• Tidak ada hasil yang ditemukan

Devita Tiara Maharani Tsaqif (Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Devita Tiara Maharani Tsaqif (Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) ("

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM DAN KEPASTIAN HUKUM PEMEGANG SERTIFIKAT HAK MILIK MENGENAI

TUMPANG TINDIH KEPEMILIKAN TANAH (STUDI KASUS PUTUSAN NO. 18/G/2014/PTUN.BJM)

Devita Tiara Maharani Tsaqif

(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (Email: devitatsqf@gmail.com)

Novina Sri Indiraharti

(Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (Email: novina.si@trisakti.ac.id)

ABSTRAK

Dalam pemilikan tanah dapat menimbulkan sengketa antara lain terjadi tumpang tindih kepemilikan tanah seperti kasus yang diangkat oleh penulis yaitu Sertifikat Hak Milik Nomor: 607 Tahun 2008 atas nama Dra.Damiana Maria dan Sertifikat Hak Milik Nomor: 32 Tahun 1982 atas nama Eddie Zien yang terletak di Banjarmasin. Pokok permasalahan yang diangkat adalah Bagaimana perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pemegang sertifikat hak milik yang sebenarnya dan Siapakah yang berhak menjadi pemegang Sertifikat Hak Milik di Jalan A. Yani Desa Bentok Kampung. Tipe Penelitian yang digunakan adalah Normatif dengan jenis data sekunder yang didukung data primer berupa wawancara. Penelitian dianalisis secara kualitatif, ditarik kesimpulan dengan cara metode deduktif. Perlindungan hukum dapat diberikan kepada Eddie Zien yaitu dengan diberikannya kesempatan untuk mengajukan gugatan terhadap diterbitkannya Sertifikat Hak Milik No.607 Tahun 2008 atas nama Dra.Damiana Maria berdasarkan Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997 dan Eddie Zien dapat membuktikan kepemilikannya berdasarkan data fisik dan data yuridis, mengenai kepastian hukum yang diberikan Pemerintah yaitu dengan diberikannya Sertifikat Hak Milik No.32 Tahun 1982 mengenai kepastian kepemilikannya, letak, batas dan luas tanah. Dengan adanya perlindungan dan kepastian hukum tersebut menyebabkan Dra.Damiana Maria kehilangan haknya karena Dra.Damiana Maria tidak dapat membuktikan kepemilikannya.

Kata Kunci : Pendaftaran Tanah, Tumpang Tindih Kepemilikan Tanah.

(2)

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Berdasarkan Pasal 1 ayat (4) UU No. 5 Tahun 1960 yang selanjutnya disebut dengan UUPA yaitu pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUPA Tanah merupakan permukaan bumi.

Dalam menggunakan tanah tentunya kita membutuhkan pengaturan agar kelestarian tanah tersebut dapat terjamin serta pastinya kita sebagai manusia membutuhkan adanya kepastian kepemilikan dari sebuah tanah. Kepastian hukum tersebut sebagaimana dalam Pasal 19 UUPA dibuktikan dengan diterbitkannya alat bukti berupa Sertifikat. Sertifikat bisa diperoleh dengan cara si pemegang hak atau pemilik tanah melakukan pendaftaran tanah terhadap tanahnya di Kantor Pertanahan setempat, hal ini diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang selenjutnya disebut dengan PP 24/1997. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 PP 24/1997 Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berke-sinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengo-lahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang- bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Berdasarkan Pasal 3 PP 24/97 pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan dan untuk menyediakan informasi kepada pihak- pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum

(3)

mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar, untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

“Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.”1

Dari kegiatan yang telah dilakukan melalui pendaftaran tanah yang melahirkan sertifikat hak atas tanah seharusnya negara dapat menjamin kepastian hukumnya.

Dalam kenyataannya satu bidang tanah bisa terdapat dua sertifikat yang biasa disebut dengan sertifikat ganda. Hal ini juga sering disebut dengan tumpang tindih kepemilikan tanah baik secara keseluruhan ataupun sebagian.

Seperti kasus sengketa dalam perkara Nomor 18/G/2014/ PTUN.BJM jo.

Nomor 46/B/2015// PT.TUN.JKT jo. Nomor 447 K/TUN/2015 jo. Nomor 3 PK/TUN/2017 antara Eddie Zien melawan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut, Banjarmasin dan Dra. Damiana Maria karena Sertifikat Hak Milik Nomor: 607 Tahun 2008 atas nama Dra. Damiana Maria tumpang tindih dengan Sertifikat Hak Milik Nomor: 32 Tahun 1982 (Hak Milik 17.08.04.07.1.00032) atas nama Eddie Zien. Kedua sertifikat tersebut diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut, Banjarmasin. Pada kasus tersebut Eddie Zien mengajukan gugatan pembatalan sertifikat atas nama Dra. Damiana Maria ke Pengadilan Tata Usaha Negara Banjarmasin.

Alasan gugatan yang diajukan Eddie Zien yaitu pada tanggal 22 April 2014 Eddie Zien baru mengetahui bahwa telah diterbitkan lagi sertifikat hak atas tanah dengan nama orang lain yaitu Dra.Damiana Maria pada bidang tanah yang Eddie Zien haki, Eddie Zien merasa bahwa kepastian hukum dan perlindungan hukum seharusnya Eddie Zien dapatkan. Berdasarkan Pasal 3

3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, Pasal 32 ayat (2).

(4)

PP 24/1997 sebagai tujuan dari pendaftaran itu sendiri justru Eddie Zien tidak dapatkan padahal pendaftaran tanah yang tersebut telah Eddie Zien lakukan telah sesuai dengan peraturan yang ada dan dengan itikad yang baik. Eddie Zien merasa Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut Banjarmasin telah mengeluarkan sertifikat yang seharusnya Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut Banjarmasin tidak terbitkan dan seharusnya Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut Banjarmasin tolak permohonan penerbitan Sertifikat Hak Milik Nomor: 607 Tahun 2008 atas nama Dra. Damiana Maria karena pada bidang tanah tersebut sebelumnya telah dilakukan pensertifikatan oleh Eddie Zien.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan penulis di atas, maka penulis tertarik dan mengemukakan judul berikut “Analisis Yuridis Perlindungan Hukum dan Kepastian Hukum Pemegang Sertifikat Hak Milik Mengenai Tumpang Tindih Kepemilikan Tanah (Studi Kasus Putusan No. 18/G/2014/PTUN.BJM)”

2. Permasalahan

a. Bagaimana perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pemegang sertifikat hak milik yang sebenarnya?

b. Siapakah yang berhak menjadi pemegang sertifikat hak milik di Jalan A. Yani Desa Bentok Kampung, Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan ?

B. METODE PENELITIAN 1. Tipe Penelitian

Penelitian hukum mengenai “Analisis Yuridis Perlindungan Hukum dan Kepastian Hukum Pemegang Sertifikat Hak Milik Mengenai Tumpang Tindih Kepemilikan Tanah (Studi Kasus Putusan Nomor 18/G/2014/PTUN.BJM” merupakan suatu penelitian normatif yaitu penelitian yang didasarkan pada asas-asas hukum yang ada dalam

(5)

peraturan-peraturan yang berkaitan langsung dengan objek penelitian.2 Asas yang digunakan dalam penelitian ini adalah asas perlindungan hukum dan kepastian hukum yang dikaitkan dengan peraturan pertanahan terkait seperti UUPA, PP 24 Tahun 1997 dan PMNA/KBPN 3/1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggambarkan aspek hukum3 dalam perlindungan hukum dan kepastian hukum pemegang sertifikat hak milik serta menggambarkan apakah pemegang sertifikat hak milik yang menjadi kehilangan haknya.

3. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan sebagai bahan untuk menganalisis penelitian ini berasal dari Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui bahan pustaka.

Data sekunder dapat dibagi menjadi:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat4 terdiri atas peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tema penelitian, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, PMNA/KBPN 3/1997 tentang Ketentuan Pelaksana PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Putusan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Banjarmasin Nomor 18/G/2014/PTUN.BJM, Putusan Banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 46/B/2015/PT.TUN.JKT, Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 447 K/TUN/2015, dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 3 PK/TUN/2017.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer5, yang terdiri dari:

4 Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2015), hal 51.

5 Ibid., hal 50.

6 Ibid., hal 52.

7 Ibid.

(6)

1) Buku-buku, Jurnal dari para ahli hukum mengenai hukum agraria khususnya tentang pendaftaran tanah

2) Artikel mengenai hukum agraria khususnya tentang pendaftaran tanah

Sebagai pelengkap penelitian ini digunakan juga data primer yaitu berupa wawancara dengan pihak-pihak dibidang pertanahan.

4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan dengan mengunjungi beberapa tempat seperti perpustakaan Universitas Trisakti, perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Trisakti, perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional maupun mengakses melalui internet.

Sedangkan pengumpulan data primer digunakan metode wawancara kepada pihak Eddie Zien, pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut Banjarmasin, Dr. Bambang Ts Binantoro, SH., Msi selaku narasumber konsultan pertanahan, Andi Nata Nagoro, SH selaku narasumber bagian penyelesaian sengketa pada Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta.

5. Analisis Data

Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif, artinya data yang diperoleh dianalisis secara mendalam dengan menekankan kualitas dari penelitian ini.6 Dalam penelitian ini yang dianalisis adalah hal-hal mengenai perlindungan hukum dan kepastian hukum pemegang sertifikat hak milik dan apakah pemegang Sertifikat Hak Milik Nomor: 607 Tahun 2008 atas nama Dra.Damiana Maria yang menjadi kehilangan haknya.

6. Cara Penarikan Kesimpulan

Cara menarik kesimpulan dalam penelitian ini adalah dengan cara metode deduktif, yang artinya menarik kesimpulan dari pernyataan- pernyataan yang bersifat umum sampai dengan yang bersifat khusus.7 Dari hal-hal yang bersifat umum seperti ketentuan peraturan perundang-

8 Ibid., hal 53.

9 Ibid., hal 5.

(7)

undangan, ilmu hukum, teori, norma-norma dan asas-asas hukum ke pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus. Yang akan dianalisis secara khusus dari aspek Peraturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, PMNA/KBPN 3/1997 tentang Ketentuan Pelaksana PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan peraturan terkait lainnya sampai ke hal-hal yang bersifat khusus, yaitu uraian fakta hukum pada perkara antara Eddie Zein dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut dan Dra. Damiana Maria sehingga pada akhirnya akan dapat ditarik suatu kesimpulan. (Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 3 PK/TUN/2017)

C. ANALISIS PEMBAHASAN

1. Pembahasan Mengenai Perlindungan Hukum dan Kepastian Hukum Pemegang Sertifikat Hak Milik

a. Perlindungan Hukum Pemegang Sertifikat Hak Milik

Perlindungan hukum sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bab- bab sebelumnya adalah perlindungan akan harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum dalam negara hukum dari kesewenang-wenangan.8

Menurut Phipilipus M Hadjon perlindungan hukum bagi rakyat dibedakan menjadi 2 macam yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Pendapat Philipus M hadjon mengenai perlindungan hukum bagi rakyat tersebut dapat di implementasikan di dalam hukum pertanahan di Indonesia dimana perlindungan hukum secara preventif yang sudah dilakukan pemerintah terhadap pemegang hak atas tanah yang sedang mendaftarkan tanahnya atau kepada pihak lain yang merasa tanahnya sedang di daftarkan oleh pihak lain berusaha dilindungi haknya sebelum pemerintah mengeluarkan surat keputusan

10 Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987), hal 1.

(8)

Tata Usaha Negara dalam hal ini adalah Badan Pertanahan Nasional pihak yang merasa dirugikan dengan dikeluarkannya berupa sertifikat hak atas tanah dengan diberikannya sarana perlindungan hukum preventif yaitu dapat mengajukan keberatan sebagaimana hal ini diatur dalam Pasal 26 ayat (1) PP 24/1997 yaitu Daftar isian beserta peta bidang atau bidang-bidang tanah yang bersangkutan diumumkan selama 30 hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau 60 hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik untuk memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan.

Pengumuman tersebut diumumkan di Kantor Panitia Ajudikasi dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan serta diumumkan juga ditempat lain yang dianggap perlu seperti Kantor Rukun Warga9 dan pengumuman ini dilakukan melalui media massa dalam hal pendaftaran tanah secara sporadik individual, dengan dilakukannya berbagai macam pengumuman ini dimaksudkan agar memberikan kebebasan informasi yang seluas-luasnya terhadap pihak yang merasa dirugikan tersebut agar dapat mengetahui informasi ini agar tidak terjadi klaim dikemudian hari setelah diterbitkannya sertifikat oleh Badan Pertanahan Nasional.

Selain perlindungan hukum preventif ada juga perlindungan hukum represif yang dilakukan oleh Pemerintah dalam melindungi pemegang hak atas tanah yaitu perlindungan hukum yang diberikan dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa. Terhadap pemegang hak atas tanah yang baru mengetahui bahwa hak atas tanah yang dihaki tersebut juga dipunyai berupa sertifikat oleh pihak lain Pemerintah memberikan sarana perlindungan hukum represif yaitu dengan diberikannya kesempatan kepada pihak yang merasa dirugikan haknya untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri ataupun Pengadilan Tata

11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Penjelasan Pasal 26 ayat (2).

(9)

Usaha Negara mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat sebagaimana hal ini diatur dalam Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997.

Pasal 3 PP 24/1997 menetapkan tujuan dari pendaftaran tanah yaitu untuk memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Setiap pendaftaran tanah yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanah yang dihakinya akan diberikan surat tanda bukti hak yaitu berupa sertifikat untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PP 24/1997 dan Pasal 3 huruf a.

Setelah mengetahui itu Eddie Zien menggunakan haknya tersebut yaitu hak perlindungan hukum represif dengan sarana perlindungan hukum represif yaitu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara mengenai penerbitan Sertifikat Hak Milik Nomor : 607 Tahun 2008 atas nama Dra.Damiana Maria yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut Banjarmasin. Eddie Zien mengajukan gugatan ke pengadilan Tata Usaha Negara karena Eddie Zien merasa menguasai haknya secara yuridis yaitu dengan dimilikinya Sertifikat Hak Milik Nomor 32 Tahun 1982 atas nama Eddie Zien dan menguasai secara fisik10 juga dibuktikan yang mengetahui kepemilikan Eddie Zien yaitu saksi yaitu Abdul Manan selaku Ketua RT dari tahun 1997 sampai dengan 1998. Abdul Manan memberikan keterangan bahwa benar adanya tanah tersebut dimiliki oleh Eddie Zien yang sebelumnya dimiliki oleh Misbah dan Misbah pernah melakukan pensertifikatan tanah secara prona bersama orangtua Abdul Manan yang dulunya juga sebagai Ketua RT.5 yaitu H.Sainin. Pendaftaran Tanah

12 Bernardus Benjamin Tanjoto, wawancara dengan pihak Eddie Zien, Jalan Rantauan Darat Nomor 12 Rt.016 Kelurahan Pekauman Kecamatan Banjarmasin Selatan Kalimantan Selatan, 11 Januari 2019.

(10)

secara prona itu dibuktikan dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 31 Tahun 1982 Desa Bentok Kampung, Kecamatan Bati-bati, Kabupaten Tanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan Surat Ukur Sementara Nomor : 1275/PT/1982 atas nama Haji Naimah. Haji Naimah adalah tanah yang berbatasan dengan tanah milik Eddie Zien.

Pada saat pensertifikatan tersebut tanah Misbah sedang ditanami oleh tanaman kelapa gading dan jeruk, serta sebelum tahun 1997 tanah tersebut yang pada saat itu sudah menjadi kepemilikan dari Eddie Zien ada tanaman dan berupa pondok dan setelah tahun 2000 tanah tersebut ditanami oleh singkong untuk pakan ternak yang pada saat itu berkerjasama dengan PT. CBSA.

Dari keterangan H. Abdul Latif selaku Kepala Desa dari tahun 1990 sampai dengan 1998 dan menjabat lagi dari bulan Mei 2008 sampai dengan 2013, menerangkan bahwa H. Abdul Latif kenal dengan Eddie Zien dan di atas tanah milik Eddie Zien pada tahun 2011-2012 ada tanaman singkong. Dari dua keterangan saksi tersebut dapat diketahui bahwa Eddie Zien melaksanakan kewajibannya sebagai pemegang hak atas tanah yaitu merawat tanahnya secara baik dengan menggarap tanah tersebut. Dari keterangan tersebut dapat dikatakan Eddie Zien menguasai tanah tersebut baik secara yuridis maupun fisik.

Perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah kepada pemegang hak atas tanah tidak hanya kepada pemegang hak atas tanah yang telah mendaftarkan tanahnya, tetapi terhadap tanah-tanah yang belum terdaftar tugas Pemerintah juga memberikan perlindungan hukum misalnya dengan membuatkan program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) yang sekarang ini sedang dilaksanakan.11

13 Bambang Ts Binantoro, wawancara dengan Konsultan Pertanahan, Apartemen Sudirman Park, 7 Februari 2019.

(11)

b. Kepastian Hukum Pemegang Sertifikat Hak Milik

Berdasarkan Pasal 19 UUPA untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tujuan pendaftaran tanah yang diatur dalam Pasal 3 PP 24/1997 juga menyebutkan bahwa selain memberikan perlindungan hukum pemerintah juga memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah dan seterusnya. Kepastian hukum yang diberikan oleh pemerintah atas dilakukannya pendaftaran tanah oleh pemegang hak atas tanah maka diberikan surat tanda bukti hak yaitu berupa sertifikat sebagaimana hal ini diatur dalam Pasal 4 PP 24/1997.

Menurut Utrecht kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.12

Dalam hal ini Eddie Zien mendapatkan kepastian hukum yang diberikan oleh pemerintah berupa Sertifikat Hak Milik Nomor : 32 Tahun 1982 (Hak Milik 17.08.04.07.1.00032) penerbitan tanggal 15 Maret 1982 Surat Ukur Sementara Nomor : 1276/PT/1982. Dengan penerbitan sertifikat atas nama Eddie Zien maka ia mengetahui perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Menurut Boedi Harsono pemegang hak atas tanah dapat berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki yakni menguasai dan menggunakan tanah secara individual berarti bahwa tanah yang bersangkutan boleh dikuasai secara perorangan dan tidak ada keharusan menguasai secara bersama-

12 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal.23.

(12)

sama sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UUPA13 serta memberi kewenangan untuk menggunakannya bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas seoanjang tidak ada larangan khusus untuk itu yang diatur dalam Pasal 20 UUPA.14 Sedangkan yang tidak boleh dilakukan adalah menggunakan tanah tidak sesuai dengan keadaan tanah, sifat dan tujuan pemberian haknya yang akan mengakibatkan hapusnya atau batalnya hak yang bersangkutan, selain itu setiap pemegang hak atas tanah juga dilarang untuk menelantarkan tanahnya, jika hal ini terjadi maka haknya akan hapus dan tanahnya menjadi tanah Negara kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat 3, Pasal 34 huruf e dan Pasal 40 huruf e.15 Dengan mengacu pada pendapat Utrecht maka dengan diberikan sertifikat juga akan memberikan rasa aman sebagaimana hal ini tertuang dalam asas pendaftaran tanah pada Pasal 2 PP 24/1997. Kepastian hukum pemegang hak atas tanah atas nama Eddie Zien, kepastian hukum mengenai luas tanahnya seluas 15.806 m2, kepastian hukum mengenai letaknya yaitu terletak di Jalan A. Yani Desa Bentok Kampung, Kecamatan Bati-bati, Kabupaten Tanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan dan dengan batas-batas tanah sebagai berikut:

1) Sebelah Utara : 80 m berbatas dengan Tanah (sebelumnya milik Sainin/ kemudian milik Haji Fauzi Ibrahim) dan sekarang milik PT.KRP;

2) Sebelah Timur: 195 m berbatas dengan Tanah (sebelumnya milik Mursani) sekarang milik Hj. Siti Rasiah;

3) Sebelah Selatan: 80 m berbatas dengan Tanah A. Yani;

4) Sebelah Barat: 195 m berbatas dengan Tanah (sebelumnya milik Haji Naimah/ Kemudian milik Haji Fauzi Ibrahim) dan sekarang milik PT. KRP;

13 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Jilid : 1 Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya (Jakarta: Universitas Trisakti, 2013) hal.233

14 Ibid., hal 292.

15 Ibid., hal 300.

(13)

Menurut Adrian Sutendi untuk menjamin suatu kepastian hukum, maka yang menyangkut pertanahan khususnya mengenai pemilikan dan penguasaan tanah yang meliputi :16

1) Kepastian mengenai subyek hak, yaitu orang atau Badan Hukum yang menjadi Pemegang Hak

2) Kepastian mengenai obyek hak, yang mengenai:

a) Letak Tanah b) Batas-batas Tanah c) Luas bidang-bidang

Kepastian hukum yang diinginkan dalam Pasal 19 UUPA, dalam ketentuannya tidak dapat dijalankan sepenuhnya. Hal ini dikarenakan sistem publikasi yang dianut di Indonesia adalah sistem publikasi negatif dimana dalam sistem publikasi negatif Negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan. Tetapi walaupun demikian tidaklah dimaksudkan untuk menggunakan sistem publikasi negatif secara murni. Hal tersebut tampak dari pernyataan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, bahwa surat tanda bukti hak yang diterbitkan berlaku sebagai alat bukti yang kuat dan dalam Pasal 23, 32, dan 38 UUPA bahwa pendaftaran berbagai peristiwa hukum merupakan alat pembuktian yang kuat dan terdapat unsur sistem publikasi positif yaitu sistem pendaftaran yang digunakan adalah sistem pendaftaran hak dan pejabat pendaftaran tanahnya bersifat aktif.

Effendi Perangin menjelaskan lebih lanjut mengenai surat tanda bukti hak dan alat pembuktian laiannya yaitu sertifikat merupakan alat bukti yang kuat tapi bukan merupakan satu-satunya alat bukti hak atas tanah. Hak atas tanah seseorang masih mungkin dibuktikan dengan alat bukti lain misalnya, saksi-saksi, akta jual-beli, surat keputusan

18 Adrian Sutendi, Sertifikat Hak Atas Tanah., (Jakarta: Sinar Grafika, 2011) hal 68.

(14)

pemberian hak, tetapi alat bukti lain itu tidak ditegaskan dalam perturan perundangan sebagai alat bukti yang kuat.17

Negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan dalam bentuk sertifikat tersebut tetapi selama hak atas tanah yang dimiliki tidak ada pihak yang menggugat dan pemegang hak atas tanah dapat membuktikan bahwa ia pemegang hak atas tanah maka tanah tersebut miliknya. Hal ini diimplementasikan dalam Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997.

Adapun yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakpastian karena adanya peluang pihak lain untuk menggugat hak atas tanah yang kita miliki. Begitu juga dalam kasus Eddie Zien dan Dra.Damiana Maria karena terjadi tumpang tindih kepemilikan tanah, hal-hal yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih kepemilikan tanah di Banjarmasin menurut Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut antara lain: 18

1) Tidak memanfaatkan tanah atau tidak menguasai tanah secara fisik 2) Belum diambil titik koordinat menggunakan GPS, titik koordinat ini

baru dilaksanakan pada tahun 2010.

3) Administrasi di Kepala Desa tidak lengkap

Menurut Dr. Bambang Ts Binantoro juga berpendapat terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih kepemilikan tanah diantaranya : 19

a) Karena pemegang hak tidak menguasai secara fisik

b) Karena pemilik tanah tidak memberikan tanda kepemilikannya c) Administrasi desa kacau dalam membuatkan Surat Keterangan

Tanah

19 Effendi Perangin, Praktek Pengurusan Sertifikat Hak Atas Tanah (Jakarta: CV Rajawali, 1992), hal 1-2.

20 Dinar, wawancara dengan pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut Banjarmasin, Jakarta 10 Januari 2019.

21 Supra catatan kaki nomor 13.

(15)

Dalam hal ini BPN seringkali dianggap sebagai badan yang disalahkan karena nyatanya BPN hanya mengadministrasikan tanda bukti hak yang dimiliki oleh seseorang yang didukung oleh surat-surat yang dikeluarkan oleh Kepala Desa.

Menurut Widhi Handoko pelaksanaan Stelsel Publisitas Negatif (berunsur positif) terdapat permasalahan dalam tahap pra-pendaftaran.

Peran kepala desa/kelurahan dalam pendaftaran tanah seperti pembuatan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik setiap kepala desa/kelurahan perlu kiranya memperhatikan lebih jauh bagaimana sarana dan prasarana kelurahan/desa tersebut di dalam pelaksanaan kegiatan pada sistem pendaftaran tanah. Kelurahan/desa memegang peran penting karena kelurahan/desa adalah yang lebih tahu situasi dan kondisi masyarakatnya tidak terkecuali situasi dan kondisi kepemilikan ha katas tanah masyarakat dan batas-batas hak atas tanah yang dikuasainya.20

Adapun kelemahan dari sistem publikasi negatif yaitu meskipun hak milik atas tanah sudah didaftarkan dan telah memperoleh alat bukti berupa sertifikat hak atas tanah namun sewaktu-waktu seseorang dapat dugugat dan kehilangan hak atas tanahnya. Kondisi ini memberikan ketidakpastian hukum bagi pemilik tanah. Sehingga kepemilikan sertifikat atas tanah bukanlah merupakan jaminan bahwa tanah yang dimiliki aman dari gugatan pihak-pihak lain.

Kelemahan sistem publikasi negatif ini diatasi dengan lembaga Rechtsverweking sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 yaitu Apabila seseorang membiarkan tanahnya di kuasai oleh pihak lain secara terus-menerus, diperoleh dengan itikad baik dan dibiarkan penguasaannya maka hak kepemilikan tersebut menjadi hilang.

22 Widhi Handoko, Kebijakan Hukum Pertanahan: Sebuah Refleksi Keadilan Hukum Progresif, (Yogyakarta: Thafa Media, 2014), hal 148-150.

(16)

Bagi Dra. Damiana Maria tidak berlaku ketentuan rechtsverwerking.

Adapun yang menyebabkan Dra. Damiana Maria tidak termasuk dalam ketentuan rechtsverwerking adalah:21

a. Proses jual beli Dra.Damiana Maria berdasarkan itikad yang tidak baik

b. Saat terjadi penyelesaian sengketa pertama kali melalui musyawarah dengan para pihak, Eddie Zien dibujuk untuk melepaskan tanahnya kepada Dra.Damiana Maria dan Dra. Damiana Maria akan memberikan sejumlah uang kepada Eddie Zien

c. Penguasaan tanah secara fisik tidak dapat dibuktikan oleh Dra.Damiana Maria dan setelah 5 tahun Sertifikat Hak Milik No : 607 Tahun 2008 baru dipublikasikan berupa pemasangan papan nama diatas tanah tersebut miliknya.

2. Pembahasan Mengenai yang berhak menjadi Pemegang Sertifikat di Jalan A. Yani Desa Bentok, Kecamatan Bati-Bati, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan

Dengan adanya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah yang dapat membuktikan bahwa ia pemegang hak atas tanah berarti terdapat pihak yang tidak dapat membuktikan sebagai pemegang hak atas tanah, yang mengakibatkan pihak yang tidak dapat membuktikan sebagai pemegang hak atas tanah ini menjadi kehilangan haknya.

Hal ini dapat dimungkinkan untuk terjadi karena Indonesia menganut sistem publikasi negatif mengandung unsur positif dimana pada sistem itu memungkinkan untuk pihak siapa saja yang merasa dirugikan dengan diterbitkan sertifikat hak atas tanah yang kita miliki dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Seperti halnya dalam kasus dimana sertifikat hak milik nomor: 607 Tahun 2008 atas nama Dra.Damiana Maria

23 Supra catatan kaki nomor 12.

(17)

diajukan gugatan untuk dilakukan pembatalan sertifikat oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut atas surat gugatan pemegang hak atas tanah yang merasa dirugikan atas terbitnya sertifikat tersebut yaitu Eddie Zien karena Sertifikat atas nama Dra.Damiana Maria menunjuk pada bidang tanah yang sama dengan yang dimiliki oleh Eddie Zien dan sudah disertifikatkan terlebih dahulu oleh Eddie Zien yaitu Sertifikat Hak Milik Nomor : 32 Tahun 1982 atas nama Eddie Zien.

Untuk dapat dilakukannya pembatalan sertifikat yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut syaratnya pembatalan tersebut harus termuat dalam amar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang memerintahkan BPN untuk melakukan pembatalan sertifikat.

Hilangnya hak yang dimiliki oleh Dra.Damiana Maria tidak diberikan uang ganti kerugian oleh pemerintah karena pemilikan tanahnya tersebut menjadi milik orang lain. Pemerintah baru akan memberikan ganti rugi jika sebidang tanah digunakan oleh Negara untuk kepentingan pembangunan atau kepentingan umum seperti contohnya dalam melakukan pembebasan jalan tol sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Dalam hal Dra.Damiana Maria kehilangan haknya akibat itikad tidak baik yang dilakukannya dalam memperoleh hak atas tanahnya, maka BPN membatalkan Sertifikat Hak Milik Nomor : 607 Tahun 2008 dan tindakan BPN tersebut dengan berdasarkan Pasal 52 ayat (1) huruf b PP 24/1997 bahwa pendaftaran hapusnya suatu hak atas tanah, hak pengelo- laan dan hak milik atas satuan rumah susun dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan membubuhkan catatan pada buku tanah dan surat ukur serta memusnahkan sertifikat hak yang bersangkutan berdasarkan huruf b.

salinan surat keputusan Pejabat yang berwenang, bahwa hak yang bersangkutan telah dibatalkan atau dicabut dan Pasal 54 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

(18)

2011 bahwa BPN RI wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, kecuali terdapat alasan yang sah untuk tidak melakukannya.

Pembatalan sertifikat dapat dilakukan dengan 2 (dua) sebab yaitu karena:

a. Sertifikat hak atas tanah yang mengandung cacat hukum administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 62 Ayat (1) Perkaban No 3 Tahun 2011.

b. Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap diatur dalam Pasal 54 Ayat (1) Perkaban No.3 Tahun 2011.

Berdasarkan kasus Eddie Zien dan Dra.Damiana Maria, Sertifikat Hak Milik Nomor : 607 Tahun 2008 dilakukan pembatalan sertifikat atas pelaksanaan dari putusan yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 3 PK/TUN/2017, dimana didalam amar putusan tersebut memerintahkan Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut untuk menyatakan batal Sertifikat Hak Milik Nomor : 607 Tahun 2008 Desa Bentok Kampung, Kecamatan Bati-bati, Kabupaten Tanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan, tanggal penerbitan 9 Juni 2008, Luas Tanah 13.558 m2, dengan Surat Ukur Nomor : 03/Bentok Kampung/2008 atas nama Dra. Damiana Maria dan memerintahkan Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut untuk mencabut Sertifikat Hak Milik Nomor : 607 Tahun 2008 Desa Bentok Kampung, Kecamatan Bati-bati, Kabupaten Tanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan, tanggal penerbitan 9 Juni 2008, Luas Tanah 13.558 m2, dengan Surat Ukur Nomor : 03/Bentok Kampung/2008 atas nama Dra. Damiana Maria.

Berdasarkan pada kasus pembatalan Sertifikat Hak Milik Nomor 607 Tahun 2008 atas nama Dra.Damiana Maria yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut dengan dasar Pasal 52 ayat (1) huruf b PP 24/1997 dan Pasal 54 ayat (1) Pekaban Nomor 3 Tahun 2011 atas pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung No 3 PK/TUN/2017.

D. PENUTUP

(19)

1. Kesimpulan

a. Berdasarkan Pasal 3 PP 24/1997 pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada pemegang sertifikat hak atas tanah.

Menurut Philipus M Hadjon perlindungan hukum yang diberikan kepada Eddie Zien yaitu Perlindungan hukum represif dengan sarana perlindungan hukum represif yaitu terhadap terbitnya sertifikat hak milik No : 607 Tahun 2008 atas nama Dra. Damiana Maria memerikan kesempatan kepada Eddie Zien untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997

Mengenai kepastian hukum yang diberikan oleh pemerintah kepada pemegang hak atas tanah yaitu berupa diberikan serifikat hak milik No:

32 Tahun 1982 atas nama Eddie Zien yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Laut Banjarmasin, kepastian hukum disini berupa kepastian hukum mengenai Luas, Letak, Batas tanah dan status tanah yang tercantum dalam sertifikat tersebut.

Sertifikat merupakan alat bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c dan Pasal 23 ayat (2) UUPA. Tetapi mengingat sistem publikasi yang digunakan oleh Indonesia yaitu negatif mengandung unsur positif, kepastian hukum disini tidak berlaku mutlak dan tidak menutup kemungkinan Eddie Zien mengajukan gugatan kepada Dra. Damiana Maria karena merasa dirugikan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UUPA.

b. Dengan diberikannya perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada Eddie Zien maka menyebabkan Dra.Damiana Maria menjadi kehilangan haknya serta BPN dalam hal ini diperintahkan untuk melakukan pembatalan sertifikat dengan berdasarkan Pasal 54 Ayat (1) Perkaban No. 3 Tahun 2011 yaitu Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu Putusan Nomor 18/G/2014/PTUN.BJM,

(20)

Putusan Nomor 46/B/2015/PT.TUN.JKT, Putusan Nomor 447 K/TUN/2015, Putusan Nomor 3 PK/TUN/2017.

2. Saran

Adapun saran mengenai perlindungan hukum dan kepastian hukum pemegang sertifikat hak milik adalah Badan Pertanahan Nasional lebih teliti dan lebih selektif dalam melakukan pendaftaran tanah terhadap hak-hak atas tanah yang akan melakukan pendaftaran tanah.

E. DAFTAR PUSTAKA BUKU

Adrian Sutedi. Sertifikat Hak Atas Tanah. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang–

Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya (Cet. II). Jakarta:

Universitas Trisakti, 2013.

Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya:

PT Bina Ilmu, 1987.

Perangin, Effendi. Praktek Pengurusan Sertifikat Hak Atas Tanah. Jakarta: CV Rajawali, 1992.

Riduan Syahrani. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum (Cet. III). Jakarta: UI Press, 2015.

Widhi Handoko. Kebijakan Hukum Pertanahan: sebuah refleksi keadilan hukum progresif. Yogyakarta: Thafa Media, 2014.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.LN No. 59 Tahun 1997. TLN No. 3696.

Referensi

Dokumen terkait

Dari Pasal-Pasal tersebut diatas maka jika dikaitkan dengan kasus maka Megawati Tanudibroto dan Paul Tanudibroto tidak terbukti melakukan keempat unsur diatas, namun

Indikator pembeda untuk dua kelompok tersebut adalah : peternak yang memelihara sapi dara merupakan anggota kelompok peternak yang melakukan penggantian

Penelitian mengenai “Peran DPRD Kabupaten Sumbawa Dalam Pelaksanaan Kerjasama Yang Dilakukan Oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Dengan Lembaga Luar Negeri

Implikasi penelitian ini yaitu: 1). Bagi peserta didik kelas IV SDN Tanabangka Kec Bajeng Barat Kab Gowa, mampu memotivai peserta didik untuk meningkatkan hasil belajar peserta

Dalam penelitian ini angket digunakan untuk mengumpulkan data tentang motivasi shalat dhuha siswa hubungannya dengan akhlak mereka sehari-hari, operasional

Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dapat disimpulkan: 1.Tugas dan wewenang jaksa dalam pemeriksaan suatu perkara pidana adalah melakukan penuntutan,

Pola frinji yang terbentuk adalah sama seperti pada saat kalibrasi yakni berbentuk cincin, hanya ukurannya lebih kecil dan pola frinjinya tampak seperti sebuah sorotan

terhadap telur wereng coklat pada pengamatan 1 dan 5 HSA pada semua perlakuan insektisida lebih rendah dan berbeda nyata dengan kontrol (16,53%), hal ini menunjukkan