1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan suatu upaya sadar dan terencana agar peserta
didik mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya agar memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian. Kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan bagi dirinya, bangsa, maupun negara. Hal ini
tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa,“Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat bangsa dan negara” (Hasbullah, 2006: 5).
Dijabarkan juga di dalam fungsi dan tujuan dari Pendidikan Nasional. Sehingga
pendidikan sangat berpengaruh dalam pembangunan nasional.
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional di atas seakan ingin mempertegas
bahwa pendidikan merupakan modal untuk membangun negeri ini, tapi apa
yang terlihat di lapangan ternyata sungguh berbeda bahkan ironis. Pendidikan
yang semula diharapkan menjadi modal untuk membangun masyarakat
Indonesia baru yang tercerahkan, justru sebaliknya membuat bangsa ini kian
pembangunan nasional akan ditentukan oleh keberhasilan kita dalam
mengelola pendidikan.
Amanat yang terkandung dalam pasal tersebut mengindikasikan bahwa
agar peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan menjadi salah satu
tujuan penting dari pendidikan nasional di Indonesia (Soedijarto, 2008: 171).
Konsep ini diperkuat lagi dengan adanya ketentuan dalam Pasal 36 Ayat (3) UU
No. 20 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa:
“Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) iman dan
takwa; (b) peningkatan akhlak mulia;(c) peningkatan potensi, kecerdasan,
dan minat peserta didik; (d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; (f) tuntutan dunia kerja; (g)
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (h) agama; (i)
dinamika perkembangan global; dan (j) persatuan nasional dan nilai‐nilai
kebangsaan”. Amanah tersebut menempatkan iman dan takwa serta
peningkatan akhlak mulia sebagai dasar pertimbangan utama dan kedua
dalam pengembangan kurikulum pendidikan (Soedijarto, 2008: 172).
Pasal 37 Ayat (1) dan (2) UU No. 20 Tahun 2003 menegaskan bahwa
pendidikan agama menjadi muatan pada urutan yang pertama dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah serta kurikulum pendidikan tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa “pendidikan agama menjadi salah satu pilar utama dalam
kurikulum pendidikan nacional” (Hasbullah, 2006: 9).
Pendidikan Agama di sekolah‐sekolah diatur melalui Peraturan
Keagamaan. Berdasarkan PP tersebut, Menteri Agama Republik Indonesia
menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 16 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan Pendidikan Agama di Sekolah (Kemdiknas, 2018: 12).
Mengacu pada Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 16 Tahun 2010,
pendidikan agama merupakan pendidikan yang memberikan pengetahuan dan
membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam
mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang‐kurangnya melalui
mata pelajaran pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Hal ini tertuang
dalam Pasal 1 Ayat (1) PMA No. 16 Tahun 2010 (PMA No. 16 Tahun 2010).
Adapun pengelolaannya mencakup standar isi, kurikulum, proses pembelajaran,
kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, penyelenggaraan,
sarana dan prasarana, pembiayaan, penilaian, dan evaluasi (Pasal 2 Ayat (3)
PMA No. 16 Tahun 2010).
Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu pendidikan agama
yang diajarkan di sekolah‐sekolah. Hal ini tertuang dalam Pasal 2 Ayat (2)
Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 16 Tahun 2010.
Adapun pengertian dari Pendidikan Agama Islam sendiri diartikan sebagai
usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami,
menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk
menghormati agama lain dalam hubungan antara umat beragama dalam
Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut di atas, dibutuhkan seorang
pendidik yang mampu dan berkualitas serta diharapkan dapat mengarahkan
anak didik menjadi generasi diharapkan sesuai dengan tujuan dan cita‐cita
bangsa. (Aunurrahman, 2009: 17) Untuk itu sebuah lembaga pendidikan formal
mempunyai tanggung jawab atas tujuan tersebut dengan mengoptimalkan
sumber daya manusia baik dari kalangan pendidik maupun pengelola.
Proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik apabila seorang
pendidik mampu mengatur waktu yang tersedia dengan sebaik mungkin. Maka
seorang guru harus mampu mengelola proses pembelajaran sehingga dapat
menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Dengan demikian dimungkinkan
untuk mengidentifikasi (Arikunto dan Yuliana, 2008: 17) ...empat fungsi umum
yang merupakan ciri pekerjaan seorang guru sebagai manajer meliputi: 1)
merencanakan; 2) mengorganisasikan; 3) memimpin; dan 4) mengawasi.
Peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar harus mampu
mewujudkan pembelajaran yang aktif, artinya peserta didik diikutsertakan
dalam berbagai kegiatan pembelajaran. Guru diharapkan mampu meningkatkan
keterlibatan mental peserta didik dalam proses belajar mengajar, peserta didik
dalam aspek emosional, spiritual dan intelektualnya. Selain itu guru harus
mampu menjadi mitra belajar bagi peserta didik, peserta didik akan belajar
Guru bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang dapat
mendorong prakarsa, motivasi dan tanggung jawab peserta didik dalam suasana
yang aktif, sehingga pembelajaran akan mudah dipahami dan berpusat pada
peserta didik. Kegiatan belajar peserta didik juga harus memiliki kaitan dengan
pengalaman mereka dalam kehidupan sehari‐hari. Pelajaran akan menarik jika
memiliki kaitan dengan kehidupan sehari‐hari peserta didik serta difasilitasi
oleh guru agar peserta didik tertantang untuk menerapkannya.
Untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif, memerlukan lima
ciri.
1) Proses itu memberdayakan siswa untuk aktif dan partisipatif;
2) Target pembelajaran sampai dengan pemahaman yang ekspresif;
3) Mengutamakan proses internalisasi ajaran agama dengan kesadaran
sendiri;
4) Merangsang siswa untuk mempelajari berbagai cara belajar (learning how
to learn) ; dan
5) Menciptakan semangat yang tinggi dalam menjalankan tugas (Qomar,
2007 : 91).
Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam diperlukan
pengelolaan siswa, menurut Qomar (2007: 145) ada empat prinsip yang perlu
diperhatikan.
1) Siswa harus diperlakukan sebagai subjek dan bukan sebagai objek.
2) Kenyataan bahwa kondisi siwa sangat beragam baik degi fisik, intelektual,
3) Siswa hanya akan termotivasi belajar jika mereka menyukai apa yang
diajarkan.
4) Pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif,
tetapi juga ranah afektif dan spikomotorik, bahkan metakognitif.
Beberapa cara untuk menciptakan suasana kondusif di dalam kelas
diperlukan adanya setting kelas, dengan merubah formasi kelas dengan model
yang bervariasi seperti formasi huruf U, formasi corak tim, formasi meja
konferensi, formasi lingkaran, formasi kelompok, formasi lingkaran dan model‐
model lainnya sehingga diharapkan dapat menunjang pembelajaran yang
mengarah pada keaktifkan peserta didik. Dengan adanya penataan formasi
meja kursi kelas memungkinkan empat hal.
1) Aksesibilitas: Peserta didik mudah menjangkau alat atau sumber yang tersedia.
2) Mobilitas: peserta didik dan guru mudah bergerak dari satu bagian ke bagian lain dalam kelas.
3) Interaksi: Memudahkan terjadi interaksi antara guru dan peserta didik maupun antar peserta didik.
4) Variasi kerja peserta didik: memungkinkan peserta didik bekerjasama
secara perorangan, berpasangan atau kelompok (Kurdi, 2006 : 60)
Disamping setting kelas juga didukung oleh alat peraga yang sesuai dengan
materi pembelajaran yang disampaikan, seperti multimedia, sketsa, gambar dan
lain‐lain. Serta tidak kalah penting adanya penggunaan model pembelajaran
Salah satu sekolah yang dipandang mampu dalam mengoptimalkan
aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah SDII
Al Abidin Surakarta. keistimewaan yang dimiliki sekolah ini adalah
diterapkannya ujian sertifikasi (syarat kelulusan) bagi siswa kelas V dan VI
berupa menghafal Alqur’an juz 30. Hafalan tersebut diuji oleh guru PAI (Arsip
SDII Al Abidin, 2011).
Adapun konsep pembelajaran di SDII Al Abidin Surakarta adalah
menerapkan konsep pendidikan integratif dengan pendekatan joyful learning.
Pendekatan tersebut merupakan sebuah konsep pembelajaran yang berporos
pada kepentingan siswa, kecapakan hidup (life skill), serta kenyamanan siswa.
Melalui pembelajaran joyful learning anak akan belajar dalam suasana bermain
(Soedijarto, 2008: 95). Semua materi pelajaran dikaitkan dengan kehidupan
nyata dan perkembangan psikologis anak. Setiap topik pelajaran dibahas secara
komprehensif dari berbagai dimensi sesuai dengan taraf pikir anak, misalnya
mengkaji buah sawo di kebun hidroponik, mencermati ikan di kolam akan
mengantarkan anak pada mata pelajaran, matematika, IPA, IPS, Akhlaq hingga
Tauhid. (Arsip SDII Al Abidin Surakarta, 2011:3) Mengajak siswa mengamati
anak ayam yang baru menetas jelas tidak hanya membutuhkan pemahaman
Kegiatan belajar mengajar di SDII Al Abidin Surakarta setiap kelas di huni
32 siswa dengan satu orang guru. SD ini menganut konsep kelas sesuai standar
dengan Internasional agar setiap anak mendapat perhatian sebaik‐baiknya.
Guru lebih berperan sebagia teman dan fasilitator. Disamping guru kelas di SD
ini, juga dilengkapi dengan guru berkeahlian khusus (Arsip SDII Al Abidin
Surakarta, 2011: 3).
Manajemen pembelajaran PAI di SDII Al Abidin Surakarta berorientasi
pada pengembangan kecakapan kognitif. Diantaranya dengan dilakukan Klasikal
dan privat pada saat mengaji atau menghafal ayat‐ayat Al‐Qur'an. Teknik
pembelajaran yang berorientasi pada psikomotor diantaranya: drill dan practice
berlatih dan mempraktekkan seperti pada materi melafalkan huruf Al‐Qur'an,
berwudlu dan praktek shalat. Sedangkan teknik pembelajaran yang berorientasi
pada nilai (afektif) yakni mengukur aspek afektif melalui portofolio dan bentuk
rapor (Arsip Abidin Surakarta, 2011: 3).
Demikian juga evaluasinya tidak hanya mengukur aspek kognitif
(pengetahuan) saja tetapi juga sikap dan psikomotor lewat portofolio dan
bentuk rapor yang khusus maka banyak aspek bisa dievaluasi demi
pengembangan potensi anak secara maksimal. Belajar bahasa Inggris sebagai
daily language dilakukan sejak dini, sehingga ketika tamat SD siswa sudah
arab diarahkan untuk wahana pemahaman ayat‐ayat al‐Qur'an sebagai
tuntunan hidup (Arsip Abidin Surakarta, 2011: 3).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji
tentang masalah pengelolaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SDII Al
Abidin Surakarta.
B. Fokus Penelitian
Sesuai dengan latar belakang penelitian di atas, fokus dalam penelitian ini,
“Bagaimana karakteristik pengelolaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
SDII Al Abidin Surakarta?” Fokus tersebut dijabarkan tiga sub fokus.
1. Bagaimana karakteristik penyusunan kurikulum pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SDII Al Abidin Surakarta?
2. Bagaimana karakterisrik aktivitas peserta didik dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SDII Al Abidin Surakarta?
3. Bagaimana karakteristik aktivitas guru dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SDII Al Abidin Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan tentang karakteristik penyusunan kurikulum
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SDII Al Abidin Surakarta.
2. Untuk mendeskripsikan tentang karakteristik aktivitas peserta didik dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SDII Al Abidin Surakarta.
3. Untuk mendeskripsikan tentang karakteristik aktivitas guru dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SDII Al Abidin Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
memberikan sumbangan penelitian mengenai pengelolaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam sehingga dapat ditemukan strategi dan produk
pembelajaran yang dapat diterapkan di masa yang akan datang dengan
demikian dapat bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia.
2. Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan efektifitas penggunaan
model pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan variatif sehingga
b.Sebagai masukan bagi sekolah agar memanfaatkan dan mengembangkan
media pembelajaran di setiap mata pelajaran pada umumnya dan mata
pelajaran PAI pada khususnya.
E. Daftar Istilah
1. Pengelolaan Pembelajaran
Pengelolaan pembelajaran adalah segala usaha pengaturan proses
belajar mengajar dalam rangka tercapainya proses belajar mengajar yang
efektif dan efisien. Pengelolaan program pembelajaran sering disebut dengan
pengelolaan kurikulum dan pembelajaran. Pada dasarnya pengelolaan
pembelajaran merupakan pengaturan semua kegiatan pembelajaran, baik
dikatagorikan berdasarkan kurikulum inti maupun penunjang berdasarkan
kurikulum yang telah ditetapkan sebelumnya, oleh Departemen Agama atau
Departemen Pendidikan Nasional.
2. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses pembelajaran yang didalamnya terdapat
serangkaian aktivitas yang terjadi pada pusat saraf individu yang belajar.
Proses terjadi secara abstrak, karena terjadi secara mental dan tidak dapat
diamati. Proses pembelajaran ini dapat diamati jika ada perubahan perilaku
3. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan
Agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan dengan
memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan
kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional. Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu mata
pelajaran yang wajib diberikan kepada siswa yang beragama Islam di
lembaga‐lembaga formal. Pencapaian dari PAI lebih menekankan pada aspek
afektif, disamping kognitif dan psikomotor.
4. Kurikulum
Kurikulum adalah program dan pengalaman belajar serta hasil‐hasil
belajar yang di harapkan yang diformulasikan melalui pengetahuan dan
kegiatan yang tersusun secara sistematis. Kurikulum di berikan kepada siswa
di bawah tanggung jawab sekolah untuk membantu pertumbuhan atau
perkembangan pribadi dan kompetensi social anak didik. Kurikulum disusun
merujuk pada kurikulum nasional, namun diantara masing‐masing sekolah
berbeda tergantung pada kebutuhan sekolahnya.
5. Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa adalah segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan‐
kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non‐fisik merupakan suatu aktifitas.
Sedangkan belajar adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku individu
melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah
pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional,
hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap. Jika seseorang
telah belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan pada salah satu atau
beberapa aspek tingkah laku tersebut.
6. Aktivitas Guru
Aktifitas guru adalah kegiatan yang dilakukan guru selama proses
pembelajaran. Dalam proses belajar‐mengajar, guru mempunyai tugas untuk
memberikan pengetahuan (cognitive), sikap dan nilai (affective), dan
keterampilan (psychometer) kepada anak didik. Dengan kata lain tugas guru
yang utama terletak di lapangan pengajaran. Pengajaran alat untuk
mencapai tujuan pendidikan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk
melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses