UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN MASALAH BERBASIS BUDAYA BATAK
(PBM-B3) PADA KELAS XII IPS SMA NEGERI 1 GALANG
Tesis Oleh: Pommer Simbolon
NIM.0809725023
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN MASALAH BERBASIS BUDAYA BATAK
(PBM-B3) PADA KELAS XII IPS SMA NEGERI 1 GALANG
Tesis Oleh: Pommer Simbolon
NIM.0809725023
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
POMMER SIMBOLON. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa melalui Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak (PBM-B3) Pada Kelas XII IPS SMA Negeri 1 Galang.
Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.
Tujuan Penelitian: Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis, mengetahui peningkatan ketuntasan belajar matematika, dan mendeskripsikan kadar aktivitas aktif belajar para siswa kelas XII IPS SMA Negeri 1 Galang dalam pelaksanaan model PBM-B3 serta mendeskripsikan tingkat kemampuan guru mengelola model PBM-B3 di kelas XII IPS SMA Negeri 1 Galang. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas di SMA Negeri 1 Galang Kabupaten Deli Serdang. Subjek penelitian adalah siswa kelas XII IPS 2 tahun Pelajaran 2012-2013 terdiri dari 11 orang laki-laki dan21 orang perempuan. Objek penelitian: 1) Objek proses adalah penerapan model PBM-B3, perangkat pembelajaran antara lain RPP, Buku Pegangan Siswa, Lembar Aktivitas Siswa, Buku Pegangan Guru, lembar observasi. 2) Objek produk adalah kemampuan pemecahan masalah matematis. Data-data penelitian diperoleh dari lembar observasi siswa dan guru, tes kemampuan pemecahan matematis siswa (TKPMM), tes hasil belajar (THB) dan angket respon siswa. Hasil validasi instrumen penelitian dalam kategori baik dapat digunakan dengan revisi sedikit, dan Hasil validasi perangkat pembelajaran dalam kategori baik dapat digunakan tanpa revisi. Hasil uji coba instrument TKPMM, THB memiliki validitas dalam kategori valid. Penelitian dilaksanakan 2 siklus dan tes diberikan pada setiap akhir siklus. Hasil tindakan silkus I dan siklus II: 1) hasil TKPMM siklus I rata-rata 3,4, dan secara klasikal kategori baik 9,4%, siklus II rata-rata nilai 6,2 dan secara klasikal kategori baik 81%. 2) hasil THB siklus I rata-rata 6,0, dan secara klasikal kategori baik 46,9%. Siklus II rata-rata nilai 7,6 dan secara klasikal kategori baik 87,4%. 3) hasil observasi aktivitas aktif siswa siklus I terdapat 1 dari 5 aktivitas memenuhi toleransi persentase waktu ideal (PWI), siklus II terdapat 5 dari 5 aktivitas memenuhi toleransi PWI. 4) hasil observasi kemampuan guru mengelola model PBM-B3 pada siklus I rata-rata nilai 3,5 (kategori cukup). Siklus II rata-rata nilai 4 (kategori baik). Kesimpulan penelitian 1) Penerapan model PBM-B3, dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. 2) Penerapan model PBM-B3, dapat meningkatkan ketuntasan belajar matematika siswa. 3) Penerapan model PBM-B3 dapat meningkatkan aktivitas belajar aktif siswa. 4) Penerapan model PBM-B3, dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola model PBM-B3. Peneliti menyarankan 1) Model PBM-B3 menjadi alternatif dikelas untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis, dan meningkatkan ketuntasan belajar matematika siswa. 2) perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi guru.
Kata Kunci: Model, Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Kemampuan Pemecahan Masalah
ii ABSTRACT
POMMER SIMBOLON. Effort to enhance the student mathematical problem solving ability through applying the Batak culture problem based instruction (BCPBI) model in Galang state senior high school 1 on grade XII Social programs.
Thesis. Post Graduate Program Medan State University, 2013
The research aims: To know ability enhance of student mathematical problem solving ability, to know enhance the mathematics learn passed and to descript the active learn activity by student grade XII social program Galang state senior high school through applying the BCPBI and so to descript the ability level of teacher to manage the BCPBI on grade XII social program Galang state 1 senior high school. This research is a classroom action research in Galang state 1 senior high school on study year 2012-2013. Research subject is all students grade XII social program Galang state 1 senior high school, male are 11 and female are 21. Research object, 1) Object of process is
aplying the BCPBI model, and learn preparation as soon as learn plan (RPP), Student hand book
(Buku pegangan siswa), Teacher hand book (Buku pegangan guru), student activity sheet (LAS)
and observation sheet, 2) Object of product is the student matematical problem solving ability. Research data prepare from observation sheets, problem solving ability test (TKPMM), mathematics learn passed test (THB) and the students responces questioner. Validation result of the research instruments is good category with thin revision, and the learn preparation is good category without revision. Trying result of the research instruments are valid in validity criterion. The study comprised two cycles and the test given at the end of each cycle. The result of the action research, 1) The average value of TKPMM I cycles is 3,4 and classical good category is 9,4%, the average value of TKPMM II cycles is 6,2 and classical good category is 81%. 2) The verage value of THB I cycles is 6,0 and classical good category is 46,9%, the average value of THB cycles II is 7,6 and classical good category is 87,4%, 3) 1 of 5 activity are reached the ideal time percent (PWI) on I cycles, and 5 of 5 activity reached the PWI on II cycles. 4) Level of the teacher ability to manage BCPBI model average value is 3,5 (enought category) on I cycles and average value is 4 (good category) on II cycles. Conclusion 1) through applying BCPBI model to enhance students mathematical problem solving ability, 2) through applying BCPBI model to enhance matematics learn passed level, 3) through applying BCPBI model to enhance student active learn activity, 4) through applying BCPBI model to enhance ability level for teacher to manage the BCPBI model. Suggestion 1). BCPBI model is a good alternative to effort to enhance student mathematical problem solving ability and effort to enhance mathematics learn passed level, 2) learn preparation and research instrument of BCPBI model is a good decide to get that as a referencies.
131
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa atas kasih karunianya memberi kesehatan dan semangat menyelesaikan tesis ini. Saya berusaha untuk menyajikan tesis ini yang terbaik. Penelitian ini dikhususkan menelaah penerapan pembelajaran berdasarkan masalah berbasis budaya Batak (PBM-B3) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, aktivitas aktif siswa, sikap/minat siswa dan kemampuan guru mengelola model PBM-B3.
Era ini sepertinya kesemrawutan, menonjolkan kebebasan dan keunikan individu, ini akan terus mengalir seperti air melanda mengglobal. Era informasi yang membuat dunia menjadi sangat kecil. Ini merupakan tantangan pendidikan sehingga inovasi pembelajaran harus dilakukan dalam mempersiapkan diri agar peserta didik mampu beradaptasi.
Kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik diharapkan menjadi motivasi implementasi ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, membuat lebih resisten terhadap konsekuensi globalisasi. PBM-B3 kelak menjadi model
pembelajaran yang disukai karena prinsip interaksi sosial Dalihan Na Tolu yang
mendasari interaksi sosial dalam belajar adalah budaya.
Terimakasih kepada Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. (dosen pembimbing I), Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd (dosen pembimbing II) yang telah banyak memberikan bimbingan tesis ini.
Terimakasih pada seluruh para dosen, guru besar dan staf sekolah Pascasarjana Unimed khususnya prodi pendidikan matematika, semoga ilmu pengetahuan dan pengalaman ini bisa saya amalkan untuk memajukan pendidikan bangsa.
Terimakasih kepada seluruh teman-teman mahasiswa program studi pendidikan matematika angkatan tahun 2009 kelas B atas kerja sama dan dukunganya. Salut buat teman-teman sekalian yang walaupun sudah dewasa menjelang tua namun masih lucu, kemajuan pendidikan bangsa tanggungjawab kita.
Terimakasih kepada teman-teman guru SMAN 1 Galang, khusus sdri. Berniwanta Girsang, S.Pd., telah membantu kelancaran penelitian ini. Sdri. Eni Muliawati, M.Pd., sdra. Marsito, M.Si., sebagai teman berdiskusi untuk kebaikan penelitian ini.
Terimaksih kepada seluruh khalayak yang meluangkan waktu untuk belajar dan membaca, khususnya membaca tesis ini. Semoga karya yang kecil ini bermanfaat.
Lubuk Pakam, Maret 2013
Penulis
i
1.2. Identifikasi masalah ……… 19
1.3. Batasan Masalah ……… 19
1.4. Rumusan Masalah ………. 20
1.5. Tujuan Penelitian ……… 20
1.6. Manfaat Penelitian ……… 21
1.7. Definisi Operasional ... 22
BAB II: KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori ... 25
2.1.1. Karakteristik Matematika ………... 26
2.1.2. Kemampuan Pemecahan Masalah …... 29
2.1.3. Aktivitas Belajar Siswa ... 38
2.1.4. Kemampuan Guru mengelola Pembelajaran ... 39
2.1.5. Model PBM-B3 ... 43
2.1.6. Teori Belajar yang Mendukung... 48
2.1.7. Penelitian yang Relevan ... 53
2.2. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Tindakan ... 55
2.2.1. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 55
2.2.2. Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa ... 56
ii
2.2.4. Pengajuan Hipotesis Tindakan... 57
BAB III: METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 59
3.2. Lokasi dan waktu penelitian ... 59
3.3. Subjek dan Objek Penelitian... 60
3.4. Mekanisme dan Rancangan Penelitian... 61
3.4.1 Tahap Perencanaan ... 61
3.4.2 Tahap Pelaksanaan ... 65
3.4.3 Tahap Observasi ... 67
3.4.4 Tahap Refleksi ... 68
3.5. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 69
3.5.1 Instrumen tes Kemampuan Masalah ... 70
3.5.2 Instrumen Tes Hasil Belajar ... 71
3.5.3 Karakteristik Butir Soal ... 72
3.5.4 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 77
3.5.5 Lembar Observasi Respon siswa terhadap Pembelajaran ... 79
3.5.6 Lembar Observasi Kemampuan Guru Menyelenggarakan Pembelajaran dengan Menerapkan PBM-B3 ... 80
3.6. Teknik Analisis Data ... 82
3.7. Kriteria dan Target Keberhasilan ... 86
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian 4.1.1 Perencanaan Siklus I ... 87
4.1.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus I ... 89
4.1.3 Observasi Siklus I ... 91
4.1.4 Evaluasi Siklus I ... 100
4.1.5 Refleksi Siklus I ... 113
4.1.6 Perencanaan Siklus II ... ... 120
4.1.7 Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 123
iii
4.1.9 Evaluasi Siklus II ... 132
4.1.10 Refleksi Siklus II ... 147
4.2 Temuan Penelitian ... 151
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 155
4.3.1 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa 156 4.3.2 Peningkatan Ketuntasan Belajar Matematika ... 159
4.3.3 Aktivitas Aktif Siswa ... 161
4.3.4 Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran ... 164
4.4 Keterbatasan Penelitian ... 166
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 168
5.2 Saran ... 170
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
2-1 Indikator kemampuan pemecahan masalah matematis ... 37
2-2 Aktivitas Siswa dalam kegiatan PBM-B3 ... 39
2-3 Kegiatan Guru dalam setiap fase sintaksis model PBM-B3 ... 46
2-4 Rubrik Asesmen Extended Responce type esai ... 48
3-1 Kriteria Validasi Instrumen ... 62
3-2 Alokasi waktu pelaksanaan kegiatan Pembelajaran ... 62
3-3 Kriteria Kemampuan Pemecahan Masalah ... 70
3-4 Kisi-kisi tes pemecahan Masalah ... 71
3-5 Kisi-kisi tes hasil belajar ... 71
3-6 Kriteria reliabilitas butir soal ... 73
3-7 Kriteria Validitas bitir soal ... 74
3-8 Kriteria daya pembeda ... 75
3-9 Kriteria tingkat kesukaran butir soal ... 76
3-10 Aktivitas siswa yang diamati selama proses pembelajaran ... 78
3-11 Kategori aktivitas Siswa ... 79
3-12 Kriteria tingkat kemampuan guru mengelola pembelajaran ... 80
3-13 Aktivitas guru yang diamati selama proses pembelajaran ... 81
3-14 Kriteria ketuntasan belajar (KKM) ... 83
3-15 Kriteria keberhasilan pembelajaran ... 86
4-1Kadar aktivitas siswa siklus I ... 92
4-2 Hasil penilaian LAS perkelompok siklus I ... 95
4-3 Hasil pengamatan kemampuan guru mengelola pembelajaran siklus I 95 4-4 Hasil angket respon siswa siklus I ... 99
4-5 Skor tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa siklus I ... 101
4-6 Skor tes hasil belajar matematika siswa siklus I ... 111
4-7 Catatan lapangan siklus I ... 113
v
4-10 Kadar aktivitas siswa siklus II ... 124
4-11 Hasil penilaian LAS perkelompok pada siklus II ... 128
4-12 Kemampuan guru mengelola pembelajaran siklus II ... 128
4-13 Skor TKPMM siklus II ... 133
4-14 Skor THB siklus II ... 145
4-15 Catatan lapangan siklus II ... 147
vi
1-8Dalihan natolu dan sihal-sihal serta Ampang ... 16
2-1 Pola interaksi sosial dalihan na tolu ... 45
3-1 Alur pelaksanaan penelitian tindakan ... 69
4-1 Chart Hasil pengamatan aktivitas siswa siklus I ... 93
4-2 Chart Kemampuan pengelolaan pembelajaran ... 97
4-3 Chart Kemampuan pemecahan masalah ... 101
4-4 Pola jawaban soal nomor 1 jenis 1 ... 103
4-11 Chart Nilai ketuntasan belajar siklus II ... 112
4-12 Chart Nilai tes hasil belajar siklus II ... 113
4-13 Chart aktivitas aktif siswa siklus II ... 123
4-14 Chart kemampuan pengelolaan pembelajaran siklus II ... 130
vii
4-16 Pola jawaban soal nomor 1 jenis 1 ... 135
4-17 Pola jawaban soal nomor 1 jenis 1 (sambungan) ... 136
4-18 Pola jawaban soal nomor 1 jenis 2 ... 137
4-19 Pola jawaban soal nomor 2 jenis 1 ... 138
4-20 Pola jawaban soal nomor 2 jenis 1 (sambungan) ... 139
4-21 Pola jawaban soal nomor 2 jenis 2 ... 140
4-22 Pola jawaban soal nomor 3 jenis 1 ... 141
4-23 Pola jawaban soal nomor 3 jenis 1 (sambungan) ... 142
4-24 Pola jawaban soal nomor 3 jenis 1 (sambungan) ... 143
4-25 Pola jawaban soal nomor 3 jenis 2 ... 144
4-26 Chart Nilai TKPMM siklus II ... 145
4-27 Chart ketuntasan belajar matematika siswa siklus II ... 146
4-28 Chart THB siklus II .(individu) ... 147
4-29 Chart TKPMM siklus I, siklus II perkategori ... 156
4-30 Chart TKPMM siklus I, siklus II individu ... 157
4-31 Chart THB siklus I, siklus II perkategori ... 160
4-32 Chart THB siklus I, siklus II individu ... 160
4-33 Chart Aktivitas siswa siklus I, siklus II ... 162
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran hal
I. Instrumen Penelitian
1 Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa .. 176
2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 177
3 Alternatif Pemecahan Masalah pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 178
4 Kisi-kisi Tes Hasil Belajar Tes ... 189
5 Tes Hasil Belajar ... 190
6 Kunci Jawaban THB ... 196
7 Angket Respons Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak ... 197
8 Lembar Pengamatan Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak ... 198
9 Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak ... 200
II. Perangkat Pembelajaran 1 Pengembangan Silabus ... 203
2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 206
3 Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 234
4 Buku Pegangan Siswa (BPS) ... 265
5 Buku Pegangan Guru (BPG) ... 285
III. Validasi Instrumen Penelitian dan Perangkat Pembelajaran 1 Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 355
2 Validasi Buku Pegangan Guru (BPG) ... 356
3 Validasi Buku Pegangan Siswa (BPS) ... 357
4 Validasi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 358
5 Validasi Tes Hasil Belajar ... 361
6 Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa 361
ix
1 Deskripsi Hasil Uji Coba Instrumen dan Perangkat Pembelajaran.. 366
2 Uji Coba Tes Hasil Belajar ... 368
3 Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa 370
V. I. Hasil Penelitian
1 Hasil Tes Hasil Belajar ... 377
2 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 381
3 Hasil Pengamatan Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran
Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak ... 385
4 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Dalam Kegiatan Pembelajaran
Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak ... 393 5 Hasil penilaian LAS ... 395
6 Hasil Pengamatan Respons Siswa Terhadap Kegiatan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Trends in International Mathematics and Science Study(TIMSS) 2009 lembaga
yang mengukur hasil pendidikan melaporkan bahwa kemampuan matematika siswa
Indonesia pada tahun 1999 berada diurutan 34 dari 38 negara, pada tahun 2003 berada
diurutan 34 dari 45 negara, dan tahun 2007 berada diurutan 36 dari 46 negara. Fakta diatas
mengisyaratkan bahwa ada masalah yang mendasar dalam pembelajaran matematika di
kelas saat ini. Kita tahu bahwa matematika adalah pengetahuan yang sangat banyak
menggeluti kehidupan manusia. Sinaga (1999:1) mengatakan:
Matematika merupakan pengetahuan yang esensial, sebagai dasar untuk bekerja seumur hidup dalam abad globalisasi. Oleh karena matematika suatu pengetahuan yang esensial dan dasar maka penguasaan tingkat tertentu terhadap matematika sangat diperlukan oleh semua siswa agar kelak memungkinkan dapat bekerja dengan baik dan bermutu. Pada era globalisasi semua sendi kehidupan dirasuki oleh perangkat-perangkat teknologi canggih sehingga tiada pekerjaan tanpa matematika.
Hudoyo (2003:23) menyatakan bahwa “matematika bukanlah pengetahuan yang
hanya diperlukan dirinya sendiri, tetapi merupakan pengetahuan yang bermanfaat untuk
sebagian besar ilmu-ilmu lain”. Frederich Gauss (Sumardyono, 2004:20) menyatakan
“Mathematics is the queen of science...” matematika adalah ratu bagi ilmu pengetahuan.
Matematika mengembangkan berpikir logis. Suriasumantri 1990 (Saragih, 2007:28)
mengatakan “berpikir logis dapat diartikan sebagai suatu kegiatan berpikir untuk
memperoleh suatu pengetahuan menurut pola tetentu”. Makna dari kutipan-kutipan diatas
bahwa (1) matematika mutlak dibutuhkan dalam kehidupan, (2) ada masalah pembelajaran
matematika di indonesia, apabila masalah ini dibiarkan akan berdampak buruk bagi
2
Bangsa Indonesia sangat mengerti dan menyikapi masalah ini dengan melakukan
berbagai usaha disegala aspek yang berkenaan dengan pendidikan bangsa, sarana
prasarananya, termasuk memperbaharui dan memperbaiki kurikulum. Depdiknas (2003)
menyatakan:
Kecakapan matematika mulai dari SD hingga SMA sederajat adalah: (1) Menunjukkan Pemahaman Konsep. (2) mampu mengomunikasikan gagasan (3) Mampu bernalar (4) Mampu memecahkan masalah (4) Memiliki sikap menghargai matematika. Kemampuan bernalar, pemahaman atas konsep, kemampuan komunikasi dan koneksi matematik akan menunjukkan kemampuan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang kelak akan menciptakan anak bangsa yang kompetitif.
Peneliti mengadakan penelitian sederhana dengan mengujikan 4 (empat) butir soal
yang merupakan uji kemampuan pemecahan masalah matematika kepada siswa kelas XII.
IPS-2 SMAN 1 Galang ternyata, kemampuan pemecahan masalah siswa sangat rendah,
karena dari 31 orang siswa tak satupun mampu tuntas memecahkan masalah nomor 1, 20
orang siswa mampu memecahkan masalah nomor 2 namun belum menunjukkan proses
pemecahan masalah yang benar, dan ada 3 (tiga) orang siswa yang mampu memecahkan
masalah nomor 3, serta tidak seorangpun siswa mampu memecahkan masalah nomor 4.
Berikut ini gambaran jawaban siswa, penulis menggolongkan pola pekerjaan siswa
sejenis.
Masalah nomor 1:
3
Ada 9 (sembilan) jenis jawaban siswa atas masalah nomor 1 dan jawaban yang
terbanyak adalah jenis-jenis berikut:
Gambar I-1: Pola jawaban siswa untuk soal nomor 1 sebanyak 10
Memperhatikan pola jawaban ini dapat disimpulkan bahwa siswa tidak paham
pertanyaan, tidak dapat mengelompokkan konstanta yang ada yang saling terkait, siswa ini
hanya dapat membedakan variabel terhadap objek yang dipermasalahkan. 32,26%
4
Gambar I-2: Pola jawaban soal nomor 1 sebanyak 7
Memperhatikan pola jawaban ini dapat disimpulkan bahwa siswa tidak paham
masalah, tidak dapat mengelompokkan konstanta yang ada yang saling terkait, siswa ini
hanya dalam membedakan variabel atau objek yang dipermasalahkan. 25,58% memberi
jawaban jenis ini.
Dari semua jenis jawaban menunjukkan bahwa siswa kurang memahami kalimat
demi kalimat dalam soal, kurang memahami arti variabel yang dibuatnya, kurang mampu
mengelompokkan dan mengaitkan konstanta-konstanta dengan variabel yang tepat, artinya
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa rendah.
5
16000 + 8000 ≤ 320000 + ≤ 40
≥ 0 ≥ 0 , ∈
Keterangan
= banyaknya ikan mas (kg), = banyaknya ikan mujair (kg)
Apabila diakumulasi secara klasikal ternyata masalah 1 hampir terjawab karena
pertidaksamaan-pertidaksamaan yang diminta sebagian besar sudah tampil yaitu. Jawaban:
16000 + 8000 ≤ 320000, jawaban: + ≤ 40, sehingga diharapkan berdiskusi
dapat mengatasi masalah belajar semacam ini.
Masalah nomor 2:
Ada 6 (enam) jenis jawaban siswa atas masalah nomor 2 dan jawaban terbanyak
adalah jenis-jenis berikut:
Linda dan Tuti berbelanja di toko swalayan masing-masing membeli buku tulis dan pensil
jenis yang sama. Linda
membayar 10.000,00 rupiah
Gamba
bar I-3: Pola jawaban soal nomor 2 sebanyak 21
waban ini disimpulkan bahwa siswa paham ma
jawaban jenis ini, tetapi belum mencapai k
njadi masalah pembelajaran.
) jenis jawaban masalah nomor 3, terdapat se
7
Gambar1-4: Pola jawaban masalah 3 sebanyak 2
Inti permasalahan yang ditampilkan dalam masalah nomor 3 adalah bahwa suatu garis
lurus dapat dibuat menggunakan dua titik. Menemukan persamaan linier menggunakan
koordinat-koordinat titik-titik tersebut dan kemudian disebut persamaan garis lurus. Dalam
hal ini dibutuhkan pengetahuan awal yaitu mengenai gradien atau indeks kemiringan garis,
dalam hal ini dianggap telah dikuasai sebelumnya oleh para siswa.
8
Gambar I-5: Pola jawaban soal nomor 3 sebanyak 11
Memperhatikan jawaban yang diberikan siswa seperti pola jawaban ini dapat
disimpulkan bahwa siswa memahami permasalahan yaitu menentukan persamaan garis
lurus melalui dua titik, namun dalam pemecahan siswa menuliskan diawal pekerjaannya
bentuk persamaan linier yang menurutnya adalah jawaban yang diinginkan lalu kemudian
mensubstitusi secara bergantian angka nol kedalam persamaan dan hasilnya sama sekali
tidak benar ditunjukkan oleh gambar yang dibuat. Siswa tidak mampu menyajikan proses
pemecahan masalah secara logis. Siswa yang memberikan jawaban seperti ini sebanyak 11
orang dari 31 orang siswa yaitu 35,48%.
Masalah 4:
Tulislah persamaan garis lurus yang sejajar dengan garis yang persamaanya
4. 000 + 3.000 = , ∈ berada
Ada 2 (dua) jenis pola ja
Gamba
Memperhatikan jaw
disimpulkan bahwa siswa
siswa mengerti mengenai g
sekali”. Memperhatikan
permasalahan, atau tidak m
9
jawaban untuk masalah 4 sebagai berikut:
bar I-6 Pola jawaban soal nomor 4 sebanyak 6
awaban yang diberikan siswa seperti pola j
a kurang memahami maksud pertanyaan dal
i garis. Jenis jawaban lainya “Siswa tidak me
n keadaan ini disimpulkan bahwa siswa
k memiliki cukup waktu.
k 6
a jawaban ini dapat
dalam masalah tetapi
emberi jawab sama
10
Dari 4 masalah yang diajukan secara klasikal tidak terpecahkan, sehingga
pengamatan ini menunjukkan tingkat kemampuan pemecahan masalah dalam rentang 0 sd
10 adalah = !"#"#$ %!=&'()*∗), =,&*&) = 1,8
Jaworski (1994) mengemukakan bahwa “pembelajaran matematika tidaklah
mudah”. Pendapat ini tidak mematikan semangat guru namun harus menjadi motivasi
untuk berinovasi dan berkreasi dalam pembelajaran dikelas. Memang tidak dipungkiri
bahwa sebahagian guru dalam melaksanakan tugasnya hanya melepas rodi saja,
sebahagian karena telah kehilangan kompetensi keguruannya. Hasil penelitian Portal
Dunia Guru (2007) menunjukkan:
Terdapat fenomena bagaimana tindakan guru di kelas, memang banyak guru matematika tidak mampu melaksanakan KBM dengan baik, walaupun seluruh guru telah dibekali sepuluh kompetensi guru. Fenomena itu antara lain (1) Banyak siswa malas mengikuti pembelajaran matematika hanya karena cara guru yang menyajikan pembelajaran tidak sesuai dengan keinginan siswa. (2) Siswa merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran matematika dan akibatnya hasil belajar matematika tidak sesuai harapan. (3) Sebagian siswa berpendapat bahwa guru menyampaikan materi matematika tidak menarik. (4) Pembelajaran matematika oleh guru terlalu monoton bahkan guru cenderung kurang dapat berkomunikasi dengan siswa sehingga suasana kelas menjadi kaku.
Ternyata bukan materi matematika yang terlalu sukar dipelajari, tetapi beberapa hal
yang dipaparkan diatas menjadi momok yang menyulitkan siswa dalam belajar
matematika. Kutipan diatas sedikitnya mengingatkan kita agar mengintrospeksi
pembelajaran yang telah kita lakukan.
Beberapa hal merupakan ciri praktek pendidikan di Indonesia yang belum relevan
dengan tujuan pembelajaran matematika didukung pernyataan Marpaung (2006:7)
11
Pembelajaran matematika (lama), yang sampai sekarang pada umumnya masih berlangsung di sekolah (kecuali sekolah mitra PMRI), didominasi paradigma lama yaitu paradigma mengajar dengan ciri-ciri: (a) guru aktif mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa (b) siswa menerima pengetahuan secara pasif ( murid berusaha menghafal pengetahuan yang diterima) (c) Pembelajaran bersifat mekanistik (d) pembelajaran dimulai dari guru dengan menjelaskan konsep atau prosedur menyelesaikan soal, memberi soal-soal latihan pada siswa (e) guru memeriksa dan memberi skor pada pekerjaan siswa dan (f) jika siswa melakukan kesalahan, guru memberi hukuman dalam berbagai bentuk (pengaruh behaviorisme).
Dari kutipan diatas diambil makna bahwa rendahnya kemampuan matematika
seperti dinyatakan oleh TIMSS, diakibatkan oleh kesalahan dalam pembelajaranya sendiri.
Ratumanan (2004:32) mengemukakan:
Siswa hampir tidak pernah dituntut mencoba strategi sendiri atau cara alternatif dalam memecahkan masalah. Siswa pada umumnya duduk sepanjang waktu diatas kursi dan jarang siswa berinteraksi sesama siswa selama pelajaran berlangsung. Siswa cenderung pasif menerima pengetahuan tampa ada kesempatan mengolah sendiri pengetahuan yang diperoleh, aktifitas siswa seolah terprogram mengikuti algoritma yang dibuat guru.
Kecenderungan praktek pembelajaran yang kurang baik seperti dalam
kutipan-kutipan diatas juga terjadi di SMA Negeri 1 Galang, sehingga diperlukan lebih banyak lagi
inovasi penelitian tindakan seperti ini. Dari kutipan pendapat ahli diatas diambil makna
bahwa guru harus memberikan kebebasan kepada siswa dari mulai memahami,
menganalisis, menghubung-hubungkan hingga menyimpulkan pelajaranya. Guru berani
melepaskan muridnya menghadapi tantangan pelajaran, memotivasi aktivitas belajar,
menerapkan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM).
Guru hendaklah mampu merancang dan melaksanakan PAIKEM sesuai dengan
kebutuhan, memahami berbagai strategi, metode dan model pembelajaran dengan teori
belajar yang mutahir. Tugas guru memang tidak ringan namun pemerintah sudah
memberikan dukungan dengan baik melalui sertifikasi guru dan memberi tunjangan
12
pembelajaran, guru harus kompeten. Guru harus profesional menguasai teori belajar yang
baik, model pembelajaran, metode pembelajaran, strategi pembelajaran, pendekatan
pembelajaran pokoknya menguasai metodologi pembelajaran dan mahir mendesain
pembelajaran. Kompetensi yang dimiliki seorang guru matematika memampukannya
untuk membuat pembelajaran matematika menarik dan menyenangkan.
Paradigma baru pendidikan yang berorientasi kebutuhan siswa dan aktivitas siswa,
upaya individu siswa yang disebut dengan teori Konstruktivis. Menurut Mahoney (Tim
instruktur PLPG unimed, 2008:24) “konsep utama konstruktivisme adalah membangun
struktur secara berkelanjutan”. Konstruktivisme pada dasarnya merupakan sebuah teori
tentang batas-batas pengetahuan manusia, suatu keyakinan bahwa semua pengetahuan
harus merupakan produk dan tindakan kognitif masing-masing individu (Tim instruktur
PLPG unimed, 2008: 25).
Von Glasersfeld “Theory of knowledge with roots in philosophy, psychology
and cybernetics” (p.162), menggambarkan konstruktivisme; In the
constructivist perspective, knowledge is constructed by the individual through his interactions with his environment. Artinya; dalam pandangan penganut konstruktivis, pengetahuan dibangun oleh pribadi melalui interaksi dengan lingkunganya (Suparno, 1997).
Siswa berasal dari latar belakang, lingkungan sosial dan pengalaman yang
berbeda-beda maka dalam menimba ilmu cocoknya diberikan kebebasan dalam hal cara yang tentu
disesuaikan dengan kebiasaannya. Begitulah makna dari kutipan diatas. Prinsip-prinsip
konstruktivis yang banyak digunakan dalam pembelajaran antara lain (1) pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial, (2) pengetahuan
tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri
untuk menalar, (3) murid aktif mengonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi
13
sekedar membantu menyediakan sarana dan menciptakan situasi agar proses
mengonstruksi oleh siswa berjalan baik.
Peneliti mengajukan model pembelajaran yang mengakomodir cukup banyak
syarat-syarat prinsip-prinsip konstrutivisme yaitu menyusun sendiri (pembelajaran
berdasarkan masalah), belajar bermakna dan masalah yang dibahas berada dalam
linkungan kehidupan ril siswa (budaya). Kehidupan ril siswa adalah keseharian kegiatan
dan ruang pikir (intelektual) siswa sesuai dengan umur dan perkembangan jasmani dan
rohaninya. Budaya atau kebiasaan (“siswa”) merupakan segala sesuatu yang sangat
menyatu dengan diri dan kehidupan (“siswa”). Manusia (“siswa”) gemar berkelompok
dalam suatu komunitas. Suatu komunitas (“siswa”) memiliki ciri dan karakter yang unik
dalam menjalani kehidupanya. Suatu komunitas menganut tata cara yang sesuai dengan
mereka, menyatu dengan diri mereka baik secara rohani dan jasmani.
Mempelajari sesuatu yang baru akan lebih mudah apabila pendekatan dilakukan
berbasis budaya dengan alasan karena budaya sudah berakar pada diri para siswa semenjak
ia dilahirkan. Tiap-tiap suku bangsa memiliki budayanya sendiri-sendiri, ini dapat
dipastikan karena setiap komunitas manusia mendapat masalah dan berusaha
menyelesaikan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri yang sesuai dengan jiwa dan
hati mereka secara komunitas. Dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi oleh
kelompok atau suatu komunitas tentu mempunyai kekhasan dan kehandalan-kehandalan
tersendiri.
Koentjaraningrat (1996:72) mengatakan.
14
tindakan yang membabibuta), sangat terbatas. Bahkan berbagai tindakan yang merupakan nalurinya (misalnya makan, minum, dan berjalan) juga telah banyak dirombak oleh manusia sendiri sehingga menjadi tindakan kebudayaan.
Dari kutipan diatas ditangkap makna bahwa belajar sangat erat hubungannya
dengan kebudayaan boleh berarti kebudayaan itu ada karena belajar dan belajar untuk
kebudayaan. Belajar akan lebih menarik, bermakna bila dihantarkan dengan kebudayaan
dan berada dalam kebudayaan tersebut. Kalimat ini saya katakan untuk menunjukkan
begitu menyatunya belajar dengan kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat (1996:73)
Istilah kebudayaan dan culture. Kata kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau kekal. Kata asing culture .. , memiliki makna yang sama dengan kebudayaan, yang kemudian berkembang menjadi segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam. --- (p:76). Nilai budaya terdiri dari konsep-konsep mengenai segala sesuatu yang dinilai berharga dan penting oleh warga suatu masyarakat, sehingga dapat berfungsi sebagai pedoman orientasi pada kehidupan para warga masyarakat bersangkutan.—sejak kecil orang telah diresapi oleh berbagai nilai budaya yang hidup didalam masyarakatnya, sehingga konsep-konsep budaya itu telah berakar dalam alam jiwanya. Karena itu untuk mengganti suatu nilai budaya yang telah dimiliki dengan nilai buadaya lain diperlukan waktu lama.
Dari kutipan diatas diambil simpulan bahwa sangat bijaksana apabila pembelajaran
yang dilakukan kepada siswa mengikuti nilai-nilai kebudayaan siswa. Peneliti menerapkan
model PBM-B3 dan berharap dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis para siswa. Model PBM-B3 merupakan pembelajaran yang dikendalikan
dengan masalah yang konteksnya pada lingkungan budaya dengan interaksi Dalihan Na
15
Gambar 1-7: Dalihan Na Tolu
Dalam hubungan kekerabatan orang Batak terikat satu dengan yang lainya dengan
tiga cara yaitu (1) Dongan tubu, (2) Boru, (3) Hula-hula dengan demikian disebut dengan
ungkapan “Dalihan Na Tolu” (dalam bahasa melayu artinya tungku nan bertiga). Dalam
hubungan orang Batak dengan dunia luar kekerabatan disebut dengan ungkapan Dalihan
Na Tolu pa Opat Sihal-sihal artinya tungku nan bertiga dengan penyocok (Adjustment)
sebagai yang ke empat. Dalam hal ini pihak ke empat disebut Dongan Sahuta, komunitas
seperti ini dalam istilah Batak ada sebutan suhi ampang na opat (pojok bakul nan empat).
(a) Sihal-sihal & Dalihan Na Tolu (b) Ampang
Gambar 1-8 (a) Dalihan Natolu dan Sihal-sihal (b) Ampang
Ampang (dalam bahasa indonesia disebut Bakul) adalah suatu wadah yang terbuat
dari anyaman bambu atau rotan alasnya dibuat persegi empat dan bagian mulut atasnya
berbentuk lingkatran, biasanya berisi 10-20 liter padi. Banyak bagian kegiatan adat Batak
memerlukan ampang seperti ampang tempat tulang belulang leluhur dan sebutan sihunti
ampang (penjujung bakul) pada acara adat ( mangadati).
Dongan sahuta (dalam bahasa Indonesia berarti kerabat sekampung). Kerabat
sekampung tidak terbatas marga dan suku yang berfungsi dan bertugas melegalkan dan
membenarkan (mengevaluasi, memberi petunjuk supaya jangan salah serta jangan
16
masalah yang timbul secara tiba-tiba, yang baru ataupun yang sudah biasa, maka orang
Batak secara otomatis mengetahui fungsi dan tugasnya masing-masing dengan melihat
titik pusat terjadinya permasalahan atau titik pusat kegiatan. Dalam model PBM-B3 yang
ditampilkan di sini adalah interaksi dalihan na tolu dan masalah yang diasajikan
melibatkan budaya ( budaya Batak). Siswa membentuk kelompok Dalihan Na Tolu yang
setiap kelompoknya terdiri dari subkelompok dongan tubu, boru, hula-hula
masing-masing 2 (dua) orang serta pihak instruktur dan guru sebagai kelompok dongan sahuta
terdiri dari 2-3 siswa ditambah guru. Masalah yang ditampilkan dalam pembelajaran
adalah merupakan fakta budaya (budaya Batak).
Dalam kebudayaan Batak, apabila menghadapi suatu masalah maka akan diadakan
suatu bentuk musyawarah guna menyelesaikan permasalahan tersebut sebagai berikut (1)
Tonggo raja ( sise atau sungkun, hata ni ulaon, paniroion, rimpunan). Tahap ini adalah
merupakan rapat besar untuk memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah,
pembagian tugas dan menentukan siapa yang terlibat (2) Ulaon. Tahap ini adalah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang telah direncanakan pada tonggo raja (3)
Mangolophon. Tahap terahir dari kegiatan adalah melihat kembali, legalisasi dan penutup.
Ini menunjukkan bahwa orang Batak selalu menerapkan strategi pemecahan masalah
dengan baik sebagaimana George Polya kemukakan yaitu: Memahami masalah,
merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah sesuai rencana,
melihat kembali pemecahan masalah.
SMA Negeri 1 Galang berada di daerah pedesaan yang berkembang. SMAN 1
Galang mengasuh siswa yang heterogen yaitu Batak, Melayu dan Jawa. Model PBM-B3
disampaikan dengan bahasa yang dimengerti oleh siswa sehingga menerapkan model
PBM-B3 pada SMAN 1 Galang akan dapat terlaksana dengan baik. Kemudian daripada itu
17
dan kepada para siswa dijelaskan bahwa ada hak/kewajiban dan peran yang harus
dilakonkannya sesuai subkelompoknya masing-masing. Siswa harus bergilir mendapat
subkelompok dongan tubu, hula-hula, maupun boru agar lebih memahami tanggungjawab
dan hak. Setiap siswa dari suku manapun tidaklah sulit melakonkan peran dongan tubu,
hula-hula, maupun boru. Untuk lebih memperlancar PBM-B3 didalam buku pegangan
guru secara ringkas dijelaskan peran dan lakon setiap subkelompok dalihan na tolu.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, diidentifikasi beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Kemampuan siswa memecahkan masalah matematika masih termasuk kategori
rendah.
2. Prestasi belajar matematika siswa masih termasuk kategori rendah.
3. Aktifitas siswa dalam belajar matematika masih bersifat pasif menerima
pengetahuan.
4. Respon siswa terhadap matematika masih termasuk kategori rendah.
5. Model pembelajaran yang diterapkan guru selama ini kurang relevan dengan tujuan
dan karakteristik matematika.
6. Dalam proses pembelajaran guru belum berupaya merancang masalah dari
lingkungan budaya siswa.
7. Guru belum melibatkan fakta dan lingkungan budaya dalam memotivasi siswa
belajar matematika.
1.3. Batasan Masalah
Dari beberapa masalah yang teridentifikasi diatas agar penelitian ini lebih fokus,
18
1. Prestasi belajar matematika siswa termasuk kategori masih rendah.
2. Aktifitas siswa dalam belajar matematika masih bersifat pasif menerima
pengetahuan.
3. Model pembelajaran yang diterapkan guru selama ini kurang relevan dengan tujuan
dan karakteristik matematika.
4. Kemampuan siswa memecahkan masalah matematika termasuk kategori masih
rendah.
5. Dalam proses pembelajaran, guru belum berupaya merancang masalah dari
lingkungan budaya siswa.
6. Guru belum melibatkan fakta dan lingkungan budaya dalam memotivasi siswa
belajar matematika.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian
yang akan dijawab yaitu:
1. Apakah dengan penerapan model PBM-B3 dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa?
2. Apakah dengan penerapan model PBM-B3, kriteria ketuntasan minimal (KKM)
matematika siswa terpenuhi?
3. Bagaimana aktivitas siswa dalam penerapan PBM-B3?
4. Bagaimana respon siswa terhadap komponen PBM-B3?
5. Bagaimana tingkat kemampuan guru menyelenggarakan pembelajaran dengan
menerapkan model PBM-B3?
6. Bagaimana proses pemecahan masalah berdasarkan langkah-langkah Polya?
19
Sesuai dengan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian diatas, yang menjadi
tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
yang mengikuti PBM-B3.
2. Mendeskripsikan ketuntasan belajar matematika siswa yang mengikuti PBM-B3.
3. Mendeskripsikan kadar aktivitas siswa yang mengikuti PBM-B3.
4. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menghambat kelancaran PBM-B3 dan
alternatif mengatasinya termasuk mewawancara siswa yang justru menurun
prestasinya.
5. Mendeskripsikan respon siswa terhadap komponen PBM-B3.
6. Mendeskripsikan tingkat kemampuan guru mengelola pembelajaran.
7. Mendeskripsikan proses pemecahan masalah.
1.6. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian, dapat diperoleh manfaat penelitian sebagai
berikut:
1. Apabila penerapan model PBM-B3 dalam penelitian ini berpengaruh positif
terhadap hasil belajar siswa, maka model PBM-B3 dapat dijadikan sebagai salah
satu alternatif strategi meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, dan secara
khusus memperbaiki hasil belajar.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi guru SMA dalam
pembelajaran serta berguna bagi pengembangan kurikulum matematika SMA.
3. Sebagai sumber informasi bagi sekolah, bahwa penerapan model PBM-B3 suatu
20
4. Menyajikan rekomendasi model PBM-B3 berkaitan dengan etnis masyarakat
sekolah.
1.7. Defenisi Operasional
Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan dari
beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Pembelajaran berdasarkan masalah adalah konsep belajar yang dalam proses
belajar dimulai dengan menyajikan masalah, memecahkan masalah, selama proses
kegiatan pemecahan masalah ditemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan.
2. Budaya adalah nilai kehidupan kelompok masyarakat, yaitu kebiasaan, kesenian,
bahasa, adat-istiadat, tata krama, kepercayaan, makanan dan daerah habitat.
3. Batak adalah satu suku bangsa Indonesia yang memiliki prinsip-prinsip interaksi
sosial, sistem kekerabatan yang disebut Dalihan Na Tolu.
4. Nilai-nilai didikan leluhur suku Batak dalam pembelajaran. Menurut Gultom
(1992) menyatakan, suku Batak memandang anakkon ki do na ummarga di au
anakkon ki do hamoraon di au. Artinya anak adalah harta yang tertinggi nilainya,
anak adalah segalanya bagi suku Batak. Sehingga pertumbuhan anak, pendidikan
anak adalah perhatian utama.
5. Dalihan Na Tolu pada tulisan ini diambil arti sebahagian yaitu interaksi di dalam
melakukan kegiatan menghadapi sesuatu pekerjaan. Ada tiga subkelompok
kekerabatan dalam interaksi sosial Batak yang saling mengisi, saling mendukung,
dan harus bertiga yaitu dongan tubu, boru, dan hula-hula. Akan tetapi masayakat
21
dibutuhkan satu kelompok lagi yaitu dongan sahuta sehingga menjadi empat
subkelompok sehingga dikatakan dengan dalihan na tolu pa opat sihal-sihal.
6. PBM-B3 adalah model pembelajaran yang dalam prosesya dimulai dengan
menyajikan masalah, memecahkan masalah, menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip matematika dengan mengaitkan masalah dalam lingkungan budaya
Batak, budaya para siswa menggunakan interaksi sosial Dalihan Na Tolu yang
merupakan falsafah sosial suku Batak.
7. Rencana Pelaksanaan pembelajaran adalah suatu pedoman bagi guru
mengoperasionalkan pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi yang
diharapkan secara efektif dan efisien dengan sistem pendukung antara lain, Buku
Pegangan Guru (BPG) Buku Pegangan Siswa (BPS) dan Lembar Kerja Siswa
(LAS).
8. Aktifitas siswa adalah keterlibatan siswa dan guru, siswa dan siswa dalam
pembelajaran yang diukur dengan instrumen lembar observasi aktivitas siswa
(LOAS). Kadar aktivitas siswa adalah seberapa besar persentase waktu yang
digunakan oleh siswa untuk melakukan tiap indikator/kategori aktivitas siswa.
9. Faktor-faktor penghambat kelancaran penerapan PBM-B3 adalah semua aspek
yang mempengaruhi kegiatan diantaranya mungkin oleh karena buku pegangan
guru, buku pegangan siswa, LAS, perbedaan suku siswa dan/atau guru dan
kebudayaan Batak yang disajikan. Dan lain-lainya.
10.Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran adalah pendapat senang/ tidak
senang dan baru/ tidak baru terhadap komponen pembelajaran yang dikembangkan.
Respon siswa diukur dengan menggunakan instrumen respon siswa terhadap
22
11.Kemampuan guru mengelola pembelajaran adalah keterampilan guru
melaksanakan setiap tahap-tahap pembelajaran yang diukur melalui lembar
observasi model PBM-B3.
12.Hasil belajar adalah penguasaan atau daya serap siswa melalui pemecahan masalah
terhadap materi ajar.
13.Ketuntasan belajar adalah: Tuntas individu jika siswa menjawab benar ≥ - (- =
nilai KKM) dan tuntas klasikal jika ≥ 8 siswa tuntas individu.
14.Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah penyelesaian soal dan
pertanyaan yang memenuhi prinsip-prinsip pemecahan masalah.
15.Kemampuan awal siswa ialah nilai matematika siswa sebelum memasuki
pembelajaran model PBM-B3, dapat kiketahui melalui nilai ujian sebelumnya atau
dengan ujian secara khusus yang gunanya adalah untuk mengelompokkan siswa
131
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan
Berdasarkan temuan, hasil analisis data penelitian, dan pembahasan
penelitian yang telah diuraikan pada Bab III dikemukakan beberapa simpulan
sebagai berikut:
1) Hasil tindakan pada siklus I, setelah diberikan tes kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa terdapat 3 dari 32 orang siswa yang mengikuti
tes memiliki nilai dengan kategori minimal “baik” atau sebesar 9,4%
siswa memiliki tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis secara
klasikal. Kemudian setelah tindakan diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus
II sebanyak 3(tiga) kali pertemuan siswa kembali diberi tes kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa, terdapat 26 dari 32 orang siswa
memiliki nilai dengan kategori minimal “baik”. Tingkat keberhasilan pada
siklus II ini secara klasikal sebesar 81,2% ini berarti ada peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis dari siklus I ke siklus II
2) Hasil tindakan siklus I, setelah diberikan Tes Hasil Belajar matematika
terdapat 15 dari 32 orang siswa mengikuti tes memiliki nilai dengan
kategori minimal “baik”. Berarti 46,9% tingkat ketuntasan belajar
matematika secara klasikal. Kemudian setelah tindakan diperbaiki sesuai
refleksi sebanyak 3 (tiga) kali pertemuan, terdapat 26 dari 32 orang siswa
yang mengikuti tes memiliki nilai dengan kategori minimal “baik”. Berarti
132
persentase keberhasilan siklus II menunjukkan adanya peningkatan
ketuntasan belajar matematika siswa.
3) Hasil observasi aktivitas siswa pada tindakan siklus I terdapat 1 (satu) dari
5 (lima) kategori pengamatan aktivitas aktif siswa berada pada batas
toleransi yang ditentukan, dan setelah tindakan diperbaiki sesuai refleksi,
pada siklus II diperoleh 5 (1ima) dari 5 (lima) kategori pengamatan
aktivitas aktif telah berada pada batas toleransi yang ditentukan, hal ini
menunjukkan adanya peningkatan kadar aktivitas aktif siswa dari siklus I
ke siklus II.
4) Hasil observasi terhadap kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
pada siklus I aspek penilaian kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran berbasis masalah berada pada kategori “cukup baik” (3,5).
Setelah tindakan diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II setiap aspek
penilaian kemampuan guru mengelola pembelajaran berada dalam kategori
“baik” (4). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan guru
dalam pengelolan pembelajaran dari siklus I ke siklus II.
5) Hasil Observasi Respons Siswa terhadap model Pembelajaran Berdasarkan
Masalah Berbasis Budaya Batak menunjukkan bahwa siswa dan guru
menyenangi kegiatan belajar dan berdiskusi yang diterapkan.
133
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan penelitian yang diuraikan diatas, dapat
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1) Alokasi waktu pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini hanya dilakukan
6 (enam) kali pertemuan dalam waktu 2 bulan. Untuk penelitian lebih
lanjut agar dilaksanakan dalam waktu setidaknya 1(semester) atau 6
(enam) bulan, sehingga hasil yang diperoleh maksimal.
2) Penelitian selanjutnya agar menambah alokasi waktu pertemuan dalam
penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah berbasis budaya
Batak.
3) Dalam penelitian ini, subjek yang diamati adalah siswa kelas XII IPS 2
SMAN 1 Galang. Bagi peneliti selanjutnya agar meneliti subjek pada
tingkat sekolah yang yang lainya yang sederajat pada daerah lainnya.
4) Bagi guru matematika, model PBM-B3 dapat menjadi salah satu alternatif
pembelajaran yang akan diterapkan dikelas yang dinilai dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan ketuntasan
belajar matematika siswa serta aktivitas belajar siswa.
5) Penerapan model PBM-B3 mampu meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis dan ketuntasan belajar matematia siswa. Temuan
penelitian, hasil analisis data, perangkat pembelajaran, maupun instrumen
yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam upaya
meningkatkan kemampauan pemecahan masalah matematis pada jenjang
yang berbeda maupun mata pelajaran yang berbeda dengan penelitian ini.
6) LAS dan BPS pada penelitian ini disajikan telah menyinggung sedikit
mengenai masalah yang akan diujikan, sebaiknya berbeda daripada yang
131
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmad B.(2011). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematika dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah. Tesis
tidak di terbitkan. Medan: PPS UNIMED.
Ambarita J. (2004). Pembelajaran Matematika SMU dengan Pendekatan PMR.
Makalah disajikan dalam seminar nasional Workshop Pendidikan Matematika, FMIPA UNIMED, 29-30 Agustus 2004
Arikunto S, (1999). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bandung : Bumi Aksara.
Arikunto S, (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sapa’at A. (2008). Paradigma Pembelajaran Matematika Bermakna dan
Menyenangkan. Portal Dunia Guru. (November 2008).
Dahar R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Depdikbud. (1995). Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Mata
Pelajaran Matematika. Jakarta : Depdikbud.
Freudenthal H. (1973). Mathematics as an Aducational Task. Dordrecht, The Netherlands: Riedel.
132
Gultom S. (2008). Learning Revolution. Makalah disajikan dalam seminar nasional dalam rangka acara UNIMED FAIR 2008. UNIMED, 27 Agustus 2008.
Hamalik O. (1990). Perencanaan berdasarkan sistem. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Hamalik O. (1999). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hudojo H. (1980). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang.
Hudojo H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan P2LPTK Jakarta.
Ibrahim M., Nur M. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya:
UNESA.
Kemp, et all. (1994). Designing effective instruction. NY: Macmillan College Publishing Company, Inc. New York. ISBN 0-02-362989-4 .
Karnasih I. (2001). Prospek Pendidikan Matematika di Sumatera Utara. Makalah disajikan dalam seminar sehari Penerapan Matematika Realistik Pada Sekolah dan Madrasah November 2001.
Karnasih I. (1998). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.
Koentjaraningrat. (1997). Pengantar Antropologi Pokok-pokok etnografi I.
Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. (1997). Pengantar Antropologi Pokok-pokok etnografi II.
Jakarta: Rineka Cipta.
Krulik S., & Rudnick J.A. (1996). The New Source for Teaching Reasoning and Problem Solving in Junior and Senior High School. Boston: Allyn and bacon.
Marpaung Y. (2006). Karateristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia), Jurnal Pendidikan Matematika MATHEDU, Volume 1 nomor,
Edisi Januari 2006. Surabaya: PPS UNESA.
Marzuki A. (2006). Implementasi Pembelajaran Kooperatif (Cooperative
133
Buntet Pesantren Kabupaten Cirebon)”. Tesis tidak diterbitkan. Bandung. UPI. Bandung.
Nasution A.H. Dkk, (1994). Matematika 2 untuk Sekolah Menengah Umum Kelas
2. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
National Council of Teacher Mathematics. (2000). Principles anf Standards for Schools Mathematics. USA: Reston V.A.
Polya G. (1980). On Solving Mathematical Problem in High School, dalam Krulik Stephen & Rays, Robert E. (eds). Problem Solving in School Mathematics. Reston-Virginia, NCTM.
Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan. (2003). Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Kebijakan Umum Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Depdiknas.
Russenfendi E.T. (1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang Press.
Shadiq F. (2007). Laporan Hasil Seminar Lokakarya Pembelajaran Matematika.
Jogjakarta: P4TK
Safari (2004). Teknik Analisis Butir Soal Instrumen Tes dan Non Tes. Jakarta: Direktorat Dikmenum.
Saragih S. (2007). Pengembangan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui PMR. Disetasi tidak diterbitkan. Bandung: PPS UPI.
Sinaga B. (1999). Efektivitas Model Pembelajaran Bedasarkan Masalah
(Problem-based Instruction) pada kelas 1 SMU dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: PPS UNESA.
Sinaga B. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan
Masalah Berbasis Budaya Batak. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya: PPS UNESA.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
133
Soedjadi R. (1994). Memantapkan Matematika Sekolah Sebagai Wahana
Pendidikan dan Pembudayaan Penalaran, Media pendidikan Matematika Nasional, Nomor 4 Th.3. Surabaya: IKIP Surabaya.
Soedjadi R. (1995). Miskonsepsi Dalam Pengajaran Matematika (pokok-pokok tinjauan dengan konstruktivisme), Surabaya: IKIP Surabaya.
Soedjadi R. (2001). Kiat Pendidikan di Indonesia, (konstalasi keadaan masa kini menuju harapan masa depan). Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Depdiknas.
Soejono. (1998). Pengajaran Matematika. Jakarta: Depdikbud.
Steffe L.P. Eds. (1996). Theoris of Mathematics. Aukland: Penguin Books
Sudijono, A. (1997). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Suherman, E. (1993). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Bandung: Sinar Baru.
Suparno P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisisus.
Sumardyono. (2004). Karakteristik Matematika dan Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Depdiknas Dirjendikdasmen
PPPG Matematika Yogyakarta.
Taylor, Lyn. (1993). Vigotskyan Scientific Concepts: Implications for Mathematics Education. Focus on Learning Problem in Mathematics Vol. 15, 2-3.
Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika UPI. (2001). Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.
Tim Instruktur PLPG. (2008). Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru.
Medan: UNIMED.
TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study). (2009) tersedia online pada
http://nces.ed.gov/timss/tables03.asp (diakses maret 2010)