• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKENARIO 3 SAKIT KEPALA MENAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SKENARIO 3 SAKIT KEPALA MENAHUN"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

SKENARIO 3

SAKIT KEPALA MENAHUN

(2)

PBL Langkah 1

A. Kata-kata sulit :

1. Somatoform : Nyeri yang diakibatkan rangsangan psikis dan tanpa ada etiologi medis

2. Insomnia : Gangguan waktu tidur

3. Nyeri kepala tipe tegang : Manifestasi dari reaksi tubuh terhadap stress, depresi dan cemas. Sensasi nyeri/rasa tidak nyaman didaerah kepala yang berhubungan dengan ketegangan otot

B. Finding Problem

1. Penyebab nyeri somatoform ? 2. Macam-macam tipe nyeri kepala ?

3. Apa hubungan nyeri kepala tipe tegang dengan nyeri somatoform ? 4. Apa hubungan sakit kepala dengan insomnia ?

5. Apa yang membuat dokter mendiagnosis nyeri kepala tipe tegang ? 6. Mengapa pasien mengeluh nyeri pada tengkuk ?

7. Megapa dokter menyarankan pasien harus ke psikiater dan neurologis ? 8. Apakah sistem sensorik yang menyampaikan rasa nyeri ?

9. Mengapa stress bisa menyebabkan sakit kepala ?

10. Apakah hukum islam yang mengatur tentang perceraian ?

11. Adakah hal-hal yang memperberat atau memperingan sakit kepala ? 12. Apa penanganan untuk nyeri kepala tipe tegang ?

C. Brain Storming

1) Karena terdapat gangguan psikis 2) Nyeri kepala terbagi 2

 Primer : migraine, tth, cluster headache  Sekunder : akibat infeksi, trauma, tumor

3) Nyeri kepala tipe tegang disebabkan oleh nyeri somatoform 4) Karena sakit kepala jadinya susah tidur

5) Gejala tth : bilateral, nyeri ringan-sedang, tumpul seperti diikat, lokasinya dikulit kepala sampai ke belakang leher, tidak disertai mual dan muntah 6) Karena pada manifestasinya di occipital atau belakang leher

7) Karena pada kelainan fisik setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut tidak ditemukan kelainan jadinya dirujuk

8) Spinotalamicus lateral

9) Ketika stress ada hormone yang keluar yang memicu vasokontriksi pembulu darah

10) Memperbolehkan tetapi Allah tidak menyukainya

11) - Memperberat : stress, depresi, cemas, makanan dan minuman

-Memperingan : mengurangi factor yang memicu stress, aktivitas bisa dikurangi, istirahat

(3)

D. Hipotesis

(4)

Sasaran Belajar

LI 1 Memahami dan Menjelaskan tentang Penghantaran fisiologis nyeri 1.1 Memahami dan Menjelaskan Jaras spesifik nyeri

1.2 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme penghantaran nyeri

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala

2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Nyeri Kepala 2.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Nyeri Kepala 2.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Nyeri Kepala 2.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Nyeri Kepala 2.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Nyeri Kepala

2.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Nyeri Kepala 2.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Nyeri Kepala

2.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Nyeri Kepala 2.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Nyeri Kepala 2.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Nyeri Kepala

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Nyeri Somatoform 3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Nyeri Somatoform 3.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Nyeri Somatoform 3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Nyeri Somatoform 3.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Nyeri Somatoform 3.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Nyeri Somatoform

3.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Nyeri Somatoform

3.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Nyeri Somatoform 3.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Nyeri Somatoform 3.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Nyeri Somatoform 3.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Nyeri Somatoform

(5)

LI 1 Memahami dan Menjelaskan tentang Penghantaran Fisiologis Nyeri 1.1 Memahami dan Menjelaskan Jaras spesifik nyeri

Neuroanatomi Nyeri

Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E, 2007). Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan-bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri. Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri.

Sistem saraf manusia mengandung lebih dari 1010 saraf atau neuron. Neuron merupakan unit structural dan fungsional system saraf. Sel saraf terdiri dari badan sel yang di dalamnya mempunyai inti sel, nukleus, mitokondria, retikulum endoplasma, dadan golgi, di luarnya banyak terdapat dendrit, kemudian bagian yang menjulur yang menempel pada badan sel yang di sebut akson. Dendrit menyediakan daerah yang luas untuk hubungan dengan neuron lainnya. Dendrit adalah serabut aferen karena menerima sinyal dari neuron-neuron lain dan meneruskannya ke badan sel. Pada akson terdapat selubung mielin, nodus ranvier, inti sel Schwan, butiran neurotransmiter

Akson dengan cabang-cabangnya (kolateral), adalah serabut eferen karena membawa sinyal ke saraf-saraf otot dan sel-sel kelenjar. Akson akan berakhir pada terminal saraf yang berisi vesikel-vesikel yang mengandung neurotransmitter. Terminal inilah yang berhubungan dengan badan sel, dendrit atau akson neuron berikutya.

a. Neuroanatomi sentuhan ringan dan tekanan Nama jalan: Tractus Spinothalamicus Anterior

a) Pada medulla spinalis:

 Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu posterior medulla spinalis dan bercabang dua : serabut yang naik dan serabut yang turun. Sesudah memasuki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk Tractus posterolateral (Lissaueri). Lalu bersinaps dengan neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa cornu posterior substansia grissea.

 Axon dari neuron orde ke dua jalan menyilang pada comissura anterior substansia grissea dan substansia alba, kemudian naik keatas pada sisi anterolateral substantia alba sebagai tractus neurospinotalamicus anterior.

b) Pada medulla oblongata : pada medulla oblongata tractus tersebut jalan beriringan dengan tractus spinotalamicus lateralis dan tractus spinotectalis, semuanya disebut Lesminicus Spinalis.

(6)

kelompok nuclei lateralis thalamus) à disini tekanan dan sentuhan mulai diinterpretasikan.

d) Pada cortex cerebri : axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior interna dan corona radiata berakhir pada gyrus poscentralis (area brodmann 3,2,1) à menafsirkan sensasi sentuhan dan tekanan sehingga timbul kesadaran akan sensasi tersebut.

(Stephen, 2007)

b. Neuroanatomi sensasi sakit dan suhu

Nama jalan: Tractus Spinothalamicus Lateralis a) Pada medulla spinalis:

 Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu posterior substansia grissea medulla spinalis dan segera bercabang dua: serabut yang naik dan serabut yang turun. Sesudah memasuki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk tractus posterolateral (Lissaueri). Lalu bersinaps dengan neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa pada cornu posterior. (Jurnalis, 2009)

 Axon dari neuron orde ke dua jalan menyilang pada comissura anterior substansia grissea dan substansia alba, kemudian naik keatas pada sisi kontralateral sebagai tractus neurospinotalamicus lateralis.

b) Pada medulla oblongata : pada medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara nucleus olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N. Trigeminus. Disini bergabung dengan: tractus spinotalamicus anterius, tractus spinotectalis. Ketiga tractus tersebut disebut Lemnicus Spinalis.

c) Pada pons : lemniscus spinalis naik keatas dibagian belakang pons.

d) Pada mesencephalon: lemniscus spinalis jalan pada tegmentum, lateralis dari lemniscus medialis.

e) Pada diencephalon : serabut saraf tractus spinotalamicus lateralis akan bersinaps dengan neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus) à disinilah terjadi penilaian kadar sensasi sakit dan suhu juga reaksi emosi mulai timbul.

f) Pada cortex cerebri : axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior interna dan corona radiata berakhir pada gyrus poscentralis (area brodmann 3,2,1) à menafsirkan suhu dan sakit sehingga timbul kesadaran akan sensasi tersebut. (Price, 2006)

Neurofisiologi Nyeri

Nociceptor diaktivasi oleh stimulus yang berpotensi untuk merusak sel jaringan. Kerusakan jaringan tersebut dapat disebabkan oleh stimulasi mekanis yang kuat, temperatur yang ekstrim, kekurangan oksigen, dan paparan oleh zat kimia. (Barry, 2007)

(7)

 Protease

Enzim pengurai protein ini dapat mengurai peptida kininogen yang berada di extra selular sehingga terbentuklah bradikinin. Bradikinin ini kemudian akan terikat dengan molekul reseptor spesifik untuk mengaktivasi konduksi ion pada nociceptor.

 ATP

ATP dapat berikatan langsung dengan ATP Gated Ion Channel sehingga terjadi depolarisasi pada nociceptor.

 K+

Peningkatan K+ extraselular berperan langsung pada depolarisasi membran neuronal.

(Price, 2006) Jenis Nociceptor

Transportasi stimulus nyeri terjadi pada ujung saraf bebas (FNE), yaitu serat C tanpa myelin (unmyelinated C Fiber) dan serat Aδ myelin tipis Nociceptor terbagi menjadi empat jenis, yaitu :

a. Polymodal Nociceptor : merespon terhadap stimulus mekanis, suhu, dan kimia.

b. Mechanical Nociceptor : hanya merespon terhadap tekanan yang kuat. c. Thermal Nociceptor : hanya merespon terhadap suhu panas atau dingin. d. Chemical Nociceptor : merespon terhadap histamin dan zat kimia lainnya. Serat C terkecil (kecepatan konduksi <0.5 m/s) merespon selektif terhadap histamin dan mempersepsikan rasa gatal.

Hyperalgesia

Nociceptor biasanya hanya merespon saat terjadi stimulus yang cukup kuat untuk merusak jaringan. Hiperalgesia adalah keadaan dimana kulit, sendi, atau otot yang sudah terluka menjadi sangat sensitif terhadap stimulus. Sebagai contoh, pada kulit yang sehat, rasa sentuhan tidak terasa sakit, namun pada kulit yang melepuh rangsang tersebut terasa sakit.

Hiperalgesia dapat berupa penurunan ambang nyeri, peningkatan intensitas stimulus nyeri, atau nyeri spontan. Hiperalgesia juga dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Primer : hanya terjadi pada daerah jaringan yang terluka.

b. Sekunder : jaringan yang berada di sekitar jaringan yang terluka juga ikut menjadi sensitif.

Beberapa zat kimia yang berperan dalam hiperalgesia:

 Bradikinin

Selain menghasilkan rasa nyeri, bradikinin juga menstimulasi perubahan intracellular yang berlangsung lama, sehingga channel ion nociceptor menjadi lebih sensitif.

(8)

Prostaglandin tidak menyebabkan nyeri, melainkan meningkatkan sensitivitas nociceptor lain.

 Substance P

Merupakan substansi yang dihasilkan oleh nociceptor sendiri. Aktivasi salah satu cabang axon nociceptor dapat menyebabkan sekresi substance P di cabang axon lainnya. Substance P menyebabkan vasodilatasi dan pelepasan histamin oleh sel mast, sehingga dapat juga menyebabkan hiperalgesia sekunder.

Aferen Primer dan Mekanisme Spinal Terdapat dua jenis persepsi nyeri, yaitu :

a. First pain : cepat dan tajam, diaktivasi oleh serat Aδ b. Secon pain : nyeri yang

mengikuti first pain dan

berlangsung lama,

diaktivasi serat C

Perhubungan spinalis axon nociceptif

Neurotransmitter nyeri diduga adalah glutamat, namun neuron-neuron juga mengandung substance P pada axon terminalis. Transmisi sinaps yang diperantarai oleh substance P dibutuhkan untuk menghasilkan rasa nyeri. (Barry, 2007)

Nyeri Alih (Referred Pain)

Merupakan fenomena dimana aktivasi nociceptor organ dalam (viseral) dipersepsikan sebagai sensasi luar (cutaneus). Disebabkan karena axon nociceptor dari organ dalam memiliki rute yang sama dengan nociceptor kutan dalam memasuki corda spinalis, sehingga terjadilah pencampuran informasi dari kedua input tersebut.

Rasa nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan, yang dicetuskan oleh suatu kerusakan jaringan , yang akan memnyebabkan individu untuk bereaksi memindahkan stimulus nyeri.

Rasa nyari dapat dibagi atas

• Rasa nyeri cepat = Rasa nyeri tertusuk, tajam, akut, dan tersetrum

(9)

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala

2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Nyeri Kepala

Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit. Neurology and neurosurgery illustrated Kenneth).

2.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Nyeri Kepala

Klasifikasi nyeri kepala menurut International Headache Society (HIS) membagi nyeri kepala menjadi dua kategori utama.

 Nyeri kepala primer : migren, nyeri kepala tension, nyeri kepala cluster, nyeri kepala yang tidak berhubungan lesi struktural.

 Nyeri kepala sekunder : nyeri kepala berhubungan dengan cedera kepala, gangguan vaskuler, gangguan intrakranial non-vaskuler, infeksi non cephalic, gangguan metabolik, gangguan tengkorak, leher, mata, hidung, gigi, mulut, atau struktur-struktur wajah kranium, neuralgia cranialis, nyeri batang syaraf dan nyeri deafness.

Tension Type Headache (TTH)

Definisi nyeri kepala tipe tegang menurut kriteria Internatinal Headache Society (IHS) adalah episode yang berulang dari nyeri kepala yang berlangsung bermenit menit sampai berhari-hari. Nyerinya khas, menekan atau ketat dalam kualitas, ringan atau sedang intensitasnya, umumnya bilateral lokasinya dan tidak memberat dengan aktivitas fisik rutin, nausea biasanya tidak ada, tetapi fotofobi bisa ditemukan.

Istilah lain yang pernah digunakan untuk menyingkatkan gambaran klinis dari tension headache adalah psychomyogenic headache, stress headache, ordinary headache, idiopathic headache, dan psychogenic headache

TTH dibagi 2 macam:

1. Episodik , jika serangan yang terjadi kurang dari 1 hari perbulan (12 hari dalam 1 tahun).

a. Nyeri kepala tipe tegang episodik disertai oleh gangguan otot perikranial. b. Nyeri kepala tipe tegang episodik tidak disertai oleh gangguan otot perikranial Ciri-ciri TTH episodik:

 Paling tidak terjadi 10 kali nyeri kepala yang memenuhi criteria berikut; dimana nyeri kepala terjadi kurang dari 15 kali per bulan

 Nyeri kepala berdurasi sekitar 30 menit – 7 hari

 Paling tidak dua dari karakteristik nyeri berikut terpenuhi: o kualitas nyeri menekan (nonpulsatil)

o intensitas ringan atau sedang o lokasi bilateral

o Tidak diperberat dengan aktivitas fisik rutin  Tidak ada mual atau muntah

(10)

2. Kronik, jika serangan minimal 15 hari perbulan selama paling sedikit 3 bulan (180 hari dalam 1 tahun).

a. Short-duration, jika Serangan terjadi kurang dari 4 jam. b. Long-duration, jika Serangan berlangsung lebih dari 4 jam.

Ciri-ciri TTH kronik:

 Frekuensi rata-rata nyeri kepala lebih dari 15 hari per bulan selama lebih dari 6 bulan dan memenuhi criteria berikut

 Paling tidak 2 dari karakteristik nyeri berikut terpenuhi o kualitas nyeri menekan (nonpulsatil)

o intensitas ringan atau sedang o lokasi bilateral

o Tidak diperberat dengan aktivitas fisik rutin  Tidak ada mual atau muntah

 Tidak terjadi Fotofobia dan fonofobia atau hanya ada satu di antaranya  tidak ada dugaan nyeri kepala tipe sekunder

Migren

Migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 ± 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia. Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura, dan migren kronik (transformed).

1. Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur ± angsur lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.

2. Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan terkena pada periorbital.

3. Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri kepala kronik dengan nyeri setiap hari.

Nyeri Kepala Cluster

Nyeri kepala cluster merupakan sindroma nyeri kepala yang lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita. Nyeri kepala cluster ini pada umumnya terjadi pada usia yang lebih tua dibanding dengan migraine. Nyeri pada sindrom ini terjadi hemikranial pada daerah yang lebih kecil dibanding migraine, sering kali pada daerah orbital, sehingga dikatakan sebagai klaster. Jika serangan terjadi, nyeri ini dirasakan sangat berat, nyeri tidak berdenyut konstan selama beberapa menit hingga 2 jam. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Donnet, kebanyakan pasien mengalami serangan dengan durasi 30 hingga 60 menit.

1. Nyeri kepala klaster episodik

Periode nyeri (klaster) terjadi sepanjang 7 hari sampai 1 tahun, klaster dipisahkan oleh interval bebas nyeri yang berlangsung selama paling tidak 2 minggu. Umumnya, satu klaster berlangsung selama 2 minggu sampai 3 bulan.

(11)

Terjadi lebih dari satu tahun tanpa remisi, atau remisi bertahan kurang dari 2 minggu. Nyeri kepala klaster kronik dibagi lagi menjadi nyeri kepala klaster kronik sejak awitan dan nyeri kepala klaster kronik yang berkembang dari episodik

Nyeri kepala klaster kronik sulit ditangani dan resisten terhadap agen profilaksis standar. Sebagai etiologi terjadinya nyeri kepala klaster, dipikirkan adanya predisposisi genetic pada keluarga. Namun tidak ditemukan adanya pola pewarisan tertentu.

2.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Nyeri Kepala

Sebagian besar nyeri kepala terjadi karena tegangan (kontraksi otot) dapat disebabkan oleh (Price, 2006):

 Stres emosional, kelelahan, menstruasi, rangsangan dari lingkungan (bunyi berisik,kerumunan banyak orang, cahaya yang terang).

 Keadaan lain yang dapat menjadi penyebab: glaukoma, inflamasi pada mata atau mukosanasal atau sinus paranasal, penyakit pada kulit kepala, gigi, arteri

ekstrakranial, pemakaian obat-obat vasodilator (nitrat, alkohol dan histamin), penyakit sistemik, hipertensi, peningkatantekanan intracranial, trauma/tumor kepala, perdarahan, abses atau aneurisma intrakranial.

Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik. Etiologi berdasarkan lokasi:

Intrakranial

1. Inflamasi:Meningismus; Meningitis; Ensefalitis; Poliomielitis; Malaria; Abses Serebral; ArtritisKrania.

2. Non-Inflamasi:Migrain; Nyeri Kepala Kluster; Gegar Otak; Perdarahan Ekstra Dural; Perdarahan Subdural; Perdarahan Subarakhnoid; Stroke; Neoplasma; Hipertensi Benigna Intrakranial.

Kranial: Penyakit Gigi; Otitis dan Mastoiditis; Sinusitis; Penyakit pada tengkorak.

Ekstrakranial:Trauma; Spondilosis servikalis; Glaukoma; Ulkus Kornea; Iritis; Skleritis; NeuralgiaTrigeminus; Neuralgia temporo mandibularis.  Umum: Febris; Hipertensi; Obat-obatan; Penyebab Psikogenik.

Ray dan Wolf (1940) menyimpulkan nyeri kepala disebabkan oleh: 1. Traksi vena-vena dengan displacement sinus venosus besar 2. Traksi arteri meningea media

3. Traksi arteri besar pada dasar otak

4. Distensi dan dilatasi arteri intra dan ekstrakranial

5. Inflamasi pada struktur peka nyeri dikepala atau daerah sekitarnya 6. Penekanan langsung oleh tumor pada saraf cranial dan servikal yang mengandung serabut aferen nyeri dari kepala.

(12)

Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala adalah sebagai berikut(Lance,2000) : (1) peregangan atau pergeseran pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3) kontraksi otot kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum (nyeri lokal), (4) degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).

2.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Nyeri Kepala

Tipe Tanda dan Gejala

Migrain tanpa aura ( migrain biasa) Durasi 4 sampai 72 jam

apabila tidak diobati

(13)

kepala.

 Sensitive terhadap cahaya dan bunyi berisik.

 Nyeri tipe sakit kepala (rasa pegal atau nyeri berdenyut yang bias unilateral atau bilateral). Migrain dengan aura (klasik)

Biasanya terjadi pada kepribadian kompulsif.

 Gejala prodromal yang meliputi gangguan penglihatan seperti penampakan garis zig zag dan

 Kelumpuhan otot ekstraokuler (N. cranial III) dan psitosis.

 Migrain hemiplegic terdapat

gangguan neurologi

(hemiparesis, hemiplagia) yang dapat bertahan meskipun sakit gangguan penglihatan parsial dengan keluhan vertigo, ataksia, tinnitus, kesemutan jari-jari tangan serta kaki.

 Nyeri kepala yang berupa nyeri berdenyut di daerah oksipital dn vomitus.

Membedakan Nyeri Kepala Jenis atau

Penyebab Ciri Khas Pemeriksaan Diagnostik

Ketegangan otot

Sakit kepala sering terjadi, nyeri hilang timbul, tidak terlalu berat dan dirasakan di kepala bagian

(14)

Migren menyebar ke satu atau kedua sisi kepala, biasanya mengenai seluruh kepala, berdenyut dan disertai dengan pembengkakan mata, hidung meler & mata berair pada sisi yang sama dengan

Hipertensi Nyerinya berdenyut dan dirasakan di kepala bagian belakang atau di puncak kepala.

Analisa kimia darah dan

Nyeri dirasakan di kepala bagian depan atau di dalam dan di

Nyeri bersifat akut atau subakut, dirasakan di kepala bagian depan, bersifat tumpul atau berat, biasanya memburuk di pagi hari, membaik di siang hari dan

Nyeri hilang-timbul, bersifat ringan sampai berat, dirasakan di satu titik atau di seluruh kepala. Kelemahan di salah satu sisi tubuh semakin meningkat, kejang, gangguan penglihatan, kemampuan berbicara hilang, muntah dan perubahan mental.

MRI atau CT scan

Infeksi otak

Nyeri hilang-timbul, bersifat ringan sampai berat, dirasakan di satu titik atau di seluruh kepala. Sebelumnya penderita pernah mengalami infeksi telinga, sinus atau paru-paru, penyakit jantung rematik atau penyakit jantung

(15)

tenggorokan atau infeksi berat, bisa dirasakan di satu titik atau di seluruh kepala, menjalar ke leher. Biasanya sebelumnya dirasakan di dalam dan di sekitar mata, kelopak mata turun. terlalu tinggi dan terdapat riwayat sifilis, tuberkulosis, kriptokokosis, sarkoidosis atau kanker pada pasien.

Pungsi lumbal.

(The International Classification of Headache Disorders, 2004)

2.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Nyeri KepalaTension Type Headache (TTH)

Anamnesis

Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang ± kurangnya dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan ± sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.

PF dan PP

Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH) Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.

Migren Anamnesis

(16)

Migren tanpa aura sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi kriteria berikut :

a) berlangsung 4 - 72 jam,

b) paling sedikit memenuhi dua dari :

(1) unilateral , (2) sensasi berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4) diperburuk oleh aktifitas, (3) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

PF dan PP

Pemeriksaan Penunjang Migren Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain ( jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.

Sakit Kepala Cluster Anamnesis

Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh IHS adalah sebagai berikut : (IHS,2005)

a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah

b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri temporal selama 15 – 180 menit bila tidak di tatalaksana.

c. Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :  Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi  Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea  Edema ipsilateral kelopak mata

 berkeringat pada bagian depan dan wajah ipsilateral  Ipsilateral miosis dan atau ptosis

 Sensasi agitasi

d. Serangan mempunyai frekuensi dari 1 kali setiap hari berbeda hingga 8 kali pada hari yang sama

e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain

Diagnosis Banding

Lokasi Nyeri Leher,

(17)

Muntah - - + +

2.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Nyeri Kepala

Sasaran penatalaksanaan tergantung lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta, derajat disabilitas serta respon awal dari pengobatan dan mungkin pula ditemukan penyakit lain seperti epilepsi, ansietas, stroke, infark miokard. Karena itu harus hati-hati memberikan obat. Bila ada gejala mual/muntah, obat diberikan rektal, nasal, subkutan atau intra vena.

Tatalaksana pengobatan migren dapat dibagi kepada 4 kategori A. Langkah Umum

Perlu menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur, makanan, stres dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca, berada ditempat yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara.

B. Terapi Abortif

Pada serangan ringan sampai sedang atau serangan berat. Analgesik ringan aspirin (drug of choice). Bila tidak respon terhadap NSAIDs, dipakai obat spesifik. seperti: Triptans (naratriptans, rizatriptan, sumatriptan, zolmitriptan), Dihydro ergotamin (DHE), obat kombinasi (aspirin dengan asetaminophen dan kafein), obat golongan ergotamin.

Tabel obat spesifik Jenis obat

1. Ergotamin Dosis : 1-2 mg oral/jam, maksimal 3 dosis sehari, gunakan dosis efektif terkecil.

Suppos : 1 mg, dosis maks, 2-3/ hr dan 12/bulan

Kontra indikasi : pengguna triptans, hamil, menyusui, hipertensi, sepsis, coronary, cerebral, peripheral vascular disease.

Adverse react: Increased incidence of migraines, daily headaches, tachycardia,arterial spasm, numbness and tingling, vomiting, diarrhea, dizziness, abdominal cramps.

2. Caffeine plus

Ergotamine

Dosis: 2 tablet (100 mg caffeine/1mg ergot) pada saat onset, kemudian 1 tab tiap 30 menit, dapat naik sampai 6 tab.(jangan lebih

10 tab/minggu nya).

Suppos (2 mg ergot/100 mg caff).

3. Dihydroerg otamine

(18)

(DHE) mg IV per hari, dan 6 mg per minggu.

Intranasal: 0.5-mg spray pada tiap nostril, dosis maksimal 4 spray (2 mg) per hari.

Triptans

1. Sumatriptan Dosis: 6 mg SC, dapat diulang dalam 1 jam, dosis maksimal 12 mg/hr. 25 -100 mg oral /2 jam, dosis maks: 200 mg/hari

Max initial dose: 100 mg.

Intranasal: 5 -10 mg (1-2 spray) pada satu nostril; dapat diulang sesudah 2 jam, dosis maksimal 40 mg/hari. Kontraindikasi : Ergotamine, hemiplegic atau basilar migraine, hamil, gangguan fungsi hepar, CAD, MAOI Adverse react : vomiting, vertigo, headache, chest pressure and heaviness.

2. Naratriptan Dosis: 1.0 - 2.5 mg ooral/4 jam, dosis max 5 mg per hari. Kontra indikasi : Ergot-type medications, kontrasepsi oral, merokok, CAD.

Adverse react : Dizziness, nausea, fatigue.

3. Rizatriptan Dosis: 5 - 20 mg oral/2jam, dosis maks 30 mg per hari. Kontra indikasi : Ergot-type medications, other triptans, propranolol, cimetidine, CAD

Adverse react : Tachycardia, throat tightness.

4. Zolmitriptan Dosis: 2.5-5.0 mg oral/2 jam, dosis maks 10 mg per hari. Kontra indikasi: Ergot-type medications, other triptans, CAD.

(Gunawan, 2007)

C. Langkah Menghilangkan Rasa Nyeri

Terapi abortif mungkin belum mengatasi nyeri secara komplit, dibutuhkan analgesik NSAIDs. Obat OTCs yang direkomendasikan FDA ialah kombinasi aspirin 250 mg, acetaminophen 250 mg dan caffein 65 mg. Ketoralac tromethamin “non narcotic, non habituating” dapat dipakai, efek sampingnya minim, dosis 60 mg i.m.

Analgesik narkotik, antiemetik, pheno-tyhiazines, dan kompres dingin bisa mengurangi nyeri. Analgesik narkotik (codein, meperidine HCL , methadone HCL) diberikan parenteral, efektif menghilangkan nyeri. Anti emetik diberikan parenteral atau suppositoria (phenergan, chlopromazine dan prochlorperazine) mempunyai efek sedatif dan anti mual. Transnasal butorphanol tartrate diberikan parenteral. Pemberian nasal efektif karena sifat mukosa hidung lebih cepat mengabsorbsi. (Price, 2006)

D. Terapi preventif

Prinsip umum terapi preventif :

 Mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan.  Meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan.

(19)

Formula Prevensi Migren.

 Pemakaian obat: dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan.

 Pendidikan terhadap penderita: teratur memakai obat, perlu diskusi rasional tentang pengobatan, efek samping.

 Evaluasi : “Headache diary” merupakan suatu gold standart evaluasi serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon obat.  Kondisi penyakit lain : pedulikan kelainan yang sedang diderita seperti

stroke, infark myocard, epilepsi dan ansietas, penderita hamil (efek teratogenik), hati-hati interaksi obat-obat.

Tabel Obat profilaksis Migren

Jenis Obat Dosis Efek Samping Kontraindikasi

(20)

d

Gabapentin 900-1800 mg/ hr (max 2400)

Dizzines, fatique, ataxia, nausea, tremor. (Kenneth, 2004)

Tatalaksana Nyeri Kepala Tension Terapi Non-farmakologi

 Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai 30 menit.

 Perubahan posisi tidur.

 Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.  Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah.

 Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan komputer, atau saat menonton televisi.

 Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising.  Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari.

(Price, 2006)

Terapi farmakologi

 Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri. Seperti obat-obat OTC: aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau naproxen sodium. Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesik.

 Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai penyebabnya, misalnya karena anxietas atau depresi.

 Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya. Hindari penggunaan analgesik secara kronis à memicu rebound headache.

(Kowalak, 2011)

Tatalaksana Cluster headache

 Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan (profilaksis).

 Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral.

 Obat terapi abortif: oksigen, ergotamin, sumatriptan (dosis sama dengan dosis migren).

 Obat terapi profilaksis: verapamil, litium, ergotamin, metisergid, kortikosteroid, topiramat.

2.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Nyeri Kepala

(21)

berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi akibat gejalanya dapat terjadi sebagai suatu komplikasi pada pasien.

Komplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.

2.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Nyeri Kepala

Terapi Perilaku merupakan pencegahan yang baik pada pasien, mengingat ini adalah suatu kelainan psikogenik, diharapkan,d engan adanya suatu terapi psikologis, pasien dapat mengenali jika sakit kepalanya mulai timbul dan mulai melakukan perubahan-perubahan sikap agar sakit kepalanya mereda.

2.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Nyeri Kepala

Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya. Kelainan tipe episodik jauh lebih mudah ditangani daripada tipe kronik. Sedangkan indikasi merujuk adalah sebagai berikut: (1) sakit kepala yang tiba ±tiba dan timbul kekakuan di leher, (2) sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran, (3) sakit kepala setelah terkena trauma mekanik pada kepala, (4) sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan telinga, (5) sakit kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya tidak pernah mengalami serangan, (6) sakit kepala yang rekuren pada anak.

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Nyeri Somatoform

3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Nyeri Somatoform

Kata somatoform ini di ambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti“tubuh”. Dalam gangguan somatoform, orang memiliki simptom fisik yangmengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan penyebabnya. Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan ditandai oleh keluhan tentangmasalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik (Oyama et al., 2007) .

Pada gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform berbeda dengan malingering,atau kepura-puraan simtom yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang jelas. Gangguan ini juga berbeda dengan gangguan factitious yaitu suatu gangguan yang ditandai oleh pemalsuan simtom psikologis atau fisik yang disengaja tanpa keuntungan yang jelas. Selain itu gangguan ini juga berbeda pula dengan sindrom Muchausen yaitu suatu tipe gangguan factitious yang ditandai oleh kepura- puraan mengenai simptom medis (Mayou et al., 2006; Oyama et al., 2007).

3.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Nyeri Somatoform Ada 5 gangguan somatoform yang spesifik yaitu :

(22)

Merupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi fisik yang tidak dapat dilacak secara medis. Gangguan ini muncul dalam konflik atau pengalaman traumatik yang memberikan keyakinan akan adanya penyebab psikologis.

2. Hipokondriasis

Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius. Ketakukan akan adanya penyakit terus ada meskipun secara medis telah diyakinkan. Sensasi atau rasa nyeri fisik biasanya sering diasosiasikan dengan gejala penyakit kronis tertentu.

3. Gangguan somatisasi

Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simptom fisik yang tidak ada dasar organis yang jelas. Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan kunjungan medis berkali-kali atau menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi.

4. Gangguan dismorfik tubuh

Terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau berlebih-lebihan. Menganggap orang tidak memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang dimilikinya (dipersepsikannya). Gangguan ini akan membawa seseorang pada perilaku komplusif seperti berulang-ulang berdandan, dll.

5. Gangguan nyeri

Gejala utamanya adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak sepenuhnya disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis nonpsikiatris, disertai oleh penderitaan emosional dan gangguan fungsional dan gangguan memiliki hubungan sebab yang masuk akal dengan factor psikologis.

3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Nyeri Somatoform

Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan. Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut :

a. Faktor-faktor Biologis

Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan somatisasi).

b. Faktor Lingkungan Sosial

Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.

c. Faktor Perilaku

Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:

(23)

 Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”

 Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.

d. Faktor Emosi dan Kognitif

Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:

 Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya penyakit serius (hipokondriasis).

 Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan konversi).

 Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu strategis elf-handicaping (hipokondriasis).

3.4 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Nyeri Somatoform

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokter bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, 2005).

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 2003).

Gambaran keluhan gejala somatoform

 Neuropsikiatri: “kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ; “ saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”  Kardiopulmonal: “ jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan

mati”

 Gastrointestinal: “saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat menyembuhkannya”

 Genitourinaria:“saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa”

(24)

 Sensoris: “ pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan membantu”

Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi. (PPDGJ, 2003)

Gangguan somatisasi

1. Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu memeriksakan diri.

2. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur.

3. Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan tersiksa/ merana.

4. Berulang kali memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di RS bahkan dilakukan operasi.

5. Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam pernikahan.

Gangguan konversi

1. Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara fisiologis, pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat gangguan/kelainan.

2. Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total pada tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti ditusuk-tusuk, ketidakpekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk merasakan sensasi (anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar, tidak dapat membau, suara hanya berbisik, dll.

3. Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk menghindari beberapa aktivitas atau tanggungjawab.

4. Konsep Freud: energi dari insting yang di refleks berbalik menyerang dan menghambat fungsi saluran sensorimotor.

5. Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.

Hipokondriasis

1. Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya memiliki suatu penyakit fisik yang serius.

2. Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah interpretasi terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala, berdebar-debar, kelelahan.

(25)

4. Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter, walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah diyakinkan.

5. Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau aspek penting lainnya.

Gangguan dimorfik tubuh

1. Keyakinan akan adanya masalah dengan penampilan atau melebih-lebihkan kekurangan dalam hal penampilan (misalnya : keriput di wajah, bentuk atau ukuran tubuh).

2. Keyakinan/perhatian berlebihan ini meyebabkan stres, menghabiskan banyak waktu, menjadi mal-adaptive atau menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau aspek penting lainnya (menghindar/tidak mau bertemu orang lain, keluar sekolah atau pekerjaan), juga menyebabkan dirinya sering harus konsultasi untuk operasi plastik

3. Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya.

Gangguan nyeri

1. Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah pemeriksaan yang intensif).

2. Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di satu atau beberapa bagian tubuh.

3. Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan aspek penting lainnya.

4. Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan, memperburuk rasa nyeri.

3.5 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Nyeri Somatoform

Kriteria diagnosis menurut DSM-IV

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi

A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi

pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan:

(26)

2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)

3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).

4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang;gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).

C. Salah satu (1) atau (2):

1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yangdikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol).

2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yangdiperkirakan dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi

A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain. B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena

awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.

C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).

D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.

E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.

F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.

(27)

 Dengan gejata atau defisit motorik  Dengan gejala atau defisit sensorik  Dengan kejang atau konvulsi  Dengan gambaran campuran

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis

A. Preokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.

B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan penentraman.

C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional, tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).

D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.

F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

Sebutkan jika:

Dengan tilikan buruk: jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir, orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh

A. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata. B. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri

A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis.

(28)

C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.

D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).

E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Tuliskan seperti berikut:

Gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis: faktor psikologis dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi, dan bertahannya nyeri. Sebutkan jika:

Akut: durasi kurang dari 6 bulanKronis: durasi 6 bulan atau lebih

 Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologls maupun kondisi medis umum

 Sebutkan jika:

Akut: durasi kurang dari 6 bulanKronis: durasi 6 bulan atau lebih

Catatan: yang berikut ini tidak dianggap merupakan gangguan mental dan dimasukkan untuk mempermudah diagnosis banding.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan

A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan gastrointestinal atau saluran kemih).

B. Salah satu (1) atau (2)

1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol).

2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratonium.

C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.

E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).

(29)

Kriteria Diagnostik Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Kondisi Medis A. Adanya suatu kondisi medis umum (dikodekan dalam Aksis III).

B. Faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis umum dengan salah satu cara berikut:

1. Faktor yang mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum ditunjukkan oleh hubungan erat antara faktor psikologis dan perkembangan atau eksaserbasi dan, atau keterlambatan penyembuhandan, kondisi medis umum. 2. Faktor yang mengganggu pengobatan kondisi medis umum.

3. Faktor yang membuat risiko kesehatan tambahan bagi individu.

4. Respons fisiologis yang berhubungan dengan stres menyebabkan atau mengeksaserbasi gejala-gejala kondisi medis umum.

Pilihlah nama bendasarkan sifat faktor psikologis (bila terdapat lebih dan satu faktor, nyatakan yang paling menonjol).

Gangguan mental mempengaruhi kondisi medis (seperti gangguan depresif berat memperlambat pemulihan dan infark miokardium). Gejala psikologis mempengaruhi kondisi medis (misalnya gejala depresif memperlambat pemulihan dan pembedahan; kecemasan mengeksaserbasi asma). Sifat kepribadian atau gaya menghadapi masalah mempengaruhi kondisi medis (misalnya penyangkalan psikologis terhadap pembedahan pada seorang pasien kanker, perilaku bermusuhan dan tertekan menyebabkan penyakit kandiovaskular).

Perilaku kesehatan mal-adaptif mempengaruhi kondisi medis (misalnya tidak olahraga, seks yang tidak aman, makan berlebihan). Respon fisiologis yang berhubungan dengan stres mempengaruhi kondisi medis umum (misalnya eksaserbasi ulkus, hipertensi, aritmia, atau tension headache yang berhubungan dengan stres).

Diagnosis Banding Gangguan Somatoform a. Gangguan Somatisasi

Klinisi harus selalu menyingkirkan kondisi medis non-psikiatrik yang dapat menjelaskan gejala pasien. Gangguan medis tersebut adalah sklerosis multiple, miastenia gravis, lupus eritematosus sistemik kronis. Selain itu juga harus dibedakan dari gangguan depresi berat, gangguan kecemasan (anxietas), gangguan hipokondrik dan skizofrenia dengan gangguan waham somatik.

b. Hipokondriasis

Kondisi medis nonpsikiatrik: khususnya gangguan yang tampak dengan gejala yang tidak mudah didiagnosis. Penyakit-penyakit tersebut adalah AIDS, endokrinopati, miastenia gravis, skerosis multiple, penyakit degeneratif pada sistem saraf, lupus eritematosus sistemik, dan gangguan neoplastik yang tidak jelas.

c. Gangguan Konversi

(30)

Pada distorsi citra tubuh terjadi pada anoreksia nervosa, gangguan identitas jenis kelamin, gangguan depresif, gangguan kepribadian narsistik, skizofrenia dan gangguan obsesif-kumpulsif.

e. Gangguan Nyeri

Gangguan nyeri harus dibedakan dari gangguan somatoform lain, seperti nyeri pada hipokondrial, nyeri pada konversi.

(Kaplan, 1997)

3.6 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Nyeri SomatoformTerapi untuk Gangguan Somatoform

Kebijakan klinis menyarankan pendekatan halus dan suportif seraya memberikan penghargaan kepada pasien atas setiap perbaikan kondisi sekecil apa pun yang berhasil dicapai (Simon, 1998).

Orang-orang yang menderita gangguan somatoform jauh lebih sering datang ke dokter dibanding ke psikiater atau psikolog karena mereka menganggap masalah berkait dengan kondisi fisik. Para pasien tersebut menganggap rujukan dokter ke psikolog atau psikiater sebagai tanda bahwa dokter menganggap penyakit mereka “terletak di kepala”; sehingga mereka tidak merasa senang dirujuk ke “ahli jiwa”. Mereka menguji kesabaran dokter mereka, yang sering kali meresepkan berbagai macam obat atau penanganan medis dengan harapan akan menyembuhkan keluhan somatik tersebut.

Penyembuhan dengan berbicara yang menjadi dasar psikoanalisis dilandasi oleh asumsi bahwa suatu represif masif telah memaksa energi psikis diubah menjadi anestesia atau kelumpuhan yang membingungkan. Namun demikian, psikoanalisis tradisional dengan terapi jangka panjang dan psikoterapi yang berorientasi psikoanalisis tidak menunjukkan hasil yang bermanfaat bagi gangguan konversi, kecuali mungkin mengurangi kekhawatiran pasien atas penyakitnya. Penanganan psikodinamika jangka pendek dapat menjadi efektif untuk menghilangkan simtom-simtom gangguan somatoform (JunkertTress, 2001).

(31)

Terapi untuk gangguan somatisasi

• Pemaparan atau terapi kognitif dapat digunakan untuk mengatasi ketakutan, berkurangnya rasa takut dapat membantu mengurangi berbagai keluhan somatik.

• Terapi keluarga, membantu pasien dan keluarga mengubah jaringan hubungan yang bertujuan untuk membantu usahanya menjadi lebih mandiri.

• Training asersi dan keterampilan sosial, bermanfaat untuk membantunya manguasai atau menguasai kembali, berbagai cara untuk berhubungan dengan orang lain dan mengatasi berbagai tantangan tanpa harus mengatakan “Saya seorang yang malang, lemah, dan sakit.”

• Dokter tidak menghindari validitas keluhan-keluhan fisik, namun meminimalkan penggunaan berbagai tes diagnostik dan pemberian obat, mempertahankan kontak dengan pasien. Teknik-teknik seperti training relaksasi dan berbagai bentuk terapi kognitif juga terbukti bermanfaat. Biofeedback, yang mencangkup pengendalian atas proses-proses fisiologis telah terbukti efektif dalam mengurangi berbagai pikiran yang merusak pada para pasien yang menderita gangguan somatoformbahkan lebih efektif dibanding teknik relaksasi.

Terapi utuk hipokondriasis

• Pendekatan kognitif behavioral. Penelitian menunjukkan bahwa para pasien hipokondrial menunjukkan penyimpanan kognitif dengan menganggap masalah kesehatan yang muncul sebagai suatu ancaman. Terapi kognitif-behavioral dapat ditujukan untuk merestrukturisasi pemikiran pesimistik semacam itu.

• Penanganan dapat mencangkup beberapa strategi seperti mengarahkan perhatian selektif pasien ke simtom-simtom fisik dan tidak mendorong pasien mencari kepastian medis bahwa ia tidak sakit.

Terapi untuk rasa nyeri

 Nyeri mengandung dua komponen, yaitu nyeri psikogenik dan nyeri yang benarbenar disebabkan factor medis, seperti cedera jaringan otot. Penanganan yang efektif cenderung terdiri dari hal-hal berikut:

o Melakukan validasi bahwa rasa nyeri memang nyata, dan tidak hanya dalam pikiran pasien. o Pelatihan relaksasi

o Menghadiahi pasien karena berperilaku yang tidak sejalan dengan rasa nyeri (menahan rasa nyeri).

 Varian terapi psikodinamika jangka pendek, yang disebut terapi tubuh psikodinamika, efektif untuk mengurangi rasa nyeri dan mempertahankannya dalam jangka waktu lama.

(32)

 Medikamentosa

MAO inhibitors Menghambat aktivitas

enzim MAO

Phenelzine, tranylcypromine

Dosis

 Depresi ringan sampai dengan sedang 25 mg 1-3 x sehari atau 25-75 mg 1 x sehari tergantung dari beratnya gejala.

 Depresi berat 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari. Maksimal: 150 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi.

 Lansia Awal 10 mg 3 x sehari atau 25 mg 1 x sehari. Bila perlu tingkatkan bertahap sampai 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari.

Efek Samping

Reaksi SSP, antikolinergik ringan, sinus takikardi, hipotensi pustural, reaksi alergi pada kulit, kejang, aritmia, gangguan hantaran jantung, alveolitis alergi, hepatitis.

Kontraindikasi

 Epilepsi atau ambang rangsang lebih rendah, intoksikasi akut oleh alkohol, gangguan hantaran jantung, glaukoma sudut sempit, retensi urin, hepatitis berat, gangguan ginjal.

 Pengguanaan bersama obat analgesik, hipnotik, atau psikotropik.

Perhatian pada pasien dengan:

*Insufisiensi hati & ginjal, retensi urin, riwayat peningkatan tekanan intra okular, hamil, laktasi, skizofrenia, gangguan afektik siklik, dapat mengganggu kemampuan mengemudi/menjalankan mesin.

Rujukan: penanganan pada kasus ini juga membutuhkan dukungan dari berbagai bidang ilmu misalnya psikiatri, ahli penyakit dalam, keluarga, serta para ulama (bila perlu). (Gunawan, 2007)

(33)

 Komplikasi iatrogenik akibat prosedur diagnostik invasif / prosedur- prosedur operasi.

 Ketergantungan pada substansi- substansi pengontrol yang diresepkan.  Kehidupan yang bergantung pada orang lain.

3.8 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Nyeri Somatoform

Prognosis pada gangguan somatoform sangat bervariasi, tergantung umur pasien dan sifat gangguannya (kronik atau episodik). Umumnya, gangguan somatoform prognosisnya baik, dapat ditangani secara sempurna. Sangat sedikit sekali yang mengalami eksarsebasi, dapat bervariasi dari mild-severe dan kronis. Pengobatan yang lebih awal dan menjadikan prognosis menjadi lebih baik. Secara independen tidak meningkatkan risiko kematian. Kematian lebih disebabkan karena upaya bunuh diri.

LI 4 Memahami dan Menjelaskan keluarga sakkinah, mawaddah, warrahmah. Kata “Sakinah”. Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat penting. Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Dalam Al Qur’an pun dikatakan bahwa suatu saat, akan banyak orang yang saling berkasih sayang di dunia, tetapi di akhirat kelak mereka akan bermusuhan, menyalahkan dan saling melempar tanggung jawab. Kecuali orang-orang yang berkasih sayang dilandasi dengan cinta kepada Allah SWT. Kata adalah mawaddah. Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan, contoh mawaddah itu berupa “kejutan” suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya. Misalnya suatu waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar biasa.

(34)

Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (2003). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta.

Bear, Barry W. Connors, Michael A. (2007). Paradiso Neuroscience Exploring the Brain third edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.

Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI.

Kaplan, H.I., Sadock B.J. (1997). Sinopsis Psikiatri Jilid II Edisi ke-7. Jakarta. Binarupa Aksara.

Khan AA, Khan A, Harezlak J, Tu W, Kroenke K. (2003). Somatic symptoms in primary care: Etiology and outcome. Psychosomatics .

Kowalak, Jennifer P., William Welsh. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lindsay, Kenneth W. (2004). Headache. Neurology and Neurosurgery. London. Churchill Livingstone.

Mansjoer, A.A.,etc. (2004). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Maramis, W.F. (1997). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi VI. Surabaya. Airlangga University Press.

Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta.

McPhee, Stephen J, Maxine A. Papadakis. (2009). Nervous System disorders. Current Medical Diagnosis and Treatment . San Fransisco. McGraw-Hill Companies.

(35)

Sherwood, Lauralee. (2004). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta. EGC.

The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition. Cephalalgia (2004).

Gambar

Tabel obat spesifik
Tabel Obat profilaksis Migren

Referensi

Dokumen terkait

Adanya kelompok gejala atau perilaku yang ditemukan secara klinis yang disertai adanya penderitaan distres pada kebanyakan kasus dan berkaitan dengan

Beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan bahwa suatu penyakit memang disebabkan oleh agen di tempat kerja atau lingkungan, antara lain gejala klinis dan

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang

Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan - sedang, tumpul seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital,

Berhubungan dengan terapi bedah yaitu Tanda dan gejala dari peningkatan tekanan intracranial dapat disebabkan oleh gangguan pada shunt, subdural hematoma atau

 Nyeri kepala yang hebat, nyeri selalu unilateral di orbita, supraorbital, temporal, atau kombinasi dari tempat-tempat tersebut, berlangsung 15-180 menit dan terjadi dengan..

Fraktur collum femur disebabkan oleh trauma yang biasanya terjadi karena kecelakaan, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari sepeda dan biasanya disertai trauma pada

Menurut Darmawan, 2019 demam dengue/DD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,