• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI TURNAROUND DI TENGAH PERSAINGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STRATEGI TURNAROUND DI TENGAH PERSAINGAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI TURNAROUND DI TENGAH PERSAINGAN DAN PERUBAHAN TEKNOLOGI: SEBUAH PEMBELAJARAN

DARI PT. POS INDONESIA

Oleh:

Ir. Nanang Siswanto, M.Si Afred Suci, SE., M.Si

A. PENDAHULUAN

Konsekuensi munculnya

kehidupan sosial pada masyarakat melahirkan suatu konsep komunikasi dalam berbagai bentuk serta dampak dari adanya praktek bisnis memicu lahirnya kebutuhan logistik dan mobilisasi barang baik secara fisik maupun maya. Fenomena ini mendorong bermunculannya banyak entitas-entitas bisnis yang bergerak dalam sektor komunikasi dan jasa logistik di berbagai tempat. Kebutuhan surat menyurat dan pengiriman barang dan uang adalah dua sub sektor usaha logistik yang sudah sangat lama tumbuh dan berkembang di masyarakat. Bahkan usia sub sektor usaha ini telah berkembang ribuan tahun seiring dengan peradaban manusia.

Namun seiring dengan kemajuan teknologi informasi, maka pola bisnis surat menyurat dan pengiriman secara tradisional yang lebih mengandalkan sarana fisik mulai tergerus dengan cepat dewasa ini. Dampaknya sangat dirasakan di banyak negara. Data yang dirilis Universal Postal Union (UPU) menunjukkan bahwa sepanjang dasawarsa 2000 sampai dengan 2010, volume pengiriman surat mengalami penurunan signifikan

sebesar 1,4 persen di level domestik dan bahkan mencapai 4,4 persen di level internasional.

Selain itu, dalam sebuah laporan berjudul “Focus on the Future: Building a New Compelling Position for Posts” oleh International Post Corporation dan Boston Consulting Group telah menunjukkan adanya tren penurunan volume surat secara massif di seluruh dunia. Rekomendasinya adalah mengubah strategi seluruh operator pos dunia untuk menghadapi perubahan pada dunia perposan. Laporan tersebut menyebutkan bahwa penetrasi teknologi pita lebar (broadband) telah mensubsitusi pos, dimana volume surat mengalami penurunan 3 persen pertahun atau total 15 persen dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

(2)

sehingga perampingan organisasi dalam bentuk pemecatan besar-besaran tak dapat dihindarkan akibat dari menurunnya bisnis pos secara signifikan yang tergantikan dengan era komunikasi murah dan cepat via perangkat teknologi informasi. Sebanyak 574 ribu karyawan tidak dibayar uang pensiunnya yang mencapai USD 5,5 miliar dan menutup 3.600 kantor posnya. Semua terjadi karena perubahan lingkungan teknologi yang sedemikian cepat.

Selain dari perubahan teknologi, dominasi pos yang selama ini banyak dikelola oleh pemerintah, semakin mendapatkan tantangan terbuka dari para pemain swasta seiring dengan fenomena liberalisasi pos di seluruh dunia. Bisnis surat menyurat dan pengiriman tak lagi dimonopoli oleh negara. Ini adalah konsensus bersama yang lahir akibat globalisasi yang diboncengi oleh kepentingan liberalisasi dan kapitalisasi di seluruh sektor. Munculnya nama besar seperti DHL, Federal Express (Fedex), TNT Post dan UPS di kancah global, membuat operator pos milik negara nyaris tak berkutik (Prasetya, dkk, 2007:1). Fleksibilitas dan modal besar milik

operator swasta mampu

mengalahkah luasnya infrastruktur jaringan dan cakupan wilayah layanan yang sangat luas yang selama ini dikuasai oleh operator pos milik negara. Belum lagi ancaman dari operator lokal di Indonesia seperti Tiki dan JNE dan tidak terhitung operator-operator logistik daerah yang bermain dalam cakupan wilayah yang lebih sempit. Hyper competitive di sektor perposan membuat operator pos milik negara,

termasuk PT. Pos Indonesia, harus hidup dalam tekanan dan subsidi pemerintah karena tak mampu mengangkat kinerja keuangan perusahaan.

PT. Pos Indonesia yang telah berusia lebih dari 250 tahun melayani masyarakat di nusantara tak urung terkena imbas perubahan teknologi dan liberalisasi persaingan bisnis logistik dunia. Sejak tahun 2000 hingga penghujung 2008, PT. Pos Indonesia sudah divonis mati suri. Kerugian demi kerugian dialami perusahaan sehingga terjadi pendarahan keuangan yang membutuhkan infus subsidi negara agar perusahaan bisa tetap beroperasi. Selama kurun waktu tersebut, hanya untuk membayar gaji pegawai yang jumlahnya mencapai lebih dari 25 ribu orang dan puluhan ribu pensiunan. PT. Pos Indonesia harus menjual sejumlah assetnya karena subsidi anggaran APBN tak sanggup menambal seluruh kerugian (Iskan,

http://www.majalahglobalreview.com

, 10/8/2014).

Hanya pada periode 2004 hingga 2008 saja, perusahaan sudah mengalami akumulasi kerugian Rp 606,5 miliar (Febrianto, 2013,

(3)

kekacauan yang muncul akibat gerakan reformasi di awal-awal 2000-an maka perubahan ini berjalan sangat lambat. Baru setelah

disahkannya Undang-Undang

Republik Indonesia No. 38/2009 Tentang Pos, barulah gerakan perubahan besar-besaran dapat digas kencang oleh sang Direktur Utama, I Ketut Mardjana di tahun 2009 tersebut (http://agendakota.co.id, 10/8/2014).

Pada era inilah terjadi transformasi masif yang dilakukan jajaran direksi melalui program

Revitalization and Turnaround Strategy yang bertujuan untuk menjadikan PT. Pos Indonesia sebagai The Indonesia’s Best Postal Company pada tahun 2016. Optimisme ini didasari pada sejumlah keunggulan yang selama ini dimiliki oleh perusahaan namun tidak dioptimalisasi dengan baik oleh

manajemen. Aspek-aspek

keunggulan tersebut adalah luasnya akses jaringan, jumlah SDM yang sangat besar dan banyaknya asset yang dikuasai perusahaan namun utilisasinya sangat memprihatinkan. Intinya adalah, kepemimpinan di bawah I Ketut Madjana, menekankan transformasi pada inovasi produk berdasarkan kemampuan yang dimiliki perusahaan, perubahan budaya perusahaan dan SDM serta pemanfaatan teknologi secara menyeluruh. Transformasi yang diusung ini terbukti berhasil membuat kinerja keuangan PT. Pos Indonesia rebound dari merugi akumulatif ratusan miliar menjadi untung bersih Rp 98 miliar di tahun 2009 dan menjadi lebih dari Rp 300 miliar di tahun 2013 dan diharapkan pada akhir tahun 2014 PT. Pos

Indonesia bisa merealisasikan target laba sebesar Rp 350 miliar (Marpaung, http://analisadaily.com, 22/4/2014).

Fenomena turnaround dari korporasi mati suri yang terus menerus menjadi beban negara menjadi perusahaan BUMN yang berkinerja sangat baik dengan predikat “A” pada tahun 2012 lalu menjadi penting untuk dikaji sebagai bahan pembelajaran strategis bagi banyak perusahaan lain di Indonesia, termasuk sejumlah BUMN yang selama ini kurang menunjukkan performa yang mumpuni. Bagaimana PT. Pos Indonesia menghadapi segudang kesulitan internal dan eksternal yang membuat perusahaan

nyaris bangkrut, dan

mentransformasinya menjadi ladang pemasukan bagi negara, tentu saja perlu diidentifikasi dan ditelaah langkah-langkah strategis yang sudah dilakukan oleh manajemen. Dari kajian ini diharapkan dapat diperoleh gambaran strategi menghadapi perubahan dan persaingan secara efektif sehingga perusahaan yang mengalami kondisi yang serupa bisa mendapatkan pembelajaran dan inspirasi solutif untuk keluar dari tekanan persaingan dan perubahan yang demikian cepat.

B. TANTANGAN PT. POS INDONESIA

1. Hyper Competition

(4)

diliberalisasi. Dampaknya muncul banyak perusahaan-perusahaan pos swasta berupa kurir, jasa titipan surat dan barang dan berbagai sebutan lainnya yang pada dasarnya menjadi pesaing langsung bisnis PT. Pos Indonesia. Pemain global yang terjun di bisnis pos dan pengiriman adalah Fedex, UPS, TNT Post dan DHL, sedangkan dari entitas swasta nasional, Tiki dan JNE memberikan perlawanan sangat berat bagi PT. Pos Indonesia. Belum lagi para pemain lokal yang bersifat kedaerahan yang jumlahnya mencapai ratusan hingga ribuan di seluruh provinsi.

Persaingan yang terjadi amat ketat, baik dengan pemain global, nasional maupun lokal. Para pesaing bergerak sangat agresif dan menyerang kekuasaan PT. Pos Indonesia dari berbagai sudut. Perang terbuka terjadi. Para pesaing telah masuk ke wilayah-wilayah yang dulunya didominasi PT. Pos Indonesia, bahkan hingga ke tingkat kecamatan dan kelurahan (desa). Akibatnya pangsa pasar jasa pengiriman tergerus drastis. Tahun 2004 misalnya, surat biasa domestik yang dikirimkan melalui PT. Pos Indonesia mencapai 299,2 juta. Namun pada tahun 2009 jumlahnya tinggal 22,5 juta saja. Hal yang sama juga terjadi pada bisnis surat kilat dan paket yang masing-masing turun dari 22,3 juta dan 60,5 juta pada tahun 2004 menjadi hanya 9,6 juta dan 1,7 juta pada tahun 2009.

2. Utilisasi Asset Yang Tidak Optimal

Usia PT. Pos Indonesia telah lebih dari 250 tahun sejak pertama kali dioperasikan oleh Gubernur Jenderal GW Baron pada tanggal 26

Agustus 1746. Metamorfosis terus terjadi seiring dengan perubahan nama perusahaan. Pada tahun 1906 dengan nama Post Telegraf en Telefondienst (PTT) menjadi Djawatan PTT (1945) kemudian menjadi Perusahaan Negara PTT (1961), PN Pos Dan Giro (1965), Perum Pos dan Giro (1978) hingga akhirnya menjadi PT. Pos Indonesia (Persero) pada tahun 1995 hingga saat ini. Jika merujuk kepada usia perusahaan yang sudah ratusan tahun, tentu saja kepemilikan asset dan jaringan pemasaran yang dimiliki sudah sangat besar dan mapan sehingga bisa memberikan keuntungan luar biasa besar kepada pemegang saham.

Tidak salah sebenarnya, karena pada kenyataannya memang kepemilikan asset yang dimiliki perusahaan memang sangat besar dan tersebar secara meluas dan merata di seluruh Indonesia. Pos Indonesia memiliki 24 ribu titik layanan yang menjangkau 100% kota dan kabupaten seluruh Indonesia, 100% kecamatan dan 42% desa/kelurahan. Perusahaan juga memiliki 3.792 jaringan kantor pos dan 1.711 mobile post yang tersebar di berbagai daerah. Dari jumlah tersebut, terdapat 4006 kantor pos dan mobile post yang sudah dilengkapi dengan teknologi online

agar dapat terhubung secara real time (http://agendakota.co.id, 10/8/2014). Dari daya dukung tersebut, maka PT. Pos Indonesia pada dasarnya telah memiliki

(5)

beroperasi di Indonesia. Ini menjadi keunggulan bersaing (competitive advantage) yang tidak dimiliki pesaing.

Namun demikian, sebagian besar asset tidak digunakan secara optimal. Banyak kapasitas yang menganggur dan mubazir (idle capacity). Bahkan justru membebani keuangan perusahaan karena besarnya biaya pemeliharaan, pajak bumi dan bangunan, penyusutan, operasional dan biaya-biaya lainnya. Upaya pemanfaatan idle capacity

juga belum optimal karena masih dikelola oleh unit Direktorat Ritel dan Properti sehingga belum fokus dan kurang memiliki fleksibilitas dalam pengambilan keputusan.

3. Budaya Perusahaan Dan Sumber Daya Manusia

Sebagai perusahaan milik negara, PT. Pos Indonesia berdiri di dua kaki, yaitu pelayanan publik dan lembaga profit sekaligus. Kondisi ini membuat budaya perusahaan sejak lama terkungkung dalam model birokrasi yang rumit dan berbelit. Tidak ada fleksibilitas ruang gerak dan inovasi yang bisa dilakukan tanpa persetujuan pemerintah dan parlemen selaku pemegang saham tunggal di perusahaan.

Komposisi pegawai sebagian besar berpendidikan rendah yaitu SLTA ke bawah dan didominasi oleh pegawai yang sudah berusia tua (kurang produktif dan kurang energik) sehingga menghambat kinerja serta menimbulkan konsekuensi biaya pensiun yang sangat besar. Pada sisi budaya, masih kental dengan nuansa birokrasi, kaku dan kurang empati dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat. Akibatnya perusahaan lamban bergerak dalam merespon perubahan cepat yang terjadi.

Reputasi perusahaan pun buruk di masyarakat, terutama sejak hadirnya para pesaing swasta yang menawarkan keramahan, kualitas pelayanan yang memuaskan serta harga yang sangat kompetitif. Reputasi buruk PT. Pos Indonesia terutama muncul dari ketidak tepatan waktu pengiriman, keamanan surat/paket kiriman, layanan pengaduan serta inovasi bisnis yang kalah variatif dibandingkan pesaing. Pos Indonesia hanya berkutat di bisnis pengiriman surat, paket dan uang belaka.

Sebagian besar pegawai juga lebih menyukai kondisi status quo

dimana terjadi penolakan pada

mayoritas pegawai ketika

manajemen hendak melakukan perubahan fundamental dari perspektif sistem dan mental kerja. Produktivitas kerja pegawai sangat rendah, namun biaya gaji sangat tinggi akibat implementasi struktur organisasi yang boros dan tidak efektif. Praktek KKN terjadi di seluruh daerah operasi perusahaan. Dulu, tak jarang terjadi masyarakat yang ingin menguangkan wesel tidak dapat dipenuhi karena kantor pelayanan tertentu tidak memiliki uang kas. Hal ini diakui oleh bekas Menteri BUMN, Sofyan Djalil yang menyatakan bahwa ketika itu banyak sekali laporan keuangan yang tidak

bisa dikonsolidasi

(6)

4. Perubahan Perilaku Konsumsi Pada Masyarakat

Perkembangan teknologi memberikan dampak yang nyata di segala aspek kehidupan masyarakat. Teknologi digital dan internet memberikan banyak kemudahan

dalam berkomunikasi dan

bertransaksi sehingga mampu mengubah perilaku masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Menurut generational theory generasi saat ini adalah generasi Y (lahir di atas 1970-an) yang lahir di era internet yang merupakan kelanjutan dari generasi

baby boomers (pasca Perang Dunia) dan generasi X (masa antara 1950 – 1970). Tersedianya berbagai media informasi dalam kehidupan generasi Y memberikan dampak signifikan pada perubahan perilaku pencarian informasi dan keputusan pembelian (Suryani, 2013:250).

Transformasi tidak akan terjadi tanpa adanya perubahan perilaku

masyarakat yang menjadi konsumen suatu layanan jasa tertentu. PT. Pos Indonesia ketika itu dihadapkan pada perubahan besar perilaku pengguna jasa pos dari sistem pengiriman fisik (konvensional) menjadi bentuk pengiriman digital. Perilaku mengirim surat sudah tergantikan dengan pengiriman email. Kartu lebaran sudah tergantikan dengan bentuk pesan singkat (SMS).

Pengiriman wesel uang

bertranformasi dengan sistem transfer via ponsel ataupun perangkat komputer. Maka wajar jika kemudian jika di seluruh dunia terjadi penurunan pengiriman surat hingga 57 miliar sejak tahun 2006 hingga 2010 lalu. Bagi PT. Pos Indonesia sendiri, menurunnya volume surat telah membuat perusahaan rugi Rp 23 miliar pada tahun 2007 dan melesat tajam menjadi rugi Rp 70 miliar pada tahun 2008 (http://www.tempo.co, 25/12/2012).

PERTUMBUHAN LABA RUGI PT. POS INDONESIA TAHUN 2001-2013

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 50 41

-20 1

-51 -31 -23 -70

98 156

265

301 316

Laba/Rugi (Rp Miliar)

(7)

Terlihat dari gambar di atas bahwa tren penurunan sudah terjadi sejak tahun 2001 hingga 2008.

Rebound yang menjadi titik balik (turnaround) perusahaan terjadi mulai tahun 2009 yang menunjukkan tren positif hingga di tahun 2013.

Grafik tersebut sekaligus

menunjukkan bahwa pada periode tahun 2001 hingga 2008 PT. Pos Indonesia relatif belum siap menghadapi dan beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumen pos di Indonesia.

C. STRATEGI TURNAROUND PT. POS INDONESIA

Lingkungan yang berubah menuntut respon perubahan yang relevan dari seluruh organisasi yang ingin bertahan dan berkembang di dalam lingkungan tersebut. Sebagaimana dikatakan oleh David (2009:9) bahwa proses manajemen strategis didasarkan pada keyakinan bahwa organisasi mesti secara terus menerus memonitor berbagai peristiwa dan tren internal serta eksternal, sehingga perubahan dapat dibuat pada waktu ketika dibutuhkan. Waterman (dalam David, 2009:10) dalam memandang perubahan mengatakan bahwa:

Dalam lingkungan bisnis dewasa ini, melebihi masa sebelumnya, satu-satunya yang tetap adalah perubahan. Organisasi yang berhasil secara efektif mengelola perubahan, terus menerus menyesuaikan birokrasi, strategi, sistem, produk dan budaya mereka agar mampu bertahan terhadap guncangan serta bertumbuh berkat

kekuatan yang memangkas kompetisi.

Oleh karena itu, tidak bisa tidak, suatu rumusan manajemen strategik harus diambil dan dilaksanakan agar sebuah organisasi dapat merespon perubahan secara efektif. Secara definitif manajemen strategik adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strategi, evaluasi dan pengendalian (Wheelen & Hunger, dalam Umar, 2010:16).

Dalam konteks perubahan dan penerapan strategi yang terjadi pada PT. Pos Indonesia yang berhasil melakukan turnaround luar biasa yang bisa membalik (rebound) kerugian menjadi keuntungan signifikan, maka setidaknya terdapat 3 strategi besar yang dilakukan yang juga relevan dengan teori yang dikemukan oleh Waterman yaitu: inovasi produk, inovasi teknologi dan revitalisasi budaya perusahaan dan sumber daya manusia. Ketiga langkah terobosan, yang dimulai oleh I Ketut Mardjana pada tahun 2009 dan kemudian dilanjutkan oleh Budi Setiawan pada tahun 2013, yang sudah menjadikan PT. Pos Indonesia menjadi salah satu pendulang pendapatan negara yang cukup potensial.

1. Inovasi Produk

Sedikit orang yang pesimis bahwa PT. Pos Indonesia bisa

bangkit dari keterpurukan

(8)

enggan berubah. Namun sejak dipimpin oleh I Ketut Mardjana, seorang Doktor Akuntansi lulusan Monash University, Australia, rasa pesimis berubah menjadi optimisme luar biasa, tidak hanya di kalangan masyarakat Indonesia namun juga telah menular ke jajaran pemegang saham (pemerintah), direksi, manajemen dan seluruh lapisan pegawai yang ada.

Perubahan utama yang paling signifikan adalah pemerkayaan (enrichment) lini usaha melalui berbagai terobosan (inovasi) layanan

produk jasa. Perusahaan

bermetamorfosis dari sekedar postal company menjadi network company. Selama berpuluh-puluh tahun PT. Pos Indonesia hanya berkutat pada lini usaha pengiriman surat dan paket, namun dengan misi network company maka perusahaan berusaha

memaksimalkan utilisasi

(pemanfaatan) infratstruktur dan asset yang tersedia untuk memperluas layanan produk jasa yang bisa diberikan kepada konsumen. Kondisi ini juga sejalan dengan peluang perkembangan teknologi yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan.

Konsep memanfaatkan

peluang dan kemampuan yang ada sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Peter F. Drucker, seorang pakar inovasi yang karya-karya pemikirannya menjadi acuan banyak manajer dunia. Ia mengatakan bahwa, memaksimalkan peluang menunjukkan bagaimana memindahkan bisnis dari masa lalu ke masa sekarang – dengan begitu mempersiapkan diri menghadapi tantangan baru masa depan (dalam Krames, 2009:86). Drucker juga

menjelaskan bahwa inovasi berarti produk baru atau yang lebih baik (meskipun harganya lebih tinggi); inovasi berarti kemudahan baru atau penciptaan keinginan baru. Inovasi juga berarti menemukan kegunaan baru dalam produk lama (dalam Krames, 2009:178).

PT. Pos Indonesia juga melakukan sejumlah inovasi produk layanan perposan dan bisnis

pengirimannya. Selain

memanfaatkan asset dan jaringan luas yang sudah dimiliki, perusahaan juga menyadari bahwa dari aspek

core competence (kompetensi inti), perusahaan memiliki keterbatasan-keterbatasan. Solusi yang diambil adalah melakukan aliansi strategis dengan banyak perusahaan yang bermain di bidang usaha lainnya. Manajemen ekspansi (perluasan) usaha dengan melakukan bundling

atau co-branding bahkan joint venture dengan banyak perusahaan untuk melahirkan sejumlah produk inovatif yang dapat memberikan pendapatan tambahan kepada perusahaan. Konsep ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Jauch & Glueck (dalam Triton, 2008) yang menjelaskan bahwa strategi ekspansi perlu dilakukan dalam kondisi: (a) perusahaan hendak melayani masyarakat dalam sektor produk atau jasa tambahan, serta menambahkan pasar atau fungsi pada batasan bisnis mereka, dan ; (b) fokus keputusan strategis perusahaan utamanya ditekankan pada peningkatan ukuran perusahaan dalam langkah kegiatan dalam batas bisnisnya yang sekarang.

(9)

a) Bersinergi dengan Jamkrindo (lini usaha penjaminan kredit dan penawaran/pelaksanaan tender yang juga adalah perusahaan BUMN). Sinergi bisnis yang dilakukan meliputi kerjasama investasi, delivery and pick up services, agen pos dan pemanfaatan kantor pos sebagai

point of sales penerbitan surety bond (jaminan tender) yang diterbitkan oleh Jamkrindo.

b) Aliansi dengan PT. Cardig Air yang meliputi pendistribusian kiriman milik PT. Cardig Air di dalam negeri (Indonesia).

c) Sinergi dengan PT. Taspen (Persero) meliputi penggunaan aplikasi elektronik Dapem dalam rangka penyaluran pembayaran pensiun.

d) Aliansi dengan Bank Muamalat dalam bentuk penggunaan gerai kantor pos untuk penyetoran dana tunai ke rekening tabungan dan giro nasabah Bank Muamalat serta mendapatkan layanan virtual account.

e) Kerjasama dengan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia dan Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia meliputi kegiatan pemasaran produk asuransi mikro di seluruh kantor pos yang ada. Dalam hal ini PT. Pos Indonesia berperan sebagai channel distribution bagi produk asuransi mikro yang disediakan oleh sejumlah asosiasi tersebut.

f) Co-branding dengan Indosat untuk penjualan stater-pack,

pembangunan Postal Mobile

Financial Services,

pengembangan e-Money

Dompetku, serta pemanfaatan

masing-masing infrastruktur kedua belah pihak dalam memberikan pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat.

g) Pembentukan bank joint venture

dengan Bank Mandiri dan PT. Taspen (Persero) dengan nama Bank Sinar Harapan Bali untuk menjadi bank yang fokus pada segmen menengah ke bawah. Tujuannya mengoptimalkan seluruh asset dan infrastruktur kantor pos yang sudah menyebar di 100% provinsi, kota dan kabupaten di Indonesia.

h) Kerjasama dengan Bank Tabungan Negara (BTN) dalam rangka kerjasama tabungan BataraPos.

i) Kerjasama dengan Western Union dalam pengiriman uang dari dan keluar negeri.

j) Membangun bisnis retail dengan memanfaatkan jumlah kantor pos yang tersebar di seluruh Indonesia dan umum berada di lokasi-lokasi yang strategis. Konsep yang diusung adalah one stop shooping

yang meliputi ritel benda-benda pos, books & gifts, alat-alat tulis, fotokopi, gadget, convenience

and consumen goods

(bekerjasama dengan Indomaret),

coffee and bread shop, handycraft

dan layanan e-commerce lainnya. k) Membuat anak perusahaan yang

(10)

Selain itu, pemikirannya adalah,

seluruh pembangunan

infrastruktur fisik baru milik PT. Pos Indonesia akan dilakukan oleh anak perusahaan sendiri, termasuk pembangunan dan pengelolaan hotel Pos Indonesia yang akan memberikan tambahan pendapatan signifikan bagi perusahaan.

Banyak lagi ekspansi usaha yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia sebagai bagian dari strategi extend core business untuk memperbesar ukuran perusahaan, termasuk partnership pembayaran listrik, pulsa, televisi berbayar, pajak, kartu kredit dan lain sebagainya yang kesemuanya itu dilakukan dalam rangka mewujudkan visi besar perusahaan: “menjadi pemimpin pasar di Indonesia dalam layanan surat pos, paket dan logistik yang handal serta jasa keuangan yang terpercaya”.

Semua ekspansi usaha yang dilakukan adalah merupakan langkah nyata optimalisasi idle capacity yang selama ini tidak efisien dan mubazir yang sempat memberikan julukan negatif kepada Pos Indonesia sebagai

the sleeping giant. Raksasa karena jumlah jaringan dan asset yang sangat besar dan tersebar di seluruh Indonesia, namun utilisasinya sangat rendah ketika itu. PT. Pos Indonesia telah berhasil mengoptimalkan sebagian besar kantor layanan dan infrastruktur fisik dan virtual yang dimilikinya untuk menambah pundi-pundi perusahaan.

2. Inovasi Teknologi

Teknologi menjadi bagian penting dari sebuah organisasi. Pada era internisasi dan digitalisasi

dewasa ini, hampir seluruh aktivitas organisasi melibatkan unsur teknologi di dalamnya mengingat penggunaannya akan lebih efisien dan memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara-cara manual atau konvensional.

Secara umum, teknologi dalam organisasi dapat dibedakan menjadi tiga unsur dimana menurut Hatch

(dalam Kusdi, 2011:148)

dikelompokkan menjadi: benda-benda atau obyek fisik yang meliputi bahan-bahan, peralatan dan sarana-sarana yang diperlukan aktivitas atau proses yang digunakan sebagai metode pelaksanaan kerja, dan; pengetahuan yang dibutuhkan.

Dalam konteks perubahan, persaingan merupakan salah satu pemicu perubahan yang harus diperhitungkan. Ciri-ciri persaingan ketat yang terjadi salah satunya adalah penguasaan teknologi canggih dala rangka penguasaan pasar agar konsumen tidak beralih ke perusahaan lain (Siagian, 2009:210). Maka relevan dengan konsep teoritis sebagaimana yang dikemukan oleh Hatch dan Siagian, maka terlihat bahwa PT. Pos Indonesia sangat menyadari urgensinya penguasaan teknologi dari berbagai aspek baik berupa peralatan, metode maupun

pengetahuan kerja yang

dimodernisasi untuk menghadapi persaingan ketat di antara banyak perusahaan pengiriman dan jasa titipan.

(11)

1. Mentransformasi platform sebagai

postal company yang lebih berorientasi pada aspek fisik menjadi networking company

yang tidak hanya mengandalkan pengiriman fisik namun juga pemanfaatan sarana dan prasarana digital dan jaringan maya yang dimiliki sendiri oleh perusahaan maupun dengan melakukan afiliasi strategis dengan perusahaan lain. Sebagian besar kantor pos sudah dikoneksikan melalui satelit dan yang belum tersedia infrastrukturnya maka akan dihubungkan melalui teknologi V-Sat. Semua dilakukan untuk menjaga agar proses pengiriman bisa lebih cepat, akurat dan juga real time

semaksimal mungkin.

2. Membangun Plaza Pos Indonesia berbasis internet. Dengan situs ini maka PT. Pos Indonesia bisa memfasilitas merchant (pedagang) untuk memasarkan dagangannya di dunia maya secara lebih terpercaya. Trust, menurut Meneg BUMN Dahlan Iskan adalah bisnis maya yang hendak dibangun PT. Pos Indonesia

secara professional dan

berintegritas. Perusahaan tidak akan mengambil fee atas jasa penyewaan space oleh merchant,

namun PT. Pos Indonesia hanya berharap pendapatan dari pengiriman barang dan jasa yang ditransaksikan melalui situs tersebut. Admin situs akan bertindak sebagai escrow account

(rekening penampung) bagi pembeli yang akan memastikan bahwa penjual benar-benar telah mengirimkan barangnya ke

pembeli baru dana akan disalurkan ke rekening penjual. 3. Modernisasi dan revitalisasi

metode kerja melalui beberapa langkah perbaikan strategis

berupa: meningkatkan

produktivitas sortasi dengan menggunakan quality control dan standarisasi; menjadwalkan ulang modus dan pengadaan transportasi dan optimasi biaya rute transportasi untuk mencapai

service level agreement (SLA), mengumpulkan data aliran surat secara digital, mengoptimalkan jaringan serta melakukan analisis

root cause terhadap rute surat yang tidak mencapai SLA. Langkah-langkah modernisasi metode kerja ini dilakukan sebagai bagian dari the fix basic

yang dicanangkan menjadi perbaikan gelombang pertama perubahan di tubuh Pos Indonesia. 4. Mengimplementasikan

Enterprises Resource Planning

(ERP) melalui elaborasi SDM, akuntansi, keuangan, logistik dan distribusi secara tepat waktu. ERP dibutuhkan untuk mendapatkan efisiensi, kecepatan dan responsivitas yang dibutuhkan dalam mencapai keberhasilan di lingkungan bisnis yang dinamis saat ini.

Contoh-contoh program ERP yang diinisiasi adalah:

(12)

menjamin mutu kerja yang

excellent.

b. Penetapan Standar Kerja khususnya menyangkut pada faktor akurasi, kecepatan pelayanan dan proses internal, efisiensi serta fleksibilitas perubahan standar apabila dibutuhkan.

c. Penetapan Segmenting-Targeting-Positioning (STP). Segmentasi dibagi berdasarkan lingkup bisnis dan sumber daya manusia yang ada di lingkup bisnis PT. Pos Indonesia meliputi lingkup nasional, UPT (Unit Pelaksana Teknis) dan lingkup wilayah pos. Targeting

mengarah pada lingkup arahan target yang potensial meliputi pelaku bisnis, pemerintahan dan individu.

5. Aplikasi Customer Relationship Management (CRM). Aplikasi ini dilakukan dalam rangka memelihara hubungan yang erat dengan para pelanggan. Contoh penerapan aplikasi CRM yang dilakukan seperti: (a) program e-fila yang memfasilitasi forum filateli (kolektor perangko) dan untuk mengetahui perilaku pelanggan, melakukan perbaikan berdasarkan masukan pelanggan, merespon permintaan atau keluhan pelanggan dengan cepat dan terarah, (b) program Kontak Kami sebagai saluran komentar, kritik, saran, pertanyaan atau pengaduan kiriman kepada pihak perusahaan, dan (c) program Jajak Pendapat sebagai sarana pelanggan untuk berkomunikasi dengan perusahaan tentang kiriman maupun informasi jasa pos yakni melalui email, facebook

dan twitter yang dapat diakses langsung melalui situs Pos Indonesia

6. Aplikasi Supply Chain

Management (SCM) yang digunakan untuk mengelola akun-akun pemasok atau merchant yang tergabung di Plaza Pos. Pengelolaan merchant tidak hanya dilakukan secara online dan real time namun bagi para pemasok konvensional yang masih menggunakan sistem telepon dan model pembayaran tunai akan dikelola datanya oleh mitra perusahaan dimana transaksi dilakukan. Namun secara bertahap Pos Indonesia akan memindahkan seluruh pemasok ke jaringan

online agar lebih akurat dan lebih luas jaringannya.

7. Implementasi Enterprise Aplication Integration (EAI) yang diintegrasikan dalam situs Plaza Pos untuk mengetahui informasi pelanggan yang mengunjungi situs. Profil pelanggan ini nantinya akan dipelajari karakteristiknya dan menjadi pasar potensial untuk menjadi konsumen produk dan jasa layanan pos yang akan ditawarkan baik cross selling (produk berbeda) maupun up selling

(produk yang lebih baik).

8. Aplikasi Transaction Procession System yang dikongkretkan dalam akses pembayaran online yakni aktivitas pemrosesan transaksi dibutuhkan untuk menangkap dan memproses data pelanggan hingga transaksi pembayaran belanjanya melalui jaringan internet.

9. Enterprise Collaboration System

(13)

perusahaan aliansi yang bermitra dengan Pos Indonesia. Perusahaan menyadari bahwa infrastruktur IT

yang dimiliki memiliki

keterbatasan sehingga untuk menunjang, misalnya di sektor logistik sebagai National Backbone Distribution maka Pos

Indonesia membutuhkan

kemitraan IT dan jaringan dengan perusahaan-perusahaan lain yang memilikinya.

3. Revitalisasi Budaya Perusahaan dan SDM

Miller (dalam Sutrisno, 2010:14) menyatakan bahwa di masa mendatang akan ditandai dengan kompetisi global dan perusahaan yang sukses adalah yang mampu mengelola budaya baru dengan nilai-nilai yang mengembangkan perilaku ke arah keberhasilan yang

kompetitif. Budaya yang

menghambat peningkatan

produktivitas, perkembangan dan

perubahan organisasi dan

menghalangi munculnya keunggulan kompetitif organisasi maka perlu untuk dilakukan redefinisi atau mengubah budaya yang ada (Wirawan, 2008:99).

Dalam konteks tersebut maka terlihat perubahan yang dilakukan PT. Pos Indonesia tidak hanya berkutat pada sisi produk dan teknologi, namun perusahaan juga sangat menyadari bahwa program inovasi produk dan implementasi teknologi tak akan mungkin tercapai apabila nilai-nilai perusahaan dan budaya SDM yang ada di dalamnya tidak mendukung ke arah perubahan. Peran ganda sebagai lembaga profit sekaligus juga merupakan instansi bentukan negara membuat budaya

Pos Indonesia sempat terbelenggu dalam pola birokratisasi yang kaku dan mengabaikan peran konsumen atau masyarakat serta pegawai sebagai stakeholder yang paling

utama dalam rangka

mempertahankan keberadaan

perusahaan.

Maka jajaran direksi baru Pos Indonesia pun melakukan redefinisi terhadap misi, kredo dan nilai budaya untuk mengimbangi perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis pengiriman dan transaksi keuangan. Redefinisi misi Pos Indonesia diwujudkan dengan merumuskan misi perusahaan menjadi:

- Berkomitmen kepada

pelanggan untuk menyediakan layanan yang selalu tepat waktu dan nilai terbaik

- Berkomitmen kepada

karyawan untuk memberikan iklim kerja yang aman, nyaman dan menghargai konstitusi.

- Berkomitmen kepada

pemegang saham untuk memberikan hasil usaha yang menguntungkan dan terus bertumbuh

- Berkomitmen untuk

berkontribusi positif kepada masyarakat

- Berkomitmen untuk

berperilaku transparan dan terpercaya kepada seluruh pemangku kepentingan.

Sementara itu perusahaan juga merumuskan kredo baru yang diistilahkan dengan Move On (Terus Bergerak Maju) yang dijabarkan ke dalam: (a) Vision untuk menjadi perusahaan pos terpercaya, (b)

(14)

tantangan dan meningkatkan pendapatan, (c) Passion yaitu tekad untuk menjadi jawara perusahaan pos di tingkat regional, dan (d)

Collaboration dengan melakukan aliansi strategic (kemitraan, co-branding, akuisisi maupun merger).

Adapun nilai-nilai yang diharapkan menjadi budaya perusahaan dan SDM di organisasi melalui IPO Values terdiri dari: a. Input Values: merupakan

nilai-nilai yang dicari dari orang-orang yang bekerja di Pos Indonesia yang terdiri dari:

- Integrity: menjunjung tinggi dan melaksanakan nilai etika yang berlaku di masyarakat dan perusahaan

- Commitment: menjunjung tinggi dan melaksanakan tujuan perusahaan dan/atau tugas.

- Resiliance: mampu beradaptasi dan bekerja secara efektif dalam setiap perubahan lingkungan

- Spritual: menjunjung tinggi dan melaksanakan nilai-nilai spiritual

- Respect: bertindak dengan menghargai harkat dan martabat orang lain.

b. Process Values: merupakan nilai-nilai yang diperhatikan dalam mencapai dan memelihara

condition of enterprise excellence

yang terdiri dari:

- Teamwork: mampu

bekerjasama dalam mencapai tujuan

- Discipline: melakukan tugas sesuai dengan tanggung jawab dan kewenangan.

- Proactive: mengantisipasi dan merespon secara tepat

masalah-masalah yang timbul dalam pekerjaan

- Achievement oriented: mengupayakan tercapainya sasaran dengan hasil terbaik - Systemic thinking: menyikapi

isu dan berpikir secara sistematis untuk melihat hubungan sebab akibat

- Accountable: mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan norma yang berlaku

dan dapat

dipertanggungjawabkan.

- Merit: memberikan apresiasi terhadap pencapaian kinerja c. Output Values: merupakan

nilai-nilai yang diperhatikan oleh pemangku kepentingan ketika menilai kinerja perusahaan yang terdiri dari:

- Customer Values: memberikan benefit yang lebih besar

dibandingkan dengan

pengorbanan yang dilakukan oleh pelanggan

- Communicative: mampu menyampaikan dan menerima ide, pendapat dan informasi

secara jelas dengan

menggunakan media

komunikasi yang tersedia. - Trusworthy: memegang teguh

amanah yang diberikan

Dari redefinisi budaya perusahaan dan SDM yang dilakukan oleh manajemen, saat ini PT. Pos Indonesia sudah mengalami perubahan perilaku baik dari sisi organisasi maupun SDM. Nilai

mengedepankan kepuasan

(15)

masa sebelum dilakukan reformasi pra 2008.

D. KESIMPULAN

Dari penjelasan tantangan dan solusi yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia di atas maka dapat disimpulkan bahwa keberhasilan perusahaan melakukan turnaround

dari posisi rugi terus menerus menjadi perusahaan BUMN yang mampu memberikan keuntungan yang terus meningkat secara signifikan adalah kemampuannya dalam merespon perubahan cepat yang terjadi dalam industri pos, pengiriman dan transaksi keuangan. Secara singkat solusi strategis yang sudah dilakukan oleh PT. Pos Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Melakukan inovasi produk baik

yang sifatnya ekstensifikasi produk-produk tradisional milik

sendiri maupun dengan

melakukan aliansi strategis dengan perusahaan lain untuk ekspansi pasar produk baru.

Perusahaan berhasil

mengoptimalisasi utilisasi asset dan jaringan yang dimiliki di seluruh Indonesia sehingga produktivitas asset dan jaringan menjadi jauh lebih baik.

2. Melakukan inovasi teknologi yang meliputi peralatan, perlengkapan, infrastruktur sistem, metode kerja dan juga pembekalan pengetahuan yang relevan dengan perkembangan teknologi di industri pos dan keuangan.

3. Merevitalisasi dan meredefinisi nilai-nilai budaya perusahaan dan sumber daya manusia yang

mengedepankan kepuasan

masyarakat, integritas SDM dan akuntabilitas organisasi.

E. PEMBELAJARAN STRATEGIS

Kasus yang menggambarkan kemampuan PT. Pos Indonesia melakukan rebound signifikan yang mengubah wajah BUMN pos yang sudah berusia lebih dari 250 tahun tersebut menjadi korporasi besar yang sangat responsif terhadap perubahan dan mampu meningkatkan nilai ekonomi perusahaan secara signifikan memberikan sejumlah pembelajaran strategis bagi banyak perusahaan yang mengalami kondisi yang relatif sama. Aspek-aspek yang bisa menjadi pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Perubahan adalah hal yang tak dapat dihindari

Ekonomi global berarti para pesaing bisa muncul darimana saja. Persaingan juga muncul dari dalam oleh para pemain tradisional yang berani berinovasi

mengembangkan produk,

teknologi dan pelayanannya (Robbins & Judge, 2008:340). Oleh karena itu, berubah adalah keniscayaan. Pada awalnya akan muncul resistensi dari para

anggota yang ingin

mempertahankan status quo,

namun perusahaan bisa

mengatasinya dengan

memberikan pendidikan dan komunikasi, membuka peluang partisipasi anggota, membangun dukungan dan komitmen dari pimpinan untuk berubah (Robbins & Judge, 2008: 345-346).

(16)

dengan konsepsi mengenai siklus hidup sebuah produk/jasa. Maka untuk bisa bertahan di tengah kemajuan dan pesaingan, perusahaan harus berani melakukan terobosan berupa inovasi produk, baik sifatnya merilis produk baru maupun pengembangan produk lama dengan manfaat dan fitur baru. Pakar inovasi Peter F. Drucker menuliskan bahwa setiap organisasi yang mengejar

pertumbuhan harus

mengorganisasikan dirinya untuk mencari inovasi. Titik awalnya adalah organisasi harus mengakui bahwa perubahan bukanlah ancaman, namun sebuah peluang.

Karena itulah Drucker

menekankan organisasi untuk mengabaikan yang usang walaupun yang usang terkesan masih kuat. Untuk itu inovasi harus menjadi bagian semua fase bisnis dan bukan hanya menjadi bagian terpisah seperti fungsi pemasaran pada umumnya (dalam Krames, 2009:178-180).

3. Inovasi produk dan layanan tidak akan mungkin terjadi apabila tidak didukung oleh teknologi.

Kekuatan teknologi

merepresentasikan peluang dan ancaman besar yang harus

dipertimbangkan dalam

perumusan strategi perusahaan. Kemajuan teknologi bisa secara dramatis mempengaruhi produk, jasa, pasar, pemasok, distributor, pesaing, konsumen, proses produksi, praktek pemasaran dan posisi kompetitif organisasi. Penerapan teknologi dapat menciptakan pasar baru, menghasilkan biaya yang lebih

efisien serta meremajakan keusangan produk dan layanan. Tidak ada perubahan yang imun terhadap teknologi yang muncul (David, 2009:136).

4. Perubahan lingkungan industri juga menuntut adanya redefinisi nilai budaya perusahaan dan SDM yang ada di dalam organisasi. Para pimpinan tertinggi perusahaan harus memahami budaya yang ada dan sedang berjalan. Jika budaya tersebut masih kondusif dan dapat mendukung organisasi, maka pimpinan perlu mengelola budaya untuk dipertahankan dan diperbesar kontribusinya terhadap pencapaian tujuan organisasi. Namun jika budaya yang lama dipandang sudah menjadi penghalang bagi organisasi maka perlu untuk diteliti kembali urgensi dilakukannya perubahan atau redefinisi budaya yang ada (Wirawan, 2008:99). Budaya tidak mudah untuk dirubah begitu saja, maka organisasi perlu

melakukan

pendekatan-pendekatan bertahap dan manusiawi agar anggota bisa menerima perubahan budaya tersebut. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberi informasi, sosialisasi dan meyakinkan, menginspirasikan

pentingnya perubahan,

(17)

anggota yang tetap menolak adanya perubahan (Sutrisno, 2010:253-254).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Berkat Mardjana PT. Pos Bangkit Dari bangkrut. http://www.tempo.co/read/news/ 2012/12/25/093450249

Anonim, 2013. Ini Rencana Kerja Dirut PT. Pos Baru.

http://ekbis.sindonews.com/read/ 766779/34

Anonim, 2012. I Ketut Mardjana Direktur Utama PT. Pos Indonesia Saatnya Bangkit Dari Tidur.

http://agendakota.co.id/read/40

David, Fred. R., 2009. Strategic Management. Buku 1, Edisi 12. Penerbit Salemba Empat, Jakarta Febrianto, Heru, 2013. Studi Kasus Turnaround BUMN PT. Pos Indonesia. http://www.the-marketeers.com/archieve

Iskan, Dahlan, 2014. Tak Mudah Lakukan Transformasi Besar di BUMN PT. Pos Indonesia Berhasil Melakukannya. http://www.majalahglobalreview .com/opini/

Krames, Jeffrey A., 2009. Inside Drucker’s Brain. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Kusdi, 2011. Teori Organisasi Dan Administrasi. Penerbit Salemba Humanika, Jakarta

Marpaung, Lyster, 2014. Inovasi Bisnis Dan PT. Pos Indonesia. http://analisadaily.com/news

Prasetya, H., E. Rahardja dan R. Hidayati, 2007. Membangun Keunggulan Kompetitif Melalui Aliansi Stratejik Untuk Meningkatkan Kinerja Perusahaan (Studi Kasus Pada PT. Pos Indonesia Wilayah VI Jawa Tengah). Jurnal Studi Manajemen & Organisasi, vol.

4, No. 2.

http://ejournal.undip.ac.id

Robbins SP., dan T.A. Judge, 2008.

Perilaku Organisasi. Buku 2, Edisi 12. Penerbit Salemba Empat, Jakarta

Siagian, Sondang, 2009. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta

Suryani, Tatik, 2013. Perilaku Konsumen di Era Internet Implikasinya Pada Strategi Pemasaran. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta

Sutrisno. Edy, 2010. Budaya Organisasi. Penerbit Kencana, Jakarta

Triton, PB, 2008. Marketing Strategic Meningkatkan Pangsa Pasar dan Daya Saing. Penerbit Tugu, Yogyakarta

Umar, Husein, 2010. Desain Penelitian Manajemen Strategik. Penerbit Rajawali Press, Jakarta

(18)

Referensi

Dokumen terkait

to Learn Math at the Students of SMP State 53 Palembang Marhamah Fajriyah Nasution, Faculty of Teacher Training and Education of Sriwiiaya University.

belajar agar dapat mencapai hasil yang optimal. Bagi Kepala SD Negeri 3 Rejoagung Kedungwaru Tulungagung. Untuk perkembangan kualitas sekolah secara

Sosialisasi adalah suatu proses yang menempatkan anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di tempat dia menjadi anggota merupakan

Laporan proyek akhir ini dengan judul “ Analisa Pengaruh Perubahan Kandungan Fermenter Pada Proses Fermentasi Ketela Pohon Terhadap Temperatur Proses Detilasi Bioetanol

Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-square, diperoleh p-value 0,159 karena p-value> 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada hubungan yang bermakna

Sebutkan pekerjaan atau jabatan dipemerintahan maupun swasta beserta tempat dan tahun bertugas, serta nama, dan jabatan atasan langsung secara kronologik3. dokter klinik

Hasil uji coba dari angket gaya belajar dan iklim madrasah terhadap prestasi belajar siswa diadakan analisis butir melalui uji coba validitas dan reliabilitas

Meskipun diundang dan datang saya tetap menggunakan pakaian khas Jawa dengan memakai “blangkong dan baju batik” Berdasarkan penuturan para informan, untuk mengungkap