• Tidak ada hasil yang ditemukan

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah ISSN Volume 3, Nomor 1, Agustus 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah ISSN Volume 3, Nomor 1, Agustus 2007"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

WAHANA HIJAU

Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah

ISSN 1858-4004

Volume 3, Nomor 1, Agustus 2007

DAFTAR ISI

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peluang Berusaha dan Kegiatan Ekonomi Rumah Tangga Istri Nelayan Pekerja di Kecamatan Medan Belawan

Lindawati Hal. 1 – 8

Pemanfaatan Keberadaan Bangunan Bersejarah dalam Mendukung Aktivitas Pengembangan Wilayah di Kota Medan (Studi Kasus: Kawasan Kesawan dan Lapangan Merdeka)

Yuanita F.D. Sidabutar Hal. 9 – 17

Pekerja Sektor Informal dan Pengembangan Wilayah di Kota Binjai

Tuti Hidayati Hal. 18 – 28

Analisis Kelayakan Ekonomi Teknik pada Pemanfaatan Lahan Irigasi Bajayu Langau, Paya Lombang di Kabupaten Serdang Bedagai

Randi Gunawan Hal. 29 – 41

Kontribusi Pasar Mingguan (Onan) terhadap Perekonomian Masyarakat dalam Pengembangan Wilayah Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan

Dwi Prawoto Hal. 42 – 49

Wilayah Kecamatan Ulee Kareng Dampak dari Bencana Gempa dan Tsunami Tahun 2004

Cut Driska Hal. 50 – 57

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG

BERUSAHA DAN KEGIATAN EKONOMI RUMAH TANGGA ISTRI

NELAYAN PEKERJA DI KECAMATAN MEDAN BELAWAN

Lindawati

Alumnus PWD SPs USU

Abstract: Marine resource is potential to improve the welfare of fisherman, but in the contrary the fisherman is still live under the poverty line. The study is aimed to analyse the economic activity of the fisherman’s wife using logit model including factors affecting income simultanously. Income significantly influenced by non fishing working hours and cost. While the fisherman’s income significantly influenced by working hours in fishing sector.

Keywords: vacancy and fisherman’s economic activity

PENDAHULUAN

Sumber daya perikanan sebenarnya secara potensial dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf kehidupan dan kesejahteraan nelayan, namun pada kenyataannya masih cukup banyak nelayan yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Seharusnya dengan kemajuan teknologi peralatan penangkapan ikan dapat membantu para nelayan untuk meningkatkan jumlah tangkapan ikannya, tetapi karena harga alat-alat penangkapan tersebut cukup mahal, tidak terjangkau oleh mereka dan akibatnya mereka hanya menggunakan alat yang sederhana saja di dalam kegiatan usahanya mencari ikan di laut. Dengan alat tangkap yang sederhana tentunya jumlah ikan yang diperoleh akan sangat terbatas jika dibandingkan dengan para nelayan bermodal kuat yang mampu memiliki kapal-kapal penangkap ikan yang besar maupun peralatan-peralatan modern.

Menurut Todaro (1985) agar kebijakan untuk menghapus kemiskinan berhasil, maka harus ada usaha meningkatkan status kaum perempuan. Usaha tersebut harus mempertimbangkan kesempatan pendidikan dan lapangan kerja. Sejalan dengan pendapat tersebut maka perlu adanya peningkatan peran serta kaum perempuan nelayan sebagai faktor produksi dan juga sebagai penunjang dalam peningkatan pendapatan rumah tangga nelayan yang secara keseluruhan akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan kaum perempuan nelayan. Hal ini merupakan cara yang paling baik untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga.

Peranan istri nelayan dalam ekonomi rumah tangga nelayan cukup besar. Istri

nelayan ternyata cukup produktif dalam mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Namun demikian, untuk mengurangi tingkat kemiskinan di daerah penelitian, usaha produktif istri nelayan belum didayagunakan dan diintensifkan secara optimal, sebagai lokomotif atau penggerak ekonomi bagi rumah tangga nelayan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana kegiatan ekonomi istri nelayan pekerja; 2)Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi peluang dan pengembangan usaha produktif istri nelayan pekerja; dan 3) Bagaimana curahan kerja dan pendapatan istri nelayan pekerja mempengaruhi kegiatan ekonomi rumah tangga istri nelayan pekerja.

METODE

Lokasi Penelitian dilakukan secara sengaja (purposif), di mana kecamatan yang dipilih adalah kecamatan yang berada di wilayah pesisir di Kota Medan yaitu Kecamatan Medan Belawan. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu dengan mencari istri nelayan yang bekerja secara produktif dengan kriteria suami mereka bekerja sebagai nelayan buruh. Dengan pertimbangan ini penulis mengambil 70 orang responden.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peluang istri nelayan dalam melakukan usaha produktif baik dalam mengolah ikan atau melakukan pekerjaan lainnya, maka kita menggunakan analisis model logit. Model logit didasarkan pada fungsi peluang kumulatif logistik (Pyndyck dan Rubenfeld, 1981).

(3)

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007 Pi = F (Yi) = F (α+ βxi ) z e( xi) e i + −α+β = − + = 1 1 1 1 di mana:

Pi = Peluang istri nelayan untuk mengolah ikan

xi = Peubah penjelas yang sudah diketahui nilainya

e = Bilangan natural (

2.718)

β

= Nilai parameter yang diduga

HASIL

Keadaan Nelayan

Untuk menutupi kebutuhan rumah tangga banyak nelayan melakukan kegiatan di luar sektor, khususnya oleh anggota keluarganya seperti mengolah ikan, berdagang, buruh, dan lain-lain sebagainya. Dari segi sosial ekonomi keadaan nelayan di Kelurahan Bagan Deli dan Kelurahan Belawan Bahari rata-rata berpendidikan rendah (SD), keterampilan kurang memadai, modal usaha kecil, dan pendapatan rendah. Sedangkan dari segi teknologi mereka umumnya masih tergolong tradisional di mana usahanya bersifat turun temurun dengan menggunakan perahu motor yang daerah penangkapannya masih di sekitar pantai.

Kondisi Tempat Tinggal

Istri nelayan di samping sebagai ibu rumah tangga juga sangat menentukan dalam mengurus keluarga termasuk mengurus tempat tinggal (rumah). Karena faktor kemiskinan maka sekitar 85 persen kondisi tempat tinggal keluarga nelayan pada umumnya belum memadai, di mana ukuran rumah sempit (35 m2), lantai rumah 67 persen masih beralaskan papan, dinding rumah umumnya dari sisa olahan kayu dan dari bambu, dan atap rumah umumnya masih dari daun rumbia dan sedikit sekali yang menggunakan seng sebagai atap rumah (15 persen) dari rumah tangga responden. Sedangkan sisanya sekitar 15 persen keluarga nelayan kondisi tempat tinggal ditinjau dan segi kesehatan sudah memadai dan layak huni.

Profil Kegiatan Produktif Istri Nelayan Pekerja

Kegiatan produktif istri nelayan dalam memperoleh pendapatan beragam, baik dalam kegiatan yang berhubungan dengan usaha perikanan dan di luar perikanan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 1.

Tabel1. Ragam Kegiatan Usaha Produktif Istri Nelayan di Dua Kelurahan Penelitian Tahun 2007

Kelurahan

No. Uraian Kegiatan

Bagan Deli Belawan Bahari

Jumlah

(orang) Persen(%) 1.

2.

Sektor Perikanan

a. Pengolah ikan asin/teri kering

b. Dagang ikan asin/teri kering c. Pengumpul kerang

d. Dagang ikan segar e. Buruh usaha perikanan Luar Sektor Perikanan a. Penjahit b. Usaha warung/kios c. Usaha kue d. Buruh cuci 1 0 2 1 16 1 12 2 1 9 1 2 0 12 0 5 0 5 10 1 4 1 28 1 17 2 6 14,29 1,43 5,71 1,43 40,00 1,43 24,29 2,86 8,60 Jumlah 35 35 70 100,00

(4)

Lindawati: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peluang Berusaha... Tabel 2. Pendapatan Rumah Tangga Sektor Perikanan dan Sektor Non Perikanan Tahun 2007

Usaha Sektor Perikanan Usaha Sektor Non perikanan Anggota Keluarga

(Rp/tahun) (%) (Rp/tahun) (%)

Suami

Istri Nelayan 5.930.110 5.907.760 50,09 49,91 5.091.640 740.570 12,70 87,30

Jumlah 11.837.870 100,00 5.832.210 100,00

Sumber: Diolah dari Data Primer.

Tabel 3. Pendapatan Istri Nelayan dari Kegiatan Produktif di Dua Kelurahan Nelayan Tahun 2007 No. Uraian Kegiatan Pendapatan (Rp/tahun) Persentase

1.

2.

Sektor Perikanan a. Pengolah ikan asin b. Dagang ikan asin c. Pengumpul kerang d. Dagang ikan segar e. Buruh usaha perikanan Luar Sektor Perikanan a. Penjahit b. Usaha warung/kios c. Usaha kue d. Buruh cuci 18.747.000 17.850.000 3.948.800 15.300.000 5.286.400 6.120.000 12.075.800 11.690.000 3.420.000 19,85 18,90 4,18 16,20 5,60 6,48 12,79 12,38 3,62 Jumlah 94.336.000 100

Sumber: Diolah dari Data Primer

Tabel4. Hasil Pendugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peluang Istri Nelayan untuk Mengolah Ikan (pada α = 5 persen)

Variabel Nilai

Dugaan Nilai TestWald Odd Ratio Signifikan

Pendapatan Istri Usaha Perikanan (PIUP)

Pendapatan Istri Usaha Non Perikanan (PINP)

Pendapatan Suami (PS)

Dummy Bantuan Modal (DBM) Konstanta 0,738 -25,159 -0,299 0,336 -7,364 5,990 0,000 0,856 0,010 6,220 2,092 0,000 0,742 1,399 0,001 0,014 0,985 0,355 0,921 0,013

Pendapatan Suami (Nelayan)

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pendapatan suami tetap sebagai penentu utama dalam keluarga nelayan. Pendapatan suami yang terbanyak diperoleh dan usaha sektor perikanan, karena mengingat usaha sektor perikanan terutama melaut merupakan pekerjaan pokok bagi nelayan. Dalam setahun ada bulan dan hari tertentu nelayan tidak terlalu aktif turun ke laut yaitu pada musim barat pada bulan Desember-Februari, dan setiap hari Jumat. Maka pada saat waktu luang tersebut nelayan mencari pekerjaan lain untuk sekedar

memperoleh penghasilan seperti buruh bangunan, tukang ojek. Tetapi pekerjaan di luar sektor perikanan ini sedikit sekali yang mereka kerjakan. Pada Tabel 2 hasil yang mereka peroleh selama setahun adalah Rp 740.570 (12,70 persen) dari total pendapatan rumah tangga.

Pendapatan Istri Nelayan

Pada Tabel 3 tampak bahwa kegiatan produktif usaha mengolah ikan asin memberikan kontribusi pendapatan yang tertinggi yaitu Rp 18.747.000 (19,85 persen) dari berbagai sumber pendapatan istri.

(5)

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007 Besarnya pendapatan tersebut membuktikan

usaha mengolah ikan asin mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai usaha agroindustri rumah tangga, tidak terkecuali usaha-usaha produktif lainnya seperti usaha ikan segar dan usaha dagang ikan. Sedangkan di luar sektor perikanan, tampak bahwa usaha warung kecil-kecilan menjadi alternatif yang dapat diandalkan.

Peluang Pengembangan Usaha

Dalam model logit ini dilihat peluang Istri nelayan untuk mengolah ikan menjadi ikan asin atau melakukan usaha lainnya. Dengan SPSS Versi 13 maka didapat hasil pendugaan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 dapat diinterpretasikan bahwa dari empat variabel bebas yang diduga mempengaruhi peluang seorang istri untuk mengolah ikan, ternyata hanya konstanta dan variabel pendapatan istri usaha perikanan yang signifikan secara statistik. Angka Signifikansi menunjukkan konstanta 0,013 dan pendapatan istri usaha perikanan 0,014 di mana masing-masing nilainya di bawah 0,05.

Penafsiran regresi dengan variabel dependen binary adalah dengan pendekatan probabilitas. Nilai dugaan (parameter) untuk variabel pendapatan istri usaha perikanan adalah 0,738 artinya istri yang mempunyai pendapatan pada usaha perikanan berpengaruh kepada peluang untuk mengolah ikan. Nilai odds ratio yang terdapat pada tabel yaitu 2,092 artinya peluang istri nelayan untuk mengolah ikan untuk istri bekerja pada sektor perikanan adalah 2,092 kali daripada yang lain. Pengujian dengan model penuh dengan 4 variabel bebas dibanding model hanya dengan konstanta terbukti secara statistik

dapat dipercaya. Ini terbukti dari Chi-Square (4, N=70)= 47,363 yang signifikan dengan p<0,01 yang memberikan indikasi bahwa sejumlah variabel penjelas mampu melihat peluang untuk mengolah ikan secara meyakinkan.

Kemampuan prediksi model bagus, dengan tingkat sukses total 97,1 persen. Peluang istri dalam mengolah ikan asin mampu diprediksi secara benar 90 persen dan peluang usaha lain sekitar 98,3 persen.

Menilai keseluruhan model (overall model fit) dilihat dari angka -2 Log Likelihood di mana pada awal (Block Number = 0) bernilai 57,416 sedangkan pada Block Number = 1 turun menjadi 10,054. Penurunan ini menunjukkan model regresi yang lebih baik (Santoso, 2005).

PEMBAHASAN

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Ekonomi Rumah Tangga Istri Nelayan Pekerja

Hasil dugaan model ekonometrika persamaan simultan dengan metode 2 SLS (Two Stage Least Square) pada SPSS Versi 13 menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) persamaan pada kisaran antara 0,37– 0,953 dan nilai statistik F berkisar antara 9,458-331,247.

1. Curahan Kerja Istri Usaha Perikanan

Dari Tabel 5 didapat hasil dugaan di mana dari enam variabel penjelas sesuai yang diduga mempengaruhi Curahan kerja Istri Usaha Perikanan hanya variabel curahan kerja istri non perikanan dan penghasilan suami yang berpengaruh secara signifikan.

Tabel5. Hasil Pendugaan Persamaan Curahan Kerja Istri Usaha Perikanan (pada α = 5 persen) Variabel Nilai Dugaan t-hitung Signifikansi

Konstanta

Curahan kerja istri non perikanan pendapatan Istri Usaha Perikanan

Pendapatan Suami Usia istri

Jumlah bayi di bawah tiga tahun Tingkat pendidikan istri

R2 Fhit 2708,944 -0,665 29,135 -79,855 -8,837 69,062 -58,324 0,606 16,117 4,542 -6,500 1,603 -2,044 -0,667 0,550 -0,240 0,000 0,000 0,114 0,045 0,507 0,584 0,811 0,000

(6)

Lindawati: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peluang Berusaha... Tabel6. Hasil Pendugaan Persamaan Curahan Kerja Istri Usaha Non Perikanan (pada α = 5 persen) Variabel Nilai Dugaan t-hitung Signifikansi

Konstanta

Curahan kerja istri usaha perikanan Pendapatan istri non perikanan Pendapatan suami

Jumlah tanggungan keluarga R2 Fhit 3368,676 -1,389 46,761 -88,235 -11,348 0,810 69,381 7,452 -8,913 3,188 -2,509 -0,224 0,000 0,000 0,002 0,015 0,824 0,000

Tabel7. Hasil Pendugaan Persamaan Pendapatan Istri Usaha Perikanan (pada α = 5 persen) Variabel Nilai Dugaan t-hitung Signifikansi

Konstanta

Curahan kerja istri usaha perikanan Upah kerja istri sektor perikanan Pengalaman kerja istri

Biaya usaha perikanan R2 Fhit -0,299 0,001 0,597 -0,007 0,427 0,953 331,427 -0,738 3,786 6,639 -0,154 20,725 0,463 0,000 0,000 0,878 0,000 0,000

2. Curahan Kerja Istri Sektor Non Perikanan

Curahan kerja istri sektor non perikanan merupakan fungsi curahan kerja istri usaha perikanan (CIUP), pendapatan istri sektor non perikanan (PINP), penghasilan suami (PS), dan jumlah tanggungan keluarga (JTK).

3. Pendapatan IstriUsaha Perikanan

Pendapatan istri sektor perikanan (Tabel 7) menunjukkan nilai koefisien determinasi sebesar 0,953, artinya keragaman dari pendapatan istri sektor perikanan dapat dijelaskan oleh curahan kerja istri sektor perikanan (CIUP), upah kerja istri sektor perikanan (UIP), pengalaman kerja (PKJI), biaya usaha perikanan (BUP) sebesar 95,3 persen.

Berdasarkan nilai uji statistik uji-t ada tiga variabel penjelas yang berpengaruh terhadap penerimaan istri sektor perikanan yaitu curahan kerja istri sektor perikanan, upah istri dan biaya usaha perikanan.

4. Pendapatan IstriUsaha Non perikanan

Penerimaan istri sektor non perikanan dipengaruhi oleh curahan kerja istri non

perikanan (CINP), upah kerja istri non perikanan (UINP), pengalaman kerja (PKJI), biaya usaha istri sektor non perikanan (BINP), untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8.

Proporsi keragaman pendapatan istri sektor non perikanan yang dapat diterangkan oleh semua variabel penjelas tersebut adalah 94 persen, di mana koefisien determinasinya adalah 0,94. Curahan kerja istri sektor non perikanan berpengaruh positif, artinya semakin meningkat curahan kerja maka semakin meningkat pula tingkat pendapatan istri sektor non perikanan.

5. Pendapatan Suami Sektor Perikanan

Dengan melihat nilai stastistik uji-t dapat diketahui bahwa hanya ada satu variabel yang berpengaruh terhadap pendapatan suami sektor-sektor perikanan yaitu curahan kerja suami sektor perikanan. Curahan kerja suami sektor perikanan bertanda positif, artinya semakin besar curahan kerja suami sektor perikanan maka semakin besar pendapatan yang diperoleh dari sektor perikanan.

(7)

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007

Tabel8. Hasil Pendugaan Persamaan Pendapatan Istri Usaha Non Perikanan (pada α = 5 persen) Variabel Nilai Dugaan t-hitung Signifikansi

Konstanta

Curahan kerja istri usaha non perikanan Upah kerja istri sektor non perikanan Pengalaman kerja istri

Biaya usaha non perikanan R2 Fhit -1,417 0,004 0,126 -0,026 0,260 0,94 255,200 -2,972 6,797 0,463 -0,374 7,109 0,004 0,000 0,645 0,710 0,000 0,000

Tabel9. Hasil Pendugaan Persamaan Pendapatan Suami Sektor Perikanan (pada α = 5 persen) Variabel Nilai Dugaan t-hitung Signifikansi

Konstanta

Curahan kerja suami sektor perikanan Usia suami

Pendapatan suami non perikanan

Dummy bantuan modal R2 Fhit -0,054 0,003 0,003 -0,222 -0,145 0,37 9,458 -0,038 5,834 0,144 -1,617 -0,280 0,970 0,000 0,886 0,111 0,780 0,000

Tabel10. Hasil Pendugaan Persamaan Pendapatan Suami Sektor Non Perikanan (pada α = 5 persen) Variabel Nilai Dugaan t-hitung Signifikansi

Konstanta

Curahan kerja suami sektor non perikanan Jumlah anak sekolah

Usia Suami

Pendapatan suami sektor perikanan R2 Fhit 1,668 0,002 -0,028 -0,018 -0,122 0,574 21,863 1,533 8,312 -0,219 -1,028 -0,871 0,130 0,000 0,828 0,308 0,387 0,000

Dummy bantuan modal dan usia suami ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan suami sektor perikanan, hal ini karena sebagai kepala rumah tangga suami berkewajiban memberi nafkah kepada keluarga sehingga usia dan bantuan modal tidak membuat suami menganggur di rumah. Sedangkan pendapatan suami non perikanan berpengaruh negatif artinya apabila ada tambahan pendapatan suami sektor non perikanan maka suami tidak melaut atau mengurangi kegiatan di sektor perikanan.

6. Pendapatan Suami Sektor Non Perikanan

Pendapatan suami sektor non perikanan merupakan fungsi dari curahan kerja suami sektor non perikanan (CSNP), jumlah anak sekolah (JAS), usia suami (USS), dan

pendapatan suami sektor non perikanan (PSNP). Pada Tabel 10 persamaan dugaan parameter pendapatan suami sektor non perikanan menunjukkan nilai koefisien determinasi sebesar 0,574. Ini menunjukkan bahwa 57,4 persen keragaman dari penerimaan suami sektor non perikanan dapat dijelaskan oleh curahan kerja suami sektor non perikanan, jumlah anak sekolah, usia suami, pendapatan suami sektor perikanan.

Curahan kerja suami sektor non perikanan memiliki tanda positif dan sangat berpengaruh, yang berarti bahwa semakin meningkat curahan kerja suami sektor non perikanan maka semakin meningkat pula pendapatannya di sektor non perikanan, karena tambahan jam waktu kerja akan

(8)

Lindawati: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peluang Berusaha... memberikan hasil pendapatan yang tinggi di

sektor non perikanan.

7. Keterkaitan dengan Pengembangan Wilayah

Pemerintah sebagai fasilitator dalam pembangunan ekonomi rakyat seyogyanya melihat potensi daripada istri nelayan yang berpeluang dalam mengolah ikan. Dari hasil penelitian mengolah ikan asin memberikan kontribusi terbesar dalam pendapatan istri usaha perikanan, kemudian setelah itu berdagang ikan asin dan dagang ikan segar.

Melihat besarnya kontribusi pendapatan istri terhadap rumah tangga dalam usaha mengolah ikan maka hal ini sebaiknya menjadi perhatian besar pemerintah untuk membuat kebijakan yang berhubungan langsung dalam perekonomian masyarakat nelayan. Perencanaan-perencanaan yang dibuat hendaknya menyentuh langsung aspek ekonomi istri nelayan. Penyaluran modal yang disertai pembinaan, pelatihan, dan evaluasi hasil sebaiknya dilakukan pemerintah bersama-sama dengan rakyat. Sehingga kegiatan ekonomi yang hendak dilaksanakan oleh masyarakat (bottom-up policy) bertemu dengan program pemerintah (top-down policy). Hal ini merupakan wujud dari bentuk dan proses “pemberdayaan masyarakat” karena masyarakat sendirilah yang menggali potensi dirinya kemudian mengusulkan, mengelola program pemerintah dan mengevaluasi hasilnya. Peranan pemerintah dalam hal ini ikut melakukan pengawasan dan pembinaan agar program berjalan sesuai dengan jalurnya.

Kegiatan istri nelayan dalam mengolah ikan pada akhirnya dapat membantu mendukung pembangunan ekonomi regional, pemerataan pembangunan, pemberdayaan masyarakat pantai, dan mengurangi kemiskinan di lokasi pantai. Secara keseluruhan kegiatan istri nelayan dalam mengolah ikan membantu pengembangan wilayah di Kecamatan Medan Belawan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pada umumnya istri nelayan bekerja di sektor perikanan dengan tingkat persentase sebesar 62,86 persen, dan sebagian besar mereka adalah buruh usaha perikanan

dengan persentase sebesar 40 persen. Dari semua kegiatan produktif yang dilakukan istri nelayan, secara ekonomi usaha mengolah ikan mempunyai keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan usaha lain yang layak untuk dikembangkan dan diberdayakan.

2. Kontribusi curahan kerja dalam rumah dari tangga sektor perikanan terbesar oleh suami, sedangkan untuk sektor perikanan non perikanan curahan kerja istri lebih besar dibandingkan dengan suami dan anggota keluarga lain. Pendapatan suami dan pendapatan istri hampir berimbang di sektor perikanan, sedangkan pendapatan istri lebih besar dari suami di sektor non perikanan.

3. Peluang usaha istri nelayan untuk mengolah ikan secara signifikan hanya dipengaruhi oleh pendapatan istri sektor perikanan. Peluang istri nelayan untuk mengolah ikan untuk istri bekerja pada sektor perikanan adalah 2,092 kali daripada yang lain sedangkan probabilitas istri nelayan yang bekerja di sektor perikanan untuk mengolah ikan adalah 68 persen.

4. Hasil pendugaan model ekonometrika rumah tangga istri nelayan pekerja menunjukkan bahwa curahan kerja istri non perikanan dan pendapatan suami berpengaruh signifikan terhadap curahan kerja istri usaha perikanan. Sedangkan curahan kerja istri usaha perikanan, pendapatan suami dan pendapatan istri non perikanan berpengaruh secara signifikan terhadap curahan kerja istri non perikanan.

5. Pendapatan istri usaha perikanan secara signifikan dipengaruhi oleh curahan istri usaha perikanan, upah istri sektor perikanan dan biaya usaha perikanan. Pendapatan istri sektor non perikanan dipengaruhi secara signifikan oleh curahan kerja istri non perikanan dan biaya usaha non perikanan.

6. Pendapatan suami usaha perikanan dipengaruhi secara signifikan oleh curahan kerja suami usaha perikanan sedangkan pendapatan suami sektor non perikanan dipengaruhi secara signifikan oleh curahan kerja suami non perikanan.

(9)

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007

SARAN

Untuk mengurangi tingkat kemiskinan dalam masyarakat nelayan dan meningkatkan peranan produktif istri nelayan, maka perlu dilakukan upaya:

1. Kegiatan di luar sektor perikanan seperti menjahit dan membuat kue agar dibina lewat kegiatan pelatihan dan pendidikan. Hal ini untuk meningkatkan mutu dan produktivitas usaha yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan.

2. Sebaiknya pemerintah melakukan pengawasan yang ketat dalam rangka pemberian dana bantuan, karena pembagian bantuan tidak sampai kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan tapi hanya sampai pada lingkaran orang-orang yang menyalurkan bantuan.

3. Pada penelitian lanjutan disarankan untuk meneliti curahan kerja anak, pendapatan anak dan pengeluaran rumah tangga secara keseluruhan dari rumah tangga nelayan untuk mendapatkan analisis yang lebih lengkap.

DAFTAR RUJUKAN

Elinur, 2005. Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Industri Produk Jadi Rotan di Kota Pekan Baru. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. http://www.damandiri.or.id/detail.php? id=283

Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika Dasar. Terjemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Nachrowi, Jalal dan Hardius Usman, 2005. Penggunaan Teknik Ekonometrika. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hutajulu, A.T. 1985. Peranan Wanita dalam Rumahtangga dan Masyarakat di Desa Wonosari, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Proyek Penelitian "Peranan Wanita pedesaan Dalam Pembangunan" Oleh Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian IPB, Kerjasama Dengan Universitas Sumatera Utara, Medan.

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Metode Kuantitatif. Penerbit AMP YKPN, Yogyakarta. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics:

An Introductory Exposition of Econometric Methods. Second Edition. Harper And Row Publishers. Inc., New York.

Miftachuddin, 2003. Peluang Pengembangan Usaha dan Keragaan Ekonomi Rumah Tangga Istri Nelayan Pekerja di Kabupaten Aceh Besar. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Pindyck, R. and D. Rubinfield. 1991. Econometric Models and Economic Forecast. 3 rd Edition. Mc Graw Hill International Edition. Singapore. Rochaeni, Siti dan Erna M. lokollo. 2005.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Ekonomi Rumah Tangga. Jurnal Agro Ekonomi.

Sajogyo dan Mukhtar Sarman. 2000. Masalah Penangulangan Kemiskinan. Puspa Swara, Jakarta.

Santoso, Singgih. 2005. SPSS Statistik Parametrik. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Todaro, M. 1988. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Terjemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta.

(10)

PEMANFAATAN KEBERADAAN BANGUNAN BERSEJARAH

DALAM MENDUKUNG AKTIVITAS PENGEMBANGAN

WILAYAH DI KOTA MEDAN (STUDI KASUS: KAWASAN

KESAWAN DAN LAPANGAN MERDEKA)

Yuanita F.D. Sidabutar

Alumnus PWD/PWK SPs USU

Abstract: Kesawan and Lapangan Merdeka areas are regarded of existence as representing the historical buildings in Medan City, with potentials from architectural point of view of the buildings and it is in this new area that new activity can emerge to re-live the atmosphere of environment and surroundings such as activities of business, facilities of entertainment, and tourism for community called “Kesawan Square and Merdeka Walk”.

The results of the research indicate that (1) utilization of historical building existence in “Kesawan Square” and “Merdeka Walk” serves as “Open Museum” for peoples who want to improve their knowledges about inherited historical buildings in Medan city and to have sale worth from visualization perspective in introducing the architectural development historic values of the buildings, (2) the rapid development of building in “Kesawan Square” and “Merdeka Walk” rewuires the presence of preservation attempt either real preservation or conservation, thus it can be made as commercial asset for tourism activities, (3) labor, number of trade types, number of visitor, and service of visitors have significant effect in increasing the income of traders in “Kesawan Square” and “Merdeka Walk”, (4) Recently Kesawan Square and Merdeka Walk can be made as alternative to increase the native regional income through several collections, retribution gained because of this area is made as one of culinary centers in Medan City.

Keywords: historical buildings, labors, number of trade, number of visitors, visitor service

PENDAHULUAN

Kota Medan saat ini telah mengalami kemajuan dan pembangunan yang sangat pesat. Sebagai pusat pemerintahan daerah Sumatera Utara, Medan tumbuh menjadi Kota Metropolitan dengan berpenduduk kurang lebih 2,5 juta jiwa. Sekarang Medan adalah kota ketiga terbesar di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Medan sangat dinamis dan selalu berbenah diri dalam menghiasi wajah kotanya. Selain bangunan-bangunan baru seperti perkantoran dan pusat perbelanjaan, keistimewaan yang dimiliki Kota Medan menghidupkan aktivitas suasana kawasan bangunan bersejarah dan ruang terbuka (open space) yaitu Jalan Ahmad Yani (Kesawan) dan Jalan Balai Kota (Lapangan Merdeka).

Bagi daerah perkotaan, pelestarian sejarah dapat diperhatikan dari dua kondisi. Kondisi pertama, adalah lokasi atau bangunan

bersejarah. Kondisi kedua, adalah kawasan bersejarah yang mengandung sekumpulan bangunan indah, baik merupakan suatu kawasan yang diperindah dengan tanaman dan mempunyai arti sejarah suatu tempat di mana peristiwa bersejarah pernah terjadi. Nilai sejarah lainnya yang dilestarikan bisa juga berupa suatu contoh yang baik dari gaya arsitektur dalam komposisi komersial. Kawasan bersejarah harus mempunyai suatu karakter yang berbeda dan cukup berharga untuk dilestarikan (Gallion dan Eisner,1997).

Lokasi kawasan Kesawan adalah awal perkembangan Kota Medan modern yang mulai berdiri pada akhir abad XVI dan berkembang pada awal tahun 1800-an. Fungsi yang mendominasi dari kawasan ini adalah gabungan antara fungsi hunian (ruko) dan fungsi komersial (perbelanjaan/retail) dan perkantoran. Pada saat ini kawasan Kesawan sedang mengalami perubahan

(11)

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007 akibat adanya penggunaan fungsi bisnis yang

sebagian terpusat di Jalan Ahmad Yani (Kesawan) dan Jalan Balai Kota (Lapangan Merdeka) sehingga di masa akan datang menjadi daerah yang makin berkembang.

Keadaan Kesawan pada siang hari disibukkan oleh aktivitas perkantoran, jasa dan komersial akan tetapi kegiatan rekreasi dan hiburan serta beberapa fasilitas yang mendukung tetap ada dari sore sampai malam harinya. Aktivitas malam hari ini disebut dengan “Kesawan Square”. Kesawan Square sejak diresmikan pada 15 Januari 2003, mulai pukul 18.00 WIB sampai 05.00 WIB kawasan yang terletak di sepanjang Jalan Ahmad Yani tertutup untuk lalu lintas kendaraan. Kesawan Square tempat rekreasi malam yang lengkap dengan pilihan wisata kuliner, pusat cinderamata dan berbagai atraksi kesenian daerah.

Ruang terbuka publik merupakan bagian dari pembangunan wilayah di perkotaan yang sangat penting untuk diperhatikan. Koridor “Kesawan Square” (Jalan Ahmad Yani) dan “Merdeka Walk” (Lapangan Merdeka) merupakan wilayah yang memiliki nilai historis yang tinggi, baik dari bangunan maupun lingkungannya sendiri. Perkembangan pembangunan yang pesat menuntut adanya suatu pelestarian baik preservasi maupun konservasi, sehingga hal ini dapat dijadikan suatu aset komersial bagi kegiatan wisata.

Pemerintah Kota Medan justru sekarang telah membuat berbagai aktivitas dalam pelestarian di kawasan Kesawan dan Lapangan Merdeka ini memperkuat bahwa bangunan bersejarah itu memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai citra kota. Aktivitas tersebut lebih condong kepada bisnis, yang bisa membantu pemerintah dalam penanggulangan pengangguran. Menurut Benny Iskandar, ST, MT, Kepala Seksi Tata Ruang di Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan, Pemerintah Kota Medan bekerjasama dengan pihak swasta dalam mengelola ”Kesawan Square” dan ”Merdeka Walk”. Pihak swasta tersebut antara lain Star Production mengelola Kesawan Square dan PT.Multiarta mengelola Merdeka Walk kemudian adanya perjanjian yang dikenal dengan BOT (Build Operate Transfer). Perjanjian ini diberi selama 20

tahun, setelah habis masanya bisa diganti total ataupun dapat diperpanjang. Walikota Medan pada tahun 2000 mengeluarkan Surat Keputusan Walikota Medan dalam penyempurnaan Perda No. 6 Tahun 1988 mengenai pelestarian bangunan bersejarah dan lingkungan yang bernilai sejarah arsitektur kepurbakalaan serta penghijauan dalam daerah Kota Medan, ini menunjukkan bahwa kepedulian pemerintah dalam konsep pelestarian sangatlah tinggi. Khususnya perhatian pemerintah untuk kawasan Kesawan dan Lapangan Merdeka yang memiliki karakteristik tersendiri.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik kawasan Kesawan dan kawasan Lapangan Merdeka dalam pemanfaatan/pelestarian bangunan bersejarah sehingga keberadaan-nya berpotensi terhadap aktivitas bisnis di “Kesawan Square” dan “ Merdeka Walk” serta untuk mengkaji sejauhmana faktor tenaga kerja, jumlah jenis dagangan, jumlah pengunjung dan pelayanan pengunjung berpengaruh terhadap pendapatan pedagang di ”Kesawan Square dan Merdeka Walk”. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda.

HASIL

Stadia Perkembangan Kesawan dan Lapangan Merdeka

1. Stadia tahun 1590 – 1837

Pada stadia ini, keadaan kawasan Kesawan terdapat masih berupa areal sawah dan kedai berderet. Dan di sekitar areal tersebut juga masih merupakan hutan. Bangunan umum pertama adalah Mesjid Bengkok yang terdapat di Jalan Mesjid sekarang.

2. Stadia tahun 1838 – 1887

Pada stadia ini jalan setapak telah diperkeras dengan batu–batu dan rumah kedai semakin permanen tetapi masih memakai papan, di daerah Jalan Pemuda telah berdiri rumah–rumah tinggal. Pada 1880 inilah, Esplanade (Lapangan Merdeka) terbentuk. Dan Gereja yang pertama di bangun adalah Gereja Katedral yang dibangun pada tahun 1879 untuk keperluan ibadah umat Kristiani. Kemudian pada tahun

(12)

Yuanita F.D. Sidabutar: Pemanfaatan Keberadaan Bangunan Bersejarah... 1883 dibukalah jalur kereta api untuk jurusan

Belawan–Medan–Deli Tua–Binjai.

3. Stadia tahun 1888 – 1912

Pada stadia ini, perkembangan yang cukup drastis terjadi di kawasan Kesawan dengan tersedianya kelengkapan fasilitas kota. Perubahan yang cukup drastis tersebut adalah jalan–jalan telah dibuka dan jalur kereta api telah ditambah oleh Belanda. Areal hutan telah berubah menjadi perkampungan seperti Perkampungan Dalam dan Kampung Sawahan.

4. Stadia tahun 1913 – 1937

Pada stadia ini, kawasan Kesawan telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Ditandai dengan munculnya berbagai macam-macam bentuk bangunan, yang berfungsi baru seperti bangunan tinggal sekaligus usaha (ruko), bangunan pemerintahan, perdagangan dan pusat–pusat hiburan.

5. Stadia tahun 1938 – 1962

Pada stadia ini, terjadi peristiwa penting dalam sejarah bangsa Indonesia yaitu kemerdekaan Indonesia yaitu tahun 1945. Kejadian ini juga mempengaruhi Kesawan, ditandai sebagai babak baru bagi arsitektur yang pada waktu itu didominasi arsitek Belanda. Terjadi perkembangan

teknologi dan ekonomi pada era modern. Bangunan-bangunan tersebut didirikan dengan fungsi yang beranekaragam.

6. Stadia tahun 1963 – 1995

Pada stadia ini, perkembangan Kesawan mulai ditandai dengan didirikannya bangunan yang relatif lebih tinggi, fasilitas yang dibutuhkan pada pusat kota semakin lengkap. Dengan didirikannya berbagai macam fungsi bangunan baik kantor–kantor pemerintahan swasta, dan hiburan. Ruang dan karakter arsitektur kawasan mulai terpelihara.

7. Stadia tahun 1996 – 2004

Pada stadia ini, perkembangan Kesawan ditandai dengan mulai didirikannya bangunan ruko sampai 5 lantai yang tidak mengikuti struktur tempat yang telah terbentuk dan merusak citra kawasan. Sekarang ini, bangunan tersebut ada difungsikan sebagai ruko dan sarang walet. Dan beberapa bangunan lama tersebut ada yang dirubuhkan dengan alasan keadaan interior bangunan yang sudah lembab serta bangunan tidak berbentuk konsep arsitektur modern sehingga dianggap ketinggalan zaman. Air dan pemasangan keramik pada arcade.

KESAWAN

LAPANGAN MERDEKA MESJID

BENGKOK

Sumber: Badan Warisan Sumatera (BWS) Medan.

(13)

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007

Sumber: Pemerintah Kota Medan, Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan, Foto Udara Kota Medan.

Gambar 2. Foto Udara Kawasan Kesawan dan Lapangan Merdeka pada Tahun 2007

Pada tahun 2002–sekarang ini, pada malam hari Kesawan dialih fungsikan sebagai pusat jajanan malam. Sehingga terdapat aktivitas yang menonjol pada malam hari. Aktivitas baru ini ditandai dengan didirikannya dua gerbang raksasa yang menandai secara tegas batas Kesawan. Terjadi penataan ulang dan penambahan lampu jalan, aksesoris, instalasi.

8. Stadia tahun 2005–2007 (sekarang)

Pada tahun 2005–sekarang keadaan Lapangan Merdeka lebih ramai dan semarak dengan kegiatan rekreasi keluarga dan wisata kuliner yang disebut Merdeka Walk. Didukung pula dengan penataan landscape dan penerangan lampu jalan yang indah serta salah satu counter makanan siap saji buka 24 jam. Ini dapat mengubah pandangan masyarakat karena image masyarakat sebelum adanya Merdeka Walk merasa tidak nyaman (rawan terhadap kejahatan dan tindakan asusila) mengenai aktivitas di sekitar Lapangan Merdeka.

PEMBAHASAN 1. Identitas Responden

Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut, ada baiknya jika dipaparkan terlebih dahulu mengenai identitas responden dalam penelitian ini. Hal ini dipandang perlu karena setiap jawaban atau tanggapan yang diberikan oleh responden akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang responden yang bersangkutan, seperti: umur, pendidikan dan pekerjaan.

Jenjang pendidikan responden terdiri dari lima tingkatan, tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA, tamat dari akademi (baik pada jenjang diploma tiga maupun diploma satu dan tamat dari perguruan tinggi (baik pada jenjang strata dua maupun strata satu). Dari 80 responden yang diteliti, sebanyak 3 (3,75%) responden berpendidikan SD, 4 (5%) responden berpendidikan SLTP, 49 (61,25%) responden berpendidikan SLTA, 7 (8,75%) berpendidikan diploma, dan 17 (21,25%) berpendidikan sarjana.

(14)

Yuanita F.D. Sidabutar: Pemanfaatan Keberadaan Bangunan Bersejarah... Pekerjaan responden pada umumnya

adalah pengusaha (6 orang dari responden pengunjung dan 40 orang dari responden pengusaha di Kesawan Square dan Merdeka Walk) dengan perincian sebagai berikut: dari 80 responden dalam penelitian ini sebanyak 46 (57,7%) adalah pengusaha, 13 (16,25%) pekerjaan sebagai karyawan swasta, 12 (15%) pekerjaan adalah sebagai pedagang, 4 (5%) pekerjaannya sebagai dosen, 3 (3,75%) pekerjaan sebagai pegawai negri sipil, 1 (1,25%) pekerjaan sebagai guru private dan 1 (1,25%) masih sebagai mahasiswa.

2. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapatan Pedagang di “Kesawan Square” dan “Merdeka Walk”

Pada subbab ini dibahas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan pendapatan pedagang di “Kesawan Square” dan “Merdeka Walk”. Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan pedagang di “Kesawan Square” dan “Merdeka Walk” adalah jumlah tenaga kerja, jumlah jenis dagangan, jumlah pengunjung dan pelayanan pengunjung yang memuaskan.

Jumlah Tenaga Kerja

Yang dimaksud dengan jumlah tenaga kerja adalah jumlah total keseluruhan orang yang bekerja di gerai makanan. Dan jumlah responden merupakan para pengusaha gerai makanan/pemilik yang menggaji/upah tenaga kerja tersebut.

Mengenai tenaga kerja yang digunakan responden, terdiri dari satu hingga tujuh belas orang. Responden yang menggunakan tenaga kerja satu orang, delapan orang dan tujuh belas orang, masing-masing terdapat 5 persen. Responden yang menggunakan tenaga kerja dua orang dan enam orang sama-sama terdapat 10 persen. Yang menggunakan tenaga kerja tiga orang terdapat 25 persen, menggunakan tenaga kerja empat orang terdapat 7,5 persen sedangkan menggunakan tenaga kerja lima orang terdapat 22,5 persen. Selebihnya yang menggunakan tenaga kerja tujuh orang, dua belas orang, tiga belas orang dan empat belas dengan masing-masing terdapat 2,5 persen.

Jumlah Jenis Dagangan

Jenis dagangan yang disajikan responden sangat bervariasi, seperti makanan berupa hidangan porsi berat: nasi, ikan panggang, ayam goreng, pizza, dan lain-lainnya. Hidangan porsi ringan: kentang goreng, dim sum, sate vegatarian, dan lain-lainnya, serta juga makanan ringan: roti, kue, dan krupuk. Selain makanan responden juga menyajikan minuman yang variasi dalam rasanya.

Dari jumlah jenis dagangan yang didagangkan responden, minimal berjumlah sepuluh macam (item) dan maksimal berjumlah empat puluh lima macam. Responden yang memiliki jumlah jenis dagangan antara 10 hingga 15 macam berjumlah 35 persen. Responden yang menjual dagangan antara 16 hingga 20 macam berjumlah 27,5 persen. Sedangkan responden yang memiliki jenis dagangan antara 21 hingga 25 macam dan 31 hingga 35 macam masing-masing sama 10 persen. Responden yang memiliki 26 hingga 30 jenis dagangan serta yang memiliki 36 hingga 40 macam masing-masing berjumlah 7,5 persen. Dan responden yang memiliki jenis dagangan yang terbanyak 41 hingga 45 macam berjumlah 2,5 persen.

Jumlah Pengunjung

Jumlah pengunjung yang datang setiap hari untuk makan di gerai makanan responden paling sedikit terdapat sepuluh pengunjung dan pengunjung yang setiap hari paling banyak adalah lima puluh pengunjung.

Responden yang menjawab banyaknya pengunjung yang datang untuk datang dan makan di gerai responden antara 10 hingga 20 orang per hari terdapat 62,5 persen. Yang menjawab 21 hingga 30 orang per hari terdapat 17,5 persen sementara responden yang mengatakan 41 hingga 50 orang per hari terdapat 12,5 persen. Dan responden yang mengatakan banyaknya pengunjung yang datang antara 31 hingga 40 orang per hari.

Pelayanan Pengunjung

Pelayanan yang diberikan oleh pihak pedagang “Kesawan Square” dan “Merdeka Walk” kepada pengunjung juga dapat mempengaruhi minat pengunjung datang kembali lagi untuk berkreasi bersama

(15)

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007 keluarga dan menikmati wisata kuliner serta

suasana sekitarnya.

Pelayanan yang diberikan pihak pedagang “Kesawan Square” dan “Merdeka Walk” kepada responden/pengunjung dengan tanggapan responden yang menjawab baik (ramah/komunikatif) sebanyak 52,5 persen dan responden/pengunjung yang menjawab pelayanan yang tidak baik (tidak ramah /tidak komunikatif) sebanyak 47,5 persen. Dengan demikian pelayan yang baik (ramah/komunikatif) dapat mempengaruhi minat pengunjung datang kembali lagi untuk berkreasi bersama keluarga dan menikmati wisata kuliner serta suasana sekitar “Kesawan Square” dan “Merdeka Walk”.

3. Pengujian Hipotesis

Setelah menguraikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan pedagang di “Kesawan Square” dan “Merdeka Walk”, maka selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis yang mengatakan “faktor-faktor jumlah tenaga kerja, jumlah jenis dagangan, jumlah pengunjung dan pelayanan pengunjung berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang di “Kesawan Square” dan “Merdeka Walk”.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan analisis regresi berganda, menunjukkan bahwa koefisien determinasi (Adjusted R²) untuk model ini meyakinkan yakni sebesar 0,853 (hasil setelah di log). Artinya, terdapat 85,3 persen faktor pendapatan mampu dijelaskan oleh variasi himpunan variabel independen (yaitu tenaga kerja, jenis dagangan, jumlah pengunjung dan pelayanan pengunjung). Sedangkan sisanya (100%-85,3% = 14,7%) dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi penilaian ini.

Tabel 1 memperlihatkan bahwa nilai F hitung signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen, dan t-hitung untuk variabel tenaga kerja, jenis dagangan, jumlah pengunjung dan pelayanan pengunjung juga berpengaruh signifikan. Hal ini memberikan gambaran bahwa model yang digunakan dalam analisis ini cukup baik untuk mengestimasi parameter variabel yang diikutsertakan dalam model. Untuk melihat signifikan koefisien regresi terhadap setiap variabel bebas dilakukan uji t. Dengan ketentuan : Ho = 0 ; H1 ≠ 0, jika t- hitung < t- Tabel maka Ho diterima, sebaliknya jika t-hitung > t-Tabel maka Ho ditolak.

Tabel 1. Rangkuman Hasil Analisis Regresi Berganda Antara Tenaga Kerja,Jenis Dagangan, Jumlah Pengunjung, dan Pelayanan Pengunjung dengan Pendapatan Pedagang Variabel Koef. Regresi Stand. Error t-hitung Signifikan

Intercept 6,060 0,083 Tenaga Kerja (X1) 0,516 0,052 9,923 0,000 Jenis Dagangan (X2) 0,123 0,048 2,562 0,015 Jumlah Pengunjung (X3) 0,338 0,052 6,540 0,000 Pelayanan Pengunjung (X4) 0,053 0,019 2,836 0,008 N = 40 R² = 0,853 F hit = 50,906

(16)

Yuanita F.D. Sidabutar: Pemanfaatan Keberadaan Bangunan Bersejarah... Secara parsial, pengaruh dari variabel

tenaga kerja, jenis dagangan, jumlah pengunjung dan pelayanan pengunjung dapat diinterpretasikan sebagai berkut:

1. Tenaga Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan pada derajat satu persen dengan koefisien sebesar 0,516. Hal ini memberikan pengertian bahwa penambahan satu orang tenaga kerja akan menaikkan pendapatan sebesar 0,516 persen. Dengan taraf signifikan pada derajat kepercayaan 5 persen, maka variabel tenaga kerja menunjukkan signifikansi hitung (9,923) lebih besar daripada t-tabel (1,994).

2. Jumlah Jenis Dagangan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jumlah jenis dagangan berpengaruh positif dan signifikan pada derajat satu persen dengan koefisien sebesar 0,123. Hal ini memberikan pengertian bahwa penambahan satu jenis dagangan akan menaikkan pendapatan sebesar 0,123 persen. Dengan taraf signifikan pada derajat kepercayaan 5 persen, maka variabel jumlah jenis dagangan menunjukkan signifikansi hitung (2,562) lebih besar daripada t-tabel (1,994).

3. Jumlah Pengunjung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jumlah pengunjung berpengaruh positif dan signifikan pada derajat satu persen dengan koefisien sebesar 0,338. Hal ini memberikan pengertian bahwa penambahan satu orang jumlah pengunjung akan menaikkan pendapatan sebesar 0,338 persen. Dengan taraf signifikan pada derajat kepercayaan 5 persen, maka variabel jumlah pengunjung menunjukkan signifikansi t-hitung (6,540) lebih besar daripada t-Tabel (1,994).

4. Pelayanan Pengunjung

Untuk variabel pelayanan pengunjung digunakan variabel dummy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pelayanan pengunjung berpengaruh secara positif dan signifikan pada derajat satu persen dengan koefisien sebesar 0,053. Hal ini memberikan pengertian bahwa ada perbedaan yang nyata antara pendapatan pengusaha dengan cara memberikan

pelayanan yang baik dengan yang tidak baik. Dengan taraf signifikan pada derajat kepercayaan 5 persen, maka variabel pelayanan pengunjung menunjukkan signifikansi t-hitung (2,836) lebih besar daripada t-Tabel (1,994).

Angka F hitung sebesar 50,906 pada taraf signifikan pada derajat kepercayaan 5 persen, karena probabilitasnya menunjukkan angka 0,000 yang jauh lebih kecil dari pada 0,05, maka model regresi ini dapat dipakai untuk memprediksikan pendapatan pedagang di “Kesawan Square” dan “Merdeka Walk”. Dengan kata lain bahwa tenaga kerja, jumlah jenis dagangan, jumlah pengunjung dan pelayanan pengunjung secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan pedagang.

Dengan melakukan perbandingan

antara F hitung dengan F Tabel juga menunjukkan bahwa keempat variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. F hitung sebesar 50,906; sedangkan F Tabel adalah sebesar 2,80 dengan tingkat signifikansi pada derajat kepercayaan 5 persen, karena F hitung lebih besar dari pada F Tabel, maka Ho ditolak, berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara tenaga kerja, jumlah jenis dagangan, jumlah pengunjung dan pelayanan pengunjung dengan pendapatan pedagang di “Kesawan Square” dan “Merdeka Walk”.

Dengan demikian baik diuji secara serentak maupun secara parsial, keempat variabel bebas (tenaga kerja, jenis dagangan, jumlah pengunjung dan pelayanan pengunjung) berpengaruh secara positif dan signifikan mempengaruhi terhadap pendapatan pedagang di “Kesawan Square” dan “Merdeka Walk”.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan:

1. Ditinjau dari aktivitas bisnis di “Kesawan Square” dan “Merdeka Walk” yang diuji secara parsial maupun serempak, keempat variabel bebas, yaitu: variabel tenaga kerja (X1), variabel jumlah jenis dagangan (X2), variabel jumlah pengunjung (X3), dan variabel pelayanan pengunjung (X4) berpengaruh

(17)

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007 secara signifikan dalam meningkatkan

pendapatan pedagang di “Kesawan Square” dan “Merdeka Walk” dengan taraf kepercayaan 95%.

2. Oleh karena itu, konsep pelestarian karakteristik kawasan Kesawan dan Lapangan Merdeka dengan aktivitas bisnis di “Kesawan Square” dan “Merdeka Walk” kiranya seimbang dan saling berpengaruh positif sehingga aset nasional dalam bentuk bangunan bersejarah penting dirawat bahkan dapat dijadikan salah satu unggulan sektor pariwisata di Sumatera Utara, terutama di Kota Medan.

SARAN

1. Untuk ke depannya diharapkan pemerintah dapat menjalin kerja sama dengan pemilik bangunan agar tidak merubah bangunan lama/bersejarah dimaksud sehingga menjadi semacam “Museum Terbuka” bagi menambah ilmu masyarakat khususnya di dunia pendidikan arsitektur.

2. Kepada pemilik bangunan agar lebih siap menerima bahwa bangunan atas kepemilikan pribadi itu sudah menjadi bentuk dan konsumsi masyarakat dalam mengamati suatu sejarah perkembangan kota. Selain itu sebagai wujud nyata yang masih tertinggal dalam perkembangan arsitektur kota khususnya “kawasan Kesawan” dan “kawasan Lapangan Merdeka” Medan.

3. Kepada penelitian yang berminat melanjutkan penelitian ini kiranya dapat mendalami faktor-faktor yang masih memungkinkan untuk dikaji. Supaya konsep pelestarian bangunan dan suatu kawasan bersejarah/lama dapat digunakan sebagai aset nasional dan mendatangkan keuntungan bagi negara maupun pemerintah Kota Medan.

DAFTAR RUJUKAN

Aldwin, Surya. 2006. Perubahan Sosial Masyarakat Kota Metropolitan, Medan: Kopertis Wilayah I NAD-Sumut.

Adisti Maritadinda Adamar. 2005. Perancangan Ruang Terbuka Publik Lama Kesawan, Medan. Jakarta: Tugas Akhir Universitas Trisakti.

Badan Pusat Statistik Kota Medan. 2006. Kecamatan Medan Barat Dalam Angka, Medan.

Bachtiar Hassan Miraza. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah,. Bandung: ISEI Bandung.

Datter, Richard, FAIA. 1995. Civil Architecture, The New Public Infrastructure.

Eko Budihardjo. 1992. Arsitektur dan Kota di Indonesia, Bandung: Alumni.

Gothfried, Herbert, dan Jan Jenning. 1988. American Vernaculer Design 1870-1940, Iowa State University Press. Hasti Tarekat. 2002. ”Efektifitas Peraturan

Daerah No. 6 Tahun 1988 Tentang Perlindungan Bangunan Bersejarah Dalam Upaya Pelestarian Bangunan Bersejarah di Kota Medan”. Medan: Tesis Magister PWK-USU.

Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940, Yogyakarta. Andi Offset.

Ismail Seraggeldin. 1999. Very Spesial Places: The Architecture and Ecomomics of Intervening in Historis Cities.

Washingthon, D.C The Worls Bank. Lubis, Hendra. 1990. Arahan Kebijaksanaan

Pelestarian di Kawasan Jakarta Kota, Bandung: Tugas Akhir Jurusan Teknik Planologi ITB.

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan No. 6 Tahun 1988 tentang Pelestarian Bangunan dan Lingkungan yang Bernilai Sejarah Arsitektur Kepurbakalaan Serta Penghijauan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan.

Purbayu Budi Santosa dan Ashari, 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS, Yogyakarta. Andi Offset.

(18)

Yuanita F.D. Sidabutar: Pemanfaatan Keberadaan Bangunan Bersejarah... Rustam Hakim. 2006. Unsur Perancangan

dalam Arsitektur Landsekap, Jakarta. Bumi Aksara.

Rypkema, Donovan. The Economics of Heritage Conservation, A paper Presented at ”Capacity Building Training in Heritage Consevation”. Bangka and Palembang 3- 9 July 2005. Seminar Arsitektur angkatan IX. 1995.

Deskripsi Warisan Arsitektural Kota Medan, Medan. Universitas Katholik ST. Thomas, SU.

Sinaga, Rumandap dkk. 1995. Deskripsi Warisan Arsitektural Kota Medan, Medan Seminar Arsitektur Angkatan XI Semester IX T.A 1994/1995.

Sinulingga, Budi D. 1999. Pembangunan Kota, Tinjauan Regional dan Lokal, Jakarta. Sinar Harapan.

Sibarani, J.P. Martin. 2002. ”Pengendalian Kawasan Pelestarian Kota Lama di Kawasan Kesawan, Medan”. Bandung: Tesis Magister Rancang Kota ITB. Tarigan, Robinson. 2005. Perencanaan

Pembangunan Wilayah, Edisi Revisi. Medan. Bumi Aksara.

(19)

PEKERJA SEKTOR INFORMAL DAN PENGEMBANGAN

WILAYAH DI KOTA BINJAI

Tuti Hidayati

Alumnus PWD SPs USU

Abstract: Increasing in population has significant influence on supply of labour, as well as demand of labour. The excess of labour supply will cause informal sector. The study is intended to analyse the influence of labour in informal sector such as; daily work hour, working capital, working experince, education level dan types of business on labour’s income and the influence of informal sector on regional development in Binjai municipality. Descriptive and multiple regression method are used to analyse the data. The age of labour range between 31 to 50 years old while senior high school is dominant education level. The study also shows that working capital, education level, average working hours, work experience dan type of business have positive influence on income. It is also revealed that informal sector has positive impact on regionel development process in Binjai municipality. Keywords: informal sector, regional development

PENDAHULUAN

Pertambahan penduduk yang tinggi di perkotaan telah berdampak pada jumlah penawaran tenaga kerja, jika tidak diimbangi dengan permintaan tenaga kerja akan menambah terjadinya pengangguran. Untuk mempertahankan hidup, mereka akhirnya masuk ke sektor informal.

Berdasarkan data BPS, pada tahun 2004 di Sumatera Utara terdapat pekerja Informal sebesar 63,9 persen sedangkan pada tingkat nasional pekerja sektor informal mencapai 65,8 persen dari total pekerja. Data ini menunjukkan bahwa sektor informal masih mendominasi jumlah tenaga kerja di Sumatera Utara maupun di Indonesia.

Jumlah pekerja informal pada tahun 2005 mencapai 61 juta orang atau 64 persen dari seluruh penduduk yang bekerja. Angka tersebut meningkat dari waktu ke waktu karena penyerapan tenaga kerja di sektor formal tidak signifikan. Jumlah angkatan kerja mencapai tidak kurang dari 105,8 juta orang. Tetapi yang bekerja hanya sekitar 94,9 juta orang. Setiap enam bulan jumlah penganggur baru bertambah sebesar 600.000 orang. Itu berarti bahwa sebagian dari yang bekerja dari tambahan pekerja baru diserap oleh sektor informal. Sektor ini sejak dulu berperan sebagai penyangga, baik pada masa normal maupun pada masa krisis (Rachbini, 2006).

Rachbini juga menyebutkan ciri dari sektor informal adalah upah atau gaji yang

tidak tetap, rendah, serta tidak cukup memadai. Produktivitasnya tidak maksimal karena sektor informal tidak menggunakan teknologi atau peralatan modern. Keterampilan tenaga kerja kurang berkualitas relatif dibandingkan dengan tenaga kerja di sektor formal.

Konsep sektor informal pertama kali diistilahkan oleh Keith Hart pada tahun 1971, seorang antropolog Inggris melalui penelitian di Kota Accra dan Nima, Ghana. Menurut Hart perbedaan kesempatan memperoleh penghasilan antara sektor formal dan informal pada pokoknya didasarkan atas perbedaan antara pendapatan dari gaji dan pendapatan dari usaha sendiri.

Penelitian Charles (1997) menunjukkan bahwa pendapatan beberapa pedagang sektor informal lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja yang tidak terampil dan oleh karena itu tidak mengherankan jika mereka lebih suka bertahan di sektor informal sebagai pedagang dari pada menjadi pekerja yang tidak terampil.

Menurut Hadjisaroso (1994), pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Sedangkan menurut Jayadinata (1992), mengemukakan pengembangan wilayah adalah memajukan atau memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada.

(20)

Tuti Hidayati: Pekerja Sektor Informal dan Pengembangan Wilayah... Berbagai program pembangunan

dilakukan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, di mana pembangunan tersebut harus berlandaskan pada pengertian sebagai pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.

Sasaran pengembangan wilayah harus diterjemahkan dari tujuan pembangunan nasional. Di mana tujuan pembangunan daerah harus konsisten dengan tujuan nasional yang umumnya terdiri atas:

a. Mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang cepat.

b. Menyediakan kesempatan kerja yang cukup.

c. Pemerataan pendapatan.

d. Mengurangi perbedaan antara tingkat pendapatan, kemakmuran, pembangunan serta kemampuan antardaerah.

e. Membangun struktur perekonomian agar tidak berat sebelah (Hadjisaroso, 1994).

Penelitian Idris (2003) studi tentang Pekerja di Bawah Umur Sektor Informal Perkotaan. Hasil studi menunjukkan bahwa umumnya mereka tamat sekolah dasar, sebagian tidak lagi berada di bangku sekolah dan tidak menamatkan pendidikan dasar. Secara umum jumlah jam kerja rata-rata per hari dan status pendidikan memberikan pengaruh yang signifikan.

Hasil penelitian Harsiwi (2003) “Dampak Krisis Ekonomi terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima” menunjukkan bahwa usaha pada umumnya dikelola sendiri cukup dengan satu orang tenaga kerja artinya pedagang kaki lima cenderung tidak tergantung pada bantuan pihak lain. Kemandirian pedagang kaki lima ini sebenarnya salah satu ciri sektor informal perkotaan. Mereka mayoritas berjualan rata-rata jumlah jam kerja 12 jam karena waktu tersebut telah dianggap cukup untuk berusaha di sektor ini. Sebagian besar pedagang kaki lima menggunakan modal sendiri sebagai modal usahanya sehingga dapat dikatakan dalam melakukan usahanya pedagang kaki lima tidak membutuhkan modal yang relatif besar dan tidak perlu meminta bantuan orang/pihak lain. Sebagian besar pedagang kaki lima mendapatkan pendapatan bersih rata-rata yang cukup tinggi yaitu mencapai lebih dari Rp.300.000,-

sehingga dapat dimengerti apabila sebagian besar pedagang kaki lima cukup kerasan bekerja di sektor informal ini.

Berdasarkan uraian di atas penelitian ini bertujuan untuk melihat profil pekerja sektor informal; menganalisis faktor-faktor jam kerja rata-rata per hari, modal kerja, pengalaman usaha, tingkat pendidikan, dan jenis usaha yang mempengaruhi pendapatan pekerja sektor informal; dan menguraikan kaitan sektor informal terhadap pengembangan wilayah di Kota Binjai.

METODE

Penelitian di lakukan di Kecamatan Binjai Kota dan Binjai Utara, dengan menggunakan sumber data primer dari responden dan data sekunder dari instansi terkait.

Populasi penelitian adalah pedagang makanan dan minuman pada malam hari yang berada di Jalan Ahmad Yani dan Jalan Sutomo Binjai. Jumlah sampel 40% dari populasi yaitu sebanyak 44 responden yang dipilih secara sistematik.

Metode Analisis

1. Untuk melihat profil pekerja sektor informal digunakan analisis diskriptif. 2. Untuk melihat pengaruh rata-rata jam

kerja per hari, modal kerja, pengalaman usaha, tingkat pendidikan responden dan jenis usaha terhadap pendapatan digunakan analisis regresi linier berganda.

e X X X X X Y=β0+β1 1+β2 2+β3 3+β4 4+β5 5+ Di mana:

Y : Pendapatan responden (dalam satuan rupiah)

X1 : Rata-rata jam kerja per hari (dalam satuan jam)

X2 : Modal Kerja (dalam satuan rupiah) X3 : Pengalaman usaha (dalam satuan

tahun)

X4 : Pendidikan (variabel dummy: tidak sekolah/tamat SD, SD, SLTP = 0; SLTA, S1= 1)

X5 : Jenis Usaha (variabel dummy: substitusi nasi (makanan berat) = 1; makanan ringan/minuman = 0) 0

β

: Konstanta 1

β

..

β

5 : Koefisien regresi e : Error term

(21)

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007 3. Untuk melihat kaitan pekerja sektor

informal terhadap pengembangan wilayah dilakukan analisis deskriptif.

HASIL

Gambaran Umum Kota Binjai

Kota Binjai secara geografis berada pada 3o31’40”-3o40’2” Lintang Utara dan 98o27’3”-98o32’32” Bujur Timur dan terletak 28 m di atas permukaan laut. Luas wilayah 90,23 km2 yang terdiri dari 5 kecamatan dan 37 kelurahan.

Profil penduduk sering dijadikan indikator dalam pembangunan karena penduduk memegang peranan dalam pembangunan di mana dapat menjadi modal pembangunan dan dapat menjadi beban pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dengan kualitas yang baik dapat menjadi modal pembangunan, namun akan menjadi beban pembangunan bila kualitasnya rendah.

Data kependudukan sangat diperlukan terutama terkait dengan pilar PWD yaitu ekonomi, sosial, lingkungan, dan kelembagaan yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

Penduduk Kota Binjai pada tahun 2005 sebanyak 237.904 jiwa, 52.531 rumah tangga dan kepadatan penduduk 2.637 jiwa/km2. Jika dilihat menurut kelompok umur, penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 65,41 persen. Hal ini memberikan indikasi bahwa penduduk di Kota Binjai

mempunyai modal pembangunan yang sangat besar karena penduduknya didominasi oleh penduduk yang berusia produktif.

Tingkat pendidikan sangat diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah dapat menjadi penghambat dalam pembangunan. Dengan pendidikan akan menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas dan mandiri yang akan mengisi peluang-peluang pembangunan.

Tingkat pendidikan masyarakat Kota Binjai dominan sudah tamat SLTA. Persentase penduduk yang tamat SLTA sebesar 32,88 persen, diikuti oleh tamat SLTP sebesar 23,03 persen, tamat SD sebesar 21,83 persen. Sedangkan tamat D1 sampai S1 sebanyak 5,44 persen, namun masih cukup banyak penduduk Kota Binjai yang tidak tamat SD atau tidak bersekolah yang mencapai 16,83 persen.

Angkatan kerja di Kota Binjai untuk penduduk yang berumur 15 tahun ke atas mencapai 88.271 jiwa dengan penduduk yang bekerja sebanyak 65.577 jiwa dan mencari kerja 22.694 jiwa.

Penduduk Kota Binjai yang berusia 15 tahun ke atas yang bekerja telah didominasi oleh mereka yang berpendidikan SLTA yang mencapai 43,55 persen, diikuti oleh yang berpendidikan SLTP sebanyak 21,27 persen, tamat SD sebesar 18,55 persen.

Tabel 1. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Kepadatan Penduduk, dan Sex Rasio Menurut Kecamatan di Kota Binjai Tahun 2005

Kecamatan (kmLuas 2 ) Rumah Tangga Penduduk

Rata-rata Penduduk per Rumah Tangga (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Sex Rasio (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Binjai Selatan 29,96 9.966 43.920 4 1.466 99,68 2. Binjai Kota 4,12 7.991 35.155 4 8.533 101,66 3. Binjai Timur 21,70 11.668 50.702 4 2.336 100,64 4. Binjai Utara 23,59 14.377 68.841 5 2.918 100,17 5. Binjai Barat 10,86 8.529 39.286 5 3.617 100,34 Total 90,23 52.531 237.904 4 2.637 100,43

(22)

Tuti Hidayati: Pekerja Sektor Informal dan Pengembangan Wilayah... Tabel 2. Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan dan Jenis Kelamin Tahun 2005

Kegiatan Utama Laki-laki Perempuan Total

(1) (2) (3) (4)

Angkatan Kerja 59.657 28.164 88.271

- Bekerja 46.139 19.422 65.577

- Mencari Kerja 13.518 9.192 22.694

Bukan Angkatan Kerja 22.775 52.039 74.814

- Sekolah 7.714 7.858 15.599

- Mengurus Rumah Tangga 955 36.027 36.890

- Lainnya 14.106 8.154 22.325

Sumber: BPS Kota Binjai.

Tabel 3. Profil Pekerja Sektor Informal

Jenis Kelamin Laki-laki

Perempuan 75% 25% Umur (tahun) 21 – 30 31 – 40 41 – 50 50 + 15,91 % 45,45 % 22,73 % 15,91% Status perkawinan Belum Kawin

Kawin Cerai 18,18 % 79,55 % 2,27 % Tingkat Pendidikan SD SLTP SLTA Sarjana 13,64 % 34,09 % 45,45 % 6,82 % Etnis/Suku Padang Jawa Melayu Dll. 45,46 % 18,18 % 11,36 % 25,00 % Status Domisili Pendatang

Asli 13,64 % 86,36 %

Jumlah Tanggungan (orang) 0 1 – 2 3 - 4 5 - 6 7 - 8 15,91 % 13,64 % 45,45 % 18,18 % 6,82 % Pendidikan Bapak Tidak sekolah/Tidak tamat SD

SD SLTP SLTA 18,18 % 47,73 % 11,36 % 22,73 % Pendidikan Ibu Tidak sekolah/Tidak tamat SD

SD SLTP SLTA 13,64 % 68,18 % 6,82 % 11,36 % Pekerjaan Bapak Pertanian

Konstruksi Perdagangan Angkutan Jasa 25,00 % 4,55 % 52,27 % 6,82 % 11,36 %

(23)

WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.3, No.1, Agustus 2007 Lapangan usaha yang dominan di Kota

Binjai dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan dan jasa.

Perkembangan pembangunan yang terjadi di Kota Binjai terlihat dari peningkatan nilai PDRB Kota Binjai dari tahun 2000 hingga tahun 2005. PDRB atas dasar harga berlaku Kota Binjai tahun 2005 mencapai 2,3 trilyun rupiah (1,68 persen dari total PDRB Sumatera Utara sebesar 136,9 trilyun rupiah) sedangkan PDRB atas dasar harga konstan mencapai 1,4 trilyun rupiah. PDRB per kapita sebesar 9.708.101,25 rupiah.

Profil Pekerja Sektor Informal di Kota Binjai

Keterangan mengenai profil atau karakteristik responden mengenai jenis kelamin, umur, status pernikahan, tingkat pendidikan, etnis/suku, jumlah tanggungan, asal penduduk, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan orang tua.

Pekerja sektor informal ternyata sebanyak 33 responden atau 75 persen adalah laki-laki dan 11 responden atau 25 persen perempuan. Umur responden terendah adalah 21 tahun, umur tertinggi responden adalah 65 tahun sedangkan umur rata-rata responden adalah 39,41 tahun. Jika dilihat jumlah responden berdasarkan kelompok umur maka responden terbanyak berada pada kelompok umur 31-40 tahun mencapai 20 responden atau 45,45 persen, diikuti kelompok umur 41–50 tahun sebanyak 10 responden atau 22,73 persen. Sedangkan kelompok umur 21-30 tahun dan 50 tahun ke atas masing-masing 7 responden atau 15,91 persen.

Status perkawinan, sebanyak 35 responden atau 79,55 persen berstatus kawin, berstatus belum kawin sebanyak 8 responden atau 18,18 persen dan cerai sebanyak 1 responden atau 2,27 persen.

Tingkat pendidikan responden secara umum sudah relatif baik, hal ini terlihat hampir setengah dari responden telah menamatkan SLTA yaitu sebanyak 20 responden atau 45,45 persen, tamat SLTP sebanyak 15 responden atau 34,09 persen yang tamat SD sebanyak 6 responden atau 13,64 persen dan tamat sarjana sebanyak 3 orang atau 6,82 persen. Sedangkan yang tidak sekolah atau tidak tamat SD tidak ditemukan.

Dari hasil di atas menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan pekerja sektor informal yang dikemukakan oleh para peneliti terlihat saat ini sudah tidak mutlak lagi. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin sulitnya mencari pekerjaan, sehingga mereka yang berpendidikan tinggi pun harus lari ke sektor informal.

Dilihat dari etnis/suku, suku yang terbanyak adalah etnis/suku Padang mencapai 45,46 persen, diikuti etnis/suku Jawa 18,18 persen, Melayu sebanyak 11,36 persen dan Batak 6,82 persen, sedangkan etnis/suku Karo, Mandailing, China masing-masing di bawah 5 persen.

Di samping etnis/suku, responden yang merupakan pendatang seluruhnya berasal dari Sumatera Barat. Responden yang pendatang sebanyak 13,64 persen sedangkan penduduk asli Kota Binjai sebanyak 86,36 persen.

Jumlah tanggungan tentunya akan menjadi beban bagi responden, semakin banyak jumlah tanggungan akan semakin banyak biaya hidup yang diperlukan.

Jumlah tanggungan yang terbesar bagi responden adalah 3 sampai 4 orang sebanyak 45,45 persen, jumlah tanggungan 5 sampai 6 sebanyak 18,18 persen, jumlah tanggungan 1 sampai 2 sebanyak 13,64 persen dengan beban tanggungan 7 sampai 8 sebanyak 6,82 persen. Namun terdapat 15,91 persen responden tidak memiliki tanggungan, artinya seluruh pencahariannya akan dinikmati oleh responden sendiri.

Tingkat pendidikan responden pada umumnya juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tuanya. Orang tua yang sudah berpendidikan tinggi pada umumnya menginginkan anaknya juga berpendidikan yang tinggi, berbeda dengan orang tua yang berpendidikan rendah umumnya pasrah dan tidak termotivasi agar anaknya berpendidikan lebih tinggi.

Secara umum tingkat pendidikan orang tua responden baik bapak maupun ibu adalah tamat SD. Sebanyak 21 bapak (47,73%) responden berpendidikan tamat SD sedangkan ibunya sebanyak 30 orang (68,18%).

Secara uji korelasi Pearson menggunakan SPSS versi 15, juga terlihat adanya korelasi yang positif dan siginifikan antara tingkat pendidikan anak dengan pendidikan bapak pada derajat kepercayaan 1 persen. Sedangkan

Gambar

Tabel 1. Ragam Kegiatan Usaha Produktif Istri Nelayan di Dua Kelurahan Penelitian Tahun 2007  Kelurahan
Tabel 3. Pendapatan Istri Nelayan dari Kegiatan Produktif di Dua Kelurahan Nelayan Tahun 2007
Tabel 5.  Hasil  Pendugaan  Persamaan Curahan Kerja Istri Usaha Perikanan (pada α = 5 persen)
Tabel 7. Hasil Pendugaan Persamaan Pendapatan Istri Usaha Perikanan (pada α = 5 persen)
+7

Referensi

Dokumen terkait

MLG memiliki enam koleksi masterpiece, yaitu salokoa, SKDOOXV ORQWDUD PHRQJ SDOR¶(, songko pamiring ulaweng , dan perahu phinisi. Informasi dan koleksi yang disajikan

Bobotnya sangat berat untuk ukuran pasal penghinaan/pencemaran nama baik dan menimbulkan disparitas yang sangat dalam antara delik genus (umum) dalam KUHP terutama Pasal 310

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa keakuratan volume yang dikeluarkan masing – masing tangki warna primer sesuai rasio teori Brewster dan merealisasikan konsep

  Kita  meyakini  bahaw  kita  telah  dikutuk.  Bagaimanapun  kerasnya  kita  berusaha  tapi  yang 

Supaya bisa memberikan pelayanan yang berkualitas, para karyawan hotel perlu mempunyai suatu kompetensi khusus yang membuatnya mampu untuk menghadapi situasi hotel

Komunikasi dengan orang lain yaitu ; keluarga, teman sebaya dan masyarakat luas, juga memengaruhi pembentukan konsep diri penggemar perempuan sebagai author

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis dimensi dari brand equity yang memiliki pengaruh yang lebih signifikan pada merek sepeda motor Honda terhadap

media pembelajaran dan tingginya pemanfaatan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar di kelas, maka akan dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar