• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSTRAKSI MINYAK BIJI KAPUK DENGAN METODE EKSTRAKSI SOXHLET

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EKSTRAKSI MINYAK BIJI KAPUK DENGAN METODE EKSTRAKSI SOXHLET"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

EKSTRAKSI MINYAK BIJI KAPUK

DENGAN METODE EKSTRAKSI SOXHLET

Elda Melwita*, Fatmawati, Santy Oktaviani

*Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Univesitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang Prabumulih Km.32 Indralaya Ogan Ilir 30662

Abstrak

Kapuk (Ceiba pentandra) adalah pohon tropis yang tergolong ordo Malvales dan famili Malvaceae, serta merupakan salah satu tanaman yang berpotensi menghasilkan minyak dari bagian bijinya. Biji buah kapuk memiliki kandungan minyak sekitar 24-40%-berat kering, dengan komposisi minyak sebagian besar terdiri dari asam lemak tidak jenuh. Proses pengambilan minyak dalam biji kapuk dilakukan secara ekstraksi dengan menggunakan metode ekstraksi soxhlet. Ekstraksi soxhlet merupakan suatu proses ekstraksi dengan cara mengekstrak minyak biji kapuk menggunakan pelarut yang dilakukan dalam alat soxhlet ekstraktor. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi yang optimal dari variasi waktu ekstraksi, serta rasio S/F terhadap rendemen yang dihasilkan. Kondisi proses ekstraksi minyak biji kapuk ini menggunakan pelarut n-heksan pada suhu 65°C, ukuran butiran 30 mesh, waktu ekstraksi yang digunakan yaitu ½ jam, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam serta rasio S/F 10 ml/gr, 12,5 ml/gr, 15 ml/gr, 17,5 ml/gr, 20 ml/gr, 22,5 ml/gr dan 25 ml/gr. Proses ekstraksi ini melalui beberapa tahapan yaitu persiapan bahan baku, ekstraksi dan evaporasi, sedangkan analisa minyak yang dilakukan yaitu analisa bilangan penyabunan dan komposisi kandungan asam lemak penyusun minyak dengan GC-MS. Dari hasil penelitian didapatkan kondisi yang optimal yaitu pada waktu ekstraksi 3 jam dengan rasio S/F 25 ml/gr yang menghasilkan rendemen sebesar 40,29%. Selain itu pada kondisi ini juga didapatkan nilai bilangan penyabunan sebesar 192,14 mgKOH/gr dan komposisi kandungan asam lemak minyak yang terbesar adalah asam linoleat.

Kata kunci: biji kapuk, ekstraksi, bilangan penyabunan, komposisi asam lemak minyak

Abstract

Flax (Ceiba pentandra) is a tropical tree of the order Malvales and the family Malvaceae, and one of the plants that could potentially produce oil from the seeds. Flax seed fruit contain about 24-40 % oil dry weight, with composition the oil consists mainly of unsaturated fatty acids. Making process in flax seed oil extraction is done by using the soxhlet extraction method. Soxhlet extraction is an extraction process by using flax seed oil extracting solvent performed in a soxhlet extractor. This research aimed to obtain the optimal conditions of the time extraction variations, as well as ratio S/F of yield generated. The conditions of flax seed oil extraction process used n-hexane solvent for temperature at 65°C, 30 mesh for particle size, the extraction time used for ½ hour, 1 hour, 2 hours, 3 hours, 4 hours, 5 hours with the ratio S/F 10 ml/gr, 12.5 ml/gr, 15 ml/gr, 17.5 ml/gr, 20 ml/gr, 22.5 ml/gr and 25 ml/gr. This extraction process through several stages of raw material preparation, extraction and evaporation, while oil analysis done of saponification number and composition analysis of fatty acid oil content by GC-MS. From the results, the optimal conditions at the time of extraction 3 hours with the ratio S/F 25 ml/g which produces yield of 40.29%. In addition for this condition is also obtained by saponification number 192.14 mgKOH/gr value and the largest composition content of oil is linoleic acid.

(2)

1. PENDAHULUAN

Adanya krisis bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi secara global berdampak terhadap tingginya harga minyak mentah dunia yang telah mencapai US$ 130 per barel pada Januari 2013. Hal ini membuat Indonesia mengambil beberapa kebijakan, antara lain menekan pertumbuhan konsumsi BBM domestik dengan penghematan energi nasional dan melakukan pengembangan energi alternatif. Salah satu pengembangan energi alternatif ini dilakukan dengan memanfaatkan sektor agraris yang dimiliki oleh Indonesia, sehingga didapatkan energi alternatif berbasis nabati yang bersifat ramah terhadap lingkungan.

Beberapa sumber energi alternatif berbasis nabati yang dapat dikembangkan berupa biofuel yang termasuk didalamnya biodiesel. Biodiesel sendiri adalah bahan bakar mesin diesel yang berasal dari minyak tumbuh-tumbuhan dengan berbagai keunggulan antara lain bersifat ramah lingkungan, bahan bakunya terbarukan dan mempunyai angka cetana yang tinggi.

Salah satu tanaman yang potensial untuk digunakan sebagai bahan baku biodiesel yaitu tanaman kapuk (Ceiba pentandra). Pada tanaman kapuk ini yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biodiesel adalah bagian bijinya, karena biji kapuk mengandung minyak sekitar 24-40%-beratkering(Eckey,1954;Knothe 1997; Soerawidjja, 2002). Biji kapuk yang terkandung pada setiap gelondong buahnya sebesar 26%, maka setiap 100 kg gelondong kapuk akan menghasilkan 26 kg limbah biji kapuk. Biji ini dibuang begitu saja sebagai suatu limbah pertanian tanaman kapuk, sedangkan serat dan kapasnya digunakan sebagai bahan dasar matras, bahan pengisi bantal dan lain-lain. Sehingga pada musim tanaman kapuk berbuah, banyak biji kapuk ini yang dibuang begitu saja tanpa diolah dan dimanfaatkan (Hidayat, 2010). Untuk menanggulangi masalah ini, perlu adanya pemanfaatan limbah biji kapuk sehingga lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi.

Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu dimana biji kapuk mengandung minyak dengan kadar tinggi yang potensial untuk dijadikan biodiesel, sehingga diperlukan suatu teknologi ekstraksi minyak biji kapuk yang efisien.

Sedangkan tujuan penelitiannya yaitu untuk menghasilkan minyak biji kapuk dengan metode ekstraksi soxhlet serta mendapatkan waktu ekstraksi dan rasio S/F yang optimal dalam ekstraksi soxhlet.

Tanaman Kapuk

Kapuk randu kapuk (Ceiba pentandra) adalah pohon tropis yang tergolong ordo Malvales dan famili Malvaceae (sebelumnya dikelompokkan ke dalam famili terpisah Bomba caceae), berasal dari bagian utara dari Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Karibia. Kata "kapuk" atau "kapok" juga digunakan untuk menyebut serat yang dihasilkan dari bijinya. Daerah penghasil kapuk di Indonesia meliputi daerah DI.Aceh, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara. Kapuk merupakan tumbuhan yang paling banyak dibudidayakan di hutan hujan di Asia, dapat memiliki batang pohon yang cukup besar hingga mencapai diameter 3 m. Pada batangnya terdapat duri-duri tempel besar yang berbentuk kerucut. Daunnya bertangkai panjang dan berbi- lang 5-9. Bunga terkumpul di ketiak daun yang sudah rontok (dekat ujung ranting). Kelopak berbentuk lonceng, berlekuk pendek dengan tinggi 1-2 cm. Benang sari jumlahnya 5, bersatu menjadi bentuk tabung pendek, serta memiliki kepala sari berbelok-belok. Pohon kapuk memi- liki buah yang bentuknya memanjang dengan panjang 7,5-15 cm, menggantung, berkulit keras dan berwarna hijau jika masih muda serta berwarna coklat jika telah tua. Dalam buahnya terdapat biji yang dikelilingi bulu-bulu halus, serat kekuning-kuningan yang merupakan campuran dari lignin dan sellulosa. Bentuk bijinya bulat, kecil-kecil, dan berwarna hitam (Setiadi, 1983). Dari setiap buah kapuk yang masak berisi sekitar 35% serat, 15% teras dengan kulit buah dan 50% biji kapuk yang beratnya antara 25-40 gram. Setiap pohon kapuk dewasa dapat menghasilkan antara 4000-5000 buah per tahun, sehingga dihasilkan biji kapuk sekitar 50 kg per tahun.

Berikut ini adalah klasifikasi ilmiah tumbuhan kapuk berdasarkan taksonominya (Ochse, et al., 1961):

Kingdom : Plantae

Phylum : Angiosperm

Divisi : Magnoliophyta

(3)

Biji Kapuk

Biji Kapuk ini berbentuk bulat, kecil-kecil, dan berwarna hitam. Dari penelitian terdahulu dpat diketahui bahwa biji kapuk mempunyai kandungan sebagai berikut:

Tabel 2. Sifat Fisik Minyak Biji Kapuk Sifat Fisik Keterangan

Warna Kekuningan hingga

kecoklatan

Minyak biji kapuk memiliki beberapa keunggulan untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan biodisel yaitu:

1) Biji kapuk mengandung 24 – 40 % berat minyak.

2) Bahan bakunya mudah didapat karena masa panennya 6 bulan sekali.

3) Harganya relatif murah (Rp.1000 /kg biji). 4) Kadar asam lemak tak jenuhnya relatif

tinggi (80-85%).

5) Mempunyai bilangan iodine sebesar 88 g/g. (Dewajani, 2008).

Proses Ekstraksi

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupa kan proses pemisahan komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair

(solven). Pemisahan terjadi atas dasar kemam- puan kelarutan yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran.

Ada suatu jenis pemisahan lainnya dimana satu fase dapat berulang-ulang dikontakkan dengan fase yang lain, misalnya ekstraksi berulang-ulang suatu larutan dalam pelarut air dan pelarut organik. Proses pemi- sahan ini menggunakan suatu metode yang disebut dengan metode ekstraksi soxhlet. Metode ekstraksi soxhlet adalah suatu metode ekstraksi bahan yang berupa padatan dengan solven berupa cairan secara kontinu. Peralatan yang digunakan dinamakan ekstraktor soxhlet.

Adapun faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses ekstraksi yaitu:

1) Jenis pelarut

Jenis pelarut mempengaruhi senyawa yang diekstrak, jumlah solut yang terekstrak dan kecepatan ekstraksi. Pelarut yang ideal adalah pelarut yang memiliki sifat tidak korosif dan daya larut yang tinggi.

2) Perbandingan bahan dan volume pelarut Jika perbandingan pelarut dengan bahan baku besar maka akan memperbesar pula jumlah senyawa yang terlarut, akibatnya laju ekstraksi akan semakin meningkat. 3) Suhu

Secara umum, kenaikan temperatur akan meningkatkan jumlah zat terlarut ke dalam pelarut dan temperatur ekstraksi ini sesuai dengan titik didih pelarut yang digunakan. 4) Waktu ekstraksi

Waktu ekstraksi yang semakin lama dapat menyebabkan semakin lama waktu kontak antara bahan dengan pelarut, sehingga semakin banyak ekstrak yang didapatkan. 5) Kecepatan pengadukan

Pengadukan akan memperbesar frekuensi tumbukan antara bahan dengan pelarutnya. 6) Ukuran partikel

Ukuran partikel bahan baku yang semakin kecil akan meningkatkan laju reaksi. Sehingga rendemen ekstrak akan semakin besar bila ukuran partikel semain kecil.

Pelarut

Suatu pelarut dikatakan sesuai sebagai pelarut pengekstraksi bila memenuhi syarat-syarat berikut:

1) Selektivitas

Pilih pelarut yang selektifnya sesuai dengan polaritas senyawa yang akan diekstrak agar didapatkan ekstrak yang lebih murni. 2) Reaktivitas

(4)

3) Titik Didih

Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah agar supaya pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi. 4) Murah dan Mudah didapatkan

Pilihlah pelarut yang harganya murah dan mudah diperoleh.

5) Tidak korosif dan Tidak Mudah Terbakar Pelarut yang digunakan tidak boleh bersifat korosif, agar peralatan tidak korosi.

Ekstraksi Soxhlet

Ekstraksi soxhlet digunakan untuk mengekstrak senyawa yang kelarutannya terbatas dalam suatu pelarut dan pengotor-prngotornya tidak larut dalam pelarut tersebut. Sampel yang digunakan dan yang dipisahkan dengan metode ini berbentuk padatan. Ekstraksi soxhlet ini juga dapat disebut dengan ekstraksi padat-cair.

Adapun mekanisme kerja ekstraksi soxhlet ini yaitu: pada soxhletasi pelarut pengekstraksi yang mula-mula ada dalam labu dipanaskan sehingga menguap. Uap pelarut ini naik melalui pipa pengalir uap dan cell pendingin sehingga mengembun dan menetes pada bahan yang diekstraksi. Cairan ini menggenangi bahan yang diekstrak dan bila tingginya melebihi tinggi sifon, maka akan keluar dan mengalir ke dalam labu penampung ekstrak. Ekstrak yang sudah terkumpul dipanaskan sehingga pelarutnya menguap tetapi substansinya tertinggal pada labu penampung. Dengan demikian terjadilah pendaur-ulangan (recycling) pelarut dan bahan tiap kali diekstraksi dengan pelarut yang baru.

Evaporasi

Evaporasi secara umum diartikan sebagai proses penguapan dari liquid (cairan) dengan penambahan panas yang disuplai secara alami maupun penambahan steam menjadi uap pada titik didihnya dan selanjutnya terjadi pemisahan uap dari cairan dimana uap nantinya akan terkondensasi (Robert B. Long, 1995). Dalam evaporasi sisa penguapan berupa zat cair, kadang-kadang zat cair yang sangat viskos dan bukan zat padat. Proses pemisahan dilakukan dengan menggunakan suatu alat yang disebut evaporator.

2. METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan sebagai berikut:

Bahan untuk penelitian

1) Biji kapuk yang diperoleh dari daerah Way Kanan Lampung, yang sudah diambil isi nya kemudian dihaluskan dan diayak. 2) Pelarut n-Heksan dan Kertas saring

Bahan untuk analisa

1) Larutan KOH 0,5 N dalam etanol 2) Etanol 95% p.a dan HCl 37% p.a 3) Indikator Fenolftalein (pp) 1% 4) Larutan HCl 0,5 N dan Aquadest

Alat yang digunakan

Alat yang digunakan terdiri dari:

Alat untuk penelitian

1) Seperangkat Peralatan Soxhlet Ekstraktor 2) Ayakan dengan ukuran 30 mesh

3) Crusher dan Heater

4) Oven dan Neraca Analitik 5) Seperangkat Peralatan Evaporator 6) Neraca Ohaus (Triple Beam Balance) 7) Statif dan Gelas Ukur 1000 ml 8) Beker Gelas 100 ml dan Loyang

Alat Untuk Analisa

1) GC-MS

2) Buret 50 ml dan Pipet Volume 25 ml 3) Neraca Analitis dan Statif

4) Pipet Tetes dan Bola karet

5) Bath Pemanas dan Erlenmeyer 100 ml

6) Reflux Condensor dan Beker Gelas 100 ml

Prosedur Penelitian 1) Persiapan Bahan Baku

Biji kapuk yang dikumpulkan kemudian dihancurkan di crusher untuk memisahkan cangkang dan isinya. Isi biji kapuk yang telah terpisah selanjutnya di crusher kembali untuk dihaluskan dan setelah itu diayak dengan menggunakan ayakan 30 mesh. Sampel yang sudah diayak dikeringkan di oven dan disimpan diwadah yang tertutup untuk digunakan pada proses ekstraksi.

2) Proses Ekstraksi dan Evaporasi

Pertama peralatan ekstraksi dirangkaikan sesuai aturan, kemudian sampel ditimbang sesuai dengan kisaran berat yang dibutuhkan, kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam thimbel. Masukan pelarut kedalam labu dengan volume yang bervariasi, dan kemudian dipanaskan pada suhu 65°C dengan variabel waktu ekstraksi (½, 1, 2, 3, 4 dan 5 jam) serta rasio S/F (10, 12,5, 15, 17,5, 20, 22,5 dan 25 ml/gr). Setelah ekstraksi selesai, ekstrak yang diperoleh kemudian dipisahkan antara minyak dan solvennya di evaporator pada suhu 69°C. Minyak yang sudah terpisah selanjutnya dikeringkan di oven pada suhu 110°C selam 1 jam, kemudian ditimbang beratnya dan dianalisa.

Prosedur Analisa

1) Analisa Bilangan Penyabunan

(5)

larutan standar HCl 0,5 N sampai warna merah muda hilang dan catat volumenya b) Penentuan volume titrasi sampel: Ambil 2 gram sampel minyak masukkan dalam erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 25 ml KOH 0,5 N, hubungkan erlenmeyer dengan pendingin tegak dan didihkan diatas bath pemanas selama 1 jam. Setelah itu didinginkan sebentar pada suhu ruangan. Tambahkan 2 tetes indikator pp dan lakukan titrasi dengan larutan standar HCl 0,5 N sampai warna merah muda hampir hilang. Catat volumenya dan ulangi langkah 1 sampai 6 sebanyak 2 kali.

2) Analisa Komposisi Kandungan Asam Lemak Minyak Biji Kapuk

Adapun untuk mengetahui komposisi kandungan asam lemak minyak biji kapuk yaitu dengan cara menganalisa menggunakan peralatan GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometri).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Variasi Waktu Ekstraksi Terhadap Rendemen Minyak

Dari hasil penelitian didapatkan data rendemen untuk berbagai waktu ekstraksi yang dapat di lihat pada Gambar 1 di bawah ini:

Gambar 1. Hubungan Antara Waktu Ekstraksi Terhadap Rendemen Minyak

Berdasarkan Gambar 3 di atas dapat di lihat bahwa peningkatan rendemen terjadi seiring dengan peningkatan waktu ekstraksi yang dilakukan. Semakin lama waktu ekstraksi maka kontak yang terjadi antara pelarut dan bahan yang di ekstrak juga semakin lama, sehingga % rendemen minyak yang di peroleh tinggi. Lamanya waktu akan mempermudah masuknya pelarut kedalam bahan baku dan kelarutan komponen-komponen dalam minyak biji kapuk berjalan dengan perlahan sebanding dengan kenaikan waktu.

Rendemen minyak untuk berbagai waktu ekstraksi ini tidak terlalu menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dan sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-1678-1992 dengan kandungan minyak sekitar 24-40%-berat kering. Rendemen minyak yang paling tinggi diperoleh pada waktu ekstraksi 5

jam sebesar 40,08%. Walaupun pada waktu ekstraksi 5 jam ini menghasilkan rendemen yang tinggi, namun memiliki bilangan penyabunan yang lebih rendah dari waktu ekstraksi 3 jam. Bilangan penyabunan yang tinggi mengindikasikan bahwa kandungan asam lemak total dalam minyak tinggi, sehingga kualitas minyak akan semakin bagus. Selain itu rendemen minyak yang dihasilkan pada waktu ekstraksi 3 jam ini tidak terlalu melihatkan perbedaan rendemen yang jauh berbeda dari waktu ekstraksi 5 jam yaitu sebesar 38,60%. Sehingga waktu ekstraksi yang digunakan untuk variasi variabel selanjutnya adalah 3 jam.

Pengaruh Rasio Pelarut dan Sampel Terhadap Rendemen Minyak

Untuk mengetahui pengaruh variasi rasio S/F dilakukan dengan memvariasikan rasio S/F untuk setiap percobaan, sedangkan untuk waktu ekstraksi di buat tetap yaitu 3 jam.

Dari hasil penelitian didapatkan data rendemen untuk berbagai variasi rasio S/F yang dapat di lihat pada Gambar 2 di bawah ini:

Gambar 2. Hubungan Rasio S/F Terhadap Rendemen Minyak

Dari Gambar diatas dapat diketahui bahwa banyaknya minyak yang terlarut tergantung dengan ratio S/F. Semakin besar ratio S/F berarti semakin besar volume pelarut yang digunakan, sehingga rendemen minyak yang di peroleh semakin tinggi. Hal ini dikarenakan dengan adanya volume pelarut yang banyak akan lebih tersebar merata pada sampel, sehingga seluruh bagian sampel akan terbasahi oleh pelarut dan minyak yang terkandung dalam sampel akan semakin banyak yang terekstrak. Komponen yang terekstrak mempunyai tingkat kepolaran yang hampir sama dengan pelarut.

Nilai rendemen yang didapatkan dari berbagai rasio S/F diatas tidak terlalu jauh berbeda dan sudah memenuhi spesifikasi SNI 01-1678-1992 dengan kandungan minyak sekitar 24-40%-berat kering.

(6)

Scale-up Ekstraksi Minyak Biji Kapuk Pada Kondisi Optimum

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan melakukan scale-up pada kondisi optimum, didapatkan data rendemen seperti pada Tabel 1 dibawah ini:

Tabel 3. Rendemen Untuk Scale-up Ekstraksi Pada Kondisi Optimum

Scale-up Rendemen Minyak (%)

1x 40,29

1,5x 40,32

2x 40,49

Dari Tabel 1 di atas, dapat di lihat bahwa semakin besar scale up yang dilakukan, maka rendemen minyak yang dihasilkan tidak terlalu jauh berbeda bila dibandingkan dengan nilai rendemen minyak pada kondisi optimumnya (1x). Hal ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan pada penelitian ini sudah benar, sehingga berapa kali pun scale-up yang dilakukan akan menghailkan rendemen minyak yang tidak jauh berbeda.

Analisa Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan adalah banyaknya miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak.. Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari massa molekul minyak, di mana semakin besar massa molekul maka semakin rendah juga bilangan penyabunannya (Herlina, 2011).

Berikut ini adalah Tabel yang menunujukkan nilai bilangan penyabunan untuk berbagai variabel ekstraksi dari hasil penelitian:

Tabel 4. Bilangan Penyabunan Untuk Waktu Ekstraksi Yang Bervariasi

Waktu Ekstraksi (Jam)

Bilangan Penyabunan mgKOH/gram

1/2 191,44

1 189,34

2 190,39

3 192,14

4 190,74

5 191,09

Tabel 5. Bilangan Penyabunan Untuk Rasio S/F Yang Bervariasi

Rasio S/F (ml/gr)

Bilangan Penyabunan (mgKOH/gram)

10 189,34 12,5 192,14 15 190,39 17,5 190,74 20 190,04 22,5 190,74 25 191,79

Tabel 6. Bilangan Penyabunan Untuk Scale-up Ekstraksi Pada Kondisi Optimum

Rasio S/F (ml/gr)

Bilangan Penyabunan mgKOH/gram 10 189,34 12,5 192,14 15 190,39 17,5 190,74 20 190,04 22,5 190,74 25 191,79

Dari Tabel 2, 3 dan 4 di atas dapat diketahui bahwa karakteristik bilangan penyabunan untuk masing-masing variabel ekstraksi sudah sesuai dengan syarat mutu biodiesel menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-1678-1992 dengan nilai bilangan penyabunan 189-197 mgKOH/gram. Bilangan penyabunan yang tertinggi terdapat pada sampel dengan variabel waktu ekstraksi 3 jam dan rasio S/F 12,5 ml/gr serta 3 jam dan rasio S/F 25 ml/gr, yang mempunyai bilangan penyabunan sebesar 192,14 mgKOH/gram.

Analisa Komposisi Kandungan Asam Lemak Minyak Biji Kapuk

Untuk mengetahui komposisi kandungan asam lemak penyusun minyak biji kapuk yang di peroleh dari hasil ekstraksi dilakukan dengan cara analisa menggunakan peralatan GC-MS (Gas Chromatography - Mass Spectrometri).

(7)

Tabel 7. Hasil Uji Kandungan Asam Lemak Minyak Biji Kapuk Untuk Sampel 1 (½ jam dan rasio S/F 12,5 ml/gr )

Nama Senyawa Asam Palmitoleat Asam Palmitat Asam Margarik Asam Linoleat Asam Arakidat Asam Stearat Senyawa Lainnya

Tabel 8. Hasil Uji Kandungan Asam Lemak Minyak Biji Kapuk Untuk Sampel 2 (3 jam dan rasio S/F 25 ml/gr)

Nama Senyawa Asam Palmitoleat Asam Palmitat Asam Margarik Asam Linoleat Asam Arakidat Asam Stearat Senyawa Lainnya

Berdasarkan dari data Tabel 5 dan 6 di atas diperoleh beberapa senyawa asam lemak penyusun dari biodiesel minyak biji kapuk. Namun komponen senyawa asam lemak penyusun pada sampel 1 dan 2 ini terdapat perbedaan, yang mana pada sampel 1 tidak terdapatnya kandungan asam miristat dan asam oleat seperti yang ada pada sampel 2. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan bilangan penyabunan antara kedua sampel, di mana sampel 1 mempunyai bilangan penyabunan sebesar 191,44 mgKOH/gram sedangkan sampel 2 sebesar 192,14 mgKOH/gram.

Senyawa yang merupakan komponen utama asam lemak dalam minyak biji kapuk pada kedua sampel adalah asam linoleat. Asam linoleat merupakan asam lemak tidak jenuh yang tersusun dari 18 rantai atom karbon (Kemala dalam Hidayat, 2010). Selain itu senyawa penyusun minyak biji kapuk ini sebagian besar disusun oleh asam lemak tidak jenuh (palmitoleat, oleat dan linoleat), sehingga kondisi minyak pada suhu kamar adalah fase cair. Dengan kondisi tersebut, minyak biji kapuk berpotensi untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif.

Berikut adalah kromatogram hasil analisa minyak biji kapuk untuk sampel 1 dan 2 yaitu:

Gambar 3. Kromatogram Kandungan Asam Lemak Minyak Biji Kapuk Untuk Sampel 1

Gambar 4. Kromatogram Kandungan Asam Lemak Minyak Biji Kapuk Untuk Sampel 2 4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan, yaitu:

1) Biji kapuk dapat ditingkatkan nilai ekonomisnya dengan cara memanfaatkan minyaknya sebagai bahan bakar alternatif biodiesel.

2) Kondisi operasi yang optimal pada ekstraksi minyak biji kapuk diperoleh pada kondisi waktu ekstraksi 3 jam dengan rasio S/F 25 ml/gr yang menghasilkan rendemen sebesar 40,29%

3) Nilai bilangan penyabunan pada kondisi operasi optimal sebesar 192,14 mgKOH/gr dengan komposisi kandungan asam lemak minyak biji kapuk sebagian besar disusun oleh asam linoleat (asam lemak tidak jenuh)

DAFTAR PUSTAKA

Dewajani, Heny. 2008. Potensi Minyak Biji

Randu (Ceiba pentandra) Sebagai

Alternatif Bahan Baku Biodiesel,

Laboratiorium Satuan Operasi Skala Kecil. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang. (online), diakses tanggal 18 Januari 2013 pukul 11:20 wib dari (http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Searc h.html?act=tampil&id=8815&idc=7) Dzikriansyah, M.V. 2011. Pemanfaatan Minyak

Biji Kapuk Randu (Ceiba pentandra)

Sebagai Bahan Bakar Alternatif

(8)

Masalah Kelangkaan BBM di Indonesia. (online), diakses 22 Februari 2013 pukul 10:30 wib dari (http://dzikriansyah.blog spot.com/2011/10/pemanfaatan-minyak-biji-kapuk-randu.html)

Eckey.1954., Knothe.1997., Soerawidjja. 2002 dalam Dewajani, Heny. 2008. Potensi Minyak Biji Randu (Ceiba pentandra) sebagai Alternatif Bahan Baku Biodiesel. Laboratorium Satuan Operasi Skala Kecil Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang. (online), diakses tanggal 18 Januari 2013 pukul 11:20 wib dari (http:// isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html ?act=tampil&id=8815&idc=7)

Gamayel, A. dkk. 2011. Kinerja Ekstraksi Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Dengan Proses Pelarutan (Solvent Extraction). Universitas Brawijaya. (online), diakses 10 Februari 2013 pukul 12.15 wib dari (http://balittas.litbang.deptan.go.id/ind/im ages/prosiding/jp3/kinerja%20ekstraksi% 20jp3.pdf)

Maulidya, N.A., dan Faith Rosary A.D. 2010. Pabrik Biodiesel Dari Minyak Biji Kapuk Randu Dengan Proses Transesterifikasi. Institut Teknologi Sepuluh November. (online), diakses 22 Januari 2013 pukul 12:30 wib dari (http://digilib.its.ac.id./ public/ITS-NonDegree-12890-pabrik-bio diesel-dari-minyak-biji-kapuk-randu-dengan-proses transesteri fikasi.pdf) Mujnisa. 2007 dalam Dewajani, Heny. 2008.

Potensi Minyak Biji Randu (Ceiba pentandra) sebagai Alternatif Bahan Baku Biodiesel. Laboratiorium Satuan Operasi Skala Kecil Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang. (online), diakses tanggal 18 Januari 2013 pukul 11:20 wib dari (http://isjd.pdii.lipi .go.id/index.php/Search.html?act=tampil &id=8815&idc=7)

Ochse, et al. 1961 dalam Dzikriansyah, M.V. 2011. Pemanfaatan Minyak Biji Kapuk Randu (Ceiba pentandra) Sebagai Bahan

Bakar Alternatif Biodiesel Dalam

Penanggulangan Masalah Kelangkaan BBM di Indonesia. (online), diakses 22 Februari 2013 pukul 10:30 wib dari (http://dzikriansyah.blogspot.com/2011/1 0/pemanfaatan-minyak-biji-kapukrandu. html)

Puspadiman, H dkk. 2013. Pengaruh Jenis Pelarut Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kandungan Asam Linoleat Minyak Biji

Kapuk (Ceiba pentandra). Jurnal UNY

Vol.2 No.3 Tahun 2013. Universitas Negeri Yogyakarta. (online), diakses 14

Agustus 2013 pukul 12:07 wib dari (http: //journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/3 617/56/362)

Rachmanto, R., dan Ivan Kristia H. 2009. Ekstraksi Minyak Biji Kapuk. Yayasan Widya Mandala. (online), diakses 20 Agustus 2013 pukul 10.08 wib dari (http: //www.widyamandala.org/news.php?ID= 1&id=35&action=detail)

Setiadi. 1983 dalam Puspadiman, H dkk. 2013. Pengaruh Jenis Pelarut Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kandungan Asam Linoleat Minyak Biji Kapuk (Ceiba pentandra). Jurnal UNY Vol.2 No.3 Tahun 2013. Universitas Negeri Yogyakarta. (online), diakses 14 Agustus 2013 pukul 12:07 wib dari (http://journal. student.uny.ac.id/jurnal/artikel/3617/56/3 62)

Sihombing, 1974 dalam Dzikriansyah, M.V. 2011. Pemanfaatan Minyak Biji Kapuk Randu (Ceiba pentandra) Sebagai Bahan

Bakar Alternatif Biodiesel Dalam

Penanggulangan Masalah Kelangkaan BBM di Indonesia. (online), diakses 22 Februari 2013 pukul 10:30 wib dari (http://dzikriansyah.blogspot.com./2011/ 10/pemanfaatan-minyak-biji-kapukrandu. html)

Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-1678-1992. Minyak Biji Kapuk. (online), diakses 14 Januari 2013 pukul 14:14 wib dari (http://pustan.bpkimi.kemenperin.go. id/files/SNI%2001-1678-1992.pdf) Standar Nasional Indonesia (SNI) No.

01-3555-1998. Cara Uji Minyak dan Lemak. (online), diakses 14 Januari 2013 pukul 16:10 wib dari (http://sisni.bsn.go.id/inde .php?/sni_main/sni/detail_sni/2001-3555-1998.pdf)

Gambar

Tabel 1. Kadar Komposisi Biji Kapuk                              (Per 100 gram)
Gambar 2. Hubungan Rasio S/F Terhadap Rendemen Minyak
Tabel 5. Bilangan Penyabunan Untuk Rasio S/F Yang Bervariasi
Tabel 8. Hasil Uji Kandungan Asam Lemak Minyak Biji Kapuk Untuk Sampel 2 (3 jam dan rasio S/F 25 ml/gr)

Referensi

Dokumen terkait

merupakan trigliserida yang kaya akan asam lemak tidak jenuh seperti asam. linoleat dan asam

Kandungan asam lemak tidak jenuh atau ikatan rangkap pada asam lemak oleat dan linoleat pada minyak kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan pembuatan

Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut yaitu (1) Bahan baku minyak biji kapuk mengandung zat pengotor dan asam lemak

Gambar L3.2 (a) Proses Ekstraksi Minyak Biji Kurma; (b) Proses Distilasi Minyak Biji Kurma..

Biji karet mengandung sekitar 40–50%-b minyak nabati dengan komposisi asam lemak yang dominan adalah asam oleat.. dan asam linoleat, sementara sisanya berupa asam

Asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam linoleat terdapat dalam minyak goreng merupakan trigliserida yang dapat digunakan sebagai bahan baku

bahan dasar minyak nabati yang kaya asam lemak tidak jenuh seperti. oleat,linoleat dan linolenat telah dikembangkan melalui

Lemak atau minyak lemak khususnya yang berasal dari nabati, mengandung asam-asam lemak esensial seperti asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, dan asam arakhidonat yang dapat