• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SIWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN MASALAH BERBASIS BUDAYA BATAK (PBM-B3) PADA KELAS XII IPS SMA NEGERI 1 GALANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SIWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN MASALAH BERBASIS BUDAYA BATAK (PBM-B3) PADA KELAS XII IPS SMA NEGERI 1 GALANG."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN MASALAH BERBASIS BUDAYA BATAK

(PBM-B3) PADA KELAS XII IPS SMA NEGERI 1 GALANG

Tesis Oleh: Pommer Simbolon

NIM.0809725023

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN MASALAH BERBASIS BUDAYA BATAK

(PBM-B3) PADA KELAS XII IPS SMA NEGERI 1 GALANG

Tesis Oleh: Pommer Simbolon

NIM.0809725023

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

i ABSTRAK

POMMER SIMBOLON. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa melalui Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak (PBM-B3) Pada Kelas XII IPS SMA Negeri 1 Galang.

Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.

Tujuan Penelitian: Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis, mengetahui peningkatan ketuntasan belajar matematika, dan mendeskripsikan kadar aktivitas aktif belajar para siswa kelas XII IPS SMA Negeri 1 Galang dalam pelaksanaan model PBM-B3 serta mendeskripsikan tingkat kemampuan guru mengelola model PBM-B3 di kelas XII IPS SMA Negeri 1 Galang. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas di SMA Negeri 1 Galang Kabupaten Deli Serdang. Subjek penelitian adalah siswa kelas XII IPS 2 tahun Pelajaran 2012-2013 terdiri dari 11 orang laki-laki dan21 orang perempuan. Objek penelitian: 1) Objek proses adalah penerapan model PBM-B3, perangkat pembelajaran antara lain RPP, Buku Pegangan Siswa, Lembar Aktivitas Siswa, Buku Pegangan Guru, lembar observasi. 2) Objek produk adalah kemampuan pemecahan masalah matematis. Data-data penelitian diperoleh dari lembar observasi siswa dan guru, tes kemampuan pemecahan matematis siswa (TKPMM), tes hasil belajar (THB) dan angket respon siswa. Hasil validasi instrumen penelitian dalam kategori baik dapat digunakan dengan revisi sedikit, dan Hasil validasi perangkat pembelajaran dalam kategori baik dapat digunakan tanpa revisi. Hasil uji coba instrument TKPMM, THB memiliki validitas dalam kategori valid. Penelitian dilaksanakan 2 siklus dan tes diberikan pada setiap akhir siklus. Hasil tindakan silkus I dan siklus II: 1) hasil TKPMM siklus I rata-rata 3,4, dan secara klasikal kategori baik 9,4%, siklus II rata-rata nilai 6,2 dan secara klasikal kategori baik 81%. 2) hasil THB siklus I rata-rata 6,0, dan secara klasikal kategori baik 46,9%. Siklus II rata-rata nilai 7,6 dan secara klasikal kategori baik 87,4%. 3) hasil observasi aktivitas aktif siswa siklus I terdapat 1 dari 5 aktivitas memenuhi toleransi persentase waktu ideal (PWI), siklus II terdapat 5 dari 5 aktivitas memenuhi toleransi PWI. 4) hasil observasi kemampuan guru mengelola model PBM-B3 pada siklus I rata-rata nilai 3,5 (kategori cukup). Siklus II rata-rata nilai 4 (kategori baik). Kesimpulan penelitian 1) Penerapan model PBM-B3, dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. 2) Penerapan model PBM-B3, dapat meningkatkan ketuntasan belajar matematika siswa. 3) Penerapan model PBM-B3 dapat meningkatkan aktivitas belajar aktif siswa. 4) Penerapan model PBM-B3, dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola model PBM-B3. Peneliti menyarankan 1) Model PBM-B3 menjadi alternatif dikelas untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis, dan meningkatkan ketuntasan belajar matematika siswa. 2) perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi guru.

Kata Kunci: Model, Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Kemampuan Pemecahan Masalah

(8)

ii ABSTRACT

POMMER SIMBOLON. Effort to enhance the student mathematical problem solving ability through applying the Batak culture problem based instruction (BCPBI) model in Galang state senior high school 1 on grade XII Social programs.

Thesis. Post Graduate Program Medan State University, 2013

The research aims: To know ability enhance of student mathematical problem solving ability, to know enhance the mathematics learn passed and to descript the active learn activity by student grade XII social program Galang state senior high school through applying the BCPBI and so to descript the ability level of teacher to manage the BCPBI on grade XII social program Galang state 1 senior high school. This research is a classroom action research in Galang state 1 senior high school on study year 2012-2013. Research subject is all students grade XII social program Galang state 1 senior high school, male are 11 and female are 21. Research object, 1) Object of process is

aplying the BCPBI model, and learn preparation as soon as learn plan (RPP), Student hand book

(Buku pegangan siswa), Teacher hand book (Buku pegangan guru), student activity sheet (LAS)

and observation sheet, 2) Object of product is the student matematical problem solving ability. Research data prepare from observation sheets, problem solving ability test (TKPMM), mathematics learn passed test (THB) and the students responces questioner. Validation result of the research instruments is good category with thin revision, and the learn preparation is good category without revision. Trying result of the research instruments are valid in validity criterion. The study comprised two cycles and the test given at the end of each cycle. The result of the action research, 1) The average value of TKPMM I cycles is 3,4 and classical good category is 9,4%, the average value of TKPMM II cycles is 6,2 and classical good category is 81%. 2) The verage value of THB I cycles is 6,0 and classical good category is 46,9%, the average value of THB cycles II is 7,6 and classical good category is 87,4%, 3) 1 of 5 activity are reached the ideal time percent (PWI) on I cycles, and 5 of 5 activity reached the PWI on II cycles. 4) Level of the teacher ability to manage BCPBI model average value is 3,5 (enought category) on I cycles and average value is 4 (good category) on II cycles. Conclusion 1) through applying BCPBI model to enhance students mathematical problem solving ability, 2) through applying BCPBI model to enhance matematics learn passed level, 3) through applying BCPBI model to enhance student active learn activity, 4) through applying BCPBI model to enhance ability level for teacher to manage the BCPBI model. Suggestion 1). BCPBI model is a good alternative to effort to enhance student mathematical problem solving ability and effort to enhance mathematics learn passed level, 2) learn preparation and research instrument of BCPBI model is a good decide to get that as a referencies.

(9)

131

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa atas kasih karunianya memberi kesehatan dan semangat menyelesaikan tesis ini. Saya berusaha untuk menyajikan tesis ini yang terbaik. Penelitian ini dikhususkan menelaah penerapan pembelajaran berdasarkan masalah berbasis budaya Batak (PBM-B3) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, aktivitas aktif siswa, sikap/minat siswa dan kemampuan guru mengelola model PBM-B3.

Era ini sepertinya kesemrawutan, menonjolkan kebebasan dan keunikan individu, ini akan terus mengalir seperti air melanda mengglobal. Era informasi yang membuat dunia menjadi sangat kecil. Ini merupakan tantangan pendidikan sehingga inovasi pembelajaran harus dilakukan dalam mempersiapkan diri agar peserta didik mampu beradaptasi.

Kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik diharapkan menjadi motivasi implementasi ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, membuat lebih resisten terhadap konsekuensi globalisasi. PBM-B3 kelak menjadi model

pembelajaran yang disukai karena prinsip interaksi sosial Dalihan Na Tolu yang

mendasari interaksi sosial dalam belajar adalah budaya.

Terimakasih kepada Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. (dosen pembimbing I), Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd (dosen pembimbing II) yang telah banyak memberikan bimbingan tesis ini.

Terimakasih pada seluruh para dosen, guru besar dan staf sekolah Pascasarjana Unimed khususnya prodi pendidikan matematika, semoga ilmu pengetahuan dan pengalaman ini bisa saya amalkan untuk memajukan pendidikan bangsa.

Terimakasih kepada seluruh teman-teman mahasiswa program studi pendidikan matematika angkatan tahun 2009 kelas B atas kerja sama dan dukunganya. Salut buat teman-teman sekalian yang walaupun sudah dewasa menjelang tua namun masih lucu, kemajuan pendidikan bangsa tanggungjawab kita.

Terimakasih kepada teman-teman guru SMAN 1 Galang, khusus sdri. Berniwanta Girsang, S.Pd., telah membantu kelancaran penelitian ini. Sdri. Eni Muliawati, M.Pd., sdra. Marsito, M.Si., sebagai teman berdiskusi untuk kebaikan penelitian ini.

Terimaksih kepada seluruh khalayak yang meluangkan waktu untuk belajar dan membaca, khususnya membaca tesis ini. Semoga karya yang kecil ini bermanfaat.

Lubuk Pakam, Maret 2013

Penulis

(10)

i

1.2. Identifikasi masalah ……… 19

1.3. Batasan Masalah ……… 19

1.4. Rumusan Masalah ………. 20

1.5. Tujuan Penelitian ……… 20

1.6. Manfaat Penelitian ……… 21

1.7. Definisi Operasional ... 22

BAB II: KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori ... 25

2.1.1. Karakteristik Matematika ………... 26

2.1.2. Kemampuan Pemecahan Masalah …... 29

2.1.3. Aktivitas Belajar Siswa ... 38

2.1.4. Kemampuan Guru mengelola Pembelajaran ... 39

2.1.5. Model PBM-B3 ... 43

2.1.6. Teori Belajar yang Mendukung... 48

2.1.7. Penelitian yang Relevan ... 53

2.2. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Tindakan ... 55

2.2.1. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 55

2.2.2. Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa ... 56

(11)

ii

2.2.4. Pengajuan Hipotesis Tindakan... 57

BAB III: METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 59

3.2. Lokasi dan waktu penelitian ... 59

3.3. Subjek dan Objek Penelitian... 60

3.4. Mekanisme dan Rancangan Penelitian... 61

3.4.1 Tahap Perencanaan ... 61

3.4.2 Tahap Pelaksanaan ... 65

3.4.3 Tahap Observasi ... 67

3.4.4 Tahap Refleksi ... 68

3.5. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 69

3.5.1 Instrumen tes Kemampuan Masalah ... 70

3.5.2 Instrumen Tes Hasil Belajar ... 71

3.5.3 Karakteristik Butir Soal ... 72

3.5.4 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 77

3.5.5 Lembar Observasi Respon siswa terhadap Pembelajaran ... 79

3.5.6 Lembar Observasi Kemampuan Guru Menyelenggarakan Pembelajaran dengan Menerapkan PBM-B3 ... 80

3.6. Teknik Analisis Data ... 82

3.7. Kriteria dan Target Keberhasilan ... 86

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian 4.1.1 Perencanaan Siklus I ... 87

4.1.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus I ... 89

4.1.3 Observasi Siklus I ... 91

4.1.4 Evaluasi Siklus I ... 100

4.1.5 Refleksi Siklus I ... 113

4.1.6 Perencanaan Siklus II ... ... 120

4.1.7 Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 123

(12)

iii

4.1.9 Evaluasi Siklus II ... 132

4.1.10 Refleksi Siklus II ... 147

4.2 Temuan Penelitian ... 151

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 155

4.3.1 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa 156 4.3.2 Peningkatan Ketuntasan Belajar Matematika ... 159

4.3.3 Aktivitas Aktif Siswa ... 161

4.3.4 Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran ... 164

4.4 Keterbatasan Penelitian ... 166

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 168

5.2 Saran ... 170

(13)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

2-1 Indikator kemampuan pemecahan masalah matematis ... 37

2-2 Aktivitas Siswa dalam kegiatan PBM-B3 ... 39

2-3 Kegiatan Guru dalam setiap fase sintaksis model PBM-B3 ... 46

2-4 Rubrik Asesmen Extended Responce type esai ... 48

3-1 Kriteria Validasi Instrumen ... 62

3-2 Alokasi waktu pelaksanaan kegiatan Pembelajaran ... 62

3-3 Kriteria Kemampuan Pemecahan Masalah ... 70

3-4 Kisi-kisi tes pemecahan Masalah ... 71

3-5 Kisi-kisi tes hasil belajar ... 71

3-6 Kriteria reliabilitas butir soal ... 73

3-7 Kriteria Validitas bitir soal ... 74

3-8 Kriteria daya pembeda ... 75

3-9 Kriteria tingkat kesukaran butir soal ... 76

3-10 Aktivitas siswa yang diamati selama proses pembelajaran ... 78

3-11 Kategori aktivitas Siswa ... 79

3-12 Kriteria tingkat kemampuan guru mengelola pembelajaran ... 80

3-13 Aktivitas guru yang diamati selama proses pembelajaran ... 81

3-14 Kriteria ketuntasan belajar (KKM) ... 83

3-15 Kriteria keberhasilan pembelajaran ... 86

4-1Kadar aktivitas siswa siklus I ... 92

4-2 Hasil penilaian LAS perkelompok siklus I ... 95

4-3 Hasil pengamatan kemampuan guru mengelola pembelajaran siklus I 95 4-4 Hasil angket respon siswa siklus I ... 99

4-5 Skor tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa siklus I ... 101

4-6 Skor tes hasil belajar matematika siswa siklus I ... 111

4-7 Catatan lapangan siklus I ... 113

(14)

v

4-10 Kadar aktivitas siswa siklus II ... 124

4-11 Hasil penilaian LAS perkelompok pada siklus II ... 128

4-12 Kemampuan guru mengelola pembelajaran siklus II ... 128

4-13 Skor TKPMM siklus II ... 133

4-14 Skor THB siklus II ... 145

4-15 Catatan lapangan siklus II ... 147

(15)

vi

1-8Dalihan natolu dan sihal-sihal serta Ampang ... 16

2-1 Pola interaksi sosial dalihan na tolu ... 45

3-1 Alur pelaksanaan penelitian tindakan ... 69

4-1 Chart Hasil pengamatan aktivitas siswa siklus I ... 93

4-2 Chart Kemampuan pengelolaan pembelajaran ... 97

4-3 Chart Kemampuan pemecahan masalah ... 101

4-4 Pola jawaban soal nomor 1 jenis 1 ... 103

4-11 Chart Nilai ketuntasan belajar siklus II ... 112

4-12 Chart Nilai tes hasil belajar siklus II ... 113

4-13 Chart aktivitas aktif siswa siklus II ... 123

4-14 Chart kemampuan pengelolaan pembelajaran siklus II ... 130

(16)

vii

4-16 Pola jawaban soal nomor 1 jenis 1 ... 135

4-17 Pola jawaban soal nomor 1 jenis 1 (sambungan) ... 136

4-18 Pola jawaban soal nomor 1 jenis 2 ... 137

4-19 Pola jawaban soal nomor 2 jenis 1 ... 138

4-20 Pola jawaban soal nomor 2 jenis 1 (sambungan) ... 139

4-21 Pola jawaban soal nomor 2 jenis 2 ... 140

4-22 Pola jawaban soal nomor 3 jenis 1 ... 141

4-23 Pola jawaban soal nomor 3 jenis 1 (sambungan) ... 142

4-24 Pola jawaban soal nomor 3 jenis 1 (sambungan) ... 143

4-25 Pola jawaban soal nomor 3 jenis 2 ... 144

4-26 Chart Nilai TKPMM siklus II ... 145

4-27 Chart ketuntasan belajar matematika siswa siklus II ... 146

4-28 Chart THB siklus II .(individu) ... 147

4-29 Chart TKPMM siklus I, siklus II perkategori ... 156

4-30 Chart TKPMM siklus I, siklus II individu ... 157

4-31 Chart THB siklus I, siklus II perkategori ... 160

4-32 Chart THB siklus I, siklus II individu ... 160

4-33 Chart Aktivitas siswa siklus I, siklus II ... 162

(17)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran hal

I. Instrumen Penelitian

1 Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa .. 176

2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 177

3 Alternatif Pemecahan Masalah pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 178

4 Kisi-kisi Tes Hasil Belajar Tes ... 189

5 Tes Hasil Belajar ... 190

6 Kunci Jawaban THB ... 196

7 Angket Respons Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak ... 197

8 Lembar Pengamatan Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak ... 198

9 Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak ... 200

II. Perangkat Pembelajaran 1 Pengembangan Silabus ... 203

2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 206

3 Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 234

4 Buku Pegangan Siswa (BPS) ... 265

5 Buku Pegangan Guru (BPG) ... 285

III. Validasi Instrumen Penelitian dan Perangkat Pembelajaran 1 Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 355

2 Validasi Buku Pegangan Guru (BPG) ... 356

3 Validasi Buku Pegangan Siswa (BPS) ... 357

4 Validasi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 358

5 Validasi Tes Hasil Belajar ... 361

6 Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa 361

(18)

ix

1 Deskripsi Hasil Uji Coba Instrumen dan Perangkat Pembelajaran.. 366

2 Uji Coba Tes Hasil Belajar ... 368

3 Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa 370

V. I. Hasil Penelitian

1 Hasil Tes Hasil Belajar ... 377

2 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 381

3 Hasil Pengamatan Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran

Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak ... 385

4 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Dalam Kegiatan Pembelajaran

Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak ... 393 5 Hasil penilaian LAS ... 395

6 Hasil Pengamatan Respons Siswa Terhadap Kegiatan

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Trends in International Mathematics and Science Study(TIMSS) 2009 lembaga

yang mengukur hasil pendidikan melaporkan bahwa kemampuan matematika siswa

Indonesia pada tahun 1999 berada diurutan 34 dari 38 negara, pada tahun 2003 berada

diurutan 34 dari 45 negara, dan tahun 2007 berada diurutan 36 dari 46 negara. Fakta diatas

mengisyaratkan bahwa ada masalah yang mendasar dalam pembelajaran matematika di

kelas saat ini. Kita tahu bahwa matematika adalah pengetahuan yang sangat banyak

menggeluti kehidupan manusia. Sinaga (1999:1) mengatakan:

Matematika merupakan pengetahuan yang esensial, sebagai dasar untuk bekerja seumur hidup dalam abad globalisasi. Oleh karena matematika suatu pengetahuan yang esensial dan dasar maka penguasaan tingkat tertentu terhadap matematika sangat diperlukan oleh semua siswa agar kelak memungkinkan dapat bekerja dengan baik dan bermutu. Pada era globalisasi semua sendi kehidupan dirasuki oleh perangkat-perangkat teknologi canggih sehingga tiada pekerjaan tanpa matematika.

Hudoyo (2003:23) menyatakan bahwa “matematika bukanlah pengetahuan yang

hanya diperlukan dirinya sendiri, tetapi merupakan pengetahuan yang bermanfaat untuk

sebagian besar ilmu-ilmu lain”. Frederich Gauss (Sumardyono, 2004:20) menyatakan

Mathematics is the queen of science...” matematika adalah ratu bagi ilmu pengetahuan.

Matematika mengembangkan berpikir logis. Suriasumantri 1990 (Saragih, 2007:28)

mengatakan “berpikir logis dapat diartikan sebagai suatu kegiatan berpikir untuk

memperoleh suatu pengetahuan menurut pola tetentu”. Makna dari kutipan-kutipan diatas

bahwa (1) matematika mutlak dibutuhkan dalam kehidupan, (2) ada masalah pembelajaran

matematika di indonesia, apabila masalah ini dibiarkan akan berdampak buruk bagi

(20)

2

Bangsa Indonesia sangat mengerti dan menyikapi masalah ini dengan melakukan

berbagai usaha disegala aspek yang berkenaan dengan pendidikan bangsa, sarana

prasarananya, termasuk memperbaharui dan memperbaiki kurikulum. Depdiknas (2003)

menyatakan:

Kecakapan matematika mulai dari SD hingga SMA sederajat adalah: (1) Menunjukkan Pemahaman Konsep. (2) mampu mengomunikasikan gagasan (3) Mampu bernalar (4) Mampu memecahkan masalah (4) Memiliki sikap menghargai matematika. Kemampuan bernalar, pemahaman atas konsep, kemampuan komunikasi dan koneksi matematik akan menunjukkan kemampuan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang kelak akan menciptakan anak bangsa yang kompetitif.

Peneliti mengadakan penelitian sederhana dengan mengujikan 4 (empat) butir soal

yang merupakan uji kemampuan pemecahan masalah matematika kepada siswa kelas XII.

IPS-2 SMAN 1 Galang ternyata, kemampuan pemecahan masalah siswa sangat rendah,

karena dari 31 orang siswa tak satupun mampu tuntas memecahkan masalah nomor 1, 20

orang siswa mampu memecahkan masalah nomor 2 namun belum menunjukkan proses

pemecahan masalah yang benar, dan ada 3 (tiga) orang siswa yang mampu memecahkan

masalah nomor 3, serta tidak seorangpun siswa mampu memecahkan masalah nomor 4.

Berikut ini gambaran jawaban siswa, penulis menggolongkan pola pekerjaan siswa

sejenis.

Masalah nomor 1:

(21)

3

Ada 9 (sembilan) jenis jawaban siswa atas masalah nomor 1 dan jawaban yang

terbanyak adalah jenis-jenis berikut:

Gambar I-1: Pola jawaban siswa untuk soal nomor 1 sebanyak 10

Memperhatikan pola jawaban ini dapat disimpulkan bahwa siswa tidak paham

pertanyaan, tidak dapat mengelompokkan konstanta yang ada yang saling terkait, siswa ini

hanya dapat membedakan variabel terhadap objek yang dipermasalahkan. 32,26%

(22)

4

Gambar I-2: Pola jawaban soal nomor 1 sebanyak 7

Memperhatikan pola jawaban ini dapat disimpulkan bahwa siswa tidak paham

masalah, tidak dapat mengelompokkan konstanta yang ada yang saling terkait, siswa ini

hanya dalam membedakan variabel atau objek yang dipermasalahkan. 25,58% memberi

jawaban jenis ini.

Dari semua jenis jawaban menunjukkan bahwa siswa kurang memahami kalimat

demi kalimat dalam soal, kurang memahami arti variabel yang dibuatnya, kurang mampu

mengelompokkan dan mengaitkan konstanta-konstanta dengan variabel yang tepat, artinya

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa rendah.

(23)

5

16000 + 8000 ≤ 320000 + ≤ 40

≥ 0 ≥ 0 , ∈

Keterangan

= banyaknya ikan mas (kg), = banyaknya ikan mujair (kg)

Apabila diakumulasi secara klasikal ternyata masalah 1 hampir terjawab karena

pertidaksamaan-pertidaksamaan yang diminta sebagian besar sudah tampil yaitu. Jawaban:

16000 + 8000 ≤ 320000, jawaban: + ≤ 40, sehingga diharapkan berdiskusi

dapat mengatasi masalah belajar semacam ini.

Masalah nomor 2:

Ada 6 (enam) jenis jawaban siswa atas masalah nomor 2 dan jawaban terbanyak

adalah jenis-jenis berikut:

Linda dan Tuti berbelanja di toko swalayan masing-masing membeli buku tulis dan pensil

jenis yang sama. Linda

membayar 10.000,00 rupiah

(24)

Gamba

bar I-3: Pola jawaban soal nomor 2 sebanyak 21

waban ini disimpulkan bahwa siswa paham ma

jawaban jenis ini, tetapi belum mencapai k

njadi masalah pembelajaran.

) jenis jawaban masalah nomor 3, terdapat se

(25)

7

Gambar1-4: Pola jawaban masalah 3 sebanyak 2

Inti permasalahan yang ditampilkan dalam masalah nomor 3 adalah bahwa suatu garis

lurus dapat dibuat menggunakan dua titik. Menemukan persamaan linier menggunakan

koordinat-koordinat titik-titik tersebut dan kemudian disebut persamaan garis lurus. Dalam

hal ini dibutuhkan pengetahuan awal yaitu mengenai gradien atau indeks kemiringan garis,

dalam hal ini dianggap telah dikuasai sebelumnya oleh para siswa.

(26)

8

Gambar I-5: Pola jawaban soal nomor 3 sebanyak 11

Memperhatikan jawaban yang diberikan siswa seperti pola jawaban ini dapat

disimpulkan bahwa siswa memahami permasalahan yaitu menentukan persamaan garis

lurus melalui dua titik, namun dalam pemecahan siswa menuliskan diawal pekerjaannya

bentuk persamaan linier yang menurutnya adalah jawaban yang diinginkan lalu kemudian

mensubstitusi secara bergantian angka nol kedalam persamaan dan hasilnya sama sekali

tidak benar ditunjukkan oleh gambar yang dibuat. Siswa tidak mampu menyajikan proses

pemecahan masalah secara logis. Siswa yang memberikan jawaban seperti ini sebanyak 11

orang dari 31 orang siswa yaitu 35,48%.

Masalah 4:

Tulislah persamaan garis lurus yang sejajar dengan garis yang persamaanya

4. 000 + 3.000 = , ∈ berada

(27)

Ada 2 (dua) jenis pola ja

Gamba

Memperhatikan jaw

disimpulkan bahwa siswa

siswa mengerti mengenai g

sekali”. Memperhatikan

permasalahan, atau tidak m

9

jawaban untuk masalah 4 sebagai berikut:

bar I-6 Pola jawaban soal nomor 4 sebanyak 6

awaban yang diberikan siswa seperti pola j

a kurang memahami maksud pertanyaan dal

i garis. Jenis jawaban lainya “Siswa tidak me

n keadaan ini disimpulkan bahwa siswa

k memiliki cukup waktu.

k 6

a jawaban ini dapat

dalam masalah tetapi

emberi jawab sama

(28)

10

Dari 4 masalah yang diajukan secara klasikal tidak terpecahkan, sehingga

pengamatan ini menunjukkan tingkat kemampuan pemecahan masalah dalam rentang 0 sd

10 adalah = !"#"#$ %!=&'()*∗), =,&*&) = 1,8

Jaworski (1994) mengemukakan bahwa “pembelajaran matematika tidaklah

mudah”. Pendapat ini tidak mematikan semangat guru namun harus menjadi motivasi

untuk berinovasi dan berkreasi dalam pembelajaran dikelas. Memang tidak dipungkiri

bahwa sebahagian guru dalam melaksanakan tugasnya hanya melepas rodi saja,

sebahagian karena telah kehilangan kompetensi keguruannya. Hasil penelitian Portal

Dunia Guru (2007) menunjukkan:

Terdapat fenomena bagaimana tindakan guru di kelas, memang banyak guru matematika tidak mampu melaksanakan KBM dengan baik, walaupun seluruh guru telah dibekali sepuluh kompetensi guru. Fenomena itu antara lain (1) Banyak siswa malas mengikuti pembelajaran matematika hanya karena cara guru yang menyajikan pembelajaran tidak sesuai dengan keinginan siswa. (2) Siswa merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran matematika dan akibatnya hasil belajar matematika tidak sesuai harapan. (3) Sebagian siswa berpendapat bahwa guru menyampaikan materi matematika tidak menarik. (4) Pembelajaran matematika oleh guru terlalu monoton bahkan guru cenderung kurang dapat berkomunikasi dengan siswa sehingga suasana kelas menjadi kaku.

Ternyata bukan materi matematika yang terlalu sukar dipelajari, tetapi beberapa hal

yang dipaparkan diatas menjadi momok yang menyulitkan siswa dalam belajar

matematika. Kutipan diatas sedikitnya mengingatkan kita agar mengintrospeksi

pembelajaran yang telah kita lakukan.

Beberapa hal merupakan ciri praktek pendidikan di Indonesia yang belum relevan

dengan tujuan pembelajaran matematika didukung pernyataan Marpaung (2006:7)

(29)

11

Pembelajaran matematika (lama), yang sampai sekarang pada umumnya masih berlangsung di sekolah (kecuali sekolah mitra PMRI), didominasi paradigma lama yaitu paradigma mengajar dengan ciri-ciri: (a) guru aktif mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa (b) siswa menerima pengetahuan secara pasif ( murid berusaha menghafal pengetahuan yang diterima) (c) Pembelajaran bersifat mekanistik (d) pembelajaran dimulai dari guru dengan menjelaskan konsep atau prosedur menyelesaikan soal, memberi soal-soal latihan pada siswa (e) guru memeriksa dan memberi skor pada pekerjaan siswa dan (f) jika siswa melakukan kesalahan, guru memberi hukuman dalam berbagai bentuk (pengaruh behaviorisme).

Dari kutipan diatas diambil makna bahwa rendahnya kemampuan matematika

seperti dinyatakan oleh TIMSS, diakibatkan oleh kesalahan dalam pembelajaranya sendiri.

Ratumanan (2004:32) mengemukakan:

Siswa hampir tidak pernah dituntut mencoba strategi sendiri atau cara alternatif dalam memecahkan masalah. Siswa pada umumnya duduk sepanjang waktu diatas kursi dan jarang siswa berinteraksi sesama siswa selama pelajaran berlangsung. Siswa cenderung pasif menerima pengetahuan tampa ada kesempatan mengolah sendiri pengetahuan yang diperoleh, aktifitas siswa seolah terprogram mengikuti algoritma yang dibuat guru.

Kecenderungan praktek pembelajaran yang kurang baik seperti dalam

kutipan-kutipan diatas juga terjadi di SMA Negeri 1 Galang, sehingga diperlukan lebih banyak lagi

inovasi penelitian tindakan seperti ini. Dari kutipan pendapat ahli diatas diambil makna

bahwa guru harus memberikan kebebasan kepada siswa dari mulai memahami,

menganalisis, menghubung-hubungkan hingga menyimpulkan pelajaranya. Guru berani

melepaskan muridnya menghadapi tantangan pelajaran, memotivasi aktivitas belajar,

menerapkan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM).

Guru hendaklah mampu merancang dan melaksanakan PAIKEM sesuai dengan

kebutuhan, memahami berbagai strategi, metode dan model pembelajaran dengan teori

belajar yang mutahir. Tugas guru memang tidak ringan namun pemerintah sudah

memberikan dukungan dengan baik melalui sertifikasi guru dan memberi tunjangan

(30)

12

pembelajaran, guru harus kompeten. Guru harus profesional menguasai teori belajar yang

baik, model pembelajaran, metode pembelajaran, strategi pembelajaran, pendekatan

pembelajaran pokoknya menguasai metodologi pembelajaran dan mahir mendesain

pembelajaran. Kompetensi yang dimiliki seorang guru matematika memampukannya

untuk membuat pembelajaran matematika menarik dan menyenangkan.

Paradigma baru pendidikan yang berorientasi kebutuhan siswa dan aktivitas siswa,

upaya individu siswa yang disebut dengan teori Konstruktivis. Menurut Mahoney (Tim

instruktur PLPG unimed, 2008:24) “konsep utama konstruktivisme adalah membangun

struktur secara berkelanjutan”. Konstruktivisme pada dasarnya merupakan sebuah teori

tentang batas-batas pengetahuan manusia, suatu keyakinan bahwa semua pengetahuan

harus merupakan produk dan tindakan kognitif masing-masing individu (Tim instruktur

PLPG unimed, 2008: 25).

Von Glasersfeld “Theory of knowledge with roots in philosophy, psychology

and cybernetics” (p.162), menggambarkan konstruktivisme; In the

constructivist perspective, knowledge is constructed by the individual through his interactions with his environment. Artinya; dalam pandangan penganut konstruktivis, pengetahuan dibangun oleh pribadi melalui interaksi dengan lingkunganya (Suparno, 1997).

Siswa berasal dari latar belakang, lingkungan sosial dan pengalaman yang

berbeda-beda maka dalam menimba ilmu cocoknya diberikan kebebasan dalam hal cara yang tentu

disesuaikan dengan kebiasaannya. Begitulah makna dari kutipan diatas. Prinsip-prinsip

konstruktivis yang banyak digunakan dalam pembelajaran antara lain (1) pengetahuan

dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial, (2) pengetahuan

tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri

untuk menalar, (3) murid aktif mengonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi

(31)

13

sekedar membantu menyediakan sarana dan menciptakan situasi agar proses

mengonstruksi oleh siswa berjalan baik.

Peneliti mengajukan model pembelajaran yang mengakomodir cukup banyak

syarat-syarat prinsip-prinsip konstrutivisme yaitu menyusun sendiri (pembelajaran

berdasarkan masalah), belajar bermakna dan masalah yang dibahas berada dalam

linkungan kehidupan ril siswa (budaya). Kehidupan ril siswa adalah keseharian kegiatan

dan ruang pikir (intelektual) siswa sesuai dengan umur dan perkembangan jasmani dan

rohaninya. Budaya atau kebiasaan (“siswa”) merupakan segala sesuatu yang sangat

menyatu dengan diri dan kehidupan (“siswa”). Manusia (“siswa”) gemar berkelompok

dalam suatu komunitas. Suatu komunitas (“siswa”) memiliki ciri dan karakter yang unik

dalam menjalani kehidupanya. Suatu komunitas menganut tata cara yang sesuai dengan

mereka, menyatu dengan diri mereka baik secara rohani dan jasmani.

Mempelajari sesuatu yang baru akan lebih mudah apabila pendekatan dilakukan

berbasis budaya dengan alasan karena budaya sudah berakar pada diri para siswa semenjak

ia dilahirkan. Tiap-tiap suku bangsa memiliki budayanya sendiri-sendiri, ini dapat

dipastikan karena setiap komunitas manusia mendapat masalah dan berusaha

menyelesaikan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri yang sesuai dengan jiwa dan

hati mereka secara komunitas. Dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi oleh

kelompok atau suatu komunitas tentu mempunyai kekhasan dan kehandalan-kehandalan

tersendiri.

Koentjaraningrat (1996:72) mengatakan.

(32)

14

tindakan yang membabibuta), sangat terbatas. Bahkan berbagai tindakan yang merupakan nalurinya (misalnya makan, minum, dan berjalan) juga telah banyak dirombak oleh manusia sendiri sehingga menjadi tindakan kebudayaan.

Dari kutipan diatas ditangkap makna bahwa belajar sangat erat hubungannya

dengan kebudayaan boleh berarti kebudayaan itu ada karena belajar dan belajar untuk

kebudayaan. Belajar akan lebih menarik, bermakna bila dihantarkan dengan kebudayaan

dan berada dalam kebudayaan tersebut. Kalimat ini saya katakan untuk menunjukkan

begitu menyatunya belajar dengan kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat (1996:73)

Istilah kebudayaan dan culture. Kata kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau kekal. Kata asing culture .. , memiliki makna yang sama dengan kebudayaan, yang kemudian berkembang menjadi segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam. --- (p:76). Nilai budaya terdiri dari konsep-konsep mengenai segala sesuatu yang dinilai berharga dan penting oleh warga suatu masyarakat, sehingga dapat berfungsi sebagai pedoman orientasi pada kehidupan para warga masyarakat bersangkutan.—sejak kecil orang telah diresapi oleh berbagai nilai budaya yang hidup didalam masyarakatnya, sehingga konsep-konsep budaya itu telah berakar dalam alam jiwanya. Karena itu untuk mengganti suatu nilai budaya yang telah dimiliki dengan nilai buadaya lain diperlukan waktu lama.

Dari kutipan diatas diambil simpulan bahwa sangat bijaksana apabila pembelajaran

yang dilakukan kepada siswa mengikuti nilai-nilai kebudayaan siswa. Peneliti menerapkan

model PBM-B3 dan berharap dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematis para siswa. Model PBM-B3 merupakan pembelajaran yang dikendalikan

dengan masalah yang konteksnya pada lingkungan budaya dengan interaksi Dalihan Na

(33)

15

Gambar 1-7: Dalihan Na Tolu

Dalam hubungan kekerabatan orang Batak terikat satu dengan yang lainya dengan

tiga cara yaitu (1) Dongan tubu, (2) Boru, (3) Hula-hula dengan demikian disebut dengan

ungkapan “Dalihan Na Tolu” (dalam bahasa melayu artinya tungku nan bertiga). Dalam

hubungan orang Batak dengan dunia luar kekerabatan disebut dengan ungkapan Dalihan

Na Tolu pa Opat Sihal-sihal artinya tungku nan bertiga dengan penyocok (Adjustment)

sebagai yang ke empat. Dalam hal ini pihak ke empat disebut Dongan Sahuta, komunitas

seperti ini dalam istilah Batak ada sebutan suhi ampang na opat (pojok bakul nan empat).

(a) Sihal-sihal & Dalihan Na Tolu (b) Ampang

Gambar 1-8 (a) Dalihan Natolu dan Sihal-sihal (b) Ampang

Ampang (dalam bahasa indonesia disebut Bakul) adalah suatu wadah yang terbuat

dari anyaman bambu atau rotan alasnya dibuat persegi empat dan bagian mulut atasnya

berbentuk lingkatran, biasanya berisi 10-20 liter padi. Banyak bagian kegiatan adat Batak

memerlukan ampang seperti ampang tempat tulang belulang leluhur dan sebutan sihunti

ampang (penjujung bakul) pada acara adat ( mangadati).

Dongan sahuta (dalam bahasa Indonesia berarti kerabat sekampung). Kerabat

sekampung tidak terbatas marga dan suku yang berfungsi dan bertugas melegalkan dan

membenarkan (mengevaluasi, memberi petunjuk supaya jangan salah serta jangan

(34)

16

masalah yang timbul secara tiba-tiba, yang baru ataupun yang sudah biasa, maka orang

Batak secara otomatis mengetahui fungsi dan tugasnya masing-masing dengan melihat

titik pusat terjadinya permasalahan atau titik pusat kegiatan. Dalam model PBM-B3 yang

ditampilkan di sini adalah interaksi dalihan na tolu dan masalah yang diasajikan

melibatkan budaya ( budaya Batak). Siswa membentuk kelompok Dalihan Na Tolu yang

setiap kelompoknya terdiri dari subkelompok dongan tubu, boru, hula-hula

masing-masing 2 (dua) orang serta pihak instruktur dan guru sebagai kelompok dongan sahuta

terdiri dari 2-3 siswa ditambah guru. Masalah yang ditampilkan dalam pembelajaran

adalah merupakan fakta budaya (budaya Batak).

Dalam kebudayaan Batak, apabila menghadapi suatu masalah maka akan diadakan

suatu bentuk musyawarah guna menyelesaikan permasalahan tersebut sebagai berikut (1)

Tonggo raja ( sise atau sungkun, hata ni ulaon, paniroion, rimpunan). Tahap ini adalah

merupakan rapat besar untuk memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah,

pembagian tugas dan menentukan siapa yang terlibat (2) Ulaon. Tahap ini adalah

melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang telah direncanakan pada tonggo raja (3)

Mangolophon. Tahap terahir dari kegiatan adalah melihat kembali, legalisasi dan penutup.

Ini menunjukkan bahwa orang Batak selalu menerapkan strategi pemecahan masalah

dengan baik sebagaimana George Polya kemukakan yaitu: Memahami masalah,

merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah sesuai rencana,

melihat kembali pemecahan masalah.

SMA Negeri 1 Galang berada di daerah pedesaan yang berkembang. SMAN 1

Galang mengasuh siswa yang heterogen yaitu Batak, Melayu dan Jawa. Model PBM-B3

disampaikan dengan bahasa yang dimengerti oleh siswa sehingga menerapkan model

PBM-B3 pada SMAN 1 Galang akan dapat terlaksana dengan baik. Kemudian daripada itu

(35)

17

dan kepada para siswa dijelaskan bahwa ada hak/kewajiban dan peran yang harus

dilakonkannya sesuai subkelompoknya masing-masing. Siswa harus bergilir mendapat

subkelompok dongan tubu, hula-hula, maupun boru agar lebih memahami tanggungjawab

dan hak. Setiap siswa dari suku manapun tidaklah sulit melakonkan peran dongan tubu,

hula-hula, maupun boru. Untuk lebih memperlancar PBM-B3 didalam buku pegangan

guru secara ringkas dijelaskan peran dan lakon setiap subkelompok dalihan na tolu.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, diidentifikasi beberapa

permasalahan sebagai berikut:

1. Kemampuan siswa memecahkan masalah matematika masih termasuk kategori

rendah.

2. Prestasi belajar matematika siswa masih termasuk kategori rendah.

3. Aktifitas siswa dalam belajar matematika masih bersifat pasif menerima

pengetahuan.

4. Respon siswa terhadap matematika masih termasuk kategori rendah.

5. Model pembelajaran yang diterapkan guru selama ini kurang relevan dengan tujuan

dan karakteristik matematika.

6. Dalam proses pembelajaran guru belum berupaya merancang masalah dari

lingkungan budaya siswa.

7. Guru belum melibatkan fakta dan lingkungan budaya dalam memotivasi siswa

belajar matematika.

1.3. Batasan Masalah

Dari beberapa masalah yang teridentifikasi diatas agar penelitian ini lebih fokus,

(36)

18

1. Prestasi belajar matematika siswa termasuk kategori masih rendah.

2. Aktifitas siswa dalam belajar matematika masih bersifat pasif menerima

pengetahuan.

3. Model pembelajaran yang diterapkan guru selama ini kurang relevan dengan tujuan

dan karakteristik matematika.

4. Kemampuan siswa memecahkan masalah matematika termasuk kategori masih

rendah.

5. Dalam proses pembelajaran, guru belum berupaya merancang masalah dari

lingkungan budaya siswa.

6. Guru belum melibatkan fakta dan lingkungan budaya dalam memotivasi siswa

belajar matematika.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian

yang akan dijawab yaitu:

1. Apakah dengan penerapan model PBM-B3 dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa?

2. Apakah dengan penerapan model PBM-B3, kriteria ketuntasan minimal (KKM)

matematika siswa terpenuhi?

3. Bagaimana aktivitas siswa dalam penerapan PBM-B3?

4. Bagaimana respon siswa terhadap komponen PBM-B3?

5. Bagaimana tingkat kemampuan guru menyelenggarakan pembelajaran dengan

menerapkan model PBM-B3?

6. Bagaimana proses pemecahan masalah berdasarkan langkah-langkah Polya?

(37)

19

Sesuai dengan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian diatas, yang menjadi

tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

yang mengikuti PBM-B3.

2. Mendeskripsikan ketuntasan belajar matematika siswa yang mengikuti PBM-B3.

3. Mendeskripsikan kadar aktivitas siswa yang mengikuti PBM-B3.

4. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menghambat kelancaran PBM-B3 dan

alternatif mengatasinya termasuk mewawancara siswa yang justru menurun

prestasinya.

5. Mendeskripsikan respon siswa terhadap komponen PBM-B3.

6. Mendeskripsikan tingkat kemampuan guru mengelola pembelajaran.

7. Mendeskripsikan proses pemecahan masalah.

1.6. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian, dapat diperoleh manfaat penelitian sebagai

berikut:

1. Apabila penerapan model PBM-B3 dalam penelitian ini berpengaruh positif

terhadap hasil belajar siswa, maka model PBM-B3 dapat dijadikan sebagai salah

satu alternatif strategi meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, dan secara

khusus memperbaiki hasil belajar.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi guru SMA dalam

pembelajaran serta berguna bagi pengembangan kurikulum matematika SMA.

3. Sebagai sumber informasi bagi sekolah, bahwa penerapan model PBM-B3 suatu

(38)

20

4. Menyajikan rekomendasi model PBM-B3 berkaitan dengan etnis masyarakat

sekolah.

1.7. Defenisi Operasional

Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan dari

beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pembelajaran berdasarkan masalah adalah konsep belajar yang dalam proses

belajar dimulai dengan menyajikan masalah, memecahkan masalah, selama proses

kegiatan pemecahan masalah ditemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu

pengetahuan.

2. Budaya adalah nilai kehidupan kelompok masyarakat, yaitu kebiasaan, kesenian,

bahasa, adat-istiadat, tata krama, kepercayaan, makanan dan daerah habitat.

3. Batak adalah satu suku bangsa Indonesia yang memiliki prinsip-prinsip interaksi

sosial, sistem kekerabatan yang disebut Dalihan Na Tolu.

4. Nilai-nilai didikan leluhur suku Batak dalam pembelajaran. Menurut Gultom

(1992) menyatakan, suku Batak memandang anakkon ki do na ummarga di au

anakkon ki do hamoraon di au. Artinya anak adalah harta yang tertinggi nilainya,

anak adalah segalanya bagi suku Batak. Sehingga pertumbuhan anak, pendidikan

anak adalah perhatian utama.

5. Dalihan Na Tolu pada tulisan ini diambil arti sebahagian yaitu interaksi di dalam

melakukan kegiatan menghadapi sesuatu pekerjaan. Ada tiga subkelompok

kekerabatan dalam interaksi sosial Batak yang saling mengisi, saling mendukung,

dan harus bertiga yaitu dongan tubu, boru, dan hula-hula. Akan tetapi masayakat

(39)

21

dibutuhkan satu kelompok lagi yaitu dongan sahuta sehingga menjadi empat

subkelompok sehingga dikatakan dengan dalihan na tolu pa opat sihal-sihal.

6. PBM-B3 adalah model pembelajaran yang dalam prosesya dimulai dengan

menyajikan masalah, memecahkan masalah, menemukan konsep-konsep dan

prinsip-prinsip matematika dengan mengaitkan masalah dalam lingkungan budaya

Batak, budaya para siswa menggunakan interaksi sosial Dalihan Na Tolu yang

merupakan falsafah sosial suku Batak.

7. Rencana Pelaksanaan pembelajaran adalah suatu pedoman bagi guru

mengoperasionalkan pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi yang

diharapkan secara efektif dan efisien dengan sistem pendukung antara lain, Buku

Pegangan Guru (BPG) Buku Pegangan Siswa (BPS) dan Lembar Kerja Siswa

(LAS).

8. Aktifitas siswa adalah keterlibatan siswa dan guru, siswa dan siswa dalam

pembelajaran yang diukur dengan instrumen lembar observasi aktivitas siswa

(LOAS). Kadar aktivitas siswa adalah seberapa besar persentase waktu yang

digunakan oleh siswa untuk melakukan tiap indikator/kategori aktivitas siswa.

9. Faktor-faktor penghambat kelancaran penerapan PBM-B3 adalah semua aspek

yang mempengaruhi kegiatan diantaranya mungkin oleh karena buku pegangan

guru, buku pegangan siswa, LAS, perbedaan suku siswa dan/atau guru dan

kebudayaan Batak yang disajikan. Dan lain-lainya.

10.Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran adalah pendapat senang/ tidak

senang dan baru/ tidak baru terhadap komponen pembelajaran yang dikembangkan.

Respon siswa diukur dengan menggunakan instrumen respon siswa terhadap

(40)

22

11.Kemampuan guru mengelola pembelajaran adalah keterampilan guru

melaksanakan setiap tahap-tahap pembelajaran yang diukur melalui lembar

observasi model PBM-B3.

12.Hasil belajar adalah penguasaan atau daya serap siswa melalui pemecahan masalah

terhadap materi ajar.

13.Ketuntasan belajar adalah: Tuntas individu jika siswa menjawab benar ≥ - (- =

nilai KKM) dan tuntas klasikal jika ≥ 8 siswa tuntas individu.

14.Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah penyelesaian soal dan

pertanyaan yang memenuhi prinsip-prinsip pemecahan masalah.

15.Kemampuan awal siswa ialah nilai matematika siswa sebelum memasuki

pembelajaran model PBM-B3, dapat kiketahui melalui nilai ujian sebelumnya atau

dengan ujian secara khusus yang gunanya adalah untuk mengelompokkan siswa

(41)

131

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Berdasarkan temuan, hasil analisis data penelitian, dan pembahasan

penelitian yang telah diuraikan pada Bab III dikemukakan beberapa simpulan

sebagai berikut:

1) Hasil tindakan pada siklus I, setelah diberikan tes kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa terdapat 3 dari 32 orang siswa yang mengikuti

tes memiliki nilai dengan kategori minimal “baik” atau sebesar 9,4%

siswa memiliki tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis secara

klasikal. Kemudian setelah tindakan diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus

II sebanyak 3(tiga) kali pertemuan siswa kembali diberi tes kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa, terdapat 26 dari 32 orang siswa

memiliki nilai dengan kategori minimal “baik”. Tingkat keberhasilan pada

siklus II ini secara klasikal sebesar 81,2% ini berarti ada peningkatan

kemampuan pemecahan masalah matematis dari siklus I ke siklus II

2) Hasil tindakan siklus I, setelah diberikan Tes Hasil Belajar matematika

terdapat 15 dari 32 orang siswa mengikuti tes memiliki nilai dengan

kategori minimal “baik”. Berarti 46,9% tingkat ketuntasan belajar

matematika secara klasikal. Kemudian setelah tindakan diperbaiki sesuai

refleksi sebanyak 3 (tiga) kali pertemuan, terdapat 26 dari 32 orang siswa

yang mengikuti tes memiliki nilai dengan kategori minimal “baik”. Berarti

(42)

132

persentase keberhasilan siklus II menunjukkan adanya peningkatan

ketuntasan belajar matematika siswa.

3) Hasil observasi aktivitas siswa pada tindakan siklus I terdapat 1 (satu) dari

5 (lima) kategori pengamatan aktivitas aktif siswa berada pada batas

toleransi yang ditentukan, dan setelah tindakan diperbaiki sesuai refleksi,

pada siklus II diperoleh 5 (1ima) dari 5 (lima) kategori pengamatan

aktivitas aktif telah berada pada batas toleransi yang ditentukan, hal ini

menunjukkan adanya peningkatan kadar aktivitas aktif siswa dari siklus I

ke siklus II.

4) Hasil observasi terhadap kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran

pada siklus I aspek penilaian kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran berbasis masalah berada pada kategori “cukup baik” (3,5).

Setelah tindakan diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II setiap aspek

penilaian kemampuan guru mengelola pembelajaran berada dalam kategori

“baik” (4). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan guru

dalam pengelolan pembelajaran dari siklus I ke siklus II.

5) Hasil Observasi Respons Siswa terhadap model Pembelajaran Berdasarkan

Masalah Berbasis Budaya Batak menunjukkan bahwa siswa dan guru

menyenangi kegiatan belajar dan berdiskusi yang diterapkan.

(43)

133

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan penelitian yang diuraikan diatas, dapat

dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1) Alokasi waktu pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini hanya dilakukan

6 (enam) kali pertemuan dalam waktu 2 bulan. Untuk penelitian lebih

lanjut agar dilaksanakan dalam waktu setidaknya 1(semester) atau 6

(enam) bulan, sehingga hasil yang diperoleh maksimal.

2) Penelitian selanjutnya agar menambah alokasi waktu pertemuan dalam

penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah berbasis budaya

Batak.

3) Dalam penelitian ini, subjek yang diamati adalah siswa kelas XII IPS 2

SMAN 1 Galang. Bagi peneliti selanjutnya agar meneliti subjek pada

tingkat sekolah yang yang lainya yang sederajat pada daerah lainnya.

4) Bagi guru matematika, model PBM-B3 dapat menjadi salah satu alternatif

pembelajaran yang akan diterapkan dikelas yang dinilai dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan ketuntasan

belajar matematika siswa serta aktivitas belajar siswa.

5) Penerapan model PBM-B3 mampu meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematis dan ketuntasan belajar matematia siswa. Temuan

penelitian, hasil analisis data, perangkat pembelajaran, maupun instrumen

yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam upaya

meningkatkan kemampauan pemecahan masalah matematis pada jenjang

yang berbeda maupun mata pelajaran yang berbeda dengan penelitian ini.

6) LAS dan BPS pada penelitian ini disajikan telah menyinggung sedikit

mengenai masalah yang akan diujikan, sebaiknya berbeda daripada yang

(44)

131

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ahmad B.(2011). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep

Matematika dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah. Tesis

tidak di terbitkan. Medan: PPS UNIMED.

Ambarita J. (2004). Pembelajaran Matematika SMU dengan Pendekatan PMR.

Makalah disajikan dalam seminar nasional Workshop Pendidikan Matematika, FMIPA UNIMED, 29-30 Agustus 2004

Arikunto S, (1999). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bandung : Bumi Aksara.

Arikunto S, (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Sapa’at A. (2008). Paradigma Pembelajaran Matematika Bermakna dan

Menyenangkan. Portal Dunia Guru. (November 2008).

Dahar R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdikbud. (1995). Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Mata

Pelajaran Matematika. Jakarta : Depdikbud.

Freudenthal H. (1973). Mathematics as an Aducational Task. Dordrecht, The Netherlands: Riedel.

(45)

132

Gultom S. (2008). Learning Revolution. Makalah disajikan dalam seminar nasional dalam rangka acara UNIMED FAIR 2008. UNIMED, 27 Agustus 2008.

Hamalik O. (1990). Perencanaan berdasarkan sistem. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Hamalik O. (1999). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Hudojo H. (1980). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang.

Hudojo H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan P2LPTK Jakarta.

Ibrahim M., Nur M. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya:

UNESA.

Kemp, et all. (1994). Designing effective instruction. NY: Macmillan College Publishing Company, Inc. New York. ISBN 0-02-362989-4 .

Karnasih I. (2001). Prospek Pendidikan Matematika di Sumatera Utara. Makalah disajikan dalam seminar sehari Penerapan Matematika Realistik Pada Sekolah dan Madrasah November 2001.

Karnasih I. (1998). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.

Koentjaraningrat. (1997). Pengantar Antropologi Pokok-pokok etnografi I.

Jakarta: Rineka Cipta.

Koentjaraningrat. (1997). Pengantar Antropologi Pokok-pokok etnografi II.

Jakarta: Rineka Cipta.

Krulik S., & Rudnick J.A. (1996). The New Source for Teaching Reasoning and Problem Solving in Junior and Senior High School. Boston: Allyn and bacon.

Marpaung Y. (2006). Karateristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia), Jurnal Pendidikan Matematika MATHEDU, Volume 1 nomor,

Edisi Januari 2006. Surabaya: PPS UNESA.

Marzuki A. (2006). Implementasi Pembelajaran Kooperatif (Cooperative

(46)

133

Buntet Pesantren Kabupaten Cirebon)”. Tesis tidak diterbitkan. Bandung. UPI. Bandung.

Nasution A.H. Dkk, (1994). Matematika 2 untuk Sekolah Menengah Umum Kelas

2. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

National Council of Teacher Mathematics. (2000). Principles anf Standards for Schools Mathematics. USA: Reston V.A.

Polya G. (1980). On Solving Mathematical Problem in High School, dalam Krulik Stephen & Rays, Robert E. (eds). Problem Solving in School Mathematics. Reston-Virginia, NCTM.

Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan. (2003). Kurikulum

Berbasis Kompetensi. Kebijakan Umum Pendidikan Dasar dan Menengah.

Jakarta: Depdiknas.

Russenfendi E.T. (1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang Press.

Shadiq F. (2007). Laporan Hasil Seminar Lokakarya Pembelajaran Matematika.

Jogjakarta: P4TK

Safari (2004). Teknik Analisis Butir Soal Instrumen Tes dan Non Tes. Jakarta: Direktorat Dikmenum.

Saragih S. (2007). Pengembangan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui PMR. Disetasi tidak diterbitkan. Bandung: PPS UPI.

Sinaga B. (1999). Efektivitas Model Pembelajaran Bedasarkan Masalah

(Problem-based Instruction) pada kelas 1 SMU dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: PPS UNESA.

Sinaga B. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan

Masalah Berbasis Budaya Batak. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya: PPS UNESA.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

(47)

133

Soedjadi R. (1994). Memantapkan Matematika Sekolah Sebagai Wahana

Pendidikan dan Pembudayaan Penalaran, Media pendidikan Matematika Nasional, Nomor 4 Th.3. Surabaya: IKIP Surabaya.

Soedjadi R. (1995). Miskonsepsi Dalam Pengajaran Matematika (pokok-pokok tinjauan dengan konstruktivisme), Surabaya: IKIP Surabaya.

Soedjadi R. (2001). Kiat Pendidikan di Indonesia, (konstalasi keadaan masa kini menuju harapan masa depan). Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Depdiknas.

Soejono. (1998). Pengajaran Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Steffe L.P. Eds. (1996). Theoris of Mathematics. Aukland: Penguin Books

Sudijono, A. (1997). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Suherman, E. (1993). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Bandung: Sinar Baru.

Suparno P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisisus.

Sumardyono. (2004). Karakteristik Matematika dan Implikasinya Terhadap

Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Depdiknas Dirjendikdasmen

PPPG Matematika Yogyakarta.

Taylor, Lyn. (1993). Vigotskyan Scientific Concepts: Implications for Mathematics Education. Focus on Learning Problem in Mathematics Vol. 15, 2-3.

Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika UPI. (2001). Strategi

Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Tim Instruktur PLPG. (2008). Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru.

Medan: UNIMED.

TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study). (2009) tersedia online pada

http://nces.ed.gov/timss/tables03.asp (diakses maret 2010)

Gambar

Tabel  Hal
Gambar  Hal
Gambar I-1: Pola jawaban siswa untuk soal nomor 1 sebanyak 10
Gambar I-2: Pola jawaban soal nomor 1 sebanyak 7
+5

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi Pembelajaran Berbasis Web (Web-Based Learning) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh

Penerapan pembelajaran model Pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran IPS siswa kelas IIV SDN Lebak Winongan

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulan bahwa kemampuan representasi matematis siswa Kelas XII IPA SMA Negeri 1 Kota Besi dalam pemecahan masalah trigonometri ditinjau

Berdasarkan masalah di atas maka upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa adalah dengan menggunakan model

Hasil penelitian ini adalah; (1) terdapat pengaruh yang signifikan penerapan pendekatan kontekstual berbasis budaya lokal terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika, (2)

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah(PBM) adalah pembelajaran yang dimulai dengan memberikan masalah kepada siswa, dimana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah (KPM) matematis siswa dalam menyelesaikan soal open ended berbasis budaya Jambi pada siswa kemampuan

Tujuan Pengembangan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa media video pembelajaran berbasis kemampuan pemecahan masalah matematis pada materi skala dapat diterapkan pada