• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Disusun oleh: Muhammad Ardiyansyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Disusun oleh: Muhammad Ardiyansyah"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

i

IMPLEMENTASI SERTIFIKAT LAYAK KAWIN

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA

NOMOR 185 TAHUN 2017 DALAM MEMBANGUN

KETAHANAN KELUARGA

(STUDI KASUS KUA KEBAYORAN LAMA JAKARTA

SELATAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Disusun oleh:

Muhammad Ardiyansyah 11160440000082

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIEF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2021 M/ 1443 H

(2)

i

IMPLEMENTASI SERTIFIKAT LAYAK KAWIN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA NOMOR 185 TAHUN 2017

(STUDI KASUS KUA KEBAYORAN LAMA JAKARTA SELATAN)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

MUHAMMAD ARDIYANSYAH NIM : 11160440000082

Pembimbing :

Fathudin, S.HI, SH, MA. Hum,MH

NIP: 198506102019031007

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2021 M/ 1443 H

(3)

ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI SERTIFIKAT LAYAK

KAWIN PERATURAN GUBERNUR NOMOR 185 TAHUN 2017 DALAM MEMBANGUN KETAHANAN KELUARGA (Studi KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan” Telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan

Hukum Prigram Studi Hukum Keluarga Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta pada tanggal 12 Juli 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Hukum Keluarga.

Jakarta, 12 Juli 2021 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr.Ahmad Tholabi Kharlie. S.H, M.A, M.H.

NIP. 197608072003121001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Dr. Mesraini,S.H,M.Ag ( ) NIP.197602132003122001

2. Sekertaris : Ahmad ChairulHadi,M.A ( ) NIP.197205312007101002

3. Pembimbing : Fathudin,S.HI,SH,MA.Hum,MH ( ) NIP.198506102019031007

4. Penguji 1 : Hotnida Nasution, M.Ag ( ) NIP.197101311997032010

5. Penguji 2 : Dra. Maskufa, M.A ( )

(4)

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 Juni 2021 M 13 Dzulqo’dah 1443 H

Muhammad Ardiyansyah 11160440000082

(5)

iv

ABSTRAK

MUHAMMAD ARDIYANSYAH. NIM: 11160440000082 “ Implementasi Sertifikat Layak Kawin Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 185 Tahun 2017 (Studi Kasus KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan)”. Program

Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 1443 H/2021 M. x + 97 halaman.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi sertifikat layak kawin pada KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan dan untuk mengetahui bagaimana peran konselor dalam melakukan bimbingan konseling terhadap calon pengantin serta pengaruhnya terhadap ketahanan keluarga.

Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana implementasi “sertifikat layak kawin” sebagaimana Peraturan Gubernur Nomor 185 Tahun 2017? Dan Bagaimana peran “Konselor” dalam mewujudkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga pada KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan? Jenis Penelitian ini adalah normatif empiris yaitu mengkaji pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif (perundang- undangan) dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penelitian ini bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini yaitu Dokumentasi, penelitian lapangan/Observasi (field research), dan wawancara dengan H.Madari S.Ag selaku kepala KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan, serta dengan Ida Sucimurni, A.Md. Keb, selaku Bidan/Konselor Puskesmas Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa “sertifikat layak kawin” menjadi suatu yang harus dilakukan oleh calon pengantin mengingat pemeriksaan kesehatan dan bimbingan konseling adalah hal yang bersifat positif untuk calon pengantin, dimana pada masa ta’aruf/khitbah calon pengantin bisa mengetahui kondisi kesehatan pasangannya agar jelas dan tidak terjadi penyesalan nantinya. Hal yang baru dalam bimbingan konseling di era pandemi covid-19 adalah dengan aplikasi KESCATIN (Kesehatan Calon Pengantin) yang dapat diunduh dengan mudah di Playstore android yang dibuat oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada 13 November 2020. Dalam analisis penulis, Peraturan Gubernur Nomor 185 Tahun 2017 ini juga sudah sesuai dengan konsep kebijakan publik, konsep ketahanan keluarga, Undang Undang tentang perkawinan, serta hukum islam.

Kata Kunci : Sertifikat Layak Kawin, KUA, Puskesmas. Pembimbing : Fathudin, S.HI, MA. Hum, MH.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Swt, yang telah memberikan nikmat kepada hamba-nya. Atas segala nikmatNya, nikmat kesehatan, kekuatan, kesempatan dan waktu kepada penulis dalam menyelesaikan setiap tahapan dalam skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw yang telah membimbing umatnya untuk menempuh kepada agama yang diridhai oleh Allah Swt. dan kepada jalan yang benar, guna meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada program studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis menerima bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat terselesaikan atas izin Allah Swt. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil, khususnya kepada kedua orang tua yang selalu sabar mendidik saya dari kecil sampai saat ini. Dan terimakasih juga kami ucapkan kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, L.c,M.A., selaku rector Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pertiode 2023

2. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H.,M.A.,M.H selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Dr. Mesraini, S.H., M.Ag. selaku ketua program studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang tak pernah henti memberikan semangat dan motivasi untuk keberhasilan anak didiknya. Karena berkat bantuan dan nasihatnyalah kami selalu semangat untuk menyelesaikan skripsi ini

(7)

vi

4. Ahmad Chairul Hadi, M.A. Selaku sekertaris program studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Fathudin, S.HI, MA. Hum, MH. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan kami nasihat, dan meluangkan waktunya untuk keberhasilan penulisan skripsi ini.

6. Afwan Faizin, M.A. selaku dosen penasihat akademik yang sangat membantu saya dibidang akademik sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar.

7. Keluarga Besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, segenap dosen, karyawan dan staff yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan menyediakan fasilitas belajar yang baik dan professional.

8. Jajaran Keluarga Besat Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (DEMA-F) Syariah dan Hukum serta Jajaran Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Hukum Keluarga Periode 2020-2021

9. Kepada Mita Amelia yang selalu menemani dalam suka dan duka, yang turut serta membantu memberikan semangat kepada saya dengan penuh rasa sayang sehingga saya selalu semangat dalam penulisan skripsi ini.

10. Kepada Keluarga Besar AZ: Abie Kumis, Mirza Jo Fuadi, Muhammad Amif Miftahurrahman, Iqbal Muqsith Borneo dan Asrama Banjarnya, Eris Xeon, Syahdan el, Haidar, Gus Hifni, Adul Muharrom, Ramadan Adi Chandra. Terimakasih kalian sahabat terbaik!

11. Segenap Senior yang telah membimbing saya berproses di kampus dari awal sampai akhir, Reza Fahlevi, S.H, Arrabiatul Aidawiyyah, S.H, Al-Ahsan Sakino, S.H, Muhammad Kahfi, S.H

(8)

vii

12. Dan Segenap Keluarga Besar, Semua bentuk pengorbanan demi melihat anak-anaknya sukses. Do’akan anakmu selalu agar suatu saat ibu dan ayah bisa melihat anak-anakmu sukses dan dapat membanggakan keluarga. Dan terakhir, penulis ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang turut membantu, mensupport, dan mendukung lahir dan batin Semoga Allah SWT balas kebaikan kalian semua. Amin Ya Rabbal alamin

Ciputat 24, Juni, 2021 Penulis

(9)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Review Studi Terdahulu ... 6

E. Kerangka Teori dan Konseptual ... 8

F. Metode Penelitian ... 8

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN KETAHANAN KELUARGA ... 13

A. Konsep Kebijakan Pemerintah ... 13

1. Pengertian Kebijakan Pemerintah/Kebijakan Publik ... 13

2. Strata, Karakteristik, Dan Unsur Kebijakan Publik ... 18

3. Teori Kebijakan Pemerintah ... 22

4. Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan Publik ... 25

B. Konsep Ketahanan Keluarga ... 27

1. Konsep Keluarga ... 27

2. Konsep Ketahanan Keluarga ... 29

3. Dimensi, Variabel, Dan Indikator Ketahanan Keluarga ... 33

BAB III : KHITBAH, KETAHANAN KELUARGA DALAM ISLAM, DAN KESEHATAN PRANIKAH DALAM ISLAM ... 49

A. Khitbah ... 49

B. Ketahanan Keluarga Dalam Islam ... 53

(10)

ix

BAB IV : ANALISIS IMPLEMENTASI SERTIFIKAT LAYAK KAWIN DI KUA KEBAYORAN LAMA JAKARTA SELATAN (PERSPEKTIF

UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM) ... 61

A. Implementasi Pemeriksaan Kesehatan Dan Layanan Konseling ... 61

1. Alur Pendaftaraan Dan Adiministrasi ... 61

2. Prosedur Pembuataan Sertifikikat Layak Kawin ... 64

A. Pemeriksaan Kesehatan ... 65

B. Bimbingan Konseling ... 66

B. Peran Konselor Ketahanan Keluarga... 69

C. Analisis Impelementasi Sertifikat Layak Kawin ... 71

BAB V : PENUTUP ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87

Alat Pengumpul Data (APD) ... 90

(11)
(12)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Islam memandang bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I Pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Tujuan pernikahan, sebagaimana difirmankan Allah s.w.t. dalam surat Ar-Rum ayat 21 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang (mawaddah warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang berfikir”.1

Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu (حاكنلا), adapula yang mengatakan perkawinan menurut istilah fiqh dipakai perkataan nikah dan perkataan zawaj.2 Para ulama fiqh pengikut mazhab yang empat (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali) pada umumnya mereka mendefinisikan perkawinan pada Akad yang membawa kebolehan (bagi seorang laki-laki untuk berhubungan badan dengan seorang perempuan) dengan (diawali dalam akad) lafazh nikah atau kawin, atau makna yang serupa dengan kedua kata tersebut.3 Definisi kawin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau

1 Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim (Vol. 14 No. 2 - 2016) h.185.

2 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan (Jakarta: Bulan Bintang,

1974) h.79.

3 Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah (Beirut: Dar al-Fikr,1986)

(13)

2

bersetubuh.4 Sedangkan menurut Wahbah Al-Zuhaily perkawinan merupakan sebuah ikatan perjanjian antara pihak pria dengan pihak wanita sehingga harus ada suatu aturan yang mengatur dengan erat terkait peristiwa perkawinan tersebut. Perkawinan dalam bahasa Arab disebut dengan al-nikah, yang bernama al-wathi’, dan al-dammu wal jam’u, atau ibarat “alwath” wa “al-aqd” yang bermakna bersetubuh, berkumpul, dan akad.5

Islam sangat memperhatikan tentang perkara menjaga kehormatan. Oleh karenanya, Islam memerintahkan bagi siapa saja yang sudah mampu untuk menikah, hendaklah dia menikah dan jangan ditunda-tunda lagi. Karena dengan menikah, jiwa dan perasaan akan menjadi tenang. Selain itu, semua potensi dan kekuatan orang yang menikah dapat diarahkan kepada segala hal yang bermanfaat baginya dan bukan dibuang percuma masuk perangkap dalam skenario setan.6 Mawaddah warahmah adalah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia, ketika manusia melakukan pernikahan. Pernikahan merupakan sunah nabi Muhammad saw. Sunnah dalam pengertian mencontoh tindak laku nabi Muhammad saw. Perkawinan diisyaratkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia didunia dan akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridha Allah SWT.

Seseorang yang berfikir atas dorongan Islam dalam mewujudkan dan menginginkan berkeluarga, ia akan memperhatikan dengan penuh kejelasan dan mendapatkannya tanpa letih terhadap berbagai tugas terpenting dan tujuan keluarga menurut Islam.7 Pada dasarnya sebelum seseorang ingin melepas masa lajangnya dengan perkawinan, maka ada beberapa syarat yang harus dilengkapi untuk dinyatakan perkawinannya sah, baik syarat menurut agama maupun syarat menurut hukum yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pencatatan perkawinan telah

4 Dep. Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h.456. 5 Wahbah al-Zuhaily, al Fiqh al-Islami wa Adillatuhu Juz VII, (Damaskus : Dar al-Fikr,

1989), h.29.

6 Sayyid Ahmad Al-Musayyar, Islam Bicara Soal Seks, Percintaan, & Rumah Tangga

(Kairo:Erlangga, 2008), h.5.

(14)

3

diatur secara terperinci oleh hukum islam dan Negara. Suatu perkawinan sah dan baik menurut agama maupun hukum Negara bilamana dilakukan dengan memenuhi segala rukun dan syaratnya serta tidak melanggar larangan perkawinan atau tidak mematuhi syarat dan rukunnya.

Namun dalam Peraturan Gubernur Nomor 185 tahun 2017 menyinggung tentang syarat sehat dan bimbingan konseling sebelum melangsungkan pernikahan, definisisehat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah baik seluruh badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit); waras: sampai tua ia tetap -- (yang) mendatangkan kebaikan pada badan: makanan dan lingkungan yang -- diperlukan bagi pertumbuhan anak-anak, sembuh dari sakit: dokter yang merawatnya menyatakan ia telah -- dan boleh pulang segera, baik dan normal (tentang pikiran), boleh dipercaya atau masuk akal (tentang pendapat, usul, alasan, dan sebagainya), berjalan dengan baik atau sebagaimana mestinya (tentang keadaan keuangan, ekonomi, dan sebagainya), dijalankan dengan hati-hati dan baik-baik (tentang politik dan sebagainya).8 Menurut

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 1 yang dimaksud dengan Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Calon pengantin yang akan menikah harus memenuhi syarat-syarat pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil (KCS) Provinsi DKI Jakarta. Ada yang istimewa untuk calon pengantin yang hendak menikah di DKI Jakarta, yakni diwajibkan menjalani tes kesehatan dan bimbingan konseling untuk mendapatkan Sertifikat layak kawin menurut Peraturan Gubernur Nomor 185 tahun 2017. Adapun Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 185 tahun 2017 tentang Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan bagi Calon Pengantin sudah dijelaskan secara umum tentang tujuannya, yaitu untuk membentuk keturunan atau generasi mendatang yang berkualitas. Dan secara khusus Peraturan tersebut dibuat dalam rangka pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.

(15)

4

Penyusunan Peraturan Gubernur tersebut, dijelaskan pada pasal 3 berisi acuan kebijakan dan strategi untuk pelaksanaan pemberian konseling dan pemeriksaan kesehatan.

Untuk melangsungkan pernikahan calon pengantin harus dinyatakan sehat, berdasarkan pasal 9 ayat 6 Pergub Nomor 185 Tahun 2017 “apabila calon pengantin yang berdasarkan hasil pemeriksaan dokter sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) dinyatakan tidak sehat atau memerlukan penata laksanaan lanjutan dari segi medis kesehatan diberikan surat rujukan untuk melanjutkan proses pengobatan dan dianjurkan berobat sampai sehat”. Bagaimana dengan calon pengantin yang dinyatakan tidak sehat apakah harus benar-benar dirujuk dan dilakukan pengobatan sampai sembuh, selanjutnya baru boleh melangsungkan perkawinan atau bisa mendapatkan dispensasi nikah karena dalam naskah akademik Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.185 Tahun 2017 belum dijelaskan secara jelas dan terperinci tentang calon pengantin yang dinyatakan tidak sehat mekanisme selanjutnya seperti apa. Begitupun dalam bimbingan konseling, “konselor” dalam pasal 1 ayat 31 bertugas untuk membantu calon pengantin memecahkan masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi sebelum menikah. Tetapi dalam naskah akademik Pergub Nomor 185Tahun 2017 pun tidak dijelaskan secara jelas dan rinci.

Beranjak dari latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian skripsi dengan judul “Implementasi Sertifikat Layak

Kawin Peraturan Gubernur Provinsi Dki Jakarta Nomor 185 Tahun 2017 Dalam Membangun Ketahanan Keluarga (Studi Kasus KUA

Kebayoran Lama Jakarta Selatan)”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi

a. Banyaknya angka kematian bayi dan angka kematian ibu pada data SDKI 2012

b. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sebelum melakukan pernikahan

(16)

5

c. Gizi buruk di kalangan ibu dan bayi yang mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi.

d. Apakah calon pengantin yang tidak sehat, tidak dapat melangsungkan pernikahan di DKI Jakarta

e. Bagaimana syarat sehat yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 185 tahun 2017

2. Pembatasan Masalah

Beberapa permasalahan diatas, maka untuk memberikan arah yang jelas dalam penelitian ini penulis membatasi hanya pada bagaimana implementasi sertifikat layak kawin Peraturan Gubernur Nomor 185 Tahun 2017 dan Bagaimana peran “Konselor” dalam mewujudkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga di KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana implementasi sertifikat layak kawin sebagaimana menurut Peraturan Gubernur Nomor 185 pada KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan?

b. Bagaimana peran “Konselor” dalam mewujudkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga pada KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menjelaskan dan menganalisis implementasi Peraturan Gubernur Nomor 185 Tahun 2017 pada KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

b. Untuk menjelaskan peran Konselor dalam mewujudkan ketahanan keluarga di KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

2. Manfaat penelitian a. Manfaat Teoritis

(17)

6

1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam perkembangan ilmu hukum khususnya pada bidang hukum keluarga.

2. Hasil daripada penelitian ini diharapkan dapat memberikan serta menambah referensi penelitian hukum keluarga (ahwal syakhsiyyah) serta menjadi masukan daripada penelitian selanjutnya dalam penelitian karya ilmiah pada masa yang akan datang.

3. Dapat menerapkan ilmu-ilmu yang selama ini telah ditempuh dalam bangku perkuliahan dalam menganalisis maupun penerapanya secara langsung dilapangan.

b. Manfaat Praktis

1. Hasilpenelitian ini diharapkan dapat menjadi alat informasi bagi seluruh kalangan masyarakat, maupun pemerintah dalam setiap detail dari hasil penelitian karya ilmiah ini.

D. Review Studi Terdahulu

Penelitian yang bersifat kontemporer dan menarik untuk dikaji tentunya akan menemukan karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain:

1. Skripsi yang berjudul “Analisis Maqasid Al Syariah Terhadap Kebijakan Kementrian Agama Tentang Persyaratan Sertifikat Bimbingan Perkawinan Bagi Pencatatan Pernikahan” oleh Sujiantoro Khoirul Islam pada tahun 2018 (Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya)9 Letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah, pada penelitian di atas menjelaskan tentang “maksud kebijakan Kementerian Agama tentang persyaratan sertifikat bimbingan perkawinan bagi pencatatan pernikahan dan menganalisis dengan perspektif Maqāsid al-Shari’ah terhadap kebijakan Kementerian Agama tentang persyaratan sertifikat Bimbingan

9 Sujiantoro Khoirul Islam, “Analisis MaqāṢid Al-SyarῙah Terhadap Kebijakan Kemeterian Agama Tentang Persyaratan Sertifikat Bimbingan Perkawinan Bagi Pencatatan Pernikahan” (Skripsi—Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Surabaya: 2018).

(18)

7

Perkawinan bagi pencatatan pernikahan”, sedangkan penelitian ini menganalisis lebih dalam tentang “implementasi sertifikat layak kawin Peraturan Gubernur No.185 dan Bagaimana peran “Konselor” dalam mewujudkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga di KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan”.

2. Skripsi yang berjudul “Tinjauan Maslahah Terhadap Tes Kesehatan Pra Nikah Bagi Kedua Calon Pengantin Serta Urgensinya Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga (Studi Pendapat Pegawai Kua Dan Bidan Puskesmas Kecamatan Ngaliyan Semarang)” oleh Dea Sabrina pada tahun 2018 (Mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung Semarang)10. Letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah penelitian diatas lebih untuk “mengetahui perlunya tes kesehatan pra nikah bagi kedua calon pengantin dan menganalisis pandangan pegawai KUA dan Bidan Puskesmas tentang kemaslahatan tes kesehatan pra nikah dan urgensinya terhadap keharmonisan rumah tangga”, sedangkan penelitian ini menganalisis tentang “implementasi sertifikat layak kawin Peraturan Gubernur No.185 dan Bagaimana peran “Konselor” dalam mewujudkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga di KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan.”.

3. Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Konseling Dan Pemeriksaan Kesehatan Bagi Calon Pengantin Dalam Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 185 Tahun 2017” oleh Bilqis pada tahun 2019 (Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel)11. Letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah penelitian diatas lebih untuk mengetahui “analisis hukum islam terhadap bimbingan konseling dan pemeriksaan

10 Dea Sabrina, Tinjauan Maslahah Terhadap Tes Kesehatan Pra Nikah Bagi Kedua Calon Pengantin Serta Urgensinya Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga (Studi Pendapat Pegawai Kua Dan Bidan Puskesmas Kecamatan Ngaliyan Semarang) (Skripsi—Universitas Islam

Sultan Agung Semarang, Semarang: 2018).

11 Bilqis, Analisis hukum islam terhadap konseling dan pemeriksaan kesehatan bagi calon pengantin dalam peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.185 tahun 2017 (Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya: 2019).

(19)

8

kesehatan bagi calon pengantin”, sedangkan penelitian ini menganalisis tentang “implementasi sertifikat layak kawin Peraturan Gubernur No.185 dan Bagaimana peran “Konselor” dalam mewujudkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga di KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan.”

E. Kerangka Teori dan Konseptual

Dalam membahas permasalahan penelitian didasarkan pada kerangka teoritik yang merupakan landasan teoritis, dan landasan ini adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/khusus, konsep-konsep hukum, azas-azas hukum dan lain-lain. Yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian.12

Sebagai suatu kegiatan ilmiah, maka dalam suatu penelitian diperlukan teori yang berupa asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena social, secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.13

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan.14 Oleh karena itu, diperlukan metode yang tepat dalam melakukan suatu penelitian. Dalam penelitian ini, Penulis akan menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah empiris (terapan). Menurut penelitian hukum, normatif-empiris mengkaji pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum

12 Supasti Dharmawan Ni Ketut, Metodologi Penelitian Hukum Empiris (Jakarta: Rineka

Cipta, 2006), h.6.

13 Burhan Asofa, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.8. 14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press, 2015), Cet III,

(20)

9

positif (perundang- undangan) dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan15 Penggunaan penelitian secara normatif empiris ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian hukum normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu dalam suatu masyarakat.16

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan ilmu perundang-undangan (Statue Aprroach). Yaitu pendekatan dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isi hukum serta menelaah ketentuan hukum islam mengenai isu terkait. Pendekatan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari ada atau tidaknya konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau dengan undang-undang dasar.17

Dalam hal ini peneliti juga menggunakan pendekatan empiris yaitu penelitian hukum yang fokusnya pada masyarakat dalam arti respon masyarakat terhadap tingkat kepatuhan pada norma hukum.18

Penelitian ini berfokus pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 185 Tahun 2017 tentang sertifikat layak kawin. Menelaah implementasinya secara langsung di KUA dan Puskesmas Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

15 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Peneletian Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2004) h. 53.

16 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Peneletian Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2004) h. 54.

17 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2010, Cet. Keenam),

h.137.

18 Meray Hendrik Mezak, Jenis, Metode dan Pendekatan Dalam Penelitian Hukum (

(21)

10

3. Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang didefinisikan sebagai berikut:

a. Data Primer adalah sumber data yang didapat langsung dari sumber asli, Dengan demikian, data primer merupakan data yang diperoleh dari lokasi penelitian yang tentunya berkaitan dengan pokok penulisan. Peneliti akan mengkaji dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil penelitian, dengan cara mengumpulkan secara langsung dari Peraturan Gubernur Nomor 185 Tahun 2017 serta hasil wawancara dan observasi dari keterangan pihak-pihak terkait seperti KUA dengan Bapak H.Madari S.Ag selaku Kepala KUA, dan Puskesmas di Kebayoran Lama Jakarta Selatan dengan Ida Sucimurni selaku bidan dan konselor, dan Pasangan pengantin yang membuat sertifikat layak kawin.

b. Data Sekunder adalah data yang mencakup peraturan perundang-undangan dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya yang berkaitan dengan tema penelitian.

4. Metode Dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini ditempuh prosedur sebagai berikut:

a. Dokumentasi

Studi ini dilakukan dengan cara mempelajari, menelaah, dan mengutip data dari Peraturan Gubernur Nomor 185 Tahun 2017, KUA , dan Puskesmas Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Mengumpulkan dokumen yang berkaitan dengan penelitian, seperti data-data, rekaman suara, dan foto atau gambar.

b. Penelitian Lapangan/Observasi (Field Study Research)

Penelitian kasus dan penelitian lapangan bermaksud mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok, lembaga,

(22)

11

dan masyarakat.19 Dalam hal ini penulis melakukan penelitian langsung ke KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan dan Puskesmas Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

c. Wawancara (Interview)

Studi ini dilakukan dengan wawancara langsung ke Kepala KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan, pasangan pengantin yang menikah di KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan dan “Konselor” di Puskesmas Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara langsung yang terpimpin, terarah, dan mendalam sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti guna memperoleh hasil berupa data dan informasi yang lengkap. Wawancara dilakukan dengan cara menanyakan pertanyaan terbuka menggundakan daftar pertanyaan yang sudah di tentukan dan akan dikembangkan pada saat wawancara berlangsung.

5. Metode Analisis Data

Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan, dan karya ilmiah yang terkait dengan penelitian ini penulis uraikan dan gabungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan disertai wawancara dengan sumber terkait dalam memenuhi topik bahasan. Bahwa pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap masalah konkret yang dihadapi.20

6. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dan penyusunan skripsi ini merujuk pada prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibuktikan dalam buku

19 Husaini Usman, “Metodologi Penelitian Sosial” (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) Cet. II ,

h.4-5

20 Johnny Ibrahim, Teori Metode Penelitian Hukum Normatif (Malang:Bayumedia

(23)

12

pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

G. Sistematika Penulisan

Bagian ini adalah upaya untuk mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi, oleh karena itu penulis menyusun suatu sistematika penulisan seperti yang dijelaskan dibawah ini.

BAB I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II membahas tentang tinjauan umum konsep kebijakan pemerintah dengan sub-bab pengertian kebijakan pemerintah/kebijakan publik, strata, karakteristik dan unsur kebijakan publik, teori kebijakan pemerintah, aspek-aspek yang mempengaruhi kebijakan publik, dan konsep ketahanan keluarga dengan sub-bab konsep keluarga, konsep ketahanan keluarga serta dimensi, variable, dan indikator ketahanan keluarga.

BAB III menjelaskan tentang khitbah dalam islam, ketahanan keluarga dalam islam dan kesehatan pranikah dalam islam.

BAB IV Berisi tentang hasil penelitian yaitu Implementasi sertifikat layak kawin Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 185 Tahun 2017 tentang Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan Bagi Calon Pengantin pada KUA Kebayoran Lama Jakarta Selatan, serta peran “Konselor” untuk mewujudkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga di Puskesmas Kebayoran Lama Jakarta Selatan, kemudian penulis memberikan interpretasi/analisis terhadap hasil penelitian.

BAB V merupakan bab terakhir atau penutup dari keseluruhan isi pembahasan yang berisi kesimpulan dari uraian-uraian yang telah dibahas dalam keseluruhan penelitian ini dan saran.

(24)

13

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN KETAHANAN KELUARGA

A. Konsep Kebijakan Pemerintah

1. Pengertian Kebijakan Pemerintah/Kebijakan Publik

Kebijakan dapat didefinisikan sebagai serangkaian rencana program, aktivitas, aksi, keputusan, sikap, untuk bertindak maupun tidak bertindak yang dilakukan oleh para pihak (aktor-aktor), sebagai tahapan untuk penyelesaian masalah yang dihadapi. Penetapan kebijakan merupakan suatu faktor penting bagi organisasi untuk mencapai tujuannya.21 Dalam definisi lain Thomas R. Dye dalam Abdul Wahab, menyatakan bahwa kebiajakan publik ialah “whatever goverments choose to do or not to do” (pilihan tindakan apapun yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah).22

Istilah kebijakan atau kebijaksanaan memiliki banyak makna. Hogwood dan Gunn menyebutkan 10 penggunaan istilah kebijakan, yaitu sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas, sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas Negara yang diharapkan, sebagai proposal spesifik, sebagai keputusan pemerintah, sebagai otorisasi formal, sebagai sebuah program, sebagai output, sebagai hasil (outcome), sebagai teori atau model, dan sebagai sebuah proses. Makna modern dari gagasan kebijakan dalam bahasa Inggris adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik.23

Kata“publik”dalam kebijakan publik dapat dipahami ketika dikaitkan dengan istilah “privat”. Istilah publik dapat dirunut dari sejarah negara Yunani dan Romawi Kuno. Bangsa Yunani Kuno mengekspresikan kata publik sebagai koinion dan privat disamakan

21 Iskandar. J, Kapita Selekta teori Administrasi Negara (Bandung: Puspaga, 2012), h.8. 22 Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik (Jakarta: Bumi Aksara, 2012) h. 13.

(25)

14

dengan idion. Bangsa Romawi Kuno menyebut publik dalam bahasa Romawires-publica dan privat sebagai res-priva. Dengan menelusuri literatur sejarah Romawi, memilah istilah privat dalam kaitannya dengan individu atau person; sedangkan publik merujuk pada komunitas atau negara. Dalam analisis Gobetti, John Locke termasuk pemikir politik yang lebih menekankan pada kepentingan privat atau individu, sedangkan Thomas Hobbes meyakini urusan publik atau negara lebih penting. Saxonhouse melakukan pemilahan antara kata public dan privat sebagai berikut.

Pemilahan publik dan privat dalam konteks ruang, dalam praktik kehidupan tidaklah mudah. Saxonhouse menyadari bahwa batas-batas keduanya tidaklah absolut. Hubungan antara ruang publik dengan ruang privat sangat kompleks dan mencerminkan interdependensi. Kepentingan publik dan privat pun bisa saling bertentangan. Untuk memecahkan ketegangan antara kepentingan publik dan privat adalah dengan memasukkan gagasan pasar. Sebagaimana dikemukakan Habermas, bahwa pada awal abad 19, ruang publik yang berkembang di Inggris, berasal dari perbedaan antara kekuasaan public dan dunia privat.24

Cara memaksimalkan kepentingan individu dan sekaligus mempromosikan kepentingan publik adalah dengan menggunakan kekuatan pasar. Berfungsinya kebebasan individu dalam menentukan

24 Eko Handoyo, Kebijakan Publik, (Semarang: Widya Karya Semarang, 2012), h.1-3.

Publik Privat

Polis Rumah Tangga

Kebebasan Keharusan

Pria Wanita

Kesetaraan Kesenjangan

Keabadian Sementara

(26)

15

pilihan dapat memenuhi kepentingan individu sekaligus meningkatkan ketersediaan barang publik dan kesejahteraan publik. Dalam kaitan ini, peran negara dan politik adalah menciptakan kondisi dimana kepentingan publik dapat dijamin. Itulah sebabnya, pemerintah tidak boleh banyak mencampuri urusan individu. Kepentingan publik dalam hal ini akan terlayani dengan baik jika kepentingan kebebasan ekonomi dan pasar difasilitasi oleh negara, tetapi tidak diatur dan dikendalikan oleh negara. Intervensi negara bisa dipahami sejauh intervensi tersebut untuk menjamin penegakan hukum dan hak asasi manusia, namun tidak mencampuri keseimbangan alami yang muncul dari kepentingan diri.25

Terbitnya kebijakan publik dilandasi kebutuhan untuk penyelesaian masalah yang terjadi dimasyarakat. Kebijakan publik ditetapkan oleh para pihak (stakeholders), terutama pemerintah yang diorientasikan pada pemenuhan kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Makna dari pelaksanaan kebijakan publik merupakan suatu hubungan yang memungkinkan pencapaian tujuan-tujuan atau sasaran sebagai hasil akhir dari kegiatan yang dilakukan pemerintah. Kekurangan atau kesalahan kebijakan publik akan dapat diketahui setelah kebijakan publik tersebut dilaksanakan, keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik dapat dilihat dari dampak yang ditimbulkan sebagai hasil evaluasi atas pelaksanaan suatu kebijakan. Pelaksanaan kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku lembaga administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program, melainkan menyangkut pula pada partisipasi masyarakat, kekuatan politik, ekonomi dan sosial dengan berbagai pihak. Pelaksanaan kebijakan yang dilaksanakan secara tepat sasaran dan berdaya guna akan mampu memecahkan suatu permasalahan secara baik, semakin kompleks permasalahan kebijakan dan semakin dalam analisis yang digunakan, semakin diperlukan teori dan modal yang mampu

(27)

16

menjelaskan ketepatan pelaksanaan kebijalan tersebut. Analisa kebijakan perlu dilakukan, tertutama berkenaan dengan dampak yang dihasilkannya. Kajian pelaksanaan kebijakan bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dan merugikan kepentingan masyarakat.26

Kebijakan memiliki dua aspek yakni:

a. Kebijakan merupakan praktika sosial, kebijakan bukan event yang tunggal atau terisolir. Dengan demikian, kebijakan merupakan sesuatu yang dihasilkan pemerintah yang dirumuskan berdasarkan dari segala kejadian yang terjadi di masyarakat, Kejadian tersebut ini tumbuh dalam praktika kehidupan kemasyarakatan, dan bukan merupakan peristiwa yang berdiri sendiri, terisolasi, dan asing bagi masyarakat

b. Kebijakan adalah suatu respon atas peristiwa yang terjadi, baik untuk menciptakan harmoni dari pihak-pihak yang berkonflik, maupun menciptakan insentif atas tindakan bersama bagi para pihak yang mendapatkan perlakuan yang tidak rasional atas usaha bersama tersebut.

Dengan demikian, kebijakan dapat dinyatakan sebagai usaha untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, sekaligus sebagai upaya pemecahan masalah dengan menggunakan sarana-sarana tertentu, dan dalam tahapan waktu tertentu. Kebijakan umumnya bersifat mendasar, karena kebijakan hanya menggariskan pedoman umum sebagai landasan bertindak dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.27

Proses kebijakan dapat dijelaskan sebagai suatu sistem, yang meliputi: input, proses, dan output. Input kebijakan merupakan isu

26 Rohman A. T , Implementasi Kebijakan melalui Kualitas Pelayanan Penerimaan Pajak Daerah dan Implikasinya terhadap Kepuasan Masyarakat di Dinas Pendapatan Kabupaten Kuningan (Bandung: Universitas Pasundan, 2016), h.15.

27 Thoha. M, Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara (Jakarta: Raja Grafindo

(28)

17

kebijakan atau agenda pemerintah, sedangkan proses kebijakan berwujud perumusan formulasi kebijakan dan pelaksanaan kebijakan. Isu dan formulasi kebijakan dapat dipahami sebagai proses politik yang dilakukan elit politik dan/ atau kelompok-kelompok penekan. Output dari proses kebijakan adalah kinerja kebijakan. Oleh karena itu, kebijakan tidak bersifat permanen. Kebijakan dibuat sekali untuk rentang waktu tertentu sebagai sebuah solusi atas permasalahan yang ada dan kepentingannya melayani.28

Mengenai kebijakan publik, lebih lanjut Wahab menyatakan bahwa:

a. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan sadar yang berorientasi pada pencapaian tujuan dari pada sebagai perilaku/tindakan yang dilakukan secara acak dan kebetulan;

b. Kebijakan publik pada hakekatnya terdiri dari tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan memiliki pola tertentu yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu yang dilakukan olehpemerintah, dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri;

c. Kebijakan publik berkenaan dengan aktivitas/tindakan yang sengaja dilakukan secara sadardan terukur oleh pemerintah dalam bidang tertentu;

d. Kebijakan publik dimungkinkan bersifat positif dalam arti merupakan pedoman tindakan pemerintah yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

Berdasarkan pendapat tersebut, kebijakan publik dapat didefinsikan sebagai serangkaian kegiatanyang sadar, terarah, dan terukur yang dilakukan oleh pemerintah yang melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam bidang-bidang tertentu yang mengarah pada

28 Godin, R. E., Rein, M., & Moran, &. M. “The Public and its Policies”. In M. Moran,

M.Rein, & R. E. Goodin,The Oxford Handbook ff Public Policy (New York: Oxford University Press, 2006), h.13.

(29)

18

tujuan tertentu. Sehingga untuk efektivitas kebijakan publik diperlukan kegiatan sosialisasi, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan. Perlu ditekankan bahwa sifat kebijakan publik perlu dituangkan pada peraturan-peraturan perundangan yang bersifat memaksa. Dalam pandangan ini,dapat diasumsikan bahwa kebijakan public merupakan kebijakan yang dibuat pemerintah yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, yang dapat diwujudkan berupa peraturan-peraturan, perundang-undangan dan sebagainya.

Kebijakan publik mempunyai sifat mengikat dan harus dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali. Sebelum kebijakan publik tersebut diterbitkan dan dilaksanakan, kebijakan tersebut harus ditetapkan dan disahkan oleh badan/lembaga yang berwenang.Peraturan perundang-undangan sebagai produk dari kebijakan publik merupakan komoditas politik yang menyangkut kepentingan publik. Namun demikian, berbagai dinamika yang terjadidapat membawa konsekuensi bahwa kebijakan publik-pun dapat mengalami perbaikan. Olehkarenanya, kebijakan publik pada satu pandangan tertentu, dipersyaratkan bersifat fleksibel, harus bisa diperbaiki, dan disesuaikan dengan perkembangan dinamika pembangunan. Kesesuaian suatu kebijakan publik sangat tergantung kepada penilaian masyarakat.29

2. Strata, Karakteristik, Dan Unsur Kebijakan Publik

Kebijakan Publik terbagi pada tiga level, yaitu: 30

a. Kebijakan Umum

Kebijakan umum merupakan kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan yang bersifat positif maupun negatif, yang mencakupi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. Umum dalam pengertian tersebut bersifat relatif. Pada level negara, kebijakan umum berupa undang-undang, peraturan pemerintah, atau

29Wahab, S. A., “Pengantar Analisis Implementasi Kebijakan Negara”, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2010), h.27-29.

(30)

19

peraturan Presiden. Peraturan daerah atau Peraturan Gubernur merupakan kebijakan umum pada level provinsi. Tidak semua kebijakan dapat digolongkan pada kebijakan umum.

Berikut beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar suatu kebijakan dapat disebut sebagai kebijakan umum. Pertama, cakupan kebijakan meliputi keseluruhan wawasan, tidak terbatas pada aspek dan sector tertentu. Kedua, berjangka panjang atau tidak mempunyai batas waktu. Tujuan jangka panjang dari kebijakan umum bersifat samar-samar, bahkan kadang dianggap tidakjelas. Kebijakan umum memang tidak tepat untuk menetapkan sasarannya dengan jelas dan terlalu teknis, karena rumusan demikian akan menimbulkan kesulitan dalam perubahan jangka panjang. Ketiga, strategi kebijakan umum tidak bersifat operasional. Pengertianoperasional ini bersifat relatif. Bisa saja sesuatu yang dianggap umum oleh suatu kota atau kabupaten, dipandang operasional oleh kota atau kabupaten lainnya.

Namun demikian, kebijakan umum tidak diartikan sebagai kebijakan yang sederhana. Makin umum suatu kebijakan, akan makin kompleks dan dinamis sifat dari kebijakan tersebut.

b. Kebijakan Pelaksanaan

Kebijakan pelaksanaan adalah penjabaran dari kebijakan umum. Pada level pusat, peraturan pemerintah untuk melaksanakan undang-undang dan peraturan menteri untuk melaksanakan peraturan presiden merupakan contoh dari kebijakan pelaksanaan. Keputusan kepala dinas atau keputusan bupati untuk melaksanakan peraturan daerah atau keputusan gubernur merupakan wujud dari kebijakan pelaksanaan.31

c. Kebijakan Teknis

Kebijakan teknis merupakan strata paling rendah dari kebijakan. Kebijakan teknis merupakan kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan. Contoh kebijakan teknis adalah edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi kepada seluruh

(31)

20

rektor perguruan tinggi negeri untuk menaikkan angka partisipasi kasar (APK) mahasiswa.

Nugroho mengelompokkan kebijakan publik dalam tiga strata. Pertama, kebijakan publik yang bersifat makro, umum, atau mendasar, yaitu hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Kedua, kebijakan publik yang bersifat messo atau menengah, seperti peraturan menteri, peraturan gubernur, peraturan bupati, dan peraturan walikota. Ketiga, kebijakan publik yang bersifat mikro, yaitu kebijakan yang mengatur implementasi atau pelaksanaan kebijakan diatasnya. Peraturan yang dikeluarkan oleh aparat publik dibawah menteri, gubernur, bupati, dan walikota merupakan wujud dari kebijakan mikro.

Secara umum, kebijakan publik selalu menunjukkan karakteristik atau ciri tertentu dari berbagai kegiatan pemerintah. Berikut lima ciri umum dari kebijakan publik.32

1. Public policy is purposive, goal-oriented behavior rather than random orchance behavior. Setiap kebijakan memiliki tujuan. Pembuatan kebijakan tidak boleh sekadar asal atau karena kebetulan ada kesempatan untuk membuatnya. Bila tidak ada tujuan yang ingin dikejar, tidak perlu dibuat kebijakan.

2. Public policy consists of courses of action, rather than separate, discrete decisionor actions, performed by government officials. Suatu kebijakan tidakberdiri sendiri, terpisah dari kebijakan yang lain. Kebijakan juga berkaitan dengan berbagai kebijakan yang bersentuhan dengan persoalan masyarakat, berorientasi pada pelaksanaan,interpretasi dan penegakan hukum.

3. Policy is what government do,not what they say will do or what they intend to do. Kebijakan merupakan apa yang dilakukan oleh pemerintah, bukan apa yang dikatakan akan dilakukan atau apa yang mereka ingin lakukan.

(32)

21

4. Public policy may be either negative or positive. Kebijakan dapat berwujud negatif atau bersifat pelarangan atau berupa pengarahan untuk melaksanakannya.

5. Public policy is based on law and is authoritative. Kebijakan didasarkan pada hukum, karena itu memiliki kewenangan untuk memaksa masyarakat mematuhinya.

Suatu kebijakan dibuat secara sengaja dan ada tujuan yang hendak diwujudkan. Kebijakan memiliki unsur-unsur yang dengannya dapat dimengerti mengapa kebijakan tersebu tperluada. Ada empat unsur penting dari kebijakan, yaitu (1) tujuan kebijakan, (2) masalah, (3) tuntutan (demand), dan (4) dampak atau out comes. Suatu kebijakan dibuat berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Unsur pertama Kebijakan yang baik pasti memiliki tujuan yang baik pula.

Tujuan yang baik memiliki sekurang-kurangnya tiga kriteria, yaitu diinginkan untuk dicapai, rasional atau realistis, dan berorientasi kedepan. Tujuan yang diinginkan berarti tujuan tersebut dapat diterima oleh banyak pihak, karena kandungan isinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh banyak pihak atau mewakili kepentingan mayoritas atau didukung oleh golongan kuat (dominan) dalam masyarakat. Tujuan yang baik harus rasional, artinya merupakan pilihan terbaik dari berbagai alternatif yang diperhitungkan berdasarkan pada kriteria yang relevan dan masuk akal.33

Tujuan yang baik masuk akal, memiliki gambaran yang jelas, pola pikirnya runut, dan mudah dipahami langjkah-langkah untuk mencapainya. Tujuan yang baik berorientasi kedepan, dalam arti (1) tujuan kebijakan menghasilkan kemajuan ke arah yang diinginkan, yang dapat diukur baik dari aspek kuantitatif maupun kualitatif, (2) tujuan yang ingin dicapai pada masa depan terletak pada suatu jangka waktu tertentu, sehingga masa tersebut terlewati dapat dilakukan evaluasi atas hasil pelaksanaan kebijakan tersebut.

(33)

22

Unsur kedua dari kebijakan adalah masalah. Masalah merupakan unsur penting dari suatu kebijakan. Salah dalam menentukan masalah apa yang hendak dipecahkan, dapat menimbulkan kegagalan total dalam seluruh proses kebijakan. Tidak ada artinya berbagai metode pemecahan masalah dielaborasi jika seorang analis kebijakan gagal atau salah mengidentifikasi masalah.34

Alternatif pemecahan yang dijadikan sebagai kebijakan bersifat komprehensif dan dapat digunakan untuk memecahkan kemiskinan berdasarkan sebab-sebab yang multidimensional. Tuntutan merupakan unsur ketiga dari suatu kebijakan. Partisipasi merupakan ciri dari masyarakat maju. Partisipasi masyarakat dapat berupa dukungan, kritik, dan tuntutan. Tuntutan bias muncul karenadua hal, yaitu (1) terabaikannya kepentingan suatu golongan dalam proses perumusan kebijakan, sehingga kebijakan pemerintah yang ditetapkan dipandang merugikan kepentingan golongan masyarakat tersebut, (2) munculnya kebutuhan baru setelah suatu masalah teratasi atau suatu tujuan telah dicapai. Unsur keempat dari kebijakan adalah dampak atau outcomes. Dampak merupakan tujuan lanjutan yang timbul sebagai pengaruh dari tercapainya suatu tujuan.35

3. Teori Kebijakan Pemerintah a. Teori Merilee S. Grindle

Pelaksanaan kebijakan publik dalam teori Merilee S. Grindle dipengaruhi oleh dua variable besar, yakni: isi kebijakan (content of policy); dan lingkungan implementasi (context ofimplementation). Variabel tersebut mencakup: sejauh mana kepentingan kelompok sasaran tertuang dalam isi kebijakan; jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran; sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan; apakah penempatan lokasi program sudah tepat; apakah

34 Eko Handoyo, Kebijakan Publik (Semarang, Widya Karya Semarang, 2012), h.15-18. 35 Eko Handoyo, Kebijakan Publik (Semarang, Widya Karya Semarang, 2012), h.20.

(34)

23

sebuah kebijakan telah menyebutkan pelaksananya secara detail; dan apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.36

b. Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Teori ini menyebut ada tiga kelompok variable yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik, yaitu: karakteristik dari masalah (tractability of the problems), karakteristik kebijakan/ Undang-Undang (ability of statute to structure implementation), dan variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).37

c. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Teori Meter dan Hornmenyatakan paling tidak dijumpai lima variabel yang mempengaruhi kinerja pelaksanaan kebijakan publik, yakni:standar dan sasaran kebijakan; sumberdaya; komunikasi antarorganisasi dan penguatan aktivitas; karakteristik agen pelaksana; dan kondisi sosial, ekonomi dan politik.38

d. Teori Machiavelli

Mengkaitkan teori-teori pemerintahan dengan pengalamannya dalam politik aktual. Pihak penguasa, menurut Machiavelli harus memahami bagaimana kekuasaan bias bekerja. Pemerintahan merupakan sebuah keterampilan. Studi pemerintahan dapat disebut sebagai ilmu pemerintahan. Machiavelli tertarik pada seni keterampilan bernegara. Ia yakin bahwa dengan pemahaman yang cukup mengenai realitas politik dan kekuasaan, maka pembuat keputusan dapat menjalankan kekuasaan secara lebih baik dan memiliki kemampuan lebih besar dalam mengatasi setiap persoalan yang dihadapi. Machiavelli tertarik pada pemanfaatan kebijakan untuk meraih tujuan yang dikejar oleh pemegang kekuasaan. Pandangan

36 Wahab, S. A, Pengantar Analisis Implementasi Kebijakan Negara, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2010), h.18.

37 Wahab, S. A, Pengantar Analisis Implementasi Kebijakan Negara, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2010), h.19.

38 Muhammad Ali Ramdhani Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan Publik (Jurnal

(35)

24

Machiavelli relevan dengan analisis kebijakan pada abad 20 karena adanya alasan Machiavellian, yakni keinginan untuk memahami apa yang sesungguhnya terjadi di pemerintahan dan bagaimana kinerja pemerintahan memenuhi janji-janjinya. Kriteria untuk menilai kesuksesan para elit yang bekerja di pemerintahan adalah kinerja dan hasil yang telah dicapai. Kebijakan dalam hal ini, merupakan strategi untuk mewujudkan tujuan. Dalam kaitan ini, tidak menjadi soal apakah kebijakan yang dibuat benar atau salah, yang terpenting adalah kebijakan mana yang menurut si pembuat palingbisadilaksanakan.39

e. Teori Bacon

Bacon mengusulkan gagasan jalan tengah (resmea), bahwa kebijakan yang baik sebagai implementasi pelaksanaan kekuasaan, memerlukan kemampuan untuk mempertahankan otoritas dan legitimasi dengan membangun dukungan dan persetujuan, ketimbang harus menciptakan permusuhan sebagaimana diyakini Machiavelli. Jika Machiavelli memandang kebijakan sebagai aktivitas untuk mempertahankan kekuasaan, sedangkan Bacon memahami kebijakan sebagai aktivitas untuk menjaga keseimbangan dan otoritas. Bacon memiliki diktumterkenal, yakni pengetahuan adalah kekuasaan. Kebijakan dalam hal ini dipahami Bacon sebagai penggunaan pengetahuan untuk tujuan pemerintahan. Bacon berkeinginan agar kekuasaan dan pengetahuan dalam tatanan politik baru dapat digabungkan.

Regenerasi dunia pengetahuan penting menurut Bacon, karenanya ia menyarankan kepada para pengelola negara agar kegiatan belajar dipandang sebagai tujuan praktis tertinggi mereka.

39 Wahab, S. A, Pengantar Analisis Implementasi Kebijakan Negara, (Jakarta: Rineka

(36)

25

Masyarakat yang baik harus diatur dengan tertib, religius, dan bersih, dan hal itu hanya bisa dilakukan jika masyarakat mengutamakan pembelajaran.40

f. Teori Soerjono Soekanto

Menurut Soerjono Soekanto, bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu41:

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang disandarkan pada manusia di dalam pergaulan hidup

Dari Beberapa Teori diatas, penulis menggunakan teori Merile S Grindle dan Soerjono Soekanto.

4. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan Publik

Menurut Edwards III, pelaksanaan kebijakan dapat diartikan sebagai bagian dari tahapan proses kebijaksanaan, yang posisinya berada diantara tahapan penyusunan kebijaksanaan dan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan tersebut (output,outcome). Lebih lanjut, Edward III mengidentifikasikan aspek-aspek yang diduga kuat berkontribusi pada pelaksanaan kebijakan, yaitu: komunikasi, sumberdaya, disposisi atau sikap pelaksana, dan struktur birokrasi. Keempat aspek mempengaruhi pelaksanaan kebijakan, baik secara langsung maupun tidak

40 Eko Handoyo, Kebijakan Publik, (Semarang, Widya Karya Semarang, 2012) h.21-22 41 Soerjono Soekanto, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum” (Jakarta:

(37)

26

secara langsung, dan masing-masing aspek saling berpengaruh terhadap aspek lainnya.42

a. Kewenangan/ Struktur Birokrasi

Kewenangan merupakan otoritas/legitimasi bagipara pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik43. Kewenangan ini berkaitan denganstruktur birokrasi yang melekat pada posisi/strata kelembagaan atau individu sebagai pelaksana kebijakan.Karakteristik utama dari birokrasi umumnya tertuang dalam prosedur kerja atau Standard Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi organisasi.

b. Komunikasi

Komunikasi adalah aktivitas yang mengakibatkan orang lain menginterprestasikan suatu ide/gagasan, terutama yang dimaksudkan oleh pembicara atau penulis melalui sesuatu system yang biasa (lazim) baik dengan simbol-simbol, signal-signal, maupun perilaku. Komunikasi mempengaruhi pelaksanaan kebijakan publik, dimana komunikasi yang tidak baik dapat menimbulkan dampak-dampak buruk bagi pelaksanaan kebijakan. Dimensi komunikasi yang dapat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan publik diantaranya: transmisi, konsistensi, dan kejelasan.44 Pencapaian keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik mensyaratkan pelaksana untuk mengetahui yang harus dilakukan secara jelas; tujuan dan sasaran kebijakan harus diinformasikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga dapat mengurangi kesenjangan antara rencana dan pelaksanaan kebijakan. Apabila penyampaian informasi tentang tujuan dan sasaran suatu kebijakan kepada kelompok sasaran tidak jelas, dimungkinkan terjadi

42 Wahyudi, A, Implementasi rencana strategis badan pemberdayaan masyarakat dan desadalam upaya pengembangan Badan Usaha Milik Desa di Kabupaten Kota waringin Barat

(Jurnal Ilmiah Administrasi Publik , 2(2), 2016), h.101-105.

43 Afandi, M. I., & Warjio, Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dalam Pencapaian Target Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Jurnal Administrasi Publik, 6(2), 2015), h.92.

44 Winarno, B, Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus. (Jakarta: Center for

(38)

27

resistensi dari kelompok sasaran.45 Kemampuan komunikasi diarahkan agar pelaksana kegiatan dapat berunding satu sama laindan menemukan titik kesepahaman/ konsensus yang saling menguntungkan.Konsensus yangterbagun dapat meningkatkan kinerja personal dalam bekerja dengan menemukan kondisiwin-win solution pada setiap permasalahan.

c. Sumberdaya

Pelaksanaan kebijakan harus ditunjang oleh ketersediaan sumber daya (manusia, materi, dan metoda). Pelaksanaan kebijakan publik perlu dilakukan secara cermat, jelas, dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber daya yang diperlukan, maka pelaksanaaan kebijakan akan cenderung tidak dapat dilaksanakan secara efektif. Tanpa dukungan sumberdaya, kebijakan hanya akan menjadi dokumen yang tidak diwujudkan untuk memberikan pemecahan masalah yang ada di masyarakat, atau upaya memberikan pelayanan pada masyarakat. Dengan demikian, sumberdaya merupakan faktor penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumber daya dalam pelaksanaan kebijakan publik diantaranya: staf yang memadai, informasi, pendanaan, wewenang, dan fasilitas pendukung lainnya.46

d. Disposisi atau sikap dari pelaksana

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh pelaksana kebijakan, seperti komitmen, disiplin, kejujuran, kecerdasan, dan sifat demokratis.47Apabila pelaksana kebijakan memiliki disposisi yang baik, maka dia diduga kuat akan menjalankan kebijakan dengan baik, sebaliknya apabila pelaksana kebijakan memiliki sikap atau cara

45 Afandi, M. I., & Warjio, Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dalam Pencapaian Target Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Jurnal Administrasi Publik, 6(2), 2015), h.92-113.

46 Afandi, M. I., & Warjio, Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dalam Pencapaian Target Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Jurnal Administrasi Publik, 6(2), 2015), h.92-113

47 Wahab, S. A, Pengantar Analisis Implementasi Kebijakan Negara, (Jakarta: Rineka

(39)

28

pandang yang berbeda dengan maksud dan arah dari kebijakan, maka dimungkinkan proses pelaksanaan kebijakan tersebut tidak akan efektif dan efisien. Disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan dukungan atau hambatan terhadap pelaksanaan kebijakan tergantung dari kesesuaian kompetensi dan sikap dari pelaksanan. Karena itu, pemilihan dan penetapan personalia pelaksana kebijakan dipersyaratkan individu-individu yang memiliki kompetensi dan dedikasi yang tepat pada kebijakan yang telah ditetapkan.48

B. KONSEP KETAHANAN KELUARGA 1. Konsep Keluarga

Keluarga (family) merupakan sebuah konsep yang memiliki pengertian dan cakupan yang luas dan beragam. Keluarga, dalam konteks sosiologi, dianggap sebagai suatu institusi sosial yang sekaligus menjadi suatu sistem sosial yang ada di setiap kebudayaan. Sebagai sebuah institusi sosial terkecil, keluarga merupakan kumpulan dari sekelompok orang yang mempunyai hubungan atas dasar pernikahan, keturunan, atau adopsi serta tinggal bersama di rumah tangga biasa. Sementara itu, keluarga juga didefinisikan sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang anggotanya terikat oleh adanya hubungan perkawinan (suami-istri) serta hubungan darah (anak kandung) atau adopsi (anak angkat/pungut). Dari dua definisi keluarga tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan unit/institusi/sistem sosial terkecil dalam masyarakat yang beranggotakan sekelompok orang atas dasar hubungan perkawinan, pertalian darah, atau adopsi yang tinggal bersama dalam sebuah rumah tangga.

Secara umum, keluarga memilik 4 karakteristik yaitu:

a. Keluarga tersusun oleh beberapa orang yang disatukan dalam suatu ikatan seperti perkawinan, hubungan darah, atau adopsi;

48 Afandi, M. I., & Warjio, Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dalam Pencapaian Target Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, (Jurnal Administrasi Publik, 6(2), 2015), h 92-113.

(40)

29

b. Anggota keluarga hidup dan menetap secara bersama-sama di suatu tempat atau bangunan di bawah satu atap dalam susunansatu rumah tangga;

c. Setiap anggota keluarga saling berinteraksi, berkomunikasi, dan menciptakan peran sosial bagi setiap anggota seperti: suami dan isteri, ayah dan ibu, putera dan puteri, saudara laki-laki dan saudara perempuan, dan sebagainya;

d. Hubungan antar anggota keluarga merupakan representasi upaya pemeliharaan pola-pola kebudayaan bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum di komunitas.

Dalam konteks peraturan perundang-undangan, keluarga didefinisikan sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari: (1) suami dan istri; (2) suami, istri dan anaknya; (3) ayah dan anaknya; atau (4) ibu dan anaknya (Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga). Selain itu, keluarga mempunyai 8 (delapan) fungsi, seperti yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994, yang mencakup fungsi pemenuhan kebutuhan fisik dan nonfisik yaitu: (1) fungsi keagamaan; (2) fungsi sosial budaya; (3) fungsi cinta kasih; (4) fungsi perlindungan; (5) fungsi reproduksi; (6) fungsi sosialisasi dan pendidikan; (7) fungsi ekonomi; dan (8) fungsi pembinaan lingkungan. Dalam kaitannya dengan pengukuran tingkat ketahanan keluarga maka konsep keluarga yang digunakan akan diupayakan untuk merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.49

2. Konsep Ketahanan Keluarga

Ketahanan keluarga (family strength atau family resilience) merupakan kondisi kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumber daya untuk memenuhi berbagai kebutuhan

49 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, “Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016” (CV. Lintas Khatulistiwa, 2016) h.5.

(41)

30

dasar antara lain: pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi social.

Pandangan lain mendefinisikan ketahanan keluarga sebagai suatu kondisi dinamik keluarga yang memiliki keuletan, ketangguhan, dan kemampuan fisik, materil, dan mental untuk hidup secara mandiri (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994).

Ketahanan keluarga juga mengandung maksud sebagai kemampuan keluarga untuk mengembangkan dirinya untuk hidup secara harmonis, sejahtera dan bahagia lahir dan batin. Dalam pandangan yang lain, ketahanan keluarga mencakup kemampuan keluarga untuk mengelola sumber daya dan masalah untuk mencapai kesejahteraan, kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi terhadap berbagai kondisi yang senantiasa berubah secara dinamis serta memiliki sikap positif terhadap berbagai tantangan kehidupan keluarga.

Dari sudut pandang yang lain, ketahanan keluarga didefinisikan sebagai kemampuan keluarga untuk menangkal atau melindungi diri dari berbagai permasalahan atau ancaman kehidupan baik yang dating dari dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar keluarga seperti lingkungan, komunitas, masyarakat maupun negara.

Setidaknya ada 5 (lima) indikasi yang menggambarkan tingkat ketahanan suatu keluarga yaitu: (1) adanya sikap saling melayani sebagai tanda kemuliaan; (2) adanya keakraban antara suami dan istri menuju kualitas perkawinan yang baik; (3) adanya orang tua yang mengajar dan melatih anak-anaknya dengan berbagai tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten, dan mengembangkan keterampilan; (4) adanya suami dan istri yang memimpin seluruh anggota keluarganya

Gambar

Gambar 2.1 Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga

Referensi

Dokumen terkait

Penyesuaian diri terhadap hilangnya pasangan hidup pada lansia pria lebih tinggi dibanding lansia wanita yang ditunjukkan dengan mean empirik pria > mean empirik wanita =

Torganda yang merupakan pendamping KPKS Bukit Harapan dalam mengelola lahan tersebut yang pada saat ini sebagian besar sudan menjadi perkebunan kelapa sawit

Menurut Aisyah pembagian warisan terhadap perempuan itu memang sudah sewajarnya mendapatkan hak warisan lebih banyak dari laki-laki, karena menurutnya

Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, maka Majelis Haktim Tingkat Banding berpendapat, bahwa Pemohon /Pembanding adalah orang yang mampu secara finansial untuk

.Menurut Imam Soepomo Imam Soepomo, kesehatan kerja mengacu pada aturan dan upaya yang dirancang untuk melindungi pekerja dari kerusakan yang dilakukan seseorang

Pembatasan masalah berguna untuk memberikan suatu gambaran yang menjadi pusat perhatian dan permasalahan dalam penelitian hukum ini dan untuk menghindari adanya perluasan masalah

4 Muhammad Sood, 2012, Hukum Perdagangan Internaional, (Jakarta : Rajawali Pers), h.. dampak pada produk dalam negeri tetapi juga untuk produk dari luar negeri atau

Dengan alasan yang mereka katakan bahwa kenapa mereka mau menikahkan pasangan calon dimana seorang wanita jelas masih dalam masa iddah, mereka memberikan alasan pertama