• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai suatu masyarakat yang sedang membangun seperti halnya Indonesia,

hukum senantiasa dikaitkan dengan upaya-upaya untuk mencapai taraf kehidupan

yang lebih baik daripada yang telah dicapai sebelumnya. Menghadapi kenyataan

seperti itu peranan hukum semakin menjadi penting dalam rangka mewujudkan

tujuan pembangunan sebagaimana yang telah ditetapkan. “Fungsi hukum dalam

pembangunan tidak sekedar sebagai alat pengendalian sosial saja, melainkan lebih

dari itu, yaitu melakukan upaya untuk menggerakkan masyarakat agar berperilaku

sesuai dengan cara-cara baru untuk mencapai suatu keadaan masyarakat sebagaimana

yang dicita-citakan”.1 Dengan kata lain fungsi hukum adalah sebagai sarana

pembaharuan masyarakat.

Islam sebagai suatu agama dan jalan hidup yang berdasarkan pada firman

Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah rasul. Setiap orang Islam

berkewajiban untuk bertingkah laku dalam hidupnya sesuai dengan

ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu, setiap orang Islam hendaknya

memperhatikan tiap langkahnya untuk membedakan antara yang benar dan yang

(2)

salah. Prinsip-prinsip ini adalah kebutuhan dan kepentingan pengenalan terhadap

hukum Islam (syari’ah).

Islam sebagai ajaran yang universal mengajarkan tentang segala aspek

kehidupan manusia, termasuk dalam hal pembagian harta warisan. Islam mengajarkan

tentang pembagian harta warisan dengan seadil-adilnya. Dalam kehidupan

masyarakat, tidak sedikit terjadi perpecahan, pertikaian, dan pertumpahan darah

akibat perebutan harta warisan. Pembagian harta warisan diberikan secara detail,

rinci, dan seadil-adilnya agar manusia yang terlibat di dalamnya tidak saling bertikai

dan bermusuhan. Dengan adanya sistem pembagian harta warisan menunjukkan

bahwa Islam adalah agama yang tertib, teratur dan damai.

Di Indonesia pada saat ini masih terdapat beraneka ragam sistem hukum

kewarisan yang berlaku bagi warga negara Indonesia, yaitu : sistem hukum kewarisan

perdata barat yang didasarkan pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata, sistem

hukum kewarisan adat yang dipengaruhi oleh bentuk etnis di berbagai daerah di

lingkungan hukum adat, dan sistem hukum kewarisan Islam yang berlaku bagi

orang-orang yang beragama Islam. Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk

umat Islam dimana saja berada di dunia ini. Akan tetapi corak suatu negara dan

kehidupan masyarakat di negara tersebut memberi pengaruh atas hukum kewarisan di

negara itu.2

Pengertian waris dalam bahasa Indonesia ialah pusaka, yakni harta yang

ditinggalkan oleh orang yang meninggal menjadi hak yang bisa dimiliki oleh para

2

(3)

ahli waris dari orang yang meninggal tersebut. Para ahli waris itu bisa menjadi ahli

waris karena hubungan darah dengan si pewaris, atau karena hubungan perkawinan

dengan si pewaris. Para ahli waris itulah yang mengambil-alih harta warisan itu

secara otomatis, artinya tanpa perlu surat menyurat resmi atau di umumkan secara

resmi di depan umum, asal saja semua ahli waris itu (tidak seorangpun dari mereka

yang menentangnya) sepakat mengenai pembagian harta warisan itu.3

Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang

berkenaan dengan peralihan hak dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah

ia meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hukum kewarisan Islam ini bersumber dari

Al-Qur’an, Sunnah, dan ijtihad para ulama. Hukum waris menduduki tempat yang

amat penting dalam hukum Islam. Al-Qur’an mengatur tentang hukum waris dengan

jelas dan rinci. Hal ini dikarenakan sebab masalah warisan pasti dialami oleh setiap

orang. Di samping itu juga, hukum waris menyangkut tentang harta benda yang

apabila tidak diselesaikan akan menimbulkan sengketa diantara para ahli waris.

Syari’ah Islam memberikan hak diantara orang yang mendapatkan warisan itu secara

tertib sesuai dengan proporsinya, sesuai dengan hak masing-masing ahli waris.

Pembagian waris menurut hukum fiqih Islam disebut juga dengan pembagian waris

menurut faraidh, artinya pembagian waris yang sudah ditentukan bagian-bagiannya.

Ketentuan-ketentuan pembagian waris dalam Islam bukan saja mengenai berapa besar

bagiannya, tetapi juga ditentukan siapa-siapa diantara para ahli waris itu sebagai ahli

waris utama (ahli waris primer) dan siapa-siapa diantara mereka yang menjadi ahli

3

(4)

waris biasa.4 Jika ahli waris utama itu masih hidup maka ahli waris biasa tidak

mendapatkan harta warisan, sebab mereka terdinding (terhijab).

Wiryono mengemukakan pengertian warisan ialah bahwa warisan itu adalah

soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan

seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih

hidup.5 Sedangkan menurut Pitlo hukum waris adalah suatu rangkaian

ketentuan-ketentuan dimana berhubungan dengan meninggalnya seorang, akibat-akibatnya di

dalam bidang kebendaan diatur, yaitu akibat dari beralihnya harta peninggalan dari

seorang yang meninggal kepada ahli waris, baik di dalam hubungannya antara

mereka sendiri maupun dengan pihak ketiga.6 Hukum kewarisan mengatur hubungan

antara seseorang dengan benda dikarenakan ada orang meninggal dunia, artinya satu

sisi mungkin sekali orang memperhatikan hukum kewarisan karena mengatur benda

dihubungkan dengan subjek (orang) yang mempunyai hubungan dengan benda

tersebut.

Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 171 huruf a disebutkan bahwa hukum

kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta

peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris

dan berapa bagian masing-masing. Pengertian hukum waris dalam Kompilasi Hukum

Islam di fokuskan pada ruang lingkup hukum kewarisan Islam, yaitu hukum

4 Ibid

5Wiryono Projodikoro,Hukum Warisan di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1980, hal.8

6

(5)

kewarisan yang berlaku bagi orang Islam saja. Adapun tujuan hukum waris Islam

adalah mengatur cara-cara membagi harta peninggalan agar bermanfaat kepada ahli

waris secara adil dan baik. Untuk itu Islam tidak hanya memberikan warisan kepada

pihak suami atau isteri saja, tetapi juga dari kedua belah pihak baik garis keatas, garis

kebawah, atau garis kesamping, sehingga hukum waris Islam bersifat bilateral

individual.7 Sedangkan Salim H.S mengatakan bahwa hukum waris adalah

keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur

mengenai pemindahan harta kekayaan pewaris kepada ahli warisnya, bagian yang

diterima, serta hubungan antara ahli waris dengan pihak ketiga.8

Penyelesaian kewarisan tidaklah mutlak harus secara pembagian faraidh, walaupun semua ahli waris dan pewaris adalah beragama Islam. Mereka para ahli waris jika atas kehendaknya sendiri secara sepakat bulat ingin membagikan harta warisan mereka secara hukum adat hingga anak laki-laki dan anak perempuan mendapat bagian yang sama maka pembagian itu dianggap sah dan tidak bertentangan dengan syari’at Islam, sebab para ahli waris dapat melakukan perdamaian diantara mereka dalam pembagian harta warisan tersebut.9

Hukum waris Islam adalah suatu hukum yang adil untuk menjawab sengketa

permasalahan yang menyangkut pembagian harta warisan. Hukum waris Islam

menjadi alternatif penyelamat munculnya pertikaian dalam proses pembagian harta

warisan. Islam adalah agama yang adil. Bagian-bagian para ahli waris telah

ditetapkan secara adil jumlahnya sesuai dengan kebutuhan dan porsi kedekatan

seorang ahli waris terhadap si pemilik harta. Namun demikian hak bagian harta waris

7

Tamakiran,Asas-asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, Pioner Jaya, Bandung, 1987, hal. 85

(6)

pada kondisi tertentu dapat terputus kepada ahli waris dengan beberapa faktor.

Ditetapkannya hukum waris Islam memiliki banyak hikmah dan manfaat, diantaranya

adalah mengatur cara-cara membagi harta peninggalan agar dapat bermanfaat kepada

ahli waris secara adil dan baik, mencegah terjadinya pertumpahan darah akibat

proses pembagian harta warisan, memberikan rasa keadilan bagi penerima hak

warisan.

Salah satu contoh kasus yang terjadi yaitu antara nyonya SR sebagai

penggugat dan nyonya YS sebagai tergugat. Bahwa yang menjadi pokok

permasalahannya adalah penggugat mengajukan gugatan tentang pembatalan

penetapan waris nomor 3/Pdt.P/2010/PA Mdn terhadap tergugat sekaligus memohon

agar ditetapkan sebagai ahli waris yang sah berdasarkan hukum. Bahwa pada

mulanya almarhum nyonya UK menikah dengan tuan AS dan dikaruniai seorang anak

yang bernama MS. Kemudian tuan AS menikah lagi dan dari pernikahannya tersebut

lahirlah seorang anak yaitu nyonya SR (penggugat). Sedangkan nyonya YS (tergugat)

merupakan anak dari tuan MS. Bahwa antara penggugat dan tergugat mempunyai

hubungan kekeluargaan, yaitu penggugat merupakan saudara seayah dengan

almarhum tuan MS, dimana tuan MS ini adalah anak kandung satu-satunya dari

almarhum nyonya UK dan juga merupakan ayah dari tergugat.

Permasalahan muncul karena penggugat beranggapan bahwa ia (penggugat)

berhak atas harta warisan dari almarhum nyonya UK dikarenakan penggugat

merupakan anak tiri dari almarhum nyonya UK, maka penggugat tidak termasuk ahli

(7)

hukum kewarisan dari silsilah tuan AS, baik keatas maupun kebawah. Sedangkan

tergugat adalah merupakan cucu dan satu-satunya ahli waris dari almarhum nyonya

UK. Dengan demikian tergugat mempunyai hak terhadap harta warisan dari nyonya

UK tersebut.

Oleh karena penetapan ahli waris nomor 3/Pdt.P/2010/PA Mdn adalah

penetapan tentang keahliwarisan almarhum nyonya UK dalam penetapan mana

tergugat adalah sebagai cucu dan satu-satunya ahli waris maka tergugat berhak atas

harta warisan yang ditinggalkan almarhum nyonya UK. Sedangkan penggugat tidak

mempunyai hubungan hukum dengan pewaris dalam penetapan ahli waris tersebut,

dan dengan demikian penggugat bukanlah sebagai pihak yang patut (persona standi

in judicio) dalam mengajukan gugatan pembatalan penetapan nomor 3/Pdt.P/2010/PA

Mdn.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk menelaah lebih lanjut

mengenai pembatalan penetapan ahli waris. Penelaahan ini nantinya akan dilakukan

melalui suatu penelitian dengan judul “Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi

Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan nomor 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka yang menjadi pokok

permasalahan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses untuk mendapatkan penetapan ahli waris ?

2. Lembaga-lembaga mana sajakah yang berwenang dalam mengeluarkan atau

(8)

3. Apa yang menyebabkan hakim menolak pembatalan penetapan ahli waris ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses mendapatkan penetapan ahli waris.

2. Untuk mengetahui lembaga-lembaga yang berwenang dalam mengeluarkan

penetapan/surat keterangan ahli waris.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan hakim menolak pembatalan

penetapan ahli waris.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis, yaitu :

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan

penambahan ilmu pengetahuan yang dapat digunakan oleh pihak yang

membutuhkan sebagai bahan kajian pada umumnya, khususnya pengetahuan

dalam hal penetapan ahli waris.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para mahasiswa dan masyarakat

dalam hal mengetahui secara jelas tentang penetapan ahli waris.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakan yang ada di lingkungan Universitas

(9)

Sumatera Utara penelitian mengenai “Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi

kasus Putusan Pengadilan Agama Medan no.1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)” belum

pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, dengan demikian penelitian ini adalah

asli, oleh karenanya tesis ini dapat di pertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Teori bertujuan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.10 Fungsi teori adalah untuk

memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang di

amati.11 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar perbandingan,

pegangan teoritis.12

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau

petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang di amati, dan dikarenakan

penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif maka kerangka teori di arahkan

secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami

penetapan ahli waris. Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada kerangka

teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori keadilan.

10JJJ. M. Wuisman,Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid I, UI Press, Jakarta, 1996, hal. 203

11

Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal.35 12M. Solly Lubis,

(10)

“Dalam bukunyaA Theory of JusticeJohn Rawls mengemukakan bahwa teori keadilan merupakan suatu metode untuk mempelajari dan menghasilkan keadilan. Ada prosedur-prosedur berfikir untuk menghasilkan keadilan. Teori Rawls didasarkan atas dua prinsip yaitu ia melihat tentangEqual Rightdan jugaEconomic Equality. DalamEqual Rightdikatakannya harus diatur dalam tataran leksikal, yaitudifferent principlesbekerja jika prinsip pertama bekerja atau dengan kata lain prinsip perbedaan akan bekerja jikabasic righttidak ada yang dicabut (tidak ada pelanggaran HAM) dan meningkatkan ekspektasi mereka yang kurang beruntung. Dalam prinsip Rawls ini ditekankan harus ada pemenuhan hak dasar sehingga prinsip ketidaksetaraan dapat dijalankan dengan kata lain ketidaksetaraan secara ekonomi akanvalidjika tidak merampas hak dasar manusia”.13

“Lebih lanjut John Rawls menegaskan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik(reciprocal benefits)bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal, yaitu pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus memposisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah”.14

Keadilan tidak hanya menyangkut pemulihan kerugian, tetapi juga

menyangkut pencegahan terhadap pelanggaran hak dan kepentingan pihak lain.

Pemerintah dan rakyat sama-sama mempunyai hak sesuai dengan status sosialnya

yang tidak boleh dilanggar oleh kedua belah pihak. Pemerintah wajib menahan diri

untuk tidak melanggar hak rakyat dan rakyat sendiri wajib menaati pemerintah

selama pemerintah berlaku adil, maka hanya dengan inilah dapat diharapkan akan

tercipta dan terjamin suatu tatanan sosial yang harmonis. Dengan kata lain keadilan

13

Ibnu,Teori Keadilan,http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/12/01/teori-keadilan-john-rawls/, Teori Keadilan, diakses pada tanggal 31 Mei 2012.

(11)

berkaitan dengan prinsip ketidakberpihakan (impartiality), yaitu prinsip perlakuan

yang sama didepan hukum bagi setiap anggota masyarakat.

“Menurut Qutb, keadilan sosial dalam Islam mempunyai karakter khusus, yaitu kesatuan yang harmoni. Islam memandang manusia sebagai kesatuan harmoni dan sebagai bagian dari harmoni yang lebih luas dari alam raya di bawah arahan Penciptanya. Keadilan dalam Islam menyeimbangkan kapasitas dan keterbatasan manusia, individu dan kelompok, masalah ekonomi dan spiritual dan variasi-variasi dalam kemampuan individu. Ia berpihak pada kesamaan kesempatan dan mendorong kompetisi. Apa yang diformulasikan Qutb adalah gagasan tentang keadilan sosial yang bersifat kewahyuan. Yaitu bahwa umat Islam harus mengambil konstruksi moral keadilan sosial dari Al-Qur’an yang telah diterjemahkan secara konkret dan sukses oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya”.15

Hukum memang pada hakikatnya adalah sesuatu yang bersifat abstrak,

meskipun dalam manifestasinya dapat berwujud konkrit. Oleh karenanya pertanyaan

tentang apakah hukum itu senantiasa merupakan pertanyaan yang jawabannya tidak

mugkin satu. Dengan kata lain persepsi orang mengenai apa itu hukum adalah

berbeda-beda dan beraneka ragam, tergantung dari sudut pandang setiap orang

memandang hukum tersebut.

Dalam banyak hal harta kekayaan adalah hal yang paling penting dalam

hukum kewarisan. Secara terminologi, mirats (kewarisan) berarti warisan harta

kekayaan yang dibagi dari seseorang yang sudah meninggal dunia kepada ahli

warisnya. Mirats menurut syari’ah adalah undang-undang sebagai pedoman antara

orang yang meninggal dunia dan ahli waris, dan apa saja yang berkaitan dengan

kewarisan. Pewarisan harta meliputi semua harta yang dimiliki berkaitan dengan

(12)

harta kekayaan dan hak-hak lain yang tergantung di dalamnya, seperti utang piutang,

hak ganti rugi, dan sebagainya. Aturan tentang kewarisan dalam syariah berdasarkan

prinsip bahwa harta peninggalan yang dimiliki almarhum yang meninggal harus

dibagikan kepada keluarganya berdasarkan hubungan darah dan hubungan

perkawinan yang mempunyai hak yang paling kuat. Syari’ah Islam memberikan hak

diantara orang yang mendapatkan warisan itu secara tertib sesuai dengan proporsinya

masing-masing.

Ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam kewarisan yaitu :16

1. Pewaris benar-benar telah meninggal dunia (meninggal secara hakiki), atau dengan keputusan hakim dinyatakan telah meninggal dunia (meninggal secara hukmi), yaitu sebenarnya pewaris yang dinyatakan meninggal itu tidak dapat disaksikan, tetapi karena dengan dugaan kuat dia telah meninggal dunia, maka supaya ahli waris tidak menanti-nanti dalam kesamaran hukum waris, mereka meminta Pengadilan Agama untuk menetapkan matinya pewaris secarahukmi.

2. Ahli waris benar-benar masih hidup ketika pewaris meninggal, atau dengan keputusan hakim dinyatakan masih hidup pada saat pewaris meninggal. Maka, jika dua orang yang saling mempunyai hak waris satu sama lain meninggal bersama-sama atau berturut, tetapi tidak dapat diketahui siapa yang mati lebih dulu diantara mereka tidak terjadi waris-mewarisi.

3. Hubungan kewarisan yang sah. Maksudnya benar-benar dapat diketahui adanya sebab warisan pada ahli waris, atau dengan kata lain benar-benar dapat diketahui bahwa ahli waris yang bersangkutan berhak waris.

Adanya berbagai sebab dan syarat warisan belum cukup menjadi alasan

adanya hak waris bagi ahli waris. Baik ahli waris dari pihak laki-laki maupun

perempuan dapat terhalang menjadi ahli waris dengan salah satu sebab sebagai

berikut :

(13)

1. Berbeda agama antara pewaris dan ahli waris. Alasan penghalang ini adalah

hadist nabi yang mengajarkan bahwa orang muslim tidak berhak mewaris atas

harta orang yang non muslim, begitu juga sebaliknya.

2. Membunuh.

Yang dimaksud dengan membunuh disini adalah membunuh dengan sengaja

yang mengandung unsur pidana, bukan karena membela diri atau sebagainya.

3. Menjadi budak orang lain.

Hukum waris Islam mempunyai prinsip yang dapat di simpulkan sebagai

berikut :17

1. Hukum waris Islam menempuh jalan tengah antara memberi kebebasan penuh kepada seseorang untuk memindahkan harta peninggalannya dengan jalan wasiat kepada orang yang di kehendaki.

2. Warisan adalah ketetapan hukum. Yang mewariskan tidak dapat menghalangi ahli waris dari haknya atas harta warisan, dan ahli waris berhak atas harta warisan tanpa perlu membuat surat pernyataan menerima dengan sukarela atau atas keputusan hakim.

3. Warisan terbatas dalam lingkungan keluarga, dengan adanya hubungan perkawinan atau karena hubungan nasab/keturunan yang sah. Keluarga yang lebih dekat hubungannya dengan pewaris lebih diutamakan daripada yang jauh.

4. Hukum waris Islam lebih cenderung untuk membagikan harta warisan kepada sebanyak mungkin ahli waris, dengan memberikan bagian tertentu kepada beberapa ahli waris.

5. Hukum waris Islam tidak membedakan hak anak atas harta warisan. Anak yang sudah besar, yang masih kecil, atau yang baru saja lahir, semuanya berhak atas harta warisan orangtuanya. Namun, perbedaan besar kecilnya bagian di adakan sejalan dengan besar kecilnya beban kewajiban yang harus di tunaikan dalam keluarga.

6. Hukum waris Islam membedakan besar kecilnya bagian tertentu ahli waris di selaraskan dengan kebutuhannya dalam hidup sehari-hari, di samping memandang jauh dekat hubungannya dengan si pewaris.

(14)

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsep merupakan

alat yang di pakai oleh hukum di samping yang lain-lain, seperti asas dan standar.

Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari

hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental,

yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran

penelitian untuk keperluan analitis.18 Kerangka konsepsional mengungkapkan

beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian

hukum.19

Dalam suatu penelitian konsepsi dapat diartikan sebagai usaha membawa

sesuatu dari yang abstrak menjadi sesuatu yang konkret, yang disebut dengan defenisi

operasional.20 Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan

perbedaan pengertian atau penafsiran ganda/mendua (dubius) dari suatu istilah yang

di pakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus di

defenisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian

yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, dalam penelitian

ini di rumuskan kerangka konsepsi sebagai berikut :

18Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal.397

19Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal.7

20

(15)

1. Waris adalah : harta benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal

untuk di bagikan kepada yang berhak menerimanya.21

2. Pewaris adalah : orang yang pada saat meninggalnya atau dinyatakan meninggal

berdasarkan keputusan pengadilan (agama) beragama Islam, meninggalkan ahli

waris dan harta peninggalan.22

3. Ahli waris adalah : orang yang pada saat meninggal dunia (pewaris) mempunyai

hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam,

dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.23

4. Harta peninggalan adalah : harta yang ditinggalkan oleh pewaris, baik yang

berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.

5. Harta waris adalah : sejumlah harta milik orang yang meningal dunia (pewaris)

setelah diambil sebagian harta tersebut untuk biaya-biaya perawatan jika ia

menderita sakit sebelum meninggalnya, penyelenggaraan jenazah, penunaian

wasiat harta jika ia berwasiat, dan pelunasan segala utang-utangnya jika ia

berutang kepada orang lain sejumlah harta.24

6. Pembatalan penetapan hak waris adalah : suatu perbuatan yang membatalkan hak

waris dari seseorang dikarenakan tidak adanya hubungan hukum dengan si

pewaris, yang menyebabkan tidak berhaknya seseorang mewarisi harta warisan

dan tidak termasuk kedalam golongan ahli waris.

21H. Mukhlis Lubis,Ilmu Pembagian Waris, Pesantren Al-Manar, Medan, 2011, hal.1 22

Ibid 23

Ibid

(16)

G. Metode Penelitian

Penelitian (research) sesuai dengan tujuannya dapat di defenisikan sebagai

usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu

pengetahuan.25 Usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah

yang disebut dengan metodologi penelitian.26 Sebagai suatu penelitian yang ilmiah,

maka rangkaian kegiatan penelitian di awali dengan pengumpulan data hingga

analisis data yang dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian sebagai

berikut :

1. Sifat Penelitian

Rancangan tesis ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis.

Deskriptif maksudnya dari suatu penelitian diperoleh gambaran secara sistematis dan

rinci tentang permasalahan yang akan di teliti. Analisis maksudnya berdasarkan

gambaran, fakta yang diperoleh akan di analisis secara cermat bagaimana menjawab

permasalahan. Jadi deskriptif analitis maksudnya adalah untuk menggambarkan,

menjelaskan, dan menganalisis permasalahan dari setiap temuan data baik primer

maupun sekunder, langsung di olah dan di analisis untuk memperjelas data secara

kategoris, penyusunan secara sistematis, dan di kaji secara logis.27 Penelitian ini

merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan

25Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press, Malang, 2009, hal. 91

26

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yokyakarta, 1973, hal.5

(17)

pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala

hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.

2. Pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu penelitian hukum

doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan/studi dokumen yang ditujukan

pada peraturan hukum tertulis dan peraturan hukum lainnya. Penelitian ini dilakukan

melalui pendekatan yuridis normatif karena penelitian ini merupakan penelitian

kepustakaan atau penelitian dokumen yang ditujukan atau dilakukan hanya pada

peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, atau

dengan kata lain melihat hukum dari aspek normatif.

Dalam metode penelitian yuridis normatif tersebut akan menelaah secara

mendalam terhadap asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi,

dan pendapat para ahli hukum, serta memandang hukum secara komprehensif.

Artinya hukum bukan saja sebagai seperangkat kaidah yang bersifat normatif atau apa

yang menjadi teks undang-undang (law in book) melainkan juga melihat bagaimana

bekerjanya hukum (law in action).

Suatu penelitian juga dikatakan sebagai kegiatan ilmiah yang berkaitan

dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan

konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara-cara tertentu,

sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal

yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu. Dengan kata lain dalam penelitian

(18)

dikategorikan sebagai penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian inventarisasi

hukum positif, asas-asas, penemuan hukum in concreto, sistem hukum, dan

sinkronisasi hukum.28

3. Sumber Data

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, yaitu berasal dari

peraturan perundang-undangan, seperti : Kompilasi Hukum Islam,

Undang-undang nomor 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang-Undang-undang

nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama,

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti : buku, hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan

hukum, dan sebagainya.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus

hukum, majalah, makalah, ensiklopedi, dan sebagainya.

Disamping melakukan pengumpulan mengenai bahan hukum, juga

dikumpulkan data primer yang dilakukan peneliti dengan melakukan wawancara

(interview) dengan narasumber yaitu Hakim Pengadilan Agama Medan Bapak

Drs.H.M. Hidayat Nassery.

4. Alat Pengumpulan data

28

(19)

Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa

yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian

yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan

hasilnya, maka dalam penelitian ini akan dipergunakan alat pengumpulan data. Alat

pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan

wawancara.

a. Studi dokumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menghimpun data

dengan melakukan penelaahan bahan-bahan kepustakaan yang meliputi bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Langkah-langkah ditempuh untuk melakukan studi dokumen di maksud dimulai dari

studi dokumen terhadap bahan hukum primer, baru kemudian bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara

menghimpun data yang berasal dari kepustakaan, berupa buku-buku, jurnal

ilmiah, majalah-majalah, peraturan perundang-undangan yang ada

hubungannya dengan masalah yang diteliti serta tulisan-tulisan yang terkait

dengan penetapan ahli waris.

b. Wawancara dengan narasumber yang berhubungan dengan materi penelitian

ini. Dalam melakukan penelitian ini digunakan metode wawancara dengan

menggunakan pedoman wawancara (dept interview) secara langsung kepada

Hakim Pengadilan Agama Medan.

(20)

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema

dan dapat di rumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.29

Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh di lapangan

di analisa secara kualitatif yaitu untuk memperoleh gambaran tentang pokok

permasalahan dengan mengamati hal-hal yang khusus untuk kemudian ditarik

kesimpulan pada hal-hal yang umum. Selanjutnya hasil analisis disusun dengan

kalimat yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar

sesuai dengan masalah yang dibahas.

29

Referensi

Dokumen terkait

Asam lemak tersebut ditransportasikan oleh albumin ke jaringan yang memerlukan dan disebut sebagai asam lemak bebas (free fatty acid/ FFA) Secara ringkas, hasil akhir dari

Aida Fitria Fathimah Azzahra , 2019, dengan judul: Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengembangkan Religiusitas Peserta Didik pada Masa Religious Instability

Pada Terminal BBM Semarang Group mesin pompa produk yang sering breakdown, yang dapat membuat kerugian waktu pengiriman bahan bakar ke SPBU di Jawa Tengah dan

Berdasarkan pembahasan hasil sikap ba- hasa siswa kelas X GAC baik dari hasil kuesio- ner maupun hasil tulisan, diketahui pemertahan- an bahasa siswa kelas X GAC. Pemertahanan

Bahwa terhadap putusan tersebut, Termohon untuk selanjutnya disebut Pembanding telah mengajukan permohonan banding pada tanggal 20 September 2016 sebagaimana

This article summarizes aspects of a longer preliminary report prepared by members of this Workgroup. Six separate topics were addressed in the preliminary report: 1) environmental

Indeks Saham Syariah Indonesia adalah salah satu acuan bagi investor di pasar modal syariah dalam mengukur kinerja keseluruhan saham syariah di

untuk pengujian hipotesis tersebut maka dilakukan uji homogenitas data perbandingan komponen biomotor ditinjau dari presentase lemak tubuh atlet futsal AIM Mitra