigma ilmiah murni, diawali oleh para pemerhati studi Qur‟an non muslim. Bagi mereka banyak hal yang menarik disekitar Qur‟an ditengah kehidupan kaum muslim yang berwujud berbagai fenomena sosial. Misalnya fenomena sosial
terkait dengan pelajaran membaca al-Qur‟an dilokasi tertentu, fenomena penulisan bagian-bagian tertentu dari al-Qur‟an ditempat tempat tertentu, pemenggalan unit-unit al-Qur‟an yang kemudian menjadi formula
pengobatan, do‟a dan sebagainya yang ada dalam masyarakat muslim
tertentu tapi tidak dimasyarakat muslim lainnya. Model studi menjadikan
fenomena yang hidup ditengah masyarakat muslim terkait dengan Qur‟an ini sebagai obyek studinya, pada dasarmya tidak lebih dari studi sosial
dengan keraguannya. Hanya karena fenomena sosial ini muncul lantaran
kehadiran Qur‟an, maka kemudian diinisiasikan ke dalam wilayah studi
Qur‟an. pada perkembangan kajian ini dikenal dengan istilah living
Qur‟an28
.
Konsekuensi dari obyek studi berupa fenomena sosial ini adalah
diperlukannya berbagai perangkat metodologi ilmu-ilmu sosial yang belum
tersedia dalam khasanah ilmu al-Qur‟an klasik. Signifikansi akademisnya tentu tidak lebih dari mengeksplorasi dan mempublikasikan kekayaan ragam
27 Mansur, M. dkk “pengertian living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.)
Metode
Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras 2007 hal.6.
28 Mansur, M. dkk “pengertian living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.) Metode
23
fenomena sosial terkait dengan Qur‟an diberbagai komunitas muslim dalam batas-batas kepentingan ilmiah yang tidak berpihak. Berbeda dengan studi
Qur‟an yang obyeknya berupa tekstualitas Qur‟an maka studi Qur‟an yang obyek kajiannya berupa fenomena lapangan semacam ini tidak memiliki
kontribusi langsung bagi upaya penafsiran al-Qur‟an yang lebih bermuatan agama. Tetapi pada tahap lanjut, hasil dari studi sosial Qur‟an dapat bermanfaat bagi agamanya untuk dievaluasikan dan ditimbang bobot
manfaat dan madlarat berbagai praktek tentang Qur‟an yang dijadikan obyek studi29.
Adalah tokoh-tokoh Neal robinson, Farid Essac atau Nasr Abu Zaid,
para pemerhati studi Qur‟an atas dasar paradigma ilmiah, yang merintis memasuki wilayah baru studi Qur‟an ini. Farid Essac lebih banyak
mengeksplorasi pengalaman tentang Qur‟an dilingkungannya sendiri, sedang Neal Robinson mencoba bagaimana pengalaman Taha Husen dalam
mempelajari al-Qur‟an dimesir, bagaimana pengalaman komunitas muslim dianak benua India tentang Qur‟an dan sebaginya30.
2. Living Qur‟an dalam Lintasan Sejarah
Jika ditelisik secara historis, praktek memperlakukan al-Qur‟an, surat-surat atau ayat tertentu didalam al-Qur‟an untuk kehidupan praktis umat, pada hakekatnya sudah terjadi sejak masa awal Islam, yakni pada masa
Rasulullah SAW. Sejarah mencatat, Nabi Muhammad dan para sahabat
pernah melakukan praktek ruqyah, yaitu mengobati dirinya sendiri dan juga
29 Mansur, M. dkk “pengertian living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.)
Metode
Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras 2007 hal 8.
30
24
orang lain yang menderita sakit dengan membacakan ayat-ayat tertentu
didalam al-Qur‟an31.
Hal ini didasarkan atas sebuah hadis shahih yang diriwayatkan oleh
Imam al-Bukhari dalam shahih al-Bukhari. Dari Aisyah r.a berkata bahwa
Nabi Muhammad SAW pernah membaca surat al-Mu‟awwidhatain, yaitu surah al-Falaq dan an-Nas ketika beliau sedang sakit sebelum wafatnya32.
Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa sahabat Nabi pernah mengobati
seseorang yang tersengat hewan terbiasa dengan membaca al-Fatihah33. Dari
beberapa keterangan riwayat hadis diatas, menunjukkan bahwa praktek
interaksi umat Islam dengan al-Qur‟an, bahkan sejak masa awal Islam, dimana nabi Muhammad SAW, masih hadir ditengah-tengah umat, tidak
sebatas pada pemahaman teks semata, tetapi sudah menyentuh aspek yang
sama sekali diluar teks.
Jika kita cermati, praktek yang dilakukan Nabi Muhammad SAW
dengan membaca surat al-Mu‟awwidhatain untuk mengobati sakitnya, jelas sudah diluar teks. Sebab secara semantic tidak ada kaitan antara makna teks
dengan penyakit yang diderita oleh Nabi Muhammad SAW. Demikian juga
halnya dengan praktek yang lakukan oleh sahabat Nabi yang membacakan
surat al-Fatihah untuk mengobati orang yang terkena sengatan kalajengking.
31
Didi Djunaedi, living Qur‟an (sebuah pendekatan baru dalam kajian al-Qur‟an), dalam Journal of Qur‟an and Hadisth Studies – Vol. 4, No. 2, (2015): h. 176 .
32
Imam al-Bukhari, shahih al-Bukhari, Bab Al-Raqa bi Al-Qur‟an, CD Rom, Maktabah al-Shamilah, al-Isdar al-Thani, t.t.
33
25
Secara makna, rangkaian surat Al-Fatihah sama sekali tidak ada kaitanya
dengan sengatan kalajengking34.
Dari beberapa praktek interaksi umat Islam masa awal, dapat dipahami
jika kemudian berkembang pemahaman dimasyarakat tentang fadhilah atau
khasiat serta keutamaan surat-surat tertentu atau ayat-ayat tertentu didalam
al-Qur‟an sebagai obat dalam arti yang sesungguhnya yaitu untuk menyembuhkan penyakit fisik. Disamping beberapa fungsi tersebut,
al-Qur‟an juga tidak jarang digunakan masyarkat untuk menjadi solusi atas persoalan ekonomi, yaitu sebagai alat untuk memudahkan datangnya
rezeki35.
Sampai saat ini dapat dinyatakan bahwa sebetulnya yang dimaksud
dengan living Qur‟an dalam konteks ini adalah kajian atau penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran Qur‟an atau keberadaan al-Qur‟an disebuah komunitas muslim tertentu. Penelitian ilmiah disini perlu dikemukakan untuk menghindari dimasukkannya
tendensi keagamaan yang tentu dengan tendensi ini berbagai peristiwa
tersebut akan dilihat dengan kacamata ortodoksi yang ujung-ujungnya
berupa vonis hitam putih sunnah-bid‟ah, syar‟iyah-ghairu syar‟iyah atau meminjam istilah yang agak berimbang dengan istilah living Qur‟an maka peristiwa tersebut sebetulnya lebih tepat disebut The Dead Qur‟an. artinya jika dilihat dengan kacamata keislaman (sebagai agama), tentu peristiwa
34
Didi Djunaedi, living Qur‟an (sebuah pendekatan baru dalam kajian al-Qur‟an), dalam Journal of Qur‟an and Hadisth Studies – Vol. 4, No. 2, (2015): h. 177.
35
26
sosial dimaksud berarti telah membuat teks-teks Qur‟an tidak berfungsi, dan hanya dapat diaktualisasikan secara benar jika bertolak dari praktek
perlakuan atas Qur‟an dalam kehidupan kaum muslim sehari-hari tidak bertolak dari pemahaman yang benar (secara agama) atas kandungan teks
Qur‟an36
.
Misalnya Qur‟an memang mengklaim dirinya sebagai syifa‟ yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai obat, tetapi ketika unit-unit
tertentu darinya dibacakan untuk mengusir jin atau syetan yang konon
merasuk ke dalam tubuh manusia, maka bukan berarti praktek ini
berdasarkan pemahaman atas kandungan teks al-Qur‟an. dari sudut pandang Islam tentu praktek ini berarti menunjukkanthe dead Qur‟an, tetapi sebagai fakta sosial, praktek semacam ini tetap berkaitan dengan Qur‟an dan betul -betul terjadi ditengah komunitas muslim tertentu. Itulah yang kemudian
perlu dijadikan obyek studi baru bagi para pemerhati studi Qur‟an dan untuk menyederhanakan ungkapan, maka digunakan istilah living Qur‟an37.
Praktek-praktek semacam ini dalam bentuknya yang paling sederhana
pada dasarnya sudah sama dengan usia Qur‟an itu sendiri. Namun, pada periode yang cukup panjang praktek-praktek diatas belum menjadi obyek
kajian penelitian Qur‟an. Baru pada tanggal terakhir sejarah studi Qur‟an kajian tentang praktek-praktek ini diinisiasikan ke dalam wilayah studi
Qur‟an oleh para pemerhati studi Qur‟an kontemporer38.
36 Mansur, M. dkk “pengertian living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.)
Metode
Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras 2007 hal 9.
37 Mansur, M. dkk “pengertian living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.) Metode
Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras 2007 hal 10.
38
27
3. Arti Penting Kajian Living Qur‟an
Kajian living Qur‟an memberikan kontribusi yang signifikan bagi pengembangan wilayah objek kajian al-Qur‟an. jika selama ini ada kesan bahwa yang ditulis oleh seseorang, maka makna tafsir sebenarnya bisa
diperluas. Tafsir bisa berupa respons atau praktik perilaku suatu masyarakat
yang diinspirasi oleh kehadiran al-Qur‟an. dalam bahasa al-Qur‟an hal ini disebut dengan tilawah yakni pembacaan yang berorentasi kepada
pengalaman (action) yang berbeda dengan Qira‟ah (pembacaan yang berorentasi pada pemahaman atau (understanding)39.
Bagi mahasiswa jurusan tafsir sendiri, kajian living Qur‟an merupakan tanah baru yang belum banyak disentuh oleh mereka. Terbukti
kebanyakan skripsi masih berkutat pada kajian teks. Maka kajian ini dapat
memperluas objek penelitian tersebut.
Di sisi lain adalah bahwa kajian living Qur‟an juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah dan pemberdayaan masyarakat, sehingga mereka
lebih maksimal dalam mengapresiasi al-Qur‟an. sebagai contoh, apabila dimasyarakat terdapat fenomena menjadikan ayat-ayat al-Qur‟an hanya sebagai jimat atau jampi-jampi untuk kepentingan supranatural, sementara
mereka sebenarnya kurang memahami apa pesan-pesan dari kandungan
al-Qur‟an, maka kita dapat mengajak dan menyadarkan mereka bahwa
al-Qur‟an diturunkan fungsi utamanya adalah untuk hidayah. Dengan begitu, maka cara berfikir klenik dapat sedikit demi sedikit dapat ditarik kepada
39
28
cara berfikir akademik, berupa kajian tafsir misalnya. Lebih dari itu,
masyarakat yang tadinya hanya mengapresiasi al-Qur‟an sebagai jimat, bisa disadarkan agar al-Qur‟an dijadikan sebagai idiologi transformative untuk kemajuan peradapan. Menjadikan al-Qur‟an hanya sebagai rajah-rajah atau tamimah dapat dipandang merendahkan fungsi al-Qur‟an, meski sebagian ulama ada yang membolehkannya40. Alasannya, karena pengertian
al-Qur‟an sebagai syifa‟ bisa untuk jasad atau ruhani sekaligus. Penggunaan wifiq atau rajah yang menggunkan sebagai ayat al-Qur‟an bisa dilihat dalam kitab-kitab seperti al-Awfaq, karya imam al-Ghazali, Khazinatul Asrar,
karya Sayyid Muhammad Haqqi Al Nazil, Mamba‟usul Hikam, Sayyid al
Buni, al Rahman Fi At Tibb Wal Hikam karya Al-Suyuthi41.
Arti penting kajian living Qur‟an berikut adalah memberikan paradigma
baru bagi pengembangan kajian Qur‟an kontemporer, sehingga studi Qur‟an tidak hanya berkutat pada wilayah kajian teks. Pada wilayah living Qur‟an ini kajian tafsir akan lebih banyak mengapresiasi respondan tindakan
masyarakat terhadap kehadiran al-Qur‟an, sehingga tafsir tidak lagi hanya bersifat elitis, melainkan emansipatoris yang mengajak partisipasi
masyarakat. Pendekatan fenomenologi dan analisis ilmu sosial humaniora
tentunya menjadi sangat penting dalam hal ini42.
40
Lihat Yusuf al- Qaradlawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer (terj). As‟ad Yasin (Jakarta:
Gema insani Press 2001), h.262.
41 Mansur, M. dkk “Arti Penting Kajian
Living Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.) Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadis. Yogyakarta: Teras 2007 hal 71.
42
Mansur, M. dkk “Arti Penting Kajian al-Qur‟an.” Dalam Sahiron Syamsuddin (ed.)
29
a. Living Qur‟an: Sebagai Religious Research
Kalau living Qur‟an ini untuk sementara dikategorikan sebagai penelitian agama dengan kerangka penelitian agama sebagai gejala
sosial, maka desainnya akan menekankan pentingnya penemuan
keterulangan gejala yang diamati sebelum sampai pada kesimpulan43.
Living Qur‟an sebagai penelitian yang bersifat keagamaan (religious research), yakni menempatkan agama sebagai system
keagamaan, yakni system sosiologis, suatu aspek organisasi sosial, dan
hanya dapat dikaji secra tepat jika karakteristik itu diterima sebagai titik
tolak44. Jadi bukan meletakkan agama sebagai doktrin, tetapi agama
sebagai gejala sosial.
Living Qur‟an, dimaksudkan bukan bagaimana individu atau sekelompok orang memahami al-Qur‟an (penafsiran) tetapi bagaimana al-Qur‟an itu disikapi dan direspon masyarakat muslim dalam realitas kehidupan sehari-hari menurut konteks budaya dan pergaulan sosial.
Jadi apa yang mereka lakukan adalah panggilan jiwa yang merupakan
kewajiban moral sebagai muslim untuk memberikan penghargaan,
penghormatan, cara memuliakan kitab suci yang diharapkan pahala dan
berkah dari al-Qur‟an sebagaimana keyakinan umat Islam terhadap fungsi al-Qur‟an sebagaimana keyakinan umat Islam terhadap fungsi
al-Qur‟an yang dinyatakan sendiri secara beragam. Oleh karena itu,
43Atho‟Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek
. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hal 68.
44Lihat John Middleton,” the religious system” dalam raul naroll (ed), A hornbook of