TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian mesin hidrolik
Mesin hidrolik digunakan sebagai pemindah energi dari aliran fluida ke tempat lain
melalui pergerakan komponen – komponennya, dan sebaliknya, juga dapat digunakan untuk memindahkan energi dari suatu komponen menuju fluida. Pergerakan tersebut
berupa perpindahan dan perputaran. Selama terjadi pertukaran energi, energi hidrolik
tersebut diubah menjadi energi mekanik atau sebaliknya.
Gambar 2.1 Arah perubahan energi pada mesin hidrolik
Berdasarkan arah perubahan energi tersebut, mesin hidrolik terbagi atas 2 jenis,
yakni :
a. Pompa
Mesin hidrolik ini berfungsi mengubah energi mekanis menjadi energi
hidrolik pada fluida sehingga fluida tersebut dapat mengalir. Pompa dapat
digerakkan tanpa mesin (manual) maupun dengan mesin
b. Turbin Hidrolik
Turbin hidrolik adalah mesin hidrolik yang berfungsi mengubah energi
hidrolik dari aliran fluida menjadi energi mekanis melalui pergerakan
komponen – komponennya yang diakibatkan oleh aliran fluida (umumnya air) tersebut. Turbin digunakan sebagai penggerak utama sebuah komponen
Selain kedua jenis diatas, mesin hidrolik terbagi lagi menjadi 2 jenis berdasarkan
ada atau tidaknya cara pemampatan fluida :
a. Statis
Mampu memampatkan dan mengalirkan fluida secara mekanis, contohnya
ialah recripocating pump
b. Kinematik
Tidak memiliki sistem pemampatan, namun memiliki bagian yang dapat
berputar seperti impeller (pompa), rotor (kompresor) dan runner (turbin)
2.2 Pengertian turbin hidrolik
Selama terjadi perubahan energi hidrolik menjadi mekanis didalam sebuah turbin
hidrolik, juga terjadi perpindahan energi tersebut dari aliran fluida ke komponen – komponen lainnya. Perubahan energi tersebut dilakukan oleh runner yang berputar saat
aliran fluida menyentuhnya, sementara perpindahan energi ke komponen lain terjadi
melalui poros.
Gambar 2.2 Komponen turbin : A. poros dan B. runner[26]
Berdasarkan wujud energi hidrolik yang menggerakkan runnernya, turbin
dibagi atas 2 jenis :
a. Turbin impuls
Runner turbin impuls digerakkan oleh energi hidrolik yang telah diubah
seluruhnya menjadi energi kinetik melalui cara tertentu, misalnya
b. Turbin reaksi
Pada turbin reaksi, hanya sebagian energi hidrolik yang diubah menjadi
energi kinetik sehingga terdapat 2 komponen energi hidrolik yang
menggerakkan runner, yakni energi kinetik dan tekanan fluida. Setelah
menyentuh runner, tekanan fluida akan terus berkurang sehingga pada saat
aliran fluida berada di outlet bernilai :
1. lebih rendah dibanding tekanan atmosfer jika draft tube terpasang
2. sama dengan tekanan atmosfer jika tidak ada draft tube. Contoh turbin
ini ialah turbin Francis, turbin Kaplan dan turbin propeller
Selain turbin impuls dan reaksi, turbin dapat dibagi lagi menurut :
a. Arah aliran fluida terhadap runner
1. Turbin aliran radial
Aliran fluida pada inlet dan outlet berarah saling tegak lurus, contoh
turbin ini ialah turbin Francis desain lama
Gambar 2.3 Aliran radial
2. Turbin aliran aksial
Arah aliran fluida segaris dengan sumbu runner, baik pada inlet maupun
pada outlet, contoh turbin ini ialah turbin Kaplan dan propeller
3. Turbin aliran campuran
Aliran fluida bertipe radial dengan kemiringan tertentu pada inlet,
namun menjadi aksial saat berada di outlet, contoh turbin ini ialah turbin
Francis desain baru
Gambar 2.5 Aliran campuran
b. Nilai head
1. Turbin head rendah (3 – 30 m). Contoh : turbin Kaplan dan propeller 2. Turbin head menengah (3 – 500 m). Contoh : turbin Francis
3. Turbin head tinggi (>100 m). Contoh : turbin Pelton
c. Kecepatan spesifik
Kecepatan spesifik adalah bilangan tanpa dimensi yang digunakan untuk
menentukan karakteristik kecepatan putaran suatu turbin. Jenis - jenisnya
adalah :
1. Turbin berkecepatan spesifik rendah, misalnya turbin Pelton
2. Turbin berkecepatan spesifik menengah, misalnya turbin Francis
3. Turbin berkecepatan spesifik tinggi, misalnya turbin Kaplan dan
propeller
2.3 Pengertian runner
Runner adalah komponen turbin hidrolik yang digerakkan oleh aliran air. Fungsinya
ialah mengubah energi hidrolik menjadi energi mekanis berupa putaran. Perputaran
runner bergantung pada kecepatan aliran air dan bentuk runner tersebut, sementara
Runner adalah komponen turbin yang paling dominan karena fungsinya ini dan
bahkan seringkali disebut sebagai turbin itu sendiri. Efisiensi sebuah pembangkit listrik
hidrolik sangat dipengaruhi runner sehingga perancangan dan penempatannya harus
diperhitungkan secara seksama. Jika desain runner tidak cocok dengan aliran air, maka
daya listrik yang dihasilkan pembangkit listrik tersebut tidak akan memenuhi harapan.
Agar memiliki efisiensi yang diharapkan, suatu desain runner harus dapat
menyesuaikan diri sebaik – baiknya dengan aliran air yang mengenainya. Untuk menyelesaikan masalah ini, maka digunakan perhitungan yang disebut segitiga
kecepatan.
Melalui perhitungan segitiga kecepatan tersebut, dapat diketahui ukuran sudu
yang sesuai untuk suatu desain runner yang akan bekerja pada suatu aliran air. Segitiga
kecepatan berbeda – beda menurut jenis runner dan kondisi aliran airnya. Karena itulah sebelum menentukan jenis dan desain sebuah runner, desainer wajib mengetahui
kondisi aliran air seperti head dan debitnya.
Saat ini terdapat berbagai jenis runner yang dipakai pada pembangkit listrik
hidrolik, yakni :
a. Francis
Runner ini dikembangkan oleh James B. Francis di AS. Runner ini memiliki
jenis aliran radial, bertipe reaksi dan nilai head menengah. Kecepatan
putaran runner ini ditentukan oleh posisi guide vane yang terpasang
disekelilingnya. Pada perkembangannya, tipe aliran air runner ini berubah
menjadi aliran campuran.
b. Pelton
Sering juga disebut dengan nama Roda Pelton (Pelton Wheel), runner ini
dikembangkan oleh Lester Allan Pelton pada 1870. Karena digerakkan
oleh air yang ditembakkan oleh nosel, maka runner ini termasuk tipe
impuls, berbeda dengan kincir air yang digerakkan oleh aliran air alami
c. Propeller dan Kaplan
Runner propeller dan Kaplan adalah pengembangan dari runner Francis.
Runner propeller dan Kaplan memiliki tipe aliran aksial dan mampu
beroperasi pada head yang rendah, namun memerlukan kecepatan aliran air
yang tinggi. Sama seperti runner Francis, kecepatan putaran runner
propeller dan Kaplan dapat diubah dengan mengganti sudut kemiringan
guide vane. Jika terdapat mekanisme khusus yang mampu melakukan hal
demikian pada turbin dengan runner Kaplan (yang memiliki mekanisme
pengubah sudut sudu – sudunya), maka didapatkan sebuah sistem turbin yang fleksibel dengan aliran air sehingga resiko kehilangan daya akibat
pengurangan debit air dapat diminimalisir. Baik runner propeller maupun
Kaplan dapat dipasang vertikal atau horizontal (turbin bulb). Pada instalasi
horizontal, kerugian aliran (rugi head) dapat diminimalisir sebab pipa
spiral yang ada pada instalasi vertikal tidak dibutuhkan pada instalasi
horizontal
Gambar 2.7 Runner propeller dengan head 3 - 65 m [30]
2.4 Pengertian pengecoran logam
Pengecoran logam ialah cara produksi yang memiliki metode mengalirkan logam cair
mengeras sehingga diperoleh produk jadi. Pengecoran logam biasa digunakan untuk
mencetak benda – benda logam yang memiliki bentuk – bentuk rumit, dimana jika dikerjakan dengan pemesinanmembutuhkan waktu yang lama.
Gambar 2.8 Sebuah proses pengecoran logam besi [7]
Teknik pengecoran logam memungkinkan pembuatan paduan campuran (logam
dengan logam) dan paduan komposit (logam dengan nonlogam). Saat logam induk
berada dalam fasa cair, pencampuran material lainnnya dapat dilakukan asalkan suhu
peleburan cukup tinggi untuk melebur material yang akan dicampur.
Proses produksi pengecoran logam memiliki beberapa karakteristik yang
membuatnya berbeda dengan proses produksi lainnya. Karakteristik – karakteristik tersebut ialah sebagai berikut :
a. Bahan baku produk berupa logam yang telah dicairkan seluruhnya
b. Logam dicairkan dengan menggunakan tungku / tanur
c. Produk dibentuk dengan mengalirkan logam cair ke dalam cetakan yang
memiliki bentuk produk
d. Proses pengerjaan meliputi pencairan logam, pembuatan cetakan,
penuangan logam cair, pembongkaran cetakan, pembersihan produk dan
pemeriksaan
e. Cetakan dibentuk dengan menggunakan proses produksi yang lain, misalnya
pemesinan dan pengerjaan manual
Proses produksi dengan pengecoran logam, terutama yang menggunakan
cetakan pasir, telah menjadi proses produksi yang sangat umum dilakukan. Hal ini
didukung dengan kemampuan proses ini untuk membuat sebuah produk dalam waktu
yang singkat. Dengan kelebihan ini, sebuah produk berbentuk rumit dapat diselesaikan
dalam waktu yang lebih singkat jika dibandingkan dengan saat menggunakan proses
pemesinan.
Walaupun dengan keuntungan tersebut, proses – proses persiapan yang dibutuhkan untuk mengadakan proses pengecoran logam, misalnya proses pembuatan
cetakan dengan pemesian, memakan waktu yang lama tergantung pada kerumitan
bentuk produk yang harus dibuat.
Tungku peleburan untuk pengecoran logam memiliki jenis yang berbeda – beda menurut titik lebur / titik cair logam produknya. Titik lebur ini menunjukkan suhu yang
diperlukan untuk mengubah wujud padat logam menjadi cair, sehingga tungku yang
diperlukan harus mampu menghasilkan panas yang lebih tinggi dibanding titik ini agar
logam dapat mencair seluruhnya.
Penjiplakan dengan pengecoran logam dapat dilakukan dengan menggunakan
cetakan tidak permanen dengan cara menggunakan produk yang telah ada sebagai pola
untuk membuat cetakannya. Baik cetakan tidak permanen maupun pola akan dibahas
pada sub-bab berikutnya.
Pengecoran logam telah dikenal selama berabad abad dan telah digunakan untuk
membuat perhiasan, perkakas rumah tangga, senjata dan lain sebagainya. Selama
perkembangannya, telah dikenal berbagai variasi pengecoran logam seperti sand
casting, lost wax casting dan plaster mold casting.
2.4.1 Sejarah pengecoran logam
Pengecoran logam tertua diduga berlangsung pada 3000 SM di India, Cina dan
Timur Tengah. Pada saat itu, perkakas dan senjata dari perunggu merupakan produk
pengecoran logam yang umum sehingga banyak yang tersisa hingga sekarang. Pada
abad ke 500 SM pengecoran besi telah berkembang di Cina.
Pada Zaman Besi awal, dapur peleburan (melting oven) dikembangkan dari
tanah liat, batu, lilin dan bahkan logam. Benda – benda yang diproduksi meliputi banyak jenis termasuk benda – benda berongga yang dibuat dengan menggunakan inti (core).
Pada abad Pertengahan, dokumentasi mengenai pengecoran logam semakin
jelas perinciannya. Dari dokumentasi tersebut disebutkan bahwa lilin dan tanah liat
menjadi material utama dalam pengecoran logam, sementara itu tungku crucible dan
api memungkinkan pembuatan campuran logam seng, timah dan tembaga.
Senjata api menjadi salah satu produk pengecoran besi yang pertama pada tahun
1400 M. Pada awalnya, pembuatan peluru masih menggunakan cetakan tanah liat,
kemudian penggunaan cetakan permanen yang terbuat dari besi tuang menjadi
berkembang pesat karena tingginya permintaan pasar. Pada tahun 1500 M, pipa yang
terbuat dari besi tuang mulai diproduksi bersama dengan oven, kompor dan bahkan
komponen air mancur.
Pada saat ini, proses pengecoran logam telah menjadi proses produksi yang
sering dilakukan, bahkan material – material non logam juga telah dikerjakan dengan teknik pengecoran. Salah satu faktor utama yang menunjang hal ini ialah
pengerjaannya yang relatif singkat dan murah dibanding dengan proses produksi
lainnya.
Berkat kemajuan teknologi pengecoran logam dan peleburan, paduan – paduan dengan multi komposisi dan material yang sebelumnya tidak dapat dilebur dapat
dikerjakan. Salah satu kemajuan tersebut ialah tungku induksi yang mampu
mencairkan logam dengan aliran listrik.
2.4.2 Faktor – faktor pengecoran logam
Berikut ini adalah faktor – faktor yang mempengaruhi suatu proses pengecoran logam :
a. Sifat – sifat logam dalam wujud cair, yakni : titik lebur, berat jenis, koefisien kekentalan kinematik, dan tegangan permukaan
Tabel 2.1 Nilai sifat – sifat beberapa jenis logam dalam wujud cair Bahan Titik
c. Bentuk dan ukuran produk. Pengaruhnya secara langsung diberikan oleh
bentuk rongga cetakan (mold cavity) berbentuk produk yang dibuat dengan
bantuan pola (cetakan tidak permanen) ataupun pemesinan dan pemahatan
(cetakan permanen)
d. Jenis cetakan : permanen atau tidak permanen. Jenis bahan baku cetakan dan
cara pembuatannya juga ikut memberikan pengaruh
e. Bagian – bagian cetakan yang dimiliki, misalnya riser dan saluran turun
(downsprue). Bentuk dan ukuran saluran – saluran tersebut juga
memberikan pengaruh. Tabel 2.2 berikut menunjukkan hubungan ukuran
Tabel 2.2 Hubungan ukuran diameter saluran turun dengan berat tuang
membuat perbedaan pada lamanya waktu peleburan hingga jenis
tungku peleburan yang diperlukan diantara jenis – jenis logam tersebut. Titik lebur tersebut juga membuat perbedaan pada suhu
penuangan
g. Perlakuan khusus, misalnya pemberian bagian penambah pada
rongga cetak produk
2.4.3 Pelaksanaan pengecoran logam
Pelaksanaan pengecoran logam meliputi : membuat cetakan, peleburan logam,
penuangan, pembekuan logam cair, pembongkaran cetakan, pembersihan produk dan
pemeriksaan. Dalam banyak kasus, pengecoran diikuti dengan proses finishing untuk
membuang bagian permukaan produk yang cacat.
Pelaksanaan sebuah proses pengecoran secara umum dapat dilihat dalam
Gambar 2.10 Diagram alir proses pengecoran logam
2.4.4 Bahan baku pengecoran logam
Bahan baku logam untuk pengecoran dibagi menjadi 5 :
a. Besi tuang (cast iron)
Besi tuang adalah paduan besi yang mengandung karbon, silisium, mangan,
fosfor dan belerang.
Gambar 2.11 Berikut menunjukkan sebuah diagram fasa besi karbon
menurut persentase berat karbon : Mulai
Peleburan logam
Pembekuan logam cair Penuangan
Pembongkaran cetakan
Pembersihan produk
Pemeriksaan produk
Finishing Pembuatan cetakan
Gambar 2.11 Diagram fasa besi menurut jumlah persen karbonnya [23]
Besi memiliki struktur – struktur penyusun yang disebut alotrofi. Jenis – jenis alotrofi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
i. Ferrite (besi α)
Merupakan struktur fasa yang memberikan sifat liat dan magnetis pada
besi. Ferit terbentuk pada suhu dibawah 912 oC melalui pendinginan austenit yang lambat. Ferit memiliki nilai kekerasan 70 – 100 BHN
(Brinell Hardness Number). Memiliki struktur body - centered cubic
ii. Austenit (besi γ)
Terbentuk dibawah suhu 1394 oC. Memberikan sifat liat, namun dapat memisahkan karbon. Berstruktur face - centered cubic
iii. Besi delta (δ)
Fasa ini terbentuk ketika suhu pembekuan logam cair mencapai angka
iv. Besi karbida (sementit)
Struktur fasa ini merupakan senyawa karbon (6,67 %) dan besi (93,3 %)
dengan struktur kimia Fe3C. Sementit bersifat keras dengan nilai kekerasan 65 – 68 RHN (Rockwell Hardness Number), namun juga menambah kerapuhan pada besi. Besi karbida banyak digunakan sebagai
bahan paduan pahat HSS (high speed steel) karena ketahanan ausnya
Gambar 2.12 Kiri ke kanan : body centered cubic[9] dan face centered
cubic[10]. Panah menunjukkan titik kisi (lattice point)
Besi tuang memiliki 6 jenis : besi tuang kelabu, besi tuang tempa, besi tuang
bergrafit bulat, besi tuang dicil, besi tuang mutu tinggi dan besi tuang kelabu
paduan.
Besi tuang kelabu memiliki warna keabuan dan memiliki struktur mikro
berupa ferrite ataupun perlit dan serpihan karbon getas. Besi tuang ini
memiliki kekuatan tensil 10-30 kgf/mm2, namun bersifat agak getas. Titik leburnya mencapai 1200 oC dan memiliki kemampuan cor yang baik sehingga banyak dipakai sebagai bahan baku pengecoran.
Besi tuang tempa terbuat dari besi tuang putih yang dilunakkan didalam
tanur dalam waktu lama. Warna putih tersebut diberikan oleh struktur
sementit. Melalui proses penempaan, sifat rapuh yang diberikan sementit
berubah menjadi liat.
Besi tuang kelabu paduan memiliki unsur – unsur paduan (seperti krom, nikel, molibdenum, vanadium, titanium dan sebagainya) dan grafit. Secara
Besi tuang bergrafit bulat dibuat dengan memadukan magnesium, kalsium
atau serium kedalam cairan logam sehingga grafit bulat akan mengendap.
Besi tuang ini memiliki kekuatan, keuletan, ketahanan aus dan ketahanan
panas yang lebih baik dibanding besi tuang kelabu.
Besi tuang cil merupakan besi tuang putih yang bagian dalamnya terdiri dari
struktur dengan endapan grafit. Keuletan dan ketahanan aus permukaannya
sangat baik.
Besi tuang mutu tinggi mengandung lebih sedikit karbon dan silikon serta
ukuran grafit bebasnya lebih kecil dibanding besi tuang kelabu sehingga
memiliki kekuatan tensil 30-50 kgf/mm2.
Besi tuang digunakan untuk membuat komponen – komponen berikut : i. Komponen mobil : blok silinder, tutup silinder, poros engkol
ii. Mesin perkakas : meja, pegangan, kursi
iii. Komponen mesin : katup, sambungan pipa, kopling, roda gigi
iv. Mesin hidrolik : runner turbin, pompa, rumah pengalir
v. Mesin listrik : rumah motor, rangka motor
vi. Mesin cetak, pipa dan sebagainya
b. Baja tuang (cast steel)
Baja tuang terdiri atas baja karbon dan baja paduan. Baja karbon terdiri atas
baja karbon rendah (C < 0,2 %), baja karbon menengah (C = 0,2 – 0,5 %) dan baja karbon tinggi (C > 0,5 %). Kadar karbon yang rendah menyebabkan
kekuatan (strength) rendah, perpanjangan (elongation) yang tinggi, harga
bentur yang tinggi dan kemampuan las yang baik. Baja tuang memiliki sifat
getas jika tidak mendapat perlakuan panas (heat treatment) sehingga
memerlukan pelunakan untuk membuatnya menjadi ulet.
Baja tuang memiliki titik lebur berkisar pada 1500 oC dan sifat mampu cor yang lebih buruk dibanding besi tuang. Walaupun begitu, baja tuang lebih
Untuk memperbaiki sifatnya, baja tuang dapat dicampur dengan paduan – paduan seperti khrom, molybdenum, vanadium dan lain lain. Salah satu
perbaikan sifat yang sering diinginkan adalah ketahanan karat.
Baja tuang digunakan untuk membuat komponen – komponen berikut : i. Bagian – bagian mesin yang harus tahan lama
ii. Bagian kereta api : rangka, kopling
iii. Mesin pemindah bahan : backhoe, forklift, crane
iv. Mesin hidrolik : runner turbin, poros generator, pompa
v. Bagian kapal : kerangka, rudder, lambung
vi. Mesin pertambangan : mata bor
c. Paduan tembaga
Paduan tembaga digolongkan atas : perunggu, kuningan, perunggu
aluminium dan sebagainya.
Perunggu adalah paduan tembaga dan timah. Titik leburnya mencapai 1000
oC dan kemampuan cornya hampir sama baiknya dengan besi tuang. Sifat
tahan karat dan tahan ausnya baik sehingga cocok dipakai pada bagian – bagian mesin. Perunggu dibagi menjadi 2 macam : perunggu fosfor yang
ketahanan ausnya diperbaiki penambahan fosfor, dan perunggu timbal yang
cocok sebagai bahan bantalan.
Kuningan merupakan perpaduan tembaga (cuprum / Cu) dan seng (zinc /
Zn). Logam ini dapat dilebur dengan tungku krus (crucible) dan tungku
induksi frekuensi rendah. Menurut Ir. Tata Surdia dan Dr. Kenji Chijiiwa,
titik lebur kuningan menurut 3 jenis persen paduan umum tercantum pada
Tabel 2.3 berikut :
Tabel 2.3 Titik lebur dari 3 jenis persen paduan kuningan
Persen paduan (Cu / Zn) Titik lebur (oC)
85 % / 15 % 1150 – 1200
70 % / 30 % 1080 – 1130
60 % / 40 % 1030 – 1080
Sementara diagram fasa berikut menunjukkan titik titik lebur logam
kuningan menurut persen Zn :
Gambar 2.13 Diagram fasa kuningan menurut persen Zn [19]. Garis merah menunjukkan titik pembekuan (Cu 60% / Zn 40%)
Kuningan memiliki alotrofi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13
diatas :
i. Kuningan alpha (α)
Memiliki kandungan seng sebesar < 35 %. Bersifat mampu tempa dan
dapat dikerjakan dingin (cold working)
ii. Kuningan alpha + beta (α+β)
Kandungan seng berkisar 35 % - 45 %. Sering disebut kuningan duplex.
Bersifat lebih keras dibanding kuningan alpha, karenanya biasa
dikerjakan panas (hot working)
iii. Kuningan beta (β)
Kandungan seng 45 % - 50 %. Bersifat lebih keras dibanding kedua jenis
sebelumnya sehingga hanya bisa dikerjakan panas. Cocok untuk
pengecoran logam
iv. Kuningan putih
Kandungan seng > 50 %. Bersifat terlalu rapuh untuk dapat digunakan
Semakin besar kandungan tembaganya, maka warna kuningan tersebut
semakin kemerahan.
Kuningan dengan kekuatan tinggi mampu dihasilkan melalui perpaduan
tembaga, aluminium, besi mangan, nikel dan sebagainya. Namun,
perpaduan ini memerlukan peleburan dengan tungku krus atau tungku nyala
api berbahan bakar minyak kasar atau arang.
Kuningan memiliki sifat mampu tempa yang lebih baik dibanding perunggu.
Sifat liatnya membuat kemampuan mengalirnya sangat baik saat dalam
wujud cair yang akhirnya membuat sifat mampu cornya bagus.
Kuningan tidak memiliki sifat feromagnetis (sifat material yang
mengakibatkan material tersebut mudah berinteraksi dengan sifat magnetis
disekitarnya) sehingga ketika didaur ulang, zat pengotor besi dapat
disingkirkan dengan menempatkan magnet yang kuat disekitar kuningan
yang hendak didaur ulang.
Sifat tahan korosi dan kekuatan kuningan dapat ditingkatkan dengan
penambahan aluminium. Dalam meningkatkan ketahanan korosi, aluminium
tersebut menciptakan lapisan aluminium oksida (Al2O3) yang keras di permukaan kuningan. Lapisan ini tipis, transparan dan mampu memperbaiki
diri sendiri (self healing). Ketahanan korosi dari air laut dapat diperoleh
melalui penambahan timah.
Aluminium perunggu merupakan logam paduan yang memiliki sifat – sifat ketahanan aus dan korosi yang baik.
i. Bagian mesin : bantalan, rumah katup, busi
ii. Mesin hidrolik : pompa, runner turbin
iii. Bagian kapal : propeller
d. Paduan ringan
Logam paduan ringan terdiri atas paduan aluminium, magnesium, silikon
dan sebagainya dengan karakteristik umum berupa berat yang tergolong
ringan.
Perpaduan aluminium silikon (dinamakan silumin) dimaksudkan untuk
meningkatkan kekerasan aluminium. Gambar 2.14 berikut menunjukkan
diagram fasa silumin :
Gambar 2.14 Diagram fasa silumin [16]
Pada diagram diatas terdapat titik eutektik (panah merah), yakni suhu
pembekuan paduan (dalam hal ini aluminium dan silikon) yang paling
rendah dibanding dengan suhu pembekuan pada persen berat komposisi
Paduan aluminium silikon memiliki aplikasi yang luas dalam industri.
Salah satu produk aluminium silikon ialah kemasan kaleng untuk makanan
sehingga kebutuhan akan paduan ini cukup tinggi.
Aluminium merupakan logam yang memiliki sifat mekanis dan mampu cor
yang buruk, sehingga perlu diperbaiki dengan penambahan paduan seperti
silikon, magnesium, tembaga dan lain – lain. Secara umum, aluminium paduan memiliki sifat penghantar panas yang baik serta beratnya yang
ringan.
Paduan ringan digunakan untuk membuat komponen – komponen berikut : i. Bagian pesawat terbang : propeller, sayap, body, ekor
ii. Perkakas rumah tangga : piring, gelas, sendok
iii. Bagian kapal : propeller
e. Paduan lain
Contoh – contoh paduan ini ialah monel yang merupakan paduan nikel dan tembaga, serta hasteloy yang mengandung molibdenum, khrom dan silikon.
Selain keduanya, terdapat juga paduan timah, tembaga dan stibium.
2.4.5 Cetakan (mold)
Cetakan adalah komponen pengecoran logam yang berfungsi sebagai pemberi
bentuk produk pada logam cair. Berkat kemampuan mengalirnya, logam cair yang
memasuki cetakan akan menyebar memenuhi rongga cetakan (mold cavity) yang
memiliki bentuk produk. Proses pembekuan menyebabkan logam cair mengeras
sehingga bentuknya didalam rongga cetakan dapat dipertahankan.
Cetakan untuk pengecoran logam biasanya terdiri dari 2 bagian yang disebut
cope dan drag. Kedua bagian ini masing – masing memiliki sebagian dari bentuk rongga cetakan, dan keduanya harus disatukan saat penuangan berlangsung dan dibiarkan
demikian hingga logam cair membeku dan menjadi produk. Setelah logam cair
membeku, keduanya dipisahkan untuk mengeluarkan produk. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa cetakan dibuat demikian untuk mempermudah pengeluaran produk
Selain elemen – elemen diatas, sebuah cetakan juga memiliki saluran – saluran untuk mengalirkan logam cair ke dalam rongga cetakan. Berikut ini adalah beberapa
elemen yang dapat dimiliki oleh sebuah cetakan :
a. Pouring cup : lubang tempat memasukkan logam cair
b. Riser : tempat penampungan logam cair, digunakan
untuk memastikan bahwa seluruh mold cavity
terisi logam cair
c. Mold Cavity : rongga cetakan berbentuk pola produk
d. Cope : bagian atas cetakan
e. Core : bagian pembentuk rongga produk
f. Flask : pembungkus cetakan
g. Drag : bagian alas cetakan
h. Gating system : saluran masuk menuju mold cavity
i. Runner : saluran menuju riser dan mold cavity
j. Downsprue : saluran turun menuju runner
Gambar 2.15 Bagian – bagian cetakan
Berdasarkan ketahanan cetakannya, pengecoran logam dibedakan menjadi 2
a. Cetakan permanen
Cetakan ini tidak mudah rusak karena terbuat dari bahan – bahan yang keras seperti logam, namun bahan tersebut harus memiliki titik lebur yang lebih
tinggi dibanding titik lebur logam cair yang akan memasukinya agar tidak
ikut melebur bersama logam cair tersebut. Pembuatan cetakan permanen
umunya dilakukan dengan proses pemesinan. Material logam yang umum
dicor dengan cetakan ini ialah campuran aluminium, magnesium dan
tembaga. Contoh – contoh proses pengecoran dengan cetakan permanen ialah die casting, centrifugal casting, semi-solid metal casting dan
continuous casting. Kelebihan cetakan permanen secara umum adalah
sebagai berikut :
i. Karena ketahanannya, mampu digunakan berulang – ulang ii. Permukaan produk halus dan keakurasiannya relatif tinggi
iii. Cocok untuk produksi massal karena cetakan dapat dipakai berulang
iv. Waktu produksi untuk sebuah produk relatif singkat
Gambar 2.16 Sebuah cetakan permanen untuk produk aluminium
Kelemahan cetakan tidak permanen secara adalah sebagai berikut :
i. Tidak ekonomis untuk dipakai pada produksi yang berjumlah sedikit
karena pembuatan cetakannya memerlukan waktu dan biaya yang tidak
sedikit
ii. Logam cair yang dapat digunakan dibatasi oleh titik lebur bahan cetakan,
misalnya baja tuang tidak dapat dicor dengan cetakan yang terbuat dari
besi tuang
b. Cetakan tidak permanen
Cetakan tidak permanen dibuat dari bahan – bahan lunak seperti pasir, plastik dan lilin yang dicampur dengan bahan perekat sehingga mampu
mempertahankan bentuknya. Cetakan ini harus dirusak untuk mengambil
produk yang telah dicor sehingga tidak bisa digunakan berulang – ulang. Cetakan tidak permanen dibentuk dengan menggunakan pola (pattern) yang
dibentuk dengan proses pemesinan dan proses lainnya. Contoh proses
pengecoran dengan cetakan tidak permanen ialah sand casting (cetakan
berbahan pasir), plaster mold casting (cetakan berbahan plaster), investment
casting dan shell molding.
Kelebihan cetakan tidak permanen secara umum ialah :
i. Kerusakan dapat diperbaiki dalam waktu relatif singkat
ii. Tergolong ekonomis untuk produksi yang sedikit
iii. Pembuatan memerlukan waktu yang singkat dan pengerjaan yang tidak
sesulit pemesinan
Kelemahan cetakan tidak permanen secara umum ialah :
i. Tidak cocok untuk produksi massal karena cetakan tersebut hancur saat
produk yang selesai dicor diambil sehingga harus dibuat kembali
ii. Karena mudah rusak, penempatan dan pemindahan harus dilakukan hati
- hati
iii. Hanya mampu membuat 1 buah produk
2.4.6 Sand casting
Sand casting ialah proses pengecoran dengan cetakan tidak permanen yang
menggunakan pasir sebagai material utama pembuat cetakannya. Sand casting
merupakan proses pengecoran logam yang dapat dijumpai dalam skala industri
rumahan, hal ini didukung dengan persiapan dan pelaksanaan pengerjaannya yang
murah dan sederhana.
Pada sand casting, proses pengerjaan diawali dengan pembuatan pola. Pola
pasir cetak (foundry sand). Selanjutnya, cetakan yang telah dibuat tersebut dapat
dilengkapi dengan saluran – saluran logam cair seperti downsprue dan riser.
Sebuah pasir cetak harus memiliki kriteria – kriteria berikut agar dapat digunakan sebagai bahan pembuat cetakan :
a. Memiliki permeabilitas (kemampuan melalukan gas) keluar cetakan yang
memadai sehingga gas tidak terperangkap didalam cetakan saat logam cair
dialirkan kedalamnya. Permeabilitas didapatkan melalui uji permeabilitas
terhadap pasir cetak tersebut
b. Memiliki sifat mudah dibentuk dan mampu mempertahankan bentuk
tersebut
c. Memiliki kehalusan butiran yang seimbang. Jika butiran halus maka dapat
menciptakan permukaan produk yang halus. Namun butiran yang terlalu
halus juga menurunkan permeabilitas cetakan. Ukuran butiran didapatkan
melalui uji distribusi besar butiran terhadap pasir cetak tersebut
d. Mampu dipakai kembali dan mudah didapatkan
e. Komposisi pasir dengan bahan pengikat harus sesuai takaran agar pasir
tersebut tidak terlalu liat ataupun tidak terlalu mudah rusak. Komposisi ini
bergantung pada metode pengecorannya : cetakan basah (metode green
sand) atau cetakan kering (metode air set)
f. Memiliki ketahanan panas yang baik terhadap suhu penuangan logam cair.
Ketahanan panas ini ditunjukkan oleh suhu titik penyatuan (fusion point)
pada pasir tersebut, namun suhu ini dapat bernilai lebih kecil karena adanya
zat pengotor yang tercampur pada pasir cetak tersebut. Titik penyatuan tiap
Tabel 2.4 Suhu – suhu penuangan beberapa jenis logam Jenis Logam Cair Suhu Penuangan (oC)
Paduan ringan 650 – 750
Perunggu 1100 – 1250
Kuningan 950 – 1100
Besi tuang 1250 – 1450 Baja tuang 1500 – 1550
(Sumber : Lit. 39 Hal : 109 )
Jenis – jenis pasir yang dapat digunakan sebagai pasir cetak adalah sebagai berikut :
a. Silika (kuarsa)
Gambar 2.17 Pasir kuarsa saringan 420 mikron
Pasir silika (SiO2) dapat diperoleh di daerah pantai dan aliran sungai ataupun dengan memecah batu kuarsa. Pasir silika hasil pemecahan batu kuarsa
memiliki zat pengotor yang lebih sedikit (dengan persentase SiO2 mencapai 95 %) dibanding dengan pasir silika yang diambil dari alam. Silika murni
memiliki suhu titik penyatuan (fusion point) dapat mencapai 1760 oC. Untuk pengecoran baja diperlukan paling sedikit 98 % silika murni, sementara
untuk logam non – ferrous diperlukan 94 % - 98 %. Semakin tinggi titik
lebur logam cair, maka semakin besar persentase silika murni yang
diperlukan. Kelebihan pasir ini adalah jumlahnya banyak dan mudah
didapatkan. Sementara pasir ini memiliki kelemahan sebagai berikut :
i. Ekspansi termal tinggi sehingga berpotensi menimbulkan cacat pada
ii. Konduktivitas termal rendah sehingga berpotensi menimbulkan cacat
produk
iii. Pada logam – logam dasar rentan terjadi cacat b. Olivine
Gambar 2.18 Pasir olivine [18]
Merupakan gabungan antara ortosilikat besi dengan ortosilikat magnesium yang
membentuk (Mg,Fe)2SiO4. Pasir ini tidak memiliki unsur silika.
Kelebihan :
i. Dapat digunakan pada produk bermaterial logam dasar
ii. Konduktivitas termal dan titik penyatuan yang tinggi
iii. Nilai ekspansi termal rendah
iv. Dari segi kesehatan, lebih aman dibanding silika
Kelemahan :
i. Berada di lapisan bawah permukaan Bumi sehingga memerlukan penggalian
untuk memperolehnya
ii. Cepat lapuk ketika berada di permukaan Bumi
c. Chromite
Pasir ini merupakan bentuk oksida dari besi dan krom yang membentuk
FeCr2O4. Selain sebagai pasir cetak, chromite juga digunakan sebagai bahan paduan untuk membuat baja tahan karat (stainless steel) dan baja pahat (tool
steel)
Kelebihan :
i. Memiliki sedikit silika sehingga kelemahan – kelemahan yang dimiliki silika bernilai minimum
ii. Titik penyatuan tinggi (1850 °C)
iii. Konduktivitas termal sangat tinggi
Kelemahan pasir ini adalah bernilai tinggi sehingga lebih cocok digunakan pada
pembuatan baja paduan yang bernilai tinggi
d. Zircon
Gambar 2.20 Pasir zircon [29]
Pasir zircon merupakan senyawa dari 2/3 zircon oksida (Zr2O) dan 1/3 silika. Suhu penyatuan pasir ini merupakan yang tertinggi diantara jenis – jenis pasir cetak lainnya, yakni mencapai 2600 oC. Pasir zircon memiliki kelebihan - kelebihan yang membuatnya cocok dipakai untuk mengerjakan logam – logam paduan bernilai tinggi, selain itu pasir ini juga dapat digunakan sebagai mold
wash, yakni pelapis rongga cetakan yang berfungsi meningkatkan kehalusan
permukaan produk
Kelebihan :
i. Dapat mencetak logam dengan suhu penuangan sangat tinggi seperti baja
ii. Ekspansi termal sangat rendah
iii. Konduktivitas termal sangat tinggi
Kelemahan pasir ini ialah mahal dan sulit diperoleh
e. Chamotte (grog / pasir api)
Gambar 2.21 Pasir chamotte [35]
Pasir ini juga digunakan sebagai bahan pembuatan keramik. Pembuatan
chamotte dilakukan dengan proses kalkinasi (heat treatment dengan
penggunaan oksigen) terhadap tanah liat merah (Al2O3-SiO2) diatas 1100 oC. Pasir charmotte mengandung alumina dan silika masing – masing mencapai 40 % dan 30 %. Suhu penyatuannya mencapai 1750 oC. Pasir ini banyak digunakan untuk membuat produk baja berukuran besar
Kelebihan :
i. Relatif murah
ii. Ekspansi termal cukup rendah
Kelemahan pasir ini adalah butirannya kasar sehingga membuat permukaan
produk tidak rata
Untuk membuat pasir cetak mampu mempertahankan bentuknya atau agar tidak
a. Campuran air dan lempung
Tanah lempung (clay) seperti kaolinite, ilite, monmorilonite dan bentonite
dapat dipakai sebagai perekat. Jika ditambah air, maka campuran pasir cetak
tersebut menjadi pasta liat. Bentonite yang memiliki unsur utama
monmorilonite (Al2O3.4SiO2.H2O) merupakan lempung yang banyak dipakai sebagai bahan pengikat
Gambar 2.22 Bentonite
b. Minyak
Misalnya minyak ikan, minyak biji rami dan minyak kedelai. Minyak
tersebut dicampurkan ke pasir cetak sebanyak 1,5 – 3 % setelah dipanggang hingga 200 – 250 oC. Bahan pengikat ini tidak menyerap air sehingga mudah dibongkar setelah pengecoran selesai. Ketahanan campuran ini terhadap
suhu tinggi tidak memadai, namun dapat diperbaiki dengan menambahkan
bentonite dan tepung kanji
c. Resin
Resin dapat diperoleh secara alami ataupun sintetis. Pengikat ini dapat
diperbaiki sifatnya dengan mencampurkan bahan – bahan aditif. Keuntungan lainnya ialah mampu dihancurkan dengan baik (good
collapsibility) dan menghasilkan permukaan produk yang baik. Resin yang
umum dipakai ialah urea formaldehid (UF), fenol formaldehid (PF) dan
Gambar 2.23 Resin Fenol Formaldehid
d. Sodium silikat
Merupakan perekat kekuatan tinggi yang digunakan bersama pasir silika.
Keuntungannya ialah mampu dipakai pada suhu kamar dan cepat disiapkan
Untuk meningkatkan kualitas pengecoran, dapat ditambahkan zat -zat aditif.
Zat – zat tersebut terbagi menurut kegunaan – kegunaan berikut : a. Mengurangi kadar air
Memiliki takaran hingga 5 %. Bertujuan untuk meningkatkan kehalusan
permukaan produk dan mencegah penetrasi logam cair kedalam pasir cetak.
Zat aditif ini menciptakan lapisan gas di permukaan rongga cetakan yang
mencegah logam cair melekat dengan rongga cetakan tersebut. Contoh zat
ini : tepung batu bara, minyak bahan bakar dan ter
b. Sebagai pelindung terhadap suhu tinggi
Memiliki takaran hingga 3 %. Bertujuan untuk mengurangi cacat yang
ditimbulkan panas tinggi seperti hot crack dan hot tear
c. Meningkatkan kekuatan pasir cetak saat kering
Aditif untuk kegunaan ini sering disebut Pengikat sereal (cereal binder).
Bertakaran hingga 2 %. Contohnya ialah pati dan alkali sulfit. Zat ini juga
berfungsi meningkatkan kehalusan permukaan produk dan memperbaiki
sifat collapsibility pasir cetak. Namun, zat ini termasuk mahal
d. Mencegah kerusakan cetakan saat penuangan
Memiliki takaran hingga 2 %. Bubuk besi oksida dapat mencegah keretakan
cetakan dan penetrasi logam cair. Namun, zat ini juga sangat mengurangi
permeabilitas pasir cetak
Selain zat pengikat dan zat aditif, pasir cetak juga sering dicampur senyawa
pemisah (parting compound). Fungsi senyawa pemisah ialah mempermudah
pengambilan pola dari cetakan pada proses pembuatan cetakan. Zat ini, baik berupa cair
maupun bubuk, diberikan ke permukaan pola sebelum pembuatan cetakan berlangsung.
Contoh senyawa ini ialah grafit dan silika kering yang berwujud bubuk, sementara yang
berwujud cair adalah minyak mineral dan silikon cair
Dalam sand casting, pembuatan cetakan pasir secara garis besar terdiri atas 2
metode yang dibedakan menurut ada tidaknya kandungan air : cetakan basah (green
sand) dan cetakan kering (air set). Kedua jenis metode tersebut dijabarkan sebagai
berikut :
a. Cetakan basah (green sand)
Metode ini menggunakan air dan lempung sebagai campuran bahan perekat.
Cetakan dengan metode ini dibuat saat pasir cetaknya dalam keadaan basah
dan kemudian dikeringkan sebelum penuangan dimulai. Pengeringan dapat
dilakukan dengan penyemburan api terhadap rongga cetak. Proses green
sand memiliki berbagai macam komposisi, namun secara umum komposisi
tersebut adalah sebagai berikut :
i. Lempung : 5 % - 10 %
ii. Air : 2 % - 4 %
iii. Pasir cetak : 75 % - 85 %
Kadar air dan kadar pengikat sangat mempengaruhi sifat – sifat cetakan. Hal ini ditunjukkan melalui grafik pada Gambar 2.25 berikut :
Gambar 2.25 Grafik hubungan pengaruh kadar lempung dan kadar air [39]
Berpatokan dengan salah satu kurva permeabilitas kadar lempung,
peningkatan kadar air akan meningkatkan permeabilitasnya hingga
mencapai titik maksimum yang ada pada kurva permeabilitas kadar lempung
tersebut. Selanjutnya permeabilitas terus menurun jika kadar air semakin
bertambah. Sementara itu, kadar lempung yang rendah membantu
meningkatkan permeabilitas. Hal yang sama juga berlaku pada kekuatan
tekan pasir cetak saat masih basah. Kekuatan tekan menunjukkan ketahanan
pasir cetak terhadap gaya tekan, misalnya dari logam cair. Namun pada saat
kering kekuatan tekan tersebut terus meningkat seiring dengan pertambahan
kadar air dan kadar lempung. Grafik pada Gambar 2.26 di bawah
menunjukkan pengaruh kadar air dengan lempung bentonit. Sama dengan
grafik sebelumnya, peningkatan kadar air menyebabkan permeabilitas dan
kekuatan pasir cetak saat basah terus meningkat, namun terus menurun
setelah melewati maksimum. Sementara kekuatan pasir cetak saat kering
Gambar 2.26 Grafik hubungan pengaruh kadar bentonit dan kadar air [39]
b. Cetakan kering (air set)
Metode ini menggunakan bahan perekat selain lempung, misalnya zat
adhesif. Karena tidak mengandung lempung, maka pasir cetak tidak perlu
dicampur dengan air. Terdapat 2 jenis cetakan pasir kering :
i. Cetakan kering alami, dengan menggunakan pasir sungai
ii. Cetakan kering sintetis, dengan menggunakan pasir danau
Sekalipun mampu mempertahankan bentuknya, cetakan pasir tetaplah rapuh
sehingga mudah rusak terutama saat pembukaan dan penutupan cetakan. Karenanya,
cetakan pasir lazim ditempatkan di dalam sebuah tempat penyimpanan yang disebut
flask. Flask terbuat dari kayu dan logam. Secara umum, flask kayu lebih banyak dipakai
karena ekonomis.
Flask dibuat dengan ukuran yang mampu membungkus seluruh bagian cetakan.
Sama halnya dengan cetakan, flask dibagi menjadi 2 bagian yang disatukan saat
Gambar 2.27 Sekumpulan kotak flask[25]
Pembuatan cetakan pasir sangat bergantung pada pola (pattern). Sebuah pola
yang kuat dapat dipakai untuk menyiapkan beberapa cetakan untuk produk yang sama.
Gambar 2.28 Pola berbahan kayu (kiri) dan produk yang dijadikan pola (kanan)
Pola terbuat dari bahan yang mampu mempertahankan bentuknya seperti lilin,
kayu, plastik keras dan bahkan logam. Untuk yang berbahan logam, sering dipakai
komponen – komponen hasil produksi sebelumnya sebagai pola, dengan demikian sama dengan menjiplak komponen – komponen tersebut.
Pola dapat dibentuk melalui teknik produksi lainnya seperti pemesinan dan
pemahatan secara manual. Setelah digunakan, pola ada yang dapat diambil kembali dan
ada yang tidak dapat diambil kembali menurut sifat pengecorannya.
Pada beberapa proses pengecoran terdapat pola yang dilengkapi dengan bagian
Gambar 2.29 Skema pola yang dilengkapi dengan saluran dan riser[17]
2.4.7 Inti (core)
Untuk menciptakan rongga pada produk, digunakan inti. Inti merupakan bagian
cetakan yang memiliki bentuk rongga produk. Saat penuangan, inti yang menempati
daerah yang diinginkan berongga akan dikelilingi oleh logam cair yang kemudian mulai
membeku. Sebelum pembekuan selesai, inti disingkirkan dari mold cavity sehingga
didapatkan rongga yang sesuai bentuk inti pada produk.
Pembuatan inti biasanya dilakukan bersama dengan pembuatan pola. Namun,
karena harus menyentuh logam cair yang panas saat penuangan, maka inti harus terbuat
dari bahan – bahan yang tahan terhadap suhu logam cair tersebut.
2.4.8 Pembekuan logam
Logam cair mulai mengalami proses pembekuan dengan kecepatan tertentu
saat diambil dari tungku peleburan. Kecepatan pembekuan tersebut berbeda – beda menurut jenis logam cair yang telah dilebur.
Pembekuan bahan coran / logam cair dimulai dari bagian yang bersentuhan
dengan permukaan mold cavity (bagian luar), dimana panas yang ada dari logam cair
Kemudian, pembekuan menjalar kebagian dalam logam cair seiring dengan
perpindahan panas ke mold cavity tadi sehingga menyebabkan inti kristal berkembang
kearah dalam logam cair tersebut.
Karena posisinya tersebut, bagian dalam logam cair memiliki laju pembekuan
yang lebih lambat dibanding bagian luarnya sehingga perkembangan kristal tersebut
membentuk struktur panjang yang disebut struktur kolom. Struktur ini mudah terlihat
jika ada perbedaan suhu yang besar pada cetakan dan bagian dalam logam cair,
misalnya dengan cetakan logam. Sebaliknya, struktur ini sulit diamati pada cetakan
pasir yang menghasilkan perbedaan suhu yang rendah.
Lamanya proses pembekuan dinyatakan dalam selisih antara suhu pembekuan
dimulai dan suhu pembekuan selesai. Kehalusan permukaan produk dipengaruhi oleh
besarnya selisih tersebut. Semakin kecil selisih tersebut maka permukaan produk
semakin halus dan sebaliknya permukaan yang kasar diakibatnkan oleh selisih suhu
pendinginan yang besar.
Logam murni yang dibiarkan akan mengalami pembekuan pada temperatur
konstan yang disebut titik beku. Titik beku merupakan suhu tertinggi logam cair
dimana proses pembekuan mulai terjadi. Titik beku pada beberapa bahan misalnya
adalah : tembaga (1083 oC), aluminium (660 oC) dan timah (232 oC).
Pembekuan logam cair dimulai dengan pembentukan inti – inti kristal didalam logam cair tersebut. Kemudian inti – inti tersebut berkembang disekelilingnya hingga menjadi butiran – butiran kristal. Pada akhirnya, seluruh logam cair habis menjadi butiran – butiran kristal tersebut.
Pembentukan butiran kristal tersebut dipengaruhi oleh laju pembentukan inti
dan laju perkembangannya. Jika inti – inti kristal berkembang lebih cepat dibanding pembentukan inti – inti baru, maka didapatkan butiran – butiran kristal yang besar. Sebaliknya jika pembentukan inti yang lebih cepat, maka didapat butiran – butiran kristal halus.
Dalam pembekuan paduan logam, dihasilkan butiran kristal yang merupakan
menyebabkan keduanya terpadu : salah satu dari keduanya larut terhadap yang lainnya
(membentuk struktur larutan padat) atau keduanya saling terikat dengan perbandingan
tertentu (membentuk struktur senyawa antar-logam).
Pada larutan padat, atom logam A menggantikan konfigurasi atom logam B
atau sebaliknya. Sementara pada senyawa antar – logam memiliki butiran kristal yang berbeda dengan logam A ataupun logam B.
Dengan demikian, didalam sebuah logam paduan bisa terdapat 3 jenis struktur,
yakni logam murni, larutan padat dan senyawa antar logam. Perubahan komposisi
paduan menyebabkan pertambahan macam kristal dan struktur. Didalam ilmu logam,
struktur tersebut disebut fasa. Oleh karena itu, logam paduan merupakan perpaduan
dari beberapa fasa.
Penggunaan inti dapat mempengaruhi laju pembekuan. Pembekuan juga terjadi
mulai dari permukaan inti hingga menuju bagian dalam logam cair. Karena inti
ditempatkan dibagian dalam logam cair, maka laju pembekuan juga terjadi dari bagian
dalam logam cair kebagian luar sehingga dapat menyebabkan bagian dalam lebih
cepat beku. Untuk mengatasi hal ini, inti harus dipanaskan agar tidak terlalu banyak
menyerap panas dibanding mold cavity.
2.4.9 Cacat pada produk coran
Cacat yang terjadi pada pengecoran logam memiliki banyak perbedaan tiap – tiap produk, meskipun produk – produk tersebut dikerjakan dengan prosedur yang sama. Hal ini sangat jelas pada pengecoran bertipe non – permanen.
Jika penyebab – penyebab cacat tersebut diketahui dan dipahami, maka dapat dilakukan langkah – langkah untuk meminimalisir peluang terjadinya cacat tersebut didalam suatu proses pengecoran. Walaupun begitu, jika semakin banyak langkah -
langkah yang dilakukan selama pengecoran, maka semakin besar juga peluang yang
menyebabkan terjadinya bentuk cacat yang lain. Oleh sebab itu, proses finishing dengan
menggunakan pemesinan ataupun manual terhadap produk cor adalah hal yang biasa.
Beberapa jenis cacat pada produk yang dihasilkan melalui proses pengecoran
a. Pembentukan rongga udara
Pembentukan rongga udara pada produk diakibatkan oleh terperangkapnya
udara didalam logam cair saat proses pembekuan. Rongga – rongga tersebut dapat terbentuk didalam maupun dipermukaan produk. Besarnya rongga – rongga tersebut bergantung pada volume udara yang terperangkap
Sebab – sebab terperangkapnya udara tersebut adalah : i. Permeabilitas cetakan tidak memadai
ii. Penuangan terlalu lambat
iii. Saluran basah
iv. Suhu logam cair saat dituang terlalu rendah
v. Logam cair telah teroksidasi
Cara pencegahan :
i. Proses pengecoran dilakukan didalam lingkungan hampa udara
ii. Penggunaan riser
iii. Melakukan usaha – usaha pengeringan cetakan sebelum penuangan
Gambar 2.30 Rongga pada produk [8]
b. Penyusutan
Logam cair tidak membeku secara seragam, terdapat daerah yang membeku
lebih awal dibanding daerah lainnya. Situasi ini memungkinkan penyusutan
produk sehingga berukuran lebih kecil dari yang direncanakan. Penyusutan
Hal – hal yang memperbesar kemungkinan penyusutan adalah : i. Suhu saat penuangan logam cair terlalu rendah
ii. Logam yang dicairkan memiliki terlalu banyak karat dan kotoran
iii. Terdapat bagian produk yang terlalu tajam atau terlalu kecil
Cara pencegahan :
i. Ukuran pola diperbesar sedikit dari ukuran produk
ii. Penggunaan riser
Gambar 2.31 Atas ke bawah : produk yang ukurannya menyusut dari ukuran
polanya [14]
c. Cetakan bagian cope terdorong keatas
Peristiwa ini menyebabkan terbukanya daerah penyatuan cope dan drag
akibat adanya tekanan dari logam cair. Tekanan ini sebenarnya terjadi
kesegala arah, namun karena bagian dasar drag dibatasi lantai sementara sisi
– sisi flask cukup kuat untuk menahan tekanan ini, maka kearah bagian atas copelah tekanan tersebut berbalik sehingga bagian cope tersebut naik keatas.
Hal ini menyebabkan produk menjadi lebih memanjang keatas dan daerah
yang terbuka tersebut langsung dialiri oleh logam cair tersebut. Cara
pencegahan : selama penuangan dan pembekuan logam cair, bagian cope
harus terus ditekan pelan kebawah
d. Cetakan rontok
Cetakan rontok menyebabkan bentuk produk yang tidak sesuai, atau bahkan
tidak terbentuk samasekali. Hal ini disebabkan oleh bahan cetakan yang
tersenggol. Cara pencegahan : penggunaan bahan – bahan perekat seperti bentonite dengan takaran yang disarankan dan pengangkatanyang hati – hati terhadap cetakan
Gambar 2.32 Salah satu bentuk yang terjadi akibat kerontokan cetakan [20]
e. Pergeseran (mismatch)
Disebabkan oleh penyatuan cope dan drag yang tidak tepat, sehingga produk
tampak bergeser didaerah garis penyatuan cope dan dragnya. Cara
pencegahan : pemasangan engsel dan pengunci pada cope dan drag
Gambar 2.33 Pergeseran pada produk pengecoran [31]
f. Permukaan tidak rata
Cacat ini selalu terjadi pada cetakan tidak permanen karena cetakan tersebut
mudah berubah bentuk. Walaupun begitu, cetakan permanen juga dapat
menghasilkan cacat ini jika terdapat kesalahan dalam pembuatan cetakan
tersebut, ataupun jika proses pengerjaannya dengan pemahatan manual.
Cara pencegahan : pada cetakan permanen, cetakan yang telah dibuat harus
g. Pembengkakan
Cacat ini disebabkan oleh perubahan bentuk cetakan akibat tekanan logam
cair yang melebihi kekuatan rekat bahan cetakan. Cara pencegahan :
komposisi bahan perekat dan pasir cetak harus memadai, selain itu
penuangan harus dilakukan setelah cetakan benar – benar kering
2.5 Pengertian proses pemesinan
Proses pemesinan merupakan proses produksi yang menggunakan pahat (tool) yang
digerakkan mesin untuk melakukan pemotongan terhadap benda kerja. Melalui gesekan
antara pahat dan benda kerja tercipta deformasi pada benda kerja. Deformasi ini terus
berlanjut hingga diakhiri dengan lepasnya material yang terdeformasi dari benda kerja,
yang dinamakan dengan geram.
Dalam proses pengecoran logam, pemesinan dipergunakan sebagai pengerjaan
lanjutan dan finishing.
Dalam proses pemesinan, terdapat elemen – elemen berikut : a. Kecepatan pemotongan
b. Pemakanan
c. Waktu pemotongan
d. Kedalaman pemotongan
e. Kecepatan penghasilan geram (material terpotong)
Pahat yang digunakan dalam proses pemesinan terbagi atas 2 jenis menurut
jumlah mata potongnya, yaitu pahat bermata potong tunggal (single point cutting tool)
dan pahat bermata potong jamak (multiple points cutting tool).
Proses pemesinan yang menggunakan pahat bermata potong tunggal ialah
membubut (turning) dan menyekrap (shaping), sementara yang menggunakan pahat
bermata potong jamak ialah menggurdi (drilling), mengefreis (milling) dan memarut
Berikut ini adalah beberapa contoh proses pemesinan yang dapat dijumpai
didalam Laboratorium Teknologi Mekanik Jurusan Teknik Mesin Universitas Sumatera
Utara :
a. Proses bubut (turning)
Proses membubut dikenal sebagai proses pemesinan yang tertua. Proses ini
dilakukan dengan menggunakan mesin bubut (lathe) yang memiliki poros
berputar (spindle) dan dudukan pahat. Benda kerja yang hendak dipotong
dipasangkan pada poros berputar tersebut dan kemudian dikerjakan dalam
keadaan sedang berputar. Tujuan diputarnya benda kerja tersebut adalah
agar tercipta gaya torsi. Gaya torsi inilah yang menyebabkan pemotongan
terhadap benda kerja saat mata potong pahat menyentuh permukaan benda
kerja tersebut. Karena prinsip kerjanya tersebut, proses membubut cocok
dipakai untuk membuat benda – benda menyerupai silinder dan ulir
Gambar 2.34 Mesin bubut / lathe
b. Skrap
Pada proses menyekrap, pemotongan dilakukan oleh pahat yang bergerak
maju mundur terhadap benda kerja. Pemotongan terjadi saat mata pahat
Gambar 2.35 Mesin skrap
c. Gurdi
Proses menggurdi ialah proses pemesinan yang menggunakan pahat (dalam
proses ini sering disebut dengan nama bor) bernama bit yang memiliki 2
mata potong, dengan demikian pahat gurdi termasuk pahat bermata potong
jamak. Pada proses gurdi, pahat melalukan pemotongan melalui gerakan
rotasi terhadap permukaan benda kerja. Kombinasi putaran pahat dan
penekanan terhadap benda kerja menyebabkan terjadinya pemotongan
Gambar 2.36 Mesin gurdi
Proses menggurdi digunakan untuk membuat lubang pada benda kerja.
Berbeda dengan membubut dan menyekrap, pemotongan dilakukan hanya
pada satu titik. Pahat gurdi memiliki ulir berbentuk heliks pada badannya
menurut panjang tertentu yang berguna untuk mengalirkan geram yang
dihasilkan keluar lubang pemotongan saat kedua mata potong bergerak
pemesinan yang paling sering dijumpai dalam peralatan rumah tangga, yakni
berupa mesin bor tangan
d. Freis (milling)
Gambar 2.37 Proses freis muka atau tegak [22]
Sama halnya dengan proses gurdi, pahat freis juga termasuk bermata potong
jamak. Selama pemotongan, dapat ditentukan bahwa pahat yang bergerak
kearah benda kerja dan dapat juga sebaliknya. Namun, yang berbeda dengan
proses gurdi ialah pahat freis dapat memiliki lebih dari 2 mata potong dan
dapat dikonfigurasi mendatar ataupun tegak terhadap permukaan benda
kerja. Seperti yang sudah disebutkan diatas, proses fresi terdiri atas freis
datar dan freis tegak :
i. Freis tegak (muka)
Pada freis tegak titik sumbu pahat tegak lurus terhadap lebar permukaan
benda kerja yang dipotong
ii. Freis datar
Titik sumbu pahat pararel dengan lebar permukaan benda kerja yang
dipotong. Terdapat 2 jenis pahat freis datar, yakni selubung dan tidak
selubung. Pahat selubung berbentuk silinder dengan mata potong berupa
ulir tajam, sehingga cocok untuk meratakan sebuah plat. Sementara
pahat tidak selubung, yang difungsikan sebagai pemotong, dapat
Gambar 2.38 Mesin freis datar yang sama dilihat dari sisi yang berbeda
e. Gerinda
Proses gerinda menggunakan putaran batu abrasif untuk memotong benda
kerja. Batu abrasif tersebut memiliki butiran – butiran kasar disekelilingnya yang berperan sebagai mata potong. Oleh karena itu, batu gerinda dapat
disebut sebagai pahat bermata potong majemuk. Proses ini secara umum
dipakai untuk menciptakan permukaan - permukaan datar pada benda kerja,
misalnya untuk membuat pahat bubut
Gambar 2.39 Mesin gerinda meja (kiri) dan mesin gerinda tangan (kanan)
2.6 Pengertian uji material
Dalam menentukan material suatu produk, harus diketahui terlebih dahulu sifat – sifat materialnya. Hal ini bertujuan agar material yang digunakan cocok untuk pekerjaan
yang akan dilakukan oleh produk tersebut. Sebuah material yang bersifat rapuh
hendaknya digunakan untuk komponen - komponen yang tidak bergerak seperti casing,
sementara material yang bersifat liat (ductile) dan memiliki ketangguhan (durability)
Untuk menentukan sifat – sifat tersebut, sebuah material harus diuji. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan pengaplikasian gaya dengan wujud dan besaran
tertentu ataupun perlakuan khusus seperti pemanasan (heat treatment) dan pendinginan
(cold treatment) terhadap spesimen yang terbuat dari material yang hendak diuji.
Saat ini terdapat berbagai macam jenis pengujian material yang dapat dilakukan.
Diantara jenis – jenis tersebut, uji kekerasan (hardness) dan uji tarik / tensil adalah yang sangat umum dilakukan.
2.6.1 Uji kekerasan (hardness)
Uji hardness adalah salah satu pengujian material yang bertujuan untuk
mengukur kekerasan material, yakni sifat material yang menunjukkan ketahanan
terhadap gaya - gaya eksternal. Tingkat ketahanan tersebut diperoleh melalui
perhitungan data – data deformasi yang diperoleh dari permukaan material yang telah diuji.
Dalam pengujian hardness, digunakan sebuah elemen untuk mengaplikasikan
gaya eksternal tersebut ke spesimen material yang hendak diuji. Elemen tersebut
bernama yang disebut penetrator.
Selama pengujian, penetrator mengaplikasikan gaya eksternal dengan 3 jenis
cara terhadap material yang diuji :
a. Goresan (Scratch)
Penetrator digoreskan terhadap permukaan spesimen dengan gaya tertentu
b. Dinamis (Rebound)
Penetrator berbentuk bola baja dijatuhkan ke permukaan spesimen dan
memantul hingga ketinggian tertentu. Tinggi pantulan inilah yang dipakai
untuk menentukan kekerasan spesimen
c. Penekanan (Indentation)
Penetrator (untuk cara ini sering disebut indenter) ditekankan ke permukaan
spesimen hingga keadaan plastis. Kedalaman deformasi plastisnya
Saat ini telah diketahui beberapa jenis metode ilmiah dalam pengujian material,
yakni :
a. Metode Brinell
Pengujian ini menggunakan cara penekanan dengan penetrator bola baja.
Kedalaman deformasi yang disebabkan penekanan tersebut digunakan untuk
menentukan kekerasan spesimen yang diuji. Nilai kekerasan spesimen
tersebut ditetapkan kedalam Brinell Hardness Number (BHN)
b. Metode Rockwell
Metode ini menggunakan cara penekanan dengan 2 jenis penetrator :
i. Bola baja berukuran 1/16 inchi untuk spesimen logam ferrous dan 1/8
inchi untuk spesimen logam non-ferrous
ii. Berlian berbentuk prisma segi empat dengan sudut 120 derajat pada
puncaknya
c. Metode Vicker
Menggunakan cara penekanan dan penetrator berupa piramida berlian
dengan sudut puncak 136 derajat. Deformasi plastis yang terjadi memiliki
empat sisi sama panjang dan kedua diagonal saling tegak lurus
2.6.2 Uji tarik / tensil
Uji tensil dilakukan dengan pengaplikasian gaya tarik menurut jumlah tertentu
terhadap spesimen hingga terjadi patahan / failure pada spesimen tersebut.
Pengujian tensil menggunakan spesimen yang berbentuk batangan, dapat berupa
silinder maupun plat datar. Dikedua ujungnya terdapat bagian yang disebut pegangan
dimana kedua bagian ini akan dicengkeram oleh mesin uji tensil dan ditarik. Dibagian
tengahnya terdapat bagian yang lebih kecil dibandingkan dengan kedua pegangannya
dimana dimaksudkan terjadi patahan saat pengujian berlangsung. Antara bagian
pegangan dan bagian yang lebih kecil tersebut terdapat bagian yang melandai. Spesimen
ini dapat dibuat melalui proses skrap atau bubut.
Hasil dari pengujian tensil digambarkan kedalam kurva tegangan dan regangan
yang menunjukkan nilai – nilai berikut :
a. Kekuatan Tarik (ultimate tensile strength / UTS)
Kekuatan Tarik adalah nilai yang menunjukkan gaya tarik maksimum yang
dapat diterima material sebelum patah (failure). Besarnya nilai ini
melukiskan kekuatan (strength) material tersebut. Kekuatan tarik dinyatakan
dalam mega Pascal (MPa)
b. Batas luluh (yielding)
Nilai ini menunjukkan kekuatan tegangan saat deformasi plastik pada
material yang diuji mulai terlihat. Nilai ini dapat ditentukan dari grafik
tegangan – regangan. Awal dari deformasi plastis tersebut didapatkan melalui tegangan mulur, yakni tegangan yang dibutuhkan untuk
menciptakan deformasi plastis dalam jumlah tertentu
c. Keuletan / keliatan (ductility)
Keuletan menunjukkan perpanjangan, yakni kemampuan material untuk
terdeformasi tanpa mengalami patahan. Nilai ini diperlukan untuk proses
pembentukan logam seperti pengerolan dan ekstrusi. Keuletan dapat
diketahui melalui nilai luas penampang patahan dan nilai perpanjangan itu
d. Modulus elastisitas (Modulus Young)
Sering disimbolkan dengan (E). Modulus ini menunjukkan nilai kekakuan
material. Semakin besar nilainya, maka semakin kecil regangan elastis yang
dihasilkan akibat pemberian tegangan. Besarnya nilai modulus ini
dipengaruhi oleh suhu lingkungan saat pengujian berlangsung. Berikut
adalah beberapa nilai modulus elastisitas menurut suhu tertentu :
Tabel 2.5 Nilai modulus elastisitas beberapa bahan
E x 106 psi
Bahan / Suhu Suhu kamar 400 oF 800 oF 1000 oF 1200 oF
Baja karbon 30 27 22,5 19,5 18
Baja tahan karat
austenite
28 25,5 23 22,5 21
Paduan titanium 16,5 14 10,7 10,1
Paduan aluminium 10,5 9,5 7,8
(Sumber : Lit. 1 Hal : 282)
e. Ketangguhan (toughness)
Ketangguhan adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap energi pada
daerah plastis. Nilai didapatkan melalui perhitungan luas daerah yang ada di
bawah kurva tegangan – regangan, dimulai dari 0 hingga titik luluhnya f. Perpanjangan (elongation)
Nilai ini menunjukkan pertambahan panjang yang dialami suatu material
selama pengujian berlangsung. Semakin liat material tersebut, maka
2.7 Diagram alir pelaksanaan Tugas Akhir
Tugas akhir ini dilaksanakan dengan mengikuti diagram alir berikut :
Gambar 2.41 Diagram alir pelaksanaan Tugas Akhir Mulai
Spesifikasi dari Dosen Pembimbing
Studi literatur
Perhitungan dimensi desain
Uji material dan uji pasir cetak
Proses pembuatan
Penyusunan laporan
Penarikan kesimpulan dan pemberian saran
Selesai