• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

21 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab kedua terkait pembahasan tentang tinjauan pustaka, akan diuraikan sejumlah penelitian terdahulu yang relevan untuk dikaji dan dijadikan bahan referensi bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Selain uraian penelitian terdahulu yang relevan, juga akan diuraikan terkait teori-terori yang yang bisa menjadi landasan yang sesuai dengan judul penelitian yang diambil, yaitu tentang Pengembangan Model Pembelajaran al-Qur’a>n Usia Dewasa dengan Peta Konsep dan Kosakata Indonesia di Tiga Majelis Ta‘lim Jawa Timur, yang dilakukan di Majelis Ta‘lim TNI AL Pusdikpel Kodikopsla Kodiklatal Surabaya, Majelis Ta‘lim RS. Randegansari Husada Gresik, dan Majelis Ta‘lim Ahludz Dzikri Sidoarjo).

A. Penelitian Terdahulu

Terkait dengan penelitian dalam disertasi ini, akan dikaji terlebih dahulu penelitian-penelitian yang pernah dilakukan peneliti lainnya yang memiliki relevansi dengan penelitian disertasi ini. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut yaitu: penelitian (Arifin, 2011) yang meneliti Pembelajaran Membaca al-Qur’a>n dalam KTSP. Penelitian ini meneliti bagaimana pembelajaran al-Qur’a>n yang mengacu KTSP. Penelitian Arifin ini tidak dalam rangka menghadirkan metode baru dalam pengajaran al-Qur’an, namun hanya mengkaji terkait penerapan pengajaran baca al-Qur’a>n mengacu pada kurikulum yang ditetapkan pemerintah yaitu KTSP.

Penelitian Suminarsih (2012), tentang peningkatan kemampuan anak-anak pada salah satu lembaga pendidikan TK dalam materi membaca dan menulis al- Qur’a>n setelah menggunakan metode al-Barqy dalam pembelajarannya. Hasil penelitian menyebutkan bahwa kemampuan anak-anak menjadi meningkat, selain itu optimalisasi proses belajar bisa lebih dirasakan.

(2)

22 Penelitian Dahlia (2014), tentang bagaimana pengenalan materi huruf hijaiyyah menggunakan metode Iqro’ kepada anak-anak di PAUD Cahaya yang berusia antara 4 sampai 5 tahun. Penelitian ini hanya berfokus bagaimana penerapan salah satu metode pembelajaran al-Qur’a>n yakni Iqro’ oleh guru dalam mengajarkannya kepada peserta didik anak-anak tentang materi huruf hijaiyyah, apakah telah sesuai atau tidak dengan ketentuan model pembelajaran Iqro’ itu sendiri, dan peneliti ingin mengetahui bagaimana hasil capaian dari pembelajaran yang dilakukan. Hasil dari penelitian ini menyebutkan, pembelajaran telah diterapkan sesuai dengan ketentuan metode Iqro’ dengan capaian kemampuan anak-anak yang baik, pembelajaran dilakukan guru dengan menggunakan buku ajar Iqro’ dan penjelasan tambahan diberikan dengan uraian di papan tulis.

Penelitian Zainap Hartati (2015), tentang pemikiran salah satu tokoh yakni Tasyrifin Karim dalam mengembangkan metode Iqro’ dan lembaga pendidikan al-Qur’a>n. Penelitian yang dilakukan ini berfokus pada bagaimana pemikiran Tasyrifin Karim seorang Pendakwah al-Qur’a>n di Kalimantan dalam mengembangkan metode Iqro’ dengan model pembelajaran yang lebih singkat, sekaligus mengembangkannya melalui kelembagaan PAUD al-Qur’a>n. Penelitian Zainap Hartati ini tidak untuk menemukan metode dan buku ajar al-Qur’a>n yang baru, namun hanya menerapkan model pembelajaran al-Qur’a>n Iqro’ yang sudah ada, dengan menjadikannya lebih efektif melalui lembaga-lembaga yang didirikan.

Penelitian Hambali & Dwi Surjono (2015), tentang bagaimana mengembangkan metode Qiro’ati dalam bahan ajar yang berbentuk multimedia.

Sehingga dapat menumbuhkan semangat para santri dalam proses pembelajaran yang diikuti di salah satu TPQ yang diteliti. Penelitian ini pada akhirnya bertujuan agar dapat menghasilkan produk program multimedia terkait pembelajaran al- Qur’a>n yang layak dan dapat digunakan dalam pembelajaran. Kriteria layak dan dapat digunakan ini dilihat dari sisi isi materi yang diajarkan, sisi proses mengajarkannya, dan sisi tampilan, juga sisi pemrograman yang dilakukan.

Penelitian ini menghasilkan temuan berupa (1) suatu produk program multimedia berbentuk CD terkait model Qiro’ati untuk digunakan dalam pembelajaran

(3)

23 interaktif kepada para peserta didik (2) produk yang berupa progam multimedia ini setelah diterapkan menunjukkan hasil yang efektif dalam pembelajaran al- Qur’a>n.

Penelitian Afdal (2016), tentang mengimplementasikan metode pembelajaran al-Qur’a>n Ummi pada siswa SD untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam bacaan al-Qur’a>n. Hasil penelitian yang dilakukan menyebutkan, bahwa kemampuan anak mengalami peningkatan dari yang belum fasih membaca, menjadi fasih setelah dilakukan pembelajaran menggunakan metode belajar al- Qur’a>n Ummi.

Penelitian Lusi (2016), tentang penerapan metode belajar al-Qur’a>n Ummi pada kalangan peserta didik dewasa, untuk mengupayakan peningkatan kemampuan mereka dalam hal membaca al-Qur’a>n. Penelitian dilakukan di Lembaga al-Qur’a>n Madiun bernama LMQ. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui penerapan metode belajar Ummi pada kalangan dewasa. Hasil dari penelitian menyebutkan terjadi peningkatan yang baik pada kemampuan kalangan dewasa tersebut.

Berikutnya adalah penelitian S. Muhammad (2016), tentang bagaimana mengimpelementasikan metode belajar al-Qur’a>n Tsaqifa untuk orang dewasa dalam pembelajaran cara baca al-Qur’a>n untuk mereka. Penelitian ini berfokus pada bagaimana implementasi dan hasil pembelajaran metode Tsaqifa ketika diterapkan pada usia dewasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum metode ini memiliki sumbangsih yang cukup baik untuk meningkatkan kemampuan para peserta belajar al-Qur’a>n dewasa, namun juga ditemukan sejumlah kekurangan pada materi pembelajarannya, seperti kesalahan dalam transliterasi huruf Arab ke huruf Latin. Peneliti dalam jurnal ini memberikan rekomendasi agar dalam penyusunan model pembelajaran Tsaqifa tidak hanya berfokus pada cepatnya waktu tempuh pembelajaran, namun juga harus memperhatikan uraian materi agar sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar

Penelitian terdahulu lainnya yang terkait adalah yang dilakukan Rohmaturrosyidah & Solihah (2017), tentang Metode Wafa, yang merupakan inovasi dalam pengajaran al-Qur’a>n dengan mengoptimalkan otak kiri dan kanan

(4)

24 dalam proses belajarnya. Penelitian yang dilakukan ini juga tidak dalam rangka menghadirkan metode dan buku ajar al-Qur’a>n yang baru, namun meneliti buku ajar dan metode yang sudah ada yaitu yang dikenal dengan Wafa Otak Kanan, metode yang diteliti ini adalah untuk usia anak-anak, dengan model pembelajaran yang disesuaikan dengan usia anak-anak melalui gambar-gambar yang menarik, cetakan berwarna-warni, dan sebagainya.

Selanjutnya Penelitian Chan (2017) berjudul a Qualitative Study on Using Concept Maps in Problem-Based Learning, yang meneliti tentang penggunaan media peta konsep dalam pembelajaran berbasis masalah pada pendidikan keperawatan di Hongkong, untuk mengetahui bagaimana pendapat mahasiswa terkait media pembelajaran peta konsep dan sejauh mana efektivitasnya dalam pembelajaran. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan media peta konsep dapat meningkatkan kemampuan dan kreativitas siswa, juga memotivasi siswa untuk semangat dalam belajar.

Selanjutnya adalah penelitian Srijatun (2017), tentang bagaimana mengimplementasikan metode Iqro’ dalam materi pelajaran baca tulis al-Qur’a>n yang diterapkan pada anak-anak usia dini di salah satu lembaga Pendidikan RA di Tegal. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti ingin mengetahui penerapan metode Iqro’ dalam pelajaran baca tulis al-Qur’a>n, apa saja yang menjadi penunjang dalam belajar, juga yang menjadi penghambatnya. Dari penelitian ini didapatkan hasil yang menyebutkan, pertama bahwa pembelajaran telah dipersiapkan dengan perencanaan yang baik dan tersistem, mengacu pada kurikulum yang diterapkan di RA. Kedua, didapati yang menjadi pendukung pembelajaran adalah tersedianya banyak media belajar seperti buku dan alat-alat yang menunjang lainnya dalam pembelajaran. Juga sarana prasarana yang ada sangat mendukung, ditambah dengan keuletan dari para pengajar dalam memberikan pelajaran kepada para siswa. Adapun yang menjadi penghambat adalah kurangnya pelatihan yang dilakukan secara rutin agar bisa semakin meningkatkan kemampuan pengajar dalam menerapkan metode belajar al-Qur’a>n Iqro’. Juga penghambat dari sisi orang tua dalam hal kurangnya mereka memberikan perhatian terhadap pembelajaran al-Qur’a>n bagi anak-anaknya.

(5)

25 Penelitian Ideharmida, D; Solfema, Irmawita (2018), tentang bagaimana orang dewasa dalam mengikuti pembelajaran al-Qur’a>n pada kelas yang menerapkan metode Talaqqi, di salah satu lembaga pendidikan al-Qur’a>n di Kota Payakumbuh. Latar belakang dari penelitian yang dilakukan adalah keunikan sebuah institusi yang melayani kebutuhan belajar orang dewasa melalui program pembelajaran membaca al-Qur’a>n. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk menggambarkan kegiatan pembelajaran orang dewasa terkait dengan (1) minat belajar, (2) apa yang menjadi tujuan dari para orang dewasa dalam belajar, (3) bagaimana usaha yang dilakukan peserta untuk menangkap dan memahami materi pelajaran yang diberikan, (4) bagaimana pula upaya yang dilakukan dalam memenuhi apa yang dibutuhkan peserta dalam belajar, (5) bagaimana terkait suasana yang tercipta dalam proses belajar, (6) dan apa yang dipilih dan digunakan sebagai metode dalam memberikan pembelajaran.

Dari temuan penelitian diilustrasikan bahwa: (1) keinginan belajar peserta orang dewasa muncul karena minat dan kesadaran diri mereka, (2) orang dewasa pada penelitian ini secara umum ingin mengecek bagaimana kemampuan mereka dalam bacaan al-Qur’a>n, untuk selanjutnya meningkatkan kemampuan itu, (3) upaya peserta dalam memahami pelajaran adalah memperhatikan, mencatat dan bertanya, penyelenggara berusaha memenuhi kebutuhan belajar peserta dengan menyediakan fasilitas dan memberikan pelayanan yang baik bagi peserta, (5) suasana belajar peserta dewasa berbeda dengan peserta anak, (6) metode pembelajaran yang digunakan adalah talaqqi atau dituntunkan, menggunakan metode dengan memberikan ceramah, mempersilakan adanya diskusi dan tanya jawab, dan memberikan tugas yang harus dikerjakan.

Berikutnya adalah penelitian Romero et al. (2017) berjudul Meaningful Learning Using Concept Maps as a Learning Strategy, yang meneliti tentang pembelajaran bermakna menggunakan peta konsep sebagai strategi pembelajaran ilmu pengetahuan alam di sekolah menengah Spanyol. Siswa diberi tugas untuk membuat secara mandiri media peta konsep dari materi ilmu pengetahuan alam yang akan diajarkan. Hasilnya menunjukkan lebih dari 65% siswa memperoleh nilai antara 7 dan 9,5 pada peta konsep yang dibuat secara mandiri. Dari penelitian

(6)

26 ini disimpulkan bahwa penggunaan media peta konsep efektif diterapkan dalam pembelajaran.

Berikutnya penelitian Setiawan (2018), tentang bagaimana meningkatkan kemampuan anak usia 5 sampai 6 tahun dalam membaca al-Qur’a>n dengan menggunakan metode belajar al-Qur’a>n al-Bana. Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan untuk melihat bagaimana metode belajar al-Qur’a>n al-Bana mampu meningkatkan semangat juga kemampuan anak dalam belajar. Hasilnya menunjukkan metode yang diteliti yaitu al-Bana memberikan pengaruh yang baik bagi anak dalam kemampuan belajar al-Qur’a>n mereka.

Penelitian Aminah et al. (2018), tentang proses belajar al-Qur’a>n para lansia di daerah Padukuhan Tritis. Penelitian ini hanya berfokus pada metode pembelajaran yang diterapkan, tidak pada buku ajar yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan metode pembelajaran dengan cara talqin atau dituntun secara langsung, ceramah atau taushiyah memberikan semangat, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan materi baru dan pengulangan, selanjutnya diberikan penugasan, maka didapati bahwa metode pembelajaran tersebut meningkatkan minat belajar dan keikutsertaan para lansia secara aktif dalam belajar al-Qur’a>n.

Penelitian Widiani (2019), tentang bagaimana mengimplementasikan metode belajar al-Qur’a>n Karimah dalam proses belajar dan mengajar al-Qur’a>n yang diselenggarakan di PPQ al Mahir Karanganyar. Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana praktek pembelajaran di lembaga tersebut apakah telah sesuai dengan ketentuan metode Karimah.

Hasilnya menyebutkan bahwa praktek pembelajarannya telah sesuai dan menunjukkan adanya peningkatan kemampuan belajar peserta didik.

Selanjutnya adalah penelitian Darraj et al. (2019) berjudul the Use of Concept Maps to Evaluate Learning Strategies for Nursing Students, yang meneliti tentang penggunaan media peta konsep sebagai strategi pembelajaran mahasiswa keperawatan di pusat Rumah Sakit My Youssef di Casablanca. Media peta konsep diterapkan dalam pembelajaran konsep pendidikan terapi pasien diabetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media peta konsep menjadikan

(7)

27 pembelajaran lebih efektif dan menarik sebagai sarana mempelajari konsep baru bagi para mahasiswa

Penelitian berikutnya adalah yang ditulis Faraz; Sudarma; Arsa (2019), tentang bagaimana memanfaatkan Instant Messaging dalam penggunaannya sebagai aplikasi untuk pembelajaran al-Qur’a>n dari salah satu metode belajar, yakni Tsaqifa. Penelitian ini menjelaskan bahwa Tsaqifa merupakan satu diantara metode yang diklaim dapat menjadikan orang yang belajar menggunakan metode ini bisa cepat dan mudah menguasai bacaan al-Qur’a>n. Dengan adanya kemajuan teknologi, maka dibuatlah alternatif baru dari metode belajar ini agar tidak hanya menggunakan metode yang konvensional. Maka dengan memanfaatkan pesan instan dalam menerapkan metode pembelajaran metode ini, diharapkan akan bisa membantu peserta belajar untuk belajar dengan mandiri, dengan waktu yang lebih cepat, juga memberikan kemudahan tersendiri dan bersifat lebih interaktif.

Penelitian ini mengembangkan aplikasi chatbot untuk dijadikan media dalam belajar al-Qur’a>n, menggunakan yang disebut dengan API LINE Messaging.

Selanjutnya dilakukan uji coba terhadap aplikasi ini dengan 2 metode: Blackbox Testing dan juga menggunakan System Usability Scale. Dari pengujian Blackbox, dinyatakan berhasil dan dapat dijalankan. Sedangkan berdasarkan uji Skala Kegunaan (SUS), mendapat rata-rata skor 73,3 yang diambil dari 20 orang yang menjadi responden, artinya aplikasi tersebut bisa diterima untuk dapat digunakan.

Penelitian Gunawan (2019), tentang bagaimana mengembangkan aplikasi dengan berbasis android yang akan digunakan untuk mengajarkan huruf hijaiyyah. Peneliti dalam hal ini melakukan pengembangan pembelajaran huruf hijiyyah dalam bentuk sebuah aplikasi android, yaitu berupa aplikasi belajar huruf hijaiyyah disertai dengan bunyi suara bagaimana cara mengucapkan huruf hijaiyyah tersebut, dikemas dengan tampilan menarik agar agar peserta belajar dari usia dini tertarik dan antusias dalam mempelajari materi huruf hijaiyyah.

Aplikasi ini berisi latihan-latihan yang diberikan untuk anak usia 3-9 tahun.

Aplikasi dikembangkan menggunakan pemrograman dengan berbasis objek menggunakan Construct 2 HTML 5.

Penelitian Sukron (2020), tentang bagaimana perbandingan atau komparasi metode belajar al-Qur’an Ummi dan Iqro yang dilaksanakan di salah satu SMK

(8)

28 Kebupaten Kuningan. Penelitian ini bertujuan mengkaji bagaimana perbandingan hasil dari capaian belajar siswa yang menngunakan Iqro’ dan Ummi. Hasilnya menurut penelitian ini adalah pembelajaran al-Qur’a>n menggunakan metode Ummi dinyatakan lebih memiliki efektifitas dibandingkan Iqro’.

Penelitian Khotimah et al. (2020) berjudul the Effect of Concept Map Learning Model on Student’s Reasoning, yang meneliti tentang keefektifan model pembelajaran peta konsep terhadap penalaran mahasiswa program studi pendidikan matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun ajaran 2017/2018. Hasil penelitian menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam pembelajaran menggunakan media peta konsep dibandingkan yang tidak menggunakannya, sehingga disimpulkan bahwa penerapan model dan alat bantu peta konsep telah efektif dalam meningkatkan penalaran siswa.

Penelitian Almaidah (2020). Tentang bagaimana mengimplementasikan konsep Andragogi untuk para lansia dalam belajar al-Qur’a>n yang dilakukan di salah satu Masjid di daerah Jombang. Penelitian ini mengkaji tentang sejauh mana pentingnya pendekatan Andragogi diterapkan pada kalangan lansia saat mereka mengikuti pembelajaran membaca al-Qur’a>n. Hasil dari penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa pendekatan Andragogi sangat dianjurkan dilakukan dalam pembelajaran usia dewasa dan lansia, sebab kebutuhan dan gaya belajar usia dewasa dan anak-anak berbeda, dan pendekatan pembelajaran sangat berpengaruh pada hasil belajar peserta didik.

Penelitian Liansyah & Achadianingsih (2020), tentang bagaimana menggunakan metode Ummi dalam belajar al-Qur’a>n bagi para ibu rumah tangga, dan bagaimana peningkatan kemampuan mereka setelah pembelajaran dilakukan.

Hasil penelitian menyebutkan penerapan metode Ummi belum memberikan hasil yang optimal disebabkan adanya sejumlah faktor yang menghambat pembelajaran.

Penelitian Abdullah (2020). Tentang pengembangan berbasis PAIKEM untuk diterapkan dalam pembinaan al-Qur’a>n pada mahasiswa. Penelitian ini menggunakan metode R&D, dan difokuskan hanya pada pengembangan metode yang digunakan, sehingga tidak membuat buku ajar secara khusus, namun bisa

(9)

29 menggunakan buku ajar yang sudah ada, kemudian dalam pembelajarannya nanti bisa menggunakan metode pembelajaran yang merupakan hasil pengembangan dalam penelitian ini, metode tersebut disingkat dengan PAIKEM yaitu Pembelajaran yang dilakukan secara Aktif, menghadirkan metode Inovatif, mengasah Kreatifitas, memberikan pelajaran dengan cara yang Efektif, dan dengan suasana yang Menyenangkan. Hasilnya pembelajaran dengan menggunakan metode PAIKEM ini sangat efektif untuk diterapkan pada mahasiswa dan memberikan hasil peningkatan yang bagus dalam hal kemampuan bacaan al-Qur’a>n mereka.

Selanjutnya adalah penelitian Paul et al., (2021) berjudul Concept Mapping - an Innovative Approach to Learning, yang meneliti tentang media peta konsep sebagai suatu pendekatan inovatif dalam pembelajaran bagi mahasiswa kedokteran di India. Tujuan dari penelitian ini untuk memberikan teknik pembelajaran yang tepat yang akan meningkatkan pembelajaran dan mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi sehingga para mahasiswa kedokteran nantinya mampu menjadi dokter yang kompeten dengan kemampuan berpikir kritis dalam pengambilan keputusan. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa media peta konsep adalah teknik pembelajaran yang membuat peta pikiran, yang berfungsi untuk mewakili informasi dalam format terstruktur dengan keterkaitan dan urutan yang sesuai. Dengan menggunakan media peta konsep ini, didapati peningkatan yang signifikan antara nilai pra dan pasca tes. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa media peta konsep dapat menghasilkan pengalaman belajar yang bermakna, sebagai pendekatan inovatif dalam pembelajaran yang disambut baik oleh para mahasiswa.

Dari dua puluh lima penelitian sebelumnya yang peneliti kaji, peneliti memperoleh gambaran bahwa perbedaan penelitian dalam disertasi ini dibandingkan penelitian-penelitian terdahulu yang telah diuraikan, adalah bahwa dalam penelitian disertasi ini tidak akan meneliti model pembelajaran al-Qur’a>n yang telah ada di lapangan, namun akan berupaya menghadirkan model pembelajaran yang baru, terdiri dari buku ajar dan metode pembelajarannya, sebagai suatu pengembangan model pembelajaran al-Qur’a>n. Pengembangan juga dilakukan untuk menghasilkan produk dalam bentuk buku dan metode

(10)

30 pembelajaran bukan dalam bentuk multimedia. Model pembelajaran al-Qur’a>n ini disusun dengan memasukkan media peta konsep dan kosakata Indonesia yang disesuaikan dengan kebutuhan usia dewasa khususnya, sehingga pembelajaran al- Qur’a>n akan terasa lebih menyenangkan, juga akan menjadi semakin mudah difahami, sebagai sumbangsih pemikiran untuk dunia pembelajaran al-Qur’a>n di Indonesia. Penulis mengambil judul penelitian: Pengembangan Model Pembelajaran Membaca al-Qur’a>n Usia Dewasa dengan Peta Konsep dan Kosakata Indonesia di Tiga Majelis Ta‘lim Jawa Timur.

Selanjutnya, seluruh penelitian terdahulu yang telah peneliti kaji akan dimasukkan ke dalam tabel klasifikasi berdasarkan tema literatur untuk digunakan sebagai acuan membuat rancang bangun peta literatur atau peta kepustakaan yang nantinya dihubungkan dengan pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini. Tabel klasifikasi berdasarkan tema literatur ditampilkan pada halaman selanjutnya.

Tabel 1. Klasifikasi Berdasarkan Tema Literatur Review

No Judul Penelitian Tema Penelitian

1. Pembelajaran Membaca al-Qur’a>n dalam KTSP di MIM Simo Boyolali (Thoriq Arifin, 2011).

Pembelajaran membaca al- Qur’a>n di lembaga pendidikan mengacu KTSP

2. Peningkatan kemampuan anak-anak dalam materi membaca dan menulis al-Qur’a>n dengan metode al-Barqy di TK Satu Atap Sungai Lasi Solok (Suminarsih, 2012)

Pembelajaran membaca al- Qur’a>n pada lembaga pendidikan dengan model al-Barqy

3. Pengenalan Materi Huruf Hijaiyyah Menggunakan Metode Iqro’ Kepada Anak- Anak di PAUD Cahaya (Dahlia, 2014)

Pembelajaran al-Qur’a>n di lembaga pendidikan dengan model Iqro’

4. Pemikiran Tokoh Tasyrifin Karim dalam Mengembangkan Metode Iqro’ dan Lembaga Pendidikan al-Qur’a>n di Kalimantan Timur (Zainap Hartati, 2015)

Pengembangan lembaga

pendidikan dan

pembelajaran al-Qur’a>n model Iqro’ pemikiran Tasyrifin Karim

5. Pengembangan Metode Qiro’ati dalam Bahan Ajar Berbentuk Multimedia (Hambali & Dwi Surjono, 2015)

Pengembangan model pembelajaran al-Qur’a>n

(11)

31 Qiro’ati berbentuk multimedia

6. Implementasi Metode Pembelajaran al- Qur’an Ummi untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa SD al-Firdaus Samarinda (Afdal, 2016)

Pembelajaran al-Qur’a>n di lembaga pendidikan

7. Penerapan Metode Belajar al-Qur’a>n Ummi pada Kalangan Dewasa di Lembaga al- Qur’a>n Madiun (Lusi, 2016)

Pembelajaran al-Qur’a>n usia dewasa

8. Impelementasi Metode Belajar al-Qur’a>n Tsaqifa untuk Orang Dewasa (S.

Muhammad, 2016)

Pembelajaran membaca al- Qur’a>n usia dewasa

9. Inovasi Pembelajaran al-Qur’a>n Metode Wafa dengan Mengoptimalkan Otak Kiri dan Kanan (Rohmaturrosyidah & Solihah, 2017)

Pembelajaran al-Qur’a>n Model Wafa

10. A Qualitative Study on Using Concept Maps in Problem-Based Learning (Chan, 2017)

Media peta konsep dalam pembelajaran berbasis masalah pada pendidikan keperawatan

11. Implementasi Metode Iqro’ dalam Materi Pelajaran Baca Tulis al-Qur’a>n pada Anak Usia Dini di RA. Tegal (Srijatun, 2017)

Pembelajaran membaca al- Qur’a>n di lembaga pendidikan

12. Pembelajaran al-Qur’a>n Orang Dewasa dengan Metode Talaqqi di Lembaga Pendidikan al-Qur’an Kota Payakumbuh (Ideharmida, D; & Solfema, Irmawita, 2018)

Pembelajaran membaca al- Qur’a>n usia dewasa

13. Meaningful Learning Using Concept Maps as a Learning Strategy. (Romero et al., 2017)

Media peta konsep pada materi pelajaran ilmu penngetahuan alam

14. Meningkatkan Kemampuan Membaca al- Qur’a>n Anak Usia 5 Sampai 6 Tahun dengan Metode al-Bana (Setiawan, 2018)

Pembelajaran membaca al- Qur’a>n di lembaga pendidikan

(12)

32 15. Proses Belajar al-Qur’a>n Lansia di

Padukuhan Tritis (Aminah et al., 2018) Pembelajaran membaca al- Qur’a>n usia dewasa 16. Implementasi Metode Belajar al-Qur’a>n

Karimah di PPQ al-Mahir Karanganyar (Widiani, 2019)

Pembelajaran membaca al- Qur’a>n usia dewasa

17. The Use of Concept Maps to Evaluate Learning Strategies for Nursing Students (Darraj et al., 2019)

Media peta konsep untuk mahasiswa keperawatan pada pelajaran terapi pasien diabetic

18. Pemanfaatan Instant Messaging sebagai Aplikasi Pembelajaran al-Qur’a>n Metode Tsaqifa (Faraz; Sudarma & Arsa, 2019)

Pengembangan bahan pembelajaran al-Qur’a>n berbentuk multimedia 19. Pengembangan Aplikasi Berbasis Android

dalam Pembelajaran Huruf Hijaiyyah (Gunawan, 2019)

Pengembangan bahan pembelajaran al-Qur’a>n berbentuk multimedia 20. Komparasi Metode Belajar al-Qur’a>n

Metode Ummi dan Iqro’ pada Siswa SMK di Kabupaten Kuningan (Sukron, 2020)

Perbandingan

pembelajaran al-Qur’a>n model Ummi dan Iqro’

21. The Effect of Concept Map Learning Model on Student’s Reasoning (Khotimah et al., 2020)

Media peta konsep untuk penalaran mahasiswa dalam pelajaran matematika

22. Implementasi Konsep Andragogi bagi Para Lansia dalam Belajar al-Qur’a>n di Masjid Kabupaten Jombang (Almaidah, 2020)

Pembelajaran membaca al- Qur’a>n usia dewasa

23. Penerapan Metode Ummi dalam Pembelajaran al-Qur’a>n pada Ibu Rumah Tangga (Liansyah & Achadianingsih, 2020)

Pembelajaran membaca al- Qur’a>n usia dewasa

24. Pengembangan Metode Pembelajaran al- Qur’a>n Berbasis PAIKEM pada Mahasiswa (Abdullah, 2020)

Penelitian pengembangan metode pembelajaran al- Qur’a>n usia dewasa 25. Concept Mapping - an Innovative Approach

to Learning (Paul et al., 2021) Media peta konsep sebagai pendekatan

inovatif dalam

pembelajaran

(13)

33 Selanjutnya dari tabel klasifikasi berdasarkan tema literatur review di atas, maka peneliti menggunakannya sebagai dasar penyususnan peta kepustakaan penelitian terdahulu atau peta literatur merujuk pada konsep (Creswell, 2016)

Gambar 2. Peta Literatur

Penelitian tentang Pembelajaran Membaca al-Qur’a>n Arifin, 2011; Dahlia et al., 2014;

Afdal, 2016; Srijatun, 2017;

E. Setiawan, 2018; Sukron, 2020

Bagaimana pengembangan buku ajar dan metode pengajaran membaca al-Qur’a>n usia dewasa dengan peta konsep dan kosakata Indonesia?

Bagaimana keefektifan hasil pengembangan buku ajar dan metode pembelajaran baca al- Qur’a>n menggunakan peta konsep dan kosakata Indonesia?

Pengembangan Model Pembelajaran Membaca al-Qur’a>n

Hartati, 2015; Hambali & Dwi Surjono, 2015; Faraz Muhammad,

Aulia, 2019; Gunawan, 2019;

Abdullah, 2020

Pembelajaran Membaca al-Qur’a>n Usia Dewasa

Lusi, 2016; S. Muhammad, 2016;

Ideharmida, D; Solfema, 2018;

Aminah et al., 2018; Widiani, 2019;

Almaidah, 2020; Liansyah, 2020

Pembelajaran Membaca al-Qur’a>n dengan Media Kosakata Indonesia

Suminarsih, 2012;

Rohmaturrosyidah & Solihah, 2017 Pembelajaran dengan Media

Peta Konsep

Chan, 2017; Romero et al., 2017;

Darraj et al., 2019; Khotimah et al., 2020; Paul et al., 2021

(14)

34 B. Landasan Teori

Sejumlah teori digunakan sebagai landasan pada penelitian ini, yang mengambil judul Pengembangan Model Pembelajaran Membaca al-Qur’a>n Usia Dewasa dengan Peta Konsep dan Kosakata Indonesia di Tiga Majelis Ta‘lim Jawa Timur, yaitu Majelis Ta‘lim al-Qur’a>n TNI AL Pusdikpel Kodikopsla Kodiklatal Surabaya, Majelis Ta‘lim RS. Randegasari Husada Gresik, dan Majelis Ta‘lim Ahludz Dzikri Sidoarjo. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:

1. Teori model pembelajaran

Joyce & Weil menerangkan tentang pengertian model pembelajaran yaitu: susunan suatu pola atau suatu rencana yang nantinya akan digunakan untuk membuat suatu kurikulum atau perencanaan pembelajaran yang akan diterapkan dalam waktu yang lama atau periode yang panjang, hal ini meliputi melakukan rancangan terkait bahan yang akan digunakan dalam pembelajaran, melakukan bimbingan pada pembelajaran yang dilakukan dalam kelas, juga yang dilakukan di lingkungan belajar lainnya (Joyce & Weil, 1996; Rusman, 2011). Sedangkan menurut Arends, model pembelajaran adalah pendekatan yang dipilih untuk digunakan dalam suatu proses pembelajaran, di dalamnya meliputi apa saja tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, bagaimana tahapan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, dan situasi lingkungan dalam pembelajaran, serta terkait dengan pengelolaan kelas dalam suatu pembelajaran (Arends, 1997; Rusman, 2011).

Dari penjelasan para ahli di atas, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran ialah cara penyajian materi oleh pendidik yang akan digunakan dalam suatu kegiatan pembelajaran, untuk meraih tujuan yang diinginkan. Model pembelajaran sendiri memiliki komponen-komponen yang membentuknya.

Menurut Joyce & Weil, hal-hal yang menjadi komponen dalam membentuk suatu model pembelajaran adalah: adanya sintaks, dibuatnya suatu sistem social, terdapatnya prinsip reaksi, adanya suatu sistem pendukung, jelasnya tujuan, serta adanya dampak yang dihasilkan. Sedangkan komponen model pembelajaran menurut Arends adalah: tujuan, sintaks, lingkungan, dan

(15)

35 sistem manajemen. Penjelasan komponen model pembelajaran lainnya disebutkan oleh Rusman yaitu: basis teori, tujuan, sintaks, dampak, dan desain intruksional.

Dari paparan tentang macam-macam komponen model pembelajaran yang dijelaskan para ahli diatas, maka peneliti merangkum ada tujuh komponen model pembelajaran yang membentuk suatu sistem. Adapun tujuh kompenen tersebut adalah: tujuan, basis teori, sintaks, adanya suatu sistem social, terdapatnya prinsip reaksi, adanya suatu sistem yeng menjadi pendukung; dan dihasilkannya dampak yang jelas. Ketujuh hal ini akan menjadi landasan bagi peneliti dalam mendesaian model pembelajaran al-Qur’a>n usia dewasa dengan menggunakan peta konsep dan kosakata Indonesia.

2. Model-model pembelajaran membaca al-Qur’a>n

Belajar membaca adalah salah satu tahapan paling mendasar dari suatu pembelajaran al-Qur’a>n secara umum. Pengetahuan dasar terkait bacaan al- Qur’an ini tidaklah bisa diperoleh secara otomatis, namun membutuhkan proses belajar. Nabi> Muhammad SAW. sendiri juga langsung dituntun dan diajari oleh Malikat Jibril AS. dalam tata cara bacaan al-Qur’a>n saat menerima wahyu di gua hira untuk pertama kalinya, dan selanjutnya Rasu>lulla>h SAW.

juga mengajarkannya kepada sahabat-sahabat beliau (Shihab, 2001; Aliasyar, 2016).

Karena itu, kemampuan membaca al-Qur’a>n ini baru akan bisa dikuasai oleh seseorang dengan melalui proses ia belajar, yang memerlukan tenaga, waktu dan mungkin juga biaya, karena tidak ada orang yang bisa dengan sendirinya membaca al-Qur’a>n tanpa belajar (Hidayatullah, 1994; Aminah et al., 2018).

Belajar membaca al-Qur’a>n sendiri memiliki kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Urgensi belajar al-Qur’a>n ini antara lain agar seseorang bisa meraih derajat manusia terbaik di sisi Allah SWT., sebagaimana sabda Rasu>lulla>h SAW. yang artinya: “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar al-Qur’a>n dan mengajarkannya” (HR. Bukhari, al-Bukhari, 2003). Allah SWT.

(16)

36 juga berfiman dalam al-Qur’a>n: “Dan kami turunkan al-Qur’an sebagai obat penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS. al-Isra>’: 82). Imam al-Qurt}ubi> memberikan penjelasan tentang makna al-Qur’an sebagai obat, bahwa para Ulama berpendapat bahwa obat yang dimaksud adalah meliputi obat rohani dan jasmani (Al-Qurthubi, 2006). Karena itu membaca al-Qur’an bukan hanya berpahala, tapi memberikan ketenangan dan Kesehatan jiwa dan raga bagi yang membacanya. Keutamaan lain dari membaca al-Qur’a>n dijelaskan dalam hadits Rasu>lulla>h SAW. yang artinya: ”Alla>h mengangkat derajat suatu kaum dengan al-Qur’a>n ini dan merendahkan kaum yang lainnya (HR. Muslim, Muslim bin al-Hajjaj, 1998). Mereka yang diangkat derajatnya dengan al-Qur’a>n adalah yang mau mempelajari dan mengamalkan al-Qur’a>n, sementara mereka yang direndahkan derajatnya dengan al-Qur’a>n adalah yang enggan untuk menjadikan al-Qur’a>n sebagai pedoman dalam kehidupan (an- Nawawi, 2013).

Seseorang yang mau belajar al-Qur’a>n meskipun ia masih dalam proses dan belum lancar dalam membaca tetap memiliki keutamaan-keutamaan yang dijanjikan, sebagaimana sabda Nabi> Muhammad SAW. yang artinya: “Orang yang mahir membaca al-Qur’a>n akan bersama para Malaikat yang mulia, sementara mereka yang terbata-bata dalam membacanya justru akan mendapat dua pahala (HR. Bukha>ri Muslim, Muslim bin al-Hajjaj, 1998; al-Bukhari, 2003). Satu pahala membacanya, dan satu lagi pahala kesungguhannya dalam belajar yang walaupun ia belum bisa tapi tetap semangat dan tidak berputus asa. Apalagi secara umum saat seseorang terus membaca al-Qur’a>n maka kelak al-Qur’a>n akan datang di hari kiamat memintakan syafa’at kepada Alla>h SWT.

untuk orang-orang yang membacanya (HR. Muslim, Muslim bin al-Hajjaj, 1998). Sejumlah keutamaan yang telah dijelaskan menunjukkan betapa sangat pentingnya belajar membaca al-Qur’a>n, dan semua itu bisa menjadi dasar semangat seorang muslim untuk terrus belajar membaca al-Qur’a>n dengan baik dan benar.

Diantara upaya ketika seseorang akan mempelajari al-Qur’a>n lebih jauh, adalah melalui sarana model pembelajaran yang ada, meliputi bahan ajar

(17)

37 dan metode yang digunakan, terdapat banyak model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran al-Qur’a>n saat ini di Indonesia, antara lain model pembelajaran Qiro’ati, model pembelajaran Iqro’, model pembelajaran Ummi, model pembelajaran Tilawati, model pembelajaran Wafa, model pembelajaran al-Barqy, model pembelajaran Yanbu’a, model pembelajaran Jibril.

a. Pembelajaran al-Qur’a>n dengan model Qiro’ati

Qiro’ati adalah suatu model pembelajaran yang mulai dikembangkan tahun 1966 Oleh KH. Dahlan Salim Zarkasy. Model pembelajaran Qiro’ati ini menggunakan metode secara langsung tanpa dieja, dengan membiasakan membaca dengan cara yang tartil sesuai dengan kaidah bacaan tajwid.

Proses belajarnya langsung membaca tanpa dieja, dibaca sesuai harakatnya, tanpa diminta menguraikan dulu apa nama hurufnya dan apa harakatnya (Supardi, 2004; Ruswandi, 2019; Rochanah, 2019)

Dengan demikian, Qiro’ati bisa dikatakan menjadi model pembelajaran pertama yang menggunakan cara membaca secara langsung tanpa diuraikan seperti model pembelajaran yang ada sebelumnya yaitu model pembelajaran al-Baghdadi. Dari model pembelajaran Qiro’ati inilah kemudian berkembang ke model pembelajaran modern lainnya seperti Iqro’, Ummi, Tilawati, dan sebagainya.

Prinsip-prinsip dasar dari model pembelajaran Qiro’ati adalah:

pertama; dilakukan dengan cara yang Praktis, mudah dan dengan sederhana, yaitu langsung dibaca tanpa mengurai atau mengeja bacaan.

Kedua; Sedikit demi Sedikit, artinya pembelajaran dilakukan tidak terburu-buru, peserta belajar baru diperkenankan menambah materi pada halaman pembelajaran berikutnya hanya jika telah mampu membaca dengan lancar dan ber-tajwid.

Ketiga; Bimbing dan Arahkan, artinya pengajar hanya cukup memberi contoh materi baru yang diajarkan dengan cara mengulangnya beberapa kali, pengajar tidak membacakan kalimat-kalimat latihan yang ada dalam

(18)

38 penjabaran bab, pengajar bisa menegur dan memberikan koreksi terkait kesalahan membaca pada peserta didik.

Keempat; Memberi Rangsangan Semangat untuk dapat Saling Berlomba dan Berpacu dalam Prestasi, artinya pada model pembelajaran ini peserta tidak dengan cara dipaksa mengikuti pembelajaran, peserta belajar hendaknya diarahkan untuk belajar membaca karena dorongan motivasi ingin mampu membaca dengan baik, dan karena memiliki rasa butuh terhadap ilmu yang ingin dicapai dan dikuasai

Kelima; Waspada dengan Bacaan Salah, artinya pengajar model pembelajaran Qiro’ati ditekankan untuk mewaspadai bacaan salah dari peserta didik, jangan membiarkan kesalahan bacaan terjadi, pengajar hendaknya langsung mengkoreksi kesalahan yang ada, tanpa menunggu akhir ayat atau bacaan (Ali, 2017; D. H. Muhammad, 2019).

Diantara kelebihan Qiro’ati sebagai suatu model pembelajaran adalah adanya pengawasan ketat dalam menjalankan proses belajar mengajar menggunakan model ini, sehingga menjamin kualitas hasil dari pembelajarannya, menjadikan peserta didik memiliki kemampuan yang baik dalam bacaan al-Qur’a>n. Pengawasan ketat tersebut antara lain diwujudkan dengan pelatihan ketat pada calon pengajar Qiro’ati yang harus benar-benar memiliki kualitas standar yang cukup tinggi, pengajar Qiro’ati dilarang mengajar model pembelajaran lainnya, begitu pula peserta didik Qiro’ati dilarang belajar menggunakan model pembelajaran lainnya. Hal ini agar tidak tercampur tatacara pembelajaran yang diikuti antara Qiro’ati dan model pembelajaran yang lain, sehingga benar-benar menjamin kualitas model pembelajaran Qiro’ati (Hasan & Wahyuni, 2018; Mulyani &

Maryono, 2019).

Namun di sisi yang lain justru kelebihan ini bisa menjadi kekurangan tersendiri, yaitu menyebabkan model pembelajaran Qiro’ati terkesan eksklusif, tidak mudah diterapkan di berbagai tempat karena terbatas dengan aturan yang sangat ketat dan menyulitkan dalam proses pembelajarannya pada peserta didik, apalagi untuk yang sudah berusia dewasa akan terasa menyulitkan, sebab menerapkan standar kualitas bacaan yang sangat tinggi

(19)

39 yang tidak mudah dicapai oleh peserta didik khususnya pada usia dewasa, yang pada akhirnya membuat kejenuhan tersendiri dalam mempelajari model pembelajaran Qiro’ati ini.

b. Model pembelajaran al-Qur’a>n metode Iqro’

Model pembelajaran Iqro’ adalah suatu model yang mengajarkan cara baca huruf-huruf hijaiyyah dari permulaan yaitu Alif ( ا ) sampai Ya’ (ي ) mengikuti kaidah bacaan yang benar, tidak dengan dimaknai atau diuraikan, dan tanpa menggunakan lagu, yang memiliki tujuan supaya peserta belajar memiliki kemampuan bacaan al-Qur’a>n sesuai kaidah baik dan benar (Humam, 2000; Ihsan Siregar, 2018; Zulfitria & Zainal Arif, 2019).

Model pembelajaran ini disusun dan dikembangkan suatu tim yang disebut Tim Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Musholla (AMM) tepatnya pada tahun 1989, sebagai ketua dari tim tersebut adalah KH. As’ad Humam yang berasal dari Kotagede Yogyakarta. Penyususun Iqro’

berusaha menemukan cara belajar dan bahan ajar yang ideal dalam pembelajaran al-Qur’an (Budiyanto, 2003; Fadjryana Fitroh et al., 2018;

Hasanah & Kurniawan, 2020).

Dalam pembelajarannya, model Iqro’ memiliki prinsip-prinsip tersendiri antara lain yang pertama; at-T}ari>qah as-S}autiyyah, artinya peserta belajar diminta membaca secara langsung bacaan yang ada, dan tidak dengan cara mengeja terlebih dahulu suatu bacaan baik dari sisi huruf atau juga harakatnya.

Kedua; at-T}ari>qah at-Tadarruj, artinya berangsur-angsur, yaitu peserta belajar mengikuti proses belajar 6 kali dalam sepekan, dengan aloksai waktu setiap pertemuan adalah 60 menit, dengan pembagian waktu untuk 5 menit pertama diawali dengan pembukaan; selanjutnya klasikal I dengan durasi 10 menit; dilanjutkan dengan sistem privat dengan durasi 30 menit; kemudian tahapan berikutnya adalah klasikal II selama 10 menit; dan diakhiri dengan penutup dengan durasi waktu 5 menit.

(20)

40 Prinsip ketiga; at-T}ariqah Riyad}atul At}fal, artinya suatu prinsip yang lebih mengutamakan belajarnya peserta didik dari pada mengajarnya guru (Budiyanto, 2008), atau maknanya adalah menekankan keaktifan siswa.

Prinsip keempat; at-Tawassu‘i Fi al-Maqa>sid La> Fil ‘A>la>t, artinya orientasi utama dalam pembelajaran yang diadakan adalah tujuan yang ingin dicapai, tidak sekedar pada alat pembelajarannya. Karena itu yang diutamakan adalah apa yang telah dirumuskan dalam pembelajaran haruslah bisa tercapai.

Prinsip kelima adalah at-T}ariqah Bimura>‘ati Li al-Isti‘da>di Wat- T}abi>‘iy, artinya pembelajaran harus melihat dan mengakomodir bagaimana kesiapan peserta belajar, kematangan mereka, dan segala potensi peserta belajar, juga watak mereka masing-masing, agar bisa dihindari pemaksaan dalam proses belajar yang justru bisa menjadi penyebab kegagalan proses belajar mengajar (Ulfah et al., 2019; Windarsih, 2019; Siwiyanti et al., 2020).

Kelebihan pembelajaran menggunakan Iqro’ ini adalah kemudahan yang didapat dalam mengakses bahan ajarnya, tidak ada ketentuan pengawasan yang ketat bagi siapa yang akan menggunakan metode ini baik sebagai pengajar atau yang akan belajar, produk Iqro’ dijual bebas. Namun disisi lain hal ini juga menjadi kelemahan tersendiri dalam penerapan model pembelajaran Iqro’, yaitu standar kualitas hasil belajar menjadi berbeda- beda, sesuai dengan kualitas pengajarnya, tidak ada pembinaan khusus yang diselenggarakan dalam model Iqro’ ini baik bagi pengajar juga bagi yang mempelajarinya.

c. Model pembelajaran al-Qur’a>n Ummi

Model pembelajaran ini dikembagkan sejak tahun 2011 oleh penyusunnya yang pertama adalah Ust. Masruri, dan yang kedua Ust. A.

Yusuf MS. Model pembelajaran Ummi dalam hal bahan ajar secara umum memiliki kesamaan dengan bahan ajar Qiro’ati dan Iqro’ sebelumnya, hanya

(21)

41 lebih dipersingkat dan dipadatkan secara materi sehingga bisa lebih mudah dan efektif dalam pengajarannya.

Model pembelajaran Ummi juga memiliki tahapan-tahapan pembelajaran yaitu pertama; Pembukaan, dengan cara membuka dengan salam kemudian do’a dan mengkondisikan para peserta belajar.

Tahap kedua; mengulang materi sebelumnya atau disebut dengan Apersepsi.

Tahap ketiga; menjelasakan pelajaran yang akan diberikan atau disebut dengan istilah Penanaman Konsep

Tahap keempat; memahamkan pelajaran yang diberikan dengan meminta peserta belajar berlatih membaca sejumlah contoh yang diberikan dalam bacaan, atau tahapan ini disebut dengan Pemahaman Konsep.

Tahap kelima; mengulang-ulang untuk memperlancar bacaan siswa dengan membaca latihan yang ada, ini disebut dengan tahap Latihan atau Keterampilan.

Tahap keenam; melakukan Evaluasi dengan menilai di buku prestasi siswa.

Tahap ketujuh; Penutup, yaitu pengkondisian pesera belajar untuk mengakhiri pembelajaran dengan tertib, penutup ini diisi dengan do’a kemudian salam. (https://ummifoundation.org/detailpost, n.d.; Hasunah, 2017; Hernawan, 2019)

Kelebihan model pembelajaran Ummi adalah memadukan antara Qiro’ati dan Iqro’, dua metode yang telah dijelaskan sebelumnya. Model pembelajaran Ummi menerapkan pengawasan dalam pembelajarannya, melalui pembinaan pengajar dalam bentuk pelatihan, dan pengawasan bagi yang mempelajari metode ini dalam bentuk mengadakan ujian kenaikan jilid, hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh model pembelajaran Qiro’ati.

Namun Ummi tidak terlalu ketat sebagaimana Qiro’ati dalam kualitas hasil pembelajaran, hal ini agar model pembelajaran Ummi lebih mudah diterima dan diterapkan secara umum (Pasaribu et al., 2019; Sukron, 2020;

Agustinawati & Yunianto Herlambang, 2021).

(22)

42 Di sisi lain kelemahan dari model Ummi ini adalah masih menggunakan bahan ajar dengan gaya lama, artinya tidak terdapat pengembangan yang signifikan dibandingkan model pembelajaran sebelumnya seperti Qiro’ati dan juga Iqro’.

d. Model pembelajaran al-Barqy

Model pembelajaran al-Barqy adalah suatu model pempelajaran al- Qur’a>n yang disusun oleh KH. Muhadjir Sulthon dan mulai dibukukan tahun 1978. Nama al-Barqy sendiri dipilih karena berarti kilat dalam bahasa Arab, yang maknanya bahwa model pembelajaran ini diharapkan mampu dengan cepat mengantarkan peserta didik untuk mampu membaca al-Qur’a>n dengan baik dan benar (albarqy.com, n.d.; Suminarsih, 2012)

Model pembelajaran al-Barqy memiliki prinsip-prinsip dalam pelaksanaan proses pembelajarannya yaitu: (1). Memanfaatkan titian ingatan sebagai sarana dalam mengenalkan suatu bunyi huruf juga mengenalkan bentuk dari suatu huruf. (2). Menjadikan kemiripan dari bunyi atau bentuk huruf sebagai sarana mengenal atau belajar huruf berikutnya yang tidak termasuk dalam cakupan huruf yang ada pada titian ingatan (3).

Pembelajaran langsung diberikan dengan mengenalkan huruf yang bersambung tidak hanya pada huruf yang tunggal. (4). Pembelajaran juga langsung mengenalkan harakat fathah, harakat d}ommah, harakat kasrah, dan harakat tanwin, mengenalkan bacaan panjang atau mad dan bacaan pendek atau qasr, serta langsung mengajarkan tajwid (albarqy.com, n.d.;

Thoifah, 2020)

Kelebihan dari al-Barqy adalah inovasi menampilkan pengenalan huruf dengan kata-kata Indonesia yang ditulis dengan huruf Arab seperti A-DA- RA-JA-MA-HA-KA-YA sehingga mudah diingat, namun di sisi lain metode ini lebih seuai diterapkan kepada anak-anak dengan prinsip belajar sambil bermain dan kurang sesuai untuk orang dewasa. Penyusun dari metode al-Barqy KH. Muhadjir Sulthon sendiri menjelaskan bahwa metode ini lebih dekat kepada anak-anak, membuat mereka senang belajar sambil bermain (albarqy.com, n.d.)

(23)

43

e. Model pembelajaran Wafa

Pengarang Model pembelajaran Wafa adalah KH. Muhammad Shaleh Drehem, Lc., dan KH. Dr Ahmad Baihaqi, MA. Disusun tahun 2012. Wafa sendiri merupakan model pembelajaran dibawah Yayasan Syafa’atul Qur’an Indonesia atau disingkat YAQIN. Model pembelajaran Wafa diterapkan dengan berbasis pada optimalisasi otak kanan, dengan model pengenalan huruf hijaiyyah yang mirip dengan model pembelajaran al- Barqy. Pada model pembelajaran Wafa pengenalan huruf hijaiyyah dirangkai dalam kalimat antara lain MA-TA-SA-YA-KA-YA-RO-DA, buku ajar Wafa dikemas dengan gambar dan warna yang menarik untuk menjadikan anak-anak senang dalam belajar al-Qur’an (Wafaindonesia.or.id, n.d.; Rohmaturrosyidah & Solihah, 2017)

Model pembelajaran Wafa menggunakan tahapan pembelajaran yang disingkat dengan TANDUR yaitu: (1) Tumbuhkan, artinya bagaimana guru menumbuhkan minat anak dalam materi yang akan dipelajari, bisa melalui role play, praktek, simulasi, guru menyanyikan lagu, dan sebagainya. (2) Alami, maksudnya anak diajak ikut mengalami terkait materi yang akan dipelajari, bisa melalui guru menyanyi dan anak diminta ikut menirukan menyanyi. (3) Namai, yaitu anak-anak diajak menamai materi pelajaran yang mereka pelajari dan yang telah mereka praktekkan, tahap ini bisa melalui permainan kartu atau flashcard yang berisi huruf hijaiyyah, dan anak-anak diminta ikut menyebutkan huruf-huruf tersebut. (4) Demonstrasikan, yaitu pengkondisian anak-anak untuk ikut dalam mendemonstrasikan konsep yang dipelajari dengan cara penggabungan aktifitas membaca dan gerakan, sehingga siswa bisa ikut terlibat dalam pembelajaran secara aktif, hal ini bisa dilakukan dengan memperagakan huruf yang diucapkan, atau permainan tebak huruf, dan sebagainya. (5) Ulangi, para siswa bersama-sama mengulangi pelajaran yang telah diberikan untuk memastikan mereka menguasai materi pelajaran. Tahap ini bisa dilakukan melalui cara baca dan simak bersama-sama atau klasikal atau

(24)

44 baca dan simak sistem privat sendiri-sendiri. (6) Rayakan, yaitu anak-anak diajak merayakan keberhasilan belajar mereka pada materi pelajaran yang dipelajari hari itu. Ini bisa dilakukan melalui pemberian hadiah, tanda bintang, bernyayi, atau meneriakkan yel-yel, dan lain-lain. (Sari & Wirman, 2019; Thoifah, 2020)

Kelebihan dari model pembelajaran Wafa adalah memiliki inovasi yang sangat menarik untuk diterapkan bagi anak-anak, disertai gambar dan tulisan berwarna-warni, serta metode pembelajaran yang menyenangkan (Ruwaida, 2018). Namun di sisi lain hal ini kurang sesuai untuk pembelajaran usia dewasa dengan kebutuhan belajar yang berbeda dengan gaya belajar pada anak-anak.

f. Model pembelajaran Tilawati

Model pembelajaran Tilawati diterbitkan oleh Pesantren al-Qur’a>n Nurul Falah Surabaya, disusun oleh empat orang yaitu KH. Masrur Masyhud, S. Ag., KH. Thohir Al Aly, M. Ag., KH. Drs. H. Hasan Sadzili, dan Drs. H. Ali Muaffa. Model pembelajaran Tilawati dalam pembelajarannya menggunakan Teknik “Klasikal-Baca Simak secara Seimbang”. Model Tilawati ini juga memiliki prinsip-prinsip dalam pembelajarannya yaitu: praktis dalam pengajarannya; irama bacaannya dengan lagu rost; pengajaran dengan sistem klasikal melalui sarana alat peraga; dan yang terakhir pengajarannya juga digabung antara teknis klasikal dengan teknis pengajaran individual (A. Hasan & Arif, 2010;

Mujahidin et al., 2020)

Perlengkapan model pembelajaran Tilawati ini ditunjang dengan buku ajar Tilawati, buku belajar menulis Kitabaty, buku untuk penunjang pelajaran hafalan, buku pengajaran tentang Aqidah dan Akhlaq.

Kelengakapan proses belajar mengajarnya juga ditunjang dengan buku besar peraga Tilawati, alat sandaran untuk peraga, alat untuk menunjuk peraga, buku untuk prestasi atau capaian belajar santri, lembar yang berisi program pengajaran dan realisasinya, buku untuk panduan kurikulum, dan buku untuk absensi siswa (A. Hasan & Arif, 2010)

(25)

45 Kelebihan model pembelajaran Tilawati adalah secara umum sama dengan model pembelajaran Ummi yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu model pembelajaran ini menerapkan pengawasan pembelajarannya, melalui pembinaan pengajar dalam bentuk pelatihan dan pengawasan bagi yang mempelajari model pembelajaran ini dalam bentuk mengadakan ujian kenaikan jilid. Di sisi lain kelemahan dari model Tilawati ini adalah masih menggunakan bahan ajar dengan gaya lama, artinya tidak terdapat pengembangan atau inovasi yang signifikan, secara umum masih sama dengan model pembelajaran sebelumnya seperti Qiro’ati, Iqro’, dan Ummi.

g. Model pembelajaran Yanbu’a

Model pembelajaran al-Qur’a>n berikutnya adalah Yanbu’a yang disusun KH. M. Ulin Nuha Arwani, KH. M. Manshur Maskan (Alm.), dan KH. M. Ulil Albab Arwani. Ketiganya adalah pengasuh Pondok Pesantren Tahfiz}u al-Qur’a>n Yanbu‘u al-Qur’a>n. Model Yanbu’a mengajarkan membaca huruf hijaiyyah secara langsung tanpa dieja, bacaan harus terus berangkai. Adapun penulisan model ini menggunakan Rosm ‘Utsmaniy.

Pengambilan contoh latihan bacaan diambilkan dari al-Qur’a>n semuanya, kecuali sejumlah kalimat yang diambilkan dari luar al-Qur’a>n untuk memberikan kemudahan bagi anak-anak yang belajar menggunakan model ini (Arwani, 2004)

Model Yanbu’a terdiri dari 7 jilid dan disusun sebagai upaya mengembangkan kemampuan anak sesuai dengan potensi yang dimiliki mereka. Pembelajaran dengan model Yanbu’a ini dimulai dengan pembukaan, dilanjutkan dengan pembelajaran inti, kemudian diakhiri dengan penutup. Pembukaan dilakukan dengan menyiapkan siswa untuk berdo’a kemudian dilanjutkan dengan bersama-sama membaca hafalan surat pendek. Kemudian dilanjutkan pembelajaran inti dengan masing- masing siswa mengaji bergantian kepada pengajar. Bagi siswa yang masih menunggu giliran mereka mengaji, maka diberi tugas terlebih dahulu seperti menulis, tugas ini juga diberikan kepada yang sudah selesai membaca.

(26)

46 Terakhir ditutup do’a bersama dengan do’a khotmil Qur’a>n dan salam (Rohmi & Budiyanto, 2020)

Kelebihan dari model pembelajaran ini adalah materi pembelajaran benar-benar berbobot karena disusun langsung oleh ahli pembelajaran al- Qur’a>n yang berbasis Pesantren. Adapun kelemahannya adalah bahwa model ini kurang menyebar di lembaga-lembaga pendidikan formal, penyebarannya lebih banyak di kalangan Pesantren, sehingga terbatas dalam penggunaannya secara umum di lingkungan pendidikan formal.

h. Model pembelajaran Jibril

Model Pembelajaran Jibril dicetuskan oleh KH. M. Bashori Alwi pengasuh Pesantren Ilmu al-Qur’a>n (PIQ) di Singosari Malang. Model pembelajaran Jibril ini adalah suatu model pembelajaran yang merujuk pada bagaimana Malaikat Jibri>l AS. membawa wahyu dari Allah SWT., dan mengajarkannya kepada Nabi> Muhammad SAW. (Alwi, 2005)

Model pembelajaran Jibril ini pada intinya adalah bagaimana siswa menirukan bacaan guru, dengan teknis guru mengawali dengan membaca ayat tertentu atau potongan ayat, lalu para siswa menirukannya. Kemudian guru membaca lagi satau atau dua kali dan kembali ditirukan oleh siswa.

Kemudian guru melanjutkan membaca ayat berikutnya dan kembali ditirukan oleh murid sebagaimana sebelumnya. Begitulah pembelajaran terus dilangsungkan sampai siswa benar-benar mampu membaca dengan tepat sesuai yang dicontohkan oleh gurunya. Model pembelajaran seperti inilah yang juga telah dilakukan Nabi> Muhammad SAW., kepada sahabat- sahabat beliau. Nabi> Muhammad SAW. membacakan atau mentalqinkan bacaan al-Qur’a>n kepada para sahabat beliau lalu para sahabat menirukannya (Alwi, 2005; Fauzi & Riadi, 2021)

Kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran ini sama halnya dengan model pembelajaran sebelumnya yaitu Yanbu’a, yaitu kelebihannya adalah materi pembelajarannya benar-benar berbobot karena disusun langsung oleh ahli pembelajaran al-Qur’a>n yang berbasis pesantren. Adapun

(27)

47 kelemahannya adalah bahwa model ini kurang menyebar di lembaga- lembaga pendidikan formal, lebih banyak di kalangan pesantren, sehingga terbatas dalam penggunaannya secara umum di lingkungan pendidikan formal

Dari delapan model pembelajaran al-Qur’a>n yang telah dipaparkan, peneliti menemukan celah untuk menghadirkan bahan ajar al-Qur’a>n baru dengan pengembangan yang berbeda dibandingkan model-model sebelumnya, dan lebih sesuai serta memudahkan untuk dipelajari khususnya bagi usia dewasa dengan tingkat kesibukan dan stress yang cukup tinggi. Bahan ajar yang akan peneliti hasilkan tersebut memasukkan media peta konsep yaitu memuat rumusan singkat dan mudah difahami, yang berisi kaidah atau aturan bacaan al-Qur’a>n ringkas. Bahan ajar yang akan peneliti hasilkan juga menggunakan pendekatan kosakata Indonesia yang ditulis dengan huruf Arab/Hijaiyyah dalam sejumlah latihan-latihan pembelajarannya, sehingga memudahkan untuk dilafalkan sebagai sarana belajar al-Qur’a>n yang menarik dan efektif, khususnya bagi kalangan dewasa. Selain itu buku ajar dilengkapi dengan metode pembelajaran yang mengacu pada teori Andragogi atau pembelajaran orang dewasa, sehingga proses pembelajaran benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar usia dewasa.

3. Teori pembelajaran bermakna Ausubel untuk media peta konsep

Menurut ahli psikologi pendidikan David Ausubel, belajar yang dilakukan seseorang bisa dibedakan menjadi dua model, yaitu belajar cara bagaimana menemukan, dan sekedar belajar untuk menerima materi yang diberikan. Jika belajar menerima, maka peserta didik hanya diarahkan untuk menerima saja materi yang diberikan, seperti hanya sekedar tinggal menghafalkan pelajaran yang ada. Namun untuk belajar dengan cara menemukan, maka konsep yang akan dipelajari adalah hasil yang juga ditemukan para peserta didik dengan memahaminya lebih mendalam, sehingga peserta didik tidak sekedar menerima begitu saja.

(28)

48 Pada tahun 1963 ahli psikologi pembelajaran Ausubel kemudian mengemukakan sebuah teori pembelajaran yang disebut dengan teori Pembelajaran Bermakna, yang memiliki pengertian bagaimana mengaitkan suatu informasi baru dalam proses belajar dengan mengaitkannya kepada konsep yang relevan yang ada pada struktur kognitif peserta belajar itu sendiri (Ausubel, 1963; Sudjana, 2005; Y. E. Setiawan & Syaifuddin, 2020).

Masih menurut Ausubel, terdapat setidaknya tiga hal yang akan menjadi kebaikan atau manfaat dari apa yang disebut dengan belajar bermakna, yaitu pertama; materi pelajaran yang didapat dari pembelajaran bermakna ini akan lebih lama diingat informasinya, kedua; pelajaran yang baru dipelajari akan mudah difahami karena berkaitan dengan konsep yang telah difahami sebelumnya, dan yang ketiga; pelajaran yang mungkin terlupa tapi pernah dikuasai dengan cara pembelajaran bermakna maka akan tetap meninggalkan bekas, sehingga menjadikan mudah kembali untuk diingat-ingat.

Salah satu contoh penerapan Pembelajaran Bermakna menurut Ausubel, bisa dilakukan melalui media peta konsep, yaitu dengan langkah- langkah sebagai berikut:

a. pilihlah suatu materi dan buku pelajaran yang ada.

b. lalu mulailah menentukan apa saja konsep yang dianggap relevan.

c. kemudian urutkanlah sejumlah konsep yang ada tadi sesuai kebutuhan.

d. selanjutnya susunlah konsep-konsep yang ada tersebut dengan menuliskannya pada kertas

e. dan hubungkanlah antara konsep-konsep tersebut menggunakan kata-kata yang menghubungkan sehingga menjadi suatu gambaran peta konsep.

Mengacu pada teori pembelajaran bermakna Ausubel ini, maka penelitian dalam disertasi ini akan mengambil dari sisi media pembelajaran peta konsepnya, yang akan digunakan menjadi dasar pengembangan model pembelajaran membaca al-Qur’a>n.

Lebih lanjut tentang model-model media pembelajaran peta kosep, secara umum terdapat empat macam peta konsep, yaitu: peta konsep berbentuk pohon jaringan atau disebut network tree, bentuk lainnya adalah peta konsep rantai kejadian atau disebut dengan events chain, kemudian ada pula peta

(29)

49 konsep siklus atau yang disebut dengan cycle concept map, dan ada lagi bentuk peta konsep laba-laba atau yang disebut spider concept map (Kardi & Nur, 2000; Erman, 2003)

a. Peta konsep dalam bentuk pohon jaringan (network tree)

Peta konsep ini berupa persegi empat yang memuat pokok-pokok bahasan dalam suatu pelajaran, selanjutnya dihubungkan menggunakan garis yang menghubungkan dengan kata-kata atau konsep pelajaran lainnya.

Pokok-pokok bahasan diletakkan pada suatu susunan yang menjelaskan dari umum ke yang lebih khusus, dan dibuat semacam cabang-cabang dari konsep yang utama, kemudian dihubungkan menggunakan garis-garis. Peta konsep dalam bentuk pohon jaringan ini cocok jika digunakan sebagai sarana menggambarkan informasi yang memiliki sebab-akibat, atau adanya suatu bentuk hirarki, atau juga cabang-cabang dari suatu prosedur yang harus dilakukan.

b. Peta konsep dalam bentuk rantai kejadian (event chain)

Peta konsep dalam bentuk rantai kejadian ini, bisa menjadi sarana untuk menjelaskan bagaimana urutan-urutan dari suatu kejadian, tahapan-tahapan dari suatu prosedur yang harus dilakukan, atau juga langkah-langkah yang harus ditempuh dalam suatu proses. Contohnya dalam melakukan suatu uji coba atau eksperimen. Peta konsep model ini cocok jika akan digunakan menggambarkan urutan dari suatu kejadian, langkah-langkah dari suatu proses yang akan dilakukan, dan tahapan-tahapan dari suatu prosedur yang ada.

c. Peta konsep dalam bentuk siklus (cycle concept mapping)

Dalam peta konsep siklus, peta konsep ini menggambarkan kejadian yang tidak memiliki hasil akhir tapi menghubungkan lagi pada kejadian awalnya secara berulang-ulang. Peta konsep ini bisa digunakan untuk menjelaskan bagaimana hubungan rangkaian dari suatu kejadian yang saling berinteraksi dan menghasilkan hal yang berulang.

(30)

50 d. Peta konsep berbentuk laba-laba (spider concept map)

Peta konsep ini biasa digunakan sebagai pembahasan yang saling memberikan curah pendapat, yaitu menuliskan ide-ide yang kemudian dijadikan masukan untuk menjadi suatu ide utama, dari awalnya ide yang bisa dikatakan bercampur aduk lalu menjadi suatu ide pokok besar. Peta konsep model laba-laba ini bisa digunakan untuk menggambarkan hal-hal yang tidak dibahas menurut hirarkinya, kecuali dalam kategori tertentu, menggambarkan hasil dari curah pendapat, dan kategori pembahasan yang tidak dalam bentuk paralel.

Sejumlah ahli juga menyebut tentang model-model dari peta konsep lainnya, antara lain: linear concept maps (keterkaitan antar suatu konsep dengan konsep lainnya), hierarchical concept (menggambarkan informasi yang diurut sesuai kepentingan yang dibutuhkan), spider concept maps (gambaran yang memiliki suatu tema utama), cross-linked concept maps (gambaran menggunakan kata yang mendiskripsikan sesuatu)

Manfaat dari media belajar menggunakan peta konsep ini adalah akan membuat proses belajar terasa lebih bermakna, sebab pelajaran atau informasi baru yang didapatkan telah berkaitan dengan pengetahuan terstruktur siswa yang telah dimiliki oleh mereka sebelumnya, sehingga pelajaran dengan media peta konsep ini akan lebih mudah untuk difahami dan diserap oleh peserta didik (Hudoyo 2002; Darraj et al., 2019; Khotimah et al., 2020). Dengan peta konsep, peserta didik juga akan memiliki ingatan yang lebih kuat dan mendapat kemudahan untuk menerapkan konsep yang telah ia pelajari, hal ini juga akan menghilangkan kesulitan-kesulitan yang menjadi kendala dalam mempelajari suatu materi pelajaran (Chu et al., 2011; Paul et al., 2021).

4. Media pembelajaran dengan transliterasi

(31)

51 Transliterasi diartikan sebagai sistem penulisan lambang dari suatu bunyi. Adapun pengertian dari sisi bahasa, transliterasi ini berasal dari kata bahasa Inggris “transliteration”, yang memiliki arti suatu lambang dari bunyi, fonem atau juga kata dalam suatu sistem penulisan sesuai ketentuan tata bahasa yang ada (Salim, 1996). Selanjutnya dari sisi penjelasan istilah, transliterasi diartikan dengan penulisan atau juga pengucapan huruf asing dalam bentuk suatu lambang yang memiliki kesamaan bunyi. Jika kita merujuk pada Kamus Bahasa Indonesia, maka transliterasi diartikan dengan upaya penyalinan atau penggantian dari huruf abjad tertentu ke huruf abjad lainnya (KBBI, 2008). Dalam pengertian yang lain, transliterasi berasal dari bentuk kata kerja “transliterate,” yang memiliki makna penulisan atau pengucapan suatu karakter huruf dari bahasa asing yang disalin menjadi bentuk lambang yang memiliki kesamaan bunyi dalam bahasa lainnya (Webster, 1980).

Dari sejumlah uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan terkait makna transliterasi, yaitu pengucapan suatu lambang bunyi atau penulisan bahasa asing yang diwakili dengan tulisan dalam sistem bahasa lain, yang ketika dibaca tetap memiliki bunyi yang sama.

Di Indonesia, yang dimaksud dengan transliterasi ini adalah penyalinan tulisan Arab kepada tulisan Latin. Pedoman dari transliterasi Arab ke Indonesia ini mengacu pada aturan baku yang telah ditetapkan dalam SKB Menag dan Mendikbud Republik Indonesia No. 158 Tahun 1987 dan No. 0543b/U/1987 (Mahfud & Zuhdy, 2018).

Jika penulisan huruf Arab ke huruf Latin disebut dengan transliterasi Arab-Latin, maka sebaliknya terdapat pula kaidah penulisan huruf Latin/Indonesia ke dalam huruf Arab yang dikenal dengan istilah Arab Pegon.

Arab Pegon merupakan huruf Arab yang telah dimodifikasi sedemikian rupa untuk bisa menuliskan kata dan kalimat berbahasa Jawa, atau berbahasa Madura, juga berbahasa Sunda. Asal dari kata Pegon adalah pego dalam Bahasa Jawa yang memiliki arti menyimpang, karena penulisan Bahasa Jawa dengan huruf-huruf Arab merupakan sesuatu yang dianggap tak lazim. Salah satu model penulisan Arab Pegon yang digunakan untuk menyalin huruf Latin

(32)

52 dalam bahasa Melayu ke huruf Arab disebut dengan aksara Jawi Arab-Melayu (Wahyuni & Ibrahim, 2017; Hidayah, 2019; Wildan Habibi, 2020).

Aksara Jawi Arab-Melayu ini muncul dipengaruhi oleh budaya Islam yang dalam sejarahnya lebih dulu datang ke Indonesia dibandingkan dengan budaya Eropa pada zaman kolonialisme. Menurut catatan sejarah, Arab Pegon ditengarai masuk ke Nusantara sekitar tahun 1200 M. atau ada yang menyebut 1300 M., bersamaan dengan masuknya Islam yang kemudian mulai menggantikan keyakinan Animisme, Hindu dan juga Budha. Pendapat lain menyebut orang yang pertama kali menggagas tulisan Arab Pegon/Arab Melayu adalah RM. Rahmat atau Sunan Ampel, yakni pada sekitar tahun 1400- an, pendapat lain juga menyebut orang pertama yang menggagas tulisan Arab Pegon adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, ada pula pendapat lainnya yang menyebut Arab Pegon digagas oleh Imam Nawawi al-Bantani dari Banten (Koentjaningrat, 1994; Ridlowi, 2018; Elmubarok & Qutni, 2020) Dalam penelitian disertasi ini, pengembangan model pembelajaran al- Qur’a>n yang akan disusun juga akan mengacu pada media pembelajaran transliterasi, namun transliterasi yang dimaksud adalah penyalinan huruf Indonesia ke Arab, namun tidak sama persis dengan yang diterapkan dalam kaidah Arab Melayu atau Arab Pegon, hanya sebagian kaidah Arab pegon yang memungkinkan yang nantinya akan digunakan menjadi desain model pembelajaran al-Qur’a>n ini. Dengan mengacu pada media transliterasi, maka latihan-latihan dalam pembelajaran al-Qur’a>n yang akan disusun dengan memasukkan kosakata Indonesia yang ditulis dengan huruf hijaiyyah akan memiliki dasar acuan yang jelas.

5. Teori pembelajaran orang dewasa (Andragogi)

Andragogi diambil dari bahasa Latin yakni “andros” artinya orang dewasa dan “agogos” artinya melayani atau mempimpin. Andragogi sendiri pertama kali dicetuskan oleh Alexander Kapp tahun 1833 dan dikembangkan oleh Malcom Knowles 1913-1997. Knowles mengartikan bahwa Andragogi adalah suatu seni juga ilmu yang akan membantu peserta didik orang dewasa

(33)

53 dalam proses belajar mereka (Knowles, 1980; Sudjana, 2005; Soedijanto Padmowihardjo, 2014; Sumar, 2018).

Orang dewasa dalam pembahasan Andragogi, tidak dipandang hanya dari segi biologisnya, namun juga dari sisi psikologis dan sosialnya. Dari sisi biologis, orang disebut dewasa jika mampu bereproduksi. Dari sisi psikologis, orang dikatakan dewasa jika mampu bertanggungjawab dalam keputusan yang diambilnya dalam menjalani kehidupan. Dan dari sisi sosial orang disebut dewasa saat mampu melakukan peran-peran yang diberikan kepadanya dalam kehidupan sosial. Sementara itu Dugan Laird memberikan definisi Andragogi sebagai ilmu yang mengkaji tentang bagaimana gaya dan kebutuhan belajar orang dewasa. Dugan berpendapat bahwa gaya dan kebutuhan belajar orang dewasa sangat berbeda secara signifikan dengan gaya dan kebutuhan anak- anak dalam belajar (Hendayat, 2005; Nugraha, 2014; Yusri, 2017) .

Andragogi atau pembelajaran orang dewasa dapat terjadi dengan baik dengan melibatkan peserta didik dalam metode dan bagaimana teknik dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Keterlibatan ego atau keterlibatan diri peserta didik secara umum merupakan kunci utama kesuksesan dari proses belajar kalangan orang dewasa ini. Karenanya, para pengajar diminta untuk terus berupaya membantu para peserta didik orang dewasa dalam hal: (a) menerjemahkan apa yang dibutuhkan untuk dipelajari, (b) merumuskan apa yang ingin dituju dalam pembelajaran, (c) mengajak peserta belajar ikut ambil bagian dan tanggung jawab terkait bagaimana penyusunan dan perencanaan dari pembelajaran yang akan dilakukan, (d) juga ikut berpartisipasi melakukan evaluasi terkait proses belajar yang telah dilakukan dan hasil capaiannya (Rosita, 2011; Anita Rakhman & Dewi Safitri Elshap, 2018; Sintiawati &

Fajarwati, 2019).

Langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh para pengajar sebagaimana yang dikemukakan Knowles antara lain: (a) menghadirkan suasana nyaman dan terkondisi dengan baik dalam belajar melalui bersama-sama dalam menyusun dan merencanakan seperti apa program belajar akan dilakukan ke depan, (b) mencari tahu apa yang dibutuhkan orang dewasa dalam belajar mereka, (c) membuat rumusan tentang tujuan yang ingin dicapai dan materi

(34)

54 apa yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan mereka dalam belajar, (d) melakukan rancangan model belajar yang akan diterapkan bagi peserta didik, (e) menjalankan proses pembelajaran dengan cara atau teknik dan sarana yang efektif dan efisein dalam belajar (f) mengevaluasi segala hal terkait kegiatan belajar yang telah dilakukan, dan melihat kembali apa saja yang dibutuhkan orang dewasa dalam belajar selanjutnya. Inti dari teori Andragogi ini pada hakikatnya adalah bagaimana melibatkan diri atau ego peserta didik sepenuhnya. Dengan kata lain kunci kesuksesan orang dewasa dalam belajar adalah pada keterlibatan ego atau diri mereka dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan. (Sudjana, 2005; H. K. Malik, 2008; Sudirman P, 2019).

Teori pembelajaran orang dewasa atau Andragogi ini akan menjadi bahan referensi dalam penyusunan pengembangan bahan ajar al-Qur’a>n pada usia dewasa. Dengan cara memperhatikan apa saja yang dibutuhkan orang dewasa dalam belajar, maka akan dapat menghasilkan metode dan bahan ajar al-Qur’a>n yang efektif dan efisien, sesuai dengan yang benar-benar dibutuhkan orang dewasa dalam kegiatan belajar yang mereka lakukan. (Widyaningrum, 2007; Aminah et al., 2018; Almaidah, 2020).

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Berdasarkan Tema Literatur Review
Gambar 2. Peta Literatur

Referensi

Dokumen terkait

terhadap hasil belajar yang dicapai. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki.. peserta didik, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan..

Perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari gejala kejiwaan antara lain pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi dan sikap. Gejala kejiwaan ini

Berdasarkan pengertian efektivitas e-learning adalah adanya perubahan dalam cara belajar yang meliputi kesadaran, keinginan, pengetahuan, kemampuan dan penguatan menggunakan

Disana dia tumbuh dan berkembang hingga menjadi larva stadium IV dan akan muncul sebagai cacing muda dalam 17 hari setelah terjadi infeksi, untuk menjadi dewasa dan

Nyamuk Aedes aegypti jantan yang lebih cepat menjadi nyamuk dewasa tidak akan terbang terlalu jauh dari tempat perindukan untuk menunggu nyamuk betina yang muncul untuk

Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran tidak sesuai dengan minat anak, tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, maka anak yang kurang berminat

Dari penelitian yang dilakukan tidak ditemukan adanya hubungan perselingkuhan orang tua terhadap pernikahan pada wanita dewasa muda, hal ini memperlihatkan bahwa

Jadi dapat dikatakan bahwa minat berwirausaha adalah keinginan, ketertarikan, serta kesediaan individu melalui ide-ide yang dimiliki untuk bekerja keras atau berkemauan