• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KURIKULUM INTEGRATIF DI SEKOLAH :(STUDI MUKLTI KASUS DI SD ISLAM ISTIQOMAH UNGARAN SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) CAHAYA UMAT BERGAS , DAN SD ISLAM PLUS HAJI SOEBANDI BAWEN KAB.SEMARANG) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI KURIKULUM INTEGRATIF DI SEKOLAH :(STUDI MUKLTI KASUS DI SD ISLAM ISTIQOMAH UNGARAN SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) CAHAYA UMAT BERGAS , DAN SD ISLAM PLUS HAJI SOEBANDI BAWEN KAB.SEMARANG) - Test Repository"

Copied!
375
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

يِلوُ ِلْ ٍتاَي َلَ ِراَهَّىلا َو ِلْيَّللا ِف َلَِتْخا َو ِض ْرَ ْلْا َو ِتا َواَمَّسلا ِقْلَخ يِف َّنِإ

ِباَبْلَ ْلْا

ِقْلَخ يِف َنوُزَّكَفَتَي َو ْمِهِبىُىُج ىَلَع َو اًدىُعُق َو اًماَيِق َ َّللَّا َنوُزُكْذَي َهيِذَّلا

ِراَّىلا َباَذَع اَىِقَف َكَواَحْبُس ًلَِطاَب اَذَه َتْقَلَخ اَم اَىَّبَر ِض ْرَ ْلْا َو ِتا َواَمَّسلا

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali Imran ayat 190 - 191)

PERSEMBAHAN

Bapak dan ibuku tercinta,

Bapak Ibu Mertua Tercinta,

Suamiku tercinta Wahyu Dwi Prasetyanto,

Maryam Afifah Ar Rosyidah, Abdurrahman Ali Mumtaz

(5)

v

KATA PENGANTAR

الله الرحمن الرحيم مسب

Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam yang telah memberikan karunia dan nikmat-Nya kepada semua hamba-Nya. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya serta generasi penerus risalahnya hingga akhir zaman.

Setelah melalui perjuangan panjang, alhamdulillah tesis dengan judul “Implementasi Kurikulum Integratif di Sekolah” (Studi Multi Kasus di SDI

Istiqomah Ungaran Barat, SDIT Cahaya Ummat Bergas dan SDI Plus Haji Soebandi Bawen Kab. Semarang) dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan tesis ini tak mungkin terselesaikan dengan baik tanpa ada bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak terkait.

Oleh karena itu, tiada kata yang kami berikan kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan tesis ini kecuali ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan setulusnya atas semua bantuan, bimbingan dan partisipasinya, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Dr. Zakiyudin Badawy, selaku Direktur Pasca Sarjana IAIN Salatiga 3. Bapak Dr.H.Miftahuddin, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu,

(6)
(7)

vii

ABSTRAK

JudulTesis : Implementasi Kurikulum Integratif di Sekolah: (Studi Multi Kasus di SD Islam Istiqomah Ungaran Barat, SDIT Cahaya Ummat Bergas, dan SDIP Haji Soebandi Bawen) Kabupaten Semarang.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan apaadanya dan mengungkap bagaimana karakteristik konsep kurikulum integratif dan implementasinya di SD Islam Istiqomah Ungaran, SDIT Cahaya Ummat Bergas dan SDIP Haji Soebandi Bawen Kab. Semarang. Adapun rumusan masalah pada peneltian ini adalah: 1) Bagaimana konsep kurikulum integratif yang dikembangkan 2) Bagaimana Implementasi kurikulum integrstif yang dilaksanakan 3) Bagaimana krakteristik kurikulum integratif yang dikembangkan dan 4) Apa saja faktor pendukung dan penghambat implementasi kurikulum integratif.

Pendekatan dalam penelitian ini adalah melalui studi multi kasus.Untuk menggali data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan telaah dokumen. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Adapun teknik analisis data menggunakan reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian adalah 1) Konsep kurikulum integratif di 3 (tiga) SDI yang diteliti adalah terintegrasi dengan nilai-nilai Islam.2) Implementasi kurikulum Integratifnya di SDI Istiqomah menggunakan kurikulum PAI Kemendiknas dan kurikulum PAI Kemenag yang dimodifikasi, SDIT Cahaya Ummat mata pelajaran umum terintegrasi dengan nilai Islam (integrasi materi) dan integrasi mendasari berupa tahsin, tahfidz, BTAH , Bahasa Arab, SKI sesuai standar JSIT, dan SDIP Haji Soebandi sepenuhnya menggunakan kurikulum Kemenag. 3) karakteristik kurikulum integratif SDI Istiqomah adalah terintegrasi dengan nilai Islam , karakteristik kurikulum integratif di SDIT Cahaya Ummat adalah terintegrasi materi dan integrasi yang mendasari sesuai standar JSIT, karakteristik kurikulum integratif di SDIP Haji Soebandi sama dengan SDIP terintegrasi dengan nilai Islam dengan mengimlementasikan kurikulum Kemenag. 4)Secara umum faktor pendukung kurikulum integratif yang dikembangkan dan dilaksanakan di 3 (tiga) SD Islam yang diteliti meliputi faktor guru yang kompeten dan komitmen (berdedikasi tinggi serta bersemangat belajar), faktor kepemimpinan yang sehat dari yayasan dan kepala sekolah, faktor sarana prasarana pembelajaran yang memadai dan faktor peran serta dan dukungan wali murid terhadap program-program sekolah. Adapun hambatan dari implementasi kurikulum integratif di 3 (tiga) SD Islam yang diteliti secara umum berupa guru yang kurang kompeten dan kurang komitmen, wali murid yang kurang mendukung dan faktor kepemimpinan.

(8)

viii characteristic of integrated curriculum concept and its implementation in SD Islam Istiqomah Ungaran Barat, SDIT Cahaya Ummat Bergas, and SDIP Haji Soebandi Bawen, Semarang regency. The problem statements in this research are : 1)How is the concept of integrated curriculum developed? 2) How is the implementation of integrated curriculum conducted? 3) How is the characteristic of integrated curriculum developed? 4) What are the supporting factors and the distracting factors in the implementation of integrated curriculum?

The approach in this research is through a multi cases study. To get the data is done by obeservation technique, interview, and document research. The data used in this research is the primary data and secondary data.The technique of data analysis is done by data reduction, data presentation, and conclusion.

The results of the research are: 1) The concept of integrated curriculum in three Islamic Elementary Schools being researched are integrated with Islamic values.2) The implementation of integrated curriculum in SDI Istiqomah uses the curriculum of Islamic education of the National Education Ministry and the curriculum of Islamic education of the Religion Ministry which are modificated, in SDIT Cahaya Umat the general lessons are integrated with islamic values (material integration) and the basic integrations are tahsin, tahfidz, BTAH, Arabic Language, SKI based on JSIT, and in SDIP Soebandi totally uses the curriculum of the Religion Ministry. 3) The characteristic of integrated curriculum in SDI Istiqomah is integrated with islamic values, the charateristic of integrated curriculum in SDIT Cahaya Umat is integrated with material and the basic integration based on JSIT standard, the characteristic of integrated curriculum in SDIP Haji Soebandi is the same with SDIP which is integrated with islamic values by implemeting the Religion Ministry curriculum. 4) In general, the supporting factors of integrated curriculum developed and conducted in the three Islamic Elementary Schools researched are factors of competenced- teachers and commitment ( highly dedication and spirit in studying), factors of healthy leadership from the institution and principal, factors of sustainable learning infrastructure and factors of participation and motivation from parents about school programs. The distracting factors in the implementation of integrated curriculum in three Islamic Elementary Schools researched generally are incompetenced and incommitment teachers, unsupporting parents and the leadership factor.

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

C. Tujuan dan Signifikasi Penelitian ... 12

(10)

x

B. Kurikulum Integratif ………. 44

1. Pengertian Kurikulum Integratif ... 44

2. Model Kurikulum Integratif ... 45

3. Tingkatan Integrasi ... 47

C. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum Integratif ... 49

D. Organisasi Kurikulum ... 51

E. Konsep Kurikulum Integratif di Sekolah Islam ... 53

F. Sekolah Dasar Bercirikhas Keagamaan ... 59

(11)

xi

3. Penarikan Kesimpulan ... 72

F. Pengecekan Keabsahan Data ... 73

1. Kredibilitas ... 73

2. Tranferabilitas ... 75

3. Dependabilitas ... 75

4. Konfirmabilitas ... 76

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN ... 77

A. Paparan Data Penelitian ` ………...………... 77

1. SD Islam Istiqomah Kecamatan Ungaran Barat ... 77

2. SDIT Cahaya Ummat Kecamatan Bergas ... 95

3. SD Islam Plus Haji Soebandi Kecamatan Bawen ... 111

B. Analisis Data Penelitian ………... 121

1. Karaketeristik Konsep Kurikulum Integratif di Tiga SD Islam Kab. Semarang ... 119

2. Implementasi Kurikulum Integratif pada Tiga SD Islam Kab. Semarang ... 130

3. Karakteristik Kurikulum Integratif di Sekolah Dasar Islam di Kabupaten Semarang ... 132

(12)

xii

BAB V PENUTUP ……… 136

A. Simpulan ... 136 B. Saran ... 139 DAFTAR PUSTAKA

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Gambar 1 Pusat Organisasi Multidisipliner ... 48

Gambar 2 Pusat Organisasi Interdispliner ... 48

Gambar 3 Perencanaan untuk Kurikulum Transdispliner ... 49

Gambar 4 Konsep Pendidikan Islam ... 54

Gambar 5 Konsep pendidikan integratif dan perencanaan pendidikan holistik 55 Gambar 6 Bentuk integrasi antara pendidikan kurikulum dan masyarakat .... 56

Gambar 7 Struktur Organisasi SDI Istiqomah ... 80

Gambar 8 Struktur Organisasi SDIT Cahaya Ummat ... 97

Gambar 9 Struktur Organisasi SD IP Haji Soebandi ... 114

Tabel 1 Kualifikasi Pendidikan Guru dan Karyawan SD Istiqomah ... 81

Tabel 2 Data Perkembangan peserta didik baru SD Istiqomah ... 81

Tabel 3 Data Nilai Rata-rata UASBN SD Istiqomah ... 82

Tabel 9 Data Perkembangan Peserta Didik Baru SDIT Cahaya Ummat... 98

Tabel 10 Daftar Nilai Rata-rata UASBN ... 98

(14)

xiv

Tabel 12 Daftar Penambahan Kekhasan Sekolah Islam Terpadu mata

Pelajaran PKn ... 103 Tabel 13 Daftar Penambahan Kekhasan Sekolah Islam Terpadu mata

Pelajaran IPA ... 104 Tabel 14 Daftar Penambahan Kekhasan Sekolah Islam Terpadu mata

Pelajaran Matematika... 105 Tabel 15 Daftar Penambahan Kekhasan Sekolah Islam Terpadu mata

Pelajaran IPS ... 106 Tabel 16 Kualifikasi Pendidikan Guru Karyawan SDIP Haji Soebandi ... 115 Tabel 17 Daftar Perkembangan Peserta Didik Baru SDIP Haji Soebandi 115 Tabel 18 Data Mutu Lulusan SDIP Haji Soebandi ... 116 Tabel 19 Data Prestaasi Siswa SDIP Haji Soebandi ... 116 Tabel 20 Mapel dan Alokasi Waktu ... 117 Tabel 21 Implementasi Kurikulum Integratif pada Sekolah Dasar Islam

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Panduan Wawancara

Lampiran 2 Catatan Wawancara dengan ibu Solihah S.Ag. Lampiran 3 Catatan Wawancara dengan Syamsudin Lampiran 4 Catatan Wawancara dengan Lina Rahmawati Lampiran 5 Catatan Wawancara dengan Imam

Lampiran 6 Catatan Wawancara dengan Azam

Lampiran 7 Catatan Wawancara dengan Bpk. Masykur, S.Pd.I Lampiran 8 Catatan Wawancara dengan Ali Sujiono

Lampiran 9 Catatan Wawancara dengan Gunarti Lampiran 10 Catatan Wawancara dengan Sigit

Lampiran 11 Catatan Wawancara dengan Puji Suharti, S.T. Lampiran 12 Catatan Wawancara dengan Ani Khalifah Lampiran 13 Catatan Wawancara dengan Ari Puji Astuti

Lampiran 14 Catatan Wawancara Khadijah Luthfiya Hanifah Kelas 5 Lampiran 15 Catatan Wawancara Basuki

Lampiran 16 Catatan Wawancara Akhtar klas 3 Lampiran 17 RPP SDI Istiqomah

Lampiran 18 Nilai Raport Ahnaf Yudha Alfarizi SDI Istiqomah Lampiran 19 Capaian Tahfidz SDI Istiqomah

Lampiran 20 RPP SDIT Cahaya Ummat

(16)

xvi

Lampiran 23 Nilai Raport Wahyu Isnaini Safitri dan Saskia Ananda Antarina SDIP Haji Soebadi

Lampiran 24 Lembar Persetujuan Pembimbing Lampiran 25 Lembar Bimbingan Tesis

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan globalisasi telah dengan nyata melanda kehidupan. Suka atau pun tidak suka, umat Islam harus menghadapinya dengan segala implikasinya. Ciri-ciri kehidupan global antara lain : Pertama , terjadi pergeseran dari konflik ideologi dan politik ke arah persaingan perdagangan, investasi, dan informasi dari keseimbangan kekuatan (balance of power) ke arah keseimbangan kepentingan (balance of interest). Kedua, hubungan anatar negara/bangsa secara struktural berubah dari sifat ketergantungan (dependency) ke arah saling ketergantungan (interdependency), hubungan yang bersifat primordial berubah menjadi sifat tergantung kepada posisi tawar menawar (bargaining position). Ketiga, batas-batas geografis hampir kehilangan arti operasionalnya. Kekuatan suatu negara ditentukan oleh kemampuannya memanfaatkan keunggulan komparatif (comparative advantage). Keempat, persaingan antar negara sangat diwarnai oleh perang penguasaan teknologi tinggi. Setiap negara terpaksa menyediakan dana yang besar bagi penelitian dan pengembangan. Kelima, terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistik, efisien, tidak menghargai nilai dan norma yang secara ekonomi tidak efisien.

(18)

2

sejumlah efek negatif yang dapat merugikan dan mengancam kehidupan. Di antara dampak negatif tersebut adalah: Pertama , pemiskinan nilai spiritual. Tindakan sosial yang tidak berimplikasi materi (tidak produktif) dianggap sebagai tindakan tidak rasional. Kedua, kejatuhan manusia dari makhluk spiritual menjadi makhluk material, yang menyebabkan nafsu hayawaniyyah menjadi pemandu kehidupan manusia. Ketiga, peran agama digeser menjadi urusan akhirat sedang urusan dunia menjadi urusan sains (sekularistik).

Keempat, Tuhan hanya hadir dalam pikiran, lisan dan tulisan, tetapi tidak hadir dalam perilaku dan tindakan. Kelima, gabungan ikatan primodial dengan sistem politik modern melahirkan nepotisme, birokratisme, dan otoriterisme.

(19)

3

semakin melanda manusia, hari demi hari. Kedelapan , terjadinya ketegangan-ketegangan informasi di kota dan di desa, kaya dan miskin, konsumeris, kekurangan dan sebagainya.1

Paradigma Pendidikan Nasional yang buruk di Indonesia adalah paradigma pendidikan yang sekular-materialistik. Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik.2 Bila ada yang menyebutkan bahwa sistem pendidikan nasional masih mewarisi sistem pendidikan feodal, maka watak sekuler-materialistik inilah yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai-nilai transedental pada semua proses pendidikan, mulai dari peletakan filosofi pendidikan, penyusunan kurikulum dan materi ajar, kualifikasi pengajar, proses belajar mengajar hingga budaya sekolah/kampus sebagai hidden kurikulum, yang sebenarnya berperan penting dalam penanaman nilai-nilai. Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal menghasilkan generasi cerdas, generasi peduli bangsa.

Sistem pendidikan sekuler-materialistik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekuler. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan, pandangan-pandangan dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Maka, di tengah-tengah sistem

1

Alaydroes, Kata Pengantar Standar Mutu Sekolah Islam Terpadu, JSIT, 2010, v-vi. 2

(20)

4

sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan yang materialistik.

Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan,3 dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi.

Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama (sekarang Kementrian Agama); sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (IPTEK) dilakukan oleh Depdiknas dipandang tidak ada hubungannya dengan agama.

Muhammad Cholil Nafis menguraikan bahwa dikotomi ilmu-ilmu agama (al„ulum al diniyyah atau religious sciences) dengan ilmu-ilmu umum (al „ulum al tajribiyyah atau general sciences) sampai saat ini „iklim‟

3

(21)

5

pemisahan itu tetap terasa, dan bahkan menjadi haluan pendidikan di negara kita. Ilmu-ilmu Islam, misalnya, ia berada di bawah Kemenag (Kementrian Agama), sedang ilmu-ilmu umum berada di bawah Kemendikbud (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan). Dikotomi tidak hanya pada ke mana dua alur pendidikan ini berkiblat, tapi juga berpengaruh pada fasilitas, pengakuan, dan anggaran dana dari APBN.4

Pendidikan sekular-materialistik melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum . Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang „buta agama‟ dan rapuh

kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama menguasai ilmu agama dan kepribadiannya bagus, tetapi kurang menguasai sains dan teknologi. Sehingga, sektor-sektor ini diisi orang awam. Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu terjun ke sektor modern.

(22)

6

sciences), dikotomi antara wahyu dan alam, serta dikotomi antara naqli dan

aqli.

Dikotomi pertama telah melanggengkan supremasi ilmu-ilmu agama yang berjalan secara monokotik. Dikotomi kedua telah menyebabkan kemiskinan penelitian empiris dalam pendidikan Islam. Dikotomi yang terakhir telah menjauhkan filsafat dari pendidikan Islam.5 Dunia pendidikan Islam terjebak pada sistem dikotomik yang sangat parah berdampak pada sekularisasi dan sakralisasi pendidikan umum. Sekularisasi bermakna bahwa pendidikan telah melepaskan dirinya dari agama. Agama diartikan sebagai sesuatu yang hanya berhubungan dengan masalah ibadah ritual, atau pun hal-hal yang berkaitan dengan urusan muamalah yang sempit. Agama tidak ada hubungannya dengan IPTEK terlebih lagi kepada ilmu sosial, hukum, politik dan budaya. Sedangkan madrasah dan pesantren terlalu asyik dengan kajian-kajian „kitab kuning‟ (ajaran Islam klasik yang membahas fiqih, hadis atau pun tafsir) dan kurang optimal kepeduliannya dengan perkembangan zaman, kemajuan sains dan teknologi yang sesungguhnya relevan untuk diketahui, dipahami bahkan dikuasai. Islam hanyalah sebuah “agama” bukan “ad-Din

yang makna hakikinya melingkupi seluruh aturan hidup dan kehidupan (minhajul hayah). Dengan cara pandang seperti itu berakibat bahwa pendidikan Islam terjebak pada lingkup yang sempit dan lepas dari segala urusan memakmurkan dunia.

5 Abdurrahman Mas‟ud,

(23)

7

Di samping krisis paradigma di atas, pendidikan Islam terutama di Indonesia juga mengalami krisis pengembangan, semisal Muhammadiyah , lebih banyak menekankan pada aspek kuantitatif, belum menajam pada aspek pembangunan mutu (kualitatif). Hal ini yang dikritisi oleh warga Muhammadiyah dan simpatisannya.6 Dari berbagai tolok ukur (fasilitas, manajemen, SDM, kurikulum) rata-rata pendidikan Islam belum duduk dalam barisan “papan atas”. Pendidikan Islam mengalami kekurangan SDM (sumber

daya pemikiran), pendanaan, sumber-sumber belajar, juga kurang didukung oleh riset dan pengembangan.

Dari latar belakang globalisasi, sekularisasi dan berbagai macam krisis di dunia pendidikan Islam maka munculah pemikiran dari berbagai elemen anak bangsa ini untuk melahirkan lembaga pendidikan Islam berkualitas, baik berlabel Sekolah Dasar Islam Terpadu, Sekolah Dasar Unggulan atau Sekolah Dasar Islam Plus di tengah situasi politik menjelang reformasi. Hal tersebut menunjukkakan adanya kesadaran dan kebangkitan dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam.

Angin reformasi merupakan titik awal politik yang positif bagi reformasi pendidikan, sebagaimana dinyatakan oleh Michael : positive politic is not a sure fire way out of the dilemmas of change, and it is not risk free, but

it is a much more powerful and satisfying route to reform.7 Lebih lanjut

6

Farid Nasution, “Organisasi Sosial Keagamaan dan Keberadaan Pendidikan Islam di

Indonesia (kasus Muhammadiyah)”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan volume 8, Maret, no 35 (Maret 2002), 284.

7

(24)

8

Michael menyatakan bahwa sekolah adalah pusat perubahan, melalui sekolah lah perubahan bisa diwujudkan,

another dilemma in educational reform concern uniformity vs.variation of solutions. Neither centralization nor decentralization seems to work. Meaning cannot be masterminded at a global level. It is found through small-scale pursuits of significant personal and organizational goals. The school is the "center" of change.”8

Islam dalam arti ad Din adalah Islam sebagai minhajul hayah (sistem penataan hidup dan kehidupan), tidak mengenal dikotomi termasuk dalam bidang pendidikan. Semuanya terintegrasi secara harmonis karena ilmu itu berasal dari satu sumber yaitu Allah SWT. Lembaga pendidikan Islam di era menjelang reformasi banyak bermunculan Sekolah Islam Terpadu, Sekolah Dasar Islam Plus dan masih banyak yang bertahan dengan nama awal didirikan, SD Islam. Sebenarnaya Sekolah Dasar dengan tambahan kata

“Islam” sudah cukup menggambarkan sebuah lembaga pendidikan dasar

umum yang bercirikhas keagamaan terutama Islam. Namun dilatar-belakangi situasi politik di atas lahirlah lembaga-lembaga pendidikan (sekolah) umum yang menyesuaikan dengan situasi yang berkembang.

Lahirnya Sekolah Islam Terpadu berawal dari lima satuan sekolah dasar yang berdiri pada 1993 di wilayah Jabodetabek, Sekolah Islam Terpadu (SIT) telah berkembang pesat di seluruh Indonesia. Kelima sekolah yang menjadi cikal bakal model penyelengaraan SIT itu, yakni SDIT Nurul Fikri Depok, SDIT Al Hikmah Jakarta Selatan, SDIT Iqro Bekasi, SDIT Ummul

8

(25)

9

Quro Bogor, dan SDIT Al Khayrot Jakarta Timur. Sejak saat itu, SIT terus bermunculan dan berkembang. Hingga 2013, jumlah sekolah yang berada dalam Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia mencapai 1.926 unit sekolah. Yakni, terdiri atas 879 unit TK, 723 unit SD, 256 unit SMP, dan 68 unit SMA.9 Konsep dan filosofi Sekolah Islam Terpadu adalah mengintegrasikan model pendidikan keagamaan, pesantren dengan model pendidikan umum pada sekolah-sekolah umum.

Di Kabupaten Semarang terdapat 4 buah SDIT dalam jaringan Sekolah Islam Terpadu yaitu SDIT Permata Bunda Bawen (adalah metamorfosis dari SD Islam Bawen) , SDIT Nurul Islam Tengaran, SDIT Cahaya Umat Bergas, dan SDIT Ar Rahmah Ambarawa, dan satu SDIT Ibnu Mas‟ud Ambarawa di

luar JSIT, sedangkan SD Islam yang lain tidak menyematkan kata Terpadu seperti SD Islam Istiqomah Ungaran, tetapi ada yang berlabel Plus seperti SD Islam Plus Haji Soebandi Bawen di bawah Yayasan Haji Soebandi yang sejak berdiri tahun 2004 menamakan diri SDIT Haji Soebandi hingga tahun 2008, berubah menjadi SD Islam Plus, itu semua menggambarkan menggeliatnya lembaga pendidikan Islam.

Hal lain yang menguatkan posisi lembaga-lembaga Islam baik yang berlabel Terpadu , Unggulan ataupun Plus, dalam mewujudkan visi-misinya adalah lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi

9

(26)

10

desentralistis. Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya.10 Berdasarkan regulasi tersebut, cukup menjadi jaminan bagi masing masing lembaga pendidikan Islam untuk mengembangkan kurikulum integratif yang lebih familier dengan kurikulum terpadu sebagai jawaban atas tantangan dikotomi maupun sekularisasi.

Dari SD Islam yang ada di wilayah Kabupaten Semarang baik yang berpredikan “Islam” saja, “terpadu” maupun “plus” sepanjang pengetahuan

penulis semua sangat diminati di lingkungan masyarakat masing-masing, dengan pertumbuhan jumlah siswa yang cukup signifikan. Tentu ada yang menarik bagi masyarakat dalam memasukkan anaknya ke lembaga tersebut, sudah barang tentu karakter keagamaan yang khas dari para siswa lulusannya, akhlak dan ibadahnya, hafalannya berpadu dengan prestasi akademiknya.

Untuk menghasilkan kualitas pendidikan yang agamis di sekolah umum (non madrasah) tentunya kita perlu menelisik dari sisi kurikulum yang diberlakukan di sekolah tersebut. Kurikulum dalam sistem persekolahan merupakan rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup dan urutan isi, serta proses pendidikan.11`

10

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), 2005 11

(27)

11

Kurikulum yang baik harus selalu berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan zaman. Sekolah Islam Terpadu yang rata-rata berdiri tahun 2000-an saat itu menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) selanjutnya disempurnakan dengan KTSP dan Kurikulum 2013. Apa dan bagaimana kurikulum integratif yang dilaksanakan di SD Islam Istiqomah Ungaran, SDIT Cahaya Ummat Bergas dan SD Islam Plus Haji Soebandi Bawen, merupakan hal yang menarik untuk diteliti lebih mendalam mengingat animo masyarakat terhadap lembaga tersebut semakin meningkat, apalagi kurikulum terpadu mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang tidak sekuler.

B. Rumusan Masalah

(28)

12

Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep kurikulum integratif yang dikembangkan di Sekolah Dasar Islam Istiqomah Ungaran Barat, SD Islam Terpadu (SDIT) Cahaya Umat Bergas, dan SD Islam Plus Haji Soebandi Bawen Kab. Semarang ?

2. Bagaimana Implementasi kurikulum integrstif yang dilaksanakan di SD Islam Istiqomah Ungaran Barat, Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Cahaya Umat Bergas, dan SD Islam Plus Haji Soebandi Bawen Kab. Semarang ?

3. Bagaimana karakteristik kurikulum integratif yang dikembangkan di SD Islam Istiqomah Ungaran Barat, SD Islam Terpadu (SDIT) Cahaya Ummat dan SD Islam Plus Haji Soebandi Bawen Kab. Semarang ?

4. Apa saja faktor pendukung dan penghambat implementasi kurikulum integratif di SD Islam Istiqomah Ungaran, SDIT Cahaya Umat Bergas, dan SD Islam Plus Haji Soebandi Bawen Kab. Semarang?

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat penulis kemukakan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

(29)

13

b. Untuk mendiskripsikan implementasi kurikulum integratif di SD Islam Istiqomah Ungaran Barat, Sekolah Dasar Islam Terpadu ( SDIT) Cahaya Umat Bergas, dan SD Islam Plus Haji Soebandi Bawen Kab. Semarang.

c. Untuk mendiskripsikan karakteristik kurikulum integratif yang dikembangkan di SD Islam Istiqomah Ungaran Barat, SD Islam Terpadu (SDIT) Cahaya Ummat dan SD Islam Plus Haji Soebandi Bawen, Kab. Semarang.

d. Untuk menjelaskan apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat implementasi kurikulum integratif pada SD Islam Istiqomah Ungaran Barat, Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Cahaya Umat Bergas, dan SD Islam Plus Haji Soebandi Bawen Kab.Semarang.

2. Signifikansi Penelitian a. Signifikansi Teoritis.

(30)

14 b. Signifikansi Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat memberi manfaat kepada :

1) Para guru selaku praktisi pendidikan di Sekolah Dasar bercirikhas Keagamaan (Islam) baik SD Islam, SD Islam Terpadu maupun SD Islam Plus dan semua guru di lembaga pendidikan Islam (umumnya) bisa melaksanakan dan mengembangkan kurikulum Islam integratif dengan sebaik-baiknya.

2) Kepala Sekolah selaku leader akan berfungsi sebagai kontrol kinerja para guru dalam melaksanakan dan mengembangkan pelaksanaan kurikulum integratif di sekolah tersebut. Di samping itu kepala sekolah bersama komite dapat menentukan anggaran yang signifikan bagi terimplementasikannya kurikulum integratif di lembaga tersebut.

3) Pemerintah (Dinas Pendidikan), Yayasan Penyelenggara Pendidikan dan Organisasi Keagamaan yang menyelenggarakan persekolahan dalam memajukan lembaga pendidikan Islam secara umum agar terlahir kebijakan-kebijakan baru yang positif bagi pengembangan lembaga.

D. Telaah Pustaka

(31)

15

Wahidun, dalam tesisnya berjudul Manajemen Pengembangan Kurikulum Terpadu dengan Sistem Full Day School (Studi Kasus di SDIT Luqman Al Hakim Yogyakarta) mengemukakan bahwa pada tahap perecanaan pengembangan kurikulum terpadu dengan sistem full day school

di SDIT Luqman Al Hakim meliputi latar belakang pengembangan kurikulum terpadu yang mengacu pada kurikulum terakhir berjalan kemudian dari pihak sekolah melakukan pengembangan–pengembangan. Landasan pengembangan kurikulum terpadu mencakup visi, misi, arah tujuan pengembangan, tujuan institusi, dan tujuan operasional. Dalam tahap pengorganisasian pengembangan kurikulum terpadu terdiri dari pengorganisasian tugas mengajar. Implementasi pengembangan kurikulum terpadu meliputi strategi dan media belajar yang diorientasikan dan mendukung kegiatan belajar mengajar termasuk sistem full day school dengan tetap menggunakan misi ke-IT-an. Sedangkan evaluasi pengembangan kurikulum meliputi evaluasi terhadap in put siswa baru dan evaluasi pelaksanaaan hasil belajar.12Tesis tersebut dilakukan Wahidun tahun 2000 dengan kurikulum yang berlaku adalah menjelang KBK, jauh sebelum KTSP, sedangkan penulis fokus pada pembahasan kurikulum terpadu di era pemberlakuan kurikulum 2013 dan KTSP yang masih diberlakukan di kelas tertentu pada tiga SD bercirikhas keagamaan yaitu SD Islam Istiqomah Ungaran Barat, SDIT Cahaya Umat Bergas, dan SD Islam Plus Haji Soebandi Bawen Kab. Semarang.

12 Wahidun, “

(32)

16

Teguh Pramono, dalam tesis berjudul Pengembangan Kurikulum pada Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Luqman Al Hakim DIY tahun

2004, yang dikembangkan adalah kurikulum Berbasis kompetensi (KBK). Teguh Pramono menyimpulkan hasil penelitian pengembangan kurikulum yang dilaksanakan SDIT Luqman al-Hakim bermula dari menggabungkan dua buah kurikulum, yaitu kurikulum Sekolah Dasar (SD) dan kurikulum Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan memberikan nuansa Islam dalam setiap mata pelajaran. Inilah yang kemudian disebut pendidikan terpadu. Untuk mengakomodasi kurikulum tersebut SDIT Luqman al-Hakim menggunakan sistem full day school.13 Adapun perbedaan dengan penulis adalah bahwa Teguh Pramono adalah pengembangan kurikulum Islam Terpadu pada saat pemerintah memberlakukan kurikulum KBK (2004) sedangkan penulis fokus pada pembahasan kurikulum terpadu pada era pemberlakuan kurikulum 2013 dan KTSP yang masih diberlakukan di kelas tertentu.

Namira Umar, dalam Manajemen Kurikulum Sistem Full Day School Studi Kasus di MTs N 1 Malang tahun 2007 mengemukakan bahwa secara operasional, perencanaan kurikulum sistem full day school di MTsN Malang 1 selalu mempedomani kalender pendidikan, penyusunan program tahunan atau program semester disusun oleh para guru bidang studi yang dikoordinasi oleh masing-masing ketuanya, dan perencanaan tingkat kelas dilakukan oleh masing -masing guru bidang studi atau mata pelajaran kurikulum yang digunakan tetap mengacu pada kurikulum nasional (Kurikulum Departemen

13

(33)

17

Pendidikan Nasional dan kurikulum Departemen Agama). Dalam bidang evaluasi telah dilakukan secara rutin evaluasi kurikulum sistem full day school, evaluasi dilakukan setiap akhir tahun melalui angket untuk melihat informasi dari guru, siswa, orang tua, dan juga dilihat dari nilai siswa dan hasil supervisi kepala madrasah. Evaluasi mempunyai tiga target, yaitu evaluasi untuk mengetahui; keberhasilan pembelajaran, memperbaiki program belajar, dan tingkat pencapaian tujuan pendidikan selanjutnya.

Pengorganisasian kurikulum sistem full day school di MTsN Malang 1, di bawah koordinasi kepala madrasah dibantu wakil kepala urusan kurikulum MTsN Malang 1, mereka mengatur pembagian tugas mengajar dan menyusun jadwal pelajaran. Dalam bidang implementasi dapat ditunjukan bahwa pembelajaran full day school menggambarkan bahwa guru mengajar dari jam 6.40 sampai 15.30 karena ada penambahan jam pelajaran, dilaksanakan pada jam regular, program yang utuh, dengan harapan lulusannya berkualitas.14 Adapun perbedaan dengan penulis adalah kurikulum yang diteliti oleh Namira Umar di MTS N 1 Malang murni kurikulum yang berlaku dari Departemen Agama, sedangkan penulis fokus pada kurikulum terpadu yang berlaku di tiga SD Islam di bawah Kementrian Pendidikan Nasional yang dipadukan dengan nilai-nilai Islam (Kurikulum 2013 dan KTSP) meskipun sama-sama menerapkan sistem FDS (Full Day School).

Akhsanul Fuadi, dalam tesisnya berjudul Kurikulum Terpadu dalam Sistem Pendidikan Islam Studi Kasus di SMPIT Abu Bakar DIY tahun 2011

(34)

18

menunjukkan bahwa kurikulum Islam terpadu menurut Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) Abu Bakar keterpaduan dalam mengimplementasikan ayat-ayat qauliyah dengan ayat-ayat kauniyah dalam pembelajarannya, agar tidak ada dikotomi dalam ilmu, penilaian sebagai bagian dari evaluasi kurikulum belum sepenuhnya mencerminkan konsep kurikulum Islam Terpadu yang diterapkan di SMPIT Abu Bakar, karena ada beberapa hal yang tidak menjadi bagian dari penelitian, di antaranya adalah kompetensi al-Qur‟an yang dijadikan sebagai program unggulan.15 Ahsanul Fuadi membahas integrasi kurikulum dengan nilai-nilai Islam di SMPIT, satu tingkat dari SD meskipun masih dalam lingkup pendidikan dasar, dan kurikulum yang diberlakukan ditinjau dari tahun penelitian (2011) adalah KTSP sedangkan kurikulum terpadu yang penulis teliti adalah kurikulum 2013 dan KTSP.

Lilies Widyowati, dalam tesisnya berjudul Pengembangan Kurikulum Terpadu Sistem Full Day School Studi Multikasus di SD

Muhammadiyah 1 Alternatif Kota Magelang, SDIT Ihsanul Fikri Kota

Magelang dan SD Terpadu Ma‟arif Gunungpring Magelang tahun 2014

mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum terpadu sistem full day school meliputi konsep, desain dan implementasinya.

Konsep pengembangan kurikulum terpadu sistem full day school di SD Muhammadiyah 1 Alternatif Kota Magelang menggunakan integrated curriculum yaitu mengintegrasikan kurikulum Diknas, kurikulum Kemenag

15Akhsanul Fuadi, “

Kurikulum Terpadu dalam Sistem Pendidikan Islam (Studi Kasus di

(35)

19

dan kurikulum Yayasan Muhammadiyah. SDIT Ihsanul Fikri Kota Magelang menggunakan konsep kurikulum integrated curriculum dan interdiciplinary curriculum dengan mengitegrasikan kurikulum Diknas, dan kurikulum JSIT. Sedangkan SD Terpadu Ma‟arif Gunungpring Magelang mempunyai konsep

integrated curriculum, dengan memadukan kuriklum Diknas, kurikulum Kemenag (kurikulum pondok pesantren), an kurikulum yayasan Nahdatul Ulama. Langkah-langkah pengembangan kurikulum terpadu dari ketiga sekolah tersebut memiliki kesamaan yaitu memadukan beberapa kurikulum yang berbeda, yaitu kurikulum nasional yang diwarnai dengan nilai-nilai Islam melalui penambahan bidang studi keislaman baik secara terpisah maupun terintegrasi.

Desain pengembangan kurikulum terpadu sistem full day school di SD Muhammadiyah 1 Alternatif Kota Magelang, SDIT Ihsanul Fikri Kota

Magelang dan SD Terpadu Ma‟arif Gunungpring Magelang meliputi 5 tahap

(36)

20

pengembangan bentuk pengelolaan belajar dan kelas, pengembangan metode pembelajaran, pengembangan program pengembangan diri, dan pengembangan kegiatan out door learning. Tahap kelima adalah cara melaksanakan dan evaluasi, pengukuran ini dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan dan yayasan.

Implementasi pengembangan kurikulum terpadu sistem full day school

di SD Muhammadiyah 1 Alternatif Kota Magelang, SDIT Ihsanul Fikri Kota Magelang dan SD Terpadu Ma‟arif Gunungpring Magelang dilakukan oleh

kepala sekolah sebagai pelaksanan kurikulum ditingkat satuan pendidikan yang dibantu oleh waka kurrikulum atau koordinator kegiatan kurikulum, dan guru sebagai pelaksana kurikulum ditingkat kelas. Implementasi isi kurikulum lebih mengedepankan integrasi secar fungsional antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor.16 Lilies Widyowati dalam penelitiannya fokus pada pengembangan kurikulum pada tiga (3) lembaga yang berbeda yang sama-sama mengembangkan sistem FDS sedangkan penulis fokus pada ( integratif / kurikulum terpadu ) secara mendalam pada tiga SD bercirikhas keagamaan (Islam) di Kab. Semarang.

Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitan yang penulis lakukan adalah berbeda dengan peneliti sebelumnya. Penulis fokus membahas tentang konsep kurikulum integratif dan implementasinya di

16Lilies Widyowati, “

Pengembangan Kurikulum Terpadu Sistem Full Day School (Studi Multi Kasus di SD Muhamadiyah 1 Alternatif Kota Magelang, SDIT Ihsanul Fikri Kota Magelang

(37)

21

Sekolah Dasar bercirikhas keagamaan (Islam) di Kabupaten Semarang tahun 2015.

E. Sistematika Penelitian

Adapun sistematika penulisan tesis sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan meliputi : Latar belakang masalah, Rumusan Masalah, Signifikansi Penelitian, Kajian Pustaka, Sistematika Penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka yang meliputi : Konsep Dasar Kurikulum, Kurikulum Integratif, Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Integratif, Komponen-Komponen Pengembangan Kurikulum, Konsep Kurikulum Integratif di Sekolah Islam, Sekolah Dasar Bercirikhas Keagamaan.

Bab III Metodologi Penelitian meliputi : Jenis dan Pendekatan Penelitian, Desain Penelitian, Lokasi Penelitian, Waktu Penelitian, Sumber Data Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data

Bab IV Analisis Data dan Hasil Penelitian, mencakup : Paparan Data Penelitian, dan Analisis Data Penelitian.

(38)

22 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Kurikulum 1. Pengertian Kurikulum

Dalam proses pendidikan kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit mencapai dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Sebagai alat untuk mencapai tujuan, kurikulum hendaknya adaptif terhadap perubahan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi yang semakin hari semakin canggih. Kurikulum juga harus bisa memberikan arahan dan patokan keahlian kepada peserta didik setelah menyelesaikan suatu program pengajaran pada suatu lembaga.

Kurikulum ditinjau dari asal katanya berasal dari bahasa Yunani yang mula-mula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu kata currere, yang berarti jarak tempuh lari. Dalam kegiatan berlari tentu saja ada jarak yang harus ditempuh mulai dari start hingga finish. Jarak dari start hingga

finish ini disebut currere.17

Pendapat lain mengatakan pada mulanya kurikulum dijumpai dalam dunia atletik pada zaman Yunani kuno yang berasal dari kata curir

yang artinya pelari dan curere artinya tempat berpacu atau tempat

17

(39)

23

berlomba. Sedangkan curriculum mempunyai arti “jarak” yang harus

ditempuh oleh seorang pelari.18 Dalam kosa kata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai kehidupannya.19

Dari istilah-istilah di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum mengalami perpindahan arti dari dunia olah raga ke dunia pendidikan. Apabila pengertian manhaj atau kurikulum dikaitkan dengan pendidikan maka sebagaimana dijelaskan Al Syaibani dalam Khaerudin dkk bahwa kurikulum berarti jalan terang yang dilalui pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang dididik atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap mereka.20 Berdasarkan pemahamannya, definisi kurikulum dapat dipandang sebagai kurikulum tradisional dan kurikulum modern.

a. Pengertian kurikulum menurut pandangan tradisional.

Menurut Lewis M.Adams dalam Khaeruddin dkk, kurikulum diartikan sebagai:” 1) A course of study, 2) All the course of study

given in a educational institution” 21

Oemar Hamalik mengartikan kurikulum sebagai sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Masih menurut Oemar Hamalik

18

Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktik, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007, 183

19

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, 1-3.

20

Khaeruddin dkk, KTSP Konsep dan Implementasinya di Madrasah, Jogjakarta, MDC Jawa Tengah dan Pilar Media, 2007, 24.

21

(40)

24

kurikulum juga diartikan sebagai Rencana Pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran.22 Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Oleh karenanya, suatu kurikulum disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif.

Douglass dalam Oemar Hamalik mengatakan :

”the curriculum is a broad and varied as the child‟s school

environment. Broadly conceived, the curriculum embraces not only subject matter but also various aspectc of the physical and social environment. The school brings the child with his impelling flow of experiences into an environment consisting of school facilities, subject matter, other children, and teachers. From interaction or the child with these elements learning results.23

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa semua hal dan orang yang terlibat dalam memberikan bantuan kepada siswa termasuk ke dalam kurikulum.

22

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, 16.

23

(41)

25

Masih dalam pengertian kurikulum dalam pandangan tradisional, S. Nasution mengartikan kurikulum sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Pengertian kurikulum yang dipandang tradisional ini masih banyak dianut sampai sekarang termasuk di Indonesia.24

Dari definisi kurikulum secara tradisional tersebut masih tampak adanya kecenderungan penekanan pada rencana pelajaran untuk menyampaikan mata pelajaran yang masih mengandung kebudayaan nenek moyang dan pengertian tersebut masih mengacu pada masa lampau. Kurikulum dalam arti sempit juga diartikan hanya pada penyampaian mata pelajaran kepada anak didik.

b. Pengertian kurikulum menurut pandangan modern.

Pada era modern dewasa ini kurikulum tidak hanya segala hal yang yang berhubungan dengan pendidikan, tetapi kurikulum harus bisa menyesuaikan pada kemajuan pengetahuan dan kecanggihan teknologi. Jadi kurikulum bukan sekedar perangkat mata pelajaran tetapi harus menjadi bekal bagi para lulusan untuk menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat.

Menurut Hasan Langgulung25, definisi kurikulum dapat dilihat melalui empat aspek utama, yaitu :

1) Tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan.

24

S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, 9. 25

(42)

26

2) Segala ilmu pengetahuan , data, program dan pengalaman yang membentuk kurikulum

3) Metodologi dan kaidah mengajar yang dilaksanakan oleh guru untuk mengajar dan menarik minat siswa untuk belajar. 4) Metodologi dan kaidah penilaian yang dilaksanakan dalam

mengukur dan menilai kurikulum dan hasil dari proses pendidikan yang direncanakan.

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional 2003 pasal 1 ayat 19, yang berbunyi: “Kurikulum adalah seperangkat rencana

dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.26

Menurut Hilda Taba dalam Khaeruddin dkk, menuliskan “curriculum is, after all, a way of preparing young people to

participate as productive members of our culturer”. Sepertinya Hilda Taba mengartikan kurikulum dengan lebih cenderung pada metodologi, yaitu cara mempersiapkan manusia untuk berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dari suatu budaya.27

Abdul Fatah dalam Journal of Edupres memunculkan kurikulum kebangsaan yakni suatu program pendidikan meliputi

26

Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Jakarta, 2006,7.

27

(43)

27

semua aspek kurikulum dan kokurikulum yang merangkumi semua pengetahuan dan kemahiran, norma, nilai dan unsur kebudayaan dan kepercayaan yang dapat membantu perkembangan individu menjadi insan seimbang dari segi jasmani, emosi, rohani dan intelek dan meningkatkan nilai moral dan akhlak.28

Selanjutnya menurut S.Nasution dapat diperoleh penggolongan kurikulum sebagai berikut:

1) Kurikulum dapat dilihat sebagai produk , yaknisebagai hasil karya para pengembang kurikulum, biasanya dalam suatu tim, hasilnya dituangkan dalam bentuk buku atau pedoman kurikulum, misalnya berisi sejumlah mata pelajaran yang harus diajarkan.

2) Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa mengajarkan berbagai mata pelajaran tetapi dapat pula meliputi segala kegiatan yang dianggap dapat mempengaruhi perkembangan siswa misalnya club-club study, pertandingan, ekstra kurikuler, warung sekolah, kegiatan ibadah dan lain-lain.

3) Kurikulum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa, yakni pengetahuan, sikap dan ketrampilan

tertentu.

28 Abdul Fatah, “Pendidikan, Kurikulum Dan Masyarakat: Satu Integrasi” ,

(44)

28

Ketiga pandangan di atas adalah berkenaan dengan perencanaan kurikulum.

4) Kurukulum sebagai pengalaman siswa. Pandangan ini mengenai apa yang secara aktual menjadi kenyataan pada tiap siswa. Ada kemungkinan, bahwa apa yang diwujudkan pada diri anak berbeda dengan apa yang diharapkan menurut rencana.29

Berdasarkan uraian di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa kurikulum merupakan pengalaman peserta didik baik di sekolah maupun di luar sekolah di bawah bimbingan sekolah. Kurikulum tidak hanya terbatas pada mata pelajaran, tetapi meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan peserta didik, dan bisa menentukan arah atau mengantisipasi sesuatu yang akan terjadi. Dengan demikian kurikulum harus menunjukkan apa yang sebenarnya harus dipelajari oleh peserta didik.

2. Fungsi Kurikulum

Fungsi kurikulum identik dengan pengertian kurikulum itu sendiri. Berorientasi pada pengertian kurikulum dalam arti luas, maka fungsi kurikulum adalah sebagai berikut30 :

a. Sebagai pedoman penyelenggaraa pendidikan pada suatu tingkatan lembaga pendidikan tertentu dan untuk memungkinkan pencapaian tujuan dari lembaga pendidikan tersebut.

29

S. Nasution, Pengembangan ..., 9.

30

(45)

29

b. Sebagai batasan dari program kegiatan ( bahan pelajaran) yang akan dijalankan pada suatu semester, kelas, maupun pada tingkat pendidikan tersebut.

c. Sebagai pedoman guru dalam menyelenggarakan Proses Belajar Mengajar, sehingga kegiatan yang dilakukan guru dengan murid terarah kepada tujuan yang ditentukan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi kurikulum adalah program kegiatan yang tercantum dalam kurikulum yang akan mempengaruhi atau menentukan bentuk pribadi murid yang diinginkan.

3. Komponen Kurikulum

Suatu kurikulum mengandung komponen-komponen tujuan, isi, metode atau proses belajar mengajar, dan evaluasi. Setiap komponen kurikulum tersebut, sebenarnya saling berkaitan, bahkan masing-masing merupakan bagian integral dari kuikulum tersebut. Itulah sebabnya kurikulum disebut sebagai suatu sistem.

a. Tujuan.

(46)

30

pendidikan arus mengacu ke arah pencapaian tujuan pendidikan nasional. Dalam skala yang lebih luas, kurikulum merupakan suatu alat pendidikan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Kurikulum menyediakan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk mengalami proses pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai target tujuan pendidikan nasional khususnya dan sumber daya manusia yang berkualitas umumnya.

Rumusan tujuan kurikulum harus terlebih dahulu ditetapkan sebelum menyusun isi kurikulum, metode dan isi kurikulum, mengingat (a) tujuan berfungsi menentukan arah dan corak kegiatan pendidikan (b) tujuan akan menjadi indikator dari keberhasilan pelaksanaan pendidikan (c) tujuan menjadi pegangan dalam setiap usaha dan tindakan dari para pelaksana pendidikan.

Dalam merumuskan tujuan beberapa prinsip yang harus diperhatikan sebagaimana dijelaskan oleh Hilda Taba dalam Khaeruddin31, sebagai berikut :

1. Rumusan tujuan hendaknya menggambarkan jenis tingkah laku yang diharapkan.

2. Tujuan-tujuan yang kompleks harus diuraikan secara analitis dan spesifik sehingga tidak ada keraguan mengenai jenis tingkah laku yang diharapkan.

31

(47)

31

3. Tujuan-tujuan seharusnya juga diformulasikan sehingga ada perbedaan yang jelas dalam pengalaman belajar yang dibutuhka untuk mencapai tingkah laku yang berbeda.

4. Tujuan-tujuan itu berkembang menggambarka arah yang hendak dicapai.

5. Tujuan-tujuan hendaknya bersifat realistis dan meliputi apa yang dapat diterjemehkan ke dalam kurikulum dan pengalaman kelas. 6. Sikap tujuan seharusnya luas yang mencakup seluruh aspek

keberhasilan yang menjadi tanggung jawab sekolah.

Pendidikan yang bermutu merupakan wahana untuk membangun SDM yang mampu menerapkan, mengembangkan dan menguasai iptek dengan tetap dilandasi nilai agama, moral dan budaya luhur bangsa. Tujuan pendidikan dalam kurikulum pendidikan Islam, seharusnya mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki manusia baik spiritual, intelektual, rasional, perasaan maupun panca indera, sehingga tujuan kurikulum pendidikan Islam meliputi dan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia (anak didik).

b. Isi.

Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum. Dalam Undang-undang pendidikan tentang Sistem Pendidikan Nasional telah ditetapkan, bahwa...”Isi kurikulum merupakan bahan kajian dan

(48)

32

nasional” (Bab IX, Ps.39). Sesuai dengan rumusan di atas , isi

kurikulum dikembangkan dan disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Materi kurikulum berupa bahan pembelajaran yang terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses belajar dan pembelajaran;

2. Materi kurikulum mengacu pada pencapaian tujuan masing-masing satuan pendidikan. Perbedaan dalam ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran disebabkan oleh perbedaan tujuan satuan pendidikan tersebut;

3. Materi kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini, tujuan pendidikan nasional merupakan target tertinggi yang hendak dicapai melalui penyampaian materi kurikulum.32

Materi kurikulum mengandung aspek-aspek tertentu sesuai dengan tujuan kurikulum, yang meliputi :

1. Teori, ialah seperangkat konstruk atau konsep, definisi dan preposisi yang saling berhubungan , yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan-hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.

32

(49)

33

2. Konsep, adalah suatu abstraksi yang dibentuk oleh generalisasi dari kekhususan-kekhususan. Konsep adalah definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.

3. Generalisasi, adalah kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.

4. Prinsip, adalah ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.

5. Prosedur, adalah suatu seri langkah-langkah yang berurutan dari materi pelajaran yang harus dilakukan oleh siswa.

6. Fakta, adalah sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting terdiri dari terminologi, orang dan tempat, dan kejadian.

7. Istilah, adalah kata-kata perbendaharaan yang baru dan khususu yang diperkenalkan dalam materi.

8. Contoh atau ilustrasi, ialah suatu hal yang atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.

(50)

34

10. Preposisi, adalah suatu pernyataan atau pendapat yang tak perlu diberi argumentasi. Preposisi hampir sama dengan asumsi dan paradigma.33

c. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran atau strategi adalah suatu cara menyampaikan pesan yang terkandung dalam kurikulum. Metode harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Metode pembelajaran ini, menjawab pertanyaan “how” yaitu bagaimana menyampaikan materi atau isi kurikulum kepada siswa secara efektif. Oleh karenanya, walaupun metode pembelajaran adalah komponen yang kecil dari perencanaan pengajaran (instructional plan), tetapi memiliki peran dan fungsi yang sangat penting

Pada dasarnya, metode adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku bagi guru (metode mengajar) maupun bagi murid (metode belajar). Makin baik metode yang digunakan semakin efektif pula pencapaian tujuan. Metode dalam penerapannya dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya: (1) murid atau siswa (2) tujuan (3) situasi (4) fasilitas dan (5) guru atau pengajar.

Metode atau strategi pembelajaran menempati fungsi yang penting dalam kurikulum, karena memuat tugas-tugas yang perlu dikerjakan oleh siswa dan guru. Karena itu penyusunannya hendaknya

33

(51)

35

berdasarkan analisa tugas yang mengacu pada tujuan kurikulum dan berdasarkan perilaku awal siswa. Dalam hubungan ini, ada tiga alternatif pendekatan yang dapat digunakan, yakni:

1) Pendekatan yang berpusat pada mata pelajaran, di mana materi pembelajaran terutama bersumber dari mata ajaran. Penyampaiannya dilakukan melalui komunikasi antara guru dan siswa.

2) Pendekatan berpusat pada siswa. Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan kebutuhan, minat, dan kemampuan siswa.

3) Pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat. Pendekatan ini bertujuan mengintegrasikan sekolah dan masyarakat dan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat.34

d. Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi merupakan suatu komponen kurikulum, karena kurikulum adalah pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dengan evaluasi dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan siswa.35 Lebih jauh tentang peranan evaluasi dalam pendidikan dijelaskan oleh Worthen dan Sanders yaitu 36:

1) Menjadi dasar pembuatan keputusan dan pengambilan kebijakan. 2) Mengukur prestasi siswa

(52)

36 3) Mengevaluasi kurikulum 4) Mengakreditasi sekolah

5) Memantau pemanfaatan dan masyarakat 6) Memperbaiki materi dan program pendidikan.

Jenis penilaian yang dilaksanakan tergantung pada tujuan diselenggarakannya penilaian tersebut. Misalnya, penilaian formatif dimaksudkan untuk mengetahui kemajuan siswa dan dalam upaya melakukan perbaikan yang dibutuhkan. Berbeda dengan penilaian sumatif yang bermaksud menilai kemajuan siswa setelah satu semester atau dalam periode tertentu, untuk mengetahui perkembangan siswa secara menyeluruh.

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu instrumen penilaian yakni validitas, reliabilitas, objektivitas, kepraktisan, pembedaan. Di samping itu perlu diperhatikan bahwa: penilaian harus bersifat objektif, dilakukan berdasarkan tanggung jawab kelompok guru, rencana yang rinci dan terkait dengan pelaksanaan kurikulum sesuai dengan tujuan dan materi kurikulum, menggunakan alat ukur yang handal dan mudah dilaksanakan serta memberikan hasil yang akurat.37

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan ujung tombak atas ketercapaian pelaksanaan kurikulum, dengan kata

37

(53)

37

lain merupakan tolok ukur tercapai tidaknya tujuan pendidikan nasional maka harus dilaksanakan dengan benar sesuai prosedur yang berlaku.

4. Asas-Asas Kurikulum

Guru, sebagai pengembang kurikulum dalam skala mikro, perlu memahami kurikulum dan asas-asas yang mendasarinya. Nasution 38 menjelaskan bahwa asas- asas yang mendasari pengembangan kurikulum adalah :

a. Asas Teologis

Seluruh sistem yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk sistem pendidikannya harus meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran Islam yang meliputi akidah, ibadah dan hubungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa semua itu pada akhirnya mengacu pada dua sumber yaitu Al Qur‟an dan Sunnah.

b. Asas Filosofis

Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat suatu bangsa, terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal. Kurikulum yang dikembangkan harus mampu menjamin terwujudnya tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Perbedaan filsafat suatu negara menimbulkan implikasi

38

(54)

38

yang berbeda di dalam merumuskan tujuan pendidikan, menentuka bahan pelajaran dan tata cara mengajarkan, serta menentukan cara-cara evaluasi yang ditempuh.

c. Asas Psikologi Anak dan Psikologi Belajar

1) Beberapa hal yang perlu diperhatikan berdasarkan asas psikologi anak dalam pengembangan kurikulum adalah :

a) Anak bukan miniatur orang dewasa

b) Fungsi sekolah di antaranya mengembangkan pribadi anak seutuhnya.

c) Faktor anak harus benar-benar diperhatikan dalam pengembangan kurikulum

d) Anak harus menjadi pusat pendidikan / sebagai subyek belajar dan bukan objek belajar.

e) Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain dari yang lain. Kurikulum hendaknya mempertimbangkan keunikan anak agar ia sedapat mungkin berkembang sesuai dengan bakatnya. f) Walaupun tiap anak berbeda dari yang lain, banyak pula

persamaan di antara mereka. Maka sebagian dari kurikulum dapat sama bagi semua.

2) Pentingnya penguasaan psikologi belajar dalam pengembangan kurikulum antara lain diperlukan dalam hal :

a) seleksi dan organisasi bahan belajar

(55)

39

c) merencanakan kondisi belajar yang optimal agar tujuan belajar tercapai.39

d. Asas Sosiologis

Tiap masyarakat mempunai norma-norma, adat kebiasaan yang harus dikenal dan diwujudkan anak dalam pribadinya, lalu dinyatakannya dalam kelakuan. Tiap masyarakat berlainan corak nilai-nilai yang dianutnya. Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaannya. Perbedaan ini harus dipertimbangkan dalam kurikulum. Selainitu, perubahan masyarakat akibat perkembangan iptek merupakan faktor yang benar-benar harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Karena masyarakat merupakan faktor penting dalam pengembangan kurikulum, masyarakat dijadikan salah satu asas.

e. Asas Organisatoris

Asas ini berkenaan dengan masalah bagaimana bahan pelajaran akan disajikan. Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukan diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya dalam bentuk broad field atau bidang studi seperti IPA, IPS, Bahasa, dan lain-lain. Ataukah diusahakan hubungan secara lebih mendalam dengan menghapuskan segala batas-batas mata pelajaran (dalam bentuk kerikulum terpadu). Panganut ilmu jiwa asosiasi akan memilih bentuk organisasi kurikulum yang berpusat pada mata

39

(56)

40

pelajaran sedangkan penganut ilmu jiwa gestalt akan cenderung memilih kurikulum terpadu.

5. Jenis-jenis Kurikulum

a. Separated subject curriculum/ isolated subjects curriculum

(kurikulum mata pelajaran terpisah atau tidak menyatu.

Kurikulum ini dikatakan demikian karena data-data pelajaran disajikan pada peserta didik dalam bentuk subyek atau mata pelajaran yang terpisah satu dengan yang lain.

Kurikulum jenis ini memiliki keunggulan sebagai berikut:

1) Bahan pelajaran dapat disajikan secara logis, sistematis dari mudah ke sukar, dari sederhana ke komplek, dan berkesinambungan. 2) Organisasi kurikulum bentuk ini sangat sederhana, mudah

direncanakan, mudah dilaksanakan dan mudah pula untuk diadakan perubahan jika diperlukan.

3) Kurikulum ini mudah dinilai untuk mendapatkan data-data yang diperlukan untuk dilakukan perubahan seperlunya.

4) Memudahkan guru sebagai pelaksana kurikulum karena bahan pelajaran disusun secara terurai dan sistematis, mereka dididik dan dipersiapkan untuk melaksanakan kurikulum tersebut.

Kurikulum jenis ini memiliki kelemahan sebagai berikut:

(57)

41

2) Kurikulum bentuk ini kurang memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi anak secara faktual dalam kehidupan mereka sehari-sehari. 3) Tujuan kurikulum bentuk ini sangat terbatas karena hanya

menekankan pada perkembangan intelektual dan kurang memperhatikan faktor-faktor perkembangan emosional dan sosial. b. Correlated curriculum (kurikulum korelatif atau pelajaran saling

berhubungan)

Mata pelajaran dalam kurikulum ini harus dihubungkan dan disusun sedemikian rupa sehingga yang satu memperkuat yang lain, yang satu melengkapi yang lain. Cara-cara korelasinya antara lain: 1) Korelasi okasional atau insidental, yaitu korelasi yang diadakan

sewaktu-waktu bila ada hubungannya.

2) Korelasi etis, yaitu yang bertujuan mendidik budi pekerti sebagai pusat pelajaran diambil pendidikan agama atau budi pekerti.

3) Korelasi sistematis, yaitu yang mana korelasi ini disusun oleh guru sendiri.

4) Korelasi informal, yang mana kurikulum ini dapat berjalan dengan cara antara beberapa guru saling bekerja sama, saling meminta untuk mengkorelasikan antar mata pelajaran yang dipegang guru.

(58)

42

6) Korelasi meluas (broad field), di mana korelasi ini sebenarnya merupakan fungsi dari beberapa bidang studi yang memiliki ciri khas yang sama dipadukan menjadi satu bidang studi.

Kurikulum korelatif ini memiliki keunggulan , antara lain:

1) Adanya korelasi antara berbagai mata pelajaran dapat menopang kebulatan pengalaman dan pengetahuan peserta didik.

2) Memungkinkan peserta didik untuk menerapkan pengetahuan dan pengalamannya secara fungsional.

Kurikulum korelatif ini memiliki kelamahan, antara lain:

1) Kurikulum bentuk ini pada hakekatnya masih bersifat subject centered dan belum memilih bahan yang langsung dengan minat dan kebutuhan peserta didik serta masalah-masalah kehidupan sehari-hari.

2) Penggabungan beberapa mata pelajaran tidak memberikan pengetahuan yang sistematis dan mendalam.

c. Integrated curriculum (kurikulum terpadu)

Program ini memadukan beberapa mata pelajaran yang dijadikan satu dengan meniadakan batas-batas mata pelajaran dan bahan pelajaran yang disajikan berupa unit atau keseluruhan. Kurikulum ini memiliki keunggulan antara lain:

(59)

43

2) Kurikulum ini sesuai dengan teori baru tentang belajar yang mendasarkan berbagai kegiatan pada pengalaman, kesanggupan, kematangan dan minat peserta didik.

3) Dengan kurikulum ini lebih dimungkinkan adanya hubungan yang erat antara sekolah dan masyarakat, karena masyarakat dapat dijadikan laboratorium tempat peserta didik melakukan kegiatan praktek.

Kurikulum ini memiliki kelamahan antara lain:

1) Kurikulum ini tidak mempunyai organisasi yang logis dan sistematis, karena bahan pelajaran tidak ditentukan lebih dulu oleh guru atau lembaga melainkan harus dirancang bersama-sama dengan murid. 2) Para guru tidak dipersiapkan untuk menjalankan kurikulum bentuk

unit, maka jika mereka disuruh melaksanakan kurikulum itu kiranya sangat memberatkan.

3) Pelaksanaan kurikulum bentuk ini juga amat repot.

4) Dengan kurikulum bentuk unit ini tidak dapat dimungkinkan adanya ujian umum karena permasalahan yang dihadapi di tiap sekolah tidak sama dan selalu berubah tiap tahun.

d. Childecentered program (program yang berpusat pada anak)

Gambar

Gambar 1  Pusat Organisasi Multidisipliner
Gambar 3  Perencanaan untuk Kurikulum Transdisipliner
Gambar 4 Konsep Pendidikan Islam
Gambar 5 Konsep pendidikan integratif dan perencanaan pendidikan yang holistik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perjanjian murabahah juga mengikat sesuai kebiasaan, dimana perjanjian tersebut mengikuti kebiasaan yang lazim dilakukan oleh masyarakat, sama seperti pembiayaan yang

Budiansya (2013) menginformasikan tentang definisi, gejala, dan penangan pertama untuk penyakit-penyakit mata merah visus normal seperti yang ditunjukkan pada Tabel

Gaya dalam struktur dinding geser as 2E-2F tiap lantai akibat beban gempa statik lebih besar 15% dibandinngkan dengan sturktur dinding gesar yang diakibatkan beban gempa

Negalima nepaste­ bėti tam tikros įtampos tarp vyresnės kartos ku­ nigų, sudarančių didžiumą ir besilaikančių griežtos tradicijos, ir jaunesnės kartos dvasinin­

kasus ini adalah untuk mengkaji perawatan gigi tiruan sebagian lepasan resin akrilik dengan pe- nyangga bare root pada gigi 45 yang mengalami ekstrusi agar tidak menyebabkan

Dalam tataran teoretis ilmu hukum digunakan untuk pengembangan ilmu melalui penelitian normatif dengan pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, pendekatan

huruf a-z pada anak, guru akan menyebutkan huruf secara acak. Jika guru menyebutkan huruf A, Maka anak yang mempunyai.. huruf A berdiri dan mengatakan “ saya

Indikator yang kedua, yaitu analisis kuantitatif dari parameter dendritik juga tampak menunjukkan hasil yang berbanding lurus, di mana neuron yang diobati dengan