• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGAKTUALISASIKAN NILAI-NILAI PLURALISME AGAMA DI SMK NEGERI 03 SALATIGA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGAKTUALISASIKAN NILAI-NILAI PLURALISME AGAMA DI SMK NEGERI 03 SALATIGA SKRIPSI"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM

MENGAKTUALISASIKAN NILAI-NILAI PLURALISME

AGAMA DI SMK NEGERI 03 SALATIGA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Dalam Ilmu Tarbiyah

Disusun oleh

AKHMAD TEGAR SIDIQ 111 11 163

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)

iii

DEKLARASI

ميحرلا نحمرلا للها مسب

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang munaqosah skripsi.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, 30 Mei 2016 Penulis,

Akhmad Tegar Sidiq NIM. 111 11 163 KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721

(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda-tangan, di bawah ini: Nama : AKHMAD TEGAR SIDIQ NIM : 111 11 163

Fakultas : TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN Jurusan : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 30 Mei 2016 Yang Menyatakan,

Akhmad Tegar Sidiq NIM. 111 11 163 KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721

(5)

v Ilmu Keguruan IAIN Salatiga di Salatiga

Assalamu'alaikum. Wr. Wb.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudari :

Nama : AKHMAD TEGAR SIDIQ NIM : 111 11 163

Fakultas / Progdi : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan / Pendidikan Agama Islam (PAI)

Judul : UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGAKTUALISASIKAN

NILAI-NILAI PLURALISME AGAMA DI SMK

NEGERI 03 SALATIGA

Dengan ini kami mohon skripsi Saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamu'alaikum, Wr, Wb.

Salatiga,30 Mei 2016 Pembimbing

Mukti Ali, S.Ag., M.hum. NIP. 19750905 200112 1 001 KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721

(6)

vi SKRIPSI

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM

MENGAKTUALISASIKAN NILAI-NILAI PLURALISME

AGAMA DI SMK NEGERI 03 SALATIGA

DISUSUN OLEH:

AKHMAD TEGAR SIDIQ

NIM: 111 11 163

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 30 Mei 2016 dan telah dinyatakan memenuhi syarat

guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.

Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd. Sekretaris Penguji : Dr. Mukti Ali, S.Ag., M.Hum. Penguji I : Dr. Zaikyuddin, M.Ag.

Penguji II : M. Gufron, M.Ag.

Salatiga, 06 Juni 2016

Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)

Suwardi, M.Pd.

(7)

vii

Artinya: “dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas

segala sesuatu”

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang penulis anggap mempunyai peran penting dalam hidup-Ku

1. Kedua orang tua Ku Bapak Misbah dan Ibu Maesaroh tersayang yang

membesarkan Ku serta memberikan do‟a restu demi tercapainya keberhasilan

ini.

2. Adik Ku tersayang Muhammad Khilmi Khasan, Muhammad Faiz dan Muhammad Hadi Mirza terima kasih atas motivasi yang adik berikan kepada mas Akhmad Tegar Sidiq.

3. Terima kasih kepada teman-teman seangkatan, Kopma Fatawa dan sahabat-sahabat yang selalu menyemangati Ku.

4. Seseorang yang spesial yang akan menjadi zaujah Ku.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

ميحرلا نحمرلا للها مسب

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke jalan kebenaran dan keadilan.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarata guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun jugul skripsi ini

adalah “UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM

MENGAKTUALISASIKAN NILAI-NILAI PLURALISME AGAMA DI SMK NEGERI 03 SALATIGA”

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga

(10)

x

5. Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan PAI IAIN Salatiga yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan ketarbiyahan kepada penulis dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai.

6. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun spiritual serta yang senantiasa berkorban dan berdoa demi tercapainya cita-cita.

7. Adik-adik Ku tersayang yang memberikan dorongan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan studi di IAIN Salatiga.

8. Saudara-saudara dan sahabat-sahabat semua yang telah membantu memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta mendapatkan balasan myang berlipat ganda amien. Penulis sadar bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan memberikan sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Amien ya robbal

„alamien.

Salatiga, …. Maret 2016 Penulis,

(11)

xi ABSTRAK

Sidiq, Akhmad Tegar 2016. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mengaktualisasikan Nilai-Nilai Pluralisme Agama di SMK Negeri 03 Salatiga. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Mukti Ali, S.Ag., M.Hum.

Kata Kunci: Pendidikan Agama Islam dan Pluralisme Agama.

Usaha pengaktualisasian nilai-nilai kemanusiaan yang dikembangkan di SMK Negeri 03 Salatiga relatif sama dengan lembaga pendidikan umum lainnya, yaitu dengan menambahkan muatan kurikulum kelompok mata pelajaran estetika, dan belum diarahkan sepenuhnya pada pembentukan pribadi peserta didik yang pluralis. Peserta didik hanya dididik dan diarahkan untuk dapat saling menghormati, sementara mereka tidak memahami secara mendalam akan arti nilai saling menghormati terebut. Tidak salah jika mereka terkadang saling menghargai, tapi ketika mendengar isu-isu yang tak bertanggung jawab, mereka juga dapat bertindak anarkis, baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat. Hal inilah yang mungkin belum disadari oleh lembaga pendidikan secara umum, sehingga sampai saat ini lembaga pendidikan selalu menjadi sorotan ketika terjadi berbagai fenomena tindak kekerasan di masyarakat. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik dan tergugah untuk melakukan penelitian tentang proses penanaman nilai-nilai pluralisme agama yang terdapat pada lembaga pendidikan umum, dalam hal ini SMK Negeri 03 Salatiga, dengan harapan dapat mengungkap nilai-nilai di balik realita pluralisme agama di sekolah tersebut. Adapun fokus penelitian ini meliputi: 1) Apa saja nilai-nilai pluralisme agama yang terdapat di SMK Negeri 03 Salatiga?, 2) Upaya apa yang dilakukan guru pendidikan agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga? dan 3) Apakah pengaktualisasian nilai-nilai pluralisme agama oleh guru pendidikan agama Islam (PAI) dapat mewujudkan harmoni keberagamaan di SMK Negeri 03 Salatiga?

(12)

xii

Hasil penelitian ini adalah: Pertama, di SMK Negeri 03 Salatiga terdapat nilai-nilai pluralisme agama yang meliputi: 1) saling menghargai (esteeming each other), 2) saling menghormati (respecting each other), 3) tidak membeda-bedakan dalam pemberian hak kepada setiap individu, 4) tidak saling menjatuhkan (do not affronting each other) dan 5) mengakui keragaman agama sebagai bentuk sunnatullah. Kedua, upaya yang dilakukan guru pendidikan agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga di antaranya dengan: 1) melakukan pengembangan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan cara mengembangkan silabus, 2) memberi kepahaman kepada siswa akan arti pluralisme agama secara mendalam melalui

pelajaran agama Islam yang didasarkan pada Al-Qur'an dan Hadits, 3) memberikan batasanbatasan secara jelas akan nilai-nilai pluralisme yang boleh

diterapkan dan yang tidak harus diterapkan, 4) melakukan bimbingan-bimbingan keagamaan di luar Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di kelas, 5) mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama kepada siswa dengan cara menjadi suri tauladan yang baik dan 6) ikut serta dalam mensukseskan pendidikan nilai yang digalakkan oleh sekolah. Ketiga, SMK Negeri 03 Salatiga telah mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama dalam kehidupan masyarakat sekolah. Hal ini dapat dilihat dari terwujudnya harmoni keberagamaan di dalamnya yang meliputi dari: 1) toleransi (tolerance), 2) kerukunan (reconciliation), damai dan dinamis (peacefulness) dan 3) rasa kebersamaan (togetherness) dan solidaritas (social solidarity).

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN DEKLARASI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

MOTTO... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Kerangka Teoritik ... 10

F. Penegasan Istilah ... 12

G. Metode Penelitian ... 17

H. Sistematika Penulisan ... 22

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pendidikan Agama Islam ... 25

(14)

xiv

2. Dasar Pendidikan Agama Islam ... 27

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 31

4. Fungsi Pendidikan Agama Islam ... 33

B. Tinjauan Tentang Pluralisme agama ... 35

1. Pengertian Pluralisme Agama ... 35

2. Sosio-Historis Pluralisme Agama ... 39

3. Pluralisme Agama Dalam Al-Qur‟an ... 43

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 51

B. Paparan Data ... 56

1. Nilai-nilai Pluralisme Agama di SMK Negeri 03 Salatiga ... 56

2. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mengaktualisasikan Nilai-nilai Pluralisme Agama di SMK Negeri 03 Salatiga ... 58

3. Harmoni Keberagaman di SMK Negeri 03 Salatiga ... 68

BAB IV PEMBAHASAN A. Nilai-nilai Pluralisme Agama di SMK Negeri 03 Salatiga ... 74

B. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mengaktualisasikan Nilai-nilai Pluralisme Agama di SMK Negeri 03 Salatiga ... 80

(15)

xv BAB V PENUTUP

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Pembimbingan dan Asisten Pembimbingan Skripsi Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 4 Surat Balasan Penelitian Lampiran 5 Lembar Konsultasi Skripsi Lampiran 6 SKK

Lampiran 7 Dokumentasi

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pluralisme merupakan pengakuan atas keperbedaan, dan keperbedaan itu sesungguhnya sunatullah dan merupakan sesuatu yang nyata serta tidak bisa dipungkiri. Penolakan terhadap pluralisme yang sunatullah itu menimbulkan ketegangan dan bahkan konflik, karena meniadakan sesuatu yang nyata merupakan pengingkaran terhadap kehendak Allah. Pluralisme pada tujuannya tidak sebatas menghendaki pengakuan atas keperbedaan itu, melainkan juga penghormatan atas kenyataan perbedaan. Untuk itu, sudah seharusnya diakui dengan jujur bahwa masyarakat Indonesia memang berbeda-beda dan karenanya segala perbedaan itu untuk dihormati. Kalau sikap seperti ini bisa dilakukan maka tidak mungkin ada ketegangan yang berujung pada konflik.

Menurut I Made Titib (2004:51) konflik terjadi karena emosi keagamaan yang berlebihan yang disebabkan oleh pemahaman ajaran agama yang sempit dan dangkal, hal ini mengakibatkan timbulnya sentimen keagamaan yang berkadar tinggi, sehingga terjadi pemaksaan keinginan antara satu bagian dengan bagian lainnya, dan masing-masing ingin mendapatkan lebih dari yang seharusnya didapatkan.

Berbagai peristiwa yang sempat menggejolak di sebagian wilayah Indonesia beberapa tahun terakhir mengindikasikan telah terjadi pertentangan menyangkut berbagai kepentingan di antara berbagai kelompok masyarakat.

(18)

2

(19)

3

dalam kehidupan antar pemeluk agama, toleran dalam kebudayaan, toleran dalam politik dan toleran dalam aspek-aspek kehidupan lainnya (Fatwa, 1997:34).

Terlepas dari provokator dan lain sebagainya yang bisa menjadi

kambing hitam dalam setiap “chaos”, yang jelas umat beragama belum

mempunyai kontrol emosi yang memadai sehingga begitu mudah terpancing untuk melakukan berbagai macam tindakan anarki. Umat beragama masih diliputi oleh rasa sentimen keagamaan dan fanatisme yang begitu kuat mengakar dalam dirinya. Padahal sentimen keagamaan dan fanatisme membuat paling tidak banyak memberi andil atas terciptanya setiap adegan kerusuhan dan terjadinya konflik. Konflik yang mengatasnamakan agama pada umumnya disebabkan oleh penyimpangan arah proses sosial yang berkorelasi logis dengan bentuk-bentuk penyimpangan interaksi sosial antar umat beragama. Oleh karena itu, M. Imdadun Rahmat (2003:32) mengatakan bahwa fenomena demikian menunjukkan adanya keterputusan antara nilai-nilai keberagamaan yang selama ini dipahami dalam perilaku sosial.

(20)

4

nilai-nilai agama dilepaskan dari segala kepentingan pribadi dan kelompok serta agama tidak dijadikan alat untuk pencapaian tujuan tertentu.

Banyak hal yang mesti dibenahi, tetapi paling tidak upaya pemeliharaan atau pemulihan keharmonisan hubungan sosial dan kerukunan umat beragama yang sempat terusik akibat konflik SARA beberapa tahun belakangan, di pandang perlu melibatkan semua komponen masyarakat secara komprehensif dan integratif, baik pada arah nasional maupaun lokal. Pemecahan yang diasumsikan tentu saja berlandaskan pada dinamika obyektif masyarakat itu sendiri sesuai struktur yang berkembang secara aktual. Karena itu concern dan kerjasama instansi-instansi terkait serta pemberdayaan lembaga dan pemimpin agama dan masyarakat mutlak perlu dilakukan (Mudzhar, 2004:16).

(21)

5

peserta didik, sehingga peserta didik tidak hanya tahu bahwa mereka hidup dalam kemajemukan agama, tapi mereka juga mengetahui nilai-nilai yang tersembunyi di balik realitas pluralisme agama disekolahnya dan pada gilirannya mereka mampu mengaktualisasikannya dalam bentuk prilaku sehari-hari.

(22)

6

Masyarakat Indonesia harus mulai menoleh apakah dunia pendidikan selama ini mengajarkan tentang kenyataan keperbedaan itu? Bagaimanakah keperbedaan itu tidak sekedar dipandang sebagai sebuah pengetahuan, tetapi juga dipahami, dirasakan dan dijalani dengan segala pengakuan serta penghormatan. Bagaimana cara pendidikan (terutama pendidikan agama) mengenalkan keperbedaan itu? pada akhirnya sikap terhadap keperbedaan yang tercermin dalam pergaulan keseharian, apakah menjadikan anak didik inklusif atau justru eksklusif. Pendidikan agama dituntut keras untuk menciptakan hasil yang maksimal, khususnya dalam mempersiapkan peserta didik yang memiliki prilaku agamis dan humanis. Pendekatan pendidikan agama yang diterapkan di semua lembaga pendidikan formal adalah bersifat teologis dan scientific cum doctrinaire. Melalui pendekatan itu, truth claim dari religiositas siswa diharapkan dapat tumbuh subur. Begitu pula dengan

daya kritis teologisnya dapat berkembang di dalam bingkai „pluralisme agama

konfensional‟(Saerozi, 2004:157).

Peran guru pendidikan agama di sekolah bagi terbentuknya harmoni keberagaman bagi seluruh pemeluk agama sangatlah penting. Karena seorang guru agama adalah orang yang memiliki pengetahuan agama secara luas sekaligus sebagai pemeluk agama yang baik (Saerozi, 2004:37). Oleh karena itu guru pendidikana agama, terutama guru pendidikan agama Islam, harus mampu menjadi agamawan dan teladan bagi peserta didik di sekolah dan masyarakat secara luas. Lebih-lebih umat Islam yang menyandang predikat

(23)

7

dapatkah itu diwujudkan, karena posisi umat Islam sebagai mayoritas di satu sisi sangatlah tidak menguntungkan. Dan ironisnya ternyata umat Islam dapat dikatakan hampir banyak ikut serta dalam setiap aksi kerusuhan. Mengapa

bisa terjadi demikian? Tentunya ada yang salah, “there is something wrong”.

Atau bisa jadi pendidikan Islam khususnya dan pendidikan formal umumnya belum mampu mendidik siswanya menjadi kaum pluralis.

Pendidikan agama merupakan sarana utama dan didalamnya terdapat nilai-nilai agama diperkenalkan, baik kepada individu maupun kepada masyarakat adalah bagian daripada kebutuhan masyarakat untuk menciptakan suasana yang damai, tentram dan religius. Di samping itu, pendidikan agama yang menciptakan iklim, suasana atau bahkan rangsangan untuk mengalami atau menghayati nilai-nilai tertentu. Lewat pengajaran dan penghayatan, pendidikan agama berusaha membina mentalitas iman dalam diri para penganutnya. Mentalitas adalah inti yang mengendalikan pribadi manusia. Dengan mentalitas iman, setiap penganut agama dapat melihat situasi hidup, menilai situasi hidup dan menentukan sikap dalam situasi hidup tersebut. Pada sisi itu, pendidikan agama sebagai upaya pengenalan dan pemahaman terhadap agama serta sebagai proses internalisasi nilai-nilai menjadi penting untuk diangkat. Pendidikan ini hendaknya menjadi perhatian semua orang: kaum pendidik, tokoh agama dan intelektual sehingga pendidikan agama bisa memunculkan keberagamaan yang bersifat pencerahan bagi umat manusia, serta menjadi rahmat bagi sekalian alam sebagaimana tujuan agama itu sendiri

(24)

8

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik dan tergugah untuk melakukan penelitian tentang proses penanaman nilai-nilai pluralisme agama yang terdapat pada lembaga pendidikan umum, dalam hal ini SMK Negeri 03 Salatiga dengan harapan dapat mengungkap nilai-nilai di balik realita pluralisme agama di sekolah tersebut. Sehingga penulis mengambil judul skripsi yaitu “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mengaktualisasikan Nilai-Nilai Pluralisme Agama Di SMK Negeri 03

Salatiga”.

B. Fokus Penelitian

Dalam rangka mengetahui jawaban penelitian perlu merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang penulis teliti, sebagai berikut :

1. Apa saja nilai-nilai pluralisme agama yang terdapat di SMK Negeri 03 Salatiga?

2. Upaya apa yang dilakukan guru pendidikan agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga?

3. Apakah pengaktualisasian nilai-nilai pluralisme agama oleh guru pendidikan agama Islam (PAI) dapat mewujudkan harmoni keberagamaan di SMK Negeri 03 Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

(25)

9

1. Nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga,

2. Upaya-upaya guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga,

3. Harmoni keberagamaan di SMK Negeri 03 Salatiga. D. Manfaat Penelitian

Setelah adanya data dan informasi yang diperoleh dari penelitian tentang upaya guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga, maka harapan peneliti dari penelitian ini dapat memberikan manfaat secara praktis maupun teoritis, yaitu :

1. Manfaat Praktis a. Bagi penulis

Dengan meneliti upaya guru pendidikan agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga maka akan menambah wawasan pemahaman yang lebih komprehensif tentang arti pentingnya mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama.

b. Bagi guru

Diharapkan dapat memberi sumbangan untuk membangkitkan upaya guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga.

(26)

10

2. Secara teoritik, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan pendidik pada umumnya, khususnya dapat memperkaya khasanah dunia pendidikan Islam yang diperoleh dari hasil penelitian. E. Kerangka Teoritik

Untuk lebih memperjelas mengenai permasalahan, peneliti akan menguraikan beberapa kepustakaan yang relevan mengenai pembahasan akan dibicarakan dalam skripsi ini antara lain:

1. Imam Akhsani, “Konsep Pluralisme Abdurrahman Wahid (Dalam

Perspektif Pendidikan Islam)”, Skripsi (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2005) membahas mengenai upaya untuk mencari konsep pluralisme yang dilontarkan Abdurrahman Wahid kemudian dikaji dan dianalisa dengan nilai-nilai Islam yang universal. Pemahaman terhadap konsep diharapkan akan mendapatkan nilai positif dalam pengembangan pendidikan Islam saat ini.

2. Hamidah, “Rekontruksi Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid dan

Nurcholis Madjid (Studi Terhadap Pluralisme Agama)”, Skripsi

(Palembang: Fakultas Dakwah IAIN Raden Fatah, 2010) membahas mengenai pemikiran Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid tentang pluralisme agama.

3. Moh. Zamzani Mubarrak, “Pluralisme Keagamaan (Tinjauan Atas

(27)

11

4. Tri Widiyanto, “Internalisasi Nilai-nilai Tauhid Dalam Pendidikan Agama Islam Untuk Menumbuhkan Pluraliseme di SMA Negeri 3 Bantul Tahun

Pelajaran 2013/2014”, skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014)

membahas proses penanaman nilai tauhid dilakukan dalam pembelajaran PAI melalui materi rukun iman dan penanaman nilai tauhid dalam PAI memberikan implikasi positif dalam upaya menumbuhkan pluralisme di SMA Negeri 3 Bantul mengaplikasikan nilai-nilai tauhid di lingkungan sekolah dengan saling menghargai, menghormati, tidak membeda-bedakan dalam pemberian hak kepada setiap individu, tidak saling menjatuhkan dan mengakui keberagaman sebagai suatu rahmat.

5. Ismail, “Aktualisasi Akhlak Dalam Humanisme-Pluralis”, Tadris. Volume 194 4. Nomor 2. 2009 (Pekalongan: STAIN Pekalongan) membahas akhlak (kemoralan) adalah kebanyakan peralatan substansial untuk melakukan peranan-peranan dari manusia berdua sebagai Tuhan dan sebagai kesosialan ciptaan-ciptaan. Perbuatan akhlak tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran timbul dari dalam diri orang yang mengerjakan tanpa ada paksaan/tekanan dari pihak luar dilakukan secara ikhlas semata-mata karena Allah bukan karena dipuji orang/ingin mendapatkan suatu pujian.

(28)

12

apa yang dilakukan guru pendidikan agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama dan pengaruh pengaktualisasian nilai-nilai pluralisme agama oleh guru pendidikan agama Islam (PAI) dapat mewujudkan harmoni keberagamaan di SMK Negeri 03 Salatiga.

F. Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi kesalah-pahaman dalam penulisan skripsi ini, perlu penulis jelaskan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam judul di atas. Istilah-istilah tersebut adalah :

1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) a. Upaya Guru

Upaya menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai usaha kegiatan yang mengarahkan tenaga, pikiran untuk mencapai suatu tujuan. Upaya juga berarti usaha, akal, ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan mencari jalan keluar (Depdikbud, 2002:1250).

(29)

13

dapat memberi pemahaman yang baik kepada siswa dan perubahan yang dinamis serta terarah.

b. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama merupakan salah satu dari tiga subyek pelajaran yang harus dimasukkan dalam kurikulum setiap lembaga pendidikan formal di Indonesia. Hal ini karena kehidupan beragama merupkan salah satu dimensi kehidupan yang diharapkan dapat terwujud secara terpadu (Chabib Thoha, 1999:1).

Dalam bahasa Arab pengertian pendidikan, sering digunakan beberapa istilah antara lain, al-ta‟lim, al-tarbiyah, dan al-ta‟dib, al

-ta‟lim berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian

pengetahuan dan ketrampilan. Al-tarbiyah berarti mengasuh mendidik dan al-ta‟dib lebih condong pada proses mendidik yang bermuara pada penyempurnaan akhlak/moral peserta didik (Nizar, 2001:86-88). Namun, kata pendidikan ini lebih sering diterjemahkan dengan

“tarbiyah” yang berarti pendidikan (Ramayulis, 2002:13).

Jadi pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Aktualisasi Nilai-nilai Pluralisme Agama a. Aktualisasi

Aktualisasi adalah kebutuhan naluriah pada manusia untuk

(30)

14

2009), menyatakan aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa anak-anak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.

Aktualisasi dapat didefinisikan sebagai perkembangan yang paling tinggi dari semua bakat, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas. Aktualisasi juga memudahkan dan meningkatkan pematangan serta pertumbuhan. Ketika individu makin bertambah besar, maka "diri" mulai berkembang. Pada saat itu juga, tekanan aktualisasi beralih dari segi fisiologis ke segi psikologis. Bentuk tubuh dan fungsinya telah mencapai tingkat perkembangan dewasa, sehingga perkembangan selanjutnya berpusat pada kepribadian (http://elearning.gunadarma.ac.id/)

b. Nilai

(31)

15 c. Pluralisme Agama

Secara etimologi, pluralisme agama, berasal dari dua kata,

yaitu “pluralisme atau pluralism (A.S Hornby et.al., 1972:744)” dan

“agama”. Dalam bahasa Arab diterjemahkan “al-ta‟addudiyyah

aldiniyyah” dan dalam bahasa Inggris “religious pluralism”. Oleh

(32)

16

substansinya yang sangat asasi yaitu sesuatu yang sakral (Anonim,

Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama,

www.nusantaraonline.com)

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik suatu

pengertian bahwa “pluralitas agama” adalah kondisi hidup bersama

(koeksistensi) antar agama (dalam arti yang luas) yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing agama. Namun dari segi konteks dimana

“pluralisme agama” sering digunakan dalam studi-studi dan wacana sosio-ilmiah pada era modern ini, memiliki definisi yang berbeda. Pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama-agama besar dunia merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang dan secara bertepatan merupakan respon real atau Yang Maha Agung dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi dan bahwa transformasi wujud manusia dari pemusatan diri menuju pemusatan hakiki terjadi secara nyata dalam setiap masing-masing pranata kultural manusia tersebut dan terjadi, sejauh yang dapat diamati, sampai pada batas yang sama.

(33)

17 G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh tentang permasalahan yang dikaji, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Soedarsa (1998:4) penelitian kualitatif adalah penelitian yang informasi atau data yang dikumpulkan tidak berwujud angka-angka dan analisisnya berdasarkan prinsip logika. Adapun asumsi dari metode ini karena pendekatan kualitatif mempunyai kemampuan mengungkap data yang tersirat dan terselubung dengan memahami kerangka acuan dari pelaku perbuatan itu sendiri.

Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis disini adalah jenis penelitian deskriptif, yakni penelitian yang berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data dengan menyajikan data tersebut untuk dianalisis dan diinterprestasikan serta menggambarkan situasi dan kejadian atau peristiwa, penelitian deskriptif ini juga berusaha memberikan gambaran dengan sistematis, cermat dari fakta-fakta yang aktual.

(34)

18

gejala dan mencatat dalam buku. serta menggunakan metode penelitian yang bersifat studi kasus, yakni mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat.

2. Instrumen Penelitian

Pada dasarnya alat pengumpulan data yang paling utama dalam penelitian kualitatif adalah manusia (responden), baik dari peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain. Dalam penelitian ini peneliti sebagai instrumen sekaligus pengumpul data yang bertindak sebagai participant observation (pengamat berperan aktif), maka kehadiran peneliti sangat penting untuk mengadakan penyesuaian diri dengan hal-hal yang terjadi di lapangan. Selain itu hanya manusialah yang dapat berhubungan dengan responden dan mampu untuk memahami dengan kaitan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan (Moleong, 2002:5).

Dalam penelitian ini status peneliti diketahui oleh informan atau responden. Peneliti bersifat terbuka dan menampakkan bahwa dirinya adalah seorang peneliti yang sedang melakukan penelitian serta mengharap ada respon dari responden. Adapun cara yang digunakan adalah dengan menggunakan pedoman wawancara dengan daftar pertanyaan terbuka, pedoman observasi dan pedoman dokumentasi.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

(35)

19 4. Sumber Data

a. Sumber data primer diperoleh dari wawancara Kepala Sekolah, Wakil Kepala Kurikulum dan para guru PAI di SMK Negeri 03 Salatiga. b. Sumber data sekunder yang dapat diperoleh dari data-data yang

berhubungan dengan pengaktualisasian pluralisme agama di kalangan sekolah.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data secara holistik integrative relevan dengan fokus, maka teknik pengumpulan data yang akan dipakai meliputi :

a. Metode Interview

Interview atau wawancara yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan yang sistematis kepada para responden. Wawancara bermakna tahapan cara interview (pewawancara) dengan responden, dan kegiatannya dilakukan secara lisan (Hadi, 2000:196).

Metode ini ditujukan kepada kepala sekolah, wakil kepala kurikulum dan para guru PAI di SMK Negeri 03 Salatiga yang dapat menjelaskan upaya guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga.

b. Metode Observasi

(36)

20

lingkungan, metode yang digunakan dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga.

c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi dari asal kata dokumen yang artinya barang-barang tertentu, majalah, dokumen dan peralatan untuk memperoleh data, metode yang digunakan untuk mencari data tentang upaya guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga dan perubahan yang dilakukan, struktur organisasi serta data lain tentang upaya guru dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama.

6. Teknik Analisis Data

Lexy J. Moleong (1998:108), dalam bukunya yang berjudul "Metode Penelitian Kualitatif" disebutkan analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan susunan uraian dasar, sehingga dapat menentukan hipotesis kerja yang disarankan oleh data.

Dalam analisis data ada beberapa tekhnik yang dilakukan secara bertahap. Secara prosedural data yang diperoleh dengan mengoptimalkan metode penelitian yang digunakan, yang kemudian direduksi, disajikan, disimpulkan, dan diverifikasikan.

a. Reduksi data

(37)

21

B. Miles dan A. Michael Huberman, t.th: 161). Hasil dari reduksi data tersebut kemudian diverbalkan dan dipilah-pilah menurut kategori datanya.

b. Penyajian data

Dalam tahap ini peneliti menyajikan data yang telah direduksi dengan rapi dan runtut sehingga peneliti mampu melakukan tindakan lanjut untuk analisa data.

c. Menarik kesimpulan dan verifikasi

Penarikan kesimpulan merupakan tahap terakhir setelah reduksi dan data disajikan dan kesimpulan yang masih meragukan akan diverifikasi dengan data-data baru sehingga sampai pada keyakinan tingkat validitas yang memadai

7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian metode analisis data yang digunakan yaitu triangulasi (keabsahan). Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau perbandingan terhadap data itu.

Triangulasi dengan sumber dan metode membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dicapai dengan jalan :

a. Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara. b. Membandingkan apa yang dikatakan siswa dengan apa yang dikatakan

(38)

22

c. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang terkait.

d. Membandingkan apa yang dikatakan key informan dan informan. 8. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian ada beberapa tahap-tahap yang dilakukan oleh peneliti, antara lain :

a. Kegiatan administrasi yang meliputi pengajuan ijin operasional dari IAIN Salatiga untuk melakukan penelitian kepada guru-guru di SMK Negeri 03 Salatiga.

b. Memilih jumlah orang untuk menjadi key informan dan informan. c. Melakukan observasi lapangan dan informan sehingga langsung

mendapat data.

d. Meminjam dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk kelengkapan data penelitian.

e. Penyajian data dengan susunan dan urutan-urutan yang memungkinkan dan memudahkan untuk dilakukan pemaknaan.

f. Mereduksi data dengan cara membuat data-data yang lemah atau menyimpang setelah mulai tampak adanya kekurangan data sebagai akibat proses reduksi. Selanjutnya direncanakan untuk mengumpulkan data.

H. Sistematika Pembahasan

(39)

23

tersebut kemudian penulis jabarkan menjadi lima bab. Adapun perinciannya, sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN.

Dalam bab ini penulis akan mengemukakan pokok-pokok pikiran yang mendasari penulisan skripsi ini. Pokok-pokok tersebut antara lain : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA.

Pada bab II ini penulis akan mengemukakan tinjauan teoritis tentang: Pertama, tinjauan pendidikan agama Islam, meliputi: pengertian pendidikan agama Islam, tujuan pendidikan agama Islam dan upaya guru dalam memberikan pendidikan agama Islam. Kedua, tinjauan pluralisme agama, meliputi: pengertian pluralisme agama, pluralisme agama dalam Al-Qur‟an, pluralisme agama di lingkungan sekolah.

BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

(40)

24

pendidikan agama Islam (PAI) dapat mewujudkan harmoni keberagamaan di SMK Negeri 03 Salatiga.

BAB IV : PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi tentang nilai-nilai pluralisme agama yang terdapat di SMK Negeri 03 Salatiga, upaya yang dilakukan guru pendidikan agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga dan pengaktualisasian nilai-nilai pluralisme agama oleh guru pendidikan agama Islam (PAI) dapat mewujudkan harmoni keberagamaan di SMK Negeri 03 Salatiga.

BAB V : PENUTUP

(41)

25 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

I. Tinjauan Tentang Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan merupakan salah satu dari kebutuhan mendasar manusia yang selalu diperlukan di sepanjang hidupnya. Pendidikan merupakan sarana untuk memberikan petunjuk hidup dan membangun diri manusia manjadi seorang pemikir. Dari sisi sosial, pendidikan merupakan faktor penting dalam hidup bermasyarakat. Masalah pendidikan adalah masalah yang penting dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga pendidikan dijadikan suatu ukuran maju mundurnya suatu bangsa. Sedangkan yang dimaksud dengan dasar pendidikan adalah suatu landasan yang dijadikan pegangan dalam menyelenggarakan pendidikan. Umumnya yang menjadi landasan penyelenggaraan pendidikan suatu bangsa dan negara adalah pandangan hidup bangsa dan falsafah hidupnya.

Dalam hal ini menurut Zuhairini, yang dikutip oleh Muhaimin (2002:36) menjelaskan bahwa:

Dalam Islam pada mulanya pendidikan disebut dangan kata “ta‟lim” dan

ta‟dib” mengacu pada pengertian yang lebih tinggi, dan mencakup unsur

-unsur pemgetahuan („ilm), pengajaran (ta‟lim) dan pembimbingan yang baik (tarbiyah). Sedangkan menurut Langgulung (1997), pendidikan Islam itu setidak-tidaknya tercakup dalam delapan pengertian, yaitu Altarbiyah al-diniyah (pendidikan keagamaan), ta‟lim al-din (pengajaran agama),

al-ta‟lim al-diny (pengajaran keagamaan), al-ta‟lim al-Islamy (pengajaran

(42)

26

Para ahli pendidikan biasanya lebih menyoroti istilah tersebut dari aspek perbedaan anatara tarbiyah dan ta‟lim, atau antara pendidikan dan pengajaran. Di kalangan para peneliti Indonesia, istilah pendidikan biasanya lebih diarahkan pada pembimbingan watak, moral sikap atau kepribadian, atau lebih mengarah pada afektif, sementara pengajaran lebih diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan atau menonjolkan dimensi kognitif dan psikomotor.

Sedangkan menurut Zakiah Daradjat (1996:86) pengertian Pendidikan Agama Islam dapat disimpulkan, sebagai berikut :

a. Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik, agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life).

b. Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan ajaran Islam.

c. Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikannya, ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh serta menjadikannya sebagai suatu pandangan hidupnya, demi keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia maupun di akhirat kelak.

Jadi, Pendidikan Agama Islam merupakan “usaha sadar yang dilakukan pendidik

(43)

27

pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”

(Majid dan Andayani, 2004:132).

Pengertian pendidikan lebih diperluas cakupannya, pertama sebagai aktivitas berarti upaya secara sadar yang dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial. Kedua, pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak.

2. Dasar Pendidikan Agama Islam

Dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama di Indonesia memiliki status yang lebih kuat. Dasar tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi :

a. Dasar dari segi Yuridis atau hukum

Dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal dari peraturan perundang-undangan, yang secara langsung dan tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah-sekolah ataupun lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia.

1) Dasar ideal

(44)

28 2) Dasar stuktural / Konstusional

Yakni dari dasar UUD 1945 dalam bab IX pasal 29 ayat 2, yang berbunyi :

a) Negara berdasarkan Atas Ketuhanan Yang Maha Esa

b) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.

Dari bunyi UUD tersebut adalah mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia harus beragama. Dalam arti orang atheis dilarang hidup di negara Indonesia. Di samping itu negara melindungi umat beragama, untuk menunaikan ajaran agamanya dan beribadah menurut agamanya masing-masing. Karena itu supaya umat beragama tersebut dapat menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing diperlukan adanya pendidikan agama.

3) Dasar operasional

Yang dimaksud dengan dasar operasional adalah dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah di Indonesia. Pelaksanaan pendidikan Agama secara langsung dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri.

b. Dasar dari religius

Yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar-dasar yang bersumber dari agama Islam yang tertera dalam ayat Al-Qur‟an maupun

(45)

29

(Zainuddin, 2007:86). Menurut ajaran Islam, bahwa melaksanakan pendidikan agama adalah merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan ibadah kepada-Nya. Dalam Al-Qur‟an banyak ayat-ayat yang menunjukkan adanya perintah tersebut, antara lain : Dalam surat An-Nahl ayat 125, berbunyi:

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah (perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui

orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Departemen Agama RI,

2007:287)

Dalam surat Ali Imron ayat 124, berbunyi



Artinya: (ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin: "Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu Malaikat yang diturunkan (dari langit)?". (Departemen Agama RI, 2007:66)

Untuk memahami yang terinci, umat Islam diperintahkan agar mengikuti ajaran Rasulullah SAW. Karena tindak tanduk perilaku beliau itu merupakan contoh kongrit yang dapat ditangkap oleh manusia. Dalam sabda Rasulullah SAW :

(46)

30

Dengan demikian, dasar pendidikan agama Islam sudah jelas dan tegas yaitu firman Allah dan Sunnah Rasulullah SAW, maka isi Al-Qur‟an dan Hadits yang menjadi pedoman pendidikan agama Islam. Al-Qur‟an adalah sumber kebenaran dalam agama Islam, sedangkan Sunnah Rasulullah yang dijadikan landasan pendidikan agama Islam adalah berupa perkataan, perbuatan atau pengakuan Rasulullah SAW dalam bentuk isyarat.

c. Dasar dari Sosial Psikologis

Setiap manusia selalu membutuhkan adanya suatu pegangan hidup

yang disebut agama. “Jiwa mengalami kesempurnaan melalui proses

pendidikan dan pengajaran akhlak serta santapan ilmu” (Hartati, 2004:71). Mereka merasakan dalam jiwanya ada suatu perasaan yang menyakini adanya suatu dzat yang Maha Kuasa, tempat mereka memohon pertolongan. Hal ini terjadi pada masyarakat yang masih primitif maupun yang sudah modern, mereka akan tenang dan tentram apabila mendekatkan diri kepada Allah. Hal semacam ini sesuai dengan firman Allah QS. Ar-Ra‟a ayat 28:

tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Departemen Agama RI, 2007:256)

(47)

31

dilaksanakan dengan penuh keiklasan secara baik dan benar semua yang beragama Islam.

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Pendidikan dalam Islam harus kita pahami sebagai upaya mengubah manusia dengan pengetahuan dengan sikap dan prilaku yang sesuai dengan kerangka nilai tertentu (Islam). Secara pasti tujuan pendidikan Islam yaitu menciptakan SDM yang berkepribadian Islam, dalam arti cara berfikirnya berdasarkan nilai Islam dan berjiwa sesuai dengan ruh dan nafas Islam. Begitu pula, metode pendidikan dan pengajaran disusun untuk mencapai tujuan tadi. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tercapainya tujuan tersebut tentu akan dihindarkan. Jadi, pendidikan Islam bukan semata-mata melakukan knowledge transfer, tetapi memperhatikan apakah ilmu pengetahuan yang diberikan itu dapat mengubah sikap atau tidak. Tujuan pendidikan Islam bukanlah menghasilkan warga negara dan pekerjaan yang baik, tetapi untuk menciptakan manusia yang baik. Dalam kerangka ini maka diperlukan monitoring yang intensif oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk pemerintah (negara) terhadap perilaku peserta didik, sejauh mana mereka terikat dengan konsepsi-konsepsi Islam.

Tujuan pendidikan agama Islam secara umum ialah “meningkatkan

keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berpendidikan agama Islam mulia dalam kehidupan kepribadian,

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara” (GBPP PAI, 1994). Hal ini sering

(48)

32

Artinya : “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka mengabdi kepada-Ku” (Departemen Agama RI,

2007:523)

Tujuan umum pendidikan agama tersebut dengan sendirinya tidak akan dapat dicapai dalam waktu sekaligus, tetapi membutuhkan proses atau membutuhkan waktu yang panjang dengan tahap tertentu, dan setiap tahap yang dilalui itu juga mempunyai tujuan tertentu yang disebut tujuan khusus.

Dalam membahas tujuan Pendidikan Agama Islam menurut beberapa ahli atau tokoh pendidikan Islam adalah :

a. Imam Al Ghazali mengatakan tujuan pendidikan agama Islam yang hendak

dicapai adalah “pertama kesempurnaan manusia yang puncaknya dekat

dengan Allah, kedua kesempatan manusia yang puncaknya kebahagiaan di

dunia dan di akhirat” (Aminuddin, 2005:20).

(49)

33

c. Menurut Ahmad D. Marimba dalam bukunya Pengantar Filsafat Pendidikan

Islam menyatakan “tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya

kepribadian muslim” (Hamdani, 1998:15).

Dari beberapa pendapat tersebut diatas maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa tujuan pendidikan agama Islam yaitu untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan diri pribadi manusia muslim secara menyeluruh melalui latihan kejiwaan, akal fikiran, kecerdasan, perasaan dan panca indra, sehingga memiliki kepribadian yang utama. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus mengembangkan seluruh aspek kehidupan manusia baik spiritual, intelektual, imajinasi (fantasi), jasmaniah, keilmihannya, bahasanya, baik secara kelompok serta mendorong aspek-aspek itu kearah kebaikan atau kesempurnaan hidup. Dengan uraian singkat dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan Islam adalah meningkatkan taraf kehidupan manusia melalui aspek-aspek yang ada sehingga sampai kepada tujuan yang telah ditetapkan dengan proses tahap demi tahap. Manusia akan mendapat kematangan hidup setelah mendapat bimbingan dan usaha-usaha melalui proses pendidikan.

4. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Menurut Zakiah Daradjat (1991) mengatakan bahwa Pendidikan Agama Islam mempunyai fungsi yang sangat penting untuk pembinaan dan penyempurnaan kepribadian dan mental anak, karena Pendidikan Agama Islam mempunyai dua aspek terpenting, yaitu:

(50)

34

b. Ditujukan kepada aspek pikiran (intelektualitas), yaitu pengajaran Agama Islam itu sendiri. Artinya, bahwa kepercayaan kepada Allah SWT, beserta seluruh ciptaan-Nya tidak akan sempurna manakala isi, makna yang dikandung oleh setiap firman-Nya (ajaran-Nya) tidak dimengerti dan dipahami secara benar.

(51)

35

sistem dan fungsionalnya. Kedelapan, penyaluran yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.

J. Tinjauan Tentang Pluralisme Agama

1. Pengertian Pluralisme Agama

Secara etimologi, pluralisme agama, berasal dari dua kata, yaitu

“pluralisme atau pluralism” dan “agama”. Pluralisme berasal dari kata “plural”

yang berarti banyak atau berbilang atau “bentuk kata yang digunakan untuk

menunjukkan lebih daripada satu” (form of word used with reference to more than

one). Pluralisme dalam filsafat adalah pandangan yang melihat dunia terdiri dari banyak makhluk. Istilah ini sering dilawankan dengan monoteisme yang menekankan kesatuan dalam banyak hal atau dualisme yang melihat dunia terdiri dari dua hal yang berbeda. Monoisme terbagi kepada physic monoism yang terwujud dalam filsafat materialisme bahwa seluruh alam adalah benda dan mental monoism atau idealism yang menyatakan bahwa alam seluruhnya adalah gagasan atau idea. Pada dualism, segala sesuatu dilihat sebagai dua, Filsafat Zoroaster misalnya, melihat dunia terbagi kepada gelap dan terang, dan Descartes mempertentangkan antara pikiran (mind) dan benda (mater). Pada pluralism,

segala hal dilihat sebagai banyak (Riyal Ka‟bah, 2005:68).

Dalam bahasa Arab diterjemahkan “al-ta‟addudiyyah aldiniyyah” dan

dalam bahasa Inggris “religious pluralism”. Oleh karena istilah pluralisme agama

(52)

36

merujuk kepada kamus bahasa tersebut. Pluralisme berarti “jamak” atau lebih dari satu. Pengertian secara bahasa: Dalam kamus Oxford, pluralisme ditafsirkan kedalam dua bentuk yakni; Pluralisme, yang menunjukkan suatu kehidupan dalam sebuah masyarakat yang dibentuk oleh kelompok-kelompok suku-bangsa yang berbeda-beda, di mana kelompok-kelompok ini mempunyai kehidupan politik dan agama yang berbeda. Definisi ini bentuknya menjelaskan suatu fenomena kemasyarakatan. Pluralisme berarti menerima prinsip bahwa kelompok-kelompok suku-bangsa yang berbeda-beda dapat hidup secara rukun dan damai dalam suatu masyarakat. Definisi ini mengandung suatu ide dan maktab pemikiran (http://www.nusantaraonline.com/, diakses tanggal 30 Oktober 2015 jam 13 30 WIB).

Adapun tentang agama para ahli sosiologi dan antropologi cenderung mendefinisikan agama dari sudut fungsi sosialnya, yaitu suatu sistem kehidupan yang mengikat manusia dalam satuan-satuan atau kelompok-kelompok sosial. Sedangkan kebanyakan pakar teologi, fenomenologi dan sejarah agama melihat agama dari aspek substansinya yang sangat asasi yaitu sesuatu yang sakral. Pluralisme agama secara istilah, minimal memiliki empat macam penggunaan : (http://www.nusantaraonline.com/, diakses tanggal 30 Oktober 2015 jam 13 30 WIB)

(53)

37

agama dan mazhah, dalam kenyataan mereka memandang bahwa hanya diri mereka yang benar dan ahli selamat, dalam bergaul dan bermasyarakat dengan para pengikut agama dan mazhab lainnya selalu toleran, rukun, dan saling menghormati.

b. Pluralisme yang bermakna agama adalah satu. Semua agama datang dari sisi Tuhan, tetapi mempunyai wajah yang berbeda-beda. Perbedaan agama-agama tidak pada tataran substansi agama, akan tetapi pada arah pemahaman agama. Sekelompok orang memahami perkara Ilahi dalam satu bentuk maka mereka menjadi Yahudi. Segolongan lainnya memahaminya dalam bentuk lain maka mereka menjadi orang-orang Nasrani. Adapun orang-orang Muslim dan pengikut-pengikut agama lainnya memahami perkara-perkara Tuhan dalam bentuk yang berbeda dengan kedua pengikut agama tersebut di atas.

c. Bentuk ketiga makna dari pluralisme adalah bahwa terdapat hakikat yang banyak dan kita tidak memiliki hanya satu hakikat. Berbagai akidah dan keyakinan yang saling bertentangan, terlepas dari perbedaan pemahaman kita, semuanya adalah hakikat dan benar.

(54)

38

secara keseluruhan dan sempurna. Tidak Islam. Tidak Nasrani, tidak Yahudi, tidak Budha, dan tidak yang lainnya.

Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa “pluralitas

agama” adalah kondisi hidup bersama (koeksistensi) antar agama (dalam arti yang

luas) yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing agama.

Namun dari segi konteks dimana “plurlisme agama” sering digunakan

dalam studi-studi dan wacana sosio-ilmiah pada era modern ini, memiliki definisi yang berbeda. John Hick, yang dikutip Anis Malik Thoha misalnya menyatakan:

”Pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama-agama besar dunia merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang, dan secara bertepatan merupakan respon real atau Yang Maha Agung dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi; dan bahwa transformasi wujud manusia dari pemusatan diri menuju pemusatan hakiki terjadi secara nyata dalam setiap masing-masing pranata kultural manusia tersebut dan terjadi, sejauh yang dapat diamati, sampai pada batas yang sama. Dengan kata lain, Hick menurut Anis menegaskan sejatinya semua agama adalah merupakan manifestasi-manifestasi dari realitas yang satu. Dengan demikian, semua agama sama dan tak ada yang lebih baik dari yang lain (Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.comdidownload pada tanggal 12 Oktober 2015).

(55)

39 2. Sosio-Historis Pluralisme Agama

Pemikiran pluralisme agama muncul pada masa yang disebut dengan pencerahan (Enlightment) Eropa, tepatnya pada abad ke-18 Masehi, masa yang sering disebut sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern. Yaitu masa yang diwarnai dengan wacana-wacana baru pergolakan pemikiran manusia yang berorientasi pada superioritas akal (rasionalisme) dan pembebasan akal dari kungkungan-kungkungan agama. Di tengah hiruk-pikuk pergolakan pemikiran di Eropa yang timbul sebagai konsekuensi logis dari konflik-konflik yang terjadi antara gereja dan kehidupan nyata di luar gereja, muncullah suatu

paham yang dikenal dengan “liberalisme”, yang komposisinya adalah kebebasan,

toleransi, persamaan dan keragaman atau pluralisme (Thoha, 2005: 16-17).

Sebenarnya gagasan pluralisme agama merupakan upaya peletakan landasan teoritis dalam teologi Kristen untuk berinteraksi secara toleran dengan agama lain. Gagasan pluralisme agama ini merupakan salah satu elemen gerakan reformasi pemikiran agama atau liberalisasi agama yang dilancarkan oleh Gereja Kristen pada abad ke-19. Gerakan ini kemudian dikenal dengan Liberal Protestantism. Pelopornya adalah Friedrich Schleiermacher. Memasuki abad ke-20, gagasan pluralisme agama semakin kokoh dalam wacana pemikiran filsafat dan teologi Barat (Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.com di akses pada 25 November 2015).

(56)

40

pluralisme agamanya secara argumentatif. Menurutnya, semua agama termasuk Kristen, selalu mengandung elemen kebenaran dan tidak satu agama pun yang memiliki kebenaran mutlak. Konsep ketuhanan di muka bumi ini beragam dan tidak tunggal. Tokoh lainnya adalah William E Hocking dengan gagasannya yang ditulis dalam buku Re-thinking Mission (1932) dan Living Religions and A World Faith. Ia tanpa ragu-ragu memprediksi akan munculnya model keyakinan atau agama universal baru yang selaras dengan konsep pemerintahan global. Gagasan serupa datang dari sejarawan Inggris ternama, Arnold Toynbee (1889-1975), dalam karyanya An Historian's Approach to Religion (1956) dan Cristianity and World Religions (1957). Juga seorang teolog dan sejarawan Kanada, Wilfred Cantwell Smith yang dalam bukunya Towards A World Theology (1981) yang mencoba meyakinkan perlunya menciptakan konsep teologi universal atau global yang bisa dijadikan pijakan bersama bagi agama-agama dunia dalam berinteraksi dan bermasyarakat secara damai dan harmonis. Fenomena sosial politik juga mengetengahkan realitas baru kehidupan antar agama yang lebih nampak sebagai penjabaran, bahkan suatu proses sinergi gagasan pluralisme agama ini (Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.com di akses pada 25 November 2015).

(57)

41

Gerakan liberalisme pada awalnya bersifat politis karena tujuannya hanya untuk membatasi intervensi gereja dalam administrasi pemerintahan. Akan tetapi, pada abad 19, gerakan liberalisme menular ke barisan Kristen Protestan sehingga melahirkan apa yang disebut Protestan Liberalisme. Tidak bisa dinafikan, gerakan ini sangat kuat dipengaruhi oleh konsep modernisme yang juga sedang berkembang saat itu. Di antara penggagas gerakan ini adalah teolog Protestan Fredrich Schleiermacher (1768-1834), yang pikiran-pikirannya banyak mempengaruhi John Hick. Ide-ide dasar pluralisme agama dapat ditelusuri dari tulisan Schleiermacher. Schleiermacher menilai bahwa agama adalah urusan privat; esensinya terletak pada jiwa dan diri manusia dalam interaksinya dengan Yang Mutlak, bukan pada institusi tertentu dari agama atau bentuk-bentuk eksternalnya.

Dalam kerangka teoretis pluralisme agama pada masa ini telah dimatangkan oleh beberapa teolog dan filosof agama modern. Konsepsinya lebih lihai, agar dapat diterima oleh kalangan antar agama. John Hick adalah yang pertama kali merekonstruksi landasan-landasan teoretis pluralism agama sedemikian rupa, sehingga menjadi sebuah teori yang baku dan populer. Hick menuangkan pemikirannya dalam buku An Interpretation of Religion : Human Responses to the Transcendent. Buku ini diangkat dari serial kuliahnya pada tahun 1986-1987, yang merupakan rangkuman dari karya-karya sebelumnya (Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.com).

(58)

42

lain melalui karya pemikir-pemikir mistik Barat Muslim seperti Rene Guenon dan Frithjof Schuon. Karya-karya mereka ini, khususnya Schuon dengan bukunya The Transcendent Unity of Religions, yang sarat dengan pemikiran, tesis dan gagasan yang menjadi inspirasi dasar bagi tumbuh-kembangnya wacana pluralisme agama.

Beberapa faktor munculnya pluralisme agama, sebagai berikut:

a. Faktor pertama, keyakinan konsep ketuhanannya adalah paling benar (Truth Claim).

b. Faktor kedua, keyakinan bahwa agamalah yang menjadi jalan keselamatan. c. Faktor ketiga, keyakinan bahwa mereka adalah umat pilihan.

d. Faktor keempat, pergeseran cara pandang kajian terhadap agama. Dalam kajian agama yang seharusnya berpijak pada keyakinan, kajian ilmiah moderen memposisikan agama sebagai obyek kajian yang sama sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, yaitu berpijak pada keraguan.

e. Faktor kelima, kepentingan ideologi dengan mengangkat isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan serta perdamaian dunia.

(59)

43

kalangan pluralis. Sebagian pluralis berpandangan bahwa semua agama memiliki inti atau esensi yang sama. Esensi yang sama ini dapat diidentifikasi secara historis di dalam tradisi-tradisi mistik agama-agama dunia. Sedangkan sebagian pluralis yang lain memulainya dengan asumsi relativitas historis, mereka berpandangan bahwa semua tradisi bersifat relatif dan tidak dapat mengklaim dirinya superior dibandingkan dengan jalan keselamatan lain, yang sama terbatas dan sama relatifnya.

Pluralis merupakan penggabungan kedua unsur pendekatan di atas. Ia menyatakan bahwa semua agama memiliki perbedaan-perbedaan historis dan substansi yang penting. Menurut Hick pandangan bahwa semua agama memiliki esensi yang sama, berada dalam bahaya mengkompromikan integritas tradisi partikular dengan hanya menekankan satu aspek dari tradisi tersebut. Kesatuan sesungguhnya dari agama-agama tidak ditemukan dalam doktrin atau pengalaman mistik tetapi di dalam pengalaman keselamatan atau pembebasan yang sama. Untuk memperjelas dan memperkokoh pemahaman tersebut, ia membangun suatu garis besar teori tentang agama (Christian Sulistio, Teologi Pluralisme Agama John Hick : Sebuah Dialog Kritis dari Perspektif Partikularis, dari www.seabs.ac.id didownload pada tanggal 29 Oktober 2015).

3. Pluralisme Agama Dalam Al-Qur’an

Al-Qur‟an dengan sendirinya merupakan sumber rujukan paling otentik bagi pluralisme. Dengan kata lain, Al-Qur‟an adalah pondasi bagi pluralisme di dalam Islam. Al-Qur‟an menjelaskan dan menggambarkan tentang pluralisme dengan porsi yang besar dan dalam. Penjelasan dan gambaran itu lebih besar dan

(60)

44

konvensi atau satu gagasan. Mereka berbeda dan akan terus berbeda. Sebagian

mereka berbeda dengan yang lain dalam ras, bahasa, keyakinan dan lain-lain. Al-Qur‟an menjelaskan,"perbedaan bahasa dan warna kulit kalian". Kata

ikhtilafa (berbeda) dengan berbagai derivasinya begitu banyak terdapat di dalam Al-Qur‟an. Ini tidak lain menunjukkan ruang luas bagi adanya perbedaan yang berarti pluralisme (Al-Banna. 2006: 13-14).

Al-Qur‟an tidak hanya mengisyaratkan pluralisme secara global, bahkan Al-Qur‟an menanamkan kaidah mendasar bagi kenyataan pluralisme. Kaidah itu kemudian mencapai klimaksnya ketika Al-Qur‟an menegaskan adanya pluralitas agama yang saling berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya di dalam hidup ini.

Bagian dari kaidah yang menopang pluralisme di dalam Al-Qur‟an adalah kebebasan berkeyakinan. Prinsip ini merupakan dalil paling jelas bagi pluralisme. Prinsip ini menyentuh sesuatu yang sangat mendasar dalam setiap agama. Dalam banyak ayat Al-Qur‟an menjelaskan prinsip ini begitu tegas, tanpa ragu-ragu sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah ayat 256:

Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut (syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah SWT) dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui (Departemen Agama RI, 2007:43)

(61)

45

dinyatakan dengan tegas dalam ayat di atas. Sebab dalam masalah ini, sepatutnya seseorang itu ihklas, karena tanpa ihklas agama atau keimanan apapun tidak akan bermakna apa-apa dalam kehidupannya.

Ayat Al-Qur'an di atas merupakan ungkapan yang sangat tegas dan gamblang mengenai pandangan Islam terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan, yang merupakan ciri kebebasan manusia yang paling utama. Bahkan, menurut Sayyid Quthub, kebebasan ini merupakan hak asasi manusia yang nomor satu, yang tanpanya manusia bukan lagi manusia (Thoha, 2005:210-211). Sebagaimana dipertegas dalam firman Allah SWT, sebagai berikut:

a. QS. Yunus ayat 108

(62)

46

Artinya: “Dan Katakanlah: Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir (Departemen Agama RI, 2007: 298).

Ada beberapa ayat dalam Al-Qur‟an yang menunjukkan kepada nilai pluralisme Islam, yang apabila kita hayati maka diharapkan hubungan antar sesama kita, manusia dengan segala macam keanekaragaman ideologi, back-ground sosial, etnik, dan sebagainya dapat terjembatani melalui nilai-nilai pluralisme Islam ini.

Dalam QS. Al-Hujurat ayat 13, yang berbunyi:

Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya

Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Departemen

Agama RI, 2007: 518)

Referensi

Dokumen terkait

Total cost diketahui dari analisis pendekatan biaya, dan total revenue adalah hasil dari unit output apartemen dikalikan dengan besarnya nilai harga P

USER MANUAL MINIMUM SISTEM

Melalui uji moderated regression analysis (MRA) dihasilkan customer satisfaction mampu memoderasi trust, commitment, communication dan conflict handling terhadap

Penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan Perilaku Sosial Terhadap Teman Melalui Metode Bercerita dengan Media Boneka Jari pada Anak Didik Kelompok B1 TK Al Mujahidin Cilacap

dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh,. mutu,

Teknik analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan model regresi berganda karena dalam analisis regresi, selain mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau

Sumber: Kotler (1997) Rangsangan pemasaran Produk Harga Tempat Promosi Rangsangan lain Ekonomi Teknologi Politik Budaya Karakteristik pembeli Budaya Sosial Pribadi Psikologis

Dan Pembelajaran Proses penghasilan karya sepanjang aktiviti membuat lukisan pemandangan di sawah padi berdasarkan empat standard kandungan. Refleksi