• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI METODE TASMI’ DAN TAKRIR DALAM HAFALAN QUR’AN (STUDI KASUS SANTRIWATI ISLAMIC BOARDING SCHOOL OF DARUL BAWEN TAHUN 2018) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI METODE TASMI’ DAN TAKRIR DALAM HAFALAN QUR’AN (STUDI KASUS SANTRIWATI ISLAMIC BOARDING SCHOOL OF DARUL BAWEN TAHUN 2018) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI METODE

TASMI’

DAN

TAKRIR

DALAM HAFALAN QUR’AN

(STUDI KASUS

SANTRIWATI

ISLAMIC BOARDING SCHOOL OF

DARUL BAWEN TAHUN 2018)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Khusnadhya Hannif Iriyanti

NIM : 111-14-214

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)

IMPLEMENTASI METODE

TASMI’

DAN

TAKRIR

DALAM HAFALAN QUR’AN

(STUDI KASUS

SANTRIWATI

ISLAMIC BOARDING SCHOOL OF

DARUL BAWEN TAHUN 2018)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Khusnadhya Hannif Iriyanti

NIM : 111-14-214

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(4)

HA

LAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

(5)
(6)
(7)

MOTTO

.

الله ىلص- ِ هالله ُلوُسَر َلاَق ُلوُقَي هنع الله ىضر ٍدوُعْسَم َنْب ِ هالله دْبَع ْنَع

ِرْشَعِب ُةَنَسَحْلا َو ٌةَنَسَح ِهِب ُهَلَف ِ هالله ِباَتِك ْنِم اًفْرَح َأَرَق ْنَم « -ملسو هيلع

ٌف ْر َح ٌميِم َو ٌف ْرَح ٌمَلا َو ٌف ْرَح ٌفِلَأ ْنِكَل َو ٌف ْرح ملا ُلوُقَأ َلا اَهِلاَثْمَأ

».

Barangsiapa yang membaca 1 huruf kitabullah, baginya 1

kebaikan. Satu kebaikan akan dilipatgandakan sepuluh. Aku

tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, akan tetapi,

Alif 1 huruf, Lam 1 huruf, dan Mim 1 huruf

(8)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat serta karuniaNya,

skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Bapak dan ibuku tersayang, Riyanto dan Kusnanik yang senantiasa

memberikan dukungan baik materil maupun moril dan tak pernah berhenti

memantau, memberikan do‟a, nasihat, kasih sayang, bimbingan, motivasi dan

semangat untuk anak-anaknya.

2. Kakak dan adikku tercinta Tenggar Koko Wijiyanto dan Mafaza Sania yang

selalu berpartisipasi menemani, memberikan dukungan, support, dan do‟anya

untukku.

3. Akhsanul Haifa Tsani yang senantiasa menemani, memberikan dukungan,

semangat, motivasi, do‟a dan cerita hidupnya yang setiap hari selalu berganti.

4. Dosen pembimbing skripsiku, Bp. Dr. M. Gufron, M.Ag. yang selalu

memberikan pengarahan serta bimbingan dengan penuh kesabaran selama

proses skripsi ini.

5. Segenap keluarga besar Mbah Kusnan besserta anak cucu dan keluarga besar

Mbah Nur Hadi beserta anak cucu yang selalu membimbing dan memberikan

motivasi, semangat yang tak henti-hentinya demi terselesaikan skripsi

penelitian ini.

6. Sahabat seperjuangan satu dosbing Tatu Mafazah, Laili Nur Fitriyani, Muna,

Muza, Fatin, Nur Khasanah, Kholiq, Rahmat dll yang selalu memberikan

(9)

7. Keluarga besar SMP IT Darul Fikri Bawen yang telah memberikan tempat

untuk saya melakukan penelitian hingga skripsi ini jadi.

8. Keluarga besar SD IT Permata Bunda yang telah memberikan semangat serta

do‟a yang tiada henti.

9. Tim PPL MTs Al-Manar, mb Zum, mb Puput, mb Nanda, Dwik, Jannah, Eva

serta Fauzi yang selalu memberikan motivasi.

10. Tim KKN Posko 111 (Klitikan) yang selalu support.

11. Segenap keluarga besar PAI F Angkatan 2014.

12. Segenap keluarga besar PAI Angkatan 2014.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillahi robbil‟alamin, penulis panjatkan atas kehadirat

Allah SWT yang selalu memberikan nikmat, rahmat, karunia, taufik, serta

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

Implementasi Metode Tasmi‟ dan Takrir Dalam Hafalan Qur‟an. Studi Kasus

Santriwati Islamic Boarding School Of Darul Fikri Bawen Tahun 2018 ini dengan

baik dan lancar. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi

agung Muhammad SAW, semoga kelak dapat berjumpa dan mendapat

syafa‟atnya di yaumul akhir. aamiin.

Penulisan skripsi ini tidak akan pernah terselesaikan tanpa bantuan dari

berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN

Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Bapak Dr. M. Gufron, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

membimbing dan mengarahkan dari awal hingga akhir dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Dra.Djamiatul Islamiyah, M.Ag. selaku Pembimbing Akademik yang

senantiasa membimbing dan mengarahkan dalam proses bimbingan akademik

(11)

6. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, serta

karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang

pendidikan S1.

7. Ayah, ibu dan adikku

8. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan motivasi kepadaku,

menyemangatiku dan membantu menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman KKN IAIN 2018 Dusun Klitikan, Desa Klitikan Posko 111.

10. Teman-teman PPL MTs Al-Manar Tengaran.

11. Keluarga besar PAI IAIN Salatiga angkatan 2014.

12. Seluruh pihak yang sudah mendukung dan memberikan semangat yang tidak

bisa disebutkan satu persatu.

Terselesaikannya tulisan ini selain sebagai bentuk tanggung jawab

pengenyam perguruan tinggi yang tentunya kelak akan menjadi salah satu

referensi. Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya,

serta para pembaca pada umumnya. Aamiin.

Salatiga, 3 Agustus 2018

(12)

ABSTRAK

Iriyanti, KH. 2018. Implementasi Metode Tasmi‟ dan Takrir dalam Hafalan

Qur‟an. (Studi Kasus Santriwati Islamic Boarding School Of Darul Fikri

Bawen Tahun 2018.) Prodi Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Dr. M. Gufron, M.Ag.

Kata Kunci: Implementasi Metode Tasmi‟ dan Takrirdalam menghafal qur‟an.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya keluhan dari teman-teman yang sedang menghafalkan al-Qur‟an maupun yang sudah hatam al-Qur‟an. Mereka sangat kesulitan dalam menambah hafalan serta kesulitan dalam menjaga hafalan. Oleh karena itu, perlu ada suatu metode untuk bisa menambah serta mempertahankan hafalan yang telah mereka hafalkan sebelumnya. Yakni dengan menggunakan metode tasmi‟ dan takrir. Agar hafalan yang mereka hafalkan itu masih tetap menetap pada hati serta fikiran.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan

masalah: (1) Bagaimana implementasi metode tasmi‟ dan takrir dalam

menghafal al-Qur‟an. (2) Apa saja faktor pendukung serta faktor penghambat dalam menghafalkan al-Qur‟an. Berpijak pada rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk (1) mendiskripsikan implementasi metode tasmi‟ dan takrir dalam menghafal al-Qur‟an. (2) untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam menghafalkan al-Qur‟an.

Dalam hal ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Teknik penggumpulan data menggunakan observasi, wawancara serta dokumentasi.

(13)

DAFTAR ISI

IMPLEMENTASI METODE TASMI’ DAN TAKRIR ... 1

SKRIPSI ... 1

HALAMAN JUDUL ... ii

IMPLEMENTASI METODE TASMI’ DAN TAKRIR ...iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

Nota Pembimbing ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN ... iv

DEKLARASI ... Error! Bookmark not defined. MOTTO ... vii

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Penegasan Istilah ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Landasan Teori... 12

1. Pengertian Penghafal Al-Qur’an ... 12

2. Keutamaan Menghafal Al-Qur’an ... 12

3. Hukum Menghafal Al-Qur’an ... 16

4. Metode-Metode dalam Menghafal Al-Qur’an... 18

(14)

7. Metode Tasmi’ ... 33

8. Metode Takrir ... 37

B. Kajian Pustaka ... 42

BAB III METODE PENELITIAN... 44

A. Jenis Penelitian ... 44

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

C. Sumber Data ... 45

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

E. Analisis Data ... 48

F. Pengecekan Keabsahan Temuan ... 50

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA ... 56

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 56

1. Sejarah Singkat IBS Darul Fikri Bawen ... 56

2. Struktur Kepesantrenan ... 57

3. Dasar Pendidikan IBS Darul Fikri Bawen ... 57

4. Tujuan Pendidikan IBS Darul Fikri Bawen ... 58

5. Visi Misi Pendidikan IBS Darul Fikri Bawen ... 60

6. Sistem Pendidikan IBS Darul Fikri Bawen ... 60

7. Tenaga Pengajar ... 62

8. Keadaan Santriwati Dan Sarana Penunjang ... 63

d. Sarana penunjang di IBS Darul Fikri Bawen ... 65

9. Proses Penerapan Metode Tasmi’ dan Takrir Di IBS Darul Fikri Bawen ... 67

B. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Mengahfal Al-Qur’an .. 72

1) Adapun faktor-faktor pendukung dalam menghafal al-Qur’an ialah: ... 72

2) Adapun faktor-faktor penghambat dalam menghafal al-Qur’an ialah : ... 74

BAB V PENUTUP ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 78

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Pedoman Wawancara ... 81

Lampiran 2 Lembar Wawancara Kepala Sekolah ... 83

Lampiran 3 Lembar Wawancara Wakil Kepala Sekolah Bagian Kurikulum ... 85

Lampiran 4 Lembar Wawancara Sarana Pra-Sarana ... 86

Lampiran 5 Lembar Wawancara Ketua Ustadzah ... 87

Lampiran 6 Lembar Wawancara Santriwati ... 89

Lampiran 7 Daftar Nama Santriwati ... 93

Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian ... 95

Lampiran 9 Surat Penunjuk Pembibing ... 99

Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian ... 100

Lampiran 11 Surat Keterangan Penelitian ... 101

Lampiran 12 Lembar Konsultasi Pembimbing ... 102

Lampiran 13 Satuan Kredit Kegiatan ... 103

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara etimologi, lafazh al-Qur‟an merupakan bentuk mashdar dari

qara‟a yang berarti membaca. Kemudian, makna yang mashdariyah ini

dijadikan nama untuk firman Allah Swt dengan mengubahnya menjadi

makna maf‟ul, yakni maqru‟un, artinya yang dibaca. Lafazh al-Qur‟an,

juga bermakna al-qori‟ah yang berarti bacaan ( Thanthawi, 2013:23).

Adapun secara terminologi, al-Qur‟an ialah firman Allah Swt yang

mu‟jiz (dapat melemahkan orang-orang yang menantangnya), diturunkan

kepada Rasulullah Saw., tertulis dalam mushaf, disampaikan secara

mutawatir, dan membacanya dinilai ibadah (Thanthawi, 2013:24).

Dengan demikian, al-Qur‟an ialah bacaan yang diturunkan kepada

Rasulullah Saw yang tertulis dalam mushaf, diturunkan secara mutawatir,

dan membacanya ialah suatu ibadah, diawali surat al-Fatihah dan diakhiri

surat an-Nas.

Al-Qur‟an merupakan mukjizat bagi Rasulullah Saw. Yang kekal

dan abadi, serta menjadi bukti yang menguatkan dan membenarkan segala

sesuatu yang disampaikan oleh beliau. Sebagai bukti atas kemukjizatan

al-Qur‟an, kitab ini telah menentang orang-orang kafir untuk mendatangkan

yang semisalnya jika mereka mampu.

Sebagai umat Islam kita diwajibkan untuk memperbanyak

(17)

derajat, menghapus segala kejelekan, mendidik akhlak serta mencerahkan

jiwa.

Tidak hanya untuk membaca, kita juga diperintahkan untuk

menjaga al-Qur‟an. Baik secara tulisan maupun lisan. Para sahabat

menuliskan ayat-ayat al-Qur‟an pada bahan-bahan pada masa itu, seperti

kulit-kulit dan tulang hewan, permukaan batu yang kasar dan halus, serta

pelepah-pelepah kurma (Fatihuddin, 2015:23).

Menghafal al-Qur‟an ialah perbuatan yang sangat mulia. Menurut

Abdul Aziz Abdul Rauf definisi tahfidz atau menghafal adalah proses

mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar. Pekerjaan

apapun jika sering diulang, pasti menjadi hafal (Asy-Syafi‟i, 2018:10).

Setelah melihat pengertin tahfidz dan al-Qur‟an di atas dapat

disimpulkan bahwa menghafal al-Qur‟an ialah suatu proses untuk

memelihara, menjaga dan melestarikan kemuliaan al-Qur‟an yang

diturunkan kepada Rasulullah Saw. Di luar kepala agar tidak terjadi

perubahan dan pemalsuan serta dapat menjaga dari kelupaan baik secara

keseluruhan maupun sebagiannya.

Nabi Muhammad Saw adalah seorang yang ummi, yakni tidak

dapat membaca dan menulis, hal ini jelas dinyatakan Allah Swt dalam

firman-Nya yaitu QS. Al-A‟raf : 157.

(18)

“ (yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang

beruntung”.(Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014:170).

Karena kondisi Nabi Muhammad yang ummi, maka mau tidak mau

beliau menerima wahyu secara hafalan. Setelah beliau menerima satu ayat

dengan cepat beliau menghafalnya dan setelah itu menyampaikannya

kepada sahabat, sehingga para sahabat menguasainya lalu beliau

memerintahkan para sahabat untuk menghafalnya.

Demikianlah al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw

secara mutawatir atau berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun

lamanya. Prosesnya yang bertahap merupakan bantuan untuk

menyempurnakan hafalan serta untuk memahami makna yang terkandung

didalamnya.

Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Qiyamah : 16-18

“ Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran Karena

(19)

membacanya(17). Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka

ikutilah bacaannya itu(18).” (Kementrian Agama Republik Indonesia,

2014:577).

Al-Qur‟an diturunkan secara berangsur-angsur mengandung banyak

sekali hikmah, yaitu ( Thanthawi, 2013:59-85) (1) Meneguhkan dan

menguatkan hati Rasulullah Saw; (2) Sebagai bentuk tahapan untuk

mendidik ummat; (3) Sebagai jawaban atas pertanyaan ummat; (4) Sebagai

penetap hukum atas suatu perkara dan kejadian yang diperselisihkan oleh

ummat; (5) Sebagai cermin bagi orang-orang mukmin atas semua

kesalahan mereka, sehingga mereka tidak mengulanginya lagi; (6) Sebagai

petunjuk untuk kembali kepada suber al-Qur‟an dan menegaskan

bahwasanya al-Qur‟an adalah kalam Allah Swt; (7) Agar al-Qur‟an mudah

dihafal.

Al-Qur‟an merupakan kitab yang sungguh istimewa. Dari kitab-kitab

yang diturunkan Allah Swt al-Qur‟an paling mudah untuk dihafalkan. Dan

begitu banyak hadist Nabi Muhammad Saw yang mendorong ummat Islam

untuk membacanya maupun untuk menghafalnya di luar kepala, sehingga

hati seorang muslim tidak hampa seperti rumah kosong tak berpenghuni.

Menghafal al-Qur‟an bukanlah pekerjaan yang mudah jika tidak

diniatkan dalam hati, kesadaran diri, keinginan yang kuat serta keyakinan

yang teguh. Segala sesuatu jika diniatkan untuk Alloh Swt maka Alloh Swt

akan memudahkannya. Karena menghafal al-Qur‟an bukan pekerjaan yang

mudah maka, perlu adanya metode menghafal al-Qur‟an agar bisa cepat

(20)

Berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan mudzir IBS Darul

Fikri Bawen, pada tanggal 7 Januari 2018 diperoleh informasi bahwasanya

Islamic Boarding School Of Darul Fikri merupakan suatu lembaga

pendidkan Islam yang menerapkan program Tahfidzul Qur‟an. Yang sudah

berdiri sejak tahun 2008. Dari sinilah banyak generasi penghafal

al-Qur‟an, karena salah satu upaya untuk menjaga al-Qur‟an yaitu dengan

hafalan.

IBS Darul Fikri Bawen menerapkan beberapa metode dalam

memudahkan santriwatinya menghafal al-Qur‟an. Adapun metode yang

diterapkan di IBS Darul Fikri ini ialah tasmi‟ dan takrir. Karena menghafal

al-Qur‟an bukan pekerjaan yang sulit maka, IBS menerapkan metode

tersebut untuk memudahkan santriwatinya menghafal serta untuk mengejar

tarjet hafalan dalam sehari.

Dalam pembagian waktu hafalan santriwati biasanya menyetorkan

hafalannya di waktu pagi hari atau ba‟da subuh untuk hafalan baru. Dan

untuk muraja‟ahnya santriwati menyetorkan hafalannya pada sore hari atau

ba‟da ashar. Saat penyetoran hafalan baru, para santriwati ditargetkan

untuk menghafal 1 halaman dan untuk muraja‟ahnya setiap sore hari

santriwati harus menyetorkan minimal 2 lembar.

Setelah mendapatkan 5 juz, maka para santriwati diminta untuk tasmi‟

dihadapan para asatidz/asatidzah serta warga sekitar. 1 santriwati harus

mentasmi‟kan 1 juz lalu bergilir ke santriwati lainnya hingga mencapai 5

(21)

Pada saat kajian ahad pagi, para santriwati men tasmi‟ kan hafalannya

di depan jamaah kajian ahad pagi. Mereka telah mendapat giliran

masing-masing. 1 juz mereka tasmi‟ kan hafalan mereka.

Dengan menggunakan metode tasmi‟ dan takrir, santriwati bisa

mengejar target hafalan dalam sehari. Hasilnya lumayan memuaskan. Bagi

santriwati yang belum tuntas target dalam sehari maka di malam harinya

mereka akan menyetorkan kembali hafalan mereka. Hingga hafalan

mereka memenuhi target.

Berdasarkan urian di atas, penulis tertarik untuk mengaji dan

mengadakan penelitian lebih lanjut tentang “Implementasi Metode

Tasmi’ dan Takrir dalam Hafalan Qur’an. (Studi Kasus Santriwati di

Islamic Boarding School of Darul Fikri Bawen Tahun 2018)”

B. Fokus Penelitian

Fokus Penelitian pada penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Bagaimana Implementasi Metode Tasmi‟ dan Takrir dalam hafalan

Qur‟an di Islamic Boarding School of Darul Fikri Bawen ?

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam hafalan Qur‟an di

Islamic Boarding School of Darul Fikri Bawen ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang

dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Mendiskripsikan implementasi metode tasmi‟ dan takrir dalam hafalan

(22)

2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam hafalan

Qur‟an di Islamic Boarding Schoolof Darul Fikri Bawen.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini nantinya akan memberikan manfaat untuk berbagai

pihak, yaitu :

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khazanah

keilmuan bidang agama Islam, khususnya pada hafalan al-Qur‟an di

Islamic Boarding School of Darul Fikri Bawen dan tambahan pustaka

pada perpustakaan IAIN Salatiga.

2. Secara Praktis

a. Bagi Mudzir

Hasil penelitian ini bisa menjadi tolak ukur kualitas hafalan

santriwati terutama dilingkungan IBS Darul Fikri Bawen.

b. Bagi Ustadz/Ustadzah

Hasil penelitian ini diharapkan bisa jadi masukan agar menemukan

pendekatan bimbingan yang lebih baik untuk para calon huffadz

sehingga hafalan Qur‟an lebih efektif dan efesien.

c. Bagi Santri

Hasil penelitian ini diharapkan bisa meningkatkan hafalannya.

d. Bagi Peneliti

Penelitian ini sangat memberikan manfaat untuk menambah

(23)

E. Penegasan Istilah

1. Implementasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Implementasi adalah

pelaksanaan atau penerapan. Implementasi di sini ialah implementasi

atau penerapan dalam menghafalkan al-Qur‟an yang sedang

berlangsung di IBS Darul Fikri Bawen.

2. Metode Tasmi‟ dan Takrir

Cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan

agar tercapai dan sesuai dengan yang dikehendaki (Mahfudon,

2017:104). Metode disini ialah metode dalam menghafal al-Qur‟an

yang diterapkan di IBS Darul Fikri Bawen. Metode yang digunakan

ialah metode tasmi‟ dan juga metode takrir.

Maksud metode tasmi‟ ini adalah mendengarkan bacaan untuk

dihafalkan. Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Mendengarkan langsung dari ustadz yang membimbingnya.

Dalam metode ini, ustadz yang berperan aktif, sabar, dan teliti

dalam membimbing dan membacakan ayat. Karena, ia harus

membacakan satu per satu ayat hingga semua santri memahami dan

menghafalnya. Setelah semuanya lancar dalam menghafal maka

akan dilanjutkan ke ayat berikutnya.

b. Merekam dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkan.

Dalam hal ini, seorang penghafal merekam suara dari seorang qiro‟

(24)

mendengarkannya hingga beberapa kali sampai terbentuk pola

hafalan dalam bayangannya dan juga lisannya (Al-Faruq, 2014:36).

Sedangkan metode tasmi‟ yang digunakan di IBS Darul Fikri

ialah tasmi‟ yang diperdengarkan kepada warga sekitar. Saat hafalan

mereka telah memenuhi tarjet. Sebelum ditasmi‟ kan kepada warga

mereka mentasmi‟ kan kepada teman sebaya.

Maksudnya metode takrir ialah mengulang-ulang hafalannya

bersama ustadz atau kaset seorang qori‟ yang menguasai ilmu tajwid,

serta berulang-ulang mendengarkan kaset tersebut. Karena bagi

kebanyakan orang mendengarkan ialah salah satu sarana dalam

menghafal. Pendengaran itu akan melekat kuat di dalam ingatan

(Baduwailan, 2017:134).

3. Pesantren

Secara etimologi, pesantren berasal dari kata “santri” yang

mendapat awalan „pe‟ dan akhiran „an‟ yang berarti tempat tinggal

santri (Muthohar, 2007:11).

Mastuhu mendiskripsikan bahwa pesantren sebagai lembaga

pendidikan Islam tradisional untuk mempelajari, memahami dan

mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan moral

keagamaan sebagai pedoman berlaku sehari-hari (Muthohar, 2007:12).

Sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengandung makna

keaslian Indonesia (indigenous), posisi pesantren sebagai pendidikan

(25)

pendidikan pesantren memiliki dasar yang cukup kuat, baik secara

ideal, konstitusional maupun teologis (Muthohar, 2007:13).

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwasannya

pondok pesantren merupakan sebuah asrama atau tempat tinggal

santri-santri yang sedang menuntut ilmu agama pada guru atau kyai.

Disitulah para santri tinggal untuk beberapa kurun waktu untuk belajar

langsung ilmu agama dengan kyai.

Dari keterangan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwasannya

penelitian ini fokus terhadap pola atau ragam metode dalam menghafal

al-Qur‟an yang dilaksanakan di IBS Darul Fikri Bawen.

IBS Darul Fikri Bawen berada di Desa Ngemplak Kec. Bawen.

Berdiri sejak tahun 2008. IBS Darul Fikri Bawen merupakan yayasan

swasta yang diketuai oleh H. Anwar Jufri, Lc. Meskipun kecil, namun

banyak lulusan IBS Darul Fikri Bawen mampu menyaingi

pondok-pondok tahfidz di sekelilingnya. Setiap 1 semester, wajib hukumnya

bagi para santriwan dan santriwati menghatamkan 1 juz. Program 6 juz

selama 6 semester berjalan dengan lancar bahkan para santriwati

melebihi target tersebut.

F. Sistematika Penulisan

Agar dalam penulisan skripsi ini mengarah pada tujuan, maka

penulis menyusun skripsi ini menjadi beberapa bab, dan setiap bab

(26)

Bab Pertama. Berisi pendahuluan, menguraikan tentang : latar

belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

penegasan istilah, dan sistematika penulisan.

Bab Kedua. Berisi landasan teori, menguraikan tentang :

keutamaan menghafal al-Qur‟an, metode - metode dalam menghafal

al-Qur‟an,kaidah-kaidah menghafalkan al-Qur‟an, faktor-faktor pendukung

dan penghambat dalam menghafal al-Qur‟an, implementasi metode tasmi‟

dalam menghafal al-Qur‟an, implementasi metode takrir dalam menghafal

al-Qur‟an serta peningkatan hafalan Qur‟an. Serta menguraikan kajian

pustakan.

Bab Ketiga. Berisi metode penelitian, menguraikan tentang : jenis

penelitian, sumber data, alat pengumpulan data dan metode analisis data.

Bab Keempat. Berisi laporan hasil penelitian, menguraikan

tentang: bagian pertama: gambaran umum objek penelitian, sejarah

singkat IBS Darul Fikri Bawen, struktur kepesantrenan, dasar pendidikan

IBS Darul Fikri Bawen, tujuan pendidikan IBS Darul Fikri Bawen, visi

misi dan sistem pendidikan IBS Darul Fikri Bawen, keadaan Ustadz dan

Ustadzah, keadaan santriwati dan sarana penunjang, bagian kedua: Proses

penerapan metode tasmi‟ dan takrir di IBS Darul Fikri Bawen,

Faktor-faktor pendukung dan penghambat menghafal al-Qur‟an.

Bab kelima. Berisi tentang penutup, menguraikan tentang :

kesimpulan dan saran-saran yang diikuti daftar pustaka serta

(27)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Pengertian Penghafal Al-Qur’an

Penghafal al-Qur‟an biasanya disebut dengan sebutan hafizh (bagi

laki-laki) dan hafidzah (bagi perempuan). Kata ini berasal dari kata

haffadza yang artinya menghafal, berarti sebutan ini ditujukan bagi orang

yang sudah menghafalkan al-Qur‟an. Tata cara perilaku seseorang yang

telah menetapkan diri menjadi penghafal selanjutnya dibimbing oleh

pemahaman terhadap apa yang telah dipelajari dan dikuasainya yaitu

al-Qur‟an dan Sunnah (Chairani, 2010:38).

2. Keutamaan Menghafal Al-Qur’an

Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang diwahyukan kepada

Rasulullah Saw. Melalui malaikat Jibril As. Kitab suci ini disampaikan

kepada Nabi secara berangsur-angsur. Al-Qur‟an merupakan kemuliaan

paling tinggi, yang memberikan petunjuk kepada seluruh umat manusia

agar berada di jalan yang lurus dan keluar dari kegelapan cahaya terang,

dan tidak ada keburukan sekalipun di dalamnya. Oleh karena itu,

sebaik-baik manusia ialah mereka yang mempelajari al-Qur‟an dan

mengajarkannya.

Selain mempelajari al-Qur‟an dan mengamalkannya, ummat

manusia juga disarankan untuk menghafal al-Qur‟an. Sebab, menghafal al

(28)

Sesungguhnya, orang-orang yang mempelajari, membaca, dan menghafal

al-Qur‟an ialah mereka yang memang dipilih oleh Allah Swt. Untuk

menerima warisan, yaitu berupa kitab suci al-Qur‟an (Wahid, 2014:144).

Nikmat al-Qur‟an merupakan karunia dan anugerah paling agung

yang diberikan Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman. Manusia

tidak mempunyai respon terhadap firman Allah, tidak pula memenuhi

seruanNya, seolah makhluk yang belum pernah terlahir di muka bumi ini.

pada dirinya tidak ada kehidupan.

kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadaNya lah kamu

akan dikumpulkan.” (Al-Anfal:24) (Kementrian Agama Republik

Indonesia, 2007:179).

Secara lebih khusus, nikmat yang sangat besar dikaruniakan

kepada sekelompok hambaNya yang bukan saja beriman, namun juga

menghafal al-Qur‟an. Allah sangat meninggikan derajat serta melipat

gandakan pahala mereka. Selain itu, Allah memerintahkan kaum beriman

untuk memuliakan dan memprioritaskan mereka dibandingkan dengan

yang lain.

Menurut Ahmad Baduwailan dalam bukunya (Menjadi Hafizh Tips

Dan Motivasi Menghafal Al-Qur‟an, 2017:17) memaparkan bahwasannya

(29)

1. Meneladani tokoh panutan utama, Rasulullah Muhammad

Sesungguhnya beliau telah menghafal dan mengulang-ulangnya

bersama Jibril dan sebagian sahabatnya.

2. Meneladani generasi terbaik (salafus saleh).

Ibnu Abdil Barr mengatakan, “menuntut ilmu itu ada derajat dan

urutannya yang tidak boleh terlewati. Barangsiapa yang

melewatkannya, berarti dia telah melanggar jalannya para salaf

rahimahumullah. Adapun ilmu pertama ialah menghafal al-Qur‟an dan

memahaminya.” (Baduwailan, 2017:17).

3. Menghafal al-Qur‟an dimudahkan bagi seluruh umat manusia, tidak

ada hubungannya dengan kecerdasan ataupun usia.

Banyak sekali contoh orang yang berhasil menghafalkannya

meski usia mereka telah lanjut. Bahan al-Qur‟an juga bisa dihafal oleh

orang-orang „ajam (non-Arab) yang tidak bisa berbahasa Arab, begitu

pula oleh kalangan anak-anak.

4. Menghafal al-Qur‟an adalah proyek yang tidak mengenal kata „rugi‟.

Seorang muslim mulai menghafal al-Qur‟an dengan kemauan yang

kuat, kemudian dihinggapi rasa malas dan lemah sehingga dia berhenti

menghafal, maka apa yang telah dihafalnya tetap bermanfaat dan tidak

akan sia-sia. Bahkan, sekiranya dia belum hafal sedikit pun dari

al-Qur‟an, maka ia tetap tidak terhalang dari memperoleh pahala dari

membaca al-Qur‟an. Sebab setiap huruf darinya diganjar dengan

(30)

5. Orang yang menghafal al-Qur‟an akan bersama dengan malaikat As

-Safaratul Kiramul Bararah, seperti yang dijelaskan dalam Qur‟an surat

Abasa: 13-16 : disucikan(14), Di tangan para penulis (malaikat) (15), Yang mulia lagi

berbakti (16).” (Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014:585).

6. Orang yang menghafal al-Qur‟an dapat membaca al-Qur‟an dalam

setiap kondisinya.

Dia bisa membaca al-Qur‟an ketika dia sedang bekerja, sedang

mengendarai mobilnya, dalam kegelapan maupun terang, dan dia pun

bisa membacanya sambil berjalan ataupun berbaring.

7. Orang yang hafal al-Qur‟an akan lebih mudah untuk berdakwah.

Para hafizh tidak akan kesulitan untuk mengutip ayat-ayat

al-Qur‟an di dalam percakapan, khotbah, nasihat, ataupun mengajarnya.

Adapun orang yang tidak hafal al-Qur‟an, tentu mengalami kesulitan

ketika mengutip ayat al-Qur‟an, atau untuk mengetahui tema ayat

tersebut.

8. Al-Qur‟an adalah pemberi syafaat pada hari kiamat bagi umat manusia

yang membacanya, memahaminya serta mengamalkannya.

9. Para penghafal al-Qur‟an adalah orang pilihan Allah Swt.,

(31)

Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami

pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia

yang amat besar”. (QS. Faatir:32) (Kementrian Agama Republik

Indonesia, 2014:438).

10.Menghafalkan al-Qur‟an merupakan nikmat rabbani yang datang dari

Allah yang diberikan kepada mereka. Sungguh, sangat beruntung bagi

orang yang memiliki hafalan al-Qur‟an dan menjaganya hingga akhir

hayatnya. Sebab, menghafal al-Qur‟an ialah salah satu nikmat yang

diberikan oleh Allah Swt. Nikmat tersebut sungguh luar biasa, bahkan

Allah membolehkan seseorang memiliki rasa iri terhadap para ahli

al-Qur‟an (Wahid, 2014:150).

3. Hukum Menghafal Al-Qur’an

Para ulama‟ sepakat bahwasannya hukum menghafal al-Qur‟an

adalah fardhu kifayah. Apabila di antara anggota masyarakat ada yang

sudah melaksanakannya maka bebaslah beban anggota masyarakat yang

lainnya, tetapi jika tidak ada sama sekali, maka berdosalah semuanya.

Prinsip fardhu kifayah ini dimaksudkan untuk menjaga al-Qur‟an dari

pemalsuan, perubahan, dan pergantian seperti yang pernah terjadi terhadap

(32)

Memang saat ini sudah banyak CD yang mampu menyimpan teks

al-Qur‟an, begitu pula juga banyaknya al-Qur‟an yang sudah ditashhih

oleh lembaga-lembaga yang kompeten, tetapi hal tersebut belumlah cukup

untuk menyimpan atau menjaga kemurnian al-Qur‟an serta keasliannya.

Karena tidak ada yang bisa menjamin ketika ada kerusakan pada alat-alat

canggih tersebut, jika tidak ada para penghafal dan ahli al-Qur‟an.

Orang yang telah selesai menghafal al-Qur‟an atau baru

menyelesaikan sebagian, maka hendaklah ia selalu mengulangnya supaya

tidak lupa. Buatlah jadwal tersendiri untuk menghafal ataupun mengulang

hafalan, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur‟an,

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri

(33)

berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

(QS.al-Muzzammil:20).(Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014:575).

Mayoritas ahli tafsir berpendapat, firman Allah tersebut

mengisyaratkan bahwa untuk membaca al-Qur‟an perlu ada waktu

tersendiri, bukan waktu sholat saja. Ini dimaksudkan agar dalam

mempelajari dan menghafal al-Qur‟an itu selamat dari kekhilafan

(Sa‟dulloh, 2008:19-20).

4. Metode-Metode dalam Menghafal Al-Qur’an

Metode-metode yang dapat digunakan sebagai referensi diantaranya

ialah sebagai berikut :

1. Metode wahdah

Yang dimaksud dengan metode ini, yaitu menghafal satu per satu

ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal ayat ini

bisa dibaca sepuluh kali atau dua puluh kali atau lebih agar proses ini

membentuk dalam bayangannya. Dengan demikian penghafal mampu

mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya bukan saja hanya

dibayangannya, akan tetapi hingga reflek di lisannya (Al-Hafidz,

(34)

2. Metode mencari pasangan menghafal atau metode duel

Sebaiknya seorang mencari teman yang turut menghafal

bersamanya, dan menjadikannya sebagai teman karib ketika pulang

dan pergi serta belajar. Lebih baik lagi jika ada kesesuaian dan

keselarasan diantara keduanya dari sisi kejiwaan, pendidikan,

pembelajaran, juga usia sehingga metode ini dapat memberikan hasil

dalam menghafal al-Qur‟an (Baduwailan, 2013:131).

3. Metode kitabah

Metode ini dilakukan oleh seorang pelajar dengan menuliskan

suatu potongan ayat dengan tangannya sendiri di atas papan tulis

ataupun selembar kertas dengan menggunakan pensil. Kemudian

potongan ayat itu dihapus secara bertahap untuk berpindah ke

potongan ayat berikutnya (Baduwailan, 2013:132)

Kelebihan metode ini adalah cukup praktis dan baik, karena

disamping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga sangat

membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam

bayangannya, dan sekaligus untuk melatih santri dalam menulis tulisan

Arab. Metode ini dianggap istimewa karena dapat menambah tingkat

ketelitian santri ketika menuliskan ayat-ayat al-Qur‟an.

4. Metode tasmi‟

Maksud metode ini adalah mendengarkan bacaan untuk

dihafalkan. Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

(35)

Dalam metode ini, ustadz yang berperan aktif, sabar, dan teliti

dalam membimbing dan membacakan ayat. Karena, ia harus

membacakan satu per satu ayat hingga semua santri memahami dan

menghafalnya. Setelah semuanya lancar dalam menghafal maka

akan dilanjutkan ke ayat berikutnya.

b. Merekam dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkan.

Dalam hal ini, seorang penghafal merekam suara dari seorang qiro‟

atau dari dirinya sendiri. Setelah itu penghafal itu

mendengarkannya hingga beberapa kali sampai terbentuk pola

hafalan dalam bayangannya dan juga lisannya (Al-Hafidz,

2005:36).

5. Metode takrir

Maksudnya mengulang-ulang hafalannya bersama ustadz atau

kaset seorang qori‟ yang menguasai ilmu tajwid, serta berulang-ulang

mendengarkan kaset tersebut. Karna bagi kebanyakan orang

mendengarkan ialah salah satu sarana dalam menghafal. Pendengaran

itu akan melekat kuat di dalam ingatan (Baduwailan, 2017:134).

6. Metode muqsam (Membagi-bagi ayat menjadi beberapa bagian).

Metode muqsam yaitu membagi-bagi ayat menjadi beberapa

bagian. Potongan tersebut dikaitkan dengan satu tema, misalnya, lalu

dihafal dari awal hingga akhir dengan sekaligus. Bisa juga

mengategorikan lima ayat yang diawali dan diakhiri dengan suatu

(36)

ayat semacam ini, satu halaman akan terasa sedikit dalam pandangan si

pembaca, dan setiap lembar akan menjadi dua atau tiga bagian yang

bisa dihafal dengan mudah (Baduwailan, 2017:131).

7. Metode murajaah

Metode murajaah ialah metode pengulangan. Pengulangan untuk

hafalan yang telah lalu. Merajaah hendaknya dilakukan secara

kontinyu artinya agar penguatan dalam hafalan itu tidak pudar.

Banyak di antara kita yang menghabiskan berjam-jam lamanya

untuk menghafal, tetapi ternyata setelah satu jam, dua jam, sehari atau

dua hari, sebagian besar apa yang kita hafal sudah lupa. Ada beberapa

tahapan dalam murajaah, yaitu (Ubaid, 2017:146) :

a. Satu jam setelah menghafal

b. Satu hari setelah menghafal

c. Satu pekan setelah menghafal

d. Satu bulan setelah menghafal

e. Tiga bulan setelah menghafal

Pada prinsipnya semua metode di atas baik sekali untuk dijadikan

pedoman menghafal al-Qur‟an, baik salah satu diantaranya ataupun

semuanya sesuai kebutuhan dan sebagai alternafif dari cara menghafal

yang monoton, sehingga dengan demikian akan menghilangkan

(37)

8. Metode bin-nazhar

Metode bin-nazhar ialah membaca dengan cermat ayat-ayat

al-Qur‟an yang akan dihafal dengan melihat mushaf al-Qur‟an secara

berulang-ulang. Proses bin-nazhar ini hendaknya dilakukan sebanyak

mungkin atau empat puluh satu kali seperti yang dilakukan oleh ulama‟

terdahulu. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh

tentang lafadz maupun urutan ayat-ayat. Agar lebih mudah dalam

proses menghafalnya, maka selama proses bin-nazhar ini diharapkan

calon hafizh juga mempelajari makna dari ayat-ayat tersebut

(Sa‟dulloh, 2008:55).

9. Metode talaqqi

Menyetorkan atau memperdengarkan hafalan yang baru dihafal

kepada seorang guru atau instruktur. Guru tersebut haruslah hafizh

al-Qur‟an, telah mantap agama dan ma‟rifatnya, serta dikenal menjaga

dirinya. Proses talaqqi ini dilakukan untuk mengetahui hasil hafalan

seorang calon hafizh dan mendapatkan bimbingan seperlunya. Seorang

guru tahfizh juga hendaknya yang benar-benar mempunyai silsilah

guru sampai kepada Nabi Muhammad Saw (Sa‟dulloh, 2008:56).

5. Kaidah-Kaidah dalam Menghafal Al-Qur’an

Usaha itu harus berlandaskan cara dan perencanaan yang jelas, supaya

membuahkan hasil yang memuaskan. Berdasarkan hal tersebut Ahmad

(38)

Motivasi Menghafal Al-Qur‟an, 2017:54) ia menyebutkan beberapa kaidah

dalam menghafal al-Qur‟an, yaitu :

1. Ikhlas

Ikhlas merupakan salah satu persyaratan dari segala ibadah. Ia

pun merupakan salah satu dari dua pilar dasar diterima ibadah oleh

Allah.

Jadi, barangsiapa yang ingin dimuliakan oleh Allah dengan

menghafal al-Qur‟an, maka hendaklah dia meniatkan amalannya hanya

karena Allah, tanpa maksud untuk mendapatkan keuntungan materi

atau non-materi di balik semua itu.

2. Menghafal dengan bacaan yang betul sesuai sunnah

Aspek ini adalah pilar kedua di antara dua pilar diterimanya suatu

amalan. Ia merupakan pilar yang berkenaan dengan kebenaran suatu

amalan dan kesesuaiannya dengan As-Sunnah. Barangsiapa yang

bermaksud menghafal al-Qur‟an dari orang yang benar-benar ahli

dalam bidang tersebut tidak bisa hanya bersandar pada dirinya sendiri.

Hal ini dikarenakan keistimewaan al-Qur‟an hanya dapat diambil

dengan metode belajar langsung (talaqqi) dari ahlinya.

Ini ditunjukkan oleh Rasulullah yang mempelajarinya dari Jibril,

dan para sahabat mengambilnya dari Rasulullah. Demikian seterusnya

hingga al-Qur‟an sampai kepada kita dalam kondisi terjaga dari

(39)

3. Menentukan presentase hafalan harian

Sikap komitmen pada kaidah ini termasuk salah satu perkara yang

memudahkan untuk menghafal al-Qur‟an. Sebab ia memberikan

semacam komitmen harian bagi orang yag ingin menghafal. Maka,

hendaknya ia menentukan sejumlah ayat, atau satu halaman, atau dua

halaman, yang ingin dihafal setiap harinya.

4. Menguatkan hafalan sebelum beralih ke hafalan baru

Salah satu hal yang dapat membantu menguatkan hafalan ini

adalah terus mengulang-ulang apa yang telah dihafal setiap kali ia

memiliki waktu luang.

5. Menggunakan satu mushaf saja untuk menghafal

Letak ayat-ayat di dalam mushaf akan terekam di dalam ingatan

dengan banyaknya membaca dan melihat mushaf yang sama.

6. Menyertai hafalan dengan pemahaman

Perkara terbesar yang dapat membantu seorang hafizh dalam

mrnghafal adalah memahami ayat-ayat yang dihafal, dan mengetahui

hubungan ayat yang satu dengan yang lainnya. Yang harus

diperhatikan di sini ialah menggabungkan hafalan dan pemahaman

secara bersama-sama, karna keduanya saling menyempurnakan,

mendukung, dan menguatkan. Satu sama lain saling membutuhkan.

7. Mengaitkan awal dan akhir surat

Setelah menghafal satu surat dengan sempurna, akan lebih baik

(40)

kecuali setelah dia selesai mengaitkan awal surat yang telah dihafal

dengan akhir suratnya. Dengan demikian, hafalan setiap surat akan

terbentuk dalam satu ikatan kuat yang tak terpisahkan.

8. Menjaga hafalan dengan murajaah dan mudarasah

Lebih baik jika murajaah itu dilakukan bersama-sama dengan

hafizh yang lainnya. Sebab, hal itu mengandung banyak kebaikan. Satu

sisi dapat membantunya dalam menguatkan hafalan, dan sisi lain dapat

membantunya membetulkan hafalan yang salah.

9. Menjauhkan maksiat dan dosa

Maksiat dan dosa ialah kegelapan yang menimpa seorang hamba.

Rasulullah Saw. menggambarkan jika anak Adam melakukan dosa,

akan ada noda hitam pada hatinya. Apabila ia beristigfar hatinya akan

kembali bersih. Namun sebaliknya, jika ia terus-menerus melakukan

dosa, nisacaya akan tertutup hatinya.

Imam Syafi‟i yang terkenal dengan kecepatan menghafal, pada

suatu hari ia mengadu kepada gurunya, Waqi, bahwa hafalan

al-Qur‟annya melambat. Maka gurunya memberikan terapi mujarab, agar

ia meninggalkan maksiat. Imam Syafi‟i berkata: “Aku mengadu

kepada Waqi tentang buruknya hafalanku. Ia pun menasehatiku agar

meninggalkan maksiat. Dan ia mengabarkan kepadaku bahwa ilmu

adalah cahaya. Dan cahaya Allah Swt. tidak diberikan kepada pelaku

(41)

10.Berdoa agar diberi kemudahan

Seorang hamba tidak akan lepas selama-lamanya dari Allah Swt.

pencipta seluruh alam semesta, apa pun aktifitasnya kebaikan yang

dilakukan olehnya, pastilah ia membutuhkan bimbingan dari Allah

Swt. Petunjuk-Nya agar bisa sampai kepada apa yang menjadi

tujuannya.

Salah satu senjata seorang muslim adalah doa. Dengan senantiasa

berdoa Allah Swt. pasti segera menyukseskan kegiatan yang sedang ia

lakukan (Anshari, 2017:153).

6. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Menghafal

Al-Qur’an

1. Faktor pendukung

a. Faktor psikologi

Kesehatan yang diperlukan orang yang sedang menghafal

al-Qur‟an bukan hanya kesehatan secara lahir saja, maupun

kesehatan secara bathin juga sangat diperlukan. orang yang sedang

menghafalkan al-Qur‟an perlu ketenangan dalam jiwanya. Apabila

mengalami gangguan psikologis sebaiknya diperbanyak ber dzikir

atau mengingat Allah.

b. Faktor kecerdasan

Kecerdasan merupakan faktor yang sangat penting dalam

menunjang dan keberhasilan dan menghafal al-Qur‟an. Kecerdasan

(42)

atau menyesuaikan melalui cara yang tepat. Dengan kecerdasan ini

mereka yang menghafal al-Qur‟an akan merasakan diri sendiri

bahwa kecerdasan akan terpengaruh dalam keberhasilan dalam

menghafal al-Qur‟an. Setiap individu mempunyai kecerdasan yang

berbeda-beda, sehingga cukup mempengaruhi hafalan yang sedang

dijalani.

c. Faktor motivasi

Yang dimaksud dengan motivasi disini adalah keadaan

internal organisme yang mendorong untuk berbuat sesuatu. Siswa

yang menghafalkan kitab suci ini pasti termotivasi oleh sesuatu

yang berkaitan dengan al-Qur‟an. Motivasi ini bisa karena

kesenangan pada al-Qur‟an atau bisa karena keutamaan yang

dimiliki oleh para penghafal al-Qur‟an. Dalam menghafal al

-Qur‟an dituntut kesungguhan tanpa mengenal bosan dan putus asa.

Untuk itulah motivasi berasal dari diri sendiri sangat penting dalam

merangkai keberhasilan, yaitu mampu menghafal 30 juz dalam

waktu tertentu.

d. Faktor usia

Penelitian membuktikan bahwa ingatan pada usia

anak-anak lebih kuat dibandingkan dengan usia dewasa. Pada usia muda,

otak manusia masih segar dan jernih, sehingga hati lebih fokus

tidak banyak kesibukan, serta masih belum memiliki banyak

(43)

menghafal al-Qur‟an ini sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya dalam menghafal. Adapun usia yang cocok untuk

menghafal al-Qur‟an ialah usia 5 tahun hingga 23 tahun.

e. Faktor kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat penting

bagi orang yang menghafal al-Qur‟an. Jika tubuh sehat maka

proses menghafal al-Qur‟an akan menjadi lebih mudah dan cepat

tanpa adanya penghambat, dan batas waktu menghafal pun menjadi

relatif cepat. Namun, bila tubuh tidak sehat maka akan sangat

menghambat ketika menjalani proses hafalan.

f. Nutrisi yang dapat membantu proses menghafal

Menurut Ahmad Baduwailan dalam bukunya (Menjadi Hafizh

Tips Dan Motivasi Menghafal Al-Qur‟an, 2017:177-180) beliau

memaparkan makanan yang seharusnya dikonsumsi oleh para

penghafal al-Qur‟an untuk dapat meningkatkan daya ingat mereka.

Diantaranya, yaitu :

1) Madu

Az-Zatshuri berkata, “Hendaklah kamu mengonsumsi

madu, sebab ia baik untuk menghafal, dan madu adalah obat

bagi manusia berdasarkan dalil al-Qur‟an. Allah befirman (

(44)

“ Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan

dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang Telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan)

bagi orang-orang yang memikirkan”. (Kementrian Agama

Republik Indonesia, 2014:278).

2) Kismis

Al-Hasyimi berkata, “Barangsiapa yang ingin

menghafalkan hadist dendaknya ia mengonsumsi kismis. Guru

kami, Syeikh Nayif bin Al-Abbas, biasa memakan 21 butir

kismis bersih pada pagi hari. Beliau adalah teladan dalam hal

hafalan. Beliau pun menyarankan kami dalam hal itu.

Al-Wahdi berkata kepadaku, mengkonsumsi kismis sebelum

sarapan dapat menguatkan daya ingat, terutama yang berwarna

merah kekuning-kuningan.” (Baduwailan, 2017:178).

3) Ikan segar

Di antara makanan yang juga bermanfaat adalah ikan segar.

Dr. Hayyan Syamsi Pasya pernah berkata, “Bahwasanya di

dalam ikan terkandung banyak vitamin yang dapat menguatkan

otak.” Beliau telah melihat penelitian ilmiah dalam hal ini

(45)

Secara umum, banyak mengonsumsi makanan dan

kekenyangan dapat menyebabkan lemahnya daya ingat dan

menurunkan daya pikir. Hal ini tentu tidak sesuai dengan

siapapun yang ingin memiliki ingatan yang tajam serta hafalan

yang kuat. Di masa lalu kita mendengar para Syeikh

mengatakan, “Kekenyangan itu dapat menghilangkan

kecerdasan.” (Baduwailan, 2017:180).

4) Cokelat

Selain itu, coklat juga meningkatkan daya ingat. Penelitian

menunjukkan bahwasanya orang yang memakan cokelat akan

meningkatkan endhorphin, yaitu zat yang meningkatkan mood

menjadi lebih baik dan merangsang memori. Cokelat juga

mengandung banyak jumlah kafein yang dapat meningkatkan

dan merangsang suasana hati seseorang.

5) Meminum air putih

Seorang penghafal al-Qur‟an harus meminum air putih

secara cukup setiap harinya untuk menstabilkan energi yang

ada pada tubuh dan otak. Otak manusia terdiri dari 78% cairan.

Oleh karenanya, minum air putih dengan cukup merupakan

faktor utama penunjang kesehatn pada sel-sel otak. Dan

kesehatan sel-sel tersebut merupakan faktor yang paling

(46)

Tubuh manusia kehilangan sekitar 2,5 liter cairan perhari

untuk melakukan aktivitas fisik biasa, sehingga membutuhkan

cairan pengganti. Tetapi, seringkali tubuh memberikan rasa

haus untuk rasa lapar. Ketika merasa lapar, dengan minum

segelas air putih akan dapat menghilangkan rasa lapar tersebut.

Sebab, pada dasarnya air putih memberikan energi alami pada

tubuh (Ubaid, 2017:200).

2. Faktor penghambat

Ada sebagian sebab yang mencegah penghafalan dan membantu

melupakan al-Qur‟an. Orang yang ingin manghafal al-Qur‟an harus

menyadari hal itu dan menjauhinya (Badwilan, 2010:203 ; Chairani

dan Subandi, 2010:43-44). Berikut adalah hambatan-hambatan yang

menonjol :

a. Banyak dosa dan maksiat. Karena, hal itu membuat seorang hamba

lupa pada al-Qur‟an dan melupakan dirinya pula, serta

membutakan hatinya dari ingat kepada Allah dan juga membaca

dan menghafal al-Qur‟an.

b. Tidak senantiasa mengikuti, mengulang-ulang, dan

memperdengarkan hafalan al-Qur‟an-nya.

c. Perhatian yang lebih pada urusan-urusan dunia menjadikan hati

terikat dengannya, dan pada gilirannya hati menjadi keras,

(47)

d. Menghafal banyak ayat pada waktu yang singkat dan pindah ke

selainnya sebelum menguasainya dengan baik.

e. Semangat yang tinggi untuk menghafal banyak ayat tanpa

menguasainya dengan baik, kemudian ketika ia merasakan dirinya

tidak menguasainya dengan baik, ia pun malas menghafal dan

meninggalkannya.

f. Keinginan untuk menambah hafalan tanpa memperhatikan hafalan

sebelumnya. Metode yang biasanya diterapkan untuk menghafal

sangatlah beragam, bahkan penentuan batas hafalan juga beragam.

Hafizh yang memiliki semangat tinggi untuk menghafal tanpa

menggunakan strategi tertentu dalam menghafal justru akan

mengalami kesulitan jika tidak melakukan pengulangan dari ayat

yang sebelumnya telah dihafalkannya.

g. Adanya rasa jemu dan bosan karena rutinitas. Perasaan ini muncul

karena hafizh dituntut untuk selalu disiplin dalam hal membagi

waktu dan melakukan rutinitas dalam rangka meningkatkan dan

menjaga hafalan yang telah diperoleh. Aktifitas yang monoton

terutama bagi hafizh yang tinggal dalam satu lembaga dengan

pengaturan waktu dan terget hafalan yang ketat seperti pondok

pesantren juga menjadi alasannya. Bagi hafizh yang di luar pondok

tentu inilah yang dirasakan lebih berat karena harus berhadapan

dengan lingkungan sosial yang menuntut hafidz dengan beberapa

(48)

h. Sukar menghafal, hal ini bisa disebabkan oleh tingkat IQ yang

sangat rendah. Pengaruh tinggi atau rendahnya tingkat kecerdasan

seorang hafizh memang belum banyak dibuktikan melalui

penelitian terutama penentuan kecerdasan yang dilakukan sebelum

seseorang yang memutuskan jadi hafizh.

i. Gangguan asmara, muncul karena adanya ketertarikan asmara.

Kendala ini sering muncul seiring dengan pertambahan usia hafizh

yang mulai menekuni al-Qur‟an sejak usia dini. Memasuki masa

pubertas perubahan hormonal yang dialami seringkali

menimbulkan emosi negatif tertentu yang mengganggu suasana

hati untuk meneruskan hafalan. Munculnya keinginan untuk hidup

seperti remaja lain dan bergaul dengan lawan jenis sebanyak

mungkin.

Berdasarkan uraian mengenai hambatan-hambatan di atas,

maka hambatan dan bencana besar bagi penghafal al-Qur‟an adalah

lupa atau kelupaan, melupakan apa yang telah dihafalkan. Oleh karena

itu menjaga hafalan yang telah dikusai adalah kewajiban.

7. Metode Tasmi’

a. Pengertian Metode tasmi‟

Metode secara etimologi, istilah ini berasal dari bahasa Yunani

yaitu “metodos” kata ini berasal dari dua suku kata yaitu: “metha”

yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau

(49)

Metode secara terminologi, ialah cara teratur yang digunakan

untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai dan sesuai dengan

yang dikehendaki (Mahfudon, 2017:104).

Setiap aktivitas memiliki metode yang tidak hanya satu.

Masing-masing metode memiliki plus minus, namun perlu diketahui bahwa

metode hanya sekedar tawaran cara. Metode hanyalah tawaran jalan

yang kebetulan pernah ada orang yang menggunakannya. Maka bagi

yang tidak cocok dengan satu metode, jangan sampai hal itu

menghambat penghafal qur‟an untuk sampai pada tujuan. Sekiranya

memiliki cara sendiri dari hasil ijtihadnya dan dirasa cocok maka itu

lebih baik.

Kata “tasmi‟an” diambil dari kata bahasa Arab yang berarti

memperdengarkan. Maksud dari metode ini ialah seorang hafizh

memperdengarkan hafalannya, sementara yang lain menyimak apa

yang di baca (Mahfudhon, 2017:117).

Menurut Sa‟dulloh tasmi‟ ialah memperdengarkan hafalan kepada

orang lain baik kepada perseorangan maupun kepada jamaah. Dengan

tasmi‟ ini seorang penghafal al-Qur‟an akan diketahui kekurangan

pada dirinya, karena bisa saja ia lengah dalam mengucapkan huruf atau

harakat. Dengan tasmi‟ seseorang akan lebih berkonsentrasi dalam

(50)

Metode ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, bisa langsung

mendengarkan dari ustadz atau kaset. Sebenarnya metode ini juga

sudah diajarkan di dalam al-Qur‟an surat Al-Qiyamah ayat 18.

bacaannya itu”.(Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014:577).

Menghafal al-Qur‟an ialah sebuah proses mengingat materi. Materi

ini dipelajari untuk dihafalkan bukan untuk difahami. Lalu, setelah

sempurna menghafal materi ini difahami isi kandungannya. Seorang

santri yang ingin menghafal kan al-Qur‟an wajib untuk mentasmi‟kan

kepada ustadz atau kyai yang mengampu di pondok tersebut.

Hal ini bertujuan agar kelihatan letak kesalahan ayat-ayat yang

dihafalkan. Dengan mentasmi‟kan kepada ustadz, maka letak

kesalahan bisa diperbaiki. Berguru pada ahlinya juga dilakukan oleh

Rasulullah Saw. beliau berguru dengan malaikat Jibril, dan beliau

mengulangi hafalannya saat bulan Ramadhan hingga dua kali khatam

(Sa‟dulloh, 2008:57-58).

b. Langkah-langkah metode tasmi‟

Ada beberapa langkah saat hendak men tasmi‟ kan hafalan kita

(51)

1) Penyimakan perorangan

Yaitu, seorang hafizh membaca hafalan dari juz 1 sampai 30 dan

disimak oleh sejumlah orang. Keseluruhan al-Qur‟an dibaca dalam

satu majlis dari pagi sampai malam, atau dari malam sampai esok

hari. Metode ini sering dipakai oleh seorang hafizh yang memang

telah lancar hafalannya, baik atas kemampuan sendiri ataupun

karena ada permintaan seseorang agar dibacakan al-Qur‟an secara

utuh yang mana bacaan tersebut dihadiahkan untuk orang-orang

tertentu.

2) Penyimakan keluarga

Penyimakan keluarga hampir sama dengan penyimakan

perorangan. Bedanya hanya pada jumlah penyimakan dan materi

hafalan yang disimak. Dalam hal ini penyimak adalah anggota

keluarga dan tidak seluruh ayat al-Qur‟an dibaca habis dalam satu

majlis. Waktu dan jumlah materi yang disimak pun bisa disepakati.

Cara muraja‟ah seperti ini sangat cocok bagi hafizh yang memiliki

kesibukan di siang hari.

3) Penyimakan dua orang

Metode ini dilaksanakan secara bergantian antara dua orang atau

lebih. Ketika ada seseorang yang membaca, maka yang lainnya

diam menyimak, baik dengan melihat mushaf ataupun tidak.

Tentang jumlah juz yang dibaca dan waktunya bisa disepakati

(52)

4) Penyimakan kelompok

Penyimakan kelompok dilakukan oleh sejumlah hafizh, misalnya

30 orang dibagi mejadi tiga kelompok. Masing-masing terdiri atas

10 orang. Kelompok pertama membaca juz 1 sampai juz 10,

kelompok kedua membaca juz 11 sampai juz 20, dan kelompok

ketiga membaca juz 21 samapai 30. Setiap orang membaca satu juz

secara bergiliran hingga selesai. Ketika ada seseorang membaca

maka lainnya menyimak.

8. Metode Takrir

a. Pengertian metode takrir

Metode secara etimologi, istilah ini berasal dari bahasa Yunani

yaitu “metodos” kata ini berasal dari dua suku kata yaitu: “metha”

yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau

cara (Hitami, 2012:61).

Dalam kamus bahasa Indonesia “metode” adalah cara yang teratur

untuk berfikir baik untuk mencapai maksud. Sehingga dapat dipahami

bahwasannya metode ialah suatu cara yang menyajikan bahan

pelajaran untu mencapai tujuan pembelajaran.

Metode secara terminologi, ialah cara teratur yang digunakan untuk

melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai dan sesuai dengan yang

(53)

Dengan begitu dapat disimpulkan bahwasannya metode ialah suatu

cara yang tidak bisa ditinggalkan dalam proses belajar mengajar.

Setiap kali mengajar pasti seorang guru akan menggunakan metode.

Metode yang digunakan pun tidak asal-asalan, melainkan

menggunakan metode yang bisa mencapai tujuan pembelajaran.

Istilah takrir berasal dari bahasa Arab yang artinya

mengulang-ulang. Metode takrir ialah suatu cara agar informasi-informasi yang

masuk ke memori jangka pendek dapat langsung masuk ke memori

jangka panjang adalah dengan cara pengulangan (rehearsal atau takrir).

Ada dua cara pengulangan menurut (Sa‟dulloh, 2008:51) :

1. Maintenance rehearsal

Pengulangan untuk memperbaharui ingatan tanpa mengubah

struktur (sekedar pengulangan biasa) atau disebut pula dengan

pengulangan tanpa berfikir.

2. Elaborative rehearsal

Pengulangan yang diorganisasikan dan diproses secara aktif, serta

dikembangkan hubungan-hubungannya sehingga menjadi suatu

yang bermakna.

Takrir yang dilakukan para umumnya oleh penghafal al-Qur‟an

adalah cara pertama. Yaitu, mengulang dan mengulang sampai

ayat-ayat al-Qur‟an dihafal dengan lancar. Cara ini memang lebih cocok

dipakai terutama jika menghafal materi yang tidak dipahami maknanya

(54)

aslinya. Sedangkan yang ingin diingat adalah makna atau inti sarinya,

maka cara yang kedua lebih baik kerena tidak terikat oleh teks. Tetapi,

menghafal sesuatu yang dimengerti maknanya akan lebih baik dan

mudah daripada yang tidak diketahui maknanya.

Membaca al-Qur‟an secara berulang-ulang akan memindahkan

surah-surah yang sudah dihafal dari otak kiri ke otak kanan. Diantara

karakteristik otak kanan adalah daya ingat yang memerlukan jangka

waktu yang cukup lama guna memasukkan memori ke dalamnya,

namun ia juga mampu menyimpan hafalan yang cukup lama. Maka

dari itu, untuk memiliki hafalan yang kuat, para penghafal al-Qur‟an

memiliki manajemen pengulangan tersendiri untuk menjaga

hafalannya. Manajemen pengulangan inilah yang disebut dengan

takrir.

b. Langkah-langkah metode takrir

Ada beberapa langkah saat hendak men takrir kan hafalan kita

(Sa‟dulloh, 2008:65-66) yaitu :

1) Takrir hafalan sendiri

Seseorang yang menghafal harus bisa memanfaatkan waktu

untuk takrir atau untuk menambah hafalan. Hafalan baru harus

selalu di-takrir minimal setiap hari dua kali dalam jangka waktu

satu minggu. Sedangkan hafalan lama harus di-takrir setiap hari

atau dua hari sekali. Artinya, semakin banyak hafalan, harus

(55)

2) Takrir hafalan dalam shalat

Seseorang yang menghafal al-Qur‟an sudah semestinya

menggunakan ayat-ayat yang sudah dihafalnya ketika

melaksanakan shalat, baik shalat lima waktu ataupun shalat-shalat

sunnah. Ayat-ayat al-Qur‟an yang dibaca waktu shalat hendaknya

dibaca secara berurutan mulai dari surat al-Faatihah hingga

seterusnya.

Takrir dalam shalat sangat bermanfaat untuk menguatkan

hafalan, karena di dalam shalat tubuh kita tidak bisa seenaknya

bergerak. Sehingga seluruh panca indra: mata, telinga, dan

perasaan kita benar-benar berkonsentrasi agar hafalan al-Qur‟an

kita tidak lupa. Oleh sebab itu, kemampuan membaca ayat-ayat

al-Qur‟an di dalam shalat merupakan salah satu ukuran kekuatan

hafalan.

3) Takrir hafalan bersama-sama

Seseorang yang menghafal perlu melakukan takrir bersama

dengan dua teman atau lebih. Takrir ini dapat dilakukan dengan

cara :

a) Duduk berhadapan. Setiap orang membaca materi takrir yang

ditetapkan (satu halaman misalnya) secara bergantian, dan

ketika seseorang membaca maka yang lain mendengarkan.

b) Duduk berbaris seperti dalam shalat, kemudian membaca

(56)

4) Takrir hafalan di hadapan guru

Seseorang yang menghafal al-Qur‟an harus selalu

menghadap guru untuk takrir hafalan yang sudah diajukan. Materi

takrir yang dibaca harus lebih banyak dari materi hafalan baru

yaitu satu banding sepuluh. Artinya, apabila seorang penghafal

sanggup mengajukan hafalan baru setiap hari dua halaman, maka

harus diimbangi dengan takrir dua puluh halaman (atu juz) setiap

hari.

Melakukan takrir di hadapan guru/instruktur sangat

bermanfaat untuk menguatkan hafalan yang sudah ada dalam

memori otak kita. Di samping itu, bermanfaat juga untuk

mengevaluasi benar/tidaknya bacaan.

c. Manfaat dan tujuan metode takrir dalam menghafal al-Qur‟an

Banyak orang yang sangat mudah untuk mengafalkan al-Qur‟an,

namun sulit dalam mengulang hafalannya agar selalu terjaga.

Mengulang hafalan ialah suatu pekerjaan yang meelahkan akal, akan

tetapi menghasilkan sesuatu yang cemerlang dimasa depan. Diantara

manfaat dan tujuan dalam metode ini ialah :

1) Untuk mengetahui letak kesalahan dalam hafalan.

2) Untuk memperkokoh hafalan yang sudah dihafal.

3) Untuk memantapkan hafalannya sebelum waktunya dan

Gambar

Tabel 4. 1 Nama Santriwati
Tabel 4. 2 Nama Ustaz/Ustadzah IBS Darul Fikri Bawen
Tabel 4. 3 Kegiatan Harian Santriwati IBS Darul Fikri.
Tabel 4. 4 Jadwal Kegiatan Mingguan IBS Darul Fikri Bawen.
+6

Referensi

Dokumen terkait