IMPLEMENTASI METODE
TASMI’
DAN
TAKRIR
DALAM HAFALAN QUR’AN
(STUDI KASUS
SANTRIWATI
ISLAMIC BOARDING SCHOOL OF
DARUL BAWEN TAHUN 2018)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Khusnadhya Hannif Iriyanti
NIM : 111-14-214
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
IMPLEMENTASI METODE
TASMI’
DAN
TAKRIR
DALAM HAFALAN QUR’AN
(STUDI KASUS
SANTRIWATI
ISLAMIC BOARDING SCHOOL OF
DARUL BAWEN TAHUN 2018)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Khusnadhya Hannif Iriyanti
NIM : 111-14-214
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
HA
LAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
MOTTO
.
الله ىلص- ِ هالله ُلوُسَر َلاَق ُلوُقَي هنع الله ىضر ٍدوُعْسَم َنْب ِ هالله دْبَع ْنَع
ِرْشَعِب ُةَنَسَحْلا َو ٌةَنَسَح ِهِب ُهَلَف ِ هالله ِباَتِك ْنِم اًفْرَح َأَرَق ْنَم « -ملسو هيلع
ٌف ْر َح ٌميِم َو ٌف ْرَح ٌمَلا َو ٌف ْرَح ٌفِلَأ ْنِكَل َو ٌف ْرح ملا ُلوُقَأ َلا اَهِلاَثْمَأ
».
“
Barangsiapa yang membaca 1 huruf kitabullah, baginya 1
kebaikan. Satu kebaikan akan dilipatgandakan sepuluh. Aku
tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, akan tetapi,
Alif 1 huruf, Lam 1 huruf, dan Mim 1 huruf
”
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat serta karuniaNya,
skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Bapak dan ibuku tersayang, Riyanto dan Kusnanik yang senantiasa
memberikan dukungan baik materil maupun moril dan tak pernah berhenti
memantau, memberikan do‟a, nasihat, kasih sayang, bimbingan, motivasi dan
semangat untuk anak-anaknya.
2. Kakak dan adikku tercinta Tenggar Koko Wijiyanto dan Mafaza Sania yang
selalu berpartisipasi menemani, memberikan dukungan, support, dan do‟anya
untukku.
3. Akhsanul Haifa Tsani yang senantiasa menemani, memberikan dukungan,
semangat, motivasi, do‟a dan cerita hidupnya yang setiap hari selalu berganti.
4. Dosen pembimbing skripsiku, Bp. Dr. M. Gufron, M.Ag. yang selalu
memberikan pengarahan serta bimbingan dengan penuh kesabaran selama
proses skripsi ini.
5. Segenap keluarga besar Mbah Kusnan besserta anak cucu dan keluarga besar
Mbah Nur Hadi beserta anak cucu yang selalu membimbing dan memberikan
motivasi, semangat yang tak henti-hentinya demi terselesaikan skripsi
penelitian ini.
6. Sahabat seperjuangan satu dosbing Tatu Mafazah, Laili Nur Fitriyani, Muna,
Muza, Fatin, Nur Khasanah, Kholiq, Rahmat dll yang selalu memberikan
7. Keluarga besar SMP IT Darul Fikri Bawen yang telah memberikan tempat
untuk saya melakukan penelitian hingga skripsi ini jadi.
8. Keluarga besar SD IT Permata Bunda yang telah memberikan semangat serta
do‟a yang tiada henti.
9. Tim PPL MTs Al-Manar, mb Zum, mb Puput, mb Nanda, Dwik, Jannah, Eva
serta Fauzi yang selalu memberikan motivasi.
10. Tim KKN Posko 111 (Klitikan) yang selalu support.
11. Segenap keluarga besar PAI F Angkatan 2014.
12. Segenap keluarga besar PAI Angkatan 2014.
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillahi robbil‟alamin, penulis panjatkan atas kehadirat
Allah SWT yang selalu memberikan nikmat, rahmat, karunia, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
Implementasi Metode Tasmi‟ dan Takrir Dalam Hafalan Qur‟an. Studi Kasus
Santriwati Islamic Boarding School Of Darul Fikri Bawen Tahun 2018 ini dengan
baik dan lancar. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
agung Muhammad SAW, semoga kelak dapat berjumpa dan mendapat
syafa‟atnya di yaumul akhir. aamiin.
Penulisan skripsi ini tidak akan pernah terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN
Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
4. Bapak Dr. M. Gufron, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing dan mengarahkan dari awal hingga akhir dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Dra.Djamiatul Islamiyah, M.Ag. selaku Pembimbing Akademik yang
senantiasa membimbing dan mengarahkan dalam proses bimbingan akademik
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, serta
karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang
pendidikan S1.
7. Ayah, ibu dan adikku
8. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan motivasi kepadaku,
menyemangatiku dan membantu menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman KKN IAIN 2018 Dusun Klitikan, Desa Klitikan Posko 111.
10. Teman-teman PPL MTs Al-Manar Tengaran.
11. Keluarga besar PAI IAIN Salatiga angkatan 2014.
12. Seluruh pihak yang sudah mendukung dan memberikan semangat yang tidak
bisa disebutkan satu persatu.
Terselesaikannya tulisan ini selain sebagai bentuk tanggung jawab
pengenyam perguruan tinggi yang tentunya kelak akan menjadi salah satu
referensi. Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya,
serta para pembaca pada umumnya. Aamiin.
Salatiga, 3 Agustus 2018
ABSTRAK
Iriyanti, KH. 2018. Implementasi Metode Tasmi‟ dan Takrir dalam Hafalan
Qur‟an. (Studi Kasus Santriwati Islamic Boarding School Of Darul Fikri
Bawen Tahun 2018.) Prodi Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Dr. M. Gufron, M.Ag.
Kata Kunci: Implementasi Metode Tasmi‟ dan Takrirdalam menghafal qur‟an.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya keluhan dari teman-teman yang sedang menghafalkan al-Qur‟an maupun yang sudah hatam al-Qur‟an. Mereka sangat kesulitan dalam menambah hafalan serta kesulitan dalam menjaga hafalan. Oleh karena itu, perlu ada suatu metode untuk bisa menambah serta mempertahankan hafalan yang telah mereka hafalkan sebelumnya. Yakni dengan menggunakan metode tasmi‟ dan takrir. Agar hafalan yang mereka hafalkan itu masih tetap menetap pada hati serta fikiran.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan
masalah: (1) Bagaimana implementasi metode tasmi‟ dan takrir dalam
menghafal al-Qur‟an. (2) Apa saja faktor pendukung serta faktor penghambat dalam menghafalkan al-Qur‟an. Berpijak pada rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk (1) mendiskripsikan implementasi metode tasmi‟ dan takrir dalam menghafal al-Qur‟an. (2) untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam menghafalkan al-Qur‟an.
Dalam hal ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Teknik penggumpulan data menggunakan observasi, wawancara serta dokumentasi.
DAFTAR ISI
IMPLEMENTASI METODE TASMI’ DAN TAKRIR ... 1
SKRIPSI ... 1
HALAMAN JUDUL ... ii
IMPLEMENTASI METODE TASMI’ DAN TAKRIR ...iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
Nota Pembimbing ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN ... iv
DEKLARASI ... Error! Bookmark not defined. MOTTO ... vii
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Fokus Penelitian ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Penegasan Istilah ... 8
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II LANDASAN TEORI ... 12
A. Landasan Teori... 12
1. Pengertian Penghafal Al-Qur’an ... 12
2. Keutamaan Menghafal Al-Qur’an ... 12
3. Hukum Menghafal Al-Qur’an ... 16
4. Metode-Metode dalam Menghafal Al-Qur’an... 18
7. Metode Tasmi’ ... 33
8. Metode Takrir ... 37
B. Kajian Pustaka ... 42
BAB III METODE PENELITIAN... 44
A. Jenis Penelitian ... 44
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45
C. Sumber Data ... 45
D. Teknik Pengumpulan Data ... 46
E. Analisis Data ... 48
F. Pengecekan Keabsahan Temuan ... 50
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA ... 56
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 56
1. Sejarah Singkat IBS Darul Fikri Bawen ... 56
2. Struktur Kepesantrenan ... 57
3. Dasar Pendidikan IBS Darul Fikri Bawen ... 57
4. Tujuan Pendidikan IBS Darul Fikri Bawen ... 58
5. Visi Misi Pendidikan IBS Darul Fikri Bawen ... 60
6. Sistem Pendidikan IBS Darul Fikri Bawen ... 60
7. Tenaga Pengajar ... 62
8. Keadaan Santriwati Dan Sarana Penunjang ... 63
d. Sarana penunjang di IBS Darul Fikri Bawen ... 65
9. Proses Penerapan Metode Tasmi’ dan Takrir Di IBS Darul Fikri Bawen ... 67
B. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Mengahfal Al-Qur’an .. 72
1) Adapun faktor-faktor pendukung dalam menghafal al-Qur’an ialah: ... 72
2) Adapun faktor-faktor penghambat dalam menghafal al-Qur’an ialah : ... 74
BAB V PENUTUP ... 76
A. Kesimpulan ... 76
B. Saran ... 78
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Pedoman Wawancara ... 81
Lampiran 2 Lembar Wawancara Kepala Sekolah ... 83
Lampiran 3 Lembar Wawancara Wakil Kepala Sekolah Bagian Kurikulum ... 85
Lampiran 4 Lembar Wawancara Sarana Pra-Sarana ... 86
Lampiran 5 Lembar Wawancara Ketua Ustadzah ... 87
Lampiran 6 Lembar Wawancara Santriwati ... 89
Lampiran 7 Daftar Nama Santriwati ... 93
Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian ... 95
Lampiran 9 Surat Penunjuk Pembibing ... 99
Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian ... 100
Lampiran 11 Surat Keterangan Penelitian ... 101
Lampiran 12 Lembar Konsultasi Pembimbing ... 102
Lampiran 13 Satuan Kredit Kegiatan ... 103
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara etimologi, lafazh al-Qur‟an merupakan bentuk mashdar dari
qara‟a yang berarti membaca. Kemudian, makna yang mashdariyah ini
dijadikan nama untuk firman Allah Swt dengan mengubahnya menjadi
makna maf‟ul, yakni maqru‟un, artinya yang dibaca. Lafazh al-Qur‟an,
juga bermakna al-qori‟ah yang berarti bacaan ( Thanthawi, 2013:23).
Adapun secara terminologi, al-Qur‟an ialah firman Allah Swt yang
mu‟jiz (dapat melemahkan orang-orang yang menantangnya), diturunkan
kepada Rasulullah Saw., tertulis dalam mushaf, disampaikan secara
mutawatir, dan membacanya dinilai ibadah (Thanthawi, 2013:24).
Dengan demikian, al-Qur‟an ialah bacaan yang diturunkan kepada
Rasulullah Saw yang tertulis dalam mushaf, diturunkan secara mutawatir,
dan membacanya ialah suatu ibadah, diawali surat al-Fatihah dan diakhiri
surat an-Nas.
Al-Qur‟an merupakan mukjizat bagi Rasulullah Saw. Yang kekal
dan abadi, serta menjadi bukti yang menguatkan dan membenarkan segala
sesuatu yang disampaikan oleh beliau. Sebagai bukti atas kemukjizatan
al-Qur‟an, kitab ini telah menentang orang-orang kafir untuk mendatangkan
yang semisalnya jika mereka mampu.
Sebagai umat Islam kita diwajibkan untuk memperbanyak
derajat, menghapus segala kejelekan, mendidik akhlak serta mencerahkan
jiwa.
Tidak hanya untuk membaca, kita juga diperintahkan untuk
menjaga al-Qur‟an. Baik secara tulisan maupun lisan. Para sahabat
menuliskan ayat-ayat al-Qur‟an pada bahan-bahan pada masa itu, seperti
kulit-kulit dan tulang hewan, permukaan batu yang kasar dan halus, serta
pelepah-pelepah kurma (Fatihuddin, 2015:23).
Menghafal al-Qur‟an ialah perbuatan yang sangat mulia. Menurut
Abdul Aziz Abdul Rauf definisi tahfidz atau menghafal adalah proses
mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar. Pekerjaan
apapun jika sering diulang, pasti menjadi hafal (Asy-Syafi‟i, 2018:10).
Setelah melihat pengertin tahfidz dan al-Qur‟an di atas dapat
disimpulkan bahwa menghafal al-Qur‟an ialah suatu proses untuk
memelihara, menjaga dan melestarikan kemuliaan al-Qur‟an yang
diturunkan kepada Rasulullah Saw. Di luar kepala agar tidak terjadi
perubahan dan pemalsuan serta dapat menjaga dari kelupaan baik secara
keseluruhan maupun sebagiannya.
Nabi Muhammad Saw adalah seorang yang ummi, yakni tidak
dapat membaca dan menulis, hal ini jelas dinyatakan Allah Swt dalam
firman-Nya yaitu QS. Al-A‟raf : 157.
“ (yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang
beruntung”.(Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014:170).
Karena kondisi Nabi Muhammad yang ummi, maka mau tidak mau
beliau menerima wahyu secara hafalan. Setelah beliau menerima satu ayat
dengan cepat beliau menghafalnya dan setelah itu menyampaikannya
kepada sahabat, sehingga para sahabat menguasainya lalu beliau
memerintahkan para sahabat untuk menghafalnya.
Demikianlah al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw
secara mutawatir atau berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun
lamanya. Prosesnya yang bertahap merupakan bantuan untuk
menyempurnakan hafalan serta untuk memahami makna yang terkandung
didalamnya.
Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Qiyamah : 16-18
“ Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran Karena
membacanya(17). Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka
ikutilah bacaannya itu(18).” (Kementrian Agama Republik Indonesia,
2014:577).
Al-Qur‟an diturunkan secara berangsur-angsur mengandung banyak
sekali hikmah, yaitu ( Thanthawi, 2013:59-85) (1) Meneguhkan dan
menguatkan hati Rasulullah Saw; (2) Sebagai bentuk tahapan untuk
mendidik ummat; (3) Sebagai jawaban atas pertanyaan ummat; (4) Sebagai
penetap hukum atas suatu perkara dan kejadian yang diperselisihkan oleh
ummat; (5) Sebagai cermin bagi orang-orang mukmin atas semua
kesalahan mereka, sehingga mereka tidak mengulanginya lagi; (6) Sebagai
petunjuk untuk kembali kepada suber al-Qur‟an dan menegaskan
bahwasanya al-Qur‟an adalah kalam Allah Swt; (7) Agar al-Qur‟an mudah
dihafal.
Al-Qur‟an merupakan kitab yang sungguh istimewa. Dari kitab-kitab
yang diturunkan Allah Swt al-Qur‟an paling mudah untuk dihafalkan. Dan
begitu banyak hadist Nabi Muhammad Saw yang mendorong ummat Islam
untuk membacanya maupun untuk menghafalnya di luar kepala, sehingga
hati seorang muslim tidak hampa seperti rumah kosong tak berpenghuni.
Menghafal al-Qur‟an bukanlah pekerjaan yang mudah jika tidak
diniatkan dalam hati, kesadaran diri, keinginan yang kuat serta keyakinan
yang teguh. Segala sesuatu jika diniatkan untuk Alloh Swt maka Alloh Swt
akan memudahkannya. Karena menghafal al-Qur‟an bukan pekerjaan yang
mudah maka, perlu adanya metode menghafal al-Qur‟an agar bisa cepat
Berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan mudzir IBS Darul
Fikri Bawen, pada tanggal 7 Januari 2018 diperoleh informasi bahwasanya
Islamic Boarding School Of Darul Fikri merupakan suatu lembaga
pendidkan Islam yang menerapkan program Tahfidzul Qur‟an. Yang sudah
berdiri sejak tahun 2008. Dari sinilah banyak generasi penghafal
al-Qur‟an, karena salah satu upaya untuk menjaga al-Qur‟an yaitu dengan
hafalan.
IBS Darul Fikri Bawen menerapkan beberapa metode dalam
memudahkan santriwatinya menghafal al-Qur‟an. Adapun metode yang
diterapkan di IBS Darul Fikri ini ialah tasmi‟ dan takrir. Karena menghafal
al-Qur‟an bukan pekerjaan yang sulit maka, IBS menerapkan metode
tersebut untuk memudahkan santriwatinya menghafal serta untuk mengejar
tarjet hafalan dalam sehari.
Dalam pembagian waktu hafalan santriwati biasanya menyetorkan
hafalannya di waktu pagi hari atau ba‟da subuh untuk hafalan baru. Dan
untuk muraja‟ahnya santriwati menyetorkan hafalannya pada sore hari atau
ba‟da ashar. Saat penyetoran hafalan baru, para santriwati ditargetkan
untuk menghafal 1 halaman dan untuk muraja‟ahnya setiap sore hari
santriwati harus menyetorkan minimal 2 lembar.
Setelah mendapatkan 5 juz, maka para santriwati diminta untuk tasmi‟
dihadapan para asatidz/asatidzah serta warga sekitar. 1 santriwati harus
mentasmi‟kan 1 juz lalu bergilir ke santriwati lainnya hingga mencapai 5
Pada saat kajian ahad pagi, para santriwati men tasmi‟ kan hafalannya
di depan jamaah kajian ahad pagi. Mereka telah mendapat giliran
masing-masing. 1 juz mereka tasmi‟ kan hafalan mereka.
Dengan menggunakan metode tasmi‟ dan takrir, santriwati bisa
mengejar target hafalan dalam sehari. Hasilnya lumayan memuaskan. Bagi
santriwati yang belum tuntas target dalam sehari maka di malam harinya
mereka akan menyetorkan kembali hafalan mereka. Hingga hafalan
mereka memenuhi target.
Berdasarkan urian di atas, penulis tertarik untuk mengaji dan
mengadakan penelitian lebih lanjut tentang “Implementasi Metode
Tasmi’ dan Takrir dalam Hafalan Qur’an. (Studi Kasus Santriwati di
Islamic Boarding School of Darul Fikri Bawen Tahun 2018)”
B. Fokus Penelitian
Fokus Penelitian pada penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Bagaimana Implementasi Metode Tasmi‟ dan Takrir dalam hafalan
Qur‟an di Islamic Boarding School of Darul Fikri Bawen ?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam hafalan Qur‟an di
Islamic Boarding School of Darul Fikri Bawen ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Mendiskripsikan implementasi metode tasmi‟ dan takrir dalam hafalan
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam hafalan
Qur‟an di Islamic Boarding Schoolof Darul Fikri Bawen.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini nantinya akan memberikan manfaat untuk berbagai
pihak, yaitu :
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khazanah
keilmuan bidang agama Islam, khususnya pada hafalan al-Qur‟an di
Islamic Boarding School of Darul Fikri Bawen dan tambahan pustaka
pada perpustakaan IAIN Salatiga.
2. Secara Praktis
a. Bagi Mudzir
Hasil penelitian ini bisa menjadi tolak ukur kualitas hafalan
santriwati terutama dilingkungan IBS Darul Fikri Bawen.
b. Bagi Ustadz/Ustadzah
Hasil penelitian ini diharapkan bisa jadi masukan agar menemukan
pendekatan bimbingan yang lebih baik untuk para calon huffadz
sehingga hafalan Qur‟an lebih efektif dan efesien.
c. Bagi Santri
Hasil penelitian ini diharapkan bisa meningkatkan hafalannya.
d. Bagi Peneliti
Penelitian ini sangat memberikan manfaat untuk menambah
E. Penegasan Istilah
1. Implementasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Implementasi adalah
pelaksanaan atau penerapan. Implementasi di sini ialah implementasi
atau penerapan dalam menghafalkan al-Qur‟an yang sedang
berlangsung di IBS Darul Fikri Bawen.
2. Metode Tasmi‟ dan Takrir
Cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan
agar tercapai dan sesuai dengan yang dikehendaki (Mahfudon,
2017:104). Metode disini ialah metode dalam menghafal al-Qur‟an
yang diterapkan di IBS Darul Fikri Bawen. Metode yang digunakan
ialah metode tasmi‟ dan juga metode takrir.
Maksud metode tasmi‟ ini adalah mendengarkan bacaan untuk
dihafalkan. Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a. Mendengarkan langsung dari ustadz yang membimbingnya.
Dalam metode ini, ustadz yang berperan aktif, sabar, dan teliti
dalam membimbing dan membacakan ayat. Karena, ia harus
membacakan satu per satu ayat hingga semua santri memahami dan
menghafalnya. Setelah semuanya lancar dalam menghafal maka
akan dilanjutkan ke ayat berikutnya.
b. Merekam dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkan.
Dalam hal ini, seorang penghafal merekam suara dari seorang qiro‟
mendengarkannya hingga beberapa kali sampai terbentuk pola
hafalan dalam bayangannya dan juga lisannya (Al-Faruq, 2014:36).
Sedangkan metode tasmi‟ yang digunakan di IBS Darul Fikri
ialah tasmi‟ yang diperdengarkan kepada warga sekitar. Saat hafalan
mereka telah memenuhi tarjet. Sebelum ditasmi‟ kan kepada warga
mereka mentasmi‟ kan kepada teman sebaya.
Maksudnya metode takrir ialah mengulang-ulang hafalannya
bersama ustadz atau kaset seorang qori‟ yang menguasai ilmu tajwid,
serta berulang-ulang mendengarkan kaset tersebut. Karena bagi
kebanyakan orang mendengarkan ialah salah satu sarana dalam
menghafal. Pendengaran itu akan melekat kuat di dalam ingatan
(Baduwailan, 2017:134).
3. Pesantren
Secara etimologi, pesantren berasal dari kata “santri” yang
mendapat awalan „pe‟ dan akhiran „an‟ yang berarti tempat tinggal
santri (Muthohar, 2007:11).
Mastuhu mendiskripsikan bahwa pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam tradisional untuk mempelajari, memahami dan
mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan moral
keagamaan sebagai pedoman berlaku sehari-hari (Muthohar, 2007:12).
Sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengandung makna
keaslian Indonesia (indigenous), posisi pesantren sebagai pendidikan
pendidikan pesantren memiliki dasar yang cukup kuat, baik secara
ideal, konstitusional maupun teologis (Muthohar, 2007:13).
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwasannya
pondok pesantren merupakan sebuah asrama atau tempat tinggal
santri-santri yang sedang menuntut ilmu agama pada guru atau kyai.
Disitulah para santri tinggal untuk beberapa kurun waktu untuk belajar
langsung ilmu agama dengan kyai.
Dari keterangan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwasannya
penelitian ini fokus terhadap pola atau ragam metode dalam menghafal
al-Qur‟an yang dilaksanakan di IBS Darul Fikri Bawen.
IBS Darul Fikri Bawen berada di Desa Ngemplak Kec. Bawen.
Berdiri sejak tahun 2008. IBS Darul Fikri Bawen merupakan yayasan
swasta yang diketuai oleh H. Anwar Jufri, Lc. Meskipun kecil, namun
banyak lulusan IBS Darul Fikri Bawen mampu menyaingi
pondok-pondok tahfidz di sekelilingnya. Setiap 1 semester, wajib hukumnya
bagi para santriwan dan santriwati menghatamkan 1 juz. Program 6 juz
selama 6 semester berjalan dengan lancar bahkan para santriwati
melebihi target tersebut.
F. Sistematika Penulisan
Agar dalam penulisan skripsi ini mengarah pada tujuan, maka
penulis menyusun skripsi ini menjadi beberapa bab, dan setiap bab
Bab Pertama. Berisi pendahuluan, menguraikan tentang : latar
belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
penegasan istilah, dan sistematika penulisan.
Bab Kedua. Berisi landasan teori, menguraikan tentang :
keutamaan menghafal al-Qur‟an, metode - metode dalam menghafal
al-Qur‟an,kaidah-kaidah menghafalkan al-Qur‟an, faktor-faktor pendukung
dan penghambat dalam menghafal al-Qur‟an, implementasi metode tasmi‟
dalam menghafal al-Qur‟an, implementasi metode takrir dalam menghafal
al-Qur‟an serta peningkatan hafalan Qur‟an. Serta menguraikan kajian
pustakan.
Bab Ketiga. Berisi metode penelitian, menguraikan tentang : jenis
penelitian, sumber data, alat pengumpulan data dan metode analisis data.
Bab Keempat. Berisi laporan hasil penelitian, menguraikan
tentang: bagian pertama: gambaran umum objek penelitian, sejarah
singkat IBS Darul Fikri Bawen, struktur kepesantrenan, dasar pendidikan
IBS Darul Fikri Bawen, tujuan pendidikan IBS Darul Fikri Bawen, visi
misi dan sistem pendidikan IBS Darul Fikri Bawen, keadaan Ustadz dan
Ustadzah, keadaan santriwati dan sarana penunjang, bagian kedua: Proses
penerapan metode tasmi‟ dan takrir di IBS Darul Fikri Bawen,
Faktor-faktor pendukung dan penghambat menghafal al-Qur‟an.
Bab kelima. Berisi tentang penutup, menguraikan tentang :
kesimpulan dan saran-saran yang diikuti daftar pustaka serta
BAB II LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Pengertian Penghafal Al-Qur’an
Penghafal al-Qur‟an biasanya disebut dengan sebutan hafizh (bagi
laki-laki) dan hafidzah (bagi perempuan). Kata ini berasal dari kata
haffadza yang artinya menghafal, berarti sebutan ini ditujukan bagi orang
yang sudah menghafalkan al-Qur‟an. Tata cara perilaku seseorang yang
telah menetapkan diri menjadi penghafal selanjutnya dibimbing oleh
pemahaman terhadap apa yang telah dipelajari dan dikuasainya yaitu
al-Qur‟an dan Sunnah (Chairani, 2010:38).
2. Keutamaan Menghafal Al-Qur’an
Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang diwahyukan kepada
Rasulullah Saw. Melalui malaikat Jibril As. Kitab suci ini disampaikan
kepada Nabi secara berangsur-angsur. Al-Qur‟an merupakan kemuliaan
paling tinggi, yang memberikan petunjuk kepada seluruh umat manusia
agar berada di jalan yang lurus dan keluar dari kegelapan cahaya terang,
dan tidak ada keburukan sekalipun di dalamnya. Oleh karena itu,
sebaik-baik manusia ialah mereka yang mempelajari al-Qur‟an dan
mengajarkannya.
Selain mempelajari al-Qur‟an dan mengamalkannya, ummat
manusia juga disarankan untuk menghafal al-Qur‟an. Sebab, menghafal al
Sesungguhnya, orang-orang yang mempelajari, membaca, dan menghafal
al-Qur‟an ialah mereka yang memang dipilih oleh Allah Swt. Untuk
menerima warisan, yaitu berupa kitab suci al-Qur‟an (Wahid, 2014:144).
Nikmat al-Qur‟an merupakan karunia dan anugerah paling agung
yang diberikan Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman. Manusia
tidak mempunyai respon terhadap firman Allah, tidak pula memenuhi
seruanNya, seolah makhluk yang belum pernah terlahir di muka bumi ini.
pada dirinya tidak ada kehidupan.
kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadaNya lah kamuakan dikumpulkan.” (Al-Anfal:24) (Kementrian Agama Republik
Indonesia, 2007:179).
Secara lebih khusus, nikmat yang sangat besar dikaruniakan
kepada sekelompok hambaNya yang bukan saja beriman, namun juga
menghafal al-Qur‟an. Allah sangat meninggikan derajat serta melipat
gandakan pahala mereka. Selain itu, Allah memerintahkan kaum beriman
untuk memuliakan dan memprioritaskan mereka dibandingkan dengan
yang lain.
Menurut Ahmad Baduwailan dalam bukunya (Menjadi Hafizh Tips
Dan Motivasi Menghafal Al-Qur‟an, 2017:17) memaparkan bahwasannya
1. Meneladani tokoh panutan utama, Rasulullah Muhammad
Sesungguhnya beliau telah menghafal dan mengulang-ulangnya
bersama Jibril dan sebagian sahabatnya.
2. Meneladani generasi terbaik (salafus saleh).
Ibnu Abdil Barr mengatakan, “menuntut ilmu itu ada derajat dan
urutannya yang tidak boleh terlewati. Barangsiapa yang
melewatkannya, berarti dia telah melanggar jalannya para salaf
rahimahumullah. Adapun ilmu pertama ialah menghafal al-Qur‟an dan
memahaminya.” (Baduwailan, 2017:17).
3. Menghafal al-Qur‟an dimudahkan bagi seluruh umat manusia, tidak
ada hubungannya dengan kecerdasan ataupun usia.
Banyak sekali contoh orang yang berhasil menghafalkannya
meski usia mereka telah lanjut. Bahan al-Qur‟an juga bisa dihafal oleh
orang-orang „ajam (non-Arab) yang tidak bisa berbahasa Arab, begitu
pula oleh kalangan anak-anak.
4. Menghafal al-Qur‟an adalah proyek yang tidak mengenal kata „rugi‟.
Seorang muslim mulai menghafal al-Qur‟an dengan kemauan yang
kuat, kemudian dihinggapi rasa malas dan lemah sehingga dia berhenti
menghafal, maka apa yang telah dihafalnya tetap bermanfaat dan tidak
akan sia-sia. Bahkan, sekiranya dia belum hafal sedikit pun dari
al-Qur‟an, maka ia tetap tidak terhalang dari memperoleh pahala dari
membaca al-Qur‟an. Sebab setiap huruf darinya diganjar dengan
5. Orang yang menghafal al-Qur‟an akan bersama dengan malaikat As
-Safaratul Kiramul Bararah, seperti yang dijelaskan dalam Qur‟an surat
„Abasa: 13-16 : disucikan(14), Di tangan para penulis (malaikat) (15), Yang mulia lagi
berbakti (16).” (Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014:585).
6. Orang yang menghafal al-Qur‟an dapat membaca al-Qur‟an dalam
setiap kondisinya.
Dia bisa membaca al-Qur‟an ketika dia sedang bekerja, sedang
mengendarai mobilnya, dalam kegelapan maupun terang, dan dia pun
bisa membacanya sambil berjalan ataupun berbaring.
7. Orang yang hafal al-Qur‟an akan lebih mudah untuk berdakwah.
Para hafizh tidak akan kesulitan untuk mengutip ayat-ayat
al-Qur‟an di dalam percakapan, khotbah, nasihat, ataupun mengajarnya.
Adapun orang yang tidak hafal al-Qur‟an, tentu mengalami kesulitan
ketika mengutip ayat al-Qur‟an, atau untuk mengetahui tema ayat
tersebut.
8. Al-Qur‟an adalah pemberi syafaat pada hari kiamat bagi umat manusia
yang membacanya, memahaminya serta mengamalkannya.
9. Para penghafal al-Qur‟an adalah orang pilihan Allah Swt.,
“Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami
pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia
yang amat besar”. (QS. Faatir:32) (Kementrian Agama Republik
Indonesia, 2014:438).
10.Menghafalkan al-Qur‟an merupakan nikmat rabbani yang datang dari
Allah yang diberikan kepada mereka. Sungguh, sangat beruntung bagi
orang yang memiliki hafalan al-Qur‟an dan menjaganya hingga akhir
hayatnya. Sebab, menghafal al-Qur‟an ialah salah satu nikmat yang
diberikan oleh Allah Swt. Nikmat tersebut sungguh luar biasa, bahkan
Allah membolehkan seseorang memiliki rasa iri terhadap para ahli
al-Qur‟an (Wahid, 2014:150).
3. Hukum Menghafal Al-Qur’an
Para ulama‟ sepakat bahwasannya hukum menghafal al-Qur‟an
adalah fardhu kifayah. Apabila di antara anggota masyarakat ada yang
sudah melaksanakannya maka bebaslah beban anggota masyarakat yang
lainnya, tetapi jika tidak ada sama sekali, maka berdosalah semuanya.
Prinsip fardhu kifayah ini dimaksudkan untuk menjaga al-Qur‟an dari
pemalsuan, perubahan, dan pergantian seperti yang pernah terjadi terhadap
Memang saat ini sudah banyak CD yang mampu menyimpan teks
al-Qur‟an, begitu pula juga banyaknya al-Qur‟an yang sudah ditashhih
oleh lembaga-lembaga yang kompeten, tetapi hal tersebut belumlah cukup
untuk menyimpan atau menjaga kemurnian al-Qur‟an serta keasliannya.
Karena tidak ada yang bisa menjamin ketika ada kerusakan pada alat-alat
canggih tersebut, jika tidak ada para penghafal dan ahli al-Qur‟an.
Orang yang telah selesai menghafal al-Qur‟an atau baru
menyelesaikan sebagian, maka hendaklah ia selalu mengulangnya supaya
tidak lupa. Buatlah jadwal tersendiri untuk menghafal ataupun mengulang
hafalan, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur‟an,
“ Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri
berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(QS.al-Muzzammil:20).(Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014:575).
Mayoritas ahli tafsir berpendapat, firman Allah tersebut
mengisyaratkan bahwa untuk membaca al-Qur‟an perlu ada waktu
tersendiri, bukan waktu sholat saja. Ini dimaksudkan agar dalam
mempelajari dan menghafal al-Qur‟an itu selamat dari kekhilafan
(Sa‟dulloh, 2008:19-20).
4. Metode-Metode dalam Menghafal Al-Qur’an
Metode-metode yang dapat digunakan sebagai referensi diantaranya
ialah sebagai berikut :
1. Metode wahdah
Yang dimaksud dengan metode ini, yaitu menghafal satu per satu
ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal ayat ini
bisa dibaca sepuluh kali atau dua puluh kali atau lebih agar proses ini
membentuk dalam bayangannya. Dengan demikian penghafal mampu
mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya bukan saja hanya
dibayangannya, akan tetapi hingga reflek di lisannya (Al-Hafidz,
2. Metode mencari pasangan menghafal atau metode duel
Sebaiknya seorang mencari teman yang turut menghafal
bersamanya, dan menjadikannya sebagai teman karib ketika pulang
dan pergi serta belajar. Lebih baik lagi jika ada kesesuaian dan
keselarasan diantara keduanya dari sisi kejiwaan, pendidikan,
pembelajaran, juga usia sehingga metode ini dapat memberikan hasil
dalam menghafal al-Qur‟an (Baduwailan, 2013:131).
3. Metode kitabah
Metode ini dilakukan oleh seorang pelajar dengan menuliskan
suatu potongan ayat dengan tangannya sendiri di atas papan tulis
ataupun selembar kertas dengan menggunakan pensil. Kemudian
potongan ayat itu dihapus secara bertahap untuk berpindah ke
potongan ayat berikutnya (Baduwailan, 2013:132)
Kelebihan metode ini adalah cukup praktis dan baik, karena
disamping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga sangat
membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam
bayangannya, dan sekaligus untuk melatih santri dalam menulis tulisan
Arab. Metode ini dianggap istimewa karena dapat menambah tingkat
ketelitian santri ketika menuliskan ayat-ayat al-Qur‟an.
4. Metode tasmi‟
Maksud metode ini adalah mendengarkan bacaan untuk
dihafalkan. Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
Dalam metode ini, ustadz yang berperan aktif, sabar, dan teliti
dalam membimbing dan membacakan ayat. Karena, ia harus
membacakan satu per satu ayat hingga semua santri memahami dan
menghafalnya. Setelah semuanya lancar dalam menghafal maka
akan dilanjutkan ke ayat berikutnya.
b. Merekam dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkan.
Dalam hal ini, seorang penghafal merekam suara dari seorang qiro‟
atau dari dirinya sendiri. Setelah itu penghafal itu
mendengarkannya hingga beberapa kali sampai terbentuk pola
hafalan dalam bayangannya dan juga lisannya (Al-Hafidz,
2005:36).
5. Metode takrir
Maksudnya mengulang-ulang hafalannya bersama ustadz atau
kaset seorang qori‟ yang menguasai ilmu tajwid, serta berulang-ulang
mendengarkan kaset tersebut. Karna bagi kebanyakan orang
mendengarkan ialah salah satu sarana dalam menghafal. Pendengaran
itu akan melekat kuat di dalam ingatan (Baduwailan, 2017:134).
6. Metode muqsam (Membagi-bagi ayat menjadi beberapa bagian).
Metode muqsam yaitu membagi-bagi ayat menjadi beberapa
bagian. Potongan tersebut dikaitkan dengan satu tema, misalnya, lalu
dihafal dari awal hingga akhir dengan sekaligus. Bisa juga
mengategorikan lima ayat yang diawali dan diakhiri dengan suatu
ayat semacam ini, satu halaman akan terasa sedikit dalam pandangan si
pembaca, dan setiap lembar akan menjadi dua atau tiga bagian yang
bisa dihafal dengan mudah (Baduwailan, 2017:131).
7. Metode murajaah
Metode murajaah ialah metode pengulangan. Pengulangan untuk
hafalan yang telah lalu. Merajaah hendaknya dilakukan secara
kontinyu artinya agar penguatan dalam hafalan itu tidak pudar.
Banyak di antara kita yang menghabiskan berjam-jam lamanya
untuk menghafal, tetapi ternyata setelah satu jam, dua jam, sehari atau
dua hari, sebagian besar apa yang kita hafal sudah lupa. Ada beberapa
tahapan dalam murajaah, yaitu (Ubaid, 2017:146) :
a. Satu jam setelah menghafal
b. Satu hari setelah menghafal
c. Satu pekan setelah menghafal
d. Satu bulan setelah menghafal
e. Tiga bulan setelah menghafal
Pada prinsipnya semua metode di atas baik sekali untuk dijadikan
pedoman menghafal al-Qur‟an, baik salah satu diantaranya ataupun
semuanya sesuai kebutuhan dan sebagai alternafif dari cara menghafal
yang monoton, sehingga dengan demikian akan menghilangkan
8. Metode bin-nazhar
Metode bin-nazhar ialah membaca dengan cermat ayat-ayat
al-Qur‟an yang akan dihafal dengan melihat mushaf al-Qur‟an secara
berulang-ulang. Proses bin-nazhar ini hendaknya dilakukan sebanyak
mungkin atau empat puluh satu kali seperti yang dilakukan oleh ulama‟
terdahulu. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran menyeluruh
tentang lafadz maupun urutan ayat-ayat. Agar lebih mudah dalam
proses menghafalnya, maka selama proses bin-nazhar ini diharapkan
calon hafizh juga mempelajari makna dari ayat-ayat tersebut
(Sa‟dulloh, 2008:55).
9. Metode talaqqi
Menyetorkan atau memperdengarkan hafalan yang baru dihafal
kepada seorang guru atau instruktur. Guru tersebut haruslah hafizh
al-Qur‟an, telah mantap agama dan ma‟rifatnya, serta dikenal menjaga
dirinya. Proses talaqqi ini dilakukan untuk mengetahui hasil hafalan
seorang calon hafizh dan mendapatkan bimbingan seperlunya. Seorang
guru tahfizh juga hendaknya yang benar-benar mempunyai silsilah
guru sampai kepada Nabi Muhammad Saw (Sa‟dulloh, 2008:56).
5. Kaidah-Kaidah dalam Menghafal Al-Qur’an
Usaha itu harus berlandaskan cara dan perencanaan yang jelas, supaya
membuahkan hasil yang memuaskan. Berdasarkan hal tersebut Ahmad
Motivasi Menghafal Al-Qur‟an, 2017:54) ia menyebutkan beberapa kaidah
dalam menghafal al-Qur‟an, yaitu :
1. Ikhlas
Ikhlas merupakan salah satu persyaratan dari segala ibadah. Ia
pun merupakan salah satu dari dua pilar dasar diterima ibadah oleh
Allah.
Jadi, barangsiapa yang ingin dimuliakan oleh Allah dengan
menghafal al-Qur‟an, maka hendaklah dia meniatkan amalannya hanya
karena Allah, tanpa maksud untuk mendapatkan keuntungan materi
atau non-materi di balik semua itu.
2. Menghafal dengan bacaan yang betul sesuai sunnah
Aspek ini adalah pilar kedua di antara dua pilar diterimanya suatu
amalan. Ia merupakan pilar yang berkenaan dengan kebenaran suatu
amalan dan kesesuaiannya dengan As-Sunnah. Barangsiapa yang
bermaksud menghafal al-Qur‟an dari orang yang benar-benar ahli
dalam bidang tersebut tidak bisa hanya bersandar pada dirinya sendiri.
Hal ini dikarenakan keistimewaan al-Qur‟an hanya dapat diambil
dengan metode belajar langsung (talaqqi) dari ahlinya.
Ini ditunjukkan oleh Rasulullah yang mempelajarinya dari Jibril,
dan para sahabat mengambilnya dari Rasulullah. Demikian seterusnya
hingga al-Qur‟an sampai kepada kita dalam kondisi terjaga dari
3. Menentukan presentase hafalan harian
Sikap komitmen pada kaidah ini termasuk salah satu perkara yang
memudahkan untuk menghafal al-Qur‟an. Sebab ia memberikan
semacam komitmen harian bagi orang yag ingin menghafal. Maka,
hendaknya ia menentukan sejumlah ayat, atau satu halaman, atau dua
halaman, yang ingin dihafal setiap harinya.
4. Menguatkan hafalan sebelum beralih ke hafalan baru
Salah satu hal yang dapat membantu menguatkan hafalan ini
adalah terus mengulang-ulang apa yang telah dihafal setiap kali ia
memiliki waktu luang.
5. Menggunakan satu mushaf saja untuk menghafal
Letak ayat-ayat di dalam mushaf akan terekam di dalam ingatan
dengan banyaknya membaca dan melihat mushaf yang sama.
6. Menyertai hafalan dengan pemahaman
Perkara terbesar yang dapat membantu seorang hafizh dalam
mrnghafal adalah memahami ayat-ayat yang dihafal, dan mengetahui
hubungan ayat yang satu dengan yang lainnya. Yang harus
diperhatikan di sini ialah menggabungkan hafalan dan pemahaman
secara bersama-sama, karna keduanya saling menyempurnakan,
mendukung, dan menguatkan. Satu sama lain saling membutuhkan.
7. Mengaitkan awal dan akhir surat
Setelah menghafal satu surat dengan sempurna, akan lebih baik
kecuali setelah dia selesai mengaitkan awal surat yang telah dihafal
dengan akhir suratnya. Dengan demikian, hafalan setiap surat akan
terbentuk dalam satu ikatan kuat yang tak terpisahkan.
8. Menjaga hafalan dengan murajaah dan mudarasah
Lebih baik jika murajaah itu dilakukan bersama-sama dengan
hafizh yang lainnya. Sebab, hal itu mengandung banyak kebaikan. Satu
sisi dapat membantunya dalam menguatkan hafalan, dan sisi lain dapat
membantunya membetulkan hafalan yang salah.
9. Menjauhkan maksiat dan dosa
Maksiat dan dosa ialah kegelapan yang menimpa seorang hamba.
Rasulullah Saw. menggambarkan jika anak Adam melakukan dosa,
akan ada noda hitam pada hatinya. Apabila ia beristigfar hatinya akan
kembali bersih. Namun sebaliknya, jika ia terus-menerus melakukan
dosa, nisacaya akan tertutup hatinya.
Imam Syafi‟i yang terkenal dengan kecepatan menghafal, pada
suatu hari ia mengadu kepada gurunya, Waqi, bahwa hafalan
al-Qur‟annya melambat. Maka gurunya memberikan terapi mujarab, agar
ia meninggalkan maksiat. Imam Syafi‟i berkata: “Aku mengadu
kepada Waqi tentang buruknya hafalanku. Ia pun menasehatiku agar
meninggalkan maksiat. Dan ia mengabarkan kepadaku bahwa ilmu
adalah cahaya. Dan cahaya Allah Swt. tidak diberikan kepada pelaku
10.Berdoa agar diberi kemudahan
Seorang hamba tidak akan lepas selama-lamanya dari Allah Swt.
pencipta seluruh alam semesta, apa pun aktifitasnya kebaikan yang
dilakukan olehnya, pastilah ia membutuhkan bimbingan dari Allah
Swt. Petunjuk-Nya agar bisa sampai kepada apa yang menjadi
tujuannya.
Salah satu senjata seorang muslim adalah doa. Dengan senantiasa
berdoa Allah Swt. pasti segera menyukseskan kegiatan yang sedang ia
lakukan (Anshari, 2017:153).
6. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Menghafal
Al-Qur’an
1. Faktor pendukung
a. Faktor psikologi
Kesehatan yang diperlukan orang yang sedang menghafal
al-Qur‟an bukan hanya kesehatan secara lahir saja, maupun
kesehatan secara bathin juga sangat diperlukan. orang yang sedang
menghafalkan al-Qur‟an perlu ketenangan dalam jiwanya. Apabila
mengalami gangguan psikologis sebaiknya diperbanyak ber dzikir
atau mengingat Allah.
b. Faktor kecerdasan
Kecerdasan merupakan faktor yang sangat penting dalam
menunjang dan keberhasilan dan menghafal al-Qur‟an. Kecerdasan
atau menyesuaikan melalui cara yang tepat. Dengan kecerdasan ini
mereka yang menghafal al-Qur‟an akan merasakan diri sendiri
bahwa kecerdasan akan terpengaruh dalam keberhasilan dalam
menghafal al-Qur‟an. Setiap individu mempunyai kecerdasan yang
berbeda-beda, sehingga cukup mempengaruhi hafalan yang sedang
dijalani.
c. Faktor motivasi
Yang dimaksud dengan motivasi disini adalah keadaan
internal organisme yang mendorong untuk berbuat sesuatu. Siswa
yang menghafalkan kitab suci ini pasti termotivasi oleh sesuatu
yang berkaitan dengan al-Qur‟an. Motivasi ini bisa karena
kesenangan pada al-Qur‟an atau bisa karena keutamaan yang
dimiliki oleh para penghafal al-Qur‟an. Dalam menghafal al
-Qur‟an dituntut kesungguhan tanpa mengenal bosan dan putus asa.
Untuk itulah motivasi berasal dari diri sendiri sangat penting dalam
merangkai keberhasilan, yaitu mampu menghafal 30 juz dalam
waktu tertentu.
d. Faktor usia
Penelitian membuktikan bahwa ingatan pada usia
anak-anak lebih kuat dibandingkan dengan usia dewasa. Pada usia muda,
otak manusia masih segar dan jernih, sehingga hati lebih fokus
tidak banyak kesibukan, serta masih belum memiliki banyak
menghafal al-Qur‟an ini sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya dalam menghafal. Adapun usia yang cocok untuk
menghafal al-Qur‟an ialah usia 5 tahun hingga 23 tahun.
e. Faktor kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat penting
bagi orang yang menghafal al-Qur‟an. Jika tubuh sehat maka
proses menghafal al-Qur‟an akan menjadi lebih mudah dan cepat
tanpa adanya penghambat, dan batas waktu menghafal pun menjadi
relatif cepat. Namun, bila tubuh tidak sehat maka akan sangat
menghambat ketika menjalani proses hafalan.
f. Nutrisi yang dapat membantu proses menghafal
Menurut Ahmad Baduwailan dalam bukunya (Menjadi Hafizh
Tips Dan Motivasi Menghafal Al-Qur‟an, 2017:177-180) beliau
memaparkan makanan yang seharusnya dikonsumsi oleh para
penghafal al-Qur‟an untuk dapat meningkatkan daya ingat mereka.
Diantaranya, yaitu :
1) Madu
Az-Zatshuri berkata, “Hendaklah kamu mengonsumsi
madu, sebab ia baik untuk menghafal, dan madu adalah obat
bagi manusia berdasarkan dalil al-Qur‟an. Allah befirman (
“ Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan
dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang Telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan)
bagi orang-orang yang memikirkan”. (Kementrian Agama
Republik Indonesia, 2014:278).
2) Kismis
Al-Hasyimi berkata, “Barangsiapa yang ingin
menghafalkan hadist dendaknya ia mengonsumsi kismis. Guru
kami, Syeikh Nayif bin Al-Abbas, biasa memakan 21 butir
kismis bersih pada pagi hari. Beliau adalah teladan dalam hal
hafalan. Beliau pun menyarankan kami dalam hal itu.
Al-Wahdi berkata kepadaku, mengkonsumsi kismis sebelum
sarapan dapat menguatkan daya ingat, terutama yang berwarna
merah kekuning-kuningan.” (Baduwailan, 2017:178).
3) Ikan segar
Di antara makanan yang juga bermanfaat adalah ikan segar.
Dr. Hayyan Syamsi Pasya pernah berkata, “Bahwasanya di
dalam ikan terkandung banyak vitamin yang dapat menguatkan
otak.” Beliau telah melihat penelitian ilmiah dalam hal ini
Secara umum, banyak mengonsumsi makanan dan
kekenyangan dapat menyebabkan lemahnya daya ingat dan
menurunkan daya pikir. Hal ini tentu tidak sesuai dengan
siapapun yang ingin memiliki ingatan yang tajam serta hafalan
yang kuat. Di masa lalu kita mendengar para Syeikh
mengatakan, “Kekenyangan itu dapat menghilangkan
kecerdasan.” (Baduwailan, 2017:180).
4) Cokelat
Selain itu, coklat juga meningkatkan daya ingat. Penelitian
menunjukkan bahwasanya orang yang memakan cokelat akan
meningkatkan endhorphin, yaitu zat yang meningkatkan mood
menjadi lebih baik dan merangsang memori. Cokelat juga
mengandung banyak jumlah kafein yang dapat meningkatkan
dan merangsang suasana hati seseorang.
5) Meminum air putih
Seorang penghafal al-Qur‟an harus meminum air putih
secara cukup setiap harinya untuk menstabilkan energi yang
ada pada tubuh dan otak. Otak manusia terdiri dari 78% cairan.
Oleh karenanya, minum air putih dengan cukup merupakan
faktor utama penunjang kesehatn pada sel-sel otak. Dan
kesehatan sel-sel tersebut merupakan faktor yang paling
Tubuh manusia kehilangan sekitar 2,5 liter cairan perhari
untuk melakukan aktivitas fisik biasa, sehingga membutuhkan
cairan pengganti. Tetapi, seringkali tubuh memberikan rasa
haus untuk rasa lapar. Ketika merasa lapar, dengan minum
segelas air putih akan dapat menghilangkan rasa lapar tersebut.
Sebab, pada dasarnya air putih memberikan energi alami pada
tubuh (Ubaid, 2017:200).
2. Faktor penghambat
Ada sebagian sebab yang mencegah penghafalan dan membantu
melupakan al-Qur‟an. Orang yang ingin manghafal al-Qur‟an harus
menyadari hal itu dan menjauhinya (Badwilan, 2010:203 ; Chairani
dan Subandi, 2010:43-44). Berikut adalah hambatan-hambatan yang
menonjol :
a. Banyak dosa dan maksiat. Karena, hal itu membuat seorang hamba
lupa pada al-Qur‟an dan melupakan dirinya pula, serta
membutakan hatinya dari ingat kepada Allah dan juga membaca
dan menghafal al-Qur‟an.
b. Tidak senantiasa mengikuti, mengulang-ulang, dan
memperdengarkan hafalan al-Qur‟an-nya.
c. Perhatian yang lebih pada urusan-urusan dunia menjadikan hati
terikat dengannya, dan pada gilirannya hati menjadi keras,
d. Menghafal banyak ayat pada waktu yang singkat dan pindah ke
selainnya sebelum menguasainya dengan baik.
e. Semangat yang tinggi untuk menghafal banyak ayat tanpa
menguasainya dengan baik, kemudian ketika ia merasakan dirinya
tidak menguasainya dengan baik, ia pun malas menghafal dan
meninggalkannya.
f. Keinginan untuk menambah hafalan tanpa memperhatikan hafalan
sebelumnya. Metode yang biasanya diterapkan untuk menghafal
sangatlah beragam, bahkan penentuan batas hafalan juga beragam.
Hafizh yang memiliki semangat tinggi untuk menghafal tanpa
menggunakan strategi tertentu dalam menghafal justru akan
mengalami kesulitan jika tidak melakukan pengulangan dari ayat
yang sebelumnya telah dihafalkannya.
g. Adanya rasa jemu dan bosan karena rutinitas. Perasaan ini muncul
karena hafizh dituntut untuk selalu disiplin dalam hal membagi
waktu dan melakukan rutinitas dalam rangka meningkatkan dan
menjaga hafalan yang telah diperoleh. Aktifitas yang monoton
terutama bagi hafizh yang tinggal dalam satu lembaga dengan
pengaturan waktu dan terget hafalan yang ketat seperti pondok
pesantren juga menjadi alasannya. Bagi hafizh yang di luar pondok
tentu inilah yang dirasakan lebih berat karena harus berhadapan
dengan lingkungan sosial yang menuntut hafidz dengan beberapa
h. Sukar menghafal, hal ini bisa disebabkan oleh tingkat IQ yang
sangat rendah. Pengaruh tinggi atau rendahnya tingkat kecerdasan
seorang hafizh memang belum banyak dibuktikan melalui
penelitian terutama penentuan kecerdasan yang dilakukan sebelum
seseorang yang memutuskan jadi hafizh.
i. Gangguan asmara, muncul karena adanya ketertarikan asmara.
Kendala ini sering muncul seiring dengan pertambahan usia hafizh
yang mulai menekuni al-Qur‟an sejak usia dini. Memasuki masa
pubertas perubahan hormonal yang dialami seringkali
menimbulkan emosi negatif tertentu yang mengganggu suasana
hati untuk meneruskan hafalan. Munculnya keinginan untuk hidup
seperti remaja lain dan bergaul dengan lawan jenis sebanyak
mungkin.
Berdasarkan uraian mengenai hambatan-hambatan di atas,
maka hambatan dan bencana besar bagi penghafal al-Qur‟an adalah
lupa atau kelupaan, melupakan apa yang telah dihafalkan. Oleh karena
itu menjaga hafalan yang telah dikusai adalah kewajiban.
7. Metode Tasmi’
a. Pengertian Metode tasmi‟
Metode secara etimologi, istilah ini berasal dari bahasa Yunani
yaitu “metodos” kata ini berasal dari dua suku kata yaitu: “metha”
yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau
Metode secara terminologi, ialah cara teratur yang digunakan
untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai dan sesuai dengan
yang dikehendaki (Mahfudon, 2017:104).
Setiap aktivitas memiliki metode yang tidak hanya satu.
Masing-masing metode memiliki plus minus, namun perlu diketahui bahwa
metode hanya sekedar tawaran cara. Metode hanyalah tawaran jalan
yang kebetulan pernah ada orang yang menggunakannya. Maka bagi
yang tidak cocok dengan satu metode, jangan sampai hal itu
menghambat penghafal qur‟an untuk sampai pada tujuan. Sekiranya
memiliki cara sendiri dari hasil ijtihadnya dan dirasa cocok maka itu
lebih baik.
Kata “tasmi‟an” diambil dari kata bahasa Arab yang berarti
memperdengarkan. Maksud dari metode ini ialah seorang hafizh
memperdengarkan hafalannya, sementara yang lain menyimak apa
yang di baca (Mahfudhon, 2017:117).
Menurut Sa‟dulloh tasmi‟ ialah memperdengarkan hafalan kepada
orang lain baik kepada perseorangan maupun kepada jamaah. Dengan
tasmi‟ ini seorang penghafal al-Qur‟an akan diketahui kekurangan
pada dirinya, karena bisa saja ia lengah dalam mengucapkan huruf atau
harakat. Dengan tasmi‟ seseorang akan lebih berkonsentrasi dalam
Metode ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, bisa langsung
mendengarkan dari ustadz atau kaset. Sebenarnya metode ini juga
sudah diajarkan di dalam al-Qur‟an surat Al-Qiyamah ayat 18.
bacaannya itu”.(Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014:577).
Menghafal al-Qur‟an ialah sebuah proses mengingat materi. Materi
ini dipelajari untuk dihafalkan bukan untuk difahami. Lalu, setelah
sempurna menghafal materi ini difahami isi kandungannya. Seorang
santri yang ingin menghafal kan al-Qur‟an wajib untuk mentasmi‟kan
kepada ustadz atau kyai yang mengampu di pondok tersebut.
Hal ini bertujuan agar kelihatan letak kesalahan ayat-ayat yang
dihafalkan. Dengan mentasmi‟kan kepada ustadz, maka letak
kesalahan bisa diperbaiki. Berguru pada ahlinya juga dilakukan oleh
Rasulullah Saw. beliau berguru dengan malaikat Jibril, dan beliau
mengulangi hafalannya saat bulan Ramadhan hingga dua kali khatam
(Sa‟dulloh, 2008:57-58).
b. Langkah-langkah metode tasmi‟
Ada beberapa langkah saat hendak men tasmi‟ kan hafalan kita
1) Penyimakan perorangan
Yaitu, seorang hafizh membaca hafalan dari juz 1 sampai 30 dan
disimak oleh sejumlah orang. Keseluruhan al-Qur‟an dibaca dalam
satu majlis dari pagi sampai malam, atau dari malam sampai esok
hari. Metode ini sering dipakai oleh seorang hafizh yang memang
telah lancar hafalannya, baik atas kemampuan sendiri ataupun
karena ada permintaan seseorang agar dibacakan al-Qur‟an secara
utuh yang mana bacaan tersebut dihadiahkan untuk orang-orang
tertentu.
2) Penyimakan keluarga
Penyimakan keluarga hampir sama dengan penyimakan
perorangan. Bedanya hanya pada jumlah penyimakan dan materi
hafalan yang disimak. Dalam hal ini penyimak adalah anggota
keluarga dan tidak seluruh ayat al-Qur‟an dibaca habis dalam satu
majlis. Waktu dan jumlah materi yang disimak pun bisa disepakati.
Cara muraja‟ah seperti ini sangat cocok bagi hafizh yang memiliki
kesibukan di siang hari.
3) Penyimakan dua orang
Metode ini dilaksanakan secara bergantian antara dua orang atau
lebih. Ketika ada seseorang yang membaca, maka yang lainnya
diam menyimak, baik dengan melihat mushaf ataupun tidak.
Tentang jumlah juz yang dibaca dan waktunya bisa disepakati
4) Penyimakan kelompok
Penyimakan kelompok dilakukan oleh sejumlah hafizh, misalnya
30 orang dibagi mejadi tiga kelompok. Masing-masing terdiri atas
10 orang. Kelompok pertama membaca juz 1 sampai juz 10,
kelompok kedua membaca juz 11 sampai juz 20, dan kelompok
ketiga membaca juz 21 samapai 30. Setiap orang membaca satu juz
secara bergiliran hingga selesai. Ketika ada seseorang membaca
maka lainnya menyimak.
8. Metode Takrir
a. Pengertian metode takrir
Metode secara etimologi, istilah ini berasal dari bahasa Yunani
yaitu “metodos” kata ini berasal dari dua suku kata yaitu: “metha”
yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau
cara (Hitami, 2012:61).
Dalam kamus bahasa Indonesia “metode” adalah cara yang teratur
untuk berfikir baik untuk mencapai maksud. Sehingga dapat dipahami
bahwasannya metode ialah suatu cara yang menyajikan bahan
pelajaran untu mencapai tujuan pembelajaran.
Metode secara terminologi, ialah cara teratur yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai dan sesuai dengan yang
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwasannya metode ialah suatu
cara yang tidak bisa ditinggalkan dalam proses belajar mengajar.
Setiap kali mengajar pasti seorang guru akan menggunakan metode.
Metode yang digunakan pun tidak asal-asalan, melainkan
menggunakan metode yang bisa mencapai tujuan pembelajaran.
Istilah takrir berasal dari bahasa Arab yang artinya
mengulang-ulang. Metode takrir ialah suatu cara agar informasi-informasi yang
masuk ke memori jangka pendek dapat langsung masuk ke memori
jangka panjang adalah dengan cara pengulangan (rehearsal atau takrir).
Ada dua cara pengulangan menurut (Sa‟dulloh, 2008:51) :
1. Maintenance rehearsal
Pengulangan untuk memperbaharui ingatan tanpa mengubah
struktur (sekedar pengulangan biasa) atau disebut pula dengan
pengulangan tanpa berfikir.
2. Elaborative rehearsal
Pengulangan yang diorganisasikan dan diproses secara aktif, serta
dikembangkan hubungan-hubungannya sehingga menjadi suatu
yang bermakna.
Takrir yang dilakukan para umumnya oleh penghafal al-Qur‟an
adalah cara pertama. Yaitu, mengulang dan mengulang sampai
ayat-ayat al-Qur‟an dihafal dengan lancar. Cara ini memang lebih cocok
dipakai terutama jika menghafal materi yang tidak dipahami maknanya
aslinya. Sedangkan yang ingin diingat adalah makna atau inti sarinya,
maka cara yang kedua lebih baik kerena tidak terikat oleh teks. Tetapi,
menghafal sesuatu yang dimengerti maknanya akan lebih baik dan
mudah daripada yang tidak diketahui maknanya.
Membaca al-Qur‟an secara berulang-ulang akan memindahkan
surah-surah yang sudah dihafal dari otak kiri ke otak kanan. Diantara
karakteristik otak kanan adalah daya ingat yang memerlukan jangka
waktu yang cukup lama guna memasukkan memori ke dalamnya,
namun ia juga mampu menyimpan hafalan yang cukup lama. Maka
dari itu, untuk memiliki hafalan yang kuat, para penghafal al-Qur‟an
memiliki manajemen pengulangan tersendiri untuk menjaga
hafalannya. Manajemen pengulangan inilah yang disebut dengan
takrir.
b. Langkah-langkah metode takrir
Ada beberapa langkah saat hendak men takrir kan hafalan kita
(Sa‟dulloh, 2008:65-66) yaitu :
1) Takrir hafalan sendiri
Seseorang yang menghafal harus bisa memanfaatkan waktu
untuk takrir atau untuk menambah hafalan. Hafalan baru harus
selalu di-takrir minimal setiap hari dua kali dalam jangka waktu
satu minggu. Sedangkan hafalan lama harus di-takrir setiap hari
atau dua hari sekali. Artinya, semakin banyak hafalan, harus
2) Takrir hafalan dalam shalat
Seseorang yang menghafal al-Qur‟an sudah semestinya
menggunakan ayat-ayat yang sudah dihafalnya ketika
melaksanakan shalat, baik shalat lima waktu ataupun shalat-shalat
sunnah. Ayat-ayat al-Qur‟an yang dibaca waktu shalat hendaknya
dibaca secara berurutan mulai dari surat al-Faatihah hingga
seterusnya.
Takrir dalam shalat sangat bermanfaat untuk menguatkan
hafalan, karena di dalam shalat tubuh kita tidak bisa seenaknya
bergerak. Sehingga seluruh panca indra: mata, telinga, dan
perasaan kita benar-benar berkonsentrasi agar hafalan al-Qur‟an
kita tidak lupa. Oleh sebab itu, kemampuan membaca ayat-ayat
al-Qur‟an di dalam shalat merupakan salah satu ukuran kekuatan
hafalan.
3) Takrir hafalan bersama-sama
Seseorang yang menghafal perlu melakukan takrir bersama
dengan dua teman atau lebih. Takrir ini dapat dilakukan dengan
cara :
a) Duduk berhadapan. Setiap orang membaca materi takrir yang
ditetapkan (satu halaman misalnya) secara bergantian, dan
ketika seseorang membaca maka yang lain mendengarkan.
b) Duduk berbaris seperti dalam shalat, kemudian membaca
4) Takrir hafalan di hadapan guru
Seseorang yang menghafal al-Qur‟an harus selalu
menghadap guru untuk takrir hafalan yang sudah diajukan. Materi
takrir yang dibaca harus lebih banyak dari materi hafalan baru
yaitu satu banding sepuluh. Artinya, apabila seorang penghafal
sanggup mengajukan hafalan baru setiap hari dua halaman, maka
harus diimbangi dengan takrir dua puluh halaman (atu juz) setiap
hari.
Melakukan takrir di hadapan guru/instruktur sangat
bermanfaat untuk menguatkan hafalan yang sudah ada dalam
memori otak kita. Di samping itu, bermanfaat juga untuk
mengevaluasi benar/tidaknya bacaan.
c. Manfaat dan tujuan metode takrir dalam menghafal al-Qur‟an
Banyak orang yang sangat mudah untuk mengafalkan al-Qur‟an,
namun sulit dalam mengulang hafalannya agar selalu terjaga.
Mengulang hafalan ialah suatu pekerjaan yang meelahkan akal, akan
tetapi menghasilkan sesuatu yang cemerlang dimasa depan. Diantara
manfaat dan tujuan dalam metode ini ialah :
1) Untuk mengetahui letak kesalahan dalam hafalan.
2) Untuk memperkokoh hafalan yang sudah dihafal.
3) Untuk memantapkan hafalannya sebelum waktunya dan