• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KECEMASAN TERHADAP KEMATIAN PADA LANSIA MUSLIM SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KECEMASAN TERHADAP KEMATIAN PADA LANSIA MUSLIM SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KECEMASAN TERHADAP KEMATIAN PADA LANSIA MUSLIM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

MARIAH ULFAH 131301059

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)
(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Hubungan Religiusitas dengan Kecemasan terhadap Kematian pada Lansia Muslim

Adalah benar karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 25 November 2021

Mariah Ulfah NIM. 131301059

(4)

i

Hubungan Religiusitas dengan Kecemasan terhadap Kematian pada Lansia Muslim

Mariah Ulfah dan Ibu Rodiatul Hasanah Siregar ABSTRAK

Lanjut usia atau lansia merupakan tahapan akhir kehidupan dalam perkembangan hidup individu memiliki rentang usia dari 60-an atau 70-an tahun sampai meninggal. Masa ini individu akan mengalami penurunan dalam hidup baik secara fisik maupun kognitif. Proses penuaan yang terjadi membuat lansia lebih memikirkan tentang kematian. Salah satu strategi dalam menghadapi kecemasan kematian dengan meningkatkan religiusitas. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan kecemasan dalam menghadapi kematian pada lansia muslim. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan menggunakan subjek penelitian yang terdiri lansia yang beragama islam berusia 60 tahun keatas. Pengambilan data dilakukan dengan metode nonprobability incidental sampling. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu skala religiusitas yang disusun peneliti berdasarkan dimensi religiusitas dari Glock & Stark dan skala kecemasan terhadap kematian yang disusun peneliti berdasarkan dimensi kecemasan terhadap kematian Katembaum & aisenberg.

Data dianalisis dengan teknik statistika parametrik person product moment. Hasil pengolahan data diperoleh hasil koefisien korelasi data sebesar -0,170 dengan signifikansi 0,110 (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara religiusitas dengan kecemasan menghadapi kematian pada lansia muslim.

Kata kunci: religiusitas, kecemasan kematian, lansia.

(5)

ii

Correlation between Religiosity with Death Anxiety in Moeslim Elderly Mariah Ulfah and Rodiatul Hasanah, M.Si, Psikolog

ABSTRACT

Late adulthood or elderly ia the final stage of life in the development of indivual’s life which has age range between 60 or 70 years until death. At this time the individual will experince a decline in life both physically and cognitively. The degenerative occur makes elderly more concerned about death. One of strategy in dealing with death anxiety by increas religiosity. This study aimed at finding out the correlation between religiosity with death anxiety in moeslim elderly. This research uses quantitative methods and uses research subjects consisting of 90 muslim elderly (N=96). In this study, non random incidental method was used to collect data. The data collection tools in this study were the religiosity scale which was compiled by researchers based on the religiosity dimension by Glock & Stark and the death anxiety scale which was arranged based on death anxiety by Kastembaum and Aisenberg. Data analysis using person product moment parametric statistical analysis technique. From the result data processing, it was obtained a correlation coefficient -0.170 with sig score 0.110 (p>0.05), meaning that there is no correlation between religiosity with death anxiety in moeslim elderly. Based on the result, it is indicated that religiosity there is no correlation to increasing or reducing death anxiety in muslim elderly.

Key words: religiosity, death anxiety, elderly.

(6)

iii

Kata Pengantar

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa dihadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya dari zaman kebodohan hingga ke zaman Islam yang bercahaya penuh dengan ilmu pengetahuan.

Skripsi ini berjudul “Hubungan Religiusitas dengan Kecemasan terhadap Kematian pada Lansia Muslim” yang diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan skripsi membutuhkan usaha yang keras, kegigihan serta kesabaran. Skripsi tidak akan bisa diselesaikan dengan baik tanpa adanya dukungan dan doá dari orang-orang terkasih yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya serta doanya dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengucapkan terimakasih tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada keluarga penulis; ayahanda Syahrir Matondang, ibunda Nesmi Lubis, dan adik-adik tersayang Rizal Bakri, Ari Ansyah, Dindana Fitriani dan Alwi Nurdin.

Penulis juga mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Zulkarnain, Ph.D selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Bapak Eka Danta Jaya Ginting, M.A., Psikolog selaku Pembantu Dekan I Fakultas Psikologi USU, Bapak Ferry Novliadi, M.Si selaku Pembantu Dekan II Fakultas Psikologi USU dan Ibu Hasnida, Ph.D., Psikolog selaku Pembantu Dekan III Fakultas Psikologi USU.

(7)

iv

2. Ibu Rodiatul Hasanah Siregar, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang penuh kesabaran dalam membimbing penulis, meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyusunan skripsi. Hanya Allah yang mampu membalas membalas setiap kebaikan ibu, semoga Allah Membalas dengan pahala yang melimpah, Amin.

3. Kak Ridhoi Meilona Purba, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik.

Terima kasih atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penulis kuliah di Fakultas Psikologi USU.

4. Terima kasih kepada dosen penguji kak Juliana I Saragih M,Si., Psikolog dan ibu Hasnida, ph.D., psikolog karena telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan bimbingan serta arahan dalam memperbaiki skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi USU. Terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan. Semoga penulis dapat memanfaatkan ilmu tersebut dengan sebaik-baiknya. Seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis.

6. Sahabat-sahabat penulis IC, Ndadut dan Lindka fans BTS, yang selalu ada saat penulis mulai jenuh dan memberikan dukungan dan doanya.

7. Teman-teman kampus tercinta yang tidak bosan-bosannya memberikan dukungan dan doanya serta saran-sarannya kepada penulis semoga kita semua sukses semua, amin.

8. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mulai dari proses persiapan hingga akhirnya selesai yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

(8)

v

Terakhir penulis mohon maaf atas kekurangan dalam skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis sangat harapkan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu psikologi ke depannya dan bagi pihak- pihak yang terkait.

Medan, 25 November 2021

Mariah Ulfah

(9)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 9

1.4.2 Manfaat Praktis ... 9

1.5 Sistematika Penulisan ... 10

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Religiusitas ... 12

2.1.1 Pengetian Religiusitas ... 12

2.1.2 Dimensi-dimensi religiusitas ... 13

2.1.3 Fakor-faktor yang mempengaruhi religiusitas ... 16

2.2 Kecemasan terhadap kematian ... 16

2.2.1 Pengertian kecemasan terhadap kematian ... 16

2.2.2 Dimensi kecemasan terhadap kematian ... 19

2.2.3 Faktor kecemasan terhadap kematian ... 20

2.3 Lansia ... 21

2.3.1 Pengertian Lansia ... 21

2.3.2 Golongan Lansia ... 21

2.3.3 Ciri-ciri Lansia ... 22

(10)

vii

2.4 Hubungan religiusitas dengan Kecemasan terhadap

kematian pada lansia muslim ... 23

2.5 Hipotesis Penelitian ... 26

2.5.1 Hipotesis alternative ... 26

2.5.2 Hipotesis nol ... 26

BAB III : METODELOGI PENELITIAN ... 28

3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Identifikasi Variabel ... 28

3.3 Definisi Operasional ... 29

3.3.1 Realigiusitas ... 29

3.3.2 Kecemasan terhadap kematian ... 29

3.4 Subjek Penelitian ... 30

3.4.1 Populasi ... 30

3.4.2 Sampel ... 30

3.4.3 Teknik Sampling ... 30

3.5 Lokasi Penelitian ... 31

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.6.1 Skala Religiusitas ... 32

3.6.2 Skala Kecemasan terhadap Kematian ... 34

3.7 Uji Coba Alat Ukur ... 35

3.7.1 Validitas Alat Ukur ... 35

3.7.2 Uji Daya Beda Aitem ... 36

3.7.3 Reliabilitas Alat Ukur ... 38

3.8 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 38

3.8.1 Persiapan penelitian ... 38

3.8.2 Pelaksanaan Penelitian ... 39

3.8.3 Pengolahan Data Penelitian ... 39

3.8.4 Analisis Data Penelitian ... 39

(11)

viii

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Gambaran Subjek Penelitian ... 41

4.1.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

4.1.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 42

4.1.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Pendidikan ... 42

4.1.4 Gambaran Subjek Berdasarkan Pekerjaan ... 43

4.1.5 Gambaran Subjek Berdasarkan Status Pernikahan .. 43

4.2 Hasil Penelitian ... 44

4.2.1 Hasil Uji Normalitas ... 44

4.2.2 Hasil Uji Linearitas ... 46

4.2.3 Hasil Analisis Data ... 46

4.3 Hasil Tambahan Penelitian ... 47

4.3.1 Deskriptif Data Penelitian ... 47

4.3.2 Kategorisasi Data Penelitian ... 48

4.3.3 Penyebaran Sampel Berdasarkan Kategorisasi Variabel ... 49

4.4 Pembahasan ... 50

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Kesimpulan ... 55

5.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

LAMPIRAN ... 60

(12)

ix DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blueprint Skala I Religiusitas (sebelum uji coba) ... 33

Tabel 3.2 Blueprint Skala II Religiusitas (sebelum uji coba) ... 34

Tabel 3.3 Blueprint Skala Kecemasan Kematian (Sebelum Uji Coba) ... 35

Tabel 3.4 Blueprint Skala Religiusitas (setelah uji coba) ... 37

Tabel 3.5 Blueprint Skala II Religiusitas (Setelah Uji Coba) ... 37

Tabel 3.6 Blueprint Skala Kecemasan Kematian (Setelah Uji Coba) ... 38

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 42

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan . 42 Tabel 4.4 Gambaran Subjek Berdasarkan Pekerjaan ... 43

Tabel 4.5 Gambaran Subjek Berdasarkan Status Pernikahan ... 43

Tabel 4.6 Normalitas Variabel Religiusitas dengan Kecemasan terhadap Kematian ... 44

Tabel 4.7 Hasil Uji Linearitas Variabel Religiusitas dengan Kecemasan terhadap Kematian ... 46

Tabel 4.8 Uji Signifikansi ... 47

Tabel 4.9 Nilai Hipotetik dan Empirik Religiusitas ... 48

Tabel 4.10 Nilai Hipotetik dan Empiric Kecemasan Kematian ... 48

Tabel 4.11 Kategorisasi Skor Religiusitas ... 49

Tabel 4.12 Kategorisasi Skor Kecemasan Kematian ... 49

Tabel 4.13 Penyebaran Kategorisasi Variabel Penelitian Berdasarkan Gambaran Subjek ... 50

(13)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Grafik Uji Normalitas Religiusitas ... 45 Gambar 4.2 Grafik Uji Normalitas Kecemasan terhadap Kematian ... 45

(14)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Kematian itu merupakan hal yang pasti akan dialami oleh setiap individu yang hidup, namun untuk kapan dan pada siapa kematian akan datang merupakan hal yang sangat misterius, tidak ada yang tahu kapan dan dimana kematian akan datang, kematian bisa pada siapa saja baik itu yang muda atau yang tua, sehat atau sakit, dalam perjalanan atau di rumah (Yuliana, 2015).

Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Papalia (2007, dalam Wijaya & Safitri, 2012) bahwa keberadaan manusia bersifat nyata dan konkrit, tetapi kematian juga nyata dan tak terelakkan.

Pada dasarnya manusia selalu mengharapkan adanya kepastian, adanya pemenuhan dan adanya jaminan rasa aman. Namun, di dalam masalah kematian, manusia harus tunduk pada ketidakpastian dan menuntut manusia untuk belajar menghadapinya (dalam Wicaksono & Meiyanto, 2003). Chusairi (1997 dalam Wijaya & Safitri, 2012) mengatakan karena kematian merupakan hal yang tidak bisa terelakkan dan dapat terjadi setiap saat dan pada siapa saja menimbulkan kecemasan dalam diri individu terhadap kematian.

Kematian dalam Islam terbagi menjadi dua bagian yaitu husnul khotimah (mati yang baik) dan su’ul khotimah (mati yang buruk), setiap individu yang memeluk agama Islam tidak akan tahu kematian yang seperti apa yang akan dialami nantinya. Bagaimana kematian akan datang pada setiap individu tergantung dengan amal ibadah yang dikerjakan selama hidup (Muzdalifah,

(15)

2

2017). Semua individu yang memeluk agama Islam akan mempersiapkan amal ibadah sebaik mungkin untuk menghindari kematian yang su’ul khotimah, termasuk lansia.

Lansia adalah sebutan bagi individu yang berada pada tahap lanjut usia, dan lansia muslim adalah sebutan kepada lansia yang memeluk agama Islam.

Lansia merupakan tahapan akhir dalam proses perkembangan hidup manusia.

Menurut Santrock (2013) lanjut usia (lansia) merupakan manusia yang berada pada rentang usia 60-an atau 70-an sampai meninggal. pada masa ini lansia akan mengalami proses penuaan “degeneratif”. Secara fisik, individu yang telah berusia 65 tahun ke atas tentunya mengalami perubahan bertahap dari kondisi tubuhnya yang sehat menuju kondisi yang memprihatinkan seperti rasa sakit dan penyakit. Namun, ada beberapa individu lansia masih dapat bertahan dalam kondisi sehat dan tetap menikmati banyak kegiatan yang dilakukannya ketika masih muda dulu. Secara kognitif, individu lansia mengalami kemunduran dalam proses penalarannya, namun dapat mencari strategi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut. Secara psikososial, individu lansia menyesuaikan diri dalam menghadapi perubahan yang terjadi di lingkungannya, seperti kematian orang yang dikasihinya dan waktunya untuk pensiun dari pekerjaannya (Papalia, Old & Feldman, 2007).

Setiap lansia muslim pasti mengharapkan surga untuk balasan yang dilakukan selama hidup, sehingga kematian yang husnul khotimah menjadi kematian yang diharapkan setiap lansia muslim. Kemungkinan bisa mendapatkan kematian yang su’ul khotimah menjadi sebuat ketakutan bagi lansia muslim. Untuk mendapatkan kematian yang husnul khotimah lansia

(16)

muslim harus memiliki persiapan amal ibadah yang banyak (Miskahuddin, 2019).

Selain itu, setelah kematian lansia muslim masih harus melewati tahapan menunggu dibangkitkan kembali di akhirat nanti, tempat penantian ini disebut dengan alam barzah, kehidupan di alam barzah ditentukan oleh amal ibadah yang sudah dilakukan semasa hidup. Saat waktunya nanti semua akan dikumpulkan di akhirat untuk menentukan apakah akan masuk surga atau neraka, sehigga lansia muslim yang menganggap dirinya semakin dekat dengan kematian harus mempersiapkan diri dengan amal ibadah sebanyak-banyaknya (Shihab, 2013).

Proses penuaan yang terjadi pada lansia muslim terutama dalam hal penurunan kesehatan membuat lansia muslim lebih sering memikirkan kematian (Hurlock, 1981 dalam Mumpuni, 2014). Pemikiran mengenai kematian seperti apa yang mungkin dihadapi, pemikiran tentang apa yang akan terjadi setelah kematian serta seperti apa rasa sakit yang akan dirasakan jika kematian datang membuat lansia mengalami kecemasan akan datangnya kematian (Pamungkas, 2013).

Respon lansia dalam menghadapi kecemasan terhadap kematian ini berbeda-beda dipengaruhi oleh latarbelakang sosial, kepercayaan, pengalaman hidup serta tingkat religiusitas lansia (Sihombing, Lukman & Mailianingsih, 2015). Papalia (2008 dalam Pamungkas, 2013) mengemukakan ketika lansia memikirkan tentang kematian yang sudah dekat, beberapa lansia mengaku mengalami kecemasan dan rasa takut. Kondisi rasa cemas tersebut dapat mengganggu tugas perkembangan yang harus dilalui oleh lansia (Monks, 2004 dalam Pamungkas, 2013). Untuk mengurangi kecemasan akan kematian tersebut

(17)

4

dapat dilakukan beberapa pendekatan, antara lain mendekatkan diri pada keluarga, teman-teman sebaya, dan juga bisa lebih mendekatkan diri pada agama.

Pendekatan terhadap agama merupakan salah satu coping menghadapi kecemasan terhadap kematian (Setyawan, 2013).

Religiusitas merupakan kesadaran beragama yang dapat mendorong, mempengaruhi, serta mengarahkan individu dalam mengelola dan mewarnai sikap dan tingkah laku dalam pemikiran, perasaan, dan sikap terhadap agama yang dianutnya (Umam, 2014). Menurut Glock dan Stark (dalam Kurniasih, 2015) religiusitas merupakan cara-cara individu dalam mengekspresikan kepentingan agama dan keyakinannya. Spink (1963 dalam Wicaksono, 2003) mengemukakan dalam diri setiap individu terdapat suatu naluri yang disebut dengan naluri religiusitas, yaitu suatu naluri yang meyakini dan mengadakan penyembahan terhadap suatu kekuatan yang berada di luar diri seorang individu. Kemudian mendorong individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan religius.

Memikirkan tentang kematian membuat lansia muslim juga memikirkan tentang kehidupan setelah kematian, memikirkan dosa yang diperbuat selama hidup, memikirkan seberapa banyak pahala yang sudah diperbuat, apakah nanti setelah kematian akan masuk surga atau masuk neraka (Ermawati, 2013).

Sehingga agama sangat berperan penting dalam membentengi lansia muslim dari gangguan kecemasan akan menghadapi kematian, dengan semakin dekat dengan Tuhan dan amal ibadah yang semakin banyak diharapkan akan mampu mengurangi lansia muslim menghadapi kecemasan terhadap kematian (Dulhadi, 2015).

(18)

Kecemasan kematian menurut Templer (1970 dalam Pardosi, 2014) adalah suatu kondisi psikologis baik pikiran-pikiran atau perasaan yang tidak menyenangkan saat memikirkan tentang kematian dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Belsky (dalam Wijaya & Safiri, 2012) mendefinisikan kecemasan terhadap kematian sebagai pemikiran, ketakutan, dan emosi yang tidak normal tentang peristiwa diakhir hidupnya. Schaie dan Willis (1991, dalam Wicaksono dan Meiyanto, 2003) berpendapat bahwa kecemasan terhadap kematian adalah suatu hal yang berkaitan denga faktor seperti: usia, keyakinan agama, dan tingkat dimana individu memiliki kehidupan yang memuaskan. Dilihat berdasarkan usia pembicaraan mengenai kematian lebih sering pada golongan usia lanjut daripada golongan usia lain (Pamungkas, 2013). Hurlock (1999 dalam Debora, 2009) mengemukakan bahwa semakin lanjut usia seorang individu maka semakin sering individu tersebut memikirkan tentang kematian.

Pemikiran tentang bagaimana datangnya kematian, pemikiran akan rasa sakit yang mungkin dialami saat kematian datang menimbulkan kecemasan pada individu akan datangnya kematian (Sudarji, 2013).

Kecemasan terhadap kematian yang dialami lansia mengalami reaksi pada fisik dan psikis yang dapat menurunkan kualitas hidup lansia. Reaksi fisik yang dialami seperti kepala pusing, jantung berdebar-debar, gemetar, nafsu makan berkurang, napas terasa sesak, berkeringat dingin serta badan terasa lemas. Reaksi psikologis yang dialami berupa kondisi emosiaonal yang tidak menyenangkan seperti perasaan khawatir, takut, gelisah, bingung, gugup, susah konsentrasi, sulit tidur, sering merenung atau melamun dan tidak semangat beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari (Budihartiningsih, 2008 dalam Karomah, 2015).

(19)

6

Kecemasan terhadap kematian dapat dipersepsikan sebagai sesuatu hal yang positif dengan menganggap bahwa kematian merupakan hal yang wajar terjadi dalam hidup individu dan merupakan pencapaian hidup dalam kehidupan individu. Kematian dianggap juga sebagai hal yang negatif dengan menganggap bahwa kematian merupakan hal yang sangat menakutkan dan dapat menimbulkan kecemasan pada individu akan datangnya kematian. Kekhawatiran akan keluarga yang ditinggalkan, serta kualitas ibadah yang kurang menganggap diri banyak dosa, ketakutan akan rasa yang akan dirasakan saat menghadapi kematian, juga ketidaktahuan akan apa yang terjadi setelah kematian menjadi hal-hal yang membuat individu merasa cemas akan datangnya kematian (Nurrahmi dalam Ningrum, Dkk, 2018).

Menurut Shihab kecemasan terhadap kematian ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (a) kematian dan apa yang akan mereka alami sesudahnya merupakan sesuatu yang misteri, (b) adanya pemikiran tentang sanak keluarga yang akan ditinggal, (c) kecemasan kematian juga akan muncul akibat merasa bahwa tempat yang akan dikunjungi sangat buruk (Wijaya & Safitri, 2012).

Sebuah studi yang dilakukan oleh Setyawan (2013) menggambarkan alasan lansia mengalami kecemasan akan kematian. Melalui observasi dan wawancara langsung terhadap 52 orang lansia mengenai kesiapan lansia menghadapi datangnya kematian, didapatkan hasil bahwa 27 diantara menyatakan belum siap jika sewaktu-waktu ajal menjemputnya, karena masih banyak dosa, 22 orang manyatakan siap dijemput tetapi setelah menyelesaikan urusan di dunia, 3 orang menyatakan siap jika sewaktu-waktu ajal menjemput mereka. Berdasarkan

(20)

observasi tersebut diketahui bahwa ketidaksiapan lansia akan datangnya kematian memiliki peran penting dalam memunculkan kecemasan terhadap kematian.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi mengalami rasa takut terhadap kematian yang cenderung rendah. Sebaliknya individu yang individu yang tidak religius dan tidak melaksanakan ritual religiusitas secara konsisten cenderung mengalami kecemasan terhadap kematian yang lebih tinggi (Lahey, 2003).

Penelitian yang dilakukan Cupertino & Haan (dalam Daulay, 2015) menunjukkan bahwa praktik religius dan perasaan religius memciptakan rasa kesejahteraan pada individu lanjut usia. Religiusitas juga menjadikan individu memiliki sistem keberhargaan diri yang kuat sehingga cenderung tidak mengalami kecemasan terhadap kematian (Newman & Newman, 2006 dalam Daulay, 2015).

Gallup & Jones mengemukakan bahwa individu berusia 65 tahun ke atas meyakini agama memiliki pengaruh yang paling signifikan dalam kehidupan mereka, sehingga mereka berusaha untuk melaksanakan keyakinan agama tersebut dan menghadiri pelayanan agama. Studi yang dilakukan oleh San Diego juga menunjukkan hasil yang sama bahwa lansia yang orientasi religiusnya sangat kuat diasosiasikan dengan kesehatan yang lebih baik (Debora, 2009).

Rita Atkinson (dalam Dulhadi, 2015) menemukan bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh lansia adalah konflik bathin antara keputusasaan dengan ketuhanan, sehingga membuat para lansia merasa senang membantu kegiatan-kegiatan yang bersifat religiusitas. Robert H. Thouless (1992, dalam Dulhadi, 2015) menemukan bahwa lansia memiliki kecenderungan menerima

(21)

8

pendapat dalam hal keagamaan dan lebih menyadari akan adanya kehidupan setelah kematian (akhirat).

Lansia yang religius senantiasa berperilaku sesuai dengan ajaran agama, dan kepercayaan akan kehidupan lain setelah kematian menjadi pengaruh yang sangat besar dalam meminimalisir kecemasan individu akan kematian, misalnya konsep mengenai surga dan neraka (dalam Pamungkas, 2013). Religiusitas selalu dikaitkan dengan terciptanya kondisi psikologis yang positif, termasuk didalamnya dalam menghadapi kecemasan terhadap kematian (dalam Wicaksono, 2003).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara religiusitas dengan kecemasan terhadap kematian pada lansia muslim?

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan kecemasan terhadap kematian pada lansia muslim.

(22)

1.3 Manfaat Penelitian 1.3.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis berupa:

a. Sebagai referensi dan pengetahuan bagi ilmu psikologi, terutama mengenai religiusitas dan hubungannya dengan kecemasan terhadap kematian.

b. Sebagai tambahan literatur mengenai hubungan antara religiusitas dengan kecemasan terhadap kematian pada lansia muslim.

c. Sebagai masukan bagi peneliti lain yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara religiusitas dengan kecemasan terhadap kematian pada lansia muslim.

(23)

10

1.3.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis berupa:

a. Bagi lansia: hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai hubungan religiusitas dengan kecemasan terhadap kematian pada lansia muslim.

b. Bagi keluarga: hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai hubungan religiusitas dengan kecemasan terhadap kematian pada lansia serta menjadi pertimbangan bagi keluarga dalam upaya membantu lansia mengurangi kecemasan terhadap kematian.

c. Bagi mahasiswa: hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumber referensi tambahan dalam menjelaskan hubungan religiusitas dengan kecemasan terhadap kematian pada lansia muslim.

1.4 Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisikan tentang latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan. Di bab ini peneliti juga menuliskan rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini, tujuan penelitian, manfaat penelitian secara teoritis maupun praktis yang dapat langsung dirasakan oleh masyarakat khususnya responden dalam penelitian ini, serta sistematika penulisan proposal.

(24)

BAB II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan tinjauan teoritis variabel-variabel penelitian, yaitu religiusitas, kecemasan terhadap kematian, hingga dinamika hubungan antara religiusitas dan kecemasan terhadap kematian.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, variabel yang diteliti, sampel dan populasi penelitian, alat ukur yang akan digunakan berikut validitas dan reliabilitasnya serta metode analisis data yang akan digunakan terhadap hasil penelitian.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi penjelasan bagaimana gambaran hubungan antar dua variabel dengan menggunakan analisis statistik. Pada bab ini juga akan dibahas mengenai interpretasi data yang diuraikan dalam pembahasan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan dari peneliti berdasarkan hasil penelitian dan saran bagi pihak lain berdasarkan hasil yang diperoleh.

(25)

12 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Religiusitas

2.1.1 Pengertian Religiusitas

Menurut Drikarya (dalam Daulay, 2015) kata “religi” berasal dari bahasa latin

‘religio” yang artinya mengikat. Maksud dari kata tersebut adalah suatu aturan-aturan yang harus dilaksanakan, fungsinya untuk mengikat dan mengutuhkan diri seseorang atau sekelompok orang dalam hubungan dengan Tuhan atau sesama manusia juga alam sekitar. Harun Nasution (dalam Sari, 2011) membedakan pengertian agama berdasarkan tiga asal kata, yaitu al-din yang artinya undang-undang atau hukum, dalam bahasa arab al-din mengandung makna menguasai, menundukkan, patuh dan kebiasaan. Kata religi (dalam bahasa latin relegee) yang artinya mengumpulkan atau membaca. Adapun untuk kata agama terdiri dari a=tidak dan gam=pergi sehingga agama diartikan sebagai tidak pergi, tetap ditempat atau diwarisi turun temurun.

Istilah religi ini sering dibedakan dengan istilah religiusitas, religi lebih menunjukkan pada aspek yang berkaitan dengan aturan-aturan atau kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas lebih menunjukkan pada aspek kepercayaan individu terhadap agama tersebut (dihayati individu didalam hati) (Daulay, 2015).

Menurut Pargament agama merupakan suatu pencarian makna terkait dengan kesucian. Pargament juga mengemukakan dua aspek penting dari definisi agama yang dimaksud yaitu: pencarian akan makna (asearch for significance) dan kesucian (secret). Pencarian dapat dipahami sebagai cara mencapai tujuan hidup seseorang (Azizah, 2016).

(26)

Glock dan Stark (1965, dalam Kurniasih 2015) mengemukakan religiusitas sebagai cara individu dalam mengekspresikan keyakinan agama yang dimilikinya.

Corsini (2011 dalam Daulay, 2015) mengatakan religiusitas adalah istilah yang mengacu pada curahan perhatian individu terhadap agama yang dipercayainya.

Kelly (dalam Naini, 2015) mengatakan bahwa dalam menilai religiusitas individu tidak hanya diamati dari suatu sistem kepercayaan dan kegiatan ritual yang dilakukan, namun juga mencakup bagaimana cara individu memberi suatu kehidupan. Religius merupakan suatu keadaan individu merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia, dan manusia harus patuh dan bergantung pada kekuatan tersebut, semakin tinggi kepercayaan individu akan kekuatan tersebut maka tingkat religiusitasnya semakin meningkat pula (Dister dalam Daulay, 2015).

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa religiusitas merupakan kepercayaan individu akan agama yang dianutnya dengan melaksanakan aturan-aturan dan keajiban-kewajiban dalam agama tersebut dengan sepenuh hati dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.2 Dimensi-dimensi Religiusitas

Religiusitas tidak hanya pada ketika seseorang melakukan kegiatan ritual keagamaan, religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia, baik itu aktivitas yang tampak maupun yang terjadi dalam hati seseorang. Ancok &

Suroso (2004) mengemukakan keberagamaan seseorang meliputi berbagai macam atau dimensi. Glock dan Stark (dalam Ancok & Suroso, 2004) mengemukakan lima dimensi religiusitas, yaitu:

(27)

14

1. Dimensi keyakinan (ideologis)

Dimensi ini berupa keyakinan pada agama yang diyakini serta pengharapan- pengharapan orang untuk berpegang teguh pada agama dan mengakui doktrin-doktrin tersebut.

2. Dimensi peribadatan (ritualistik)

Dimensi ini mencakup perilaku-perilaku pemujaan, ketaatan dan kegiatan lainnya untuk menunjukkan komitmen pada agam yang dianut. Ritual dalam hal ini berupa tindakan-tindakan formal dan praktik-praktik suci yang dilakukan dan mengharapkan para pemeluk agama melakukannya. Ketaatan dalam hal ini berupa komitmen dari aspek ritual yang dilakukan dalam peribadatan dalam keagamaan.

3. Dimensi pengalaman (eksperensial)

Dimensi ini memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapa-pengharapan tertentu. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau kelompok keagamaan terhadap agama yang dianut.

4. Dimensi pengetahuan (intelektual)

Dimensi ini mengacu pada orang-orang yang menganut agama tertentu memiliki sejumlah pengetahuan menganai dasar-dasar agama yang dianut, baik itu keyakinan, peribadatan, kitab suci atau tradisi.

5. Dimensi konsekuensial

Dimensi ini mengacu pada akibat-akibat dari keyakinan keagamaan, praktik keagamaan, pengalaman kegamaan yang dialami dan pengetahuan akan agama yang dianut dalam kehidupan sehari-hari.

(28)

Ancok dan Suroso (2004) merumuskan dimensi religiusitas Glock dan Stark disesuaikan dengan keyakinan islam:

1. Dimensi keyakinan disejajarkan dengan akidah

Dimensi ini mengacu pada keyakinan seorang muslim terhadap kebenaran ajaran islam, terutama pada ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik, seperti keyakinan tentang Allah, malaikat, rasil, kitab, hari akhir serta qhodo dan qodar.

2. Dimensi peribadatan disejajarkan dengan syariah

Dimensi ini mengacu pada tingkat kepatuhan seorang muslim dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan ibadah yang dianjurkan oleh agama, kegiatan kegamaan berupa sholat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Qur’an, do’a, zikir, ibadah Qurban dan sebagainya.

3. Dimensi pengalaman disejajarkan penghayatan

Dimensi ini menunjukkan tingkat seorang muslim dalam merasakan dan memiliki perasaan dan pengalaman religius. Dimensi ini berupa perasaan dekat dengan Allah, perasaan selalu dilindungi, perasaan tentram dan bahagia karena percaya pada Allah, perasaan khusuk dalam melaksanakan ibadah, berserah diri kepada Allah dan sebagainya.

4. Dimensi pengetahuan disejajarkan dengan ilmu

Dimensi ini menunjukkan tingkat pengatahuan dan pemahaman seorang muslim mengenai ajaran-ajaran dalam agama. Ajaran-ajaran dalam hal ini berupa ajaran-ajaran pokok sesuai dengan kitab suci, misalnya pengetahuan mengenai Al-Qur’an, rukun islam dan rukun iman, hukum-hukum islam dan sebagainya.

(29)

16

5. Dimensi konsekuensial disejajarkan dengan akhlak

Dimensi ini menunjukkan tingkat seorang muslin dapat menunjukkan perilaku-perilaku yang didasari pada ajaran-ajaran islam, yaitu bagaimama seorang muslim menjalin hubungan dengan dunia, terutama dengan sesama manusia. Hal ini dapat berupa perilaku tolong menolong, bekerja sama, jujur, memmaafkan dan sebagainya.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas

Menurut Rakhmad (dalam Naini, 2015) ada tiga faktor yang mempengaruhi religiusitas yaitu:

a. Faktor internal, meliputi hereditas (keturunan), usia, kepribadia, dan kondisi kejiwaan.

b. Faktor eksternal, meliputi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat,

c. Faktor fanatisme, merupakan taqlid keagamaan dan ketaatan, berupa ekspresi dari pengahayatan dan mengamalkan ajaran agama.

2.2 Kecemasan terhadap Kematian

2.2.1 Pengertian kecemasan terhadap kematian

Atkinson (1991 dalam Pardosi, 2014) mengatakan kecemasan merupakan keadaan emosi yang tidak menyenangkan dengan gejala seperti: kekhawatiran, keprihatinan, rasa takut yang kadang-kadang dialami dengan tingkat yang berbeda-beda. Kaplan (1997 dalam Kurniawati, 2008) mengatakan bahwa respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar dan konfliktual. Tillick (dalam Wijaya dan Safitri, 2012) mengatakan salah satu bentuk kecemasan adalah kecemasan akan nasib dan kematian.

(30)

Menurut Zubair (2001 dalam Wijaya dan Safitri, 2012) kematian merupakan peristiwa yang terjadi dari berpisahnya jiwa dan raga, raga atau badan adalah kualitas kebendaan yang ada pada saat datang kematian akan musnah, sedangkan jiwa adalah kualitas rohani pada saat datang kematian akan bersifat abadi. Robert Kastembaum (2009 dalam Santrock, 2013) mengemukakan ada beberapa komponen yang menjadi bagian dari kematian yaitu: pertama, orang- orang, karena kematian merupakan hal yang tidak terelakkan oleh siapapun, setiap orang pasti akan terlibat dengan kematian. Kedua, tempat atau keadaan, kematian bisa terjadi dimana saja (baik dirumah, dirumah sakit, dijalan, disekolah dan lain- lain) dan dalam keadaan bagaimanapun (baik sedang sakit, sehat, sedang tidur, sedang bekerja, dan lain-lain). Ketiga, waktu, kematian melibatkan waktu dan kesempatan yang tidak diketahui oleh setiap orang (hari ini, besok, lusa, tahun depan, saat ulang tahun dan sebagainya). Keempat, objek, banyak objek dalam suatu budaya dihubungkan dengan kematian (peti mati, kain kafan, pakaian hitam, keranda, mobil jenazah dan sebagainya). Kelima, simbol, simbol seperti tengkorak dan lambang yang biasa digunakan sebagai lambang bahaya, juga ritual pada agama (upacara kematian). Chusairi (1997 dalam pardosi, 2014) mengatakan karena kematian merupakan hal yang tidak bisa terelakkan dan bisa datang kapan dan dimana saja dapat menimbulkan kecemasan dalam diri individu.

Blackburn dan Davidson (1994 dalam Pardosi, 2014) mengemukakan kecemasan terhadap kematian merupakan gejala fisik maupun psikologis yang tidak menyenangkan sebagai reaksi akan perasaan takut, tidak jelas, terhadap datangnya kematian, ditandai dengan munculnya perubahan suasana hati, motivasi dan gejala biologis seperti jantung berdebar, serta pada prilaku seperti gugup,

(31)

18

gelisah dan kewaspadaan yang berlebihan. Templer (1970 dalam Wijaya &

Safitri, 2012) mengatakan bahwa kecemasan terhadap kematian adalah suatu kondisi psikologis baik pikiran-pikiran atau perasaan yang tidak menyenangkan saat memikirkan tentang kematian dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.

Belsky (dalam Wijaya dan Safitri, 2012) menggambarkan kecemasan terhadap kematian sebagai pemikiran, ketakutan dan emosi tentang peristiwa yang dialami selain kondisi hidup yang biasanya. Hidayat (2006 dalam Wijaya dan safitri, 2012) mengemukakan kecemasan terhadap kematian berasal dari ketakutan akan kehilangan hidup didunia dan kengerian akan kematian. Momeyer (1988 dalam Muthoharoh dan Andriani, 2014) mengatakan bahwa kecemasan kematian adalah rasa takut akan kemusnahan atau kerusakan total. Kecemasan kematian menurut Scheie dan Willis (1991 dalam Wicaksono, 2003) adalah suatu hal yang berkaitan dengan faktor seperti usia, keyakinan religius, dan tingkat dimana individu mempuanyai kehidupan yang memuaskan.

Conte (1982) dan Florian (1984, dalam Wijayanti dan Lailatushifah, 2012) menyebutkan bahwa individu yang memiliki kecemasan terhadap kematian akan mengalami kecemasan akan kehilangan pemenuhan diri, kecemasan akan kehancuran diri, kecemasan akan kehilangan identitas sosial, kecemasan akan kehilangan keluarga dan sahabat, kecemasan akan misteri kematian, kecemasan akan hukuman di akhir zaman, dan kecemasan akan penderitaan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan terhadap kematian merupakan suatu kondisi psikologis individu baik itu pemikiran-pemikiran atau perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan saat memikirkan tentang kematian, ditandai dengan perubahan-perubahan pada diri

(32)

individu, seperti perubahan suasana hati, gugup, gelisah dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.

2.2.2 Dimensi kecemasan terhadap kematian

Menurut Kastenbaum & Aisenberg (1976, dalam Yuliana, 2015) kecemasan terhadap kematian terbagi dalam tiga dimensi, yaitu:

1. Kecemasan akan proses menuju kematian (fear of dying). Kecemasan ini dibagi ke dalam dua bagian, yaitu kecemasan akan penderitaan dan hilangnya harga diri (martabat). Individu merasa cemas akan kemungkinan penderitaan yang akan dialami menjelang kematiannya. Selain cemas akan penderitaan fisik yang mungkin dialami, individu juga takut bahwa integritasnya akan terpecah selama proses menuju kematian. Ia takut menjadi tergantung pada orang lain untuk memenuhi semua kebutuhannya, sehingga martabat atau harga dirinya merasa terancam.

2. Kecemasan akan kehidupan sesudah kematian (fear of afterlife). Kecemasan akan apa yang terjadi setelah kematian dapat meliputi rasa cemas akan datangnya hukuman serta penolakan yang akan dialami. Individu takut bahwa ia harus membayar semua dosa dan pelanggaran yang telah dilakukan semasa hidupnya. Selain hukuman yang mungkin diterima, individu juga cemas akan mengalami keterasingan dari Tuhan sebagai bentuk penolakan terhadap dirinya. Kecemasan ini terutama dirasakan oleh orang yang memiliki kepercayaan akan adanya Tuhan, dan menjadi pusat kekhawatiran sepanjang hidupnya.

(33)

20

3. Kecemasan akan kemusnahan diri (fear of extinction). Hal ini merupakan dasar dari kecemasan akan kematian. Merupakan hal yang sulit bagi individu untuk merasakan atau berpikir mengenai kemungkinan bahwa dirinya suatu saat musnah ke dalam suatu keadaan “tidak ada”.

2.2.3 Faktor kecemasan kematian

Henderson (2002, dalam Wijayanti dan Lailatishifah, 2012) mengemukakan ada 4 faktor yang menyebabkan timbulnya kecemasan terhadap kematian pada individu, yaitu:

1. Usia

Usia seseorang mempengaruhi seseorang mengalami kecemasan akan kematian. Kecemasan kematian disetiap golongan usia berbeda-beda satu sama lain.

2. Integritas ego

Kemampuan diri untuk mengembangkan dan menggunakan pengalaman hidup setiap individu berbeda-beda, sehingga dalam menanggapi kematian setiap individu berbeda-beda.

3. Kontrol diri

Setiap individu memiliki kontrol diri yang berbeda-beda, sehingga mengakibatkan persepsi akan kematian juga berbeda-beda dan kecemasan yang dialami terhadap kematian juga berbeda-beda.

4. Personal sense of fulfilment

Kontribusi yang telah diberikan individu selama hidupnya juga mempengaruhi tingkat kecemasan individu terhadap kematian.

(34)

2.3 Lansia

2.3.1 Pengertian lansia

Santrock (2013) menjelaskan bahwa usia lanjut merupakan manusia yang berada pada rentang usia 60-an atau 70-an sampai meninggal. Masa ini merupakan masa penyesuaian diri akan penurunan fungsi-fungsi tubuh baik itu secara fisiologis, kognitif atapun kesehatan, menatap kembali kehidupan, masa pensiun dan penyesuaian dengan peran-peran sosial selepas pensiun. Hurlock (1999 dalam Daulay, 2015) mengatakan bahwa lansia merupakan priode terakhir atau penutup dalam rentang hidup seseorang. Hasan (2006 dalam Debora, 2009) tahap usia lanjut adalah tahap terjadi penuaan dan penurunan. Penuaan yang terjadi dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf, dan jaringan tubuh lainnya.

Menurut Erikson lansia merupakan tahap kehidupan saat seorang individu mencapai integritas, namun jika gagal dalam mencapai integritas akan menyebabkan kondisi keputusasaan (Pardosi, 2014).

Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa lansia merupakan tahap perkembangan terakhir hidup manusia yang berada pada rentang usia 60-an atau 70-an sampai meninggal, pada tahap ini terjadi proses degenetarif dan penurunan fungsi-fungsi tubuh, dalam sosial lansia masuk pada tahap integrasi namun jika gagal masuk pada tahap putus asa.

2.3.2 Lansia muslim

Lansia muslim merupakan panggilan untuk lansia yang mempercayai agama Islam. Sebagaimana diketahui terdapat banyak agama di dunia ini salah satunya adalah Islam. Dalam Islam lansia muslim memiliki kedudukan yang

(35)

22

paling tinggi dalam masyarakat, lansia muslim sangat dihormati dan dipatuhi berdasarkan pengalaman dan ilmu yang dimiliki selama hidup, penuaan yang dialami oleh lansia dianggap sebagai simbol dari pengalaman hidup (Anggraini, 2017).

2.3.3 Golongan lansia

Dalam Papalia (2007) lansia digolongkan kedalam tiga golongan yaitu:

a. Young old, yaitu lansia yang berada pada rentang usia 60-an sampai 74 tahun.

b. Old old, yaitu lansia yang berada pada rentang usia 75-84 tahun c. Oldest old, yaitu lansia yang berada pada rentang usia 85 tahun keatas Newman membagi masa lansia kedalam dua priode, yaitu:

a. Later adulthoood (masa dewasa akhir), yaitu lansia yang berada pada rentang usia 60-75 tahun.

b. Very old age, yaitu lansia yang berada pada rentang usia 75 tahun sampai meninggal.

2.3.4 Ciri-ciri lansia

Hurlock (1999 dalam Daulay, 2015) terdapat beberapa ciri lanjut usia yaitu:

a. Periode kemunduran

Kemunduran yang dialami para lanjut usai berupa kemunduran fisik dan mental, kemunduran tersebut sebagian dipengaruhi oleh faktor fisik dan sebagaian dipengaruhi oleh faktor psikologis. Penyebab kemunduran fisik ini merupakan kemunduran pada sel-sel tubuh. Kemunduran dapat juga mempunyai penyebab

(36)

psikologis, sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang lain, pekerjaan dan kehidupan.

b. Perbedaan individual pada efek menua

Perbedaan menjadi tua pada setiap individu dikarenakan oleh sifat bawaan, sosal ekonomi, latar belakang serta pola hidup yang berbeda satu sama lain.

Perbedaan ini akan sangat tampak terlihat pada lanjut usia yang memiliki jenis kelamin sama. Reaksi terhadap penuaan yang terjadi juga berbeda-beda setiap orang.

c. Berbagai streotip pada lanjut usia

Streotip dan kepercayaan tradisional terhadap lansia ini timbul dari berbagai sumber, ada sumber yang menggambarkan bahwa lansia itu tidak menyenangkan, ditambah dengan pendapat klise yang dikenal dalam masyarakat tentang usia lanjut bahwa lansia berada pada keadaan fisik maupun mental yang lemah, usang, pikun, dan sulit hidup berdampingan dengan siapapun. Namun streotip tersebut tidaklah sepenuhnya benar.

d. Menua membutuhkan perubahan peran

Pengaruh kebudayaan dewasa ini, dimana efisiensi, kekuatan, kecepatan dan kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai, mengakibatkan orang yang berusia lanjut sering dianggap tidak ada gunanya lagi. Lansia tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang lebih muda dalam bidang tertentu, sehingga sikap sosial seringkali menjadi kurnag menyenangkan.

(37)

24

2.4 Hubungan antara Religiusitas dengan Kecemasan Kematian pada Lansia Muslim

Kematian berdasarkan Hoyer (2003) merupakan matinya fungsi otak pada waktu tertentu. Menurut Zubair (2001) kematian merupakan proses terpisahnya jiwa dan raga, dalam hal ini raga merupakan benda tubuh dari manusia akan hancur setelah datang kematian, sedangkan jiwa merupakan rohani dari manusia akan tetap abadi setelah kematian. Papalia (2007) mengemukakan bahwa kematian itu tidak diketahui kapan, dimana dan bagaimana akan terjadi, kematian merupakan ketidakpastian yang pasti akan terjadi pada setiap individu, semua individu pasti akan mengalaminya (Wijaya dan Safitri, 2012).

Hasan (2006, Debora, 2009) mengatakan kematian seringkali dianggap sebagai hal yang sangat menakutkan. Cavanaugh & Kail (2000) mengatakan perasaan takut akan kematian merupakan hal yang normal bagi setiap orang (Debora, 2009). Ketakutan yang berlebihan terhadap kematian dapat mengganggu fungsi emosional normal individu. Hal ini dijelaskan dengan penelitian yang menunjukkan keterkaitan antara ketakutan terhadap kematian dengan gangguan emosional seperti neurotik, depresi, gangguan psikosomatis memiliki hubungan yang positif (Feifel dan Nagy, 1981 dalam Wjaya dan Wicaksono, 2003).

Masa lansia adalah masa dimana semua orang berharap menjalani hidup yang tenang dan damai, serta menikmati masa tua bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Namun kenyataan tidak semua lanjut usia berkesempatan akan kehidupan yang tenang dan damai. Pada tahap akhir kehidupan lansia sering mengalami kecemasan, disertai dengan berbagai kemunduran yang dialami memunculkan perasaan takut yang berlebihan. Manurut

(38)

erikson, lanjut usia mengalami integritas versus keputusasaan (dalam Papalia, 2007). Mengalami integritas lansia mencapai penerimaan terhadap apa yang mereka lakukan selama kehidupan mereka dan dapat menyesuaikan diri dengan kehilangan akibat proses penuaan yang dialami serta menghadapi kematian dengan baik. Sedangkan lanjut usai yang mengalami keputusasaan saat dirinya tidak mampu menyesuaikan diri dengan kehilangan yang diterimanya akibat dari proses penuaan serta mengalami permasalahan menghadapi kematian. McCue (1995 dalam Pardosi, 2014) lansia memiliki perasaan yang bercampur aduk saat akan mengahadapi kematian. Kemunduran fisik dan berbagai masalah lainnya yang merupakan akibat dari proses penuaan membuat mereka kehilangan kenikmatan dalam kehidupan dan keinginan mereka untuk hidup. Proses penuaan dan penurunan kesehatan serta fungsi-fungsi fisik membuat kecemasan lansia akan kematian semakin besar ditambah jika dilihat dari kondisi ekonomi dan fungsi sosial dalam kehidupan lansia tidak mendukung akan semakin banyak kekhawatiran-kekhawatiran yang mungkin dialami. Lansia lebih banyak memikirkan kematian dan lebih banyak berbicara mengenai kematian daripada tahap perkembangan hidup lainnya (Hoyer, 2003).

Kecemasan terhadap kematian diartikan sebagai suatu kondisi psikologis baik pikiran-pikiran atau perasaan-perasaan yang tidak mnyenangkan saat memikirkan akan kematian dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Templer, 1970 dalam Muthoharoh dan Andriani, 2014). Schaie dan Willis mengatakan bahwa kecemasan terhadap kematian berhubungan dengan faktor seperti: usia, keyakinan agama, dan tingkat kepuasan hidup individu. Kecemasan terhadap kematian dihubungkan dengan kehilangan eksistensi didunia, kebersamaan

(39)

26

dengan keluarga, kerabat, serta teman yang disayangi jika kematian datang padanya (Hasan, 2006 dalam Debora, 2009).

Kecemasan terhadap kematian yang dialami lansia dapat menggaggu emosional dan kehidupan sosial mereka, sehingga perlu dilakukannya coping untuk membantu mengatasi kecemasan terhadap kematian yang dialami. Salah satu coping yang bisa dilakukan dalam menghadapi kecemasan terhadap kematian adalah dengan coping religiusitas. Individu yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi cenderung mengalami sedikit rasa takut terhadap kematian. Individu yang tidak religius mengalami kecemasan akan kematian pada level yang sedang, individu yang religius yang tidak melaksanakan ritual kepercayaan agama secara konsisten mengalami kecemasan kematian lebih tinggi (Lahey, 2013).

Agama dapat menambah kebutuhan psikologis yang penting dalam hidup lansia, yang dapat membantu dalam menangani kecemasan terhadap kematian, menentukan dan menjaga rasa kebermaknaan hidup, serta menerima kehilangan yang tak terelakkan dimasa tua (Koenig & Larson dalam santrok, 2013).

2.5 Hipotesis penelitian

Berdasarkan uraian mengenai kedua variabel dan hubungan antara religiusitas dan kecemasan terhadap kematian, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

2.5.1 Hipotesis alternative

Bahwa ada hubungan antara religiusitas dengan kecemasan terhadap kematian pada lansia muslim.

2.5.2 Hipotesis nol

(40)

Bahwa tidak ada hubungan antara religiusitas dengan kecemasan terhadap kematian pada lansia muslim.

(41)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan pada bab sebelumnya, yaitu ingin mengetahui hubungan antara religiusitas dengan kecemasan terhadap kematian pada lansia yang beragama islam, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penilitian ini adalah metode kuantitatif. Penelitian kuantitatif menurut Azwar (2013) menekankan analisisnya dalam data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya penelitian kuantitatif dilakukan untuk pengujian hipotesis. Metode kuantitatif memungkinkan diperolehnya signifkansi hubungan variabel yang diteliti. Ditinjau dari jenisnya, penelitian ini merupakan penelitian korelasional, tujuan dari penelitian korelasional adalah untuk melihat hubungan antara dua variabel dalam penelitian. Dalam penelitian ini variabel yang mempengaruhi merupakan variabel bebas dan variabel yang dipengaruhi merupakan variabel tergantung (Azwar, 2013).

3.2 Identifikasi Variabel

Variabel adalah suatu konsep mengenai atribut atau sifat yang terdapat pada subjek penelitian yang dapat bervariasi secara kuantitatif maupun kualitatif (Azwar, 2013). Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu:

(42)

1. Variabel Bebas : Religiusitas

2. Variabel Tergantung : Kecemasan terhadap kematian

3.3 Definisi Operasional 3.3.1 Religiusitas

Religiusitas merupakan kepercayaan tentang ajaran-ajaran agama tertentu dan mengaplikasikan ajara-ajaran agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Religiusitas ini diukur dengan menggunakan skala religiusitas yang dilihat dari 5 dimensi yang dikemukakan oleh Glock dan Stark (dalam Ancok dan Suroso, 2004). Skala religiusitas ini terdapa dua bagian, skala pertama berisi dimensi keyakinan, pengalaman, penghayatan, dan peribadatan; dan skala kedua berisi dimensi pengatahuan. Total skor skala religiusitas diperoleh dari penjumlahan skor total disetiap bagiam. Semakin tinggi skor religiusitas maka semakin tinggi religiusitas. Sebaliknya semakin rendah skor religiusitas semakin rendah religiusitas.

3.3.2 Kecemasan terhadap kematian

Kecemasan terhadap kematian merupakan gejala fisik maupun psikologis yang tidak menyenangkan sebagai reaksi terhadap perasaan takut yang subjektif, samar-samar, tidak jelas terhadap kematian. Kecemasan terhadap kematian ini diukur dengan menggunakan skala kecemasan terhadap kematian yang dilihat dari 3 dimensi yang dikemukakan oleh Kastenbaum & Aisenberg (1976) yaitu kecemasan akan proses menuju kematian (Fear of dying), kecemasan akan kehidupan setelah kematian (fear of afterlife) dan kecemasan akan kemusnahan diri (fear of extinction). Total skor kecemasan terhadap kematian yang semakin

(43)

30

tinggi menunjukkan bahwa tingkat kecemasan terhadap kematian individu semakin tinggi tinggi, sebaliknya jika skor total kecemasan terhadap kematian semakin rendah maka kecemasan terhadap kematian pada individu tersebut akan semakin rendah pula.

3.4 Subjek Penelitian 3.4.1 Populasi

Populasi merupakan kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar, 2013). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lansia yang beragama islam.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2001 dalam Susilana, 2014). Sampel penelitian ini adalah beberapa lanjut usia dengan karakteristik:

a. Individu yang berada pada tahap usia 60 tahun ke atas.

b. Lansia yang beragama islam.

c. Berdomisili di Kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal.

3.4.3 Teknik Sampling

Teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk memperoleh sampel dengan mengunakan prosedur tertentu yang dapat mewakili populasi yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar didapakan sampel yang representatif (Margono, 2004 dalam Susilana, 2014). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability incidental sampling yaitu teknik sampling yang berarti

(44)

bahwa setiap anggota populasi tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel dari populasi, pengambilan sampel didasarkan pada faktor kebetulan dan kemudahan sampel untuk dijumpai sesuai dengan karakteristik subjek penelitian (Sugiono, 2001 dalam Susilana, 2014). Menurut Margono (2004, dalam Susilana, 2014) dalam teknik ini pengambilan sampel tidak ditentukan terlebih dahulu, peneliti mendapatkan sampel dari unit setiap sampel yang ditemui yang sesuai dengan karakteristik sampel.

3.5 Lokasi Penelitian

Peneliti melakukan penelitian di kecamatan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal. Hal ini dikarenakan untuk memudahkan peneliti dalam pengumpulan sampel penelitian.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian bertujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Azwar, 2013). Metode pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Skala merupakan suatu alat yang mengukur konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu. Tujuan dari penggunaan skala untuk mendapatkan jawaban subjektif dari subjek dengan menempatkan respon pada titik-titik yang kontinum dan stimulus diberikan dalam bentuk pernyataan- pernyataan (Azwar, 2012). Penelitian ini menggunakan dua jenis skala model Likert untuk skala religiusitas dan skala kecemasan terhadap kematian.

(45)

32

3.6.1 Skala Religiusitas

Skala yang digunakan pada penelitian ini adalah skala model Likert yang disusun berdasarkan dimensi religiusitas oleh Glock and Stark (dalam Ancok dan suroso, 2004) dan disesuaikan dengan dimensi religiusitas dari pandangan agama islam menrut Ancok dan Suroso yaitu dimensi keyakinan, praktek agama, penghayatan, pengatahuan dan pengalaman. Skala terdiri dari dua bagian, skala pertama mengungkapkan pada dimensi keyakinan, praktik agama, penghayatan dan pengalaman. Skala kedua mengungkap mengenai dimensi pengetahuan.

Terdapat lima alternatif jawaban, yaitu: STS (Sangat Tidak Sesuai), TS (Tidak Sesuai), Netral (N), S (Sesuai), SS (Sangat Sesuai) sehingga data akan berbentuk interval. Pada model penskalaan ini terdapat dua jenis pernyataan, yaitu favourable dan unfavourable. Pernyataan favourable merupakan pernyataan yang

sesuai atau mendukung atribut yang diukur, sedangkan pernyataan unfavourable merupakan pernyataan yang tidak sesuai atau tidak mendukung atribut yang diukur (Azwar, 2013). Skor nilai untuk setiap alternatif jawaban: skor 1 untuk STS, skor 2 untuk TS, skor 3 untuk N, skor 4 untuk S dan skor 5 untuk SS. Jika semakin tinggi nilai individu pada pernyataan favorable dan semakin rendah pada pernyataan unfavorable maka tingkat religiusitas akan semakin tinggi, sebaliknya jika nilai pada pernyataan favorable semakin rendah dan pada pernyaan unfavorable semakin tinggi maka tingkat religiusitas akan semakin rendah.

Total skor skala religiusitas diperoleh dari hasil penjumlahan skor setiap aitem dalam skala religiusitas. Untuk skala I skor langsung dapat dijumlahkan karena memiliki jenis pengukuran yang sama. Namun, untuk menggabungkan hasil skor skala religiusitas I dengan skala religiusitas II harus disamakan telebih

(46)

dahulu satuan pengukurannya untuk mendapatkan total skor. Total skor skala religiusitas I dan total skor skala religiusitas II harus dikonversikan terlebih dahulu kedalam bentuk skor Z. Setelah skor Z dari skala religiusitas I dan skala religiusitas II diketahui, keduanya dapat dijumlahkan.

Tabel 3.1 Blueprint Skala I Religiusitas (Sebelum Uji Coba)

No. Dimensi Indikator Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable 1. Ideologi Percaya segala

sesuatu yang berhubungan dengan agama seperti percaya pada Tuhan, percaya pada nabi dan lainnya.

1,9,17,25, 33

5,13,21,29,37 10

2. Ritualistik Melakukan kegiatan yang menggambarkan kepercayaan pada agama

2,10,18,26 ,34,40

6,14,22,38 10

3. Eksprensial Merasa nyaman dan tenang melakukan kegiatan agama

7,15,19 3,11 5

Memiliki

perasaan yang kuat terhadap agama

25,31,39 27,35 5

4. Konsekuensial Menunjukkan sikap positif sesuai ajaran agama dalam lingkungan

8,16,24,30 ,32

4,12,20,28,36 10

Total 40

(47)

34

Tabel 3.2 Blueprint Skala II Religiusitas (Sebelum Uji Coba)

No. Aspek dimensi intelektual Aitem Jumlah

1. Tauhid 2,3,7,13,14,15 6

2. Akhlak 10,11 2

3. Fikih 4,5,6,8,9,12 6

4. Hukum islam 1 1

Total 15

3.6.2 Skala Kecemasan terhadap kematian

Alat ukur kecemasan terhadap kematian yang digunakan pada penelitian ini disusun berdasarkan dimensi kecemasan terhadap kematian menurut Kastenbaum & Aisenberg (1976) yaitu kecemasan akan proses menuju kematian (Fear of dying), kecemasan akan kehidupan setelah kematian (fear of afterlife) dan kecemasan akan kemusnaan diri (fear of extinction). alat ukur yang buat berupa skala Likert dengan lima alternatif jawaban, yaitu: STS (Sangat Tidak Sesuai), TS (Tidak Sesuai), Netral (N), S (Sesuai), SS (Sangat Sesuai). Pada model penskalaan ini terdapat dua jenis pernyataan, yaitu favourable dan unfavourable. Skor nilai untuk setiap alternatif jawaban: skor 1 untuk STS, skor 2

untuk TS, skor 3 untuk N, skor 4 untuk S dan skor 5 untuk SS. Jika semakin tinggi nilai individu pada pernyataan favorable dan semakin rendah pada pernyataan unfavorable maka tingkat kecemasan terhadap kematian akan semakin tinggi,

sebaliknya jika nilai pada pernyataan favorable semakin rendah dan pada pernyaan unfavorable semakin tinggi maka tingkat kecemasan terhadap kematian akan semakin rendah.

(48)

Tabel 3.3 Blueprint Skala Kecemasan Kematian (Sebelum Uji Coba)

No. Dimensi Indikator Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable 1. Kecemasan

akan proses menuju

kematian

Kecemasan akan penderitaan proses kematian

1,4,13,16, 19

7,9,10,14,18, 22,24

12

Cemas akan kehilangan harga diri (martabat) saat proses kematian

2. Kecemasan akan kehidupan sesudah kematian

Cemas akan apa yang terjadi setelah kematian

2,8,17,20 5,11,15,23 8

3. Kecemasan akan

kemusnahan diri

Cemas

memikirkan diri akan musnah (tidak ada lagi)

6,12 3,21 4

Total 24

3.7 Uji Coba Alat Ukur 3.7.1 Validitas Alat Ukur

Validitas alat ukur adalah sejauh mana skala tersebut dapat menghasilkan data yang akurat dan cermat sesuai dengan tujuan ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat ukur tersebut menghasilkan data yang relevan dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2012).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas tampang (face validity) dan validitas isi (content validity). Validitas tampang berusaha dicapai dengan penyajian alat ukur yang rapi dan jelas. Alat ukur akan disajikan di kertas A4 dalam bentuk booklet dengan jenis huruf Times New Roman dan ukuran huruf 16.

(49)

36

Validitas isi diusahakan tinggi melalui pengujian aitem dengan professional judgement yang dalam hal ini adalah dosen pembimbing yang ahli

dalam bidang Psikologi Klinis melalui proses telaah aitem-aitem alat ukur.

3.7.2 Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2013). Pada penelitian ini, uji daya beda aitem dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi Pearson Product Moment, yang di analisis dengan bantuan komputerisasi SPSS

17.0 for windows.

Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30, dianggap memiliki daya beda yang memuaskan. Aitem yang memiliki harga rix < 0,30 diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar, 2013).

Jumlah aitem pada skala religiusitas I yang diujicobakan sebanyak 40 aitem. Setelah diujicobakan dari 40 aitem terdapat 17 aitem yang gugur dan 23 aitem yang dapat dipakai. Sedangkan pada skala II religiusitas diujicobakan sebanyak 15 aitem terdapat 4 aitem yang gugur dan 11 aitem dapat dipakai.

(50)

Tabel 3.4 Blueprint Skala Religiusitas (Setelah Uji Coba) No

.

Dimensi Indikator Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable 1. Ideologi Percaya segala

sesuatu yang berhubungan dengan agama seperti percaya pada Tuhan, percaya pada nabi dan lainnya.

1,33,17,9 5,13 6

2. Ritualistik Melakukan kegiatan yang menggambarkan kepercayaan pada agama

2,18,34 3,14,38 6

3. Eksprensial Merasa nyaman dan tenang melakukan kegiatan agama

23,31,39 27,35 5

Memiliki

perasaan yang kuat terhadap agama

4. Konsekuensial Menunjukkan sikap positif sesuai ajaran agama dalam lingkungan

16,30,32 4,12,36 6

Total 23

Tabel 3.5 Blueprint Skala II Religiusitas (Setelah Uji Coba)

No. Aspek dimensi intelektual Aitem jumlah

1. Tauhid 2,5,9,10,11 5

2. Akhlak 7 1

3. Fikih 3,4,6,8 4

4. Hukum islam 1 1

Total 11

(51)

38

Tabel 3.6 Blueprint Skala Kecemasan kematian (Setelah Uji Coba)

Dimensi Aitem Jumlah

Favourable Unfavourable Kecemasan akan menuju kematian 1, 4, 9, 14, 19 7, 10, 13 8 Kecemasan akan kehidupan

setelah kematian

2, 8, 17, 20 5, 11, 15 7

Kecemasan akan kemusnahan diri 6 12 2

Total 17

3.7.3 Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil yang diperoleh dari suatu pengukuran dapat dipercaya. Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cronbach’s alpha coeffecient, di mana suatu tes hanya memerlukan satu kali pengerjaan tes pada kelompok subjek untuk melihat konsistensi antar aitem atau antar bagian dalam skala dengan menggunakan SPSS 17.0 for windows.

3.8 Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaaan penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan pengolahan data.

3.8.1 Persiapan Penelitian a. Pembuatan alat ukur

Dibutuhkan alat ukur untuk pengambilan data penelitian, sehingga langkah awal dalam persiapan penelitian adalah membuat alat ukur. Proses pembuatan alat ukur dimulai dengan menentukan dimensi-dimensi dari variabel, kemudian dimensi-dimensi tersebut dikembangkan menjadi indikator, sampai kemudian tersusun sejumlah aitem. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur kecemasan terhadap kematian yang diturunkan

Referensi

Dokumen terkait

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-4/W1, 29th Urban Data Management Symposium, 29 – 31 May, 2013, London,

Statistika Penelitian Pendidikan merupakan salah satu mata kuliah syarat agar mahasiswa dapat mengambil Skripsi. Hal ini tertuang dalam Borang Program Studi Matematika tahun

responden setuju bahwa aplikasi ini mudah digunakan, informasi anatomi organ yang ditampilkan dapat dilihat dengan jelas, berguna bagi user untuk mempelajari

Berdasarkan dari uji korelasi didapatkan kesimpulan bahwa Sisa Hasil Usaha ( SHU ) dipengaruhi secara signifikan oleh modal pinjaman dengan tingkat signifikansi

Desa Sojomerto merupakan salah satu desa di Kabupaten Kendal yang memiliki karakteristik hidrogeologis berupa daerah Bukan CAT (Bukan Cekungan Air Tanah), dimana

Untuk pemeriksaan laboratorium penunjang yang dilakukan pada sampel penelitian ini, didapatkan hasil pemeriksaan aglutinasi lateks positif sebesar 77,7% yang ditunjukkan

[r]

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar IPA yang diupayakan melalui model pembelajaran TGT siswa kelas IV SD Negeri Mangunsari 07 Kota Salatiga