SKRIPSI
PERBEDAAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH MELALUI TERAPI SENI RUPA KOLASE
DAN CLAY DI PG ISLAM MARYAM SURABAYA PENELITIAN PRE-EXPERIMENTAL
Oleh:
MITA NOVIYANTI NIM. 131111097
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
SKRIPSI
PERBEDAAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH MELALUI TERAPI SENI RUPA KOLASE
DAN CLAY DI PG ISLAM MARYAM SURABAYA PENELITIAN PRE-EXPERIMENTAL
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) dalam Program Studi Ilmu Keperawatan
pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan UNAIR
Oleh:
MITA NOVIYANTI NIM. 131111097
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
SURAT PERNYATAAN
Saya bersumpah bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang
pendidikan di Perguruan Tinggi manapun.
Surabaya, 30 Juni 2015
Yang Menyatakan,
Mita Noviyanti
HALAMAN PERNYATAAN
PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISI
Sebagai civitas akademik Universitas Airlangga, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mita Noviyanti
NIM : 131111097
Program Studi : Pendidikan Ners Fakultas : Keperawatan Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Airlangga Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Perbedaan Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Prasekolah melalui Terapi Seni Rupa Kolase Dan Clay di PG Islam Maryam Surabaya” Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Airlangga berhak menyimpan, alihmedia (format), mengelola dalam bentuk pangkalandata (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Hak Cipta.
Demikian pernyatan ini saya buat dengan sebenarnya.
Surabaya, 30 Juni 2015 Yang Menyatakan,
SKRIPSI
PERBEDAAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH MELALUI TERAPI SENI RUPA KOLASE
DAN CLAY DI PG ISLAM MARYAM SURABAYA
Oleh: Mita Noviyanti NIM. 131111097
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 30JUNI 2015
Oleh
Pembimbing Ketua
Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes NIP: 197806062001122001
Pembimbing
Ilya Krisnana, S.Kep., Ns., M.Kep NIP: 198109282012122002
Mengetahui a.n Dekan Wakil Dekan I
SKRIPSI
PERBEDAAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH MELALUI TERAPI SENI RUPA KOLASE
DAN CLAY DI PG ISLAM MARYAM SURABAYA
Oleh: Mita Noviyanti NIM. 131111097
Telah diuji
Pada tanggal, 6 Juli 2015 PANITIA PENGUJI
Ketua : Kristiawati, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An (...) NIK: 139040680
Anggota : 1. Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes (...) NIP: 197806062001122001
2. Ilya Krisnana, S.Kep., Ns., M.Kep (...) NIP: 198109282012122002
Mengetahui a.n Dekan Wakil Dekan I
MOTTO
Going the extra miles.
Berjuang dengan usaha ekstra keras di atas rata-rata
yang dilakukan orang lain karena manisnya hidup terasa
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan bimbinganNya saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PERBEDAAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH MELALUI TERAPI SENI RUPA KOLASE DAN CLAY DI PG ISLAM MARYAM SURABAYA”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Skripsi ini dapat selesai tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka melalui kesempatan ini perkenankanlah penulis menyapaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hato yang tulus kepada:
1. Ibu Purwaningsih, S.Kp., M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ners.
2. Ibu Mira Triharini, S.Kp., M.Kep selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ners.
3. Ibu Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes selaku pembimbing I yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan, kritik dan saran, informasi, serta waktu yang telah diluangkan untuk saya demi kemajuan penyelesaian skripsi saya.
4. Ibu Ilya Krisnana, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing II yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan, kritik dan saran, informasi, serta waktu yang telah diluangkan untuk saya demi kemajuan penyelesaian skripsi saya.
5. Ibu Kristiawati, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An selaku penguji skripsi. Terima kasih atas kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan skripsi saya. 6. Segenap dosen Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah
memberikan ilmu, pengalaman, dan pengarahan. Terima kasih telah mengajarkan penulis untuk menjadi calon perawat profesional.
7. Segenap staf pendidikan, perpustakaan, dan tata usaha. Terima kasih atas segala bantuan yang diberikan dari awal pembuatan proposal hingga pada akhirnya skripsi ini selesai.
8. Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbangpolmas) Kota Surabaya yang telah memberikan perizinan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di PG Islam Maryam Surabaya.
9. Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya yang telah memberikan perizinan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di PG Islam Maryam Surabaya.
10. Bu Aini dan Bu Naning selaku kepala sekolah dan guru PG Islam Maryam Surabaya. Terima kasih telah mengizinkan dan membantu saya untuk dalam melakukan penelitan ini.
12. Semua keluarga yang saya cintai, Almarhum Ayah, Mama, dan Andhika. Terima kasih yang tak terhingga atas cinta, kesabaran, motivasi, dan doa yang senantiasa kalian panjatkan untuk saya. Terima kasih pula untuk semangat yang selalu kalian berikan sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini. 13. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2011 yang telah memberikan dukungan
dan semangat baik secara langsung maupun tidak langsung demi terselesaikannya skripsi ini.
14. Teman-teman 1 dosen pembimbing, Tsuwaibatul, Anna, Rifftya, Lina, dan Fathur. Terima kasih atas motivasi dan semangatnya hingga skripsi ini bisa saya selesaikan.
15. Shinta,Yulia, Qumairy, Andri, Yunita, Tian, dan Dita yang telah membantu selama penelitian berlangsung.
16. Sahabat-sahabat tercinta Soraya, Zakiah, Ana, Pina, Maha, Yoas, Roni, dan Praditya. Terima kasih sebesar-besarnya untuk kalian yang selalu ada di samping saya untuk memotivasi dan memberikan saya semangat dalam menjalani kuliah dan menyelesaikan skripsi ini.
17. Teman-teman KKN, Tsuwaibatul, Diva, Silvy, Anies, dan teman-teman yang lain. Terima kasih telah menemani, memotivasi, dan memberikan pencerahan selama pengerjaan skripsi ini.
18. Semua pihak yang tak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu peneliti selama proses penyusunan skripsi.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberikan kesempatan, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan proposal ini.Penulis menyadari bahwa proposal ini jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.
Surabaya, 30 Juni 2015 Penulis,
ABSTRAK
PERBEDAAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH MELALUI TERAPI SENI RUPA KOLASE
DAN CLAY DI PG ISLAM MARYAM SURABAYA Penelitian Pra-Eksperimental
Oleh: Mita Noviyanti
Perkembangan motorik halus merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Kolase dan clay adalah jenis dari terapi seni rupa yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak usia prasekolah.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan motorik halus anak usia prasekolah melalui terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase dan 3 dimensi menggunakan claydi PG Islam Maryam Surabaya.
Desain penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimental dengan one group pre-post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di PG Islam Maryam Surabaya yang berjumlah 19 siswa. Total sampel berjumlah 14 siswa berdasarkan kriteria inklusi yangterdiri dari 7 siswa kelompok terapi seni rupa kolase dan 7 siswa kelompok terapi seni rupa clay. Variabel independen dalam penelitian ini adalah terapi seni rupa kolase dan clay. Variabel dependen adalah kemampuan motorik halus. Data dianalisis dengan menggunakan uji
Wilcoxon Signed Rank Test dan Mann-Whitney U Test dengan derajat kemaknaan
=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan motorik halus anak sebelum dan setelah diberikan terapi seni rupa kolase (p=0,157), ada perbedaan motorik halus anak sebelum dan setelah diberikan terapi seni rupaclay (p=0,046), serta tidak ada perbedaan motorik halus anak setelah diberikan terapi seni rupa 2 kolase dan terapi seni rupa clay (p=1,000).
Dapat disimpulkan bahwabaik terapi seni rupa 2 dimensi dengan media kolase maupun 3 dimensi dengan media clay keduanya dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak usia prasekolah.Penelitian lebih lanjut disarankan melibatkan jumlah responden yang lebih besar untuk memberikan hasil yang lebih akurat.
ABSTRACT
THE DIFFERENCES IN FINE MOTOR SKILLS ON PRESCHOOL CHILDREN THROUGH COLLAGE AND CLAY ART THERAPY
IN PG ISLAM MARYAM SURABAYA
Pre-experimental Research By:
Mita Noviyanti
Fine motor development is important and must be given some attentions. Collage and clay is kind ofthe art therapy that can be used to improve fine motor skills in preschool children. The purpose of this study was to analyze the differencesin fine motor skills on preschool children through 2-dimensional art therapy by using collage and 3-dimensional art therapy by using clay in PG Islam Maryam Surabaya.
This studywas used pre-experimental design with one group pre-post test design. The populationswereall of the students in PG Islam Maryam Surabaya, 19 students.Total sample was14 students taken according to inclusion criteria which consist of 7 students for collage art therapy and 7 students for clay art therapy. The independent variables were collage and clay art therapy. The dependent variable was fine motor skills. Data were analyzed by using Wilcoxon Signed Rank Test and Mann-Whitney U Test with significance level =0.05.
The result showed that there is no difference in children’s fine motor before and after the collage art therapy given (p=0.157), there is difference in children’s fine motor before and after the clay art therapy(p=0.046), also there is no difference in children’s fine motor aftercollage and clay art therapy are given (p=1.000).
It can be concluded that both of collage art therapy and clay art therapy can improving fine motor skills of preschool children. Further studies should involve larger respondents to obtain more accurate results.
DAFTAR ISI
Halaman Judul dan Prasyarat Gelar ... i
Surat Pernyataan... ii
Halaman Pernyataan... iii
Lembar Persetujuan ... iv
Lembar Penetapan Panitia Penguji... v
Motto... ... vi
Ucapan Terima Kasih ... vii
Abstrak... ... ix
Abstract... ... x
Daftar Isi... ...xi
Daftar Tabel... ... xiv
Daftar Gambar ... xv
Daftar Lampiran ... xvi
Daftar Lambang, Singkatan, dan Istilah ... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ... xvii
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 8
1.3 Rumusan Masalah ... 8
1.4 Tujuan Penelitian... 9
1.4.1 Tujuan umum ... 9
1.4.2 Tujuan khusus ... 9
1.5 Manfaat Penelitian... 9
1.5.1 Teoritis ... 9
1.5.2 Praktis ... 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Konsep Anak Usia Prasekolah ... 11
2.1.1 Definisi anak usia prasekolah ... 11
2.1.2 Karakteristik perkembangan anak usia prasekolah ... 11
2.1.2.1 Perkembangan biologis... 11
2.1.2.2 Perkembangan psikososial ... 12
2.1.2.3 Perkembangan kognitif ... 13
2.1.2.4 Perkembangan moral ... 13
2.1.2.5 Perkembangan spiritual ... 14
2.1.2.6 Perkembangan citra tubuh ... 14
2.1.2.7 Perkembangan seksualitas ... 14
2.1.2.8 Perkembangan sosial ... 15
2.2 Konsep Perkembangan Motorik Halus ... 18
2.2.1 Definisi motorik halus ... 18
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik halus ... 18
2.2.3 Karakteristik perkembangan motorik halus anak prasekolah .... 21
2.2.4 Prinsip-prinsip perkembangan motorik halus ... 22
2.2.5 Tujuan peningkatan motorik halus ... 24
2.2.6 Stimulasi perkembangan motorik halus ... 25
2.2.7.1 Aspek perkembangan yang dinilai ... 26
2.2.7.2 Langkah-langkah pemeriksaan ... 27
2.2.7.3 Skoring... 27
2.2.7.4 Interpretasi penilaian individual ... 28
2.2.7.5 Pengambilan kesimpulan Denver II ... 30
2.3 Konsep Bermain ... 31
2.3.1 Definisi bermain ... 31
2.3.2 Tujuan bermain pada anak usia prasekolah ... 32
2.3.3 Karakteristik bermain pada anak usia prasekolah... 33
2.3.4 Jenis bermain ... 34
2.3.5 Minat bermain pada anak usia prasekolah ... 37
2.4 Konsep Terapi Seni (Art Therapy) menggunakan Kolase dan Clay ... 38
2.4.1 Definisi terapi seni ... 38
2.4.2 Macam-macam media dalam terapi seni ... 38
2.4.3 Terapi seni 2 dimensi dan 3 dimensi ... 41
2.4.4 Manfaat terapi seni ... 41
2.4.5 Terapi seni bagi perkembangan motorik halus ... 43
2.4.6 Kolase ... 44
2.4.6.1 Definisi kolase ... 44
2.4.6.2 Manfaat kolase bagi motorik halus ... 44
2.4.6.3 Alat dan bahan pembuatan kolase ... 45
2.4.6.4 Langkah-langkah pembuatan kolase ... 45
2.4.7 Clay ... 46
2.5.1 Konsep Theory of Goal Attainment ... 51
2.5.2 Aplikasi teori Imogene M. King ... 53
2.6 Keaslian Penelitian ... 56
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 61
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... 61
3.2 Hipotesis Penelitian ... 64
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 65
4.1 Desain Penelitian ... 65
4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Sampling... 66
4.2.1 Populasi ... 66
4.2.2 Sampel dan besar sampel ... 66
4.2.3 Teknik sampling ... 67
4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 67
4.3.1 Variabel penelitian ... 67
4.3.2 Definisi Operasional ... 69
4.4 Instrumen Penelitian ... 71
4.5.1 Lokasi ... 71
4.5.2 Waktu ... 72
4.6 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data... 72
4.7 Analisis Data ... 76
4.7.1 Editing ... 76
4.7.2 Coding ... 76
4.7.3 Entry data ... 77
4.7.4 Analisis statistik ... 77
4.8 Kerangka Operasional ... 78
4.9 Etika Penelitian ... 79
4.9.1 Lembar persetujuan (informed consent) ... 79
4.9.2 Prinsip kerahasiaan (confidentiality) ... 79
4.9.3 Tanpa nama (anonimity) ... 79
4.9.4 Asas keadilan (justice) ... 79
4.10 Keterbatasan Penelitian ... 80
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 81
5.1 Hasil Penelitian ... 81
5.1.1 Gambaran umum lokasi penelitian ... 81
5.1.2 Karakteristik responden ... 82
5.1.3 Karakteristik ibu responden ... 84
5.1.4 Deskripsi variabel penelitian ... 85
5.2 Pembahasan ... 87
5.2.1 Analisis perbedaan motorik halus anak sebelum dan sesudah diberikan intervensi terapi seni rupa 2 dimensi dengan media kolase ... 87
5.2.2 Analisis perbedaan motorik halus anak sebelum dan sesudah diberikan intervensi terapi seni rupa 3 dimensi dengan media clay ... 91
5.2.3 Analisis perbedaan motorik halus anak sesudah diberikan intervensi terapi seni rupa 2 dimensi dengan media kolase dan 3 dimensi dengan media clay ... 96
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 99
6.1 Kesimpulan... 99
6.2 Saran ... 100
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian ... 56 Tabel 4.1 Desain Penelitian Pre-Experimental dengan Rancangan One Group
Pre-Post Test Design. ... 65 Tabel 4.2 Definisi Operasional Penelitian Efektivitas Terapi Seni Rupa Kolase
dan Clay terhadap Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Prasekolah Di PG Islam Maryam Surabaya. ... 69 Tabel 5.1 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin di PG Islam
Maryam Surabaya pada tanggal 16 Mei - 11 Juni 2015. ... 82 Tabel 5.2 Distribusi Responden berdasarkan Usia di PG Islam Maryam
Surabaya pada tanggal 16 Mei - 11 Juni 2015... 83 Tabel 5.3 Distribusi Responden berdasarkan Status Kelahiran di PG Islam
Maryam Surabaya pada tanggal 16 Mei - 11 Juni 2015. ... 83 Tabel 5.4 Distribusi Responden berdasarkan Lama Sekolah di PG Islam
Maryam Surabaya pada tanggal 16 Mei - 11 Juni 2015. ... 84 Tabel 5.5 Distribusi Ibu Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir di PG
Islam Maryam Surabaya pada tanggal 16 Mei - 11 Juni 2015. ... 84 Tabel 5.6 Distribusi Ibu Responden berdasarkan Pekerjaan di PG Islam
Maryam Surabaya pada tanggal 16 Mei - 11 Juni 2015. ... 85 Tabel 5.7 Distribusi motorik halus anak sebelum dan sesudah diberikan terapi
seni rupa 2 dimensi dengan media kolase di PG Islam Maryam Surabaya pada tanggal 16 Mei - 11 Juni 2015... 85 Tabel 5.8 Distribusi motorik halus anak sebelum dan sesudah diberikan terapi
seni rupa 3 dimensi dengan media clay di PG Islam Maryam Surabaya pada tanggal 16 Mei - 11 Juni 2015... 86 Tabel 5.9 Distribusi motorik halus anak sesudah diberikan terapi seni rupa 2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambaran Advanced (Lebih) pada Interpretasi Penilaian Individual Tes Denver II. ... 28 Gambar 2.2 Gambaran Normal pada Interpretasi Penilaian Individual Tes
Denver II bila Anak Gagal atau Menolak Uji Coba di sebelah Kanan Garis Umur. ... 29 Gambar 2.3 Gambaran Normal pada Interpretasi Penilaian Individual Tes
Denver II bila Anak Lulus, Gagal, atau Menolak Uji Coba pada Garis Umur antara Persentil 25 dan 75. ... 29 Gambar 2.4 Gambaran Caution (Peringatan) pada Interpretasi Penilaian
Individual Tes Denver II. ... 30 Gambar 2.5 Gambaran Delayed (Keterlambatan) pada Interpretasi Penilaian
Individual Tes Denver II. ... 30 Gambar 2.6 Gambaran No Opportunity (Tidak Ada Kesempatan) pada
Interpretasi Penilaian Individual Tes Denver II. ... 30 Gambar 2.7 Kerangka Konseptual Dynamic Interacting Systems. ... 51 Gambar 2.8 Kerangka Konsep Theory of Goal Attainment. ... 52 Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Perbedaan Kemampuan Motorik
Halus Anak Usia Prasekolah melalui Terapi Seni Rupa Kolase dan Clay di PG Islam Maryam Surabaya dengan Pendekatan Teori Imogene M. King. ... 61 Gambar 4.1 Kerangka Operasional Penelitian Perbedaan Kemampuan Motorik
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pengambilan Data Awal (Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga) ... 108
Lampiran 2 Surat Pengambilan Data Penelitian (Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga) ... 109
Lampiran 3 Surat Pengambilan Data Penelitian (Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya) ... 110
Lampiran 4 Surat Pengambilan Data Penelitian (Dinas Pendidikan Kota Surabaya) ... 111
Lampiran 5 Surat Pengambilan Data Penelitian (Play Group Islam Maryam Surabaya) ... 112
Lampiran 6 Sertifikat Keterangan Lolos Kaji Etik ... 113
Lampiran 7 Penjelasan Penelitian bagi Responden Penelitian Kelompok Terapi Seni Rupa Kolase ... 114
Lampiran 8 Penjelasan Penelitian bagi Responden Penelitian Kelompok Terapi Seni Rupa Clay ... 118
Lampiran 9 Informed Consent Penelitian ... 122
Lampiran 10 Data DemografiIbu Responden Penelitian ... 123
Lampiran 11 Data Demografi Responden Penelitian ... 124
Lampiran 12 Lembar Tes Skrining Perkembangan Denver II ... 125
Lampiran 13 Satuan Acara Kegiatan Kolase Pertemuan I-IV ... 127
Lampiran 14 Kreasi Kolase Pertemuan I-IV ... 135
Lampiran 15 Satuan Acara Kegiatan Clay Pertemuan I-IV ... 136
Lampiran 16 Kreasi Clay Pertemuan I-IV ... 147
Lampiran 17 Tabulasi Data Demografi & Hasil Pre-Post Test Responden Penelitian ... 148
Lampiran 18 Analisis Deskriptif Karakteristik Demografi Responden Penelitian Kelompok Terapi Seni Rupa Kolase ... 149
Lampiran 19 Analisis Deskriptif Karakteristik Demografi Responden Penelitian Kelompok Terapi Seni Rupa Clay ... 151
Lampiran 20 Analisis Deskriptif Hasil Pre-Test&Post-Test Kelompok Terapi Seni Rupa Kolase &Clay ... 153
Lampiran 21 Hasil Uji Wilcoxon Signed Rank Test Pre-Test&Post-Test Kelompok Terapi Seni Rupa Kolase ... 154
Lampiran 22 Hasil Uji Wilcoxon Signed Rank Test Pre-Test &Post-Test Kelompok Terapi Seni Rupa Clay ... 155
Lampiran 23 Hasil Uji Mann-Whitney U Test Post-Test Kelompok Terapi Seni Rupa Kolase &Clay ... 156
DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH
AATA : American Art Therapy Association
CDC : Centers of Disease Control and Prevention
cm : centimeter
F : Failed
IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia
kg : kilogram
KPSP : Kuesioner Pra Skrining Perkembangan
No :No opportunity
Permenkes RI : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
P :Passed
PG :Play Group
PTK : Penelitian Tindakan Kelas PVA :Polyvinyl Acetate
R :Refusal
SAK : Satuan Acara Kegiatan SSP : Sistem Saraf Pusat
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usia prasekolah merupakan usia emas (golden age), sehingga penting bagi anak untuk diberikan stimulasi dalam mengembangkan keterampilan yang dimiliki anak (Syaiful, Widati, & Rahmawati 2012). Anak usia prasekolah pada dasarnya memiliki potensi yang perlu untuk dikembangkan secara optimal. Salah satu kemampuan anak usia prasekolah yang berkembang adalah kemampuan motorik. Kemampuan motorik ini akan berkembang sejalan dengan perkembangan kemampuan kognitif anak. Kemampuan motorik terdiri atas motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah aktivitas yang dilakukan dengan melibatkan otot-otot besar (Piaget 1952, dalam Gustiana 2011). Sedangkan motorik halus menurut Moelichatoen (2004, dalam Aquarisnawati, dkk. 2011) adalah kegiatan yang melibatkan penggunaan otot-otot halus pada jari dan tangan.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti pada bulan Maret 2015 terhadap siswa PG Islam Maryam Surabaya dengan rentang usia 2 hingga 5 tahun melalui 14 buah Buku Laporan Pendidikan PG Islam Maryam Surabaya, didapatkan data bahwa sebanyak 5 siswa (35,71%) memiliki kemampuan motorik halus dalam kategori baik, 6 siswa (42,9%) kategori cukup, dan 3 siswa (21,42%) kategori perlu bimbingan. Laporan belajar 5 siswa lain tidak diketahui nilainya karena buku laporan belum dikumpulkan. Namun walaupun sudah dinilai mampu, menurut Kepala PG Islam Maryam Surabaya penilaian terhadap siswa lebih dispesifikkan dengan memberikan kategori baik, cukup, atau perlu bimbingan. Kategori baik berarti siswa mampu secara mandiri melakukan kegiatan dengan hasil yang baik, kategori cukup berarti siswa mampu melakukan kegiatan secara mandiri tapi hasilnya kurang baik, dan kategori perlu bimbingan berarti siswa belum mampu melakukan kegiatan secara mandiri.
2015 dengan media kapas dan korek api. Selain itu, kegiatan membuat clay
sebagai seni rupa 3 dimensi juga sudah pernah dilakukan sebelumnya, namun hanya pernah satu kali dilakukan. Intensitas pelaksanaan kegiatan membuat kolase dan clay yang jarang tersebut menyebabkan pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan motorik halus pada siswa PG Islam Maryam Surabaya belum dapat dijelaskan.
pandang saja. Media yang dapat digunakan sebagai terapi seni 2 dimensi antara lain, menggambar, melukis, kolase, dan lain sebagainya. Sedangkan seni rupa 3 dimensi adalah karya seni rupa yang memiliki volume dengan dimensi panjang, lebar, dan tinggi. Bahan yang dapat digunakan dalam membuat seni 3 dimensi antara lain batu, kayu, clay(tanah liat), kain, kaca, bahan daur ulang atau biji-bijian (Kim 2014; Cosa 2012).
Kolase merupakan salah satu jenis seni rupa 2 dimensi yang dapat dijadikan sebagai salah satu jenis latihan untuk mengembangkan kemampuan motorik halus anak (Jumadilah 2010). Membuat kolase dilakukan dengan cara menyusun berbagai bahan pada sehelai kertas yang datar. Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk direkatkan pada kertas tersebut antara lain, berbagai bentuk kertas, kain, bahan-bahan bertekstur, dan benda-benda menarik lainnya (Christianti 2009). Menurut Susanto (2002,dalam Jumadilah 2010) didalam membuat keterampilan kolase terdapat 3 aspek aktitivitas yang harus dipenuhi yaitu menjepit, mengelem, dan menempel. Aktivitas tersebut bermanfaat dalam melatih koordinasi otot-otot halus pada jari tangan sehingga kemampuan motorik halus anak nantinya bisa berkembang semakin baik. Hasil penelitian Jumadilah (2010) pada anak tuna grahita sedang menyebutkan bahwa keterampilan kolase dapat meningkatkan kemampuan motorik halus sebagai persiapan menulis permulaan siswa.
Clay sebenarnya memiliki arti tanah liat. Namun dalam perkembangannya,
dalam mengembangkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang. Clay
dapat membantu menstimulasi kelenturan dan kekuatan otot-otot halus pada pergelangan tangan dan jari-jari anak karena clay memiliki tekstur lembut yang dapat memudahkan anak untuk meremas, mencubit, serta membentuk berbagai bentuk sesuai apa yang mereka inginkan (Partiyem 2014). Stimulasi perkembangan motorik halus yang baik dengan berbagai metode sangat diperlukan bagi siswa agar siswa nantinya mampu melaksanakan tugas-tugas perkembangan di tahap selanjutnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Kim (2014), terapi seni 3 dimensi terbukti lebih efektif dalam meningkatkan locus of control pada anak berkebutuhan khusus dibandingkan menggunakan seni 2 dimensi. Penggunaan
clay bagi anak-anak akan memberikan hasil yang lebih baik terhadap perkembangan otot-ototnya karenaclay lebih mudah untuk dimanipulasi dan tidak menuntut penciptaan suatu bentuk tertentu (Bloom 1980, dalam Kim 2014). Media 2 dimensi maupun 3 dimensi memiliki kelebihan masing-masing yang berbeda. Media 2 dimensi memiliki tingkat keabstrakan lebih tinggi dibandingkan media 3 dimensi sehingga dapat menstimulasi kemampuan seseorang dalam berkreativitas. Sedangkan media 3 dimensi memiliki manfaat dalam menampilkan benda-benda secara nyata sehingga dapat memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada seseorang (Susanto 2006, dalam Anwar, Dwi, & Syarief 2009).Dilihat dari prosesnya, kolase merangsang anak harus menjepit, mengelem, dan menempel benda-benda dalam ukuran kecildibandingkan dengan membuat
diketahui mana yang lebih efektif terhadap peningkatan kemampuan motorik halus anak usia prasekolah.
Berdasarkan Theory of Goal Attainment yang digagas Imogene M. King pada tahun 1971, tujuan keperawatan dapat dicapai melalui interaksi antara perawat dengan klien yang dihasilkan dari pemberian aksi dan proses reaksi (Nursalam 2013). Masalah kurangnya motorik halus anak usia prasekolah pada penelitian ini dapat diatasi dengan memberikan stimulasi melalui pemberian terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase dan 3 dimensi menggunakan clay. Melalui pemberian intervensi tersebut sebagai aksi diharapkan akan tercipta suatu reaksi dan interaksi antara peneliti sebagai perawat dan setiap siswa sebagai klien dalam mencapai suatu tujuan yaitu peningkatan kemampuan motorik halus anak. Selain itu, King juga menyebutkan bahwa intensitas interaksi antara perawat dan klien merupakan kunci dari penetapan dan pencapaian tujuan keperawatan. Semakin sering perawat berinteraksi dengan klien, maka tujuan keperawatan akan lebih mudah untuk dicapai(Nursalam 2013). Sama halnya dengan penelitian ini yang membutuhkan interaksi yang berulang-ulang antara peneliti dengan masing-masing siswa sehingga kemampuan motorik halus siswa bisa meningkat secara optimal. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan suatu penelitian mengenai perbedaan kemampuan motorik halus anak usia prasekolahmelalui terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase dan 3 dimensi menggunakan
claydi PG Islam Maryam Surabaya dengan pendekatan Theory of Goal Attainment
1.2 Identifikasi Masalah
Gambar 1.1 Identifikasi Masalah Penelitian Perbedaan Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Prasekolah melalui Terapi Seni Rupa Kolase danClay di PG Islam Maryam Surabaya.
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimanakah perbedaan kemampuan motorik halus anak usia prasekolahmelalui terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase dan 3 dimensi menggunakan claydi PG Islam Maryam Surabaya?
Faktor yang mempengaruhi:
6. Gizi anak pasca lahir 7. Sosial ekonomi 8. Stimulasi 9. Perlindungan 10. Lahir prematur
11. Kesulitan saat melahirkan
12. Kelainan (psikis, mental, fisik)
Stimulasi perkembangan
motorik halus kurang
Hasil studi pendahuluan di PG Islam Maryam Surabaya:
a. Dari 14 siswa didapatkan data sebanyak 5 siswa
(35,71%) motorik halusnya berada dalam kategori baik, 6 siswa (42,9%) kategori cukup, dan 3 siswa (21,42%) kategori perlu bimbingan.
b. Dari hasil pemeriksaan DDST didapatkan data 13 siswa
(68,42%) berada dalam kategori suspect dan 6 siswa (31,57%) berada dalam kategori normal.
c. Stimulasi perkembangan kemampuan motorik halus anak
sudah dilakukan dengan cukup baik, namun untuk kegiatan membuat kolase dan clay jarang dilakukan.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Menganalisis perbedaan kemampuan motorik halus anak usia prasekolahmelalui terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolasedan 3 dimensi menggunakanclaydi PG Islam Maryam Surabaya.
1.4.2 Tujuan khusus
1) Menganalisis perbedaan kemampuan motorik halus anak sebelum dan setelah diberikan intervensi terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase.
2) Menganalisis perbedaan kemampuan motorik halus anak sebelum dan setelah diberikan intervensi terapi seni rupa 3 dimensi menggunakanclay.
3) Menganalisisperbedaan kemampuan motorik halus anak setelah diberikan intervensi terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase dan terapi seni rupa 3 dimensi menggunakanclay.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Teoritis
1.5.2 Praktis
1) Bagi profesi keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bagi perawat khususnya perawat anak dalam menerapkan terapi seni sebagai upaya untuk menstimulasi peningkatan kemampuan motorik halus anak usia prasekolah. 2) Bagi guru
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Anak Usia Prasekolah
2.1.1 Definisi anak usia prasekolah
Anak usia prasekolah adalah anak dengan rentang usia antara 3 hingga 6 tahun (Potter & Perry 2005). Pada masa ini, pertumbuhan berjalan dengan stabil. Selain itu, perkembangan anak akan meningkat seiring dengan aktivitas jasmani, keterampilan, dan proses berfikir yang meningkat (Menteri Kesehatan RI 2014). 2.1.2 Karakteristik perkembangan anak usia prasekolah
2.1.2.1 Perkembangan biologis
Pada masa prasekolah, pertumbuhan fisik yang sedang dialami anak akan melambat dan semakin stabil. Perkembangan fisik anak penting untuk diperhatikan baik secara langsung maupun tidak langsung karena nantinya dapat mempengaruhi perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Jika ditinjau secara langsung, perkembangan fisik anak akan menentukan kemampuan dan keterampilan anak dalam bergerak. Sedangkan secara tidak langsung, perkembangan fisik akan mempengaruhi pandangan anak terhadap dirinya sendiri dan orang lain (Hurlock 1997; Potter & Perry 2005).
menit. Selain itu, pada masa prasekolah koordinasi antara otot besar dan otot halus akan berkembang baik (Potter & Perry 2005).
Selain perkembangan fisik, pada aspek perkembangan biologis anak juga terdapat perkembangan motorik. Perkembangan motorik adalah perkembangan dalam mengendalikan gerakan-gerakan melalui koordinasi antara aktivitas sistem saraf pusat (SSP), urat saraf, dan otot-otot. Perkembangan motorik merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting untuk dilaksanakan dan dilalui oleh anak usia prasekolah dan dalam tahun-tahun pertama sekolah. Perkembangan motorik pada anak usia prasekolah meliputi penggunaan beberapa otot yang berbeda secara terkoordinasi (Hurlock 1997). Pada kemampuan motorik kasar, anak prasekolah akan mampu berlari, berjalan naik dan turun dengan baik, serta anak mulai belajar untuk melompat. Pada kemampuan motorik halus, anak akan belajar untuk mencontoh lingkaran, silang, kotak, dan segitiga (Potter & Perry 2005).
2.1.2.2 Perkembangan psikososial
2.1.2.3 Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif merupakan perkembangan yang mengacu pada kemampuan anak untuk berpikir dan memberikan alasan (Sujiono, 2009). Perkembangan kognitif pada anak usia prasekolah berada pada tahap pemikiran praoperasional. Tahap ini masih dibagi lagi menjadi dua fase yaitu, fase prakonseptual dan fase pikiran intuitif. Fase prakonseptual yaitu fase dimana anak-anak mulai menilai orang, benda, dan kejadian yang ada. Sedangkan pada fase pikiran intuitif anak telah mampu memikirkan hal yang lebih kompleks seperti mengelompokkan benda-benda berdasarkan warna atau ukuran (Potter & Perry 2005; Piaget 1952, dalam Wong, et al. 2009).
Pada masa ini, anak prasekolah belajar untuk mengerti dunia di sekitar mereka melalui kegiatan eksplorasi lingkungan sekitarnya (Charleroy, et al. 2012) 2.1.2.4 Perkembangan moral
2.1.2.5 Perkembangan spiritual
Pada usia prasekolah pengetahuan anak tentang keyakinan dan agama diamati dan dipelajari dari orang yang bermakna dalam hidup mereka, biasanya dari orang tua dan kegiatan praktik keagamaan. Pemahaman anak terhadap hal-hal spiritualitas dipengaruhi oleh kemampuan kognitifnya. Anak mulai mengenal konsep Tuhan, mengerti kisah sederhana mengenai keyakinan mereka, dan menghapal doa-doa singkat walaupun mereka belum mampu untuk memaknainya (Kenny 1999, dalam Wong et al. 2009).
2.1.2.6 Perkembangan citra tubuh
Perkembangan citra tubuh merupakan hal yang penting dalam aspek perkembangan anak usia prasekolah. Anak prasekolah mulai paham keinginan akan penampilan yang sesuai dengan apa yang mereka mau dan enggan berpenampilan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Ketika anak telah mencapai usia 5 tahun, anak akan mulai membandingkan ukuran tubuhnya dengan teman sebayanya. Walaupun citra tubuh telah berkembang dengan baik, anak prasekolah belum mampu untukmendefinisikan ruang lingkup tubuhnya (Wong,
et al. 2009).
2.1.2.7 Perkembangan seksualitas
Perkembangan seksualitas bagi anak prasekolah merupakan fase yang penting bagi identitas seksual individu secara menyeluruh. Anak pada usia prasekolah memiliki kelekatan yang kuat dengan orang tua yang berlawanan jenis kelamin (Wong, et al. 2009).
ini anak belajar memahami perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, perkembangan psikoseksual anak prasekolah berfokus pada alat kelamin yang mereka miliki dan mereka akan mulai bertanya tentang hal tersebut yang nantinya dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap sikap dan perilaku seksual anak. 2.1.2.8 Perkembangan sosial
Perkembangan sosial adalah perkembangan kemampuan seseorang dalam berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Untuk bisa bersosialisasi sebagai upaya untuk meningkatkan perkembangan sosial seseorang perlu melewati tiga proses sosialisasi antara lain (Hurlock 1997):
1) Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, 2) Memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan 3) Perkembangan sikap sosial.
Sejak usia 2 hingga 6 tahun, anak mulai belajar untuk membina hubungan sosial dan bergaul dengan orang di luar lingkungan rumah. Anak prasekolah cenderung lebih menyukai bergaul dengan anak-anak lain yang umurnya sebaya. Mereka belajar beradaptasi dan bekerja sama dalam kegiatan bermain. Pada masa prasekolah, hubungan yang telah dijalin anak dengan anak-anak lain akan meningkat dan dapat dijadikan sebagai penentu gerak maju perkembangan mereka. Menurut Hurlock (1997), pola perilaku dalam situasi sosial yang berkembang pada masa kanak-kanak awal antara lain:
1) Kerja sama
anak untuk melakukan sesuatu bersama-sama, semakin cepat anak belajar bekerja sama.
2) Persaingan
Persaingan bila digunakan sebagai dorongan bagi anak untuk berusaha sebaik-baiknya akan menambah sosialisasi mereka. Namun jika persaingan diekspresikan dengan pertengkaran, akan menciptakan sosialisasi yang buruk. 3) Kemurahan hati
Pada masa kanak-kanak awal, kesediaan anak untuk berbagi sesuatu dengan sebayanya akan meningkat dibandingkan dengan sikap mementingkan diri sendiri. Kemurahan hati pada dasarnya akan menghasilkan penerimaan sosial. 4) Hasrat akan penerimaan sosial
Apabila hasrat untuk diterima kuat, anak akan terdorong untuk bisa beradaptasi dengan tuntutan sosial. Hasrat penerimaan oleh orang dewasa akan muncul terlebih dahulu dan kemudian diikuti munculnya hasrat untuk diterima teman sebaya.
5) Simpati
Anak usia dini cenderung mengekspresikan rasa simpati mereka dengan berusaha menolong atau menghibur seseorang yang sedang bersedih.
6) Empati
7) Ketergantungan
Ketergantungan terhadap orang lain akan mendorong anak untuk berperilaku dalam cara yang diterima secara sosial.
8) Sikap ramah
Anak pada masa kanak-kanak awal akan cenderung menunjukkan sikap ramah mereka melalui kesediaan melakukan sesuatu untuk atau bersama anak/orang lain dan dengan mengekspresikan kasih sayang pada mereka.
9) Sikap tidak mementingkan diri sendiri
Pada masa kanak-kanak awal, anak akan belajar untuk memikirkan orang lain sekitarnya dan tidak memusatkan perhatian pada kepentingan mereka sendiri. 10) Meniru
Anak akan cenderung meniru seseorang yang telah diterima baik oleh kelompok sosial agar mereka mampu mengembangkan sifat yang menambah penerimaan kelompok terhadap diri mereka.
11) Perilaku kelekatan (attachment behavior)
Anak pada masa kanak-kanak awal akan mengembangkan suatu kelekatan yang hangat kepada anak/orang lain dan belajar membina persahabatan dengan mereka.
melewati banyak ketakutan, fantasi, dan ansietas melalui kegiatan yang menyenangkan seperti bermain (Wong, et al. 2009).
2.2 Konsep Perkembangan Motorik Halus
2.2.1 Definisi motorik halus
Motorik halus adalah suatu gerakan dengan menggunakan fungsi otot-otot halus. Baik tidaknya kemampuan motorik halus seorang anak dipangaruhi oleh intensitas belajar dan berlatih (Dewi 2011). Dalam Permenkes RI Nomor 66 Tahun 2014 tentang Pemantauan Pertumbuhan, Perkembangan, dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak disebutkan bahwa motorik halus merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan anak untuk melakukan gerakan tertentu yang melibatkan fungsi otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang tepat dan cermat. Motorik halus termasuk dalam salah satu aspek-aspek perkembangan anak yang perlu dipantau. Perkembangan kemampuan motorik halus pada anak usia dini merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan demi tumbuh kembangnya pada tahap berikutnya (Saputri 2012).
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik halus
1) Faktor internal (1) Faktor genetik
Setiap individu memiliki beberapa faktor keturunan yang dapat menunjang peningkatan laju perkembangan motorik halus seperti kecerdasan.
(2) Jenis Kelamin
Pada umumnya sebelum melewati masa pubertas, pertumbuhan dan perkembangan anak akan lebih pesat pada anak perempuan. Hal ini akan berkurang perlahan-lahan mengikuti bertambahnya usia anak hingga pada akhirnya perbedaan tersebut hilang.
(3) Faktor kesehatan pada periode pranatal
Periode pranatal yang baik seperti gizi makanan ibu yang selalu tercukupi dengan baik, ibu dalam kondisi sehat, ibu tidak keracunan dapat mendorong perkembangan kemampuan motorik anak lebih cepat pada masa pasca natal. (4) Faktor kesulitan dalam melahirkan
Proses melahirkan yang sulit seperti melahirkan dengan bantuan alat
vacuum akan menimbulkan resiko bayi mengalami kerusakan otak sehingga perkembangan motorik bayi dapat terganggu.
(5) Prematur
Kelahiran sebelum waktunya biasanya dapat menyebabkan perkembangan motorik anak terlambat karena tingkat perkembangan motorik pada waktu lahir lebih buruk dibandingkan perkembangan anak yang lahir tepat pada waktunya. (6) Kelainan
2) Faktor eksternal (1) Kesehatan dan gizi
Pada awal kehidupan pasca bayi lahir, kesehatan dan gizi yang baik perlu diperhatikan karena dua hal tersebut dapat mempercepat perkembangan motorik. (2) Stimulasi
Anak perlu diberikan rangsangan, bimbingan, dorongan, dan kesempatan untuk menggerakkan semua bagian tubuhnya sehingga perkembangan motorik anak dapat berjalan dengan cepat.
(3) Perlindungan
Perlindungan orang tua terhadap anak yang terlalu berlebihan dapat mengganggu kebebasan anak dalam bergerak sehingga perkembangan motorik anak pun juga bisa terhambat.
(4) Status sosial ekonomi
2.2.3 Karakteristik perkembangan motorik halus anak prasekolah
Setiap tahapan usia memiliki karakteristik perkembangan masing-masing. Karakteristik perkembangan motorik halus pada anak usia prasekolah antara lain (Wong,et al. 2009; Permenkes RI Nomor 66 Tahun 2014):
1) Usia 3 tahun
Pada usia 3 tahun, anak akan mampu membangun menara dari 9 atau 10 kubus, membangun jembatan dengan tiga kubus, mampu menggambar, menjiplak lingkaran, menirukan gambar silang, memberi nama hal yang telah digambarnya. Selain itu anak mampu membuat lingkaran dengan karakteristik wajah namun belum mampu menggambar figur yang tepat.
2) Usia 4 tahun
Pada usia 4 tahun, anak mampu menggunting gambar mengikuti garis, mengikat tali sepatu tetapi belum mampu membuat simpul. Dalam hal membuat gambar, anak usia 4 tahun akan mampu menjiplak bentuk segi empat, gambar silang, wajik, dan menambah tiga bagian untuk membentuk suatu gambar.
3) Usia 5 tahun
4) Usia 6 tahun
Pada usia 6 tahun, anak sudah mampu mengambar segi empat, menggambar dengan 6 bagian, menggambar orang lengkap, dan menangkap bola kecil dengan kedua tangan.
2.2.4 Prinsip-prinsip perkembangan motorik halus
Menurut Hurlock (1997) dan Menteri Kesehatan RI dalam Permenkes RI Nomor 66 Tahun 2014, terdapat beberapa prinsip dalam perkembangan motorik, antara lain:
1) Perkembangan motorik bergantung pada kematangan otot dan saraf
Perkembangan kegiatan motorik berjalan menyesuaikan perkembangan daerah sistem saraf yang berbeda. Karena perkembangan tulang belakang saat lahir berkembang lebih baik daripada otak, maka gerak reflek ketika lahir merupakan gerak yang lebih berkembang. Gerakan terampil belum dapat dikuasai oleh anak bila otot-otot anak belum berkembang dengan matang. Pada prinsipnya, apabila otot dan saraf sudah matang, maka kemampuan motorik anak akan dapat berkembang dengan baik.
2) Belajar kemampuan motorik tidak terjadi sebelum anak matang
Mempelajari kemampuan motorik harus disesuaikan dengan tingkat kematangan anak. Semua upaya stimulasi yang diajarkan pada anak akan sia-sia apabila hal tersebut diberikan sebelum sistem saraf dan otot anak berkembang dengan baik.
3) Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar
Belajar merupakan perkembangan yang diperoleh dari latihan dan usaha yang dapat membuat anak memiliki kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan dan potensi diri, dalam hal ini adalah kemampuan motorik yang dimiliki anak.
4) Perkembangan motorik mengikuti pola yang dapat diramalkan
Perkembangan motorik pada dasarnya mengikuti hukum arah perkembangan yaitu cephalocaudal (perkembangan menyebar ke seluruh tubuh dari kepala ke kaki) dan proximodistal (perkembangan menyebar ke seluruh tubuh dari bagian proksimal ke distal seperti jari-jari).
Perkembangan motorik secara cephalocaudal pada awalnya ditunjukkan dengan gerakan yang lebih besar pada kepala. Seiring dengan bertambah matangnya urat saraf, maka akan terdapat gerakan yang lebih banyak dan baik di area batang tubuh dan kemudian hingga daerah kaki. Sedangkan perkembangan motorik secara proximodistal ditunjukkan dengan bayi pada awalnya menggunakan bahu dan sikunya terlebih dahulu sebelum menggunakan pergelangan dan jari-jari tangannya.
Perkembangan motorik dapat diramalkan ditunjukkan dengan bukti bahwa usia ketika seorang anak melakukan suatu aktivitas perkembangan seperti berjalan, hal tersebut akan selalu konsistern dengan laju perkembangannya. Misalnya, anak yang mampu duduk lebih awal akan dapat berjalan lebih awal dibandingkan dengan anak yang terlambat dalam kemampuannya untuk duduk. 5) Dimungkinkan menentukan norma perkembangan motorik
berikutnya. Norma perkembangan motorik tersebut dapat digunakan oleh orang tua dan orang lain sebagai acuan dalam mengetahui apa yang dapat diharapkan dan pada usia berapa hal tersebut dapat diharapkan dari anak.
6) Perbedaan individu dalam laju perkembangan motorik
Walaupun perkembangan motorik mengikuti suatu pola yang serupa untuk semua orang, akan tetapi perbedaan individu akan tetap terjadi dalam rincian pola tersebut. Hal ini tampak pada perbedaan umur pada saat seorang individu mencapai suatu tahap. Sebagian kondisi tersebut dapat mempercepat laju perkembangan motorik dan sebagian lagi memperlambatnya.
2.2.5 Tujuan peningkatan motorik halus
Pada dasarnya tujuan peningkatan kemampuan motorik halus untuk anak prasekolah adalah agar anak dapat menunjukkan kemampuan menggerakkan anggota tubuh dan kemampuan dalam mengkoordinasikan mata dan tangan dalam melakukan suatu hal (Partiyem 2014).
Tujuan meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak usia prasekolah yaitu (Sumantri 2005, dalam Partiyem 2014):
1) Anak mampu mengembangkan kemampuan motorik halus yang berkaitan dengan keterampilan dalam menggerakkan kedua tangan.
2) Anak mampu menggerakkan anggota tubuh yang berhubungan dengan gerak jari-jari tangan.
3) Anak mampu untuk mengkoordinasikan antara penggunaan mata dan aktivitas tangan.
2.2.6 Stimulasi perkembangan motorik halus
Stimulasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk merangsang anak usia 0 hingga 6 tahun dalam hal kemampuan dasar agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Anak yang kurang mendapatkan stimulasi beresiko mengalami penyimpangan tumbuh kembang bahkan gangguan yang permanen (Permenkes RI Nomor 66 Tahun 2014).
Dalam memberikan stimulasi pada anak terdapat beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan, yaitu (Permenkes RI Nomor 66 Tahun 2014):
1) Stimulasi dilakukan dengan dilandasi dengan rasa cinta dan kasih sayang. 2) Selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena anak akan meniru
tingkah laku orang-orang terdekatnya.
3) Memberikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak.
4) Stimulasi dilakukan dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi, bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan, dan tidak ada hukuman.
5) Stimulasi dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan umur anak.
6) Menggunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada disekitar anak.
7) Memberikan kesempatan yag sama pada anak laki-laki dan perempuan. 8) Memberikan anak pujian bahkan jika perlu diberikan hadiah atas
keberhasilannya.
memberikan stimulasi yang prinsipnya adalah melatih koordinasi mata dan tangan serta kelenturan otot-otot halus tangan anak (Sumardiyah 2012).
2.2.7 Tes skrining perkembangan Denver II
Tes skrining perkembangan yang paling sering digunakan oleh para petugas kesehatan adalah Denver II dikarenakan instrumen ini memiliki rentang usia yang cukup lebar mulai dari bayi baru lahir hingga anak berusia 6 tahun. Selain itu, Denver II menilai semua aspek perkembangan dengan reabilitas cukup tinggi (interrates reability = 0,99, test-retest reability = 0,90) (Soedjatmiko 2001). 2.2.7.1 Aspek perkembangan yang dinilai
Terdapat 4 aspek perkembangan yang dinilai dalam Denver II, antara lain (Soedjatmiko 2001; IDAI 2009):
1) Gross motor (motorik kasar)
Sektor ini meliputi gerakan yang memerlukan fungsi otot besar seperti duduk, berjalan, melompat dan sebagainya.
2) Fine motor (motorik halus)
Pada sektor ini terdapat aspek koordinasi mata dan tangan, manipulasi dan memainkan benda-benda kecil, serta pemecahan masalah.
3) Language (bahasa)
Sektor ini meliputi aspek pendengaran, penglihatan dan pemahaman, serta komunikasi verbal.
4) Personal social (Sosial Personal)
2.2.7.2 Langkah-langkah pemeriksaan
Langkah-langkah dalam melakukan tes skrining perkembangan menggunakan Denver II pada anak meliputi (Royhanaty 2010; Rahayu 2013): 1) Cantumkan tanggal pemeriksaan pada lembar penilaian Denver II. Tetapkan
umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan diperiksa. Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk 1 tahun.
2) Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah, jika sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.
3) Tarik garis vertikal berdasarkan umur kronologis yang memotong tugas perkembangan pada formulir Denver II.
4) Siapkan beberapa peralatan seperti kubus, manik-manik, pensil, dan sebagainya yang sesuai dengan item yang diujikan ke anak.
5) Instruksikan pada anak untuk melakukan tugas perkembangan pada tiap sektor dimulai dari yang paling mudah. Tugas perkembangan yang diujikan adalah 3 item di sebelah kiri garis umur, item yang berpotongan dengan garis umur, dan item di sebelah kanan garis umur hingga anak gagal.
6) Beri skor penilaian dan tuliskan pada lembar penilaian Denver II.
7) Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor jumlah P (passed) dan F(failed).
2.2.7.3 Skoring
1) Passed/lulus (P)
Anak melakukan uji coba dengan baik, atau ibu/pengasuh anak memberi laporan (tepat/dapat dipercaya bahwa anak dapat melakukannya).
2) Failed/gagal (F)
Anak tidak dapat melakukan uji coba dengan baik atau ibu/pengasuh anak memberi laporan (tepat) bahwa anak tidak dapat melakukannya dengan baik. 3) No opportunity/tidak ada kesempatan (No)
Anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan uji coba karena ada hambatan. Anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan uji coba karena ada hambatan.
4) Refusal/menolak (R)
Anak menolak untuk melakukan uji coba. Uji coba yang dilaporkan oleh ibu/pengasuh anak tidak diskor sebagai penolakan.
2.2.7.4 Interpretasi penilaian individual
Interpretasi penilaian individual pada setiap item dalam Denver II meliputi (IDAI 2009; Royhanaty 2010):
1) Advanced/lebih
Bila seorang anak lewat pada uji coba yang terletak di sebelah kanan garis umur dan dinyatakan perkembangan anak lebih pada uji coba tersebut.
2) Normal
Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji coba di sebelah kanan garis umur.
Gambar 2.2 Gambaran Normal pada Interpretasi Penilaian Individual Tes Denver II bila Anak Gagal atau Menolak Uji Coba di sebelah Kanan Garis Umur.
Demikian juga bila anak lulus, gagal, atau menolak melakukan uji coba dimana garis umur terletak antara persentil 25 dan 75, maka dikategorikan normal.
Gambar 2.3 Gambaran Normal pada Interpretasi Penilaian Individual Tes Denver II bila Anak Lulus, Gagal, atau Menolak Uji Coba pada Garis Umur antara Persentil 25 dan 75.
3) Caution/peringatan
Gambar 2.4 Gambaran Caution (Peringatan) pada Interpretasi Penilaian Individual Tes Denver II.
4) Delayed/keterlambatan
Bila seorang anak gagal atau menolak untuk melakukan uji coba yang terletak lengkap di sebelah kiri garis umur.
Gambar 2.5 Gambaran Delayed (Keterlambatan) pada Interpretasi Penilaian Individual Tes Denver II.
5) No opportunity/tidak ada kesempatan
Tidak ada kesempatan uji coba berdasarkan hasil laporan orang tua anak.
Gambar 2.6 Gambaran No Opportunity (Tidak Ada Kesempatan) pada Interpretasi Penilaian Individual Tes Denver II.
2.2.7.5 Pengambilan kesimpulan Denver II
1) Normal
Bila tidak ditemukan adanya keterlambatan dan atau paling banyak 1
caution. 2) Suspect
(1) Bila pada 1 sektor didapatkan 2 peringatan atau lebih dan 1 keterlambatan atau lebih.
(2) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
(3) Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.
3) Untestable
Apabila terjadi penolakan pada 1 atau lebih item uji coba di sebelah kiri garis umur atau menolak lebih dari 1 uji coba yang ditembus garis umur pada daerah persentil 75 hingga 90.
2.3 Konsep Bermain
2.3.1 Definisi bermain
2.3.2 Tujuan bermain pada anak usia prasekolah
Pada dasarnya tujuan utama bermain adalah untuk memelihara pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal. Poin penting dari kegiatan bermain pada anak adalah kreativitas dari anak-anak. Setiap anak usia prasekolah memiliki potensi kreatif akan tetapi perkembangannya berbeda atara satu anak dengan anak yang lain (Catron & Allen 1999, dalam Sujiono 2009).
Bermain bagi anak merupakan kegiatan yang memiliki pengaruh besar bagi perkembangan seorang anak. Bermain dapat mengembangkan keterampilan sosial, emosional, dan kognitif anak. Fungsi bermain pada anak usia prasekolah antara lain(Sujiono 2009):
1) Dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan koordinasinya melalui gerak sehingga perkembangan kemampuan motorik halus, motorik kasar, dan keseimbangan anak akan semakin baik.
2) Dapat mengembangkan keterampilan emosi, rasa percaya diri, dan keberanian untuk menghasilkan ide-ide baru.
3) Dapat mengembangkan kemampuan intelektual anak karena pada saat bermain, anak akan mengeksplorasi segala sesuatu yang ia temukan di lingkungan sekitarnya sebagai wujud dari rasa keingintahuannya.
4) Dapat mengembangkan kemandirian dan anak menjadi dirinya sendiri karena bermain akan menstimulasi anak untuk bertanya, mengamati lingkungan, belajar mengambil keputusan, dan berlatih peran sosial sehingga anak menyadari kemampuan dan kelebihannya.
untuk belajar tentang dirinya sendiri, orang lain, serta lingkungannya. Selain itu, permainan akan memberikan kebebasan pada anak untuk berimajinasi, menggali potensi yang ada dalam dirinya, dan untuk perkembangan kreativitasnya (Cosby & Sawyer 1995, dalam Sujiono 2009).
2.3.3 Karakteristik bermain pada anak usia prasekolah
Terdapat enam karakteristik kegiatan bermain pada anak, antara lain (Jeffree, McConkey, & Hewson 1984, dalam Sujiono 2009):
1) Bermain muncul dari dalam diri anak
Kegiatan bermain harus muncul dari dalam diri anak sehingga anak akan menikmati kegiatan bermain dengan cara dan pemikirannya sendiri yang menandakan bahwa dalam bermain anak tidak mendapat unsur paksaan.
2) Bermain harus bebas dari aturan yang mengikat, kegiatan untuk dinikmati Bermain pada anak harus terbebas dari segala macam aturan yang mengikat karena setiap anak memiliki cara bermainnya sendiri sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
3) Bermain adalah aktivitas nyata atau sesungguhnya
Saat bermain, anak melakukan aktivitas nyata. Bermain membutuhkan pastisipasi aktif dari anak baik secara fisik maupun mental
4) Bermain harus difokuskan pada proses daripada hasil
5) Bermain harus didominasi oleh pemain
Bermain harus didominasi oleh anak sebagai pemain, tidak didominasi oleh orang dewasa karena jika bermain lebih didominasi oleh orang dewasa, maka anak tidak akan mendapatkan makna apapun dari apa yang dimainkan.
6) Bermain harus melibatkan peran aktif dari pemain
Dalam bermain, anak harus terjun secara langsung di dalamnya. Jika anak pasif, anak tidak akan memperoleh pengalaman baru karena bermain bagi anak adalah upaya yang dilakukan untuk mengumpulkan pengetahuan dan keterampilan baru.
2.3.4 Jenis bermain
Jenis-jenis bermain pada anak antara lain (Hidayat 2008; Sujiono 2009; Zellawati 2011):
1) Bermain eksploratoris
Bermain eksplorasi dapat mempengaruhi perkembangan anak melalui beberapa cara yaitu:
(1) Eksplorasi memberikan kesempatan pada setiap anak untuk menemukan hal-hal baru.
(2) Eksplorasi memicu rasa ingin tahu anak.
(3) Eksplorasi membantu anak mengembangkan keterampilan yang ada pada dirinya.
2) Bermain energetik
Jenis bermain ini melibatkan koordinasi seluruh otot tubuh anak dan membutuhkan energi yang banyak, seperti memanjat, melompat, dan bermain bola. Manfaat yang dapat diambil dari bermain energetik antara lain:
(1) Permainan energetik membantu anak untuk menjadi penjelajah yang aktif dalam lingkungannya.
(2) Permainan energetik dapat membantu anak dalam mengendalikan tubuhnya. (3) Permainan energetik membantu anak untuk mengkoordinasikan setiap bagian
yang berbeda pada tubunya. 3) Bermain keterampilan
Bermain keterampilan dilakukan dengan memanfaatkan objek yang dapat melatih kreasi dan keterampilan anak dalam segala hal. Bermain jenis ini sifatnya aktif karena anak akan selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu. Bermain keterampilan dapat mengurangi keputusasaan, meningkatkan kemandirian anak, menambah keterampilan baru untukmeningkatkan kepercayaan diri anak, dan membantu anak dalam belajar karena bermain keterampilan menuntut anak untuk memegang suatu bahan secara langsung.
4) Bermain drama
Bermain drama dilakukan anak dengan berpura-pura dalam berperilaku. Permainan ini dapat dilakukan apabila anak sudah mampu berkomunikasi dengan baik dan telah mengenal kehidupan sosial.
5) Bermain konstruksi
selalu terpacu untuk menyelesaikan setiap tugas yang ada dalam permainan. Selain itu, permainan ini dapat meningkatkan kecerdasan pada anak.
6) Bermain sosial
Penting bagi seorang anak untuk terlibat dan berinteraksi dengan orang lain disekitarnya selain dirinya. Bermain sosial merupakan dasar dari seluruh pembelajaran sosial yang didalamnya mengandung unsur interaksi antara dua orang atau lebih.
Hal penting yang bisa diperoleh anak melalui kegiatan bermain sosial antara lain:
(1) Sebagai sarana bagi anak untuk belajar dari orang lain. (2) Mengembangkan kemampuan anak dalam berkomunikasi. (3) Membuat anak lebih mampu bersosialisasi dengan orang lain. (4) Membantu anak untuk mengembangkan persahabatan.
7) Bermain imajinatif
Bermain dengan imajinasi merupakan jenis bermain yang memungkinkan anak untuk mengeksplorasi dunia mereka melalui perasaan, pikiran, dan logika mereka. Bermain imajinasi dapat membantu anak untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bahasa, memahami orang lain, mengembangkan kreativitas, serta dapat membantu anak untuk mengenali dirinya sendiri.
8) Bermain soliter/mandiri
9) Bermain teka-teki
Bermain teka-teki memiliki manfaat yang penting bagi anak karena dengan bermain teka-teki, kemampuan berpikir anak akan lebih berkembang, rasa ingin tahu anak akan lebih besar, dan anak akan menjadi lebih mandiri.
2.3.5 Minat bermain pada anak usia prasekolah
Pada saat memasuki usia 3 tahun, anak akan semakin mandiri dan mulai menjalin kedekatan dengan teman-teman seusianya. Pada tahapan ini anak mulai menyadari tentang apa yang dirasakan dan hal apa yang telah mampu dan belum mampu untuk dilakukan. Pola kegiatan bermain anak juga berubah karena anak mulai memasuki tahapan bermain paralel di mana seorang anak bermain dengan anak lainnya tanpa interaksi dan tidak mau memberikan mainannya ketika ada yang ingin meminjam atau sebaliknya menolak mengembalikan mainan yang dipinjamnya.
Pada akhir usia 4 tahun, anak berada pada tahapan bermain asosiatif. Pada tahap ini, akan terdapat interaksi dalam kelompok bermain walaupun masih sering terjadi konflik menuju ke tahapan bermain kooperatif. Anak mulai dapat mendengarkan dan merespon anak lain serta anak mulai mampu untuk bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok.
dapat dirasakannya sebagai wujud dari rasa keingintahuannya yang besar (Sujiono 2009).
2.4 Konsep Terapi Seni (Art Therapy) menggunakan Kolase dan Clay 2.4.1 Definisi terapi seni
Menurut American Art Therapy Association (AATA), terapi seni (art therapy) merupakan bentuk psikoterapi yang menggunakan unsur penciptaan seni bagi orang-orang yang mengalami trauma, sakit, serta bagi orang-orang yang ingin mengembangkan diri mereka. Aktivitas membuat karya seni dan berpikir mengenai proses serta media yang digunakan dalam menghasilkan sebuah karya seni dapat mengembangkan kemampuan kognitif, meningkatkan kesadaran, dan membantu mereka mengatasi keterbatasan yang diakibatkan oleh keadaan cacat atau penyakit (Edwards 2004). Terapi seni adalah suatu terapi ekspresif dengan memanfaatkan penggunaan bahan-bahan dalam pembuatan seni, seperti cat, kapur, spidol, dan lain sebagainya. Terapi seni merupakan gabungan antara teori psikoterapi tradisional dan teknik melalui pemahaman akan aspek-aspek psikologis dari unsur kreativitas (Malchiodi 2009).
2.4.2 Macam-macam media dalam terapi seni
Berbagai macam media seni yang dapat digunakan dalam terapi seni antara lain (Moon 2010, dalam Kim 2014):
1) Buku
2) Clay
Claymerupakan media seni 3 dimensi yang menawarkan kesempatan bagi seseorang untuk memandang benda-benda dan lingkungan sekitar dengan cara yang baru.
3) Kolase
Kolase merupakan media seni 2 dimensi yang dibuat dengan menempelkan benda-benda kecil (daun, kerikil, kertas, koran, majalah, dan sebagainya) diatas sebuat kertas biasa atau kertas karton.
4) Menggambar
Menggambar merupakan media yang paling sering digunakan dalam pelaksanaan terapi seni. Menggambar melibatkan peran keterampilan motorik seseorang.
5) Fiber arts
Terapi seni dengan media serat dapat dilakukan dengan menjahit, menenun, merajut, membatik, dan membordir yang melibatkan proses taktil yang kuat.
6) Barang bekas
Merubah suatu barang biasa yang ditemukan menjadi barang luar biasa dapat membantu seseorang yang depresi.
7) Kaca
8) Topeng
Membuat topeng merupakan kegiatan yang dapat membantu seseorang untuk menemukan aspek yang tersembunyi dari dalam dirinya, meningkatkan kesadaran diri, menyembunyikan rasa kesulitan, dan menciptakan simbol perlindungan.
9) Bahan alami dari lingkungan
Beberapa bahan alami seperti bunga, batu, dan lain-lain dapat digunakan dalam terapi seni.
10) Seni pertunjukkan
Seni pertunjukan dapat dijadikan media bagi seseorang yang ingin menggali emosi melalui karya seni.
11) Fotografi
Fotografi dapat bermanfaat dalam meningkatkan kesadaran diri dan memberikan beragam perspektif tentang kehidupan seseorang.
12) Grafis
Seni grafis melibatkan proses yang sederhana dan juga memungkinkan seseorang untuk menghasilkan gambar yang sama berulang kali.
13) Wayang
Media seni wayang dapat digolongkan menjadi seni 2 dimensi maupun 3 dimensi yang dapat diakui sebagai bagian dari kehidupan dan lingkungan seseorang.
14) Media teknologi (Video dan film)
dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan seseorang untuk menyelesaikan permasalahan.
2.4.3 Terapi seni 2 dimensi dan 3 dimensi
Terapi dengan menggunakan seni rupa dapat berupa seni rupa 2 dimensi maupun 3 dimensi. Seni rupa 2 dimensi adalah karya seni rupa dengan dimensi panjang dan lebar, yang hanya dapat dilihat dari satu arah pandang saja. Media yang dapat digunakan sebagai terapi seni 2 dimensi antara lain, menggambar, melukis, kolase, dan lain sebagainya(Kim 2014; Cosa 2012).
Sedangkan terapi seni rupa 3 dimensi adalah sebuah terapi yang menggunakan karya seni rupa yang memiliki volume dengan dimensi panjang, lebar, dan tinggi sebagai medianya. Bahan yang dapat digunakan dalam membuat seni 3 dimensi antara lain batu, kayu, clay (tanah liat), kain, kaca, bahan daur ulang atau biji-bijian (Kim 2014; Cosa 2012).
2.4.4 Manfaat terapi seni
itu, terapi seni bermanfaat sebagai pembelajaran bagi anak agar dapat menetapkan dan mempertegas batas-batas diri. (March 2000; Rubin 2005,dalam Rabin 2012).
Seni telah banyak diketahui dapat menjadi terapi yang bermanfaat untuk berbagai macam gangguan pada anak-anak. Sejumlah studi kasus mendukung adanya efek positif dari terapi seni bagi anak dengan perilaku agresif. Anak-anak dengan gangguan perilaku biasanya menggunakan seni sebagai media mereka untuk berkomunikasi karena ketidakmampuan mereka berkomunikasi secara verbal. Seni dapat memberikan kesempatan bagi anak dengan gangguan perilaku untuk mengekspresikan kesedihan, kemarahan, frustasi, ketakutan, rasa tidak aman, dan perasaan lainnya tanpa membahayakan diri mereka (Kramer 1971; Ambridge 2001, dalam Rabin 2012).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa seni bermanfaat dalam memperkuat tekad, rasa percaya diri, kemandirian, harga diri, sikap asertif. Selain itu, terapi seni juga bermanfaat dalam memperbaiki suasana hati karena seni memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan makna dan perasaan melalui gambar yang telah dibuat (Ha 2013).
Pada institusi pendidikan, terapi seni digunakan pada anak-anak dengan keterlambatan perkembangan dan gangguan belajar. Beberapa sekolah telah memasukkan terapi seni sebagai upaya pelayanan terhadap anak-anak dengan gangguan perilaku, emosi, dan akademik (Wadeson 2010, dalam Ramirez 2013).