• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sengketa Hak Guna Usaha Antara PTPN XII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sengketa Hak Guna Usaha Antara PTPN XII"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS KELOMPOK HUKUM AGRARIA

MAKALAH HAK GUNA USAHA

(KASUS: SENGKETA HAK GUNA USAHA ANTARA PTPN XII (PERSERO) DAN PETANI PENGGARAP DI DESA GONDORUSO)

Dosen: Devi Kantini. R, S.H., Sp.N., M.Kn.

Disusun oleh:

KELOMPOK 8

1. Rarenzan Widita (1610611158)

2. Nada Siti Salsabila (1610611159) 3. Ambar Rukmana Sari (1610611160)

4. Ayu Diah Khaerani (1610611183)

5. Aimee Thaliasya (1610611186)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA FAKULTAS HUKUM

(2)

2 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Pertama kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Devi yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini. Makalah yang kami buat ini mengangkat judul “Hak Guna Usaha (Kasus: Sengketa Hak Guna Usaha antara PTPN XII (Persero) dan Petani Penggarap di Desa Gondoruso)”.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tanggung jawab yang ditugaskan oleh dosen mata kuliah yang bersangkutan. Serta makalah ini bertujuan agar para pembaca dapat lebih memahami lebih dalam lagi tentang bagaimana penyelesaian sengketa tanah.

Kami mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan kami dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Kami pun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, November 2017

(3)

3 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 5

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Masalah ... 7

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Hak Guna Usaha... 8

2.2 Dasar Hukum ... 9

2.3 Pemberian dan Subjek Hak Guna Usaha ... 9

2.4 Tanah Yang Dapat Diberikan dengan hak Guna Usaha ... 9

2.5 Terjadinya Hak Guna Usaha ... 10

2.6 Jangka Waktu Hak Guna Usaha ... 11

2.7 Kewajiban Pemegang Hak Guna Usaha ... 12

2.8 Pembebanan Hak Guna Usaha Dengan Hak Tanggungan ... 13

2.9 Peralihan Hak Guna Usaha ... 13

2.10 Hapusnya Hak Guna Usaha ... 13

2.11 Tata Cara Pengajuan Hak GunaUsaha ... 15

BAB III KASUS SENGKETA HAK GUNA USAHA ANTARA PTPN XII (PERSERO) DAN PETANI PENGGARAP DI DESA GONDORUSO 3.1 Kronologis Kasus... 17

3.2 Analisis Perpanjangan Hak Guna Usaha Yang Telah Habis Masa Berlakunya Berakibat Terhadap Penguasaan Tanah Bekas Hak Guna Usaha Oleh Masyarakat Penggarap ... 19

3.3 Proses Penyelesaian Kasus ... 24

(4)

4 4.1 Kesimpulan ... 28 4.2 Saran ... 28

(5)

5 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanah atau wilayah merupakan unsur utama dari suatu negara. Bagi bangsa Indonesia yang merupakan suatu negara yang disebut sebagai bangsa agraris atau pun kepulauan, tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam rangka penyelenggaraan hidup dan kehidupan manusia. Disisi lain, bagi negara dan pembangunan, tanah juga menjadi modal dasar bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara dalam rangka integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan untuk mewujudkan sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.

Dengan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Negara hukum yang berorientasi kepada kesejahteraan umum sebagaimana yang tersurat didalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, maka tidak akan terlepas dari sengketa hukum atas tanah yang merupakan permasalahan mendasar dalam masyarakat khususnya dibidang yang menyangkut tanah. Dalam bentuk negara yang demikian, pemerintah akan memasuki hampir seluruh aspek kehidupan dan penghidupan rakyat, baik sebagai perorangan maupun sebagai masyarakat.

Warga masyarakat ingin selalu mempertahankan hak-haknya, sedangkan pemerintah juga harus menjalankan kepentingan terselenggaranya kesejahteraan umum bagi seluruh warga masyarakat. Agar tata kehidupan masyarakat dapat berlangsung secara harmonis, diperlukan suatu perlindungan terhadap penyelenggaraan kepentingan masyarakat. Hal ini dapat terwujud apabila terdapat suatu pedoman, kaidah atau pun standar yang dipatuhi oleh masyarakat. Sebagai hak dasar, hak atas tanah sangat berarti sebagai tanda eksistensi, kebebasan, dan harkat diri seseorang.

Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan.

(6)

6 362). Dalam Peraturan Permerintah tersebut tanah negara dimaknai sebagai tanah yang dikuasai penuh oleh negara. Substansi dari pengertian tanah negara ini adalah tanah-tanah memang bebas dari hak-hak yang melekat diatas tanah tersebut, apakah hak barat maupun hak adat (vrij landsdomein). Dengan terbitnya UUPA tahun 1960, pengertian tanah Negara ditegaskan bukan dikuasai penuh akan tetapi merupakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.1

Seperti yang terjadi di Kabupaten Lumajang, sengketa tanah Hak Guna Usaha berwal pada Tahun 1991. Mengacu Keputusan Menteri Dalam Negeri No.26/HGU/DA/88, pada Tahun 1991 terbit sertifikat Hak Guna Usaha No.01/Bades atas nama PTPN XII (Persero) dengan lingkup lahan yang berada di dua Desa yakni Desa Bades dan Desa Gondoruso dengan komuditas coklat dan kelapa. Luas keseluruhan lahan kurang lebih 1.044 Ha. Sedangkan tanah yang masuk dalam Desa Gondoruso Adalah kurang lebih seluas 661 Ha. Tanah Hak Guna Usaha tersebut berasal dari Hak Erfpacth Verponding.

Khusus lahan yang masuk Desa Gondoruso inilah yang menjadi masalah antara masyarakat sekitar dengan PTPN XII (Persero). Status tanah Hak Guna Usaha yang dilegitimasi sertifikat Hak Guna Usaha No.01/Bades / 1991 berakhir 31 Desember 2012 dan pada 10 Juli 2010 PTPNXII (Persero) mengajukanpermohonan perpanjangan Hak Guna Usaha Nomor01Bades.Masyarakat petani penggarap tidak sepakat akan proses perpanjangan Hak Guna Usaha tersebut dan menghendaki area yang selama ini digarap dilepaskan dari area hukum Hak Guna Usaha karena alasan cacat hukum sekaligus menghendaki tanah negara tersebut diberikan kepada masyarakat.

Cacat hukum yang di maksud petani penggarap adalah sebelum petani penggarap menggarap tanah Hak Guna Usaha tersebut, tanah tersebut dalam keadaan terlantar atau tidak dirawat, hal itu di tegaskan dengan adanya tanah menjadi bongkah serta tanaman kakao dan kelapa matiserta tumbuh banyak ilalang serta ditemukan tanaman selain kelapa dan coklat di tanah Hak Guna Usaha PTPN XII (Persero), yakni tanaman tebu sekitar 100 Ha. Komoditas tebu dimaksud sengaja ditanam dengan pertimbangan dan tujuan untuk memotong siklus hama tanaman sehingga tanah tetap terjaga produktifitasnya. Dengan demikian keberadaan tanaman

(7)

7 tebu itu bukan merupakan wujud inkonsistensi atas komoditas tanaman pokok. Ini yang membuat masyarakat sekitar membersihkan dan menggarap tanah Hak Guna Usaha tersebut atas keputusan Kepala Desa.

Keadaan tersebut di buktikan dengan di kirimnya surat protes lewat Kepala Desa yang di tujukan kepada Bupati dengan No.590/48/427.904.09/2014 perihal peninjauan kembali untuk di keluarkannya Hak Guna Usaha yang di ajukan oleh PTPN XII. Masyarakat petani penggarap mengiginkan agar tanah yang masuk dalam Hak Guna Usaha Gondoruso supaya di lepaskan karena tanah tersebut tidak dirawat oleh pihak PTPN selaku pemilik Hak Guna Usaha atas tanah tersebut dan menjadi semua tanaman mati dan tanah tersebut bongkah sehingga tumbuh ilalang dan menjadi terlantar.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kami tertarik untuk membahas mengenai makalah dengan judul “Hak Guna Usaha (Kasus Sengketa Hak Guna Usaha antara PTPN XII (Persero) dan Petani Penggarap di Desa Gondoruso)”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimana latar belakang penguasaan lahan Hak Guna Usaha PTPN XII perkebunan oleh masyarakat penggarap dalam masa permohonan perpanjangan hak?

2. Bagaimana proses penyelesaian beserta hasilnya dalam kasus penguasaan lahan HGU PTPN XII perkebunan oleh masyarakat penggarap dalam masa permohonan perpanjangan hak?

1.3Tujuan Masalah

Berdasarkan pernyataan masalah maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui mengenai latar belakang penguasaan lahan Hak Guna Usaha PTPN XII perkebunan oleh masyarakat penggarap dalam masa permohonan perpanjangan hak. 2. Untuk mengetahui mengenai proses penyelesaian beserta hasilnya dalam kasus penguasaan

(8)

8 BAB II

PEMBAHASAN

2.1Pengertian Hak Guna Usaha

Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh Negara dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 29, untuk perusahaan pertanian atau peternakan (Pasal 28 UUPA). Tujuan pengguna tanah yang mempunyai dengan Hak Guna Usaha itu terbatas yaitu pada usaha pertanian, perikanan dan peternakan.

Hak guna usaha termasuk Hak Atas Tanah yang buka bersumber pada hukum adat, malainkan atas tanah baru yang di adakan untuk memenuhi keperluan masyarakat modern. Menurut ketentuan pasal 29 UUPA, jangka waktu paling lama 25 tahun dan untuk perusahaan tertentu yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan paling lama 35 tahun.

Ciri-ciri hak guna usaha sebagai berikut: 1) Hak yang harus didaftarkan

2) Dapat beralih karena pewarisan 3) Mempunyai jangka waktu terbatas 4) Dapat dijadikan jaminan hutang 5) Dapat dialihkan kepada pihak lain 6) Dapat dilepaskan menjadi tanah negara

Hak guna usaha dapat diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 Ha dan maksimalnya 25 Ha. Sedangkan untuk badan hukum luas minimalnya 55 Ha dan luas maksimalnya ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (Pasal 28 ayat 2 UUPA jo. Pasal 5 PP No. 40 tahun 1996).

Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum, dalam catatan Satjipto Rahardjo2, mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a) Hak itu dilekatkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki titel atas barang yang menjadi sasaran dari pada hak.

(9)

9 b) Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban. Antara hak

dan kewajiban terdapat hubungan korelatif.

c) Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan (commission) atau tidak melakukan (omission) sesuatu perbuatan, yang disebut sebagai isi dari pada hak. d) Commission atau omission itu menyangkut sesuatu yang disebut sebagai objek dari hak. e) Setiap hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi

alasan melekatnya hak itu kepada pemiliknya.

2.2Dasar Hukum

a) Undang-undang No. 5 Tahun 1996

b) Undang-undang No. 21 Tahun 1997 jo. No. 20 Tahun 2000

c) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 (Pasal 9 sampai Pasal 18)

d) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 jo. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997.

e) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1998

2.3Pemberian dan Subjek Hak Guna Usaha

Pemberian hak atas tanah berkaitan dengan subjek dan objek serta proses yang terjadi dalam pemberian hak tersebut, termasuk pula pemberian HGU. Menyangkut subjek Hak Guna Uusaha diatur dalam Pasal 2 PP No. 40 Tahun 1996, dinyatakan bahwa yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha adalah:

a) Warga Negara Indonesia;

b) Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

2.4Tanah Yang Dapat Diberikan dengan hak Guna Usaha

Menyangkut tanah yang dapat diberikan dengan hak guna usaha telah diatur dalam Pasal 4 PP Nomor 40 Tahun 1996 sebagai berikut:3

a) Tanah yang dapat diberikan hak guna usaha adalah tanah Negara.

(10)

10 b) Dalam hal tanah yang akan diberikan hak guna usaha itu adalah tanah Negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian hak guna usaha dapat dilakukan setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan statusnya sebagaikawasan hutan.

c) Pemberian hak guna usaha atas tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku, pelaksanaanya baru dapat dilaksanakan setelah selesainya pelepasan hak tersebut.

d) Dalam hal diatas tanah yang akan diberikan dengan hak guna usaha itu terdapat tanaman atau bangunan milik pihak lain yang keberadaanya berdasarkan atas hak yang sah, pemilik bangunan dan tanaman tersebut harus diberi ganti rugi yang dibebankan kepada pemegang Hak Guna Usaha baru.

2.5Terjadinya Hak Guna Usaha

Terjadinya hak guna usaha karena keputusan pemberian hak oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, adapun tata cara dan syarat permohonan pemberian Hak Guna Usaha (Pasal 6 dan 7 PP No. 40 Tahun 1996) lihat Bab tentang Tata Cara Perolehan Hak Atas Tanah.

Pasal 8 Permen Agraria / Kepala BPN No. 3 Tahun 1999 menetapkan bahwa Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi berwenang menerbitkan SKPH atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 Ha. Prosedur terjadinya HGU diatur dalam pasal 17 sampai dengan 31 Permen Agraria / Kepala BPN No. 9 Tahun 1999.

Terjadinya Hak Guna Usaha dibagi menjadi dua, yaitu: a) Karena Konversi

Yang dimaksudkan dengan konversi adalah perubahan hak atas tanah sehubungan dengan berlakunya UUPA. Hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA diubah menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA. (Pasal 16 UUPA).4 Hak-hak lama yang dikonversi menjadi hak guna usaha adalah:

1) Hak Erfpacht untuk perusahaan kebun besar yang masih berlaku pada tanggal 24 september 1960, tanpa dipersoalkan apakah pihak yang empunya memenuhi syarat atau tidak. Jangka waktunya sama dengan sisa hak erfpacht tersebut, tetapi paling lama 20 tahun terhitung sejak tanggal 24 september 1960 (pasal III ketentuan konversi).

(11)

11 2) Hak milik (adat) dan hak lainya yang sejenis sebagai yang disebutkan dalam pasal II ketentuan konversi, jika tanah pertanian, tanah perikanan, atau tanah peternakan dan yang empunya tidak memenuhi syarat umum mempunyai tanah dengan hak milik yang ditetapkan dalam pasal 21. Hak Guna Usaha yang berasal dari hak milik (adat) dan hak lainnya itu berjangka waktu 20 tahun, sesuai dengan ketentuan mengenai konversi hak eigendom dalam pasal 1 ayat 3 ketentuan-ketentuan konversi.

b) Karena Penetapan Pemerintah

Hak Guna Usaha terjadi dengan penetapan pemerintah terjadi melalui permohonan pemberian Hak Guna Usaha oleh pemohon kepada Badan Pertanahan Nasional.5 Apabila semua persyaratan tersebut terpenuhi, maka BPN menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) dan wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.

2.6Jangka Waktu Hak Guna Usaha

Hak Guna Usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun. Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling lama 35 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun. Perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berahirnya jangka waktu yang telah ditentukan.

Hak Guna usaha mempunyai jangka waktu untuk pertama kalinya paling lama 35 Tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun (Pasal 29 UUPA).

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemegang hak untuk perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan Hak Guna Usaha adalah:

a) Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifatdan tujuan pemberian hak tersebut.

b) Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak. c) Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak

(12)

12 Berdasarkan rumusan pasal 8 tersebut, diketahui bahwa Hak guna Usaha dapat diberikan untuk jangka waktu maksimum (selama-lamanya) enam puluh tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Tanah tersebut masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996.

b) Syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak c) Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.6

2.7Kewajiban Pemegang Hak Guna Usaha

Berdasarkan Pasal 12 ayat 1 PP No. 40 Tahun 1996, pemegang Hak Guna Usaha berkewajiban untuk:

a) Membayar uang pemasukan kepada Negara

b) Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan sesuai peruntukan pemberian haknya.

c) Mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis.

d) Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha

e) Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

f) Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan Hak Guna Usaha g) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara

sesudah hak Guna Usaha tersebut dihapus.

h) Menyerahkan sertifikat hak Guna Usaha yang telah dihapus kepada Kepala Kantor pertanahan.

(13)

13 2.8Pembebanan Hak Guna Usaha Dengan Hak Tanggungan

Prosedur tanggungan atas Hak Guna Usaha adalah:

a) Adanya perjanjian utang piutang yang dibuat dengna akta notariil atau akta dibawah tangan sebagai perjanjian pokoknya.

b) Adanya penyerahan Hak Guna Usaha sebagai jaminan utang yang dibuktikan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai perjanjian ikutan.

c) Adanya pendaftaran Akta pemberian Hak Tanggungan kepada Kantor Pertahanan Kabupaten / Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan diterbitkan sertifikat Hak Tanggungan.

2.9Peralihan Hak Guna Usaha

Hak guna usaha juga dapat dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak guna usaha. Bentuk dialihkan tersebut berupa jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan dalam modal perusahaan yang harus dibuktikan dengan akta pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) khusus yang ditunjuk oleh kepala Badan Pertanahan Nasional, sedangkan lelang harus dibuktikan dengan Berita Acara Lelang yang dibuat oleh pejabat dari Kantor Lelang.

Peralihan Hak Guna Usaha wajib didaftarkan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota setempat untuk dicatat dalam buku Tanah dan dilakukan perubahan nama dalam sertifikat dari pemegang Hak Guna Usaha yang lama kepada pemegang Hak Guna Usaha yang baru.

2.10 Hapusnya Hak Guna Usaha

Hapusnya Hak Guna Usaha secara jelas telah diatur di dalam pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang menjelaskan sebagai berikut:

a. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana yang ditetapkan dalam keputusan pemberian hak atau perpanjangannya.

b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena:

(14)

14 b) Tidak melaksanakan usaha dibidang pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai dengan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputuan pemberian haknya;

c) Tidak mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;

d) Tidak membangun dan/atau menjaga prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha;

e) Tidak memelihara kesuburan tanah dan tidak mencegah terjadinya kerusahan sumber daya alam serta kelestarian lingkungan;

f) Tidak menyampaikan laporan secara tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan dan pengelolaan Hak Guna Usaha;

g) Tidak menyerahkan kembali tanah dengan Hak Guna Usaha kepada negara setelah hak tersebut hapus;

h) Tidak menyerahkan sertifikat Hak Guna Usaha yang telah berakhir jangka waktunya kepada kantor pertanahan

2) Adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

c. Dilepaskan oleh pemegang hak secara sukarela sebelum jangka waktunya berakhir; d. Dicabut untuk kepentingan umum;

e. Ditelantarkan (objek Hak Guna Usaha tidak dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pemegang hak);

f. Tanahnya musnah, misalnya akibat terjadi bencana alam;

g. Pemegang hak tidak lagi memenuhi syarat dan tidak melepaskannya kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak.7

Hapusnya HGU mengakibatkan tanah menjadi tanah Negara sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996.

(15)

15 2.11 Tata Cara Pengajuan Hak GunaUsaha

Tata cara permohonan untuk mendapatkan Hak Guna Usaha diatur dalam pasal 15 sampai pasal 19 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun 1973, yaitu sebagai berikut:8

a. Pemohon mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pejabat yang berwenang melalui Kepala Direktorat Agraria Provinsi yang bersangkutan, dengan tembusan kepada Bupati Kepala Daerah c.q. Kepala Sub Direktorat Agraria yang bersangkutan. Jika tanah tersebut terletak dalam wilayah lebih dari satu Kabupaten, maka tembusan permohonan tersebut harus disampaikan kepada masing-masing Bupati Kepala Daerah c.q. Kepala Sub Direktorat Agraria yang bersangkutan.

b. Mengenai kelengkapan keterangan-keterangan berlaku sesuai dengan kelengkapan keterangan dalam pengajuan permohonan hak milik dan ditambah dengan keterangan-keterangan, sebagai berikut :

1) Tentang bonafiditas dan likuiditas perusahaan.

2) Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang. 3) Tenaga ahli yang tersedia.

4) Rekomendasi dari instansi-instansi yang dianggap perlu.

c. Setelah menerima berkas permohonan Hak Guna Usaha, maka berlaku juga tata cara penyelesaian permohonan Hak Guna Usaha sesuai tata cara penyelesaian permohonan Hak Milik.

d. Seksi Pendaftaran Tanah atau Sub Direktorat Pendaftaran Tanah membuat gambar situasi dari tanah yang bersangkutan yang digunakan sabagai bahan pertimbangan oleh Panitia Pemeriksaan Tanah.

e. Apabila segala persyaratan permohonan pemberian Hak Guna Usaha telah lengkap, Kepala Direktorat Agraria Provinsi bersama dengan instansi-instansi lainnya yang merupakan Panitia Pemeriksaan Tanah untuk Hak Guna Usaha mengadakan pemeriksaan setempat terhadap tanah yang dimohonkan.

f. Apabila semua keterangan telah lengkap dan tidak ada keberatan untuk meluluskan permohonan, sedangkan wewenang untuk memutuskan ada pada Gubernur Kepala

(16)

16 Daerah, dengan segera mengeluarkan surat keputusan pemberian Hak Guna Usaha atas tanah tersebut dan dicatat dalam daftar khusus.

g. Syarat-syarat umum dalam pemberian Hak Milik juga berlaku pada pemberian Hak Guna Usaha.

(17)

17 BAB III

MAKALAH SENGKETA HAK GUNA USAHA ANTARA PTPN XII (PERSERO) DAN PETANI PENGGARAP DI DESA GONDORUSO

3.1Kronologis Kasus

Mengacu Keputusan Menteri Dalam Negeri No.26/HGU/DA/88, pada Tahun 1991 terbit sertifikat Hak Guna Usaha No.01/Bades atas nama PTPN XII (Persero) dengan lingkup lahan yang berada di dua Desa yakni Desa Bades dan Desa Gondoruso dengan komuditas coklat dan kelapa. Luas keseluruhan lahan kurang lebih 1.044 Ha. Sedangkan tanah yang masuk dalam Desa Gondoruso Adalah kurang lebih seluas 661 Ha. Tanah Hak Guna Usaha tersebut berasal dari Hak Erfpacth Verponding.

Khusus lahan yang masuk Desa Gondoruso inilah yang menjadi masalah antara masyarakat sekitar dengan PTPN XII (Persero). Status tanah Hak Guna Usaha yang dilegitimasi sertifikat Hak Guna Usaha No.01/Bades / 1991 berakhir 31 Desember 2012 dan pada 10 Juli 2010 PTPNXII(Persero) mengajukan permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha Nomor 01 Bades. Masyarakat petani penggarap tidak sepakat akan proses perpanjangan Hak Guna Usaha tersebut dan menghendaki area yang selama ini digarap dilepaskan dari area hukum Hak Guna Usaha karena alasan cacat hukum sekaligus menghendaki tanah negara tersebut diberikan kepada masyarakat. Cacat hukum yang di maksud petani penggarap adalah sebelum petani penggarap menggarap tanah Hak Guna Usaha tersebut, tanah tersebut dalam keadaan terlantar atau tidak dirawat, hal itu di tegaskan dengan adanya tanah menjadi bongkah serta tanaman kakao dan kelapa matiserta tumbuh banyak ilalang serta ditemukan tanaman selain kelapa dan coklat di tanah Hak Guna Usaha PTPN XII (Persero), yakni tanaman tebu sekitar 100 Ha. Komoditas tebu dimaksud sengaja ditanam dengan pertimbangan dan tujuan untuk memotong siklus hama tanaman sehingga tanah tetap terjaga produktifitasnya. Dengan demikian keberadaan tanaman tebu itu bukan merupakan wujud inkonsistensi atas komoditas tanaman pokok. Ini yang membuat masyarakat sekitar membersihkan dan menggarap tanah Hak Guna Usaha tersebut atas keputusan Kepala Desa.

(18)

18 mengiginkan agar tanah yang masuk dalam Hak Guna Usaha Gondoruso supaya di lepaskan karena tanah tersebut tidak dirawat oleh pihak PTPN selaku pemilik Hak Guna Usaha atas tanah tersebut dan menjadi semua tanaman mati dan tanah tersebut bongkah sehingga tumbuh ilalang dan menjadi terlantar.

Masyarakat penggarap di daerah lahan Hak Guna Usaha Gondoruso mengasumsikan bahwa tanah tersebut terlantar hanya dengan melihat fisik dari tanah tersebut saja tanpa melihat penetapan apakah tanah tersebut di anggap terlantar atau tidak. Keputusuan Menteri Dalam Negeri No.26/HGU/DA/88 berikut Buku Tanah No.01/Bades merupakan Keputusan Tata Usaha Negara (Keputusan TUN). Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 1 angka (3) adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Terdapat asas bahwa suatu Keputusan Tata Usaha Negara dianggap sah sepanjang belum ada putusan pengadilan yang menyatakan Keputusan TUN dimaksud sebaliknya. Rujukan normatif akan hal ini dapat dicermati dari UndangUndang No.5 tahun 1986 Pasal 67 ayat (1), yakni : Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat. Dengan demikian maka yang memiliki kompetensi untuk menyatakan suatu Keputusan Tata Usaha Negara itu sah atau tidak (cacat hukum / tidak) adalah Pengadilan Tata Usaha Negara. Sementara Keputusuan Menteri Dalam Negeri No.26/HGU/DA/88 berikut Buku Tanah No.01/Bades yang diduga cacat hukum, telah habis masa berlakunya.

(19)

19 tersebut dengan benar dan bertentangan dengan pasal 12 ayat 1 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah yaitu 4 “kewajiban pemegang Hak Guna Usaha adalah memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Masyarakat Gondoruso tersebut merawat lahan tersebut dan menggarapnya untuk kebutuhan dan kelayakan hidupnya sehari-hari dengan hasil bumi yang mereka dapat sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar. Dengan demikian di legalkanya petani penggarap untuk menggarap lahan yang disebut telah terlantar dalam masa permohonan perpanjangan hak, tugas dan wewenang Negara untuk memajukan kesejahteraan rakyat sesuai dengan konsepsi Negara kesejahteraan yang kita anut telah dijalankan dimana sebagai Negara agraris tanah merupakan sumber daya alam yang paling besar.

3.2Analisis Perpanjangan Hak Guna Usaha Yang Telah Habis Masa Berlakunya Berakibat Terhadap Penguasaan Tanah Bekas Hak Guna Usaha Oleh Masyarakat Penggarap 3.2.1 Eksistensi hak guna usaha PT. perkebunan nusantara XII (persero)

PTPN XII Persero (selanjutnya disebut PTPN XII-Persero) adalah BUMN. Salah satu unit usahanya adalah Kebun Kertowono seluas 2.500 Ha, yang merupakan akumulasi dari dua lokasi, yakni:

- Kebun bagian Kertowono – Kecamatan Gucialit seluas 1.400 (seribu merasa dirugikan. empat ratus) Ha, dengan afdeling Puring, Kamar Tengah, Kertosuko.

- Kebun bagian Kajaran seluas 1.100 (seribu seratus) Ha di Kecamatan Pasirian dengan afdeling Bedengan, Kaliwelang.

Tanah Hak Guna Usaha Nomor 01 Bades atas nama PT. PerkebunanXXIII sekarang PTPNXII (Persero) adalah Tanah bekas Hak Erfpact Verponding Nomor 364, Nomor 365, Nomor 366, Nomor 367 dan Nomor 368 atas nama NV. Perkebunan Kajaran yang telah hapus demihukum sejak tanggal 24 September 1961 berdasarkan UU No.5 tahun 1961.

(20)

20 kurang lebih 661 Ha. Status tanah HGU yang dilegitimasi sertifikat HGU No.01/Bades / 1991berakhir 31 Desember 2012. Pengertian dari tanah Hak Guna Usaha tersebut adalah hak untuk mendapatkan tanah Negara dengan jangka waktu yang ditentukan. Hal ini Sesuai dengan Undang-undang nomor 5 Tahun 1960 pasal 28 ayat 1 tentang Pokok-pokok Agraria yaitu:9 ”Hak Guna Usaha yaitu hak untuk mendapatkan tanah yang di kuasai oleh Negara, dalam jangka waktu yang disebut dalam pasal 29, guna perusahaan, peternakan serta pertanian;” Sedangkan Muljadi juga menuliskan dalam bukunya Hak-Hak Atas Tanah tentang Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria yaitu:10 "Hak Guna Usaha adalah suatu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam pasal 29, untuk perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Menurut pasal 29 pada peraturan yang sama. Jangka waktu paling lama yang diberikan Hak Guna Usaha adalah 25 Tahun, sedangkan untuk perusahaan yang membutuhkan waktu lebih lama dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling yang lebih lama yaitu 35 tahun."

3.2.2 Adanya Dugaan Tanah Terlantar

Pada tahun 1996, menurut pengakuan masyarakat petani penggarap, karena kakao dan kelapa yang telah ditanam tidak terawat, pada akhirnya tanaman menjadi mati dan lahan kembali menjadi bongkor serta tumbuh semak belukar. Jika dilihat dari segi fisik tentang tanah terlantar (Hak Guna Usaha) yaitu tanah yang tidak terawat oleh pemegang haknya serta tidak di upayakan untuk menjadikan tanah tersebut menjadi produktif. Banyak peneliti yang menemukan istilah-istilah serta karakter tentang terlantar salah satunya yaitu A.P Perlindungan meneliti terlantar di wilayah Jambi mempunyai istilah Balukar dan Toewo dengan karakter lading dari rimba, setelah 3 tahun menjadi rimba rawa tanah waha, setelah 5 tahun. Sedangkan Abdulah Saddik meneliti di wilayah Bengkulu istilah terlantar adalah tancak, sakueh, serta dajuwari dengan karakter terlantar yaitu tanah ladang yang ditinggalkan sesudah menuai. Kriteria tanah dikatakan sebagai tanah terlantar dan tata cara/prosedur penanganan dan penyelesaian tanah terlantar tidak ada kejelasan pengaturan ini berimplikasi pada titik adanya penyelesaian hukum terhadap tanah-tanah terlantar. Kemudian setelah rentang waktu yang

9 Pasal 28 Undang-undang nomor 5 Tahun 1960 ayat 1 tentang Pokok-pokok Agraria.

(21)

21 cukup lama pemerintah baru menerbitkan PP. No. 36 Tahun 1998 dan di tindak lanjuti dengan keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 24 Tahun 2002 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 Tentang Penerbitan dan Pendayagunaan tanah terlantar.

3.2.3 Penguasaan lahan hak guna usaha PTPN XII (persero)

Di masa saat ini banyak sekali tanah yang di kuasai oleh orang-orang yang berhak atau tanpa izin oleh penguasanya yang berwajib atau yang berhak. Tidak hanya tanah perseorangan atau kaveling tetapi meliputi pula tanah-tanah perkebunan.11

Dalam pasal 2 Undang-Undang No. 51 PRP Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang berhak Atau Kuasanya di sebutkan bahwa dilarang memakai tanah tanpa izin kuasanya yang sah.

Arti kata “Memakai Tanah” tersebut adalah mengerjakan, menduduki dan/atau menguasai tanah atau mempunyai tanaman serta bangunan di atasnya dengan tidak dipermasalahkan apakah bangunan itu dipergunakan sendiri atau tidak. Hal ini yang menjadi tolak ukur terhadap penguasaan lahan bekas Hak guna Usaha PTPN XII (persero) dengan Masyarakat penggarap desa Gondoruso. Jika di telaah dalam permasalahan tersebut, tanah Hak Guna Usaha yang telah habis masa berlakunya tersebut otomatis akan menjadi tanah Negara kembali demikian juga tanah Hak Guna Usaha PTPN XII, secara hukum sudah kembali menjadi tanah Negara meskipun tanah tersebut oleh PTPN XII di ajukan perpanjangan hak namun sampai terhitung sejak 31 Desember 2012 sesuai Keputusuan Menteri Dalam Negeri No.26/HGU/DA/88 waktu Hak Guna Usaha telah habis belum juga di keluarkan Surat Keputusan perpanjangan Hak Guna Usaha tersebut oleh Menteri. Karenanya sejak tanggal 31 Desember 2012 tersebut, lahan Hak Guna Usaha itu menjadi tanah Negara. Pengertian tentang tanah Negara ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953, yang dimaknai sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.Ketika status hukum Hak Guna Usaha masih berlaku sebagai alas hak PTPN XII (Persero) atas lahan yang selama ini dikelola, maka siapapun termasuk masyarakat disekitarnya yang mengelola tanah dimaksud tanpa legalitas dari pemegang hak, merupakan pelanggaran hukum. Demikian pula pada saat status hukum Hak Guna Usaha itu berakhir.

(22)

22 Tanah dimaksud kembali dalam penguasaan Negara sehingga penguasaan atas tanah bekas Hak Guna Usaha itu tentu saja harus melalui proses dan prosedur sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, aspek dejure sebelum penguasaan atas tanah dilakukan, merupakan indikator keabsahan penguasaan tanah mengingat pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah dalam rangka memberikan sesuatu hak atas tanah negara, termasuk pemberian hak di atas hak pengelolaan sesuai Pasal 1 angka (8) jo Pasal 2 Peraturan MNA/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Pengelolaan. Dengan demikian maka bukan hanya ilegal bagi masyarakat penggarap untuk menggarap tanah tersebut namun juga PTPN XII (Persero) penggarapan tanah tersebut juga ilegal mengingat sebelum turunnya perpanjangan SK (Surat Keputusan) dari Menteri maka Tanah tersebut menjadi tanah Negara sekalipun pemilik sebelumnya adalah PTPN XII (Persero). Akan tetapi Negara memberikan kewenangan untuk PTPN XII (Persero) selaku pemilik sebelumnya untuk memberikan Proteksi atau pengamanan bagi asetnya yang sedang dalam proses perpanjangan hak kembali.

Menurut Peraturan MNA/Kepala BPN Nomor 29 tahun1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, disebutkan dalam Pasal 29 yang pada intinya, pemegang Hak Guna Usaha lama masih memiliki hak keperdataan menguasai aset sepanjang BPN (Badan Pertanahan Nasional) belum melepaskannya ke Negara. Karenanya atas pengrusakan yang dilakukan oleh pihak lain, PTPN XII (Persero) memiliki hak untuk melaporkan kepada pihak berwajib. Demikian juga manakala Hak Guna Usaha hapus atau tidak diperpanjang, bekas pemegang Hak Guna Usaha wajib membongkar bangunan atau tanamannya sesuai Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara pasal 49 ayat 3, juga Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang pengelolalaan barang milik negara, yang menyebutkan tanah dan bangunan milik Negara/ daerah yang tidak dimanfaatkan untuk penyelenggaraan tugas pokok fungsi instansi yang bersangkutan, wajib diserahkan pemanfaatannya kepada Negara, untuk penyelenggaraan tugas pemerintah.

(23)

23 tanah tersebut dan menjadi tetap subur. Secara yuridis apabila Hak Guna Usaha berakhir maka tanah kembali dikuasai negara. Kemudian dalam keadaan tanah tidak dipelihara itu, masyarakat sekitas bekas lahan Hak Guna Usaha menguasai tanah tersebut untuk dipergunakan sebagai tempat bercocok tanam, dan tempat untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Penggarapan lahan Hak Guna Usaha tersebut yang dilakukan oleh masyarakat penggarap jelas menyalahi aturan dimana selain pemegang hak tidak di perbolehkan untuk menggarap lahan atau tanah tersebut kecuali terdapat faktor-faktor lain dan dengan persetujuan pihak yang berwenang. Jika kita mengacu pada pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa12 “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat” tentu masyarakat penggarap tersebut tidak bisa di katakana menyalahi aturan, mengapa tidak menyalahi aturan karena disamping pihak PTPN XII (Persero) tidak mengusahakan tanah tersebut dengan benar dan bertentangan dengan pasal 12 ayat 1 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah yaitu:13 “kewajiban pemegang Hak Guna Usaha adalah memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Masyarakat Gondoruso tersebut merawat lahan tersebut dan menggarapnya untuk kebutuhan dan kelayakan hidupnya sehari-hari dengan hasil bumi yang mereka dapat sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar. Dengan demikian di legalkanya petani penggarap untuk menggarap lahan yang disebut telah terlantar dalam masa permohonan perpanjangan hak, tugas dan wewenang Negara untuk memajukan kesejahteraan rakyat sesuai dengan konsepsi Negara kesejahteraan social yang kita anut telah dijalankan dimana sebagai Negara agraris tanah merupakan sumber daya alam yang paling besar.

3.2.4 Kewenangan memberikan keterangan hak garap

UUPA dan berbagai aturan pelaksanaanya sebenarnya sudah membuat dua penggolongan status tanah di Indonesia, yaitu tanah hak dan tanah Negara. Namun di sisi lain, sebagai implikasi konsep hak menguasai dari Negara, semua tanah di Indonesia dianggap sebagai tanah

12 Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.

(24)

24 Negara, termasuk tanahtanah hak. Berdasarkan pada pengertian mengenai tanah hak dan tanah Negara yang telah disebutkan sebelumnya, bukanlah hal yang mudah untuk menentukan dimana letak tanah garapan dan hak garapan di dalam konstruksi hukum tanah nasional. Bahkan Budi Harsono secara tegas dalam bukunya mengatakan bahwa hukum tanah nasional tidak mengenal tanah garapan maupun hak garapan.

Dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwa tidak ada alasan hukum bagi Kepala Desa untuk memberikan keterangan Hak Garap kepada masyarakat penggarap di atas lahan Hak Guna Usaha. Dimana terdapat dua fakta hukum akan hal ini, yaitu : Surat Keterangan No.240/42790401/2008, tertanggal 27 Juni 2008 dan Surat Keterangan No.470/ 497/427.904.09/ 2013. Kedua surat tersebut dikeluarkan oleh Kepala Desa Gondoruso. Siapapun yang ingin menggarap lahan sementara di atas lahan itu terdapat hak bagi pihak lain, tentu saja penggarap harus mendapatkan ijin dari pemegang hak.

3.3Proses Penyelesaian

Cara penyelesaian sengketa bekas lahan Hak Guna Usaha PTPN XII (Persero) ini di lakukan dengan cara mediasi dengan mempertemukan perwakilan dari PTPN XII (Persero) dan perwakilan Masyarakat Penggarap Desa Gondoruso serta di mediatori oleh Akademisi dari Universitas Negeri Jember yaitu Dr. Aries Harianto serta di fasilitasi oleh Muspida Kabupaten Lumajang.

(25)

25 Hal tersebut tertuang dalam perjanjian kerjasama antara PTPN XII (Persero) dengan Masyarakat Petani penggarap seperti berikut:

a. Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran dalam pelaksanaan perjanjian ini, Para Pihak sepakat untul terlebih dahulu menyelesaikan perselisihan tersebut dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat.

b. Apabila dalam waktu 2 (dua) bulan sejak usulan mengenai penyelesaian secara musyawarah yang diajukan oleh salah satu pihak secara tertulis kepada pihak lainnya tidak tercapai suatu penyelesaian, maka yang bersangkutan berhak untuk mengajukan persoalan ini ke Pengadilan, dan untuk itu Para Pihak sepakat untuk memilih domisili tetap yang tidak dapat dicabut, yaitu pada Panitera Pengadilan Negeri Lumajang.

c. Para Pihak sepakat untuk tidak menempuh penyelesaikan perselisihan dengan cara selain yang diatur dalam ayat (1) dan (2) Pasal ini. Adapun dalam pola kerjasama kemitraan dalam sebuah perjanjian pasti dan tidak lepas dari Hak dan Kewajiban para pihak yaitu PTPN XII (Persero) dan Petani Penggrap. Adapun hak dan kewajiban para pihak tersebut adalah:

1) Hak Pihak Pertama/PTPN XII (Persero):

a) Menetapkan lokasi/areal yang akan di mitrakan dan menetapkan serta member persetujuan atas jenis komoditi yang akan dibudidayakan oleh Pihak Kedua. b) Mendapatkan pembayaran dari Pihak Kedua sebagaimana disebutkan dalam Pasal

3 Perjanjian ini.

c) Menerima kembali tanah/lahan yang digunakan tersebut oleh Pihak Kedua dalam keadaan terpelihara baik dan tidak dalam sengketa dengan pihak manapun

d) Pihak Pertama berhak mengikuti proses panen sampai dengan penimbangan panen tanaman Pihak Kedua sampai selesai.

e) Melakukan pengosongan dan pembersihan areal obyek perjanjian dari tanaman Pihak Kedua setelah berakhirnya perjanjian ini tanpa adanya persetujuan dari Pihak Kedua.

(26)

26 a) Memberikan ijin atas lahan seluas 318,11 Ha guna dimanfaatkan kepada Pihak Kedua untuk budidaya tanaman sengon dan kakao selama jangka waktu Perjanjian ini.

b) Memberikan bantuan bimbingan teknis budidaya tanaman semusim kepada Pihak Kedua.

c) Turut serta dalam proses pemasaran produksi tanaman semusim milik Pihak Kedua sebagaiamana tersebut dalam perjanjian ini apabila dibutuhkan oleh Pihak Kedua. 1) Hak Pihak Kedua/Petani Penggarap:

a) Pihak Kedua berhak menggunakan tanah/lahan seluas 318,11 Ha milik Pihak Pertama sebagaimana Pasal 1, untuk budidaya tanaman sengon dan kakao sebagaimana diatur pada perjanjian ini.

b) Memperoleh bantuan bimbingan teknis budidaya tanaman semusim dari Pihak Pertama.

c) Meminta bantuan Pihak Pertama dalam proses pemasaran produksi tanaman semusim milik Pihak Kedua sebagaiamana tersebut dalam perjanjian ini.

2) Kewajiban Pihak Kedua/Petani Penggarap:

a) Menggunakan tanah seluas 318,11Ha untuk kegiatan tanaman sengon dan kakaoserta tidak diperkenankan untuk melakukan usaha selain yang diatur dalam Pasal 1 perjanjian ini.

b) Mengembalikan tanah/lahan seluas 318,11 Ha tersebut setelah berakhirnya perjanjian ini seperti keadaan semula, dalam keadaan terpelihara baik dan tidak dalam sengketa dengan pihak manapun.

c) Membayar Kompensasi Kemitraan kepada Pihak Pertama.

d) Membantu merawat dan menjaga tanaman tahunanmilik Pihak Pertama yang berada di lokasi obyek perjanjian.

e) Pihak Kedua tidak diperkenankan memindahkan ijin mengelola pada areal perjanjian kemitraan ini baik sebagian atau seluruhnya kepada pihak manapun tanpa persetujuan dari Pihak Pertama secara tertulis.

(27)

27 g) Menghentikan segala aktivitas sehubungan pelaksanaan Perjanjian inidiareal milik

Pihak Pertama setelah berakhirnya jangka waktu perjanjian ini.

Agar tidak adanya manipulasi bagihasil dari panen areal lahan Hak Guna Usaha maka kedua belah belah pihak bersepakat untuk:

1) Panen atas tanaman sengon dan kakao dilakukan oleh Petani Penggrap dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada PTPN XII (Persero) dan panen akan di saksikan oleh PTPN XII (Persero).

2) Sebelum pelaksanaan panen, Petani Penggarap wajib melaporkan kepada PTPN XII (Persero) untuk mengetahui estimasi produksi panen.

3) Jumlah bagi hasil dihitung dari nilai pendapatan hasil panen dengan perhitungan sebagai berikut: - Pihak Kedua/Petani Penggarap: 70%

- Pihak Pertama/PTPN (Persero): 30% .

(28)

28 BAB IV

PENUTUP

4.1Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Sengketa ini dilatarbelakangi oleh ketidakinginan masyarakat Desa Gundoruso ats perpanjangan hak guna usaha yang dilakukan oleh PTPN XII (Persero). Status tanah Hak Guna Usaha yang dilegitimasi sertifikat Hak Guna Usaha No.01/Bades / 1991 berakhir 31 Desember 2012 dan pada 10 Juli 2010 PTPNXII(Persero) mengajukan permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha Nomor 01 Bades. Dengan hal ini, masyarakat petani penggarap tidak sepakat akan proses perpanjangan Hak Guna Usaha tersebut dan menghendaki area yang selama ini digarap dilepaskan dari area hukum Hak Guna Usaha karena alasan cacat hukum sekaligus menghendaki tanah negara tersebut diberikan kepada masyarakat. Sehingga hal inilah yang membuat sengketa didalam perpanjangan hak guna usaha yang telah habis masa berlakunya berakibat terhadap penguasaan tanah bekas hak guna usaha oleh masyarakat penggarap.

2. Proses penyelesaian dalam kasus ini ditempuh dengan proses mediasi. Dimana hasil mediasi berupa kesepakatan kerjasama kemitraan atas lahan Hak Guna Usaha yang telah diperpanjang jika dilihat dari hasil pola kerjasama kemitraan tersebut dengan teori keadilan maka peneliti melihat bahwa dari segi legalitas maka perjanjian dengan hasil pola kerjasama kemitraan dengan prinsip bagi hasil yaitu 70% untuk petani penggarap dan 30% untuk PTPN XII (Persero) tersebut adil, mengingat masyarakat penggarap berada di posisi hanya sebagai penggarap tanah tersebut dan penerima hak garap saja dari pemilik hak atas tanah tersebut, sedangkan pemilik alas hak tersebut adalah PTPN XII (Persero) sebagai pemegang hak atas Tanah Hak Guna Usaha.

4.2Saran

(29)
(30)

30 DAFTAR PUSTAKA

Badrulzaman, Mariam Darus. 1981. Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya. Bandung: Alumni.

Satjipto Rahardjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Supriadi. 2007. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika.

Efendi Perangin. 1989. Hukum Agraria di Indonesia Suatu Telaah dari Sudut pandang Praktisi Hukum. Jakarta: Rajawali.

Urip Santoso. 2005. Hukum Agraria & hak-hak Atas Tanah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Harta Kekayaan.

Risano Rediale. Jurnal Penguasaan Lahan Hak Guna Usaha PTPN XII Perkebunan oleh Masyarakat Penggarap Dalam Masa Permohonan Perpanjangan Hak. Unoversitas Brawijaya.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 tahun 1973 Tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Hak Atas Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah.

Undang-undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria.

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi populasi yang semakin langka, serta kondisi tempat tumbuh rawan terbakar dan ada indikasi rusak akibat alih fungsi hutan menjadi perkebunan atau fungsi

Metode K-Means diharapkan mampu mengelompokkan pendataan obat bulanan yang dapat dijadikan sebagai acuan perencanaan persediaan obat pada tahun berikutnya, selain

Berdasarkan hasil Discriminat Analysis, preferensi rumah masyarakat berpenghasilan rendah dipen- garuhi oleh 15 variabel yaitu tingkat pendidikan, asal, pekerjaan,

1) Jenis Penelitian. Adalah penelitian lapangan jadi data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi laporan dengan cara mencatat dan

Retribusi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit adalah pembayaran atas jasa pelayanan kesehatan RSUN, dengan kata lain Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah sebagian atau seluruh

Bila 100 mL contoh larutan jenuh masing masing garam Pb berikut ini, manakah yang mengandung konsentrasi ion Pb 2+ (aq) paling tinggiA. Berikut ini, manakah pernyataan yang

Selanjutnya, entitas asosiasi dicatat dengan menggunakan metode ekuitas, dimana bagian Kelompok Usaha atas laba dan rugi setelah akuisisi dan penghasilan komprehensif lain

At the request of the 1st Defendant, the Plaintiff had given an interest-free friendly loan of a total sum of RM727,000.00 to the 1st Defendant repayable by the 1st Defendant