• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI KEMASYARAKATAN DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-HUJURAT AYAT 9- 13 (KAJIAN PEMIKIRAN TAFSIR AL-MISBAH KARYA QURAISH SHIHAB) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI KEMASYARAKATAN DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-HUJURAT AYAT 9- 13 (KAJIAN PEMIKIRAN TAFSIR AL-MISBAH KARYA QURAISH SHIHAB) SKRIPSI"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

i

DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-HUJURAT AYAT

9-13 (KAJIAN PEMIKIRAN TAFSIR AL-MISBAH

KARYA QURAISH SHIHAB)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh : NUR FAIZIN NIM: 111-12-013

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Kedua Simpai Keramatku Tercinta Ayahanda Nasikhun & Ibunda

Ismiyani yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, memberikan nasihat,

mendidik dari kecil sampai sekarang dan do’anya yang tidak pernah putus.

2. Adik perempuanku Arum Wulan Sari, terimaksih atas dukungan dan

do’anya.

3. Para Guru, Asatidz, Sahabat dan teman-teman;PPHM & MHM

Kalibening, KBQT, Smart Evo, Laa Tansa (PAI A 2012), PPL SMA N 3

Salatiga, KKN angkatan 2012 posko 33 dan JQH AL-FURQAN.

4. Almamaterku; Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan

Ilmu Keguruan dan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. (kehadiranmu

(8)

viii

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, tiada kata yang pantas diucapkan selain puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, hidayah, dan

inyah-Nya kepada diri yang lemah ini sehingga skripsi ini dapat terselesaiakan.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad

SAW beserta keluarga, sahabat dan seluruh umatnya. Beliaulah sebaik-baik

makhluk yang pernah diciptakan, suri teladan bagi umatnya, yang sangat lembut

hatinya, kasih sayangnya kepada kita tidak bisa diungkapkan lagi dengan

kata-kata.

Dengan segenap kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tersusunnya

skripsi ini tidak lain karena berkat bantuan, bimbingan, motivasi, saran dan arahan

dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu

pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak. Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M. Pd. Selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. Selaku Ketua Jurusan PAI.

4. Bapak Dr. M.Gufron, M. Ag. Selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

dengan sabar dan ikhlas mencurahkan segenap tenaga, pikiran dan

waktunya untuk memberikan bimbingan, dorongan, semangat, dan

sumbangan pemikiran sejak awal penyusunan hingga selesainya sekripsi

ini.

5. Bapak Drs. Bahrudin, M. Ag. Selaku dosen pembimbing akademik.

6. Bapak / Ibu Dosen IAIN Salatiga, yang telah mendidik dan memberikan

(9)

ix

7. Abah KH. Abda’ Abdul Malik (Pengasuh Pon-Pes Hidayatul Mubtadi-ien

Kalibening) atas kesabaran dan bimbingan yang diberikan untuk menempa

diriku di pesantren yang akan selalu kurindu. Dan semua dewan asatidz

yang telah mendidikku di pesantren dan madrasah Hidayatul Mubtadi-ien.

8. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Nasikhun dan Ibunda Ismiyani,

kuhaturkan terimakasih yang tak terhingga atas semua kasih sayang, do’a,

nasihat dan didikannya selama ini.

9. Keluarga Besar Laa Tansa (PAI A 2012), Taufiq, Taufiqurrohmah, Kurnia,

Puji, Ismi, Andri, Syamsudin, Bagus, Sariful, Olif, Ela, Riris, Hida, Tyas,

Ngizul, Haroh, Chusna, Emy, Putri, Halimin, Dhofir, Farid, Munif, Nanda,

Mafa, Fitri, Nisa, Ikhwan, Wafa, Awaf, Ali. Terimakasih atas

kebersamaan dan jalinan ukhuwah yang indah selama ini semoga tidak

lekang oleh ruang dan waktu.

10.Teman-teman seperjuangan UKM JQH Al-Furqan IAIN Salatiga, Kanda /

Yunda (Andri, Lutfi, Ali, Hikmawan, Tri, Dedi, Hadi, Abidin, Sholikin,

Zidni, Imam, Fajar, Ana, Nurul, Iklima, Umi, Novi, Zizah, Nikmah, Titik,

Fiqoh, Fika, dan kanda-yunda lainnya yang tidak bisa kusebut

satu-persatu). Kebersamaan, perjuangan, suka dan duka dengan kalian

memberikan pengalaman yang sangat berharga bagiku. Jazakumullahu

khairan..

11.Keluarga Besar PPHM Kalibening, rekan-rekan santri seperjuangan: Kang

Sholikin, Kang Muhlisin, Kang Imam, Kang Amir, Kang Mustaqim, Kang

Shobar, dll yang tidak bisa kusebutkan satu persatu. Terimakasih atas

jalinan ukhuwah, motivasi, bantuan, dan kepeduliannya selama penulis

menimba ilmu di Salatiga. Semoga ukhuwah kita senantiasa terjaga

sebagai akhun fillah, dan sedikit banyak ilmu yang kita peroleh semoga

berkah dan bermanfaat. Amiin..

12.Teman-teman Mahasiswa PAI, PPL dan KKN angkatan 2012 yang saling

memotivasi dan mendukung agar cepat menyelesaikan perkuliahan,

(10)

x

13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

memberikan bantuan dalam menyelesaikan studi S-1 di Institut Agama

Islam Negeri Salatiga.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tulisan ini masih jauh

dari sempurna, meskipun penulis telah mencurahkan seluruh kemampuan penulis.

Apa-apa yang benar dari tulisan ini adalah datangnya dari Allah SWT, sedangkan

apa yang salah berasal dari diri yang lemah ini. Untuk itu saran dan masukan dari

semua pihak senantiasa penulis harapkan.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini memberikan sumbangsih

bagi dunia intelektual khususnya studi keislaman dan memberikan manfaat bagi

kita semua.Amin.

Salatiga, 2 September 2016

Penulis

(11)

xi

ABSTRAK

Faizin, Nur. 2016. Nilai-Nilai Kemasyarakatan dalam Qur’an Surat

Al-Hujurat Ayat 9-13 (Kajian Pemikiran Tafsir Al-Misbah Karya Quraish Shihab). Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing. Dr. M. Gufron, M. Ag

Kata Kunci : Nilai-Nilai Kemasyarakatan, Al-Qur’an.

Al-Qur’an sebagai kitab suci universal -berlaku untuk setiap ruang waktu- yang dianugrahkan Allah SWT kepada seluruh umat manusia. Di dalamnya mengandung banyak nilai dan pesan universal yang berbicara tentang kemasyarakatan dengan fungsi utama untuk mendorong lahirnya perubahan-perubahan positif dalam masyarakat. Problem-problem yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat tentu tidak pernah ada habisnya. Untuk itu al-Qur’an hadir menjadi solusi dengan memberikan petunjuk dan pedoman hidup mengenai nilai-nilai kemasyarakatan. Sebagaimana yang terkandung dalam surat al-Hujurat ayat 9-13 yang penulis angkat menjadi tema penelitian ini, “Nilai-Nilai Kemasyarakatan dalam Surat Hujurat Ayat 9-13 (Kajian Pemikiran Tafsir Al-Misbah Karya Quraish Shihab)”. Fokus penelitian yang dikaji adalah: 1. Nilai-nilai kemasyarakatan apa sajakah yang terdapat dalam QS. al-Hujurat ayat 9-13. 2. Bagaimanakah penafsiran Quraish Shihab terhadap nilai-nilai kemasyarakatan dalam QS. al-Hujurat ayat 9-13. 3. Bagaimana relevansi nilai-nilai kemasyarakatan dalam QS. al-Hujurat ayat 9-13 dengan kehidupan masa kini.

Dalam penelitian ini, kitab tafsir yang menjadi kajian utama adalah Tafsir

al-Misbah Karya Quraish Shihab. Sebagaimana yang dikenal memiliki corak

penafsiran al-Adabi al-Ijtima’i. Selain itu, Tafsir al-Misbah adalah karya mufassir

kontemporer Indonesia, sehingga akan lebih relevan penafsirannya dengan konteks masyarakat Indonesia saat ini. Penelitian ini merupakan penelitian

kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode analisis isi atau

(content analysis). yakni suatu upaya menganalisis penafsiran al-Misbah terhadap nilai-nilai kemasyarakatan yang terdapat di dalam surat al-Hujurat ayat 9-13 kemudian dicari bagaimana relevansinya pada era sekarang ini.

Dari hasil penelitian ini, penulis mendapatkan beberapa nilai dan pesan moral yang ada dalam surat al-Hujurat ayat 9-13, yang penulis klasifikasikan

menjadi dua kategori. Pertama, dalam bentuk perintah, yaitu; Islah (perdamaian),

adil, ukhuwah (persaudaraan), ta’aruf (saling mengenal), dan musawah

(persamaan derajat). Kedua, dalam bentuk larangan, yaitu; mengolok-olok,

(12)
(13)

xiii

BAB II BIOGRAFI QURAISH SHIHAB DAN GAMBARAN

TAFSIR AL-MISBAH

A. Biografi M. Quraish Shihab...

B. Karya-karya M. Quraish Shihab...

C. Seputar Kitab Tafsir Al-Misbah...

1. Latar Belakang Penulisan Tafsir...

2. Metode dan Sistematika Penulisan...

3. Corak Penafsiran...

BAB III KAJIAN PUSTAKA

A. Nilai...

C. Aspek-Aspek Nilai Kemasyarakatan Secara Umum...

D. Aspek-Aspek Nilai Kemasyarakatan dalam Al-Qur’an...

E. Surat Al-Hujurat Ayat 9-13...

1. Redaksi Ayat dan Terjemahan...

2. Gambaran Umum dan Pokok Kandungan Surat

Al-Hujurat Ayat 9-13...

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEMASYARAKATAN DALAM

AL-QUR’AN SURAT AL-HUJURAT AYAT 9-13

MENURUT

TAFSIR AL-MISBAH

(14)

xiv

1. Al-Islah (Perdamaian)...

2. Adil...

3. Ukhuwah (persaudaraan)... 4. Ta’aruf (saling mengenal)... 5. Al-Musawah (persamaan derajat)...

B. Nilai Kemasyarakatan dalam Bentuk Larangan...

1. Mengolok-olok...

2. Mengejek...

3. Panggil Memanggil dengan Gelar-Gelar

Buruk...

4. Berprasangka Buruk (Su’u Zann)...

5. Mencari-cari Kesalahan...

6. Menggunjing (Ghibah)...

C. Relevansi Nilai-Nilai Kemasyarakatan dalam Surat

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar SKK

2. Lembar Konsultasi

(16)
(17)
(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang tiada tandingannya

(mukjizat), diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi

dan Rasul dengan perantara malaikat Jibril alaihis salam, dimulai dengan

surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nash, dan ditulis dalam

mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara Mutawatir (oleh orang

banyak), serta mempelajarinya merupakan Ibadah. ( Ash-Shaabuuniy, 1999:

15). Al-Qur’an juga sembagai sumber utama ajaran agama Islam. Di

dalamnya mencakup ajaran tentang I’tiqad (keyakinan), akhlak (etika),

sejarah, serta amaliyah (tindakan praktis). (Naim, 2009:56)

Al-Qur’an merupakan peraturan bagi umat Islam sekaligus way of

lifenya yang kekal hingga akhir masa. Oleh karena itu kewajiban umat Islam

adalah memberikan perhatian yang besar terhadap al-Qur’an baik dengan cara

membacanya, menghafal, atau mempelajarinya. Dalam al-Qur’an tidak

terdapat sedikitpun kebatilan serta kebenaranya terpelihara dan dijamin

keaslianya oleh Allah SWT sampai hari kiamat (Raghib, 2010:16).

(19)

$

‾ΡÎ

)

“sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. (Departemen Agama RI, 1982:263)

Al-Qur’an merupakan kitab suci universal-berlaku untuk setiap ruang

waktu-yang dianugrahkan Allah SWT kepada seluruh umat manusia.

Keuniversalan al-Qur’an terletak pada cakupan pesannya yang menjangkau

keseluruh lapisan umat manusia, kapan saja dan dimana saja. (Kemenag RI,

2012:xiii)

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan dapat menjalani

kehidupannya dengan baik dan benar tanpa ada bimbingan dari al-Qur’an,

dengan alasan yang sama dapat dipahamai mengapa kitab suci umat Islam ini

memperkenalkan sekian banyak hukum-hukum yang berkaitan dengan

bangun runtuhnya suatu masyarakat. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan

bahwa al-Qur’an merupakan buku pertama yang memperkenalkan

hukum-hukum kemasyarakatan. (Nurdin, 2007:219)

Sebagai makhluk sosial, kehidupan manusia tidak akan terlepas dari

adanya hubungan (relationship) interaksi (interaction) dan kerjasama

(cooperation) kepada antar sesamanya (Shihab, 2006:276). Pada dasarnya, kehidupan bermasyarakat adalah kerjasama yang didorong oleh kesadaran

bahwa manusia tidak mampu hidup tanpa adanya kerjasama dengan lainnya.

(20)

keberadaan manusia di hadapan Tuhannya. Karena pada dasarnya manusia

secara fitri adalah makhluk sosial dan hidup bermasyarakat merupakan suatu

keniscayaan bagi mereka (Shihab, 1999:320). Mereka harus bekerjasama dan

topang menopang antara satu dengan yang lainnya demi mencapai

kebahagiaan dan kesejahteraannya. (Shihab, 2006:276)

Problem-problem kemasyarakatan di dunia ini tidak akan pernah ada

habisnya. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, sikap persaudaraan,

saling menghormati antar sesama, tidak memandang perbedaan dan

kekurangan, saling menghargai baik sesama muslim maupun non-muslim

merupakan landasan untuk menciptakan masyarakat yang ideal, hidup dengan

damai, rukun, dan penuh rasa aman.

Dalam konteks yang lebih sempit, sebagai contoh Indonesia adalah

salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kebenaran pernyataan ini

dapat dilihat dari kondisi sosio kultural maupun geografis yang begitu

beragam dan luas. Sekarang ini jumlah pulau yang ada di wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sekitar 13.000 besar dan kecil. Populasi

penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang

menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu juga menganut

agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katolik, Kristen

Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam aliran

(21)

Lebih khusus lagi, apabila dilihat dari cara pandang tindak dan

wawasan setiap individu yang ada terhadap berbagai macam fenomena sosial,

budaya, ekonomi, politik dan terhadap hal-hal yang lainnya, tak dapat

dipungkiri, mereka mempunyai pandangan yang beragam. Contohnya,

masyarakat kita-dengan berbagai latar belakang yang berbeda-beda seperti,

pendidikan, etnis, agama, kelas sosial dan ekonomi-mempunyai tindakan dan

pandangan yang berbeda-beda pula tentang berbagai macam fenomena sosial

seperti, kesetaraan gender, demokrasi, hak asasi manusia dan terhadap hal-hal

yang lainnya.

Ada anggota masyarakat yang kurang mendukung adanya proses

demokrasi di negara ini, namun disisi lain tidak sedikit masyarakat yang

menginginkan adanya demokrasi. Ada anggota masyarakat yang sangat

peduli dan selalu memperjuangkan hak-hak asasi manusia, namun disisi lain,

tidak sedikit masyarakat yang tidak peduli terhadap masalah tersebut. Bahkan

mereka dengan sengaja menggilas hak-hak asasi orang lain. Ada anggota

masyarakat yang merespon baik dan bahkan mendukung adanya kesetaraan

gender, namun tidak sedikit masyarakat yang menentangnya. (Yaqin,

2005:3-4)

Keragaman ini, diakui atau tidak, akan dapat menimbulkan berbagai

persoalan seperti yang sekarang dihadapi bangsa ini. Korupsi, kolusi,

nepotisme, premanisme, terorisme, perseteruan politik, kemiskinan,

kekerasan, perusakan lingkungan dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk

(22)

dari multikulturalisme itu. Contohnya yang lebih kongkrit dan sekaligus

menjadi pengalaman pahit bagi bangsa ini adalah terjadinya pembunuhan

besar-besaran terhadap masa pengikut partai komunis Indonesia (PKI) pada

tahun 1965, kekerasan terhadap etnis cina di Jakarta pada Mei 1998 dan

perang Islam Kristen di Maluku Utara pada tahun 1999-2003.

Rangkaian konflik itu tidak hanya merenggut korban jiwa yang sangat

besar, akan tetapi juga telah menghancurkan ribuan harta benda penduduk,

400 gereja dan 30 masjid. Perang etnis antar warga Dayak dan Madura yang

terjadi sejak tahun 1931 hingga tahun 2000 telah menyebabkan kurang lebih

2000 nyawa manusia melayang sia-sia (Chanifah, 2012:3), dan yang

baru-baru ini terjadi di tahun 2016 aksi ricuh unjuk rasa pengemudi taxi yang

diwarnai tawuran dan aksi lempar batu dengan pengemudi ojek online terkait

konflik adanya wajah baru transportasi online yang dianggap merugikan

transportasi model lama (konvensional) pada selasa 22 Maret 2016, tawuran

antar warga johar Baru Jakarta Pusat pada 18 Mei 2016 malam, terjadi di 3

lokasi sekaligus yang hanya berselang satu jam lamanya, yaitu RT 06/03

Kelurahan Rawa, Jalan Taman Solo, dan Kampung Rawa (Liputan6.com

19/05/2016). Dan masih banyak lagi ratusan bahkan ribuan kasus yang belum

kita ketahui karena tidak diinformasikan oleh media masa. Hal tersebut

memberikan bukti bahwa nilai-nilai kemasyarakatan yang ada di dalam

al-Qur’an belum diaktualisasikan oleh masyarakat Indonesia yang notabene

(23)

Menjadi keharusan bagi kita bersama untuk memikirkan upaya

pemecahannya (solution). Termasuk pihak yang harus bertanggung jawab

dalam hal ini bukan hanya pemerintah pada umumnya, tapi juga para

kalangan pendidikan. Pendidikan sudah selayaknya berperan dalam

menyelesaikan masalah konflik yang terjadi di masyarakat. Minimal,

pendidikan harus mampu memberikan penyadaran (consciousness) kepada

masyarakat bahwa konflik bukan suatu hal yang baik untuk dibudayakan.

(Mahfud, 2004:2)

Oleh karena itu, agama Islam tidak hanya agama yang mengajarkan

ibadah saja, namun juga mengajarkan akhlak dan pergaulan diantara sesama

muslim (Shalabi, tt: 267-268). Tidak hanya mengajarkan hubungan vertikal

(Habl min Allah) saja namun juga mengajarkan hubungan horizontal (Habl min al-Nas). Kedua hubungan tersebut harus sejalan dan seimbang

sebagaimana bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai peran yang

seimbang baik di ranah ilahiah maupun di ranah manusiawi. (Eickelman, dkk,

2010:140)

Islam mengajarkan nilai-nilai universal dengan tujuan untuk

memberikan rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil’alamin) maka kitab

Al-Qur’an yang merupakan kitab suci yang universal di dalamnya terdapat

ayat-ayat yang mengajarkan tentang perdamaian, persaudaraan, kasih sayang,

(24)

Islam sebagai agama yang lengkap nan sempurna mempunyai

konsepsi dan prinsip yang dapat memberikan solusi kongkrit dalam

memecahkan problem hidup dalam bermasyarakat. Konsepsi dan prinsip

tersebut telah tertuang dalam ajarannya –Qur’an– (Muhsin, 2004:viii).

Al-Qur’an hadir menjadi solusi akan hal tersebut dengan memberikan petunjuk

dan pedoman hidup mengenai nilai-nilai kemasyarakatan (social values) yang

terangkum di dalam 114 surat al-Qur’an. (Mustaqim, 2011:4)

Telah termaktub dalam al-Qur’an surat al-Hujurat yang menjelaskan

hakikat manusia diciptakan laki-laki dan perempuan, berbangsa-bangsa dan

bersuku-suku tak lain agar supaya mengenal dan saling menghargai antar

sesama. Surat al-Hujurat merupakan salah satu dari beberapa surat yang

intens dan fokus pada pembahasan mengenai aspek akhlak dan pergaulan

hidup manusia (Departemen Agama RI, 2009:844). Allah mewahyukan surat

tersebut untuk memberikan pengajaran dan sekaligus meletakkan aturan

tingkah laku umum serta seperangkat moral ideal bagi orang-orang muslim

maupun kemanusiaan global. Nilai-nilai dan pesan moral yang ada dalam

surat al-Hujurat ayat 9-13 antara lain dalam bentuk perintah seperti Islah

(perdamaian), adil, ukhuwah (persaudaraan), ta’aruf (saling mengenal), dan

musawah (persamaan derajat). Sementara dalam bentuk larangan, seperti; mengolok-olok, mengejek, panggil memanggil dengan gelar-gelar buruk,

berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan, dan menggunjing. Yang semua

nilai-nilai itu merupakan pondasi penting bagi pembentukan gerakan muslim

(25)

Peneliti melihat bahwa dalam surat al-Hujurat ayat 9-13 terkandung

nilai-nilai kemasyarakatan yang juga layak untuk dikaji seiring dengan

perkembangan zaman. Memahami suatu makna al-Qur’an tentunya tidak

dapat lepas dari tafsir. Kitab tafsir yang menjadi kajian utama dalam

penelitian ini, ialah Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab. Peneliti tertarik

menggunakan tafsir ini, ialah karena Tafsir al-Misbah adalah karya mufassir

kontemporer Indonesia yakni Quraish Shihab, beliau memang bukan

satu-satunya pakar al-Qur'an di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan

dan meyampaikan pesan-pesan al-Qur'an dalam konteks kekinian dan masa

post modern membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar

al-Qur'an lainnya. sehingga buah karyanya yakni Tafsir al-Misbah peneliti

anggap lebih relevan penafsirannya dengan konteks masyarakat Indonesia

saat ini.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul Nilai-Nilai Kemasyarakatan dalam

Qur’an Surat Hujurat ayat 9-13 (Kajian Pemikiran Tafsir Al-Misbah Karya Quraish Shihab)

B. Rumusan Masalah

Dalam tulisan ini, yang penulis jadikan sebagai rumusan masalah

adalah :

1. Nilai-nilai kemasyarakatan apa sajakah yang terdapat dalam QS.

(26)

2. Bagaimanakah penafsiran Quraish Shihab terhadap nilai-nilai

kemasyarakatan dalam QS. al-Hujurat ayat 9-13 ?

3. Bagaimana relevansi nilai-nilai kemasyarakatan dalam QS. al-Hujurat ayat

9-13 dengan kehidupan masa kini ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok permasalahan di atas, tujuan dilakukan

penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui nilai-nilai kemasyarakatan yang terkandung pada QS.

al-Hujurat ayat 9-13.

2. Untuk mengetahui penafsiran Quraish Shihab terhadap nilai-nilai

kemasyarakatan dalam QS. al-Hujurat ayat 9-13

3. Untuk megetahui relevansi dari nilai-nilai kemasyarakatan dalam QS.

al-Hujurat ayat 9-13 dengan kehidupan masa kini.

D. Kegunaan Penelitian

Sedangkan kegunaan atau manfaat yang dapat kita ambil dari

penelitian telaah QS. al-Hujurat ayat 9-13 ini adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan pengetahuan yang lebih komprehensif terhadap pemahaman

nilai-nilai kemasyarakatan yang terkandung dalam QS. al-Hujurat ayat

9-13 dan relevansinya terhadap kehidupan masyarakat modern.

2. Hasil dari pengetahuan ini diharapkan mampu membantu dalam usaha

(27)

kemasyarakatan yang ada dalam al-Qur’an baik yang tersurat maupun

yang tersirat dan lebih khusus lagi pada QS. al-Hujurat ayat 9-13

3. Hasil penelitian ini diharapkan mendapat sambutan hangat dari para

peminat studi keislaman dan melengkapi khazanah intelektual Islam,

terlebih menjadi sumbangsih literatur bagi IAIN salatiga dalam visinya

sebagai pusat kajian Islam Indonesia.

E. Metode Penelitian

Istilah metode berasal dari kata methodos (yunani) berarti cara atau

jalan. Menyangkut dengan upaya ilmiah, metode dihubungkan dengan cara

kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang

bersangkutan. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti

untuk mendapat data dan informasi mengenai beberapa hal yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti (Darmawan, 2013:127). Adapun metode

penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library

research). Studi pustaka adalah teknik penelitian yang dilakukan dengan

cara mengumpulkan data dan informasi, didasarkan atas bantuan berbagai

macam materi yang terdapat dalam kepustakaan. Baik berupa buku,

majalah, jurnal, dan beberapa tulisan lain yang memiliki keterkaitan

(28)

kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi

penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan

laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.

(Nazir, 1998:111)

2. Sumber Data

Data penelitian ini diperoleh dari kitab suci al-Qur’an yang

merupakan peraturan bagi umat Islam sekaligus way of lifenya yang kekal

hingga akhir masa. Selain itu, sumber data penulisan ini juga diambil dari

buku-buku atau bahan bacaan yang relevan dengan pembahasan masalah

dalam penelitian skripsi ini. Sumber data penelitian ini penulis bedakan

menjadi dua kelompok, yakni sumber data primer dan sumber data

sekunder.

a. Sumber data primer

Sumber data primer merupakan pokok yang diperoleh

langsung dari subjek penelitian dengan alat pengambilan data langsung

pada subjek sebagai informasi yang dicari atau sebagai sumber utama

dalam skripsi ini. Dalam penelitian ini sumber primernya adalah Tafsir

al-Misbah karya Quraish Shihab, akan tetapi peneliti juga memasukkan

pendapat mufassir lainnya yang sepaham dengan mufassir tersebut guna

mendapatkan gambaran yang utuh, yang selanjutnya dideskripsikan dan

dianalisis sehingga memudahkan menjawab persoalan yang telah

(29)

b. Sumber data sekunder

Data skunder merupakan data penunjang yang diperoleh dari

pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subjek penelitianya,

atau dijadikan alat untuk dapat menganalisis pembahasan skripsi ini,

baik interpretasi mufasir, tokoh intelektual, dan para ilmuan mengenai

pokok permasalahan di atas. Sumber sekunder yang digunakan adalah

mencakup semua buku, kitab, artikel yang bertema kemasyarakatan dan

tulisan-tulisan yang membahas mengenai surat al-Hujurat.

c. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data, proses pengambilan dan

pengumpulan data diperoleh dari sumber data berupa buku-buku,

kitab-kitab, jurnal ilmiah, makalah, ensiklopedi, dokumen, web site dan

tulisan-tulisan yang lain sesuai tema yang diangkat. Langkah-langkah

yang ditempuh ialah penelusuran data, klasifikasi dan pengorganisasian

data kemudian penyajian data.

3. Metode Analisis Data

Analisis data adalah alat bantu statistik atau yang lainnya yang

digunakan untuk menganalisis data atau menguji hipotesis yang diperoleh

(Pratiwi, 2009:52). Analisis non-statistik sesuai untuk data deskriptif atau

data textular. Data deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya, dan

karena itu analisis macam ini juga disebut analisis isi (content analysis)

(30)

menganalisisnya digunakan metode analisis isi atau content analysis.

Menurut Wimmer dan dominick, dalam buku Metodologi Penelitian

Kualitatif karya Burhan Bungin (2011: 135) menjelaskan bahwa analisis

isi yaitu teknik penelitian untuk mengajari dan menganalisis komunikasi

secara sistematis, objektif, dan komunikatif terhadap pesan yang tampak.

Analisis isi juga bisa didefinisikan sebagai teknik penelitian untuk

membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru shahih data dengan

memperhatikan konteksnya (Anton Bekker,dkk, 1990: 65). Disini peneliti

menggunakan metode content analysis dalam menguraikan makna yang

terkandung dalam redaksi al-Qur’an, setelah itu dari hasil interpretasi

tersebut dilakukan analisa secara mendalam dan seksama guna menjawab

rumusan masalah yang telah dipaparkan oleh penulis.

F. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman penafsiran terhadap judul skripsi

ini, yaitu nilai-nilai kemasyarakatan yang terkandung dalam QS. al-Hujurat

ayat 9-13, maka penulis memberikan pengertian dan batasan skripsi ini, yaitu:

Nilai Kemasyarakatan

Sebelum membahas lebih mendalam mengenai isi dari surat

al-Hujurat ayat 9-13, maka penulis kemukakan lebih dahulu apa arti nilai dan

(31)

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Nilai berarti sifat-sifat

(hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Purwadarminta, 1999:

677) menurut Chabib Toha (1996:60) nilai adalah suatu tipe kepercayaan

yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dimana seseorang

bertindak atau menghindari suatu tindakan atau mengenai sesuatu yang pantas

atau tidak pantas dikerjakan. Kata majemuk “nilai-nilai” menurut Muhaimin

berasal dari kata dasar “nilai” diartikan sebagai asumsi-asumsi yang abstrak

dan sering tidak disadari tentang hal-hal yang benar dan penting (Muhaimin,

1993:110). Dalam hal ini nilai yang dimaksudkan adalah mengenai surat

al-Hujurat ayat 9-13.

Sedangkan Kemasyarakatan adalah mengenai masyarakat, sifat-sifat

atau hal masyarakat. (Purwadarminta, 1999: 751) Masyarakat, dalam arti

yang luas, berarti sekelompok manusia yang memiliki kebiasaan, ide dan

sikap yang sama, hidup di daerah tertentu, menganggap kelompoknya sebagai

kelompok sosial dan berinteraksi. (Arifin,2008:45)

Dengan begitu, dapat peneliti simpulkan bahwa Nilai Kemasyarakatan

adalah suatu etik nilai untuk manusia sebagai pribadi yang utuh; nilai yang

berhubungan dengan akhlak; nilai atau aturan yang berkaitan dengan benar

dan salah yang dianut oleh masyarakat.

Sehubung dengan luasnya cakupan pembahasan mengenai nilai-nilai

kemasyarakatan, peneliti membatasi pembahasan hanya pada ayat 9-13 surat

(32)

nilai-nilai dan pesan moral antara lain dalam bentuk perintah seperti Islah

(perdamaian), adil, ukhuwah (persaudaraan), ta’aruf (saling mengenal), dan

musawah (persamaan derajat). Sementara dalam bentuk larangan, seperti;

mengolok-olok, mengejek, panggil memanggil dengan gelar-gelar buruk,

berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan, dan menggunjing.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam

membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika skripsi ini secara garis

besar sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini akan dikemukakan tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah dan

sistematika pembahasan.

Bab II Biografi Quraish Shihab, dalam bab ini akan dipaparkan biografi

Quraish Shihab yang meliputi, riwayat hidup, aktivitas

keilmuan, dan karya- karyanya. Selain itu, menjelaskan pula kitab

tafsirnya yaitu seputar latar belakang penulisan tafsir, metode

penafsiran, sumber, corak penafsiran dan sistematika penafsiran.

Bab III Kajian pustaka, dalam bab ini dibahas mengenai tinjauan umum

mengenai masyarakat dan nilai-nilai yang ada di dalamnya, serta

(33)

pertama mengenai nilai-nilai kemasyarakatan dalam cakupan luas

yang menggambarkan secara umum nilai-nilai kemasyarakatan di

kehidupan manusaia. Pembahasan kedua fokus pada konsep

kemasyarakatan dalam Islam yang bersumber dari al-Qur’an

beserta nilai-nilai idealnya. Dan pembahasan terakhir yakni

deskripsi surat al-Hujurat ayat 9-13 dengan menyajikan gambaran

umum surat tersebut beserta asbabun nuzul, munasabah ayat dan

pokok-pokok yang terkandung di dalamnya.

Bab IV Deskripsi dan analisis penafsiran Quraish Shihab dalam kitab

tafsirnya al-Misbah terhadap nilai-nilai kemasyarakatan dalam

surat al-Hujurat ayat 9-13, pembahasan selanjutnya ialah relevansi

dari nilai-nilai kemasyarakatan dalam surat al-Hujurat ayat 9-13

dengan kehidupan masa kini.

Bab V Penutup, simpulan dan saran, bab penutup memuat kesimpulan

penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-saran dan kalimat

(34)

BAB II

BIOGRAFI QURAISH SHIHAB DAN GAMBARAN TAFSIR

AL-MISBAH

A.Biografi M. Quraish Shihab

Muhammad Quraish Shihab dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1944

di Rappang, kabupaten Sidrap (sidenereng, Rappang), Sulawesi Selatan.

Anak ke empat dari Prof. KH. Abdurrahman Sihab seorang ulama dan guru

besar ilmu tafsir yang pernah menjadi Rektor Universitas Mulimin Indonesia

(UMI) dan IAIN Alauddin Makasar.(Shihab, 1994:14)

Prof. KH. Abdurrahman Sihab mempunyai cara tersendiri untuk

mengenalkan putra-putrinya tentang islam, yaitu beliau sering sekali

mengajak anak-anaknya duduk bersama. Pada saat inilah beliau

menyampaikan petuah-petuah keagamaannya. Banyak petuah yang kemudian

oleh Quraish Shihab ditelaah sehingga beliau mengetahui petuah itu berasal

dari Al-Qur’an, Nabi, Sahabat atau pakar Al-Qur’an yang sampai saat ini

menjadi sesuatu yang membimbingnya.

Petuah-petuah tersebut menumbuhkan benih kecintaan terhadap tafsir

di jiwanya. Maka ketika belajar di Universitas al-Azhar Mesir, dia bersedia

(35)

studinya di jurusan tafsir, walaupun kesempatan emas dari berbagai jurusan di

fakultas lain terbuka untuknya. (Shihab, 1994:14)

Quraish Shihab berangkat ke Kairo Mesir pada tahun 1958, dan

diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar. Selama sepuluh tahun lebih dia

belajar di negeri pyramid itu. Ia belajar di Fakultas Ushuluddin Universitas

al-Azhar dengan mengambil jurusan Tafsir-Hadis. Pada tahun 1967 ia lulus

Sarjana setingkat S1 bergelar Lc dan dua tahun kemudian lulus S2 bergelar

MA dengan tesis berjudul Al-I’jaz at-Tasyri li al-Qur’an

al-Karim (Kemukjizatan al-Quranul Karim dari segi Hukum).

Kepulangannya ke Indonesia setelah membawa pulang gelar S2 ini,

oleh ayahnya Quraish Shihab ditarik sebagai Dosen IAIN Alauddin Makasar,

kemudian mendampingi ayahnya sebagai wakil rektor (1972-1980). Semasa

mendampingi ayahnya yang berusia lanjut, ia menjabat sebagai Koordinator

Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertis) wilayah VII Indonesia

Timur.

Pada tahun 1980, ia kembali ke Mesir untuk mengambil gelar doktor

di almamaternya, Universitas al-Azhar. Dua tahun kemudian ia berhasil lulus

doktor untuk bidang ilmu tafsir al-Qur’an dengan disertasinya yang

berjudul Namz ad-Dural li al-Biqa’i Tahqiq wa Dirasah (Suatu Kajian

Terhadap Kitab Durar (Rangkuman Mutiara) Karya al-Biqa’i), serta

predikat Mumtaz Ma’a Martabah asy-Syarif al-‘Ula (Summa Cum

(36)

Selanjutnya berbagai amanah diembannya sekembalinya ke Indonesia

sejak 1984 diantaranya:

a. Guru Besar Ilmu Tafsir di Fakultas Ushuluddin dan Pasca Sarjana IAIN

Syarif Hidayatullah, Jakarta (1993).

b. Menteri Agama Kabinet Pembangunan VII pada masa pemerintahan

Presiden Suharto (1998).

c. Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Arab Saudi pada masa

pemerintahan Presiden Habibie dan Abdurrahman Wahid.

d. Ketua MUI Pusat (1984)

e. Lajnah Pentashih Departemen Agama (1989)

f. Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (1989)

Keilmuan yang dimiliki Qurais Shihab mengantarnya terlibat dalam

beberapa organisasi profesional antara lain: Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu

Syariah; Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan; dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Mulsim

Indoneisa (ICMI). Di sela-sela kesibukannya itu, beliau juga terlibah dalam

berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri. Di samping kegiatan

tersebut, M. Qurais Shihab juga dikenal sebagai penulis dan penceramah yang

handal, termasuk di media televisi. Beliau diterima oleh semua lapisan

masyarakat karena mampu menyampaikan pendapat dan gagasan dengan

(37)

B.Karya-karya M Qurasih Shihab

Quraish Shihab dengan keilmuan yang dimilikinya telah

menghasilkan banyak karya ilmiah berupa buku, artikel, maupun kumpulan

artikel yang dihimpun menjadi buku. Berikut karya-karya yang pernah ditulis

oleh Qurais Shihab :

a. Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung pandang, IAIN

Alauddin, 1984)

b. Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1994)

c. Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996)

d. Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1994)

e. Tafsir al-Qur’an (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997)

f. Hidangan Ilahi, Tafsir Ayat-Ayat Tahlili (Jakarta: Lentera Hati, 1999)

g. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (15 jilid,

Jakarta: Lentera Hati, 2003)

h. Al Lubab; Makna, Tujuan dan Pelajaran dari al-Fatihah dan Juz ‘Amma

(Jakarta: Lentera Hati)

Dalam hal penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya

penggunaan metode tafsir maudu’i (tematik), yaitu penafsiran dengan cara

menghimpun sejumlah ayat al-Qur'an yang tersebar dalam berbagai surah

yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian

menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan

(38)

Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan

pendapat-pendapat al-Qur'an tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat

dijadikan bukti bahwa ayat al-Qur'an sejalan dengan perkembangan iptek dan

kemajuan peradaban masyarakat.

(id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Quraish_Shihab, diakses kamis 19

November 2015 pukul 13.03)

C. Seputar Kitab Tafsir Al-Misbah

1.Latar Belakang Penulisan Tafsir

Pengambilan nama al-Misbah pada kitab tafsir yang ditulis oleh

Quraish Shihab ditujukan agar tafsir tersebut berfungsi serupa dengan

makna Misbah yang berarti lampu, pelita, lentera atau benda lain yang

berfungsi sebagai penerangan bagi mereka yang berada dalam kegelapan.

Sehingga ia berharap tafsir yang ditulisnya dapat memberikan

penerangan dalam mencari petunjuk dan pedoman hidup terutama bagi

mereka yang mengalami kesulitan dalam memahami makna al-Qur’an

secara langsung karena kendala bahasa.

Tafsir al-Misbah adalah karya monumental Muhammad Quraish

Shihab dan diterbitkan oleh Lentera Hati. Tafsir al-Misbah diselesaikan

selama kurang lebih empat tahun oleh penulisnya. M. Quraish Shihab

memulai menulis di Kairo, Mesir pada hari Jum’at 4 Rabi’ul Awal 1420

H/18 Juni 1999 M dan selesai di Jakarta Jum’at 8 Rajab 1423 H/5

(39)

Niat awal menulisnya secara sederhana bahkan merencanakan

tidak lebih dari tiga volume, namun kenikmatan ruhani justru lebih

dirasakan ketika ia semakin mengkaji, membaca dan menulis tafsirnya

hingga tanpa terasa karya ini mencapai lima belas volume. Satu hal yang

membuat hati Quraish Shihab tergugah dan membulatkan tekad dalam

penyusunan kitab tafsirnya adalah ketika di Mesir ia menerima salah satu

surat yang ditulis oleh orang tak dikenal dan menyatakan bahwa: “Kami

menunggu karya ilmiah pak Quraish yang lebih serius.”.(Shihab,

2003:Vol.15 h.penutup)

Tafsir al-Mishbah adalah sebuah tafsir al-Qur’an lengkap 30 Juz

lengkap. Keindonesiaan penulis memberi warna yang menarik dan khas

serta sangat relevan untuk memperkaya khazanah pemahaman dan

penghayatan umat Islam terhadap rahasia makna ayat Allah SWT.

2. Metode dan Sistematika Penulisan

Dalam sekapur sirih volume 1 Quraish Shihab menuturkan

bahwa apa yang dihidangkan di Tafsir al Mishbah bukan sepenuhnya

ijtihadnya sendiri. Namun merupakan gabungan hasil karya ulama-ulama

terdahulu dan kontemporer, serta pandangan pakar tafsir Ibrahim Ibn

Umar al-Biqa’i (w. 885 H/1480) yang karya tafsirnya masih berbentuk

manuskrip dan menjadi bahan disertasi Quraish Shihab di Universitas

al-Azhar, Kairo dua puluh tahun lalu. Tak terlewatkan pula karya tafsir

(40)

Syeikh Mutawlli asy-Sya’rawi dan tidak ketinggalan Sayyid Quthb,

Muhammad Thohir Ibn ‘Asyur, Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’I

serta beberapa pakar tafsir lain. (Shihab, 2003:Vol.1 h.V)

Quraish Shihab tidak hanya mengutip atau mengumpulkan buah

pikir ulama-ulama yang disebutkan diatas, melainkan ia lebih

mengarahkan kutipan tersebut sebagai apresiasi atas kekagumannya

terhadap pemikiran ulama terdahulu yang dituangkan dalam karya

tafsirnya ini. Bentuk apresiasi itu terwujud dalam komentar yang ia

berikan setelah mengutip karya para ulama. Namun, tidak hanya

memberikan apresiasi, ia juga memberikan pendapat yang kontradiktif

dari para ulama, jika dalam prespektifnya pendapat tersebut tidak sesuai

atau salah.

Sistematika penulisanTafsir al-Misbah ini dimulai dari penulisan

ayat-ayat al-Qur’an, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

Setelah itu menguraikan makna-makna penting dalam tiap kosa kata,

makna kalimat, maksud ungkapan.

Setidaknya, menurut pakar tafsir al-Azhar University, Abdul Hay

al-Farmawi, dalam penafsiran al-Qur’an dikenal empat macam metode

tafsir, yakni metode tahlili, metode ijmali, metode muqaran, dan metode

maudhu’i. (al-Farmawi, 2002:23).Jika melihat sistematika penulisan dari

Tafsir al-Misbah yang terperinci, maka dapat dikatakan bahwa metode

(41)

Metode tafsir tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud

menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Di

dalam tafsir tahlili, mufassir mengikuti urutan ayat dan surat

sebagaimana yang telah disusun di dalam mushaf ‘Utsmani. Muffasir

memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata yang diikuti

dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Mufassir juga

mengemukakan munasabah (korelasi), ayat-ayat, dan menjelaskan

hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain, membahas sabab

al-nuzul (latar belakang turunnya ayat) jika ada, dan menyampaikan dalil-dalil dari hadits, atau dari sahabat, dan atau dari para tabi’in. (Budihardjo,

2012:132)

Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu

Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna

tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat

difungsikan dalam kehidupan nyata.

Menurut Quraish Shihab, ada beberapa prinsip yang dipeganginya

dalam karya Tafsir al-Mishbah, baik tahlilymaupun maudhu’i, bahwa

al-Qur’an merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan. Maka tidak luput

pembahasan ilmual-munasabat dalam karyanya ini. (Shihab, 2003:Vol.1

(42)

3.Corak Penafsiran

Berdasarkan hasil pengamatan penulis pada Tafsir al-Mishbah,

bahwa tafsir ini bercorak tafsir al-Adabi al-Ijtima’i. Corak tafsir ini

terkonsentrasi pada pengungkapan balaghah dan kemukjizatan al-Qur’an,

menjelaskan makna dan kandungan sesuai hukum alam, memperbaiki

tatanan kemasyarakatan umat, dan lainnya.

Corak tersebut sangat terlihat jelas, sebagai contoh ketika Quraish

Shihab menafsirkan kata

َ ﻧ7ھ

dalam surat al-Furqan ayat 63. Quraish

Shihab menjelaskan:

“Kata

(

َ ﻧ7ھ

)

haunan berarti lemah lembut dan halus. Patron kata

yang di sini adalah masdar/indifinite nun yang mengandung makna

“kesempurnaan”. Dengan demikian, maknanya adalah penuh dengan

kelemaha lembutan.

Sifat hamba-hamba Allah itu, yang dilukiskan dengan

(

َن7ُ: َ)

ً ﻧ7َھ ِضرَ<ا َ$"َ!

)

yamsyuuna ‘ala al-ardhi haunan/berjalan di atas

bumi dengan lemah lembut, dipahami oleh banyak ulama dalam arti cara

jalan mereka tidak angkuh atau kasar.

Kini, pada masa kesibukan dan kesemerawutan lalu lintas, kita

dapat memasukkan dalam pengertian kata

(

َ ﻧ7ھ

)

haunan, disiplin lalu

(43)

melanggar dengan sengaja peraturan lalu lintas kecuali orang yang

angkuh atau ingin menang sendiri hingga dengan cepat dan melecehkan

kiri dan kanannya.

Penggalan ayat ini bukan berarti anjuran untuk berjalan perlahan

atau larangan tergesa-gesa. Karena Nabi Muhammad SAW, dilukiskan

sebagai seseorang yang berjalan dengan gesit penuh semangat, bagaikan

turun dari dataran tinggi.Dari sini jelas, usaha Quraish Shihab untuk

memperbaiki tatanan kehidupan sosial sungguh kuat, sehingga masalah

disiplin lalu lintas pun disinggung dalam tafsirannya, walau pun mungkin

sebagai contoh. Jadi wajar dan sangat pantas sekali, kalau tafsirnya ini

digolongkan dalam corak al-Adabi al-Ijtima`i.

(http://anamko.blogspot.co.id/2013/08/kajian-kitab-tafsir-di-indonesia-tafsir.html.diakses kamis 19 November 2015 pukul 13.03)

(44)

BAB III KAJIAN PUSTAKA

A. Nilai

1. Pengertian Nilai

Nilai disamping juga sebagai produk dari masyarakat, juga

merupakan alat atau media untuk menyelaraskan antara kehidupan pribadi

dengan kehidupan bermasyarakat. Menanamkan nilai yang baik juga

merupakan fungsi utama pendidikan. Ada banyak tokoh pendidikan yang

mengartikan apa itu nilai. Nilai menurut Milon Rokeach dan Jams Bank

yang dikutip oleh Chabib Thoha dalam bukunya Kapita Selekta Pendidikan

Islam adalah sebaga suatu sistem kepercayaan yang berada dalam ruang

lingkup sistem kepercayaan dalam mana seseorang bertindak atau

menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak

pantas dikerjakan. ( Thoha, 1996:60)

Dalam buku yang sama Chabib Thoha juga mengutip pendapat J.R

Fraenkel yang mendefinisikan nilai sebagai berikut: A value is an idea a

concept about what some one thinks important in life ( Thoha, 1996:60). Dari pengertian yang dikemukakan oleh J.R Fraenkel, ini menunjukkan

bahwa nilai bersifat subyektif, artinya tata nilai pada masyarakat satu belum

tentu tepat diterapkan untuk masyarakat yang lain, hal tersebut dikarenakan

(45)

Sebagai contoh untuk memahami devinisi nilai dari J.R Fraenkel

adalah sebagai berikut :

a. Segenggam garam lebih berarti bagi masyarakat Dayak di daerah

pedalaman dari pada segenggam emas. Hal tersebut dikarenakan

segengam garam lebih berarti untuk mempertahankan kehidupan.

Sedangkan segenggam emas hanya sebagai pehiasan.

b. Segenggam emas lebih berarti dari pada sekarung garam bagi masyarakat

perkotaan.

Adanya perbedaan tersebut adalah dikarenakan segi manfaat dari

suatu hal. Nilai sesuatu akan selalu berbeda antara masyarakat yang satu

dengan yang lain. Pengertian ketiga yang dikutip Chabib Thoha dalam buku

yang sama mengenai pengertian nilai, dikemukakan oleh Sidi Gazalba.

Menurut Sidi Gazalba pengertian nilai adalah sebagai berikut:

Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar atau salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi atau tidak disenangi. (Thoha, 1996:61).

Pengertian di atas menunjukkan adanya hubungan antara subjek

penelitian dengan objek. Seperti halnya garam dikatakan bernilai karena ada

subjek yang menganggapnya penting, jika garam tidak ada yang

membutuhkan, maka garam dapat dikatakan tidak memiliki nilai. Dari

beberapa pengertian di atas dapat diambil satu kesimpulan tentang definisi

(46)

2. Tata Nilai

Nilai secara umum adalah suatu faham yang sangat varian, dan lebih

bertendensi abstrak. Nilai timbul dari olahan sosial yang mempengaruhi

individu terus-menerus, sehingga nilai itu menyatu dengan diri. Tanpa

adanya interaksi tidak ada nilai. Orang yang sendirian dalam kamar yang

terkunci, baginya tidak berlaku nilai apapun. Dalam kesendirian, orang bisa

berbuat semaunya, tanpa mengaitkan nilai. Secara prediktif (perkiraan), nilai

bisa berupa pandangan, pertimbangan, keyakinan hidup, atau juga bisa

timbul dari ramuan agama, atau suatu anggapan yang implisit terikat pada

individu atau kelompok individu yang patut dan wajar. Maka, kadang suatu

nilai tidak mudah bisa dilepaskan begitu saja, karena telah menjadi bagian

atau aspek yang integral dari seluruh kepribadian seseorang. Dalam interaksi

sosial, konsep seperti kebenaran, keadilan, kepahlawanan, kesucian

kasih-sayang, dan sebagainya adalah dambaan nilai, yang membuat pergaulan

menjadi sejuk dan abstrak. Merusak nilai pada akhirnya juga merusak

norma dan merusak pergaulan. (Sukanto, 1994:45)

Nilai dan norma hanya bisa timbul, jika ada keharusan tanggung

jawab dan larangan, pada saat manusia hidup berkelompok, karena orang

yang menyendiri itu tidak terikat oleh suatu nilai, maka norma pun menjadi

tidak berguna baginya. Ini artinya, orang yang suka hidup menyendiri,

menjauhi alam dan pergaulan adalah orang yang hidup tanpa nilai dan

norma, dan juga tidak memerlukan kualitas kepribadian. Dalam konstelasi

(47)

komponen lingkungan hidup manusia dalam sistem alam semesta. Dengan

sistem nilai dengan nilai tertentu, manusia bisa mengubah kadar alam

menjadi sumber keidupan yang posistif (bermanfaat), atau juga bisa

menimbulkan nilai yang negatif (madharat). Dampak manfaat akan

membawa manusia kepada kebahagiaan dunia-akhirat. Sedangkan dampak

negatif bisa menyebabkan kehancuran dan kesengsaraan kehidupan manusia

sendiri, juga dunia-akhirat. Oleh karena itu, mendalami tata nilai berarti

bahwa dalam menyelnggarakan kehidupan di bumi ini, orang harus

mengatur hubungan dan tanggung jawab kepada Tuhan, kepada diri sendiri,

kepada masyarakat, dan kepada alam semesta. (Sukanto, 1994:45 Op. cit)

3. Macam-macam Nilai

Menurut Noeng Muhadjir nilai dibedakan menjadi dua macam, yaitu

nilai Ilahiyah dan Insaniyah (Thoha, 1996:64). Nilai Ilahiyah merupakan

nilai yang bersumber dari agama (wahyu Allah), sedangkan nilai Insaniyah

adalah nilai yang diciptakan oleh manusia atas dasar kriteria yang diciptakan

oleh manusia pula.

Nilai Ilahiyah dapat dibagi menjadi dua, pertama nilai ubudiyah

yaitu nilai tentang bagaimana seseorang seharusnya berlaku dan beribadah

terhadap Tuhannya. Nilai uluhiyah sering kita sebut dengan istilah “hablum

minallah”. Kedua, nilai muammalah yaitu nilai yang ditentukan oleh Tuhan bagi manusia untuk dijadikan pedoman dalam berhubungan dengan

(48)

nilai individual, nilai biofisik, nilai ekonomik, nilai politik, dan nilai estetik.

Nilai ini juga dapat kita sebut dengan “hablum minannas”. (Thoha,

1996:64). Menurut analisa peneliti, termasuk dalam nilai insaniyah juga

meliputi nilai disiplin lalu lintas, nilai budaya dan juga nilai tradisi.

Allah SWT berfirman:

“Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS.

al-A’raf:199). (Departemen Agama RI , 1982:177)

Dalam ayat di atas Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW

agar menyuruh umatnya mengerjakan yang ma’ruf. Maksud dari ‘urf dalam

ayat di atas adalah tradisi yang baik. Kalimat al-‘urf adalah bentukan dari

kata al-ma’ruf yang berarti segala bentuk kebaikan yang telah diketahui

secara umum oleh masyarakat. Kata Al-Ma’ruf sendiri banyak disebutkan

dalam ayat al-Qur’an yang bermakna kebaikan yang selaras dengan

kebaikan yang diterima oleh manusia secara umum. Dalam hal ini al-ma’ruf

juga bermakna adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Sehingga ayat

ini memiliki banyak hubungan (munasabah) dengan ayat-ayat yang

membicarakan tentang adat/’urf yang ada di masyarakat.

(49)

Dari kedua jenis nilai di atas maka nilai Ilahiyah merupakan nilai

yang tidak lagi bersifat subyektif melainkan menjadi obyektif pada kalangan

agama tertentu. Hal ini dikarenakan nilai Ilahiyah tentunya didasarkan pada

firman Tuhan yang terdapat pada kitab suci agama tertentu. Meski nilai pada

masyarakat berbeda namun beragama sama, tentu saja aplikasi beragama

pada masyarakat tersebut tetaplah sama. Begitu juga nilai-nilai Ilahiyah

dalam agama Islam tentulah sama walau berada dalam masyarakat yang

memiliki budaya berbeda.

Berdasarkan adanya dua macam nilai di atas, maka penelitian ini

diharapkan dapat menemukan nilai-nilai Ilahiyah maupaun Insaniyah yang

ada dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 9-13.

B. Masyarakat

1. Pengertian Masyarakat

Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang berasal

dari kata latin socius yang berarti (kawan). Istilah masyarakat berasal dari

kata bahasa Arab syaraka yang berarti (ikut serta dan berpartisipasi).

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah

ilmiah adalah saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai

prasarana melalui warga-warganya dapat saling berinteraksi. Definisi lain,

masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu

sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh

(50)

yang memiliki keempat ciri yaitu: 1) Interaksi antar warga-warganya, 2).

Adat istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4) Rasa identitas kuat yang mengikat

semua warga (Koentjaraningrat, 2009:115-118).

Semua warga masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama,

hidup bersama dapat diartikan sama dengan hidup dalam suatu tatanan

pergaulan dan keadaan ini akan tercipta apabila manusia melakukan

hubungan, Mac lver dan Page (dalam Soerjono Soekanto 2006:22),

memaparkan bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan, tata

cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok,

penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan

manusia. Masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama untuk

jangka waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan suatu adat istiadat.

Menurut Ralph Linton (dalam Soerjono Soekanto, 2006:22)

masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan

bekerja bersama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka

dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan

batas-batas yang dirumuskan dengan jelas sedangkan masyarakat menurut Selo

Soemardjan (dalam Soerjono Soekanto, 2006: 22) adalah orang-orang yang

hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan mereka mempunyai

kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan

(51)

Menurut Emile Durkheim (dalam Soleman B. Taneko, 1984: 11)

bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara

mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.

Masyarakat sebagai sekumpulan manusia di dalamnya ada beberapa unsur

yang mencakup. Adapun unsur-unsur tersebut adalah:

1. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama;

2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama;

3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan;

4. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.

Menurut Emile Durkheim (dalam Djuretnaa Imam Muhni, 1994: 29

31) keseluruhan ilmu pengetahuan tentang masyarakat harus didasari pada

prinsip-prinsip fundamental yaitu realitas sosial dan kenyataan sosial.

Kenyataan sosial diartikan sebagai gejala kekuatan sosial di dalam

bermasyarakat. Masyarakat sebagai wadah yang paling sempurna bagi

kehidupan bersama antar manusia. Hukum adat memandang masyarakat

sebagai suatu jenis hidup bersama dimana manusia memandang sesamanya

manusia sebagai tujuan bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan

kebudayaan karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu

dengan yang lainnya (Soerjono Soekanto, 2006: 22).

Beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa,

masyarakat memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam

(52)

sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial.

Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas, mempunyai

kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.

2. Masyarakat dan macamnya

Masyarkat adalah satu kesatuan yang selalu berubah, yang hidup

karena proses masyarakat yang menyebabkan perubahan itu (Shadily,

1980:33). Dalam zaman biasa masyarakat mengenal kehidupan yang teratur

dan aman, disebabkan oleh karena pengorbanan sebagian kemerdekaan dari

anggota-anggotanya, baik daengan paksa maupun suka-rela. Pengorbanan di

sini dimaksudkan menahan nafsu atau kehendak sewenang-wenang, untuk

mengutamakan kepentingan dan keamanan bersama. Dengan paksa berarti

tunduk dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan (negara, dan sebagaiya)

; dengan sukarela berarti menurut adat dan berdasarkan keinsyafan akan

persaudaraan dalam kehidupan bersama itu (desa berdasarkan adat dan

sebagainya).

Masih dalam buku yang sama menurut Hassan Shadily (1980:33),

cara terbentuknya masyarakat mendatangkan pembagian dalam :

a. Masyarakat paksaan, umpamanya negara, masyarakat tawanan ditempat

tawanan dan sebagainya.

(53)

1) Masyarakat alam (nature) yaitu yang terjadi dengan sendirinya :

suku-golongan (horde) atau suku (stam), yang bertalian karena darah atau

keturunan, umumnya yang masih sederhana sekali kebudayaanya.

2) Masyarakat kultur, terdiri karena kepentingan keduniaan atau

kepercayaan (keagamaan), yaitu antara lain kongsi perekonomian,

koperasi, gereja dan sebagaianya. (Shadily, 1980:33)

3. Asal Masyarakat

Bemacam-macam penyelidikan dijalankan, untuk mendapatkan jawaban

tentang asal masyarakat, tetapi menurut Hassan Shadily dalam bukunya

Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, tiada suatupun yang dapat ditegaskan

benar, semua pendapat hanya merupakan kira-kira dan pandangan saja. Antara

lain orang berkesimpulan, bahwa manusia tidak dapat hidup seorang diri, hidup

dalam gua atau dipulau sunyi umpamanya. Selalu ia akan tertarik kepada hidup

bersama dalam masyarakat, karena:

a. Hasrat yang berdasar naluri (kehendak yang di luar pengawasan akal)

untuk memelihara keturunan, untuk mempunyai anak, kehendak mana

akan memaksa ia mencari isteri sehingga masyarakat keluarga terbentuk.

b. Kelemahan manusia selalu terdesak ia untuk mencari kekuatan bersama,

yang terdapat dalam berserikat dengan orang lain, sehingga berlindung

bersama-sama dan dapat pula mengejar kebutuhan kehidupan sehari-hari

(54)

Sejak lahirnya sebagai bayi manusia telah tampak dalam kelemahannya,

kebutuhan untuk perlindungan dari ibu-bapak selalu diharapkannya,

demikian pula perlindungan keluarga itu sendiri terhadap bahaya yang

mengancam dari luar. Demikian keluarga terjadi, dan selanjutnya suku

bangsa, bangsa dan sebagainya.

c. Pendapat Aristoteles yang dikutip Hassan Shadily (1980:34): bahwa

manusia adalah zoon politikon, yaitu makhluk sosial yang hanya menyukai

hidup bergolongan, atau sedikitnya mencari teman untuk hidup bersama,

lebih suka daripada hidup sendiri.

Masih berhubungan dengan pendapat Aristoteles, mengingatkan akan

pikiran-pikiran Darwin yang seolah-olah diperkuat olehnya. Manusia

yang dikatakan satu keturunan dengan kera tentu saja terdapat hidup

bergolongan, karena nyata sekali bahwa kera dan sebangsanya selalu

terdapat hidup dalam bergolongan. Juga hewan-hewan yang lebih rendah

cara hidupnya seperti burung, ikan, dan lainnya telah terdapat dalam

golongan. Selanjutnya adalah kerjasama, pertolongan, penjagaan dan

pembalasan bersama terdapat dalam gerombolan semut, kera, gajah dan

sebagainya (Tiersosiologi- Dr. F Alves) dimana bukan akal tetapi naluri

yang menjadikan mereka bersatu. Sedikit sekali kiranya kekeliruan, jika

manusia yang masih sederhana cara hidup dan pikirannya dipersamakan

aturan hidupnya dengan hewan-hewan tersebut. Artinya mereka

(55)

menurut prinsip ekonomi umpamanya. Yang selalu terdapat pada manusia

modern.

d. Lain dari pada Aristoteles, Hassan Shadily juga mengutip pendapat

Bergson (lahir 1859): bahwa manusia hidup bersama bukan oleh

persamaan, melainkan oleh karena perbedaan yang terdapat dalam sifat,

kedudukan dan sebagainya, demikian oleh karena pendapat ini berdasar

kepada pelajaran dialektika, yang mencoba melihat kebenaran dalam

kenyataanya dengan mengadakan perbedaan dan perbandingan. Pendapat

Aristotels yang telah kuno itu tidak berentangan dengan pendapat Bergson

yang bersifat modern ; kedua-duanya dapat diakui kebenaran dasar

pemikirannya. (Shadily, 1980:34)

C. Aspek-Aspek Nilai Kemasyarakatan Secara Umum

1. Pembawaan Sosial

Manusia sebagai makhluk masyarakat. salah satu kehilafan yang

sangat umum ialah anggapan, bahwa manusia “menurut kodratnya” adalah

egois dan bahwa ia mempunyai kebebasan yang sangat luas. Tiap orang

mengenal kekuatan “akunya” sendiri, tetapi hanya sedikit orang yang

menginsyafi, betapa erat “aku” ini dengan “kita”. Manusia baru menjadi

manusia, karena hidup bersama dengan manusia yang lain. (Bouman,

1976:16)

Bouman (1976:16) dalam bukunya Ilmu Masyarakat Umum,

(56)

segenap sifat yang berkembang dalam pergaulan dengan orang lain.

Sifat-sifat tersebut kerap kali terdapat dalam pertentangan satu dengan lainnya :

perasaan harga diri di samping kecenderungan untuk patuh atau menyerah,

simpati dan sifat-sifat penolong di samping nafsu berjuang, hasrat

menyampaikan perasaan atau pikiran di samping kecenderungan menyendiri

dan menyimpan rahasia. Justru dalam pertentangan-pertentangan inilah

tersembunyi kekayaan alam tabiat manusia yang tak ubahnya dengan semua

bentuk-bentuk hidup.

Pembawaan sosial memang meperlihatkan beberapa sifat-sifat yang

tetap, tetapi hasrat naluri adalah tetap lebih penting, karena ia bersama-sama

dengan sifat-sifat yang diperoleh kemudian, menjadi sebab dapat

berubah-ubahnya alam tabiat manusia dalam batas-batas tertentu. Bilamana

pembawaan sosial manusia tidak dapat berubah dan tidak dapat diolah lagi,

maka tidak akan mungkin ada pendidikan dan perkembangan kebudayaan.

Maka manusia akan tetap terkurung dalam kehidupan kehewanan yang tidak

bersejarah, yang terus berulang-ulang seperti suatu lingkaran yang tak

berujung berpangkal. Ini menggambarkan bagaimana alam tabiat manusia

baru dapat berkembang setelah ia bergaul dengan sesama manusia.

(Bouman, 1976:16-17)

2. Kecenderungan Meniru dan Saling Bergaul (berinteraksi)

Kecenderungan meniru termasuk kecenderungan naluriah, yang

(57)

peranan yang pentin-penting. Apa yang ada dalam permainan anak-anak

masih berupa “peniruan”, jika dilihat dari sudut kemasyarakatan mempunyai

dua arti:

a. Mempertahankan bentuk-bentuk kebudayaan dan adat istiadat yang

diambil secara diam-diam oleh keturunan yang satu dari keturunan yang

lain. Hal ini terutama berlaku untuk segenap adat sopan-santun.

b. Penghematan tenaga. Tidak semua tindakan dapat didasarkan atas

keputusan kehendak yang bebas. Sebagai ganti pertimbangan yang teliti,

dapat diadakan peniruan, untuk memudahkan hidup. (Bouman, 1976:22)

Dalam abad kesembilanbelas, karena pengaruh cara berpikir ilmu

pengetahuan alam, orang telah mengemukakan pentingnya naluri bergaul

sebagai suatu keharusan hayati, yang rupanya juga dalam zaman

purbakala telah menjadi syarat untuk mencari makanan dan untuk

keamanan. Barulah kemudian orang mulai memahami golongan sebagai

kesatuan kemasyarakatan, di mana antara lain karena kecenderungan

manusia untuk bergaul, dalam hal ini pergaulan itu mempuyai peranan

sebagai tadi-sekarang dalam arti yang lebih luas- seluruh pembawaan

kemasyarakatan tiap orang dapat berkembang, menjadi penolong

terbentuknya pribadi seseorang. (Bouman, 1976:24)

3. Tolong-menolong dan Simpati

Simpati ialah kesanggupan untuk dengan langsung turut merasakan

(58)

jadilah perasaan suka “mengerti”. Mengerti adalah semacam mengetahui, di

samping ‘langsung merasakan’ atau ‘ikut merasakan’. Pada bentuk simpati

yang murni, perasaan-perasaan yang tak sadarlah berkuasa.

Perasaan-perasaan serupa itu kebanyakan ditimbulkan dalam hubungan antara

manusia yang satu dengan yang lain. Bila seseorang tidak melihat sesuatu

kejadian atau bilamana gambarnya kabur, maka tampaklah bahwa kekuatan

perasaan simpati itu berkurang. Hal ini berlaku pula bagi kecenderungan

tolong-menolong, yang demikian erat hubungannya dengan simpati.

Kecenderungan naluriah untuk menolong orang lain sebenarnya

berdasarkan perasaan simpati daripada perasaan kasihan yang bersifat

sepihak saja. Orang yang terjun ke dalam air untuk menolong seseorang

yang hendak tenggelam, biasanya bukanlah didorong oleh perasaan kasihan.

kebanyakan tolong-menolong terbatas pada pemberian pertolongan

kecil-kecil antara seseorang dengan orang lain. Bantu-membantu ini mempererat

hubungan antara sesama manusia (jugs hubungsn batin) dan oleh karena itu

menjadikan faktor dalam pembentukan perasaan bersatu padu. (Bouman,

1976:24)

4. Hasrat Berjuang

Arti hasrat berjuang ini untuk masyarakat, terutama terletak dalam

kenyataan, bahwa oleh karenannya individu menjadi manusia yang

sebenarnya. Dalam dirimya tumbuh sifat-sifat yang memungkinkannya

Referensi

Dokumen terkait

Seiring dengan terbitnya KMA Nomor 183 Tahun 2019 tentang Kurikulum PAI dan Bahasa Arab pada Madrasah, maka Kementerian Agama RI melalui Direktorat Jenderal

program spss16. Teknik analisis data dengan menggunakan statistik deskriptif dengan persentase. Hasil penelitian diketahui bahwa: 1) minat belajar dari faktor intrinsik peserta

Undang–Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik

Adanya variasi suhu spray dryer yang digunakan dalam proses pengeringan ekstrak buah mahkota dewa pada penelitian ini dapat berpengaruh terhadap bentuk, sifat

59 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang termasuk kedalam kelompok perusahaan non-finansial yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2008- 2012

Kemudian dari hasil uji kinerja kompor yang dilakukan dengan memvariasikan rasio udara yang dilengkapi dengan blower maka efisiensi termal yang paling baik dihasilkan

manapun. Untuk itu diperlukanlah rasa hormat terhadap pluralisme sebagai basis.. 8 ideologi dari etika global dalam komunitas dunia. The Chicago Declaration of World

Dari latar belakang diatas, studi ini akan meneliti: Berapa besar komposisi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah di Indonesia, berapa besar pengaruh komposisi