• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Usaha Mikro dan Kecil Menghadapi Peluang dan Ancaman Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (Studi Kasus Usaha Mikro dan Kecil Kota Depok)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi Usaha Mikro dan Kecil Menghadapi Peluang dan Ancaman Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (Studi Kasus Usaha Mikro dan Kecil Kota Depok)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Alamat Korespondensi: Ikhlash Kautsar, Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor, ikhlash.kautsar @ gmail.com

Jurnal Aplikasi Manajemen ( JAM) Vol 14 N o 1, 20 16 Terindek s dalam Google Scholar

JAM

14, 1

Diterima, Juni 20 15 Direvisi, Agustus 20 15

Desember 20 15 Disetujui, Januari 20 16

Strategi Usaha Mikro dan Kecil Menghadapi Peluang dan

Ancaman Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean

(Studi Kasus Usaha Mikro dan Kecil Kota Depok)

Ikhlash Kautsar

Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor

Arief Imam Suroso

Magister Manajemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor

Hartrisari

Departemen Teknologi Industri Pertanian

Abstract: Indonesia is a country with the largest population in Southeast Asia. This condi-tion causes Indonesia becomes the biggest and the prospective market among other coun-tries. The Enforcement of the ASEAN Economic Community (AEC) in late 2015 caused a major impact on the Indonesian economy, especially among Micro, Small and Medium En-terprises (SMEs). It is causes the reduces of tariff cost of imported product resulting in the increasing number of foreign products into the domestic market. Imported products are known to have quality and better competitiveness than those domestic SMEs such as Malay-sia, Singapore, Thailand and Philippine. Therefore, it needs a strategy for the development of SMEs to compete in the era of globalization, particularly the AEC.

Keywords: ASEAN economic community; business strategy; small medium enterprise

Abstrak: Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia menjadi pasar terbesar dan prospektif bagi Negara-negara lain. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di penghujung tahun 2015 dinilai berdampak besar bagi perekonomian Indonesia, khususnya kalangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM). Hal tersebut dikarenakan oleh hilangnya bea masuk produk impor yang mengakibatkan meningkatnya jumlah produk asing yang masuk ke pasar domestic. Produk impor, khususnya produk yang berasal dari Malaysia, Singapore, Thailand dan Philip-pine, dinilai memiliki kualitas dan daya saing yang lebih baik dibandingkan dengan UKM dalam negeri. Menghadapi hal itu, Oleh karena itu dibutuhkan strategi pengembangan bagi UKM agar dapat bersaing di era globalisasi, khususnya MEA.

Kata Kunci: masyarakat ekonomi ASEAN; strategi usaha; usaha mikro; usaha kecil; UKM

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan diberlaku-kan pada akhir 2015 bertujuan untuk menciptakan pasar tung-gal di Asia Tenggara. Arah ke-pada integrasi ekonomi telah memberikan manfaat dan

(2)

di dalam daftar tariff inklusi ASEN di bawah Common

Effective PreferentialTarifffor ASEANFree Trade

Area (CEPT-AFTA) ditetapkan sebesar 0–5%. Dinamika perekonomian, keterbukaan dan per-saingan bisnis global belum mampu diimbangi oleh Indonesia. Seperti yang disebutkan oleh SUATMA (2012) bahwa hal tersebut disebabkan oleh (1) Berat-nya beban kenaikan harga BBM, (2) Penerapan otono-mi daerah yang justru menyebabkan biaya semakin tinggi. (3) Kenaikan TDL, (4) Minimnya infrastruktur yang mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan (5) Lambannya implementasi kebijakan pemerintah yang berpihak bagi pelaku usaha nasional dalam upaya me-ningkatkan daya saing dan profesionalisme.

Sebagai anggota ASEAN dengan jumlah pendu-duk dan luas wilayah terbesar, Indonesia akan menjadi pasar yang prospektif, khususnya bagi 4 negara yang tergabung dalam ASEAN 5, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand dan Filippina. Hilangnya tariff atau bea masuk akan meningkatkan jumlah produk impor. Meningkatnya jumlah penawaran akan menciptakan persaingan yang mengakibatkan pilihan masyarakat semakin tinggi. Produk yang berkualitas dengan harga yang bersaing dinilai akan memenangkan pasar.

Sebagai bagian dari Indonesia, Kota Depok terkena dampak langsung perkembangan globalisasi, khususnya pemberlakuan MEA. Hal tersebut disebabkan oleh posisi wilayah yang strategis, terletak diantara Ibukota Jakarta dan Kabupaten Bogor. Di samping itu, Kota Depok merupakan pasar yang prospektif karena penduduknya memiliki tingkat kesejahteraan ekonomi yang cukup baik. Menurut data BPS tahun 2012, Laju pertumbuhan ekonomi meningkat 0,57% atau sebesar 7,15%, Indeks Pemba-ngunan Manusia (IPM) meningkat sebesar 0,50% atau sebesar 79,71%. keberhasilan kota Depok meraih LPE tinggi didorong oleh berbagai faktor, salah satu-nya adalah peningkatan lapangan usaha di sektor pengolahan makanan dan minuman (Sugis, 2013).

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah telah ber-peran besar bagi perekonomian nasional Indonesia. Data BPS menyebutkan bahwa pada tahun 2009, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menyumbang sekitar 53,3% dari total Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Kebanyakan UKM tersebut bergerak di sektor pertanian, perdagangan, industri, dan keuangan. Pada tahun 2011, kontribusi UKM terhadap PDB

meningkat menjadi 56,6% dan menyerap 97% dari tenaga kerja nasional (NAGEL 2012). Namun demi-kian, menurut Ichsan Taufik, Wakil Ketua Umum Bidang UKM Koperasi dan Industri Kreatif Kadin Sumatera Utara, UKM Indonesia dinilai rentan dan kalah bersaing dari sisi harga, kualitas dan keragaman produk. Sedangkan TAMBUNAN (2002) dalam SHYARIFUDIN (2012) mengemukakan, terdapat beberapa aspek yang menjadi kelemahan UKM Indonesia diantaranya adalah kesulitan pemasaran, keterbatasan finansial, keterbatasan sumber daya manusia, masalah bahan baku dan keterbatasan teknologi.

Menghadapi pemberlakuan MEA, UKM di Indonesia khususnya kota Depok harus mampu mena-warkan produk yang memiliki daya Tarik dan daya saing di pasaran, tidak hanya domestik namun juga pasar internasional. Namun demikian, keterbatasan yang dimiliki oleh UKM menyebabkan banyaknya UKM yang gulung tikar serta tidak berkembang meng-hadapi perubahan kondisi. Lebih lanjut, hal ini akan berdampak negatif terhadap kesejahteraan penduduk serta keberlangsungan perekonomian di Kota Depok. Perlu dilakukan kajian pengembangan UKM yang relefan, yang mampu menghadapi tantangan global, khususnya pemberlakuan MEA di akhir tahun 2015 mendatang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Mengidentifikasi serta menganalisa kondisi usaha mikro dan kecil. Menganalisa faktor lingkungan inter-nal UKM dan kondisi lingkungan eksterinter-nal akibat pemberlakuan MEA. Serta merumuskan strategi UKM dalam menghadapi peluang dan ancaman pember-lakuan MEA.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Depok Desember 2014 sampai dengan Februari 2015. Objek penelitian adalah Usaha Mikro dan Kecil yang berge-rak di bidang pengolahan makanan dan minuman. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan studi kasus. Studi kasus dilakukan untuk memperoleh gambaran yang luas dan lengkap tentang kondisi atau keadaan yang sesung-guhnya secara rinci, meliputi seluruh aspek manaje-men.

(3)

dan Focus Group Dicussion (FGD). Diskusi kelom-pok terfokus atau FGD dilakukan dengan usaha mikro dan kecil untuk mendapatkan informasi yang bersifat kualitatif terkait dengan factor strategis internal UKM menghadapi pemberlakuan MEA. Wawancara dilaku-kan dengan menggunadilaku-kan kuisioner sebagai alat bantu untuk memperoleh data dan informasi yang ditujukan kepada pejabat terkait, pelaku UKM serta akademisi. Studi pustaka, merupakan pengumpulan data dan informasi yang bersumber dari literatur, jurnal, laporan maupun dokumen lain terkait dengan permasalahan yang dihadapi.

Data yang ditemukan kemudian diolah dengan menggunakan paket program komputer Spread Sheet Microsoft Excel untuk mengolah masukan berupa matriks internal-eksternal factor evaluation. Pene-tapkan strategi bagi usaha mikro dan kecil dilakukan dengan menggunakan matrik internal-eksternal (matriks IE).

Analisa internal - eksternal

Analisa faktor lingkungan diawali dengan mela-kukan identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap strategi perusahaan. Analisa lingkungan baik internal dan eksternal akan menghasilkan dua buah matriks, yaitu matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE). Kedua analisa lingkungan tersebut dihasilkan melalui FGD dan wawancara dengan responden sesuai dengan kapasitasnya. IFE dihasilkan dari FGD dan wawancara dengan responden pelaku UKM. Sedangkan EFE dihasilkan dari wawancara dengan responden praktisi atau pejabat terkait.

Selanjutnya faktor-faktor strategis diberi bobot dan rating untuk disusun ke dalam matriks IE. Pem-bobotan dilakukan dengan metode paired compa-rison atau perbandingan berpasangan. Metode terse-but dikembangkan oleh KINNEAR dan TAYLOR (1991) di mana metode ini memberikan penilaian ter-hadap bobot setiap faktor penentu internal dan ekster-nal. Berikutnya, pemberian peringkat atau rating dilakukan dengan metode yang dikembangkan oleh DAVID (2013), yang mana peringkat 1 sampai 4 diberikan kepada masing-masing faktor internal dan eksternal untuk menunjukkan seberapa efektif faktor tersebut berpengaruh terhadap perusahaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Faktor Strategis Internal Usaha

Mikro

Faktor strategis internal usaha mikro terdiri dari pengetahuan dan keahlian pengusaha dengan bobot 0,13. Faktor berikutnya adalah produk yang diterima oleh masyarakat dan kemampuan internet marketing dengan bobot 0,12. Selanjutnya faktor keanekara-gaman produk, beban biaya yang tinggi, dan lemahnya budaya usaha memiliki bobot 0,11. Sedangkan factor sertifikasi produk, keterbatasan modal usaha, dan le-mahnya keahlian tenaga kerja memiliki bobot kepen-tingan terendah, yaitu 0,10.

Faktor dengan bobot tertinggi pertama adalah pe-ngetahuan dan keahlian pengusaha. Sebagian usaha mikro memiliki latar belakang pendidikan sarjana yang merupakan salah satu modal utama. Pendidikan yang tinggi memungkinkan usaha mikro memiliki wawasan, pengetahuan dan keahlian yang lebih luas dibanding-kan dengan usaha mikro lainnya. Melalui pendididibanding-kan, pengetahuan, dan pengalaman kerja yang dimiliki, usaha mikro memiliki kesempatan yang lebih besar dalam menggali informasi, wawasan dan pengetahuan utuk meningkatkan dan mengembangkan usahanya. Faktor dengan bobot tertinggi kedua adalah pro-duk yang diterima oleh masyarakat. Usaha mikro menawarkan produk yang sudah dikenal dan ada di pasaran. Usaha yang dijalankan mengacu pada produk yang sudah ada dan terbukti laku di pasaran. Hanya sedikit usaha mikro yang berani menawarkan produk yang sama sekali berbeda dengan produk yang sudah ada. Produk yang sudah dikenal dan laku membuat usaha mikro optimis mengenai kelayakan dan keber-langsungan usahanya. Namun, beberapa produk usaha mikro merupakan duplikasi atau modifikasi produk lainnya. Kondisi tersebut terjadi, disamping karena keterbatasan modal, juga karena keterbatasan pengetahuan, keahlian dan sumber daya.

(4)

mikro yang melakukan pemasaran online mengalami perkembangan usaha yang lebih cepat dibandingkan dengan usaha yang melakukan pemasaran secara konvensional. Usaha mikro dengan pemasaran online terus berkembang dan bergerak dinamis, sedangkan yang tidak mengalami stagnansi hingga kebangkrutan. Faktor keanekaragaman produk memiliki bobot yang rendah dan dianggap tidak lebih penting diban-dingkan dengan faktor lainnya. Optimalisasi factor lain dinilai mampu menciptakan perbedaan, keung-gulan dan daya saing usaha.

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar gas (BBG) menyebabkan tingginya beban biaya. Banyak pemasok yang dengan mudah menaik-kan harga produk karena isu kenaimenaik-kan harga BBM. Dampaknya adalah biaya pengiriman menjadi naik yang diikuti dengan kenaikan harga jual. Menaikkan harga dilakukan oleh usaha mikro agar tetap menda-patkan profit yang cukup.

Kalangan usaha mikro dinilai memiliki budaya usaha yang lemah karena tidak memiliki latar belakang keluarga, lingkungan atau pengalaman sebagai peng-usaha. Permasalahan ini menyebabkan pengusaha mikro tidak memiliki pondasi yang kuat dalam mem-bangun dan mengembangkan usaha. Mereka harus memulai dan belajar menjalankan usaha secara man-diri tanpa arahan maupun pembelajaran dari pengusaha terdahulu. Kebanyakan pengusaha mikro bahkan menjalankan usaha karena kondisi dan keterbatasan serta tidak mendapatkan pekerjaan yang layak.

Faktor sertifikasi produk meliputi sertifikasi ting-kat lokal, nasional dan internasional. Beberapa sertifi-kasi yang harus dimiliki oleh usaha mikro yang berge-rak di bidang makanan dan minuman adalah sertifikat pangan industri rumah tangga (PIRT), sertifikat layak usaha (SLU) dan Halal MUI. Pada tingkat nasional, izin yang harus dipenuhi adalah izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sedangkan pada tingkat internasional, setidaknya dibutuhkan dua sertifikasi, yaitu Good Manufacturing Practices (GMP) dan

Hazard Analisys Critical Control Point (HACCP).

Beberapa Negara ASEAN bahkan mensyaratkan sertifikasi yang lebih banyak, seperti Laos yang mensyaratkan Good Agricultural Practises (GAP) dan Thailand yang mensyaratkan sertifikat Total

Quality Management (TQM).

Tingkat kepentingan keberadaan sertifikasi pada usaha menjadi salah satu yang terendah karena banyaknya masyarakat yang belum memahami dan menganggap penting sertifikasi. Hal itu ditunjukkan oleh tidak adanya perhatian pembeli mengenai ada tidaknya sertifikasi pada produk-produk usaha mikro. Seluruh responden pada penelitian ini menyebutkan bahwa ada tidaknya sertifikasi tidak berpengaruh terhadap pembelian.

Faktor dengan bobot rendah lainnya adalah keter-batasan modal. Faktor ini kerap menjadi masalah utama usaha mikro dalam mengembangkan usaha. Modal dibutuhkan untuk mencapai skala ekonomis usaha, meningkatkan kapasitas produksi, pemasaran dan biaya operasional usaha lainnya. Pada dasarnya usaha mikro tidak membutuhkan modal usaha yang besar. Hal tersebut dikarenakan usaha mikro belum memiliki kapasitas yang cukup dalam mengelola usaha pada skala yang lebih besar. Modal yang besar tanpa diikuti oleh kemampuan dapat menjadi masalah. Ke-nyataannya, banyak usaha mikro yang mendapatkan bantuan modal lunak yang tidak mampu mengelolanya dengan baik. Modal yang didapat justru digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi harian bukan meningkatkan skala usaha.

Sukidjo (2004) menjelaskan bahwa kesulitan modal merupakan masalah paling banyak dijumpai oleh UKM. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan akses langsung terhadap informasi, layanan dan fasili-tas keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan formal bank maupun non formal, misalnya BUMN dan LSM. Pada umumnya UKM tidak mampu me-manfaatkan kredit dari karena pihak UKM tidak mampu memenuhi agunan yang dipersyaratkan oleh Bank, di samping rumitnya birokrasi. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar dana modal kerja dan investasi berasal dari sumber informal, di mana sumber pembiayaan yang digunakan adalah sangat bervariasi, antara lain berasal dari tabungan pribadi, pinjaman dari sahabat atau kenalan, pinjaman dari pensuplai bahan baku, pinjaman dari tuan tanah dan pinjaman dari pelepas uang. (Sukidjo, 2004)

(5)

menarik bagi tenaga kerja yang berkualitas. Mereka lebih memilih bekerja di perusahaan yang besar yang bias memberikan upah sesuai dengan UMR atau menawarkan jenjang karir yang jelas.

Internal Faktor Evaluation (IFE)

Usaha Mikro

beban biaya yang tinggi memiliki bobot 0,12. Faktor dengan bobot 0,11 adalah keanekaragaman produk dan kemampuan mengelola usaha. Sedangkan kemampuan internet marketing, lemahnya keahlian tenaga kerja serta lemahnya pengelolaan asset dan keuangan meru-pakan faktor dengan bobot terendah, yaitu sebesar 0,10.

Tabel 1. Internal Factor Evaluation(IFE) Usaha Mikro

Sumber: data diolah

KEKUATAN Bobot Rating Jumlah

1 Keanekaragaman pro duk 0.11 3.33 0.36

2 Memilik i keahlian internet marketing 0.12 3.67 0.43

3 Sumber daya / pengusaha yang berkualitas 0.13 3.67 0.47

4 Produk diterima masyarakat 0.12 4.00 0.47

KELEMAHAN

1 Sertifikasi 0.10 2.00 0.21

2 Beban biaya yang tinggi 0.11 2.00 0.22

3 Kurangnya modal 0.10 1.00 0.10

4 Lemahnya keahlian tenaga kerja 0.10 1.33 0.14

5 Budaya bisnis yang lemah 0.11 1.00 0.11

Jumlah 2.51

Faktor produk yang diterima oleh masyarakat serta sumber daya pengusaha yang berkualitas dinilai sebagai kekuatan utama usaha mikro. Faktor keahlian internet marketing merupakan kekuatan utama beri-kutnya. Sedangkan faktor keanekaragaman produk merupakan kekuatan biasa. Factor kelemahan utama usaha mikro adalah kurangnya modal, budaya bisnis yang lemah dan lemahnya keahlian tenaga kerja. Se-dangkan kelemahan biasa usaha mikro adalah sertifi-kasi dan beban biaya yang tinggi.

Identifikasi Faktor Strategis Internal Usaha

Kecil

Identifikasi terhadap kondisi internal kelompok usaha kecil menghasilkan factor strategis yang tidak jauh berbeda dengan usaha mikro. Munculnya perbe-daan tersebut disebabkan oleh faktor jumlah omset dan kapasitas usaha, yang kemudian menimbulkan tingkat kepentingan yang berbeda-beda. Faktor dengan bobot tertinggi adalah kurang berani meng-ambil resiko, dengan bobot mencapai 0,15. Berikutnya adalah factor pengetahuan dan keahlian pengusaha, produk yang diterima masyarakat, sertifikasi dan

Faktor dengan bobot tertinggi adalah kurang beraninya pengusaha mengambil resiko. Nilai omset yang besar justru membuat usaha kecil merasa nya-man dengan kondisi yang sudah dicapai. Pengusaha kecil memiliki kekhawatiran dalam meningkatkan skala usaha. Mereka khawatir langkah yang diambil dalam mengembangkan usaha justru menimbulkan kerugian yang lebih besar. Disamping itu, pada kondisi ini, mereka memiliki kehidupan yang cukup diban-dingkan dengan sebelumnya.

(6)

kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan informasi, belajar serta berusaha meningkatkan penge-tahuan dan kapasitas dalam mengelola usaha.

Bertolak belakang dengan kondisi yang ada, pengetahuan yang dimiliki oleh pengusaha kecil tidak diiringi dengan keahlian praktik dalam mengelola usaha pada skala yang lebih besar. Pengusaha kecil dinilai tidak memiliki pengalaman yang cukup pada skala yang lebih besar. Skala usaha yang lebih besar berarti memiliki resiko usaha yang lebih besar. Pada tingkat ini banyak usaha kecil dengan pertumbuhan yang stag-nan dibandingkan dengan pertumbuhan usaha pada saat di tingkat yang lebih rendah.

Produk yang diterima oleh masyarakat merupa-kan faktor merupamerupa-kan salah satu kunci utama usaha kecil dapat bertahan dan mendapatkan omset yang lebih besar. Sejauh ini kalangan usaha kecil dapat ber-tahan karena memiliki pelanggan tetap yang memiliki preferensi yang baik terhadap produk yang ditawar-kan. Namun demikian, kondisi ini bisa berbalik, peng-usaha kecil yang lengah akan sulit bertahan manakala muncul pesaing yang mampu membuat produk yang lebih dapat diterima masyarakat.

Berikutnya adalah sertifikasi produk dan usaha. Responden menilai sertifikasi usaha bukan sesuatu yang menjadi perhatian utama bagi konsumen. Saat ini, banyak konsumen yang lebih mementingkan cita rasa dibandingkan dengan label yang tertera pada kemasan atau pintu rumah makan. Sesuai dengan temuan yang didapat, sangat sedikit pelanggan yang menanyakan sertifikasi produk atau usaha yang dimi-liki oleh responden. Pun demikian, tidak adanya serti-fikasi tidak memengaruhi pelanggan mengambil keputusan untuk tidak membeli.

Faktor lain dengan bobot tingkat kepentingan yang sama tinggi adalah beban biaya yang tinggi. Faktor ini masih menjadi salah satu kelemahan utama yang dialami oleh pengusaha kecil. Walaupun dengan tingkat penjualan yang lebih besar, usaha kecil dinilai masih belum mampu mencapai skala usaha yang eko-nomis. Khususnya dalam hal pemenuhan bahan baku serta biaya produksi dan operasional. Usaha kecil dinilai masih terpengaruh oleh fluktuasi kenaikan harga BBM yang mengakibatkan meningkatnya harga pasokan.

Faktor dengan tingkat kepentingan tertinggi ketiga adalah keanekaragaman produk dan kemampuan

dalam mengelola usaha pada kapasitas yang lebih besar. Keanekaragaman produk memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi dibandingkan dengan faktor kemampuan internet marketing dan lemahnya keahlian tenaga kerja, tidak seperti yang terjadi pada usaha mikro. Keanekaragaman produk dibutuhkan dalam rangka menjaga loyalitas pelanggan dan stabi-litas penjualan. Pada tingkat usaha ini, kalangan usaha kecil memiliki sumber daya yang cukup untuk me-ngembangkan produk turunan. Kebutuhan akan pro-duk yang bervariasi menjadi tinggi karena konsumen dihadapkan pada kondisi munculnya banyak pilihan produk yang lebih berkualitas dan bersaing. Konsumen juga berusaha untuk mencapai kepuasan lain, yang menyebabkan mereka mencari alternatif produk yang lebih baik.

Faktor kemampuan dalam mengelola usaha pada kapasitas yang lebih besar menjadi salah satu kendala usaha kecil. Oleh sebab itu, faktor ini memiliki tingkat kepentingan yang lebih rendah dibandingkan dengan beberapa faktor lainnya. Faktor ini dinilai merupakan ancaman bagi usaha kecil. Kapasitas usaha yang lebih besar berarti juga resiko yang lebih besar. Dibutuhkan keahlian yang lebih besar agar dapat mengelola dan mempertahankan usaha pada skala ini. Terbatasnya keahlian pelaku usaha kecil membuat usaha menjadi stagnan, tidak berdaya saing, dan pada akhirnya me-ngalami penurunan dan kematian. Walaupun demi-kian, kondisi ini masih bisa ditangani dengan cara merekrut sumber daya yang memiliki kapasitas yang cukup dalam mengelola usaha.

Faktor dengan tingkat kepentingan terendah ada-lah kemampuan internet marketing, lemahnya keahlian tenaga kerja serta pengelolaan asset dan keuangan. Kemampuan internet marketing dinilai memiliki bobot tingkat kepentingan yang paling rendah oleh responden dikarenakan usaha kecil tidak lagi memfokuskan ke-giatan pada teknis penjualan, namun lebih ke arah manajerial. Usaha kecil lebih membutuhkan sumber daya manusia yang mampu mengelola usaha secara professional, komprehensif, dapat mengambil kepu-tusan dengan capat dan tepat, serta mampu melihat dan memberikan solusi terhadap persoalan yang sedang dihadapi oleh perusahaan.

(7)

kecil, perusahaan sudah memiliki pasar dan pelanggan yang jelas dan tersegmentasi. Fokus usaha kecil tidak lagi hanya pada penjualan, namun juga pengembangan produk yang berkualitas dan bersaing.

Lemahya keahlian tenaga kerja tidak lagi memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi dibandingkan beberapa faktor lainnya. Walaupun sebagian besar responden usaha kecil masih menghadapi kondisi ini, mereka memiliki pilihan yang lebih mudah dibanding-kan dengan usaha mikro. Usaha kecil dapat memutus-kan dengan cepat bagaimana mereka memilih tenaga kerja yang lebih baik, hal ini dikarenakan mereka telah memiliki pengalaman, sistem rekrutmen tenaga kerja serta anggaran yang cukup untuk mendapatkan karya-wan yang berkualitas.

Faktor dengan tingkat kepentingan terendah beri-kutnya adalah lemahnya usaha kecil dalam mengelola aset dan keuangan usaha. Hal tersebut menjadi masa-lah dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan dan keahlian mengelola asset dan keuangan usaha. Walau-pun usaha kecil dapat merekrut karyawan yang memi-liki kompetensi di bidang keuangan, namun keputusan keuangan masih berada di tangan pemilik usaha. Tidak adanya struktur organisasi yang professionali menye-babkan persoalan ini tidak terselesaikan dengan baik. Kurangnya pengetahuan dalam mengelola ke-uangan, membuat pengusaha kecil tidak dapat menen-tukan prioritas yang tepat untuk mengembangkan usahanya. Oleh sebab itu, kekayaan yang dimiliki tidak

dapat dimanfaatkan secara maksimal. Walaupun demikian, dari 12 responden, terdapat 1 responden yang dinilai mampu melakukan pengelolaan aset usaha dan laporan keuangan dengan baik. Hal tersebut terli-hat dari optimalnya kinerja keuangan perusahaan serta tingginya aset yang dimiliki. Faktor ini dinilai tidak lebih penting karena pemilik usaha sebenarnya dapat me-rekrut tenaga kerja atau konsultan yang berkompeten yang mampu menangani persoalan ini dengan lebih baik.

Internal Factor Evaluation (IFE)

Usaha Kecil

Seluruh kekuatan yang ada pada factor strategis internal merupakan kekuatan utama yang dimiliki oleh kelompok usaha kecil. Dua dari tiga responden mem-berikan rating yang maksimal pada seluruh faktor kekuatan. Hanya satu responden yang memberikan rating lebih rendah, yaitu keanekaragaman produk dan sumber daya pengusaha. Berdasarkan perhitungan bobot dan rating, faktor kekuatan terbesar usaha kecil adalah produk yang diterima oleh masyarakat. Ke-kuatan utama berikutnya adalah sumber daya peng-usaha yang berkualitas, diikuti oleh faktor keaneka-ragaman produk serta keahlian di bidang internet marketing.

Pada pembobotan kelemahan terdapat 4 faktor yang mendapatkan rating mutlak. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan pandangan di antara responden. Faktor tersebut adalah sertifikasi, beban biaya yang

Tabel 2. Internal Factor Evaluation(IFE) Usaha Kecil

Sumber: data diolah

KEKUATAN Bobot Rating Jumlah

1 Keanekaragaman pro duk 0.11 3.67 0.39

2 Memilik i keahlian internet marketing 0.10 4.00 0.38

3 Sumber daya / pengusaha yang berkualitas 0.12 3.67 0.45

4 Produk diterima masyarakat 0.12 4.00 0.48

KELEMAHAN

1 Sertifikasi 0.12 2.00 0.24

2 Beban biaya yang tinggi 0.12 2.00 0.24

3 Lemahnya keahlian tenaga kerja 0.10 1.67 0.16

4 Kemampuan mengelola usaha 0.11 1.00 0.11

5 Pengelolaan asset dan keuangan 0.10 1.00 0.10

6 Kurang berani mengambil resiko 0.15 1.33 0.20

(8)

tinggi, kemampuan mengelola usaha serta kemam-puan mengelola asset dan keuangan usaha. Kelemah-an utama usaha kecil adalah kemampuKelemah-an dalam mengelola aset dan keuangan, kemampuan mengelola usaha pada skala yang lebih besar, serta lemahnya keahlian tenaga kerja. Ketiga kelemahan utama dinilai sebagai factor utama penghambat kemajuan usaha kecil. Faktor ini dinilai lebih sulit untuk diatasi diban-dingkan faktor lainnya. Sertifikasi, beban biaya yang tinggi serta kurang berani mengambil resiko merupa-kan kelemahan biasa. Namun demikian, faktor-faktor tersebut masih dalam jangkauan. Usaha kecil dapat mengatasi persoalan ini dengan pengalaman dan sum-ber daya yang dimilikinya.

Identifikasi Faktor Strategis Eksternal

Pemberlakuan MEA menimbulkan peluang dan ancaman bagi UKM. Peluang yang timbul terdiri dari (1) jumlah target pasar semakin meningkat mencapai 625 juta jiwa, (2) daya beli masyarakat semakin meningkat hingga lebih dari US$ 4.000, (3) pengguna internet di ASEAN mencapai 38,5%, dengan pertum-buhan dunia 741% pertahun, (4) akses informasi yang semakin mudah, cepat dan terjangkau, (5) gaya hidup masyarakat yang lebih sehat, modern dan dinamis, serta (6) meningkatnya isu kewirausahaan dan jumlah hingga 2%. Sedangkan Faktor eksternal berupa an-caman terdiri dari (1) meningkatnya biaya produksi dan operasional sebesar 10%, (2) pengurusan izin usaha yang dinilai rumit dan berbiaya tinggi, (3) persyaratan sertifikasi yang belum dapat dipenuhi oleh UKM, (4) perubahan kebijakan pemerintah, serta (5) hilangnya bea masuk dan tariff barang impor dari Negara ASEAN meningkatkan persaingan di dalam negeri.

Jumlah Target Pasar Semakin Meningkat

Mencapai 625 Juta

Menurut ASEAN (2014), jumlah populasi pendu-duk Negara ASEAN pada tahun 2013 mencapai 625.090,5 juta jiwa. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk terbesar di ASEAN yang mencapai 248,8 juta jiwa atau sekitar 39,8%. Badan Pusat Statistik (2013) memprediksi, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 akan meningkat mencapai sekitar 271 juta jiwa dan pada tahun 2035 mencapai

sekitar 305 juta jiwa. Sedangkan berdasarkan Internet World Stats (2015). Indonesia merupakan Negara dengan jumlah populasi terbesar ke-4 di dunia, di bawah China yang mencapai 1,356 juta jiwa, India sebanyak 1,236 juta jiwa dan Amerika serikat dengan jumlah populasi sebanyak 319 juta jiwa.

ASEAN (2014) memperkirakan terjadi pertum-buhan penduduk sebanyak 1,3% pertahun di wilayah ASEAN. Kondisi ini mencerminkan prospek yang sangat besar bagi UKM yang bergerak di bidang pe-nyediaan makanan dan minuman. Semakin banyak penduduk maka akan semakin tinggi pula kebutuhan terhadap makanan dan minuman.

Daya Beli Masyarakat Meningkat Hingga

Lebih dari US$ 4.000

Selama kurun waktu dari tahun 2004 hingga 2013, jumlah kelas menengah Indonesia meningkat dari 36% menjadi 56,5% (Kel…2013). The Boston Consulting Group menyebutkan bahwa kelas menengah Indonesia diprediksi meningkat hingga mencapai 141 juta jiwa pada tahun 2020 (RRI 2013). Apabila data tersebut dibandingkan dengan proyeksi Bapenas terhadap jum-lah penduduk Indonesia di tahun 2020 yang diperki-rakan mencapai 271 juta jiwa. Maka jumlah masyara-kat kelas menengah Indonesia mencapai sebesar 55% dari total jumlah penduduk. Jumlah kelas menengah Indonesia tersebut diperkirakan sebanding dengan total seluruh penduduk Thailand, Brunei, Cambodia, Laos, Malaysia dan Singapore.

Pada rentang tahun 2004–2013, pendapatan perkapita penduduk Indonesia mengalami peningkatan dari 1.200 dollar AS menjadi sekitar 4.000 dollar AS. Bahkan pemerintah telah menetapkan target GDP atau PDB Per kapita mencapai 5.000 US$ pada tahun 2015. Terjadinya peningkatan pendapatan penduduk Indonesia akan dibarengi dengan meningkatnya daya beli masyarakat. ASTUTI (2005) menyatakan bahwa permintaan terhadap produk makanan yang dilihat dari data PDB Total dan PDB sektor restoran sangat baik dan terus meningkat, hal ini mencerminkan daya beli yang terus meningkat.

(9)

dan pemenuhan kebutuhan. Mengacu kepada teori maslow, kebutuhan fisilogis merupakan kebutuhan primer, maka pada tingkat daya beli yang lebih tinggi, konsumen membutuhkan rasa aman dan keamanan, social, ego dan aktualisasi diri.

Pengguna Internet di ASEAN mencapai 38,5%

dengan Pertumbuhan Dunia 741% pertahun

Data Intertet World Stats (2015) menunjukkan bahwa pada quarter 2 tahun 2014 Benua Asia meru-pakan pengguna internet terbesar di dunia, mencapai 1.386.188.112 pengguna. Jumlah tersebut mencapai 34,7% dibandingkan jumlah populasi penduduk Asia. Jika dibandingkan dengan keseluruhan jumlah penggu-na internet dunia, maka penggupenggu-na di internet di Asia mencapai 45,7% dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 1.112,7% pertahun.

Pada semester 2 tahun 2014, jumlah populasi pengguna internet di Asia Tenggara mencapai lebih dari 200 juta pengguna atau sebanyak 38,5% dari jumlah penduduk Negara ASEAN. Sedangkan jumlah pengguna FACEBOOK mencapai 127.137.140 peng-guna. Jumlah tersebut meningkat 17 kali lipat jika dibandingkan dengan pengguna internet pada tahun 2000 yang hanya mencapai 11.443.000 pengguna.

Tingginya jumlah pengguna internet yang diikuti dengan pertumbuhan penggunanya secara drastis di Asia Tenggara menjadi peluang terbesar bagi UKM. Kondisi tersebut memberikan kesempatan kepada UKM untuk memasarkan produknya dengan lebih mudah. Hampir seluruh responden menggunakan internet sebagai media utama pemasaran. Mereka memiliki keahlian dalam memasarkan produk melalui internet. Marketing online tidak membutuhkan biaya yang besar namun mampu melakukan penetrasi pasar dan mempromosikan produk secara luas. Semakin banyak pengguna internet, maka akan semakin tinggi juga peluang UKM mendapatkan pasar.

Akses Informasi Yang Semakin Mudah, Cepat

dan Terjangkau

Dewasa ini, akses informasi semakin mudah, cepat dan terjangkau. Ponsel pintar telah menjadi perangkat utama bagi masyarakat perkotaan dalam mendapatkan informasi, akses internet dan social media. Ponsel pintarmenjadi salah satu media yang

paling mudah untuk mendapatkannya. Menurut techniasian, pengguna aktif ponsel di Indonesia men-capai sebanyak 98,7 juta dengan penetrasi pengguna 39,2%. Sedangkan pengguna ponsel pintar sebesar 14%. Pengguna ponsel pintaryang mencari informasi melalui ponsel pintarmencapai 94%, sedangkan peng-guna ponsel pintar yang mencari informasi produk sebanyak 95%, dan pengguna ponsel pintar yang mela-kukan pemesanan via ponsel sebanyak 57%.

Gaya Hidup Masyarakat yang Lebih Sehat,

Modern dan Dinamis

Anderson (2005) Dalam Mufidah (2012) menjelaskan bahwa rasa lapar tidak lagi menjadi pertimbangan seseorang untuk makan, namun untuk memenuhi kepuasan atau kesenangan seseorang demi menjaga gengsi. Mufidah (2012) menyebutkan lebih lanjut mengenai factor yang menyebabkan timbulnya gengsi, diantaranya adalah (1) Budaya, (2) Status social ekonomi, (3) personal preference dan (4) lingkungan.

Akses informasi yang mudah dan cepat mem-berikan kesempatan kepada masyarakat untuk me-ngetahui informasi dan kebudayaan asing yang ada dan masuk ke Indonesia. Hal ini memengaruhi terjadi-nya perubahan preferensi seseorang dalam menentu-kan jenis mamenentu-kanan yang dikonsumsi (Mufidah, 2012). Contohnya adalah kehadiran budaya Korea selatan dan Jepang yang masuk ke Indonesia dalam 5 tahun terakhir, yang dikenal dengan istilah Korean Wave dan Japan Wave, menyebabkan terjadinya pergeseran preferensi jenis makanan dari tradisional ke internasional.

(10)

Meningkatnya Isu Kewirausahaan dan Jumlah

Wirausahawan Hingga 2%

Dewasa ini, isu kewirusahaan di masyarakat Indonesia semakin meningkat. Kondisi ini terlihat dari semakin maraknya kegiatan atau acara yang meng-angkat tema kewirausahaan. Menurut Deputi Menkop dan UKM bidang pengembangan SDM, Kemenkop & UKM, jumlah wirausahawan di Indonesia melonjak tajam dari 0,24% menjadi 1,56% pada Januari 2012 (Entrepreneur, 2012). Kemenkop optimis pada tahun 2014, jumlah wirausahawan di Indonesia mencapai 2%. Sedangkan BPS mencatat, selama kurun waktu satu tahun, sejak Februari 2013 hingga 2014, terjadi peningkatan jumlah wirausahawan sekitar 190.000 orang (Ciputrapreneurship, 2014).

Faktor isu kewirausahaan yang meningkat dipan-dang sebagai kondisi yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan UKM lokal. Namun demikian, peluang ini bukanlah peluang langsung, sehingga tidak dipandang sebagai kekuatan yang memiliki tingkat kepentingan yang tinggi jika dibandingkan dengan beberapa faktor strategis eksternal lainnya. Mening-katnya isu ini, membuat UKM mendapatkan informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan dengan lebih mu-dah. Sehingga membantu UKM untuk dapat mencip-takan peluang yang lebih besar. UKM juga memiliki mindset dan pandangan yang lebih luas dalam menge-lola usaha dan mengembangkannya.

Meningkatnya Biaya Produksi dan Operasional

Peningkatan biaya produksi dan operasional usaha dinilai masih menjadi permasalahan utama yang selalu dihadapi oleh UKM, tidak hanya kelompok usaha mikro, namun juga kelompok usaha kecil. Biaya produksi dan operasional dipengaruhi oleh berbagai factor produksi, yaitu biaya bahan baku, bahan bakar minyak, dan tenaga kerja.

Kuncoro (2000) berpendapat bahwa masalah biaya produksi yang tinggi juga disebabkan oleh sulit-nya UKM mendapatkan bahan baku yang berkualitas karena harga yang tinggi, sehingga UKM hanya men-dapatkan bahan baku dengan kualitas yang rendah. Faktor persaingan usaha antar perusahaan juga men-jadi persoalan. Perusahaan besar yang memiliki modal yang jauh lebih besar memiliki posisi yang kuat

dibandingkan UKM dalam mendapatkan bahan baku dengan harga dan kualitas yang lebih bagus.

Peningkatan biaya produksi dan operasional akan berdampak pada tingkat profitabilitas UKM. Apabila harga jual produk tidak disesuaikan dengan pening-katan biaya produksi, maka profit akan semakin kecil. Bagi UKM, Hal yang paling mudah untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan meningkatkan harga jual. Namun, peningkatan harga jual akan berdampak pada penurunan penjualan. Semakin tinggi harga jual yang ditetapkan, UKM dinilai akan semakin kesulitan dalam menghadapi persaingan usaha.

Pengurusan Izin Usaha yang Dinilai Rumit dan

Berbiaya Tinggi Oleh UKM

Hampir seluruh responden tidak mengetahui bah-wa pemerintah telah mengeluarkan Perpres No. 98 tahun 2014 tentang Perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil. Peraturan presiden ini merupakan ketetapan bagi pelaku UKM dalam memiliki izin usaha. Izin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) merupakan tanda legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu dalam bentuk izin usaha mikro dan kecil dalam satu lembar kertas. Perpres No. 98 tahun 2014 meru-pakan bentuk dukungan pemerintah kepada pelaku UKM. Peraturan tersebut memberikan banyak keun-tungan dan kemudahan bagi pelaku usaha. Melalui IUMK, UKM mendapatkan kepastian dan perlin-dungan dalam berusaha dilokasi yang telah ditetapkan; mendapatkan pendampingan untuk pengembangan usaha; mendapatkan kemudahan dalam akses pem-biayaan ke lembaga keuangan bank dan non-bank; dan mendapatkan kemudahan dalam pemberdayaan dari pemerintah, pemerintah daerah dan/atau lembaga lainnya.

(11)

Persyaratan Sertifikasi yang Belum Dapat

Dipenuhi oleh UKM

Standar keamanan pangan diperlukan untuk menjamin keamanan produk yang masuk ke masing-masing Negara ASEAN. Orientasi dari adanya stan-dar keamanan pangan adalah keselamatan konsumen. Setiap Negara wajib memberlakukan hal tersebut guna mencegah terjadinya resiko pada warganya. Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, kondisi tersebut justru menjadi ancaman bagi UKM lokal. Perusahaan asing dinilai lebih siap dan menyadari pen-tingnya adanya sertifikasi. Produk Negara ASEAN yang akan masuk ke Indonesia memiliki dukungan yang kuat dari pemerintahnya untuk memiliki sertifikasi standar keamanan pangan agar dapat masuk ke Indonesia. Kondisi ini akan mengancam UKM lokal manakala masyarakat sadar dan teredukasi dengan pentingnya sertifikasi tersebut.

Sebagian besar usaha mikro dan kecil belum memiliki sertifikasi standar keamanan pangan seperti yang disebutkan. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan serta urgensi kepemilikan sertifikasi tersebut. Di samping itu, hampir seluruh UKM me-nyasar pasar lokal dan beroperasi pada wilayah yang terbatas, hanya terdapat 3 responden yang menyasar pasar nasional, dan tidak ada responden yang menya-sar pamenya-sar internasional. Kondisi inilah yang dinilai bah-wa kebutuhan akan kepemilikan sertifikasi tersebut dinilai belum diperlukan.

Kebijakan Pemerintah yang Tidak Mendukung

Usaha Mikro dan Kecil

Salah satu kebijakan pemerintah yang dinilai ber-pengaruh tidak langsung kepada UKM adalah pene-tapan subsidi BBM, kebijakan Upah Minimum Regio-nal serta Penetapan suku bunga bank. Sedangkan kebijakan yang dinilai berpengaruh langsung adalah kebijakan yang langsung ditujukan kepada UKM mela-lui Departemen Koperasi dan KUKM, seperti pro-gram Kredit Usaha Rakyat (KUR), Propro-gram Pembi-naan UKM, Program Kredit Tanpa Agunan, Bantuan Modal Usaha Mikro dan Kecil, dan lain sebagainya. Seperti yang tercantum dalam Setda (2014) Du-kungan pemerintah berupa terhadap UKM antara lain berupa Perda Provinsi Jawa Barat No. 10/2010 ten-tang pemberdayaan dan pengembangan koperasi,

usaha mikro, kecil dan menengah yang didukung dengan potensi UMKM yang ada di Kota Depok. Surat Kemendagri No. 520/2611/Bangda, tgl 13 Juni 2011 tentang inventarisasi produk unggulan daerah (PUD). Serta Surat gubernur jawa barat no. 517/2895 tgl 30 Juni 2011 tentang gerakan penggunaan produk jawa barat khususnya produk UMKM sepatu dan pakaian yang diproduksi di Jawa Barat.

Dalam ruang lingkup regional, Kota Depok menghadapi persoalan politik dalam jangka waktu yang sangat dekat bersamaan dengan persiapan MEA. Permasalahan tersebut adalah berakhirnya masa jabatan Wali Kota Depok pada akhir tahun 2015. Kondisi ini berpengaruh pada kelanjutan kebijakan program yang sudah ada dan yang direncanakan pada RPJMD berikutnya.

Hilangnya Bea Masuk dan

Tariff

Barang Impor

dari Asean Meningkatkan Persaingan di Dalam

Negeri

Kekhawatiran terbesar responden UKM ketika pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean adalah meningkatnya persaingan usaha. Banyak pihak meng-khawatirkan tingginya produk import yang masuk akan mengambil alih pasar domestik. Disamping memiliki kualitas yang lebih baik, produk luar memiliki brand yang sudah dikenal, sistem usaha, manajemen yang matang serta sertifikasi internasional. Persaingan akan semakin meningkat seiring dengan berkembang-nya teknologi informasi dan isu kewirausahaan yang muncul. Indonesia akan menghasilkan banyak peng-usaha baru disertai dengan produk yang lebih kreatif dan inovatif.

Sebagian besar responden memandang MEA bukanlah suatu yang sengat mengancam keberadaan mereka, hanya beberapa yang sudah mengetahui informasi tentang MEA saja yang merasakan ancaman tersebut. Kondisi ini terjadi, karena mereka belum mengetahui pemberlakuan MEA serta implikasi yang akan timbul dari kebijakan tersebut.

Eksternal Faktor Evaluation

(EFE)

(12)

internet yang meningkat yang diikuti dengan jumlah target pasar yang semakin luas, kemudahan akses informasi, dan daya beli masyarakat meningkat. Sedangkan isu kewirausahaan dan gaya hidup yang meningkat mendapatkan respon yang baik.

Peluang meningkatnya pengguna internet dan kemudahan akses informasi mendapatkan respon yang luar biasa dikarenakan kondisi ini memberikan dampak yang sangat signifikan bagi perkembangan usaha UKM. Sebagian besar responden mengguna-kan internet sebagai sarana utama memasarmengguna-kan pro-duknya. Munculnya informasi dan pengetahuan baru yang berhubungan dengan internet direspon dengan luar biasa oleh UKM. Kondisi ini dikarenakan internet merupakan sarana dengan efektivitas yang tinggi. Memberikan dampak yang besar dengan biaya yang terbatas.

Tidak ada ancaman yang mendapatkan respon yang luar biasa. Hanya faktor mindset izin usaha yang rumit yang dianggap sebagai ancaman dengan respon yang baik. Sedangkan faktor lain dipandang sebagai ancaman dengan respon yang biasa. Namun demikian, sertifikasi merupakan ancaman utama dibandingkan faktor lainnya. Ancaman berikutnya adalah perubahan kebijakan pemerintah, persaiangan yang semakin me-ningkat, biaya produksi dan operasional yang semakin meningkat, serta mindset usaha yang rumit.

Berdasarkan penghitungan seperti yang terlihat pada tabel 3, total skor EFE mencapai 2,86. Skor ini lebih besar dari 2,5 yang berarti bahwa UKM cukup responsif terhadap timbulnya peluang dan ancaman pemberlakuan MEA.

Matriks IE

Berdasarkan penghitungan skor IFE dan EFE, usaha mikro dan kecil berada di posisi yang sama, yaitu sel V, seperti yang ditunjukkan pada gambar 1 dan 2. Posisi sel usaha mikro berada pada koordinat (2,51; 2,86), sedangkan posisi sel usaha kecil berada pada koordinat (2,77; 2,86). Strategi pada koordinat tersebut adalah Hold & Maintain. Menurut DAVID (1998) strategi Hold and Maintain yang dapat digunakan pada umumnyaadalah penetrasi pasar dan pengembangan produk.

HUNGER dan WHEELEN (2001) menjelaskan bahwa pertumbuhan perusahaan yang dilakukan dengan berkonsentrasi pada industri yang sekarang, dapat dicapai melalui integritas horizontal, yaitu dengan cara memperluas kegiatan-kegiatan perusa-haan ke dalam lokasi geografi yang berbeda dan atau menambah rentang produk dan jasa yang ditawarkan kepada pasar. Perusahaan dalam posisi ini dapat men-coba memperkokoh dan memperkuat kehadirannya di dalam industri yang ada dengan menopang

kelemahan-Tabel 3. External Factor Evaluation (EFE)

Sumber: data diolah

No. PELUANG Bobot Rating Jumlah

1 Jumlah target pasar semakin luas 0.11 3.00 0.32

2 Daya beli masyarakat meningkat 0.10 3.00 0.30

3 Pengguna internet meningkat 0.09 4.00 0.35

4 Kemudahan akses informasi 0.08 3.67 0.30

5 Gaya hidup yang meningkat 0.10 2.33 0.24

6 Isu kewirausahaan yang meningkat 0.11 2.33 0.25

Jumlah 1.76

ANCAMAN

1

Biaya produksi dan operasional

meningkat 0.08 3.00 0.23

2 Mindset izin usaha yang rumit 0.09 2.67 0.24

3 Persyaratan sertifikasi internasional 0.08 2.33 0.19

4 Perubahan kebijakan pemerintah 0.08 2.67 0.22

5 Persaingan meningkat 0.08 2.67 0.23

Jumlah 1.11

(13)

kelemahannya. Pada sel ini, tujuan perusahaan cen-derung bertahan guna menghindari kerugian penjualan dan laba sekarangan ataupun yang akan datang. Peru-sahaan dapat meraih pangsa pasar, fasilitas produksi, outlet distribusi, atau melalui penelitian pengembangan, akuisi atau usaha patungan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama.

Sedangkan strategi penetrasi pasar dapat dilakukan dengan memaksimalkan penggunaan internet mar-keting untuk menjangkau pasar Indonesia dan ASEAN.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Terdapat 2 ciri utama usaha mikro dan kecil yang dinilai lebih berhasil dibandingkan dengan usaha lain-nya, pertama adalah memasarkan produk mengguna-kan media online, dan kedua adalah membangun jaringan distribusi dalam bentuk kemitraan. Berdasar-kan analisa internal yang dilakuBerdasar-kan, usaha mikro dan kecil memiliki beberapa persamaan kekuatan, yaitu keanekaragaman produk, keahlian di bidang internet marketing, sumber daya pengusaha yang berkualitas serta produk yang diterima oleh masyarakat. Sedang-kan kelemahan yang dimiliki usaha mikro adalah tidak adanya sertifikasi usaha, beban biaya yang tinggi, mo-dal yang terbatas, lemahnya keahlian tenaga kerja serta budaya usaha yang lemah. Kelemahan usaha kecil lainnya adalah kurangnya kemampuan pengusa-ha dalam mengelola usapengusa-ha, lemahnya pengusapengusa-ha da-lam mengelola aset usaha dan keuangan serta kurang berani mengambil resiko untuk kapasitas yang lebih besar.

Terdapat beberapa faktor eksternal yang dinilai akan memengaruhi keberadaan UKM akibat dari pemberlakukan MEA. Faktor eksternal berupa pe-luang yang timbul adalah jumlah target pasar semakin meningkat hingga mencapai 625 juta jiwa, daya beli masyarakat meningkat hingga mencapai lebih dari US$4.000, pengguna internet di ASEAN mencapai 38,5% dari jumlah penduduk, dengan pertumbuhan pengguna internet dunia mencapai 741% pertahun, akses informasi akan semakin mudah, cepat dan ter-jangkau, terjadinya pergeseran gaya hidup masyarakat yang lebih sehat, modern dan dinamis, serta mening-katnya jumlah wirausahawan hingga 2%. Sedangkan ancaman yang dinilai akan timbul adalah meningkat-nya biaya produksi dan operasional, pengurusan izin usaha di tingkat regional yang dinilai rumit dan mahal, adanya persyaratan sertifikasi yang belum dapat dipe-nuhi oleh UKM, perubahan kebijakan pemerintah yang tidak mendukung UKM, serta hilangnya bea ma-suk dan tariff barang import dari Negara ASEAN akan meningkatkan persaingan di dalam negeri.

Gambar 1. Matriks IE Usaha Mikro

1,00

Gambar 2. Matriks IE Usaha Kecil

1 ,00

(14)

Dalam rangka menghadapi peluang dan tantang-an ytantang-ang aktantang-an ada, maka strategi usaha mikro dtantang-an kecil yang dapat dilakukan adalah strategi hold and maintain. Kedua strategi tersebut diimplementasikan dalam bentuk pengembangan produk dan penetrasi pasar.

Saran

Terdapat banyak peluang dan tantangan yang mungkin timbul akibat dari pemberlakuan MEA bebe-rapa waktu yang akan datang. Usaha mikro dan kecil harus mampu beradaptasi dalam menghadapi peru-bahan lingkungan yang mungkin terjadi. Oleh sebab itu, usaha mikro dan kecil perlu meningkatkan wawas-an dwawas-an pengetahuwawas-an serta menjalwawas-ankwawas-an strategi-strategi terkini.

DAFTAR RUJUKAN

ASEAN. 2014. Selected basic ASEAN Indicators. Tersedia pada http://www.asean.org/images/2015/January/ selected_key_indicators/table1_as% 20of%20 December% 202014_R.pdf (diakses 2015/02/24) Astuti, D. 2005. Kajian Bisnis Franchise Makanan di

Indonesia. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan,

1:83–98.

Ciputraentrepreneurship. 2014. Jumlah Wirausaha di In-donesia Naik Jadi 44,20 Juta Orang. 2014. Tersedia di Http://Www.ciputraentrepreneurship.com/ Entrepre- neurship/Jumlah-wirausaha-di-indonesia-naik-jadi-442-juta-orang (Diakses 2015/02/15).

David, R.F. 1998. Strategic Management, Concept & Cases 7th Ed. New Jersey. United States. Tersedia dari: Prentice-hall.

David, R.F. 2013. Strategic Management, Concept & Cases 14th Ed. Edinburg, United Kingdom. Tersedia dari: Pearson Education.

Rri. 2013. Geliat Meningkatnya Kelas Menengah Indonesia. Tersedia Di Http://Www.rri.co.id/Denpasar/Post/Editorial/

113/Editor ial/Geliat_Menin gkatn ya_ Kelas_ Menengah_Indonesia.html (Diakses 2015/05/24). Hunger, J.D, Wheelen, L.T. 2001. Manajemen Strategis.

Yogyakarta: Penerbit Andi.

Internetworldstats. 2015. Internet Usage In Asia. Tersedia di Http://Www.internetworldstats.com/Stats3.htm# Asia (Diakses 2015/02/13).

Entrepreneur. 2012. Jumlah Wirausaha Ri Naik Jadi 1,56%. Tersedia Di Http://Entrepreneur.bisnis.com/Read/ 20120304/88/67018/Jumlah-wirausaha-ri-naik-jadi-1-56-percent (Diakses 2015/05/24).

Setkab. Kelas Menengah Indonesia Naik Menjadi 56,5%, Angka Kemiskinan Tinggal 11,66%. 2013. Tersedia Di Http://Old.setkab.go.id/Berita10931kelasm en en g a h i n d on esia n a ik ja d i 5 66 an g ka -kemiskinan-tinggal-1166.html (Diakses 2015/05/24). Kinnear, T.C., Taylor, Jr. 1991. Marketing Research: An

Applied Approach. 3th Edition. New York, United States. Tersedia dari: Mcgraw Hill Book Company. Kuncoro, M. 2000. Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil

di Indonesia. Yogyakarta: Pascasarjana Ilmu-Ilmu Ekonomi UGM.

Mufidah, N.L. 2012. Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan: Studi Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt Oleh Keluarga. Jurnal Biokultur, 2: 157–178.

Nagel, J. 2012. Peluang dan Tantangan Ukm Indonesia Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015.

Surabaya: Unika Widya Mandala.

[RI] Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Jakarta: Undang-undang Republik Indonesia

Shyarifudin, I. 2012. Pemasaran UKM. Tersedia Di Http:// Worldmeco.wordpress.com /2014/02/07/Makalah-pemasaran-ukm-usaha-kecil-dan-menengah/ (Diakses 2014/01/09).

Suatma, J. 2012. Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Asean Economic Community 2015. Jurnal STIE

Semarang, 1: (Halaman Tidak Tersedia).

Gambar

Tabel 1. Internal Factor Evaluation (IFE) Usaha Mikro
Tabel 2. Internal Factor Evaluation (IFE) Usaha Kecil
Tabel 3. External Factor Evaluation (EFE)
Gambar 1. Matriks IE Usaha Mikro

Referensi

Dokumen terkait

Halaman ini adalah halaman yang berisi panduan bagi konselor mengenai tahapan-tahapan maupun prosedur dalam melakukan proses logo konseling sesuai dengan sesi yang sudah

Skala konformitas negatif dan perilaku seks bebas remaja disusun dalam. bentuk skala likert dengan empat pilihan, yaitu SS (sangat sesuai), S

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah mayoritas mahasiswa berada pola Fearful yang memiliki total tertinggi yaitu 100 orang subjek 28.7% dengan dimensi PIU

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sektor perikanan yang dikelola oleh kelompok sadar wisata yang bekerja sama dengan BUMDES berkontribusi dalam mengembangkan sektor

Dia menggunakan pendekatan yang luas dalam kepribadian dan mendefinisikan sebagai “cabang dari psikologi yang pada prinsipnya memepelajari kehidupan manusia dan faktor-faktor apa

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).. Correlation is significant at the 0.01

Original paper or research paper promoting results of a research, or review paper as a result of review of literature others’ researches or opinions have been published..

Pola asuh orang tua dalam memberikan stimulasi perkembangan pada anak di TK Dharmawanita Kabupaten Bangkalan yang diberikan modul pelatihan anticipatory guidance oleh