BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Masyarakat sering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran fisik mereka berdasarkan aktivitas mereka karena kesejahteraan mental dan efektivitas fungsi tubuh sangat bergantung pada status mobilitas mereka. Misalnya, saat seseorang berdiri tegak, paru lebih muda untuk mengembang, aktivitas usus (peristaltik) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu mengosongkan kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan otot befungsi sebagaimana mestinya.
Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah , berirama, dan terarah di lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Individu harus bergerak untuk melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mobilitas amat penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu bergerak secara total sama rentan dan bergantungnya dengan seorang bayi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar ambulasi?
2. Apa saja tindakan-tindakan ambulasi?
3. Apa alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi? 4. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi?
5. Apa konsep dasar mobilisasi dan imobilisasi? 6. Bagaimana etiologi imobilisasi?
7. Bagaimana patofisiologi imobilisasi? 8. Bagaimana tanda dan gejala imobilisasi?
9. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi?
10. Bagaimana askep dan dokumentasi gangguan pemenuhan kebutuhan ambulasi dan mobilisasi?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami konsep dasar ambulasi 2. Untuk memahami tindakan-tindakan ambulasi
3. Untuk memahami alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi 4. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi
5. Untuk memahami konsep dasar mobilisasi dan imobilisasi 6. Untuk memahami etiologi imobilisasi
7. Untuk memahami patofisiologi imobilisasi 8. Untuk memahami tanda dan gejala imobilisasi
9. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Ambulasi dan Mobilisasi
1. Konsep Dasar Ambulasi Definisi Ambulasi
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Asmadi, 2008).
Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien. Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari latihan berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas. Menurut Kozier 2005 ambulasi adalah aktivitas berjalan.
Tujuan Ambulasi
Sedangkan Menurut Asmadi (2008) manfaat Ambulasi adalah: 1) Mencegah dampak Immobilisasi pasca operasi meliputi :
a) Sistem Integumen : kerusakan integritas kulit seperti Abrasi, sirkulasi yang terlambat yang menyebabkan terjadinya Atropi akut dan perubahan turgor kulit.
b) Sistem Kardiovaskuler : Penurunan Kardiak reserve, peningkatan beban kerja jantung, hipotensi ortostatic, phlebotrombosis.
c) Sistem Respirasi : Penurunan kapasitas vital, Penurunan ventilasi volunter maksimal, penurunan ventilasi/perfusi setempat, mekanisme batuk yang menurun.
d) Sistem Pencernaan : Anoreksi-Konstipasi, Penurunan Metabolisme.
f) Sistem Muskulo Skeletal : Penurunan masa otot, osteoporosis, pemendekan serat otot
g) Sistem Neurosensoris : Kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan syaraf pada bagian distal, nyeri yang hebat.
Manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi.
Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena jika pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan (Kozier, 2010).
2. Tindakan-tindakan Ambulasi a. Duduk diatas tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan klien pada posisi terlentang
3) Pindahkan semua bantal
4) Posisi menghadap kepala tempat tidur
5) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala tempat tidur di belakang kaki yang lain.
6) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien, sokong kepalanya dan vetebra servikal.
7) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan tempat tidur.
8) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan perawat dari depan kaki ke belakang kaki.
9) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat tidur.
b. Duduk di tepi tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat tidur tempat ia akan duduk.
4) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi pasien.
5) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
6) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien dan menjauh dari sudut tempat tidur.
7) Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tempat tidur di depan kaki yang lain
8) Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu pasien, sokong kepala dan lehernya
9) Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
10) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.
11) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai atas pasien memutar ke bawah.
12) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang tungkai dan angkat pasien.
13) Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan.
14) Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai
c. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi
1) Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi pada sudut 45 derajat terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi roda, yakinkan bahwa kusi roda dalam posisi terkunci.
2) Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.
3) Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip.
4) Regangkan kedua kaki perawat.
5) Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan pasien
6) Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien dan tempatkan tangan pada skapula pasien.
7) Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan panggul dan kaki, pertahankan lutut agak fleksi.
9) Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien secara langsung ke depan kursi
10)Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi untuk menyokong.
11)Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi.
12)Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
13)Stabilkan tungkai dengan selimut mandi
14)Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk kemajuan dan penampilannya.
d. Membantu Berjalan
1) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau memegang telapak tangan perawat.
2) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.
3) Bantu pasien berjalan
e. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Brancard
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak dapat atau tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard.
1) Atur posisi branchard dalam posisi terkunci
2) Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat
3) Berdiri menghadap pasien
4) Silangkan tangan di depan dada
5) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien.
6) Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu dan bawah pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan pinggul pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan di bawah pinggul dan kaki.
7) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
f. Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan
team fioterapi. Namun perawat tetap bertanggungjawab untuk menindaklanjuti dalam menjamin bahwa perawatan yang tepat dan dokumentasi yang lengkap dilakukan.
3. Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi
a. Kruk adalah alat yang terbuat dari logam atau kayu dan digunakan permanen untuk meningkatkan mobilisasi serta untuk menopang tubuh dalam keseimbangan pasien. Misalnya: Conventional, Adjustable dan lofstrand b. Canes (tongkat) yaitu alat yang terbuat dari kayu atau logam setinggi
pinggang yang digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu dan sehat. Meliputi tongkat berkaki panjang lurus (single stight-legged) dan tongkat berkaki segi empat (quad cane).
c. Walkers yaitu alat yang terbuat dari logam mempunyai empat penyangga yang kokoh digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan umum, lengan yang kuat dan mampu menopang tubuh.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi
a. Kesehatan Umum
Penyakit, kelemahan, penurunan aktivitas, kurangnya latihan fisik dan lelah kronik menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi musculoskeletal.
b. Tingkat Kesadaran
Pasien dengan kondisi disorienrtasi, bingung atau mengalami perubahan tingkat kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi.
c. Nutrisi
Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atropi otot, penurunan jaringan subkutan yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien juga akan mengalami defisisensi protein, keseimbangan nitrogen dan tidak ada kuatnya asupan vitamin C.
d. Emosi
e. Tingkat Pendidikan
Pendidikan menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual, mengarahkan pada ketrampilan yang lebih baik dalam mengevaluasi informasi. Pendidikan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengatur kesehatan mereka, untuk mematuhi saran-saran kesehatan.
f. Pengetahuan
Hasil penelitian mengatakan bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan bertahan lama dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Kozier, 2010)
5. Konsep Dasar Mobilisasi Definisi Mobilisasi
1) Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas (Kosier, 2010)
2) Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Asmadi, 2008)
Definisi Imobilisasi
Tujuan Mobilisasi
a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
b. Mencegah terjadinya trauma
c. Mempertahankan derajat kesehatan
d. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
e. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
Batasan karakteristik
a. Penurunan waktu reaksi
b. Kesulitan membolak-balik posisi
c. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis., meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit)
d. Dispnea setelah beraktifitas e. Perubahan cara berjalan f. Gerakan bergetar
g. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus h. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar i. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
j. Tremor akibat pergerakan k. Ketidakstabilan postur l. Pergerakan lambat
m. Pergerakan tidak terkoordinasi
(NANDA, 2012)
Jenis Mobilitas dan Imobilitas a. Jenis Mobilitas
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang
b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik. (Potter, 2010)
b. Jenis Imobilitas 1) Imobilisasi fisik
Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan
2) Imobilisasi intelektual
Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir
3) Imobilitas emosional
Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri
Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial. (Potter, 2010)
6. Etiologi Imobilisasi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Kozier, 2010).
Penyebab secara umum: Kelainan postur
Gangguan perkembangan otot Kerusakan system saraf pusat
Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular Kekakuan otot
7. Patofisiologi
Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah. (Potter, 2010)
8. Tanda Dan Gejala
a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
EFEK HASIL
Penurunan konsumsi oksigen maksimum
Penurunan fungsi ventrikel kiri Penurunan volume sekuncup Perlambatan fungsi usus Pengurangan miksi Gangguan tidur
Intoleransi ortostatik
Peningkatan denyut jantung, sinkop Penurunan kapasitas kebugaran Konstipasi
Penurunan evakuasi kandung kemih Bermimpi pada siang hari, halusinasi
b. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ
ORGAN / SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan otot, penurunan area potong lintang otot, kontraktor, degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya volume sendi
Kardiopulmonal dan pembuluh darah
penurunan volume plasma, perubahan uji fungsi paru, atelektasis paru, pneumonia, peningkatan stasis vena, peningkatan agresi trombosit, dan hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit Metabolik dan
endokrin
Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis dan deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa), hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme vitamin/mineral
(Potter, 2010)
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
f. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. (Kozier, 2010)
B. Manajemen Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan
a. Aspek biologis 1) Usia
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis
dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain.
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain.
e. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop.
g. Kemunduran Respirasi
denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
h. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan. i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas.
Pengkajian Masalah
Mengukur lingkar lengan dan tungkai Mempalpasi dan mengamati sendi tubuh
Melakukan pengukuran goniometrik pada rentang pergerakan sendi
Penurunan lingkar otot akibat penurunan massa otot
Kekauan atau nyeri sendi
Penurunan rentang pergerakan sendi, kontraktur sendi
Sistem Kardiovaskuler
Mengauskultasi jantung Mengukur tekanan darah
Mempalpasi dan mengobservasi sakrum, tungkai, dan kaki
Mempalpasi perifer
Mengukur lingkar otot betis
Mengamati otot betis apakah ada kemerahan, nyeri tekan, dan pembengkakan
Peningkatan frekuensi jantung Hipotensi ortostatik
Edema tergantung perifer, peningkatan pembengkakan vena perifer
Kelemahan denyut nadi perifer Edema
Tromboflebitis
Sistem Pernafasan
Mengamati pergerakan dada Mengauskultasi dada
Pergerakan dada asimetris, dispnea Penurunan bunyi napas, ronki basah, mengi, dan peningkatan frekuensi pernapasan
Sistem Metabolisme
Mengukur tinggi dan berat badan
Mempalpasi kulit
Penurunan berat badan akibat atrofi otot dan kehilangan lemak subkutan Edema umum akibat penurunan kadar protein darah
Sistem Perkemihan
Mengukur asupan dan haluaran cairan Menginspeksi urine
Mempalpasi kandung kemih
Dehidrasi
Urine pekat, keruh; berat jenis urine tinggi
Distensi kandung kemih akibat retensi urine
Sistem Pencernaan
Mengauskultasi bising usus Penurunan bising usus karena penurunan motilitas usus
Sistem Integumen
Menginspeksi kulit Kerusakan integritas kulit
(Kozier, 2010)
Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
c. Mengkaji sistem persendian
Pemeriksaan fisik sendi terdiri dari inspekstang pergerakan aktif, dan jika pergerakan aktif tidak memungkinkan, kaji rentang pergerakan pasif. Perawat harus mengkaji hal-hal berikut:
Apakah ada pembengkakan atau kemerahan sendi, yang dapat menunjukan
keberadaan cedera atau inflamasi.
Apakah ada deformitas, seperti pembesaran atau kontraktur tulang, dan
simetrisitas tulang yang terkena.
Perkembangnan otot yang berhubungan dengan tiap sendi dan ukuran relatif serta
simetrisitas otot di setiap sisi tubuh.
Apakah ada nyeri tekan tekan yang dilaporkan atau yang dipalpasi.
Krepitasi (teraba atau terdengar sensasi krek atau gesekan yang dihasilkan oleh
pergerakan sendi).
Peningkatan suhu pada sendi. Palpasi sendi dengan menggunakan bagian
Derajat pergerakan sendi. Minta klien menggerakkan bagian tubuh tertentu. Jika
diindikasikan, ukur besarnya pergerakan dengan menggunakan goniometer, sebuah peralatan yang mengukur sudut sendi dalam ukuran derajat.
Pengkajian rentang gerak tidak boleh menyebabkan terlalu letih dan pergerakan sendi perlu dilakukan secara halus, pelan dan berirama. Tidak ada sendi yang harus digerakkan secara paksa. Pergerakan yang tidak sama dan tersentak-sentak dan pemaksaan dapat menyebabkan cedera pada sendi dan otot serta ligamen yang ada di sekitarnya.
d. Mengkaji sistem otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk memantau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien (Kozier, 2010)
Kategori tingkat kemampuan aktivitas TINGKAT
AKTIVITAS/ MOBILITAS
KATEGORI
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan
Rentang gerak (range of motion-ROM)
GERAK SENDI DERAJAT RENTANG
NORMAL
Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang paling jauh.
180
Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menuju bahu.
150
Pergelanga n tangan
Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawah.
80-90
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi
80-90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin
70-90
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas.
0-20
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke arah kelingking telapak tangan menghadap ke atas.
30-50
Tangan dan jari
Fleksi: buat kepalan tangan 90
Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin
30
Abduksi: kembangkan jari tangan 20
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
di palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan
gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan penuh
KATZ INDEX AKTIVITAS KEMANDIRIAN
(1 poin)
TIDAK ADA pemantauan, perintah ataupun didampingi
KETERGANTUNGAN (0 poin)
Dengan pemantauan, perintah, pendampingan personal atau perawatan total
MANDI (1 poin)
Sanggup mandi sendiri tanpa bantuan, atau hanya memerlukan bantuan pada bagian tubuh tertentu (punggung, genital, atau
Membutuhkan bantuan dalam berpakaian, atau dipakaikan baju secara keseluruhan
TOILETING (1 poin)
Mampu ke kamar kecil (toilet), mengganti pakaian, membersihkan genital tanpa bantuan
(0 poin)
Butuh bantuan menuju dan keluar toilet, membersihkan sendiri atau menggunakan telepon
POSISI Masuk dan bangun dari tempat perkemihan dan buang air besar
(0 poin)
Sebagian atau total inkontinensia bowel dan bladder
Membutuhkan bantuan sebagian atau total dalam makan, atau memerlukan makanan parenteral
Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi berat; 0 = Rendah (Sangat tergantung)
Indeks ADL BARTHEL (BAI)
NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan
rangsang pembuangan tinja
Tak terkendali atau pakai kateter Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24 jam)
Mandiri
3 Membersihkan diri
(seka muka, sisir rambut, sikat gigi)
0 1
Butuh pertolongan orang lain Mandiri
4 Penggunaan jamban,
masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan,
0 1
menyiram) 2 Mandiri
5 Makan 0
1 2
Tidak mampu
Perlu ditolong memotong makanan Mandiri
Bantuan minimal 1 orang. Mandiri
7 Berpindah/ berjalan 0
1 2 3
Tidak mampu
Bisa (pindah) dengan kursi roda. Berjalan dengan bantuan 1 orang. Mandiri
8 Memakai baju 0
1
9 Naik turun tangga 0
1
2) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. dll.
4) Pemeriksaan Laboratorium:Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot. (Potter, 2010)
2. Diagnosis Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang muncul pada gangguan pemenuhan kebutuhan ambulasi dan mobilisasi yaitu:
a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan sensori persepsi
b. Nyeri akut yang berhubungan dengan cedera fisik
c. Kerusakan intergritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi fisik d. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan umum
e. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ganggaun muskuloskeletal f. Konstipasi yang berhubungan dengan: penurunan aktivitas, penurunan
motilitas kolon sekunder akibat peningkatan produksi adrenalin
g. Ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan: Pribadi yang rentan dalam krisis situasi, ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi peran yang biasa dilakukan, ketergantungan pada orang lain, harga diri rendah (kronik, situasional)
h. Risiko disuse syndrome yang berhubungan dengan paralisis, imobilisasi mekanis, anjuran imobilisasi, nyeri hebat, dan perubahan tingakt kesadaran i. Defisiensi aktivitas pengalihan yang berhubungan dengan: Tirah baring dalam
j. Disrefleksia otonom yang berhubungan dengan: Cedera medulla spinalis T7 atau diatasnya
k. Inkontenensia Urine:fungsional/total yang berhubungan dengan: gangguan neurologis
l. Insomnia yang berhubungan dengan; kurang aktivitas fisik, nyeri dan ketidaknyamanan, ketidakmampuan untuk mengubah posisi secara mandiri atau mengambil posisi tidur yang biasa dilakukan
m. Retensi urine yang berhubungan dengan: Penurunan tonus otot kandung kemih, ketidakmampuan untuk merelaksasi otot perineal, malu menggunakan pispot, kurang privasi, posisi yang tidak alami untuk berkemih. (NANDA, 2012)
1 Hambatan Mobilitas Fisik yang berhubungan dengan gangguan sensori persepsi
Tujuan/Kriteria Evaluasi:
Memperlihatkan
penggunaan alat bantu secara benar dengan pengawasan
Meminta bantuan untuk
aktivitas mobilisasi, jika diperlukan
Melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari secara mandiri dengan alat bantu.
Menyangga berat badan
Berjalan dengan
menggunakan langkah-langkah yang benar sejauh
Promosi Mekanika Tubuh: memfasilitasi penggunaan postur dan pergerakan dalam
Promosi Latihan Fisik: Latihan
Berpindah dari dan ke
kursi atau kursi roda
Menggunkan kursi roda
secara efektif
otot.
Terapi latihan fisik: Ambulasi:Meningkatkan dan membantu dalam berjalan untuk
mempertahankan atau mengembalikan fungsi tubuh autonom dan volunter selama pengobatan dan
pemulihan dari kondisi sakit atau cedera.
Terapi Latihan Fisik:Keseimbangan:
Menggunakan aktivitas, postur dan gerakan tertentu untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan keseimbangan.
Terapi Latihan Fisik: Mobilitas Sendi:
Menggunakan gerakan tubuh aktif dan pasif untuk mempertahankan atau mengembalikan fleksibiltas sendi.
Terapi Latihan Fisik: Pengendalian Otot:
tertentu atau protokol latihan yang sesuai untuk meningkatkan atau mengembalikan gerakan tubuh yang terkendali.
Pengaturan Posisi:
Mengatur posisi pasien atau bagian tubuh pasien secara hati-hati untuk meningkatkan
kesejahteraan fisiologis dan psikologis.
Pengaturan Posisi: Kursi Roda: Mengatur posisi pasien dengan benar di kursi roda pilihan untuk mencapai rasa nyaman,
meningkatkan integritas kulit, dan menumbuhkan kemandirian pasien.
Bantuan Perawatan Diri:Berpindah:
Membantu individu untuk mengubah posisi tubuhnya.
2 Nyeri akut yang berhubungan dengan cedera fisik
Tujuan/Kriteria evaluasi
Memperlihatkan teknik
relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
Mempertahankan tingkat
Pemberian
nyeri dengan skala 0-10
Melaporkan kesejahteraan
fisik dan psikologis
Mengenali faktor
penyebab dan
menggunakan tindakan untuk memodifikasi faktor tersebut
Melaporkan nyeri kepada
penyedia layanan kesehatan
Menggunakan tindakan
meredakan nyeri dengan analgesik dan
nonanalgesik secara tepat
Tidak mengalami
gangguan dalam frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, atau tekanan darah
Mempertahankan selera
makan yang baik
Melaporkan pola tidur
yang baik
Melaporkan kemampuan
untuk mempertahankan perfoma peran dan hubungan interpersonal
Manajemen Medikasi:
Memfasilitasi
penggunaan obat resep atau obat bebas secara aman dan efektif
Manajemen Nyeri:
Meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien
Bantuan Analgesia yang dikendalikan oleh pasien PCA(Pateint-prosedur diagnostik atau terapeutik.
3 Kerusakan intergritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi fisik
Tujuan/Kriteria evaluasi
Pasien/keluarga
menunjukkan rutinitas perawatan kulit atau
perawatan luka yang optimal
Drainase purulen atau bau
luka minimal
Tidak ada lepuh atau
maserasi pada kulit
Nekrosis, selumur, lubang,
perluasan luka ke jaringan di bawah kulit atau pembentukan saluran sinus berkurang atau tidak ada
Eritema kulit dan eritema
di sekitar luka minimal
Kewaspadaan Lateks: obat resep dan obat nonresep
Perawatan Area Insisi:
Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau staples
Manajemen Area Penekanan:
Meminimalkan
menganalisis data pasien untuk mempertahankan integritas kulit dan membaran mukosa
Perawatan Luka:
Mencegah komplikasi luka dan meningkatkan penyembuhan luka. 4 Intoleran Aktivitas yang
berhubungan dengan kelemahan umum
Tujuan/kriteria evaluasi
Mengidentifikasi aktivitas
atau situasi yang
menimbulkan kecemasan yang dapat mengakibatkan intoleran aktivitas
Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan normal denyut jantung, frekuensi pernafasandan tekanan darah serta memantau pola dengan batas normal
Mengungkapkan secara
verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat dan atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
Menampilkan aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS) dengan beberapa
Terapi Aktivitas:
Memberi anjuran tentang dan bantuan dalam aktivitas fisik, kognitif, sosial, dan spritual yang spesifik untuk
meningkatkan rentang, frekuensi, atau durasi aktivitas individu atau kelompok
Manajemen Energi:
bantuan (misalnya
eliminasi dengan bantaun ambulasi untuk ke kamar mandi)
Menampilkan manajemen
pemeliharaan rumah dengan beberapa bantuan (misalnya, membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)
kesejahteraan psikologis
Terapi Latihan Fisik: Mobilitas Sendi:
Menggunakan gerakan tubuh aktif atau pasif untuk mempertahankan atau memperbaiki fleksibilitas sendi
Terapi Latihan Fisik: Pengendalian Otot:
Menggunakan aktivitas atau protokol latihan yang spesifik untuk meningkatkan atau memulihkan gerakan tubuh yang terkontrol
Promosi Latihan Fisik:Latihan
Kekuatan: Memfasilitasi latihan otot resistif secara rutin untuk
mempertahankan meningkatkan kekuatan otot
Manajemen Alam Perasaan: Memberi rasa keamanan, stabilitas, pemulihan dan pemeliharaan pasien yang mengalami
disfungsi alam perasaan baik depresi maupun peningkatan alam perasaan
Bantuan Perawatan Diri: Membantu individu untuk melakukan AKS
Bantuan Perawatan diri: AKSI: Membantu dan mengarahkan individu untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari instrumental (AKSI) yang diperlukan untuk berfungsi di rumah atau di komunita.
5 Defisit Perawatan Diri yang berhubungan dengan ganggaun muskuloskeletal
Tujuan/kriteria evaluasi
Menerima bantuan atau
perawatan total dari pemberi asuhan, jika diperlukan
Mengungkapkan secara
verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan
higiene oral
Mempertahankan
mobilitas yang diperlukan untuk ke kamar mandi dan menyediakan
perlengkapan mandi
Mampu menghidupkan
dan mangatur pancaran dan suhu air
Membersihkan dan
mengeringkan tubuh
Melakukan perawatan
mulut
Menggunakan deodoran
promosi hgiene oral dan kesehatan gigi untuk pasien yang berisiko mengalami lesi mulut dan gigi
Perawatan Ostomi:
Pemeliharaan eliminasi melalui stoma dan perawatan jaringan sekitar
Bantuan Perawatan Diri, Mandi/Hygine:
Membantu pasien untuk memenuhi hygine pribadi
4. Implementasi a. Terapi
1) Penatalaksanaan Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
2) Tata laksana Khusus
a) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
b) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
c) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis yang kompeten.
d) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen.
3) Penatalaksanaan lain yaitu:
a) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu:
1) Posisi fowler (setengah duduk) 2) Posisi litotomi
3) Posisi dorsal recumbent 4) Posisi supinasi (terlentang) 5) Posisi pronasi (tengkurap) 6) Posisi lateral (miring) 7) Posisi sim
8) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
b) Ambulasi dini
bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.
c) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
d) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
e) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
1) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan 2) Fleksi dan ekstensi siku
3) Pronasi dan supinasi lengan bawah 4) Pronasi fleksi bahu
5) Abduksi dan adduksi 6) Rotasi bahu
7) Fleksi dan ekstensi jari-jari 8) Infersi dan efersi kaki
9) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki 10) Fleksi dan ekstensi lutut
11) Rotasi pangkal paha
12) Abduksi dan adduksi pangkal paha
f) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak terjadinya imobilitas.
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase lebih efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada.
h) Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-lain. (Potter, 2010)
5. Evaluasi
Tujuan yang diterapkan selama fase perencanaan dievaluasi sesuai dengan hasil tertentu yang diharapkan, dan juga diterapkan pada fase tersebut. Saat hasil yang diharapkan tidak terpenuhi, pertimbangkan pertanyaan berikut ini:
1) Beritahu saya mengapa Anda tidak mampu menigkatkan aktivitas yang telah kita rencanakan.
2) Aktivitas apa yang menghambat Anda melakukan tugas tersebut saat ini. 3) Beritahu saya bagaimana perasaan Anda terkait ketidakmampuan berpakaian
sendiri dan membuat makanan sendiri.
4) Latihan apa yang Anda rasakan paling membantu
5) Tujuan apa yang Anda inginkan untuk disusun pada aktivitas Anda. (Potter, 2010)
6. Dokumentasi Keperawatan
kualitas catatan harus diperhatikan, karena dokumen keperawatan memegang perannan yang sangat penting.
Selama fase implementasi, perawat mendokumentasikan tindakan keperawatan seperti: pemberian obat, perawatan luka, pengaturan posisi, infus IV, kateterisasi urine, dll. (Iyer, 2004)
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan otot befungsi sebagaimana mestinya.
Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah , berirama, dan terarah di lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Individu harus bergerak untuk melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mobilitas amat penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu bergerak secara total sama rentan dan bergantungnya dengan seorang bayi.
Kemampuan untuk bergerak juga mempengaruhi harga diri dan citra tubuh. Bagi sebagian besar orang, harga diri bergantung pada rasa kemandirian atau perasaan berguna atau merasa dibutuhkan. Orang yang mengalami gangguan mobilitas dapat merasa tidak berdaya dan membebani orang lain. Citra tubuh dapat terganggu akibat paralisis, amputasi, atau kerusakan motorik lain. Reaksi orang lain terhadap gangguan mobilitas dapat juga mengubah atau mengganggu harga diri dan citra tubuh secara bermakna. Ambulais adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya gangguan mobilitas karena dengan ambulasi dapat memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi. (kozier, 2010).
B. Saran
Segala usaha telah kami lakukan. Namun dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan . Oleh karena itu, kami sangat memerlukan kritik dan saran saudara(i) demi kesempurnaan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawaran. Edisi 4. Jakarta: EGC
Potter& Perry. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.
Herdman, T.H. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA. Jakarta: EGC
Wilkinson, M. Judith, Ahern, R. Nanchy. 2011. Buku Saku Diagnosis ---Keperawatan Diagnosis NANDA Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. ---Edisi 9. Jakarta: EGC