• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi. Diajukan untuk Mcmenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : MUHAMMAD NOOR NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Skripsi. Diajukan untuk Mcmenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : MUHAMMAD NOOR NIM :"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

AGAMA

(ANALISIS PUTUSAN PERKARA NOMOR 0239/PDT.G/2012/PA.BJB DAN NOMOR 20/PDT.G/2013/PTA.BJM )

Skripsi

Diajukan untuk Mcmenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

MUHAMMAD NOOR NIM : 11150440000083

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2021 M

(2)

VALUASI ASET DALAM SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA ( Analisis Putusan Perkara Nomor 0239/Pdt.G/2012/PA.Bjb dan Nomor

20/Pdt.G/2013/PTA.Bjm )

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

MUHAMMAD NOOR NIM: 11150440000083

Dibawah Bimbingan

M. NUZUL WIBAWA, S.AG., M.HUM. NUPN. 9920112985

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2021 M

(3)
(4)

i

ABSTRAK

Muhammad Noor. Nim 11150440000083. VALUASI ASET DALAM SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA

(Analisis Putusan Perkara Nomor 0239/Pdt.G/2012/PA.Bjb dan Nomor

20/Pdt.G/2013/PTA.Bjm). Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1443 H/2021 M. ix halaman + 73 halaman.

Dalam Undang-Undang perkawinan yang dimaksud dengan harta bersama adalah harta benda yang diperoleh salam masa perkawinan, harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung. Harta bersama dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud. Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak, dan surat-surat berharga. Sedangkan harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban.

Aktiva atau harta yang dinilai yaitu harta benda berwujud dan harta tidak berwujud, Aktiva berwujud, dimana aktiva tersebut memiliki fisik yang akan digunakan sebagai sarana usaha, seperti tanah. Tanah adalah harta yang digunakan untuk tujuan usaha atau perbaikan tanah yaitu unsur - unsur seperti pemetaan tanah, pengaspalan, dan pemekaran yang meningkatkan kegunaan dari aktiva, setelah itu gedung yaitu bangunan yang akan digunakan untuk menempatkan operasi perusahaan. Aktiva tidak berwujud adalah aktiva yang tidak termasuk di dalam aktiva keuangan yang tidak memiliki bentuk fisik

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan Perundang-Undangan. Sumber data penelitian yakni putusan Nomor 0239/Pdt.G/2012/PA.Bjb dan 20/Pdt.G/2013/PTA.Bjm, peraturan perundang-undangan, buku-buku dan tulisan para sarjana yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data dengan cara penelitian kepustakaan.

Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: Putusan Pengadilan Agama Banjar Baru tentang sengketa harta bersama yang masih berupa aset yang belum jelas nilainya ini menggunakan dasar hukum peraturan perundang-undangan dan memutuskan untuk membagi dua harta bersama tersebut. Majelis hakim tingkat banding menyatakan bahwa nilai harga taksasi masing-masing obyek sengketa tersebut sebagaimana tercantum dalam amar putusan pengadilan tingkat pertama, oleh majelis hakim tingkat banding dinyatakan tidak relevan ditetapkan, karena nilai obyek tersebut bersifat relatif selalu berubah sesuai dengan kondisi akhir dari bendanya, sehingga tidak perlu dicantumkan dalam putusan

Kata Kunci : Harta Bersama, Nilai Aset Tidak Riil, Putusan, Hakim.

Pembimbing : M. Nuzul Wibawa, S.Ag., M.Hum. Daftar Pustaka : 1978 s.d 2018 M

(5)

ii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih penggunaannya terbatas. a. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar akasara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak Dilambangkan

ب B Be

ت T Te

ث Ts te dan es

ج J Je

ح h} ha dengan garis bawah

خ Kh ka dan ha د D De ذ Dz de dan zet ر R Er س Z Zet س S Es

(6)

iii

ش Sy es dan ye

ص s} es dengan garis bawah

ض d} de dengan garis bawah

ط t} te dengan garis bawah

ظ z} zet dengan garis bawah

ع „ koma terbalik diatas hadap kanan

غ Gh ge dan ha ف F Ef ق Q Qo ك K Ka ل L El م M Em ن N En و W We ه H Ha ء „ Apostrop ي Y Ya

b. Vokal Pendek dan Vokal Panjang

Vokal Pendek Vokal Panjang

َ = a َىا = a>

(7)

iv

َ = u و = u> َى

c. Diftong dan Kata Sandang

Diftong Kata Sandang

ي أ = ai )لا( = al

و أ = aw )شلا( = al-sh

)لاو( = wa al-

d. Tasydid (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydid dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf- huruf syamsiyyah. Misalnya: al-Syuf‟ah, tidak ditulis asy-syuf‟ah

e. Ta Marbutah

Jika ta marbutah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau diikuti oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi huruf “t” (te) (lihat contoh 3).

Kata Arab Alih Aksara

زش ي ع ة syarî „ah ا زشل ي ع ة ا إ لاسل م ي

ة al- syarî „ah al-islâmiyyah

راقم ن ة لا م اذ ه ة Muqâranat al-madzâhib

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama tersebut berasal dari Bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

(8)

v

Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagai berikut contoh:

No Transliterasi Asal Dalam KBBI

1 Al-Qur‟an Alquran 2 Al-Hadith Hadis 3 Sunnah Sunah 4 Nash Nas 5 Tafshir Tafsir 6 Fiqh Fikih

(9)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‟alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah SWT yang telah memberikan banyak karunia-Nya terutama waktu, kesehatan dan kesempatan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam selalu tercurahkan keharibaan baginda Nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing kehidupan penulis dan kita semua.

Penulis amat terharu, bersyukur dan gembira sekali, karena telah menyelesaikan tugas akhir dalam jenjang pendidikan S1 ini, sehingga bisa memperoleh gelar Sarjana Hukum lulusan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu kelancaran penyusunan skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis secara khusus menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc. M.A, selaku Rektor Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H, M.H, M.A, selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Hj Mesraini, S.H, M.A, selaku ketua program studi Hukum Keluarga 4. Bapak Ahmad Chairul Hadi, M.A, selaku sekretaris program studi Hukum

Keluarga.

5. Bapak M. Nuzul Wibawa, S.Ag, M.Hum, selaku dosen pembimbing skripsi penulis, yang selalu membimbing penulis dengan penuh kesabaran di tengah kesibukan yang beliau hadapi, memberikan arahan serta masukan yang sangat membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan banyak ilmunya kepada penulis.

7. Pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk studi kepustakaan 8. Kedua orang tua penulis yaitu ayah tercinta Mujelih Betol dan umiku tersayang

Sitih yang penulis cintai dan selalu mendukung, perhatian dan kasih sayang serta yang selalu mendoakan penulis siang dan malam. Karena kalian berdualah penulis semangat dan terinspirasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Kakak penulis yaitu Rohaya, Rukiyati, Maulana Hasanuddin, terima kasih telah dilahirkan dan selalu mendukung penulis dalam kehidupan ini.

(10)

vii

10. Keluarga besar Hukum Keluarga angkatan 2015.

11. Teman-teman terbaik khususnya kepada Abdul Mufahir, Irfan Hanif, Ridwan Abdillah, Muhyidin dan teman-teman lainnya.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas jasa-jasa mereka, kebaikan mereka, dan melindungi mereka baik di dunia maupun di akhirat kelak, Amiin! Semoga skripsi ini membawa berkah dan banyak manfaat bagi para pembaca walaupun masih banyak kekurangan dan belum sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Wallahu a‟lam bi al-Showab.

Jakarta, 31 Juli 2021

(11)

viii

DAFTAR ISI

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ... i

ABSTRAK ... i

PEDOMAN TRANSLITERASI ... ii

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A Latar Belakang Masalah ... 1

B Identifikasi Masalah ... 3

C Pembatasan Masalah ... 3

D Perumusan Masalah... 3

E Tujuan Penelitian... 4

F Kajian Review Terdahulu ... 4

G Kerangka Teori ... 5 H Metode Penelitian ... 5 I Sistematika Penulisan ... 7 BAB II ... 36 HARTA BERSAMA ... 36 A. Harta Bersama ... 36

1. Pengertian Harta Bersama ... 36

2. Dasar Hukum Harta Bersama ... 37

3. Tata Cara Pembagian Harta Bersama ... 39

4. Penyelesaian Harta Bersama Akibat Putusnya Perkawinan ... 41

B. Ruang Lingkup Benda ... 42

A Pengertian Hukum Benda ... 42

BAB III... 46

VALUASI ASET ... 46

A. Valuasi Aset ... 46

1. Nilai Objek Pajak (NJOP) ... 46

2. Harga Pasar ... 49

3. Kewenangan ... 49

4. Jasa Apraisal atau Penilai ... 50

5. Kesepakatan ... 51

BAB IV ... 53

VALUASI ASET DALAM SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM PERKARA NOMOR 0239/Pdt.G/2012/PA.Bjb. ... 53

(12)

ix

1. Putusan Perkara Nomor 0239/Pdt.G/2012/PA.Bjb ... 53

A Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Agama Banjar Baru ... 56

B Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin ... 59

C Analisis atas Putusan Pengadilan Tinggi Agama Banjar Baru Nomor 0239/Pdt.G/2012/PA.Bjb 60 D Analisis atas Putusan Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin Nomor 20/Pdt.G/2013/PTA.Bjm 61 BAB V ... 46 PENUTUP ... 46 A Kesimpulan ... 46 B Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA ... 48

(13)

1

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Salah satu akibat dari terjadinya perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita adalah pembauran harta atau yang lazim dikenal dengan sebutan harta bersama. Dengan kata lain, pada saat perkawinan terjadi maka secara otomatis harta suami istri

bergabung menjadi harta bersama.1

Adanya apa yang disebut harta bersama dalam sebuah rumah tangga, pada mulanya didasarkan atas urf atau adat istiadat dalam sebuah negeri yang tidak memisahkan antara

hak suami dan istri seperti di Indonesia ini.2 Adanya harta bersama dalam perkawinan

tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami istri.3

Menurut Pasal 119 KUHPerdata, prinsip harta benda perkawinan yaitu harta persatuan

bulat antara suami istri.4 Jadi, pengertian harta bersama adalah harta kekayaan yang

diperoleh selama perkawinan di luar hadiah atau warisan. Maksudnya, harta yang didapat atas usaha mereka, atau sendiri-sendiri selama masa ikatan perkawinan. Dalam istilah

fikih muamalat, dapat dikategorikan sebagai syirkah atau join antara suami dan istri.5

Masalah tentang harta bersama ini memang sudah diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia seperti yang terdapat di dalam UU No. 1 Tahun 1974Tentang Perkawinan pada pasal 35-37. Begitu juga sudah diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam padal pasal 85-97. Dan juga diatur di dalam KUH Perdata Buku Ke Satu Tentang Orang pada Bab VI Tentang Persatuan Harta Kekayaan Menurut Undang-Undang dan Pengurusannya dari pasal 119-138.

Kesejahteraan manusia di dunia ini dapat digambarkan dalam tiga bentuk, yaitu kebutuhan akan pangan, sandang, dan papan. Perjuangan setiap orang untuk mendapatkan ketiga hal ini selalu menghadapi resiko yang dapat mengganggu kontinuitas dari usaha-usaha untuk memperolehnya dan untuk mencegah segala hambatan itu setiap orang

berusaha melakukan berbagai cara yang terbaik untuk menanggulangi hambatan itu.6

1 Kamarusdiana dan Jaenal Arifin, Perbandingan Hukum Perdata (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007)

Cet.1, h.20.

2

Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer : Analisis Yurisprudensi

Dengan Pendekatan Ushukiyah (Jakarta : Kencana, 2010) Cet.3, h.59.

3 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta : Rajawali Pers,

2014) Cet.4, h.179.

4 P.N.H Simajuntak, Hukum Perdata Indonesia (Jakarta : Kencana, 2015) Cet.1, h.43.

5 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta : Rajawali Pers, 2013) Cet.1, h.161. 6 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Indonesia (Jakarta : Kencana, 2014) Cet.4,

(14)

2

Dalam hidup berkeluarga sebagai manusia sosial pasti tidak luput dari yang namanya hubungan bermuamalat terhadap orang lain mulai dari saling tolong menolong baik dalam hal tenaga, pikiran, materi bahkan jiwa. Dalam suatu keluarga mempunyai utang-piutang merupakan sesuatu yang lumrah yang terjadi pada masyarakat kita salah satunya utang-piutang terhadap bank.

Salah satu syarat mengajukan pinjaman ke bank yaitu dengan menyertakan barang atau harta yang kita miliki sebagai agunan atau jaminan terhadap utang yang kita pinjam bahkan ada yang sampai menjadikan harta bersama keluarga tersebut sebagai jaminan.

Dalam hal pertanggung jawaban utang, baik terhadap suami maupun terhadap istri, bisa dibebankan pada hartanya masing-masing. Sedangkan terhadap utang yang bisa dilakukan untuk kepentingan keluarga, maka dibebankan pada harta bersama. Bila harta bersama tidak mencukupi, maka dibebankan kepada harta suami dan bila harta suami tidak ada atau tidak mencukupi maka dibebankan kepada harta istri. Hal ini sesuai dengan

yang diatur oleh Kompilasi Hukum Islam pasal 93.7

Dalam hal terjadinya perceraian maka harta bersama harus dibagi dua. Jika salah satunya yang menguasai harta bersama tidak mau membagi, maka pihak yang dirugikan

dapat mengajukan gugatan pembagian harta bersama kepada Pengadilan Agama.8 Sesuai

dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 88. Dan janda atau duda yang bercerai hidup maka masing-masing berhak mendapatkan seperdua dari harta bersama sepanjang tidak

ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.9

Dalam suatu kasus yang terjadi di Pengadilan Agama Banjar Baru dan Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin terjadi sebuah putusan majelis Hakim yang bertentangan kedua Pengadilan tersebut terkait kasus pembagian harta bersama.

Di dalam amar putusan majelis Hakim tingkat pertama yakni Pengadilan Agama Banjar Baru memutuskan untuk menghukum tergugat agar menyerahkan kepada penggugat setengah bagian harta bersama tersebut yang masih berada pada pihak ketiga (PT. API). Sedangkan di dalam amar putusan majelis Hakim tingkat banding yakni Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin memutuskan untuk membatalkan putusan di Pengadilan Agama Banjar Baru dan mengadili sendiri untuk tidak membagikan harta bersama yang masih berada pada pihak ketiga terlebih dahulu.

Melihat dari kedua putusan tersebut yakni putusan Pengadilan Agama Banjar Baru

7 Tihami dan Sohari Sahrani, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Indonesia (Jakarta : Rajawali Pers,

2014) Cet.4, h.179.

8 Taufiq Hamami, Peradilan Agama Dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia : Pasca Amandemen ke tiga UUD 1945 (Jakarta : Tatanusa, 2013) Cet.1, h.184.

(15)

dan juga putusan Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin terdapat perbedaan putusan dan pertimbangan hukum, maka menarik untuk dilakukan suatu penelitian dalam bentuk skripsi yang berkaitan dengan sengketa harta bersama dengan judul : Valuasi Aset Dalam

Sengketa Harta Bersama Di Pengadilan Agama (Analisis Putusan Perkara Nomor 0239/Pdt.G/2012/PA.Bjb dan Nomor 20/Pdt.G/2013/PTA.Bjm ).

B Identifikasi Masalah

1. Bagaimana proses pembagian Harta Bersama yang masih berada pada pihak ketiga di Pengadilan Agama?

2. Apa yang menjadi pertimbangan hakim Pengadilan Agama Banjar Baru mengabulkan permintaan penggugat dalam pembagian Harta Bersama yang masih berada pada pihak ketiga?

3. Apa yang menjadi pertimbangan hakim Tingkat Banding membatalkan Putusan Pengadilan tingkat pertama?

4. Bagaimana ketentuan pembagian Harta Bersama yang masih berada pada pihak ketiga dalam Undang-Undang dan Peraturan yang berlaku?

5. Apakah putusan di dua pengadilan tersebut sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku di Indonesia?

6. Manakah yang lebih kuat antara Undang-Undang dan Yurisprudensi dalam memutus perkara sengketa harta bersama yang masih berada pada pihak ketiga?

C Pembatasan Masalah

Dalam realita banyak terjadi di lapangan mengenai pembagian sengketa harta bersama yang masih berada pada pihak ketiga, namun agar pembahasan skripsi ini lebih terarah dan lebih spesifik maka perlu ditentukan batasan masalah yang akan dibahas. Adapun pembatasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai sengketa harta bersama di Pengadilan Agama Banjar Baru dengan Nomor Putusan 0239/Pdt.G/2012/PA.Bjb dan juga di Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin dengan Nomor Putusan 20/Pdt.G/2013/PTA.Bjm.

D Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah diatas, maka dalam penelitian ini pokok masalahnya dapat dirumuskan sebagai berikut :

(16)

4

2. Bagaimana sistem penilaian Valuasi Aset dalam sengketa harta bersama di Pengadilan Agama ?

3. Bagaimana pertimbangan dan dasar hukum Hakim Pengadilan Agama Banjar Banjar baru Nomor 0239/Pdt.G/2012/PA.Bjb dan Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin Nomor 20/Pdt.G/2013/PTA.Bjm dalam menentukan harta bersama ?

E Tujuan Penelitian

Tujuan dan manfaat penelitian yang akan dicapai penulis adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Penelitian

a. Menjelaskan apa dan mengapa terjadi perbedaan pertimbangan hukum pada hakim tingkat pertama dan hakim tingkat banding dalam memutus perkara sengketa harta bersama yang harta tersebut masih berada pada pihak ketika.

b. Menjelaskan apakah putusan hakim di dua pengadilan tersebut sesuai atau tidak dengan hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian a. Bagi Akademisi

1) Menambah wawasan

Menambah wawasan dan pengetahuan tentang hukum pembagian harta bersama yang masih berada pada pihak ketiga yang berlaku di Indonesia.

2) Memberikan kontribusi terhadap wajah hukum di Indonesia.

b. Bagi Praktisi

Sebagai pertimbangan bagi praktisi ketika ingin merevisi peraturan perundang-undangan yang membahas tentang harta bersama.

c. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang hukum pembagian harta bersama yang herta tersebut masih berapad pada pihak ketiga yang benar serta bagaimana melakukan pembagian harta bersama yang harta tersebut masih berada pada pihak ketiga yang benar sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku di Indonesia.

F Kajian Review Terdahulu

Dalam penulisan proposal ini, sebelum penulis mengadakan pembahasan yang lebih lanjut dan menyusun menjadi skripsi, maka sebelumnya penulis akan mengkaji skripsi, thesis, disertasi, jurnal dan artikel, maksudnya dari pengkajian ini adalah agar dapat

(17)

diketahui bersama bahwa apa yang penulis teliti berbeda dengan pembahasan skripsi sebelumnya. Review kajian terdahulu yang berkaitan dengan penulis diantaranya :

Abraham Lombagia dalam jurnal yang berjudul “Pembebanan Hak Tanggungan Atas

Harta Bersama Suami Dan Istri Dihubungkan Dengan UU No.1 Tahun 1974”.10

Astriani Van Bone dalam jurnal yang berjudul “Penyelesain Sengketa Harta Bersama

Berstatus Agunan Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Negeri”.11

Lidya Elizabhet dalam tesis yang berjudul “Pembebanan Harta Bersama Perkawinan

Berupa Hak Milik Atas Tanah Sebagai Agunan Dalam Perkawinan Campuran”.12

Perbedaan pada skripsi yang penulis akan tulis adalah penulis lebih memfokuskan kedudukan dan status harta bersama apabila barangnya itu masih berada pada pihak ketiga dan bagaimana cara pembagiannya pada Pengadilan Agama khususnya Pengadilan Agama Banjar Baru dan Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin apakah harta bersama itu sudah bisa dibagi dua atau harus menunggu sampai pihak ketiga memberikannya.

G Kerangka Teori

Kerangka teori atau landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori-teori yang tedapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, kemudian Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan teori kewenagan hakim, teori kepastian hokum, teori valuasi aset.

H Metode Penelitian

Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan terencana, dilakukan dengan metode ilmiah bertujuan untuk mendapatkan data baru guna membuktikan kebenaran atau ketidak

benaran dari suatu gejala.13

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan Yuridis Normatif, yaitu suatu pendekatan untuk menemukan apakah suatu perbuatan hukum itu sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku atau tidak. Karena dengan pendekatan ini bisa mengetahui semua hal tentang pelaksaan pembagian harta bersama di Pengadilan Agama. Hal ini tidak bisa dijelaskan dengan angka-angka. Akan tetapi hal ini bisa

10 Abraham Lombogia, Pembebanan Hak Tanggungan Atas Harta Bersama Suami Dan Isteri Dihubungkan Dengan UU No.1 Tahun 1974, (Lex Privatum, Vol.2, No.3 Oktober 2014).

11 Astriani Van Bone, Penyelesaian Sengketa Harta Bersama Berstatus Agunan Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Negeri, (Lex Administratum, Vol.5, No.5 Juli 2017).

12 Lidya Elizabhet, Pembebanan Harta Bersama Perkawinan Berupa Hak Milik Atas Tanah Sebagai Agunan Dalam Perkawinan Campuran, (Surabaya : Perpustakaan Universitas Airlangga, 2009).

(18)

6

terungkap dengan datang langsung ke Pengadilan Agama. Sehingga data yang diperoleh bisa bervariasi dan lebih lengkap.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data sebagai berikut :

a. Sumber primer, adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang di cari penelitian ini, subyek penelitiannya adalah dokumen penetapan Harta Bersama 0239/Pdt.G/2012/PA.Bjb dan 20/Pdt.G/2013/PTA.Bjm selain itu juga penulis akan melakukan wawancara dengan Hakim yang memutuskan perkara tersebut di dua Pengadilan yakni Pengadilan Agama Banjar Baru dan Pengadilan Tinggi Agama Banjarmasin. b. Sumber sekunder, adalah data-data yang berasal dari orang kedua atau bukan data

yang datang langsung, namun data ini mendukung pembahasan dari penelitian ini. Pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan dengan segera, dan salah satu ciri data sekunder ini tidak terbatas oleh waktu

maupun tempat.14 Adapun sumber data sekunder diantaranya adalah :

1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. 3) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.

4) Kompilasi Hukum Islam.

5) Kitab dab buku-buku serta catatan lainnya yang ada keterkaitannya dengan masalah harta bersama.

3. Analisis Data

Analisis data merupakan tahap terpenting dari sebuah penelitian. Sebab dari tahap ini data dapat dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah pemahaman yang benar-benar dapat digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan yang telah dirumuskan. Secara definitif, analisis data merupakan proses perorganisasian dan pengurutan data kedalam pola kategori dan suatu uraian dasar, sehingga dapat ditentukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang

(19)

dirumuskan oleh data.15

Metode analisis yang digunakan adalah contect analysis atau analisis isi, yakni pengolahan data dengan cara pemilahan tersendiri berkaitan dengan pembahasan pertimbangan hakim yang terlihat dari salinan putusan dan hasil wawancara langsung kepada hakim yang bersangkutan yang kemudian di deskripsikan, dibahas dan dikritik. Selanjutnya di ketegorisasikan ( dikelompokan ) dengan data yang sejenis, dan analisa isisnya secara kritis guna mendapatkan formulasi yang kongkrit dan memadai, sehingga pada akhirnya dijadikan sebagai langkah dalam mengambil

kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah yang ada.16

4. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan, penulisan menggunakan standar acuan BUKU PEDOMAN PENULISAN SKRIPSI yang di terbitkan oleh Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.

I Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih kongkrit dari penelitian ini, maka sistematika penulisannya disusun sebagai berikut :

Bab pertama dalam pembahasan ini merupakan bab pendahuluan, meliputi pembahasan tentang : latar belakang masalah, pembahasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penulisan, studi review terdahulu, dan sistematika penulisan.

Bab kedua menjelaskan tentang sengketa di bidang perkawinan di pengadilan agama, kewenangan pengadilan agama, ruang lingkup perkawinan, perceraian dan akibat perceraian, prosedur.

Bab ketiga menjelaskan tentang sengketa dan valuasi aset harta bersama, ruang lingkup, valuasi aset, ketentuan pembagian.

Bab empat merupakan pokok dari pembahasan penelitian yang dilakukan yakni,

valuasi aset dalam sengketa harta bersama dalam perkara nomor

0239/Pdt.G/2012/PA.Bjb, duduk perkara, pertimbangan putusan hakim pengadilan agama

banjar baru, pertimbangan putusan hakim pengadilan tinggi agama Banjarmasin.

15 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Rosdakarya, 2001), h.103. 16 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.163.

(20)

36

BAB II

HARTA BERSAMA

A. Harta Bersama

1. Pengertian Harta Bersama

Menurut Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, prinsip harta benda

perkawinan yaitu harta persatuan bulat antara suami istri.17 Jadi pengertian harta

bersama adalah harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan diluar hadiah atau warisan. Maksudnya, harta yang didapat atas usaha mereka, atau sendiri-sendiri selama masa ikatan perkawinan. Dalam istilah fikih muamalat, dapat dikategorikan

sebagai syirkah atau join antara suami dan istri.18

Di dalam Undang-Undang perkawinan yang dimaksud dengan harta bersama

adalah harta benda yang diperoleh salam masa perkawinan.19 Sedangkan di dalam

Kompilasi Hukum Islam (KHI) dijelaskan bahwa harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperolehbaik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa

mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.20

Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, harta kekayaan suami istri dalam perkawinan dapat dibagi menjadi dua jenis. Pertama harta bersama, yaitu semua harta kekayaan yang diperoleh selama ikatan pernikahan. Kedua, harta milik pribadi masing-masing suami istri, yaitu harta yang telah dimiliki

oleh masing-masing suami istri sebelum mereka menikah.21

Sayuti Thalib sebagaimana dikutip oleh Merdani mendefinisikan harta bersama yaitu harta kekayaan yang diperoleh pasangan suami istri selama perkawinan diluar bagian dari warisan atau hibah. Maksudnya adalah harta yang didapat atau

usaha mereka berdua atau sendiri-sendiri selama dalam masa ikatan perkawinan.22

Harta bersama dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud. Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak, dan surat-surat

17

P.N.H Simajuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta : Kencana 2015), Cet. 1, h. 43.

18 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pres 2013), Cet. 1, h. 161. 19 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasl 35 ayat (1).

20 Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam Pasal 1 huruf (f). 21

Mesraini, “Konsep Harta Bersama dan Implemtasinya di Pengadilan Agama”, Jurnal Ahkam, Vol. XII No. 1 (Januari 2012), h. 60.

(21)

berharga. Sedangkan harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun

kewajiban.23

Istilah hokum harta bersama digunakan secara resmi dan legal, baik dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI), maupun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Akan tetapi, istilah harta gono-gini lebih

dikenal dikalangan masyarakat dibandingkan dengan istilah resmi.24 Secara

konvesional, beban ekonomi keluarga adalah hasil pencaharian suami, sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga bertindak sebagai manajer yang mengatur manajemen

ekonomi rumah tangganya.25

Dalam kitab-kitab fikih tidak dikenal adanya pembauran harta suami istri setelah berlangsungnya perkawinan. Suami memiliki hartanya sendiri dan istri memiliki

hartanya sendiri.26 Harta bersama dapat dikategorikan sebagai syirkah ‘abdan27 karena

perkongsian suami istri dalam harta bersama sebagaian besar berasal dari hasil jerih payah suami istri dalam mencari nafkah. Sedangkan harta bersama yang dapat dikategorikan sebagai syirkah mufawwadah, dikarenakan dilihat dari sifat perkongsian suami istri dalam harta bersama yang tidak terbatas, semua harta yang diperoleh selama perkawinan dapat dianggap sebagai harta bersama.

2. Dasar Hukum Harta Bersama

Harta bersama di Indonesia ini diatur berdasarkan hokum positif yang berlaku di Indonesia. Konsep dan pembagian harta bersama telah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Kompilasi Hukum Islam.

Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, masalah yang berkaitan dengan harta bersama hanya diatur secara umum dan singkat dalam 3 pasal, dan tampaknya Undang-Undang ini menyerahkan pelaksaan penerapannya

berdasarkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat.28

23

Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam Pasal 91.

24 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian, (Jakarta : Transmedia Pusaka

2008), h. 2.

25 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 161.

26 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana 2007), Cet. 2, h. 176. 27 Sayuti Thalib, Hukum Keluargaan Indonesia, (Jakarta : Universitas Indonesia Pres 1986), Cet. 5, h.

80-81.

(22)

38

Sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam harta bersama diatur dalam Bab XIII

tentang Harta Kekayaan Dalam Perkawinan pada pasal 85 sampai dengan pasal 97.29

Diantaranya dalam pasal 85 disebutkan, “Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri”. Di pasal ini terlihat Kompilasi Hukum Islam mendukung adanya persatuan harta dalam perkawinan, meskipun hartanya sudah bersatu, tetapi tidak menutup kemungkinan

adanya sejumlah harta milik masing-masing pasangan, baik suami maupun istri.30

Penjelasan harta bersama juga terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab VI Pasal 119-138 pada khususnya, dan terdapat dibeberapa pasal lain pada umumnya. Salah satunya yaitu terdapat dalam Pasal 119 disebutkan bahwa “sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hokum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan

ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan.31 Meskipun pada praktiknya aturan yang

ada didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada buku satu tentang orang sudah digantikan dengan adanya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Walaupun didalam Al-Qur’an dan Hadist tidak membahas secara khusus mengenai konsep harta bersama dalam suatu ikatan perkawinan, akan tetapi terdapat ayat-ayat Al-Qur’an yang menyinggung masalah harta benda secara umum, diantaranya ialah terdapat dalam surat an-Nisaa’ ayat 32 yang berbunyi :

























































Artinya : “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah

kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para perempuan pun ada bagian dari apa yang mereka

29 Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.

30 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Press 2013), Cet. 1, h. 162. 31 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab VI Pasal 119.

(23)

usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S an-Nisaa’ : 32)32

Ayat ini bersifat umum dan tidak ditunjukan kepada suami atau istri saja, melainkan semua laki-laki dan perempuan. Jika seseorang berusaha dalam kehidupannya sehari-hari maka hasil usahanya itu merupakan harta pribadi yang

dimiliki dan dikuasai oleh pribadi masing-masing.33

Firman Allah SWT dalam surat an-Nisaa’ ayat 32 ini apabila karena suatu hal, suami tidak dapat melaksanakan kewajiban sementara suami sesungguhnya mampu, maka istri dibenarkan mengambil harta suaminya, untuk memenuhi kebutuhan diri

dan anak-anaknya secara ma’ruf.34

Praktik harta bersama suami istri dalam perkawinan di Indonesia telah lama ada, seiring dengan ketentuan hokum adat yang hidup pada masing-masing wilayah. Dikenalkan istilah Hareuta Sihareukat di Aceh, Gono-Gini di Jawa, Cakkara di Bugis dan Makasar, Barang Perpantangan di Kalimantan, Guna Kaya di sunda, Druwe Gabri di Bali, dan sebagainya, menunjukkan bahwa konsep harta bersama telah lama

dipraktikkan oleh masyarakat adat di Indonesia.35

Dalam perkembangannya, konsep harta bersama dalam hokum adat kemudian didukung oleh pakar ulama fikih melalui konsep pendekatan syirkah abdan’ dengan hokum adat. Berkaitan dengan ini ada sebuah kaidah yang bias digunakan, yakni :

ة م ك ح م ة دا عْلا

Artinya : “Adat itu bias dijadikan patokan hokum”.36 Yang dimaksud adat bias

dijadikan hokum adalah selama adat tersebut tidak bertentangan dengan hokum islam yang ada.

3. Tata Cara Pembagian Harta Bersama

Ketentuan pembagian harta bersama dalam ikatan perkawinan merupakan suatu hal yang sangat penting, agar suami istri tau bagaimana porsi bagian hartanya masing-masing jika kemungkinan nanti hubungan pasangan suami istri itu kandas atau tidak lagi terikat dalam perkawinan, entarh itu karena masalah perceraian atau

32 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : Cahaya Qur’an 2011), h. 83. 33 Mesraini, “Konsep Harta Bersama dan Implementasinya di Pengadilan Agama”, h. 62.

34 Kamrusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta : UIN Jakarta Press 2007),

Cet 1, h. 18.

35 Mesraini, “Konsep Harta Bersama dan Implementasinya di Pengadilan Agama”, h. 64.

36 Sholeh bin Ghanim As-Sadlan, Qowaid al-Fiqhiyyah al-Kubra wa maa tafarra’u anha, (Riyadh : Dar

(24)

40

kematian.37

Mengenai tata cara pembagian harta bersama, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak mengatur secara rinci berapa yang harus diterima oleh suami dan istri apabila terjadi perceraian. Di dalam Undang-Undang ini hanya disebutkan “bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut

hukumnya masing-masing.38

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan bahwa apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup

lebih lama.39 Artinya apabila ada pasangan suami istri yang suami atau istrinya

meninggal dunia terlebih dahulu maka suami atau istri yang masih hidup mendapatkan separuh atau setengah dari harta bersamanya kemudian sisanya baru menjadi harta waris.

Di pasal berikutnya disebutkan janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian

perkawinan.40 Artinya apabila pasangan suami istri yang bercerai maka bagian

masing-masing dari harta bersama adalah seperdua untuk suami dan seperdua untuk istri selama mereka tidak membuat perjanjian perkawinan untuk memisahkan harta bersama.

Jika diamati lebih lanjut, ternyata di Pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak ditentukan berapa bagian masing-masing harta bersama antara suami istri ketika terjadi perceraian. Sebaliknya dalam ketentuan Pasal 96-97 KHI diatur pembagian harta bersama ketika terjadi kasus cerai mati maupun cerai hidup

yaitu masing-masing berhak mendapatkan seperdua dari harta bersama.41 Meskipun di

UU Perkawinan tidak diterangkan mengenai cara pembagian harta bersama, akan tetapi dalam UU ini telah mengindikasikan bahwa ketika terjadi perceraian, maka suami istri berhak untuk memperoleh harta bersama sesuai dengan variasi hukum

masing-masing.42

37

Siah Khosyi’ah, “Keadilan Distributif Atas Pembagian Harta Bersama Dalam Perkawinan Bagi Keluarga Muslim Indonesia”, Jurnal Kajian Hukum Islam Vol. XI No. 1 (Juni, 2017), h. 41.

38

UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 37.

39

Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam Pasal 96 ayat (1).

40 Ibid Pasal 97. 41

Arifah S Mapake dan Ahmad Khisni, “Kedudukan Harta Bersama dalam Perkawinan Menurut Fiqih dan Hukum Positif Indonesia Serta Praktek Putusan Pengadilan Agama”, Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12 No. 2 (Juni, 2017), h. 180.

42

Muhammad Isna Wahyudi, Majalah Hukum Varian Peradilan, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), No. 356 (Juli, 2015), h. 122.

(25)

4. Penyelesaian Harta Bersama Akibat Putusnya Perkawinan

Pada prinsipnya tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sebagaimana yang telah ditegaskan di dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan memebentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.43

Perkawinan dalam Islam adalah ibadah dan mitsaqan ghalidhan (perjanjian kokoh). Oleh karena itu, apabila perkawinan putus atau terjadi perceraian, tidak begitu saja selesai urusannya, akan tetapi ada akibat-akibat hukum yang diperhatikan oleh pihak-pihak yang bercerai. Demikian juga, perkawinan yang terputus karena kematian

salah satu pihak, juga menimbulkan konsekiensi hukum tersendiri.44

Selalu muncul berbagai permasalahan akibat putusnya perkawinan, salah satu permasalahannya ialah perebutan harta bersama antara suami istri. Harta bersama antara suami istri baru dapat dibagi apabila hubungan perkawinan te;ah berakhir atau

putus.45 Perkawinan dapat putus karena sebab kematian, perceraian dan atas keputusan

pengadilan.46

Di dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan

itu diajukan kepada Pengadilan Agama.47 Pembagian harta bersama sebaiknya

dilakukan secara adil, sehingga bisa diterima para pihak dan memahami bagian harta

bersama mana yang merupakan hak suami dan mana yang merupakan hak istri.48

Penyelesaian perkara harta bersama merupakan termasuk perkara contentious atau disebut juga dengan gugatan, yaitu perkara perdata yang mengandung sengketa antara dua pihak yang berpekara atau lebih yang pemeriksaan penyelesaiannya diajukan ke pengadilan. Pihak yang mengajukan gugatan disebut sebagai penggugat dan pihak yang menjadi lawan disebut sebagai tergugat. Serta produk hukum dari

43

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1.

44

Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pres, 2013), Cet. 1, h. 223.

45 Mohd Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan

Zakat Menurut Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), Cet. 3, h. 36.

46

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 38.

47 Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Pasal 88. 48

Bernadus Nagara, “Pembagian Harta Gono-gini atau Harta Bersama Setelah Perceraian Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974”, Jurnal Lex Crimen Vol. V No. 7 (September, 2016), h. 52.

(26)

42

suatu gugatan adalah putusan pengadilan.49

Berdasarkan dengan Undang-Undang Peradilan Agama yang menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di

bidang perkawinan yang salah satunya adalah perkara harta bersama.50 Maka, dalam

hal penyelesaian harta bersama akibat perceraian, antara suami maupun istri yang beragama islam, dapat mengajukan perkara sengketa harta bersama di Pengadilan Agama wilayah tempat tinggal tergugat, sedangkan bagi yang non muslim, gugatan

diajukan ke Pengadilan Negeri di wilayah tempat tinggal tergugat.51

B. Ruang Lingkup Benda

A Pengertian Hukum Benda

Inti dari pengertian hokum benda itu sendiri adalah serangkaian ketentuan hokum yang mengatur hubungan hokum secara langsung antara seseorang (subyek hokum) dengan benda (obyek dari hak milik), yang melahirkan berbagai hak kebendaan (zakelijk recht). Hak kebendaan memberikan kekuasaan langsung kepada seseorang dalam penguasaan dan kepemilikan atas sesuatu benda dimanapun benda berada.

Dengan kata lain, hokum benda itu adalah keseluruhan kaidah-kaidah hokum yang mengatur mengenai kebendaan atau yang berkaitan dengan bendan. Kebendaan disini adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang pengertian benda, pembendaan dan hak-hak kebendaan.

Yang dimaksud dengan benda dalam konteks hokum perdata adalah segala sesuatu yang dapat diberikan/letakkan suatu hak diatasnya, utamanya yang berupa hak milik. Dengan demikian, yang dapat memiliki sesuatu hak tersebut adalah

subyekhukum, sedangkan sesuatu yang dibebani hak itu adalah obyek hokum.81

Dalam hokum public (pajak) yang menjadi objek hokum adalah jumlah uang yang harus dipungut dan wajib dibayar oleh wajib pajak. Sedangkan dalam hokum perdata yang dimaksud obyek hokum adalah benda dengan ketentuan memiliki nilai

uang yang efektif, merupakan satu kesatuan, dan bias dikuasai manusia.82

Subekti membagi pengertian benda menjadi tiga :

49

Zurkarnaen dan Dewi Mayaningsih, Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia (Lengkap dengan Sejarah dan Kontribusi Sistem Hukum Terhadap Perkembangan Lembaga Peradilan Agama di Indonesia), (Bandung, Pustaka Setia, 2017), Cet. 1, h. 174-175.

50

Undang-Undang No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pasal 49.

51

Etty Rochaeti, “Analisis Yuridis Tentang Harta Bersama (Gono-Gini) dalam Perkawinan Menurut Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif”, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 28 No. 01 (Februari, 2013), h. 657.

(27)

a. Benda dalam arti luas adalah segala sesuatu yang dapat dihaki orang b. Benda dalam arti sempit ialah barang yang dapat dilihat saja

c. Benda adalah sebagai obyek hokum

Dalam sistem hukum perdata (BW) yang berlaku di Indonesia, pengertian zaak sebagai objek hokum tidak hanya meliputi benda yang berwujud yang bisa ditangkap panca indra, akan tetapi juga benda yang tidak berwujud yakni hak-hak atas barang

yang berwujud.52

Juga pengertian benda secara yuridis menurut pasal 499 B.W. adalah segala sesuatu yang dapat dihaki atau menjadi objek hak milik. Oleh karena itu, yang dimaksud benda menurut Undang-Undang hanyalah sesuatu yang dapat dihaki atau yang dapat dimiliki orang. Maka segala sesuatu yang tidak dapat dimiliki orang

bukanlah termasuk pengertian benda, seperti bulan, matahari, bintang, dan lain-lain.53

Meskipun pengertian zaak dalam BW tidak hanya meliputi benda yang berwujud saja, tetapi juga benda yang tidak berwujud yang oleh sementara serjana disebut zaak dalam arti bagian dari harta kekayaan, namun sebagian besar dari pasal-pasal Buku II BW adalah mengatur mengenai benda dalam arti barang yang berwujud.

1 Benda Berwujud dan Benda Tidak Berwujud

Kebendaan berwujud adalah kebendaan yang bisa diraba atau dilihat, sedangkan kebendaan tidak berwujud adalah sebliknya, seperti berupa hak-hak atau tagihan-tagihan arti penting perbendaan ini adalah pada saat pemindahan tanganan benda dimaksud, yaitu :

a) Kalau benda berwujud itu benda bergerak, pemindahan tangannya harus secara nyata dari tangan ke tangan.

b) Kalau benda berwujud itu benda tidak bergerak, pemindahan tangannya harus dilakukan dengan balik nama. Contohnya: jual beli rumah.

2 Benda Bergerak atau Benda Tidak Bergerak

Benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat dipindahkan (Ps.509 BWI). Benda bergerak karena ketentuan Undang-Undang adalah hak-hak yang melekat pada benda bergerak (Ps.511 BWI), misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak, hak memakai atas benda bergerak, saham-saham perusahaan.

52

Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, (Jakarta : Prestasi Pusaka 2006), h. 154.

53

(28)

44

Ada 2 golongan benda bergerak, yaitu :

a. Benda yang menurut “sifatnya” bergerak dalam arti benda itu dapat dipindah atau dipindahkan dari suatu tempat ketempat lain seperti sepeda motor, mobil dan lain- lain.

b. Benda yang menurut penetapan Undang-Undang sebagai benda bergerak ialah segala ha katas benda-benda bergerak. Seperti hak memetic hasil dan hak memakai, ha katas bunga yang harus dibayar selama hidup seseorang.

Benda tidak bergerak adalah benda yang menurut sifatnya tidak dapat di pindah- pindahkan, seperti tanah dan segala bangunan yang berdiri melekat diatasnya. Benda tidak bergerak karena tujuannya adalah benda yang diletakkan pada benda tidak bergerak sebagai benda pokoknya, untuk tujuan tertentu, seperti mesin mesin yang dipasang pada pabrik. Tujuannya adalah untuk dipakai secara tetap dan tidak untuk

dipindah-pindah (Ps.507 BWI). Benda tidak bergerak karena Undang-Undang adalah hak yang melekat pada benda tidak bergerak tersebut, seperti hipotik, crediet verband, hak pakai atas benda tidak bergerak, hak memungut hasil atas benda tidak bergerak (Ps.508 BWI).

Ada 3golongan benda tidak bergerak, yaitu :

1 Benda yang menurut sifatnya tidak bergerak, dan dapat dibagi menjadi 3 :

a. Tanah

b. Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karna tumbuh atau berakar seperti tumbuh-tumbuhan.

c. Segala susatu yang tertanam dan bersatu dengan tanah seperti bangunan.

2 Benda tak bergerak yang menurut tujuan pemakaiannya supaya bersatu dengan benda tak bergerak seperti mesin-mesin dipabrik. 3 Benda tak bergerak yang menurut ketetapan Undang-Undang seperti

:

a. Hak-hak atau penagihan mengenai suatu benda yang tak bergerak (hak optal, hak hipotek, hak tanggungan dan sebagainya).

(29)

Arti penting perbendaan benda sebagai bergerak dan tidak bergerak terletak pada :

a) Penguasaannya (bezit), dimana terhadap benda bergerak maka orang yang menguasai benda tersebut dianggap sebagai pemilik (Ps.1977 BWI), azas ini tidak berlaku bagi benda tidak bergerak.

b) Penyerahannya (levering), yaitu pasal 612 BW terhadap benda bergerak harus dilakukan secara nyata, sedangkan pasal 616 BW pada benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama.

c) Kadaluwarsa (verjaaring), yaitu benda bergerak tidak dikenal.

(30)

46

BAB III

VALUASI ASET

A. Valuasi Aset

1. Nilai Objek Pajak (NJOP)

NJOP adalah salah satu faktor acuan penentu harga sebuah bangunan. Kepanjangan dari NJOP yaitu Nilai Jual Objek Pajak, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, nilai jual objek pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek pajak lain yang sejenis atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti. NJOP sangat penting untuk dipahami dalam proses jual beli bangunan, sebab nilai jual objek pajak ini akan berpengaruh terhadap besaran dana dan pajak yang akan dikenakan untuk proses transaksi jual beli properti. pemerintah melalui menteri keuangan menetapkan NJOP setiap tiga tahun sekali, dibeberapa daerah yang mengalami ketertinggalan pembangunan akan menimbulkan penurunan nilai jual beli bangunan. Namun, di daerah tertentu yang berkembang sangat pesat, mengakibatkan nilai jual naik signifikan, penetapan NJOP bisa dilakukan setahun sekali.

Proses penilaian merupakan tehapan-tahapan penetuan nilai properti yang didasarkan pada tujuan untuk memahami permasalahan, merencanakan hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka pemecahan masalah tersebut, mendapatkan data,

mengklasifikasi data, menganalisi, menginterpretasi, dan selanjutnya

mengekspresikannya dalam suatu estimasi nilai. Langkah-langkah dari proses

penilaian adalah sebagai berikut :54

1 Identifikasi permasalahan

Langkah pertama dari proses penilaian adalah mengidentifikasi permasalahan. Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya kerancuhan pemahaman objektif penilaian tersebut dilaksanakan. Terdapat empat masalah yang harus diindentifikasi, yaitu :

a) Identifikasi properti yang akan dinilai.

54

(31)

b) Penentuan tanggal penilaian.

c) Tujuan penilaian tersebut dilaksanakan. d) Jenis nilai yang sesuai.

2 Survei Pendahuluan

Setelah menentukan tujuan dan merumuskan masalah, maka pada tahap selanjutnya seorang penilai siap untuk melakukan analisis pendahuluan mengenai karakteristik dan data apa yang hendak dikumpulkan. Data dan informasi yang diperoleh pada survei pendahuluan ini akan sangat menentukan tahapan-tahapan selanjutnya dari proses penilaian.

a) Data yang diperlukan

Terdapat dua jenis data yang harus dikumpulkan oleh seorang penilai, yaitu data umum dan data khusus. Data umum meliputi informasi berekenaan dengan prinsip-prinsip, kekuatan atau keunggulan dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai aset yaitu informasi-informasi berkenaan dengan tren sosial, ekonomi, pemerintahan dan kekuatan lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai aset. Sedangkan data khusus adalah data yang berkaitan langsung dengan aset yang akan dinilai serta properti-properti pembandingnya. Data khsusu ini meliputi data secara detail mengenai fisik, data lokasional, data biaya, data pendapatan dan pembelanjaan, sebagaimana yang terdapat juga pada properti pembanding.

b) Sumber data

Jenis data yang diperlukan, baik data primer maupun data sekunder, selanjutnya berpengaruh secara langsung pada sumber datanya.

c) Personel dan waktu yang diperlukan

Personel dan waktu yang diperlukan ditentukan oleh jangka waktu yang dikehendaki oleh pemberi tugas dan kompleksitas properti yang dinilai. Jumlah personil dan waktu yang diperlukan ini biasanya tergantung pada tipe aset yang dinilai, skala properti, tujuan penilian, tingkat kesulitan dalam pengukuran di lapangan serta intrumen yang diperlukan.

d) Perencaan pekerjaan

(32)

48

efisiensi pelaksaan penilaian. Perencaan kerja ini meliputi : pembagian tugas dan tanggung jawab tiap personil, perencaan biaya, saran pendukung (peralatan, sarana tranfortasi, dan sebagiannya), jdawal kegiatan dan lain-lain.

3 Pengumpulan dan analisis data

Data yang perlu dikumpulkan dan dianalisis haruslah data yang mempunyai hubungan dan pengaruh terhadap estimasi nilai aset subjek (aset yang dinilai). Data yang tidak mempunyai korelasi langsung terhadap nilai properti subjek tidak perlu dicantumkan dalam laporan penilaian. Data yang dikumpulakan dan analisis ini secara garis besar diklasifasikan menjadi data umum dan data khusus.

4 Perencanaan metode penilaian

Secara garis besar, pendekatan yang lazim digunakan adalah pendekatan data pasar, pendekatan biaya, dan pendekatan pendapatan.

5 Rekonsiliasi nilai

Rekinsiliasi indikasi nilai adalah suatu analisis terhadap berbagai kesimpulan nilai untuk mendapatkan suatu estimasi nilai akhir. Penerapan satu atau lebih metode penilaian biasanya menghasilkan kesimpulan nilai yang berbeda. Jika penilai menerapkan tiga metode penilaian, maka mungkin akan diperoleh tiga kesimpulan nilai yang berbeda. Tahapan kerja dalam rekonsiliasi nilai dalam hal ini terdiri dari tahap yaitu meriview atau mengkaji ulang data dan teknik penilaian dan yang kedua mengkaji perebedaan-perbedaan indikasi nilai dari setiap pendekatan penilaian dan dikaitkan dengan tujuan atau keguaan penilaian. Terhadap 5 kriteria penting dalam melakukan rekonsiliasi indikasi nilai, yaitu :

- Kesesuaian, yaitu kesesuaian pendekatan, kesesuaian properti

pembanding yang digunakan dan kesesuaian analisis yang dilakukan. - Keakuratan tiap pendekatan yang digunakan.

- Kuantitas dan kualitas bukti-bukti atau data pendamping.

- Estimasi nilai akhir (dalam bentuk range nilai atau indikasi nilai tunggal). - ibebankan Pembulatan nilai akhir.

6 Kesimpulan nilai dan laporan penilaian

(33)

kesimpulan nilai yang harus dibuat oleh penilai sebagai jawaban atas tugas yang dibebankan kepada klien. Didalam membuat keputusan ini penilai harus mampu bersikap jujur, tidak berat sebalah dan adil. Penilai harus mampu mempertanggung jawabkan keputusan (judgement) yang telah dibuat tersebut.

2. Harga Pasar

Banyak sekali istilah-istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang pengertian harga. Secara umum harga memiliki arti nilai uang yang harus dibayarkan seorang konsumen atau pembeli kepada seorang penjual atau distributor barang atau jasa. Dengan kata lain, harga bisa diartikan nilai suatu barang yang ditentukan oleh seorang penjual. Definisi lain dari kata “harga” adalah sejumlah uang yang dibebankan kepada konsumen untuk mendapatkan manfaat dari suatu barang atau jasa yang diperolehnya dari penjual atau produsen. Penggunaan istilah harga pada umumnya dipergunakan dalam setiap kegiatan jual beli suatu produk, baik berupa

barang ataupun jasa. harga adalah jumlah uang tertentu untuk ditukarkan dengan

suatu unit barang atau jasa. Harga adalah sejumlah kompensasi (uang maupun barang) yang dibutukan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang atau jasa. Harga yang ditetapkan harus dapat menutup semua biaya yang telah dikeluarkan untuk produksi ditambah besarnya presentase laba yang diinginkan

Pasar menurut kajian ilmu ekonomi adalah suatu tempat atau proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari suatu barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan.

Harga pasar adalah tinggi rendahnya tingkat harga yang terjadi atas kesepakatan antara produsen atau penawaran dengan konsumen atau permintaan. Harga pasar di sebut juga harga keseimbangan (ekuilibrium). Harga Pasar adalah harga dari suatu barang atau jasa yang ditawarkan di pasaran. Harga pasar terjadi karena adanya titik pertemuan antara penawaran dan permintaan. Permintaan dan penawaran akan berada dalam keseimbangan pada harga pasar apabila jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan.

3. Kewenangan

Kata kewenangan berasal dari kata dasar wewenang yang diartikan sebagai hal berwenang, hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu

(34)

50

Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan berasal dari kekuasaan legislate (diberi oleh undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif administrative. Kewenangan yang biasanya terdiri dari beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan.

Kewenangan adalah hak untuk melakukan suatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Kewenangan biasanya dihubungkan dengan kekuasaan . pengguanaan kewenangan secara bijaksana merupakan factor kritis efektivitas organisasi.85 Dalam literature ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan sering disamakan begitu saja dengan kewenangan dan kekuasaan sering dipertukarkan dengan istilah kewenangan, demikian pula sebaliknya. Bahkan kewenangan sering disamakan juga dengan wewenang. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa

“ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah” (the rule and the ruled).

Bagir Manan mengemukakan bahwa wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (match). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Di dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichen). Di dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen), sedangka

kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelanggarakan

pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertical berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintahan negara secara keseluruhan.

4. Jasa Apraisal atau Penilai

Jasa appraisal adalah bantuan yang diberikan untuk penilaian atas harta atau aktiva milik perorangan maupun perusahaan. Penilai atas aktiva yang dilakukan baik atas permintaan pemiliknya maupun atas permintaan lembaga lain yang berkepentingan dengan aktiva tersebut. Aktiva atau harta yang dinilai yaitu harta benda berwujud dan harta tidak berwujud. a ktiva atau Aset terbagi mejadi dua yaitu aset berwujud dan aset tidak berwujud, aset dapat diartikan sebagai sumber daya ekonomi yang dimiliki atau dikuasai oleh perseorangan/entitas atau pemerintah dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan dapat diperoleh serta dapat diukur dengan satuan uang.

(35)

Aktiva berwujud, dimana aktiva tersebut memiliki fisik yang akan digunakan sebagai sarana usaha, seperti tanah. Tanah adalah harta yang digunakan untuk tujuan usaha atau perbaikan tanah yaitu unsur - unsur seperti pemetaan tanah, pengaspalan, dan pemekaran yang meningkatkan kegunaan dari aktiva, setelah itu gedung yaitu bangunan yang akan digunakan untuk menempatkan operasi perusahaan, terakhir peralatan yaitu aktiva yang dipergunakan dalam proses produksi atau penyediaan jasa. Contohnya, antara lain mobil, truk, mesin.

Aktiva tidak berwujud adalah aktiva yang tidak termasuk di dalam aktiva keuangan yang tidak memiliki bentuk fisik. Banyak aktiva tak berwujud diperoleh dari hak kontraktual atau pemerintah. Adapun aktiva tidak berwujud yang lain antara lain merek dagang, waralaba, pemesanan yang belum terpenuhi (order backlog) dan good will yaitu suatu hubungan - hubungan usaha, reputasi, sistem berjalan.

5. Kesepakatan

Kesepakatan berarti adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada paksaan, kekhilapan, dan penipuan. Biasanya kesepakatan terjadi antara dua pihak atau lebih. kesepakatan adalah suatu persetujuan bersama untuk suatu tujuan yang ingin dicapai oleh para pihak. Dalam hukum Indonesia berdasarkan Pasal 1321, kesepakatan tidak akan memiliki kekuatan hukum jika terdapat kekhilafan, paksaan, dan penipuan.

kekhilafan adalah kesalahpahaman atau kekeliruan baik terhadap barang maupun terhadap orang. Menurut Pasal 1322, jika kekhilafan terhadap objek maka bisa terjadi suatu kebatalan. Sedangkan, kekhilafan terhadap orang tidak menjadi sebab kebatalan. Kedua, soal paksaan Pasal 1323. Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang mengadakan suatu persetujuan mengakibatkan batalnya persetujuan tersebut, juga bila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam perjanjian yang dibuat itu. akibat dari adanya paksaan dalam kesepakatan adalah membuat kesepakatan tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan, dan sebagai konsekuensinya perjanjiannya juga menjadi tidak sah dan dapat dibatalkan. Menurut Pasal 1327 KUHPer, Pembatalan suatu persetujuan berdasarkan paksaan tidak dapat dimintakan lagi bila saat paksaan selesai dan pihak yang merasa terpaksa itu sudah tidak keberatan terhadap perjanjian tersebut baik secara diam-diam maupun secara tegas. dalam sebuah kesepakatan tidak boleh terdapat penipuan. Menurut Pasal 378

(36)

52

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), penipuan adalah suatu tindakan yang dilakukan melalui sedemikian perkataan atau perbuatan dengan tujuan mengelabui seseorang untuk menguntungkan diri sendiri dan menimbulkan kerugian terhadap orang lain.

(37)

BAB IV

VALUASI ASET DALAM SENGKETA HARTA BERSAMA DALAM

PERKARA NOMOR 0239/Pdt.G/2012/PA.Bjb.

A Duduk Perkara

1. Putusan Perkara Nomor 0239/Pdt.G/2012/PA.Bjb

Pemohon, umur 31 tahun dan termohon, umur 45 tahun dahulu merupakan pasangan suami istri sah yang menikah di kantor urusan agama (KUA) kecamatan banjar tengah kota Banjarmasin pada 18 februari 2006, perkawinannya diakhiri berdasarkan putusan cerai pengadilan agama banjar banjarmasin.

Setelah terjadi perceraian, pemohon (untuk selanjutnya disebut sebagai penggugat konvensi/tergugat rekonvensi) yang diwakili kuasa hokum M, menggugat termohon (untuk selanjutnya disebut sebagai tergugat konvensi/penggugat rekonvensi) yang diwakili kuasa hukumnya S, mengenai sengketa harta bersama yang terdaftar dengan suart gugatannya di kepanitraan pengadilan agama banjar baru pada tanggal

25 juli 2012.55 Seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya bahwa yang

dimaksud dengan harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama masa

perkawinan.56 Sedangkan di dalam kompilasi hokum islam (KHI) dijelaskan bahwa

harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama

siapapun.57

Jika sebelum perkawinan terdapat sebuah perjanjian kawin yang pada intinya memisahkan seluruh harta bawaan dan harta perolehan antara suami istri tersebut, maka ketika perceraian terjadi, masing-masing suami istri tersebut hanya

mendapatkan harta yang terdaftar di dalam perjanjian perkawinan.58 Apalagi dibuat

perjanjian perkawinan mengenai pemisah harta bersama atau harta syarikat, maka perjanjian tersebut tidak boleh menghilangkan kewajiban suami untuk memenuhi

kebutuhan rumah tangga.59

55 Salinan Putusan Nomor 0129/Pdt.G/2012/PA.Bjb, h. 1-2. 56 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 35 ayat (1).

57 Inpres No. 1 Tahun 1991tentang Kompilasi Hukum Islam Pasal 1 huruf (f).

58 Kelik Wardiono dan Septarina Budiwati, Hukum Perdata, (Surakarta: Muhammadiyah University

Pres, 2018), h. 81.

(38)

54

Namun, jika diantara suami istri tersebut tidak pernah melakukan perjanjian perkawinan, maka menurut hokum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian

perkawinan.60 Oleh karena itu, jika harta tersebut diperoleh dalam perkawinan, maka

itu menjadi harta bersama yang harus dibagi masing-masing seperdua antara suami

dan istri apalagi terjadi percerain.61

Dalam kasus ini, ternyata penggugat dan terguggat tidak pernah melakukan perjanjian perkawinan, sehingga wajar apabila penggugat menuntut hak harta bersama, dengan menyatakan dalam isi gugatannya bahwa selama dalam perkawinan antara penggugat dan terguggat diperoleh harta bersama berupa 17 objek harta bersama antara lain tanah dan bangunan rumah permanen, sebidang tanah dan rumah

dilokasi yang berbeda serta barang-barang keperluan rumah tangga mereka.62

Rincian harta bersamanya adalah sebagai berikut :

1) Sebidang tanah talan pondok monika blok a no.13 kel.guntung paying kecamatan landasan ulin kota banjar baru berukuran 15 x 15 m2 dengan luas bangunan 15 x 13 m2 kavling peta bidang : 431 SHM no. 6932 atas nama tergugat dengan batas-batas sebagai berikut :

- Sebelah depan utara dengan jalan komplek; - Sebelah timur berbatasan dengan rumah A; - Sebelah barat berbatasan dengan SW; - Sebelah selatan berbatasan dengan rumah R;

2) 1 buah kulkas 2 pintu dengan jumlah harga Rp. 1.500.000. 3) 1 set kursi tamu Rp. 1.500.000.

4) 1 buah rak piring dari almunium Rp. 500.000. 5) 1 buah lemari ketchen (lemari dapur) Rp. 4.000.000. 6) 1 buah lemari boneka beserta bonekanya Rp. 600.000. 7) 1 buah televise ukuran 9 inch Rp. 1.000.000.

8) 1 buah spring bed Rp. 600.000. 9) 1 buah mesin genset Rp. 400.000. 10) 2 buah ambal Rp. 1.000.000.

11) 1 buah bak tempat cuci piring Rp. 300.000. 12) 1 set gorden Rp. 2.000.000.

60 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Bab VI pasal 119.

61 Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 97. 62 Salinan Putusan Nomor 0239/Pdt.G/2012/PA.Bjb.

Referensi

Dokumen terkait

MIKAEL SURAKARTA 30/42 SMA PANGUDI

Maksud tersirat dari dalil diatas, bahwa jika ingin menikah, maka hendaklah melihat atau mengetahui kekurangan dari pasangan. Maka dari itu, upaya pemerintah Provinsi

Selanjutnya hasil penelitian yang penulis dapatkan dalam Pengawasan oleh Pemerintah Desa, Ninik Mamak, Alim Ulama dan Tokoh Masyarakat terhadap Pelaksanaan Peraturan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran Amil dan Pegawai pencatat nikah dari KUA dalam mengatasi nikah tidak tercatat di kecamatan Sawangan Kota Depok

Spam, komplain spam, respon, network incident, Hak atas Kekayaan Intelektual, fraud, spoofing/phising, dan malware merupakan kategori yang dipilih untuk

Hukum progresif karena bertitik-tolak dari pengandaian dasar tentang hubungan antara hukum dan manusia; maka hukum adalah untuk manusia bukan sebaliknya, disisi lain

Pada penelitian ini, penulis menggunakan bahan analisis berupa Kontrak baku pada situs crowdfunding berbasis utang piutang yang beroperasi di Indonesia, yaitu pada

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan