• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terlepas dari kegiatan belajar. Melaksanakan aktivitas sendiri, maupun dalam suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. terlepas dari kegiatan belajar. Melaksanakan aktivitas sendiri, maupun dalam suatu"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Belajar

2.1.1 Pengertian Belajar

Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari hampir tidak pernah dapat terlepas dari kegiatan belajar. Melaksanakan aktivitas sendiri, maupun dalam suatu kelompok tertentu. Dipahami ataupun tidak, sesungguhnya sebagian besar aktivitas di dalam kehidupan sehari-hari merupakan kegiatan belajar. Dengan demikan dapat dikatakan, tidak ada ruang dan waktu dimana manusia dapat melepaskan dirinya dari kegiatan belajar. Dan itu berarti pula belajar tidak pernah dibatasi usia, tempat maupun waktu, karena perubahan yang menuntut terjadinya aktivitas belajar itu juga tidak pernah berhenti.

Belajar secara psikologis adalah suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya atau belajar ialah suatu proses usaha yang di lakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Baharudin dan Wahyuni (2010) mendefinisikan bahwa, “Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.”

8

(2)

Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya di alami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Syah (2004) menyatakan bahwa belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

Yamin (2007) mengungkapkan pengertian belajar menurut pandangan belajar tradisional adalah “usaha untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.” Pengetahuan merupakan target dan modal utama untuk hidup, oleh sebab itu para siswa betul-betul harus belajar dan mempelajari berbagai mata pelajaran di sekolah. Sehingga siswa dapat berpandangan bahwa buku bacaan adalah sumber ilmu pengetahuan dan siswa diharapkan dapat memahami buku bacaan yang telah dipelajarinya. Pandangan belajar modern seperti yang dijelaskan dalam Baharudin, dan Wahyuni (2007) bahwa

“Belajar adalah proses perubahan perilaku yang diakibatkan oleh interaksi dengan lingkungan”. Siswa dapat saja belajar melalui pengalaman di berbagai tempat, sarana, sumber yang memungkinkan untuk mengubah perilakunya. Belajar tidak hanya menanamkan pengetahuan dalam otak (kognitif), akan tetapi mendapatkan

(3)

keterampilan (psikomotorik), menumbuhkan nilai dan sikap (afektif) ketiga aspek itu harus ditanamkan secara seimbang di dalam diri siswa.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan perubahan tingkah laku, pola pikir, yang melibatkan pengalaman dan interaksi sosial dan lingkungan. Dan belajar juga bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan menumbuhkan nilai sikap.

2.1.2 Teori Belajar Psikologi Sosial

Menurut Aunurrahman (2009) berikut ini Pandangan psikologi sosial secara mendasar mengungkapkan bahwa belajar pada hakikatnya merupakan suatu proses alami. Semua orang mempunyai keinginan untuk belajar tanpa dapat dibendung oleh orang lain. Hal ini pada dasarnya disebabkan karena setiap orang memiliki rasa ingin tahu, ingin menyerap informasi, ingin mengambil keputusan serta ingin memecahkan masalah. Menurut teori belajar psikologi sosial proses belajar jarang sekali merupakan proses yang terjadi dalam keadaan menyendiri, akan tetapi melalui interaksi-interaksi. Interaksi tersebut dapat: (1) searah (one directional), yaitu adanya masukan dari luar yang menyebabkan timbulnya respons, (2) dua arah, yaitu apabila tingkah laku yang terjadi merupakan hasil interaksi antara individu yang belajar dengan lingkungannya, atau sebaliknya.

Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif memainkan peran penting

(4)

dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi atau penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan, faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap lingkungannya. Dalam Nuramin (2012) dipaparkan :

Menurut Bandura (1986) ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tidak punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.

Teori belajar modeling adalah proses belajar dengan mengamati tingkah laku atau perilaku dari orang lain disekitar. Seperti yang dipaparkan dalam Adensa (2010):

Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peranan penting. Faktor person (kognitif) yang dimaksud saat ini adalah self-efficasy atau efikasi diri. Reivich dan Shatté (2002) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif.

Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil. Menurut Bandura (1994), individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya. Individu ini menurut Bandura (1994) akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang ia alami. Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini.

Jadi, ada beberapa teori belajar yang ditemukan, belajar itu berdasarkan apa yang dilihat, kurang memperhatikan apa yang terjadi di dalam pikiran karena tidak dapat dilihat. Dan juga merupakan persepsi tentang apapun yang ingin diketahuinya, sehingga belajar merupakan proses alami yang terjadi dalam diri tanpa disadari.

(5)

Semua orang mempunyai keinginan untuk belajar yang melibatkan suatu objek, pengalaman serta lingkungan.

2.1.3 Prinsip-Prinsip Belajar

Didalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip seperti yang dijelaskan dalam Baharudin dan Wahyuni (2007) bahwa apapun yang dipelajari siswa, siswalah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu, siswalah yang harus bertindak aktif. Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya. Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti. Serta motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila siswa diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2010) prinsip-prinsip belajar yaitu, sebagai berikut:

1. Perhatian dan Motivasi

Perhatian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya. Motivasi merupakan tenaga pendorong bagi seseorang agar memiliki energi atau kekuatan melakukan sesuatu dengan penuh semangat.

2. Keaktifan.

Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sedang aktif, jiwa mengolah informasi yang diterima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan

(6)

pengetahuan yang telah diperolehnya.Dalam proses belajar-mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan.

3. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman

Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat secara langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukkan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukkan keterampilan.

4. Pengulangan

Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi Daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya- daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan- pengulangan akan menjadi sempurna.

5. Tantangan

Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tersebut.

Bahan belajar yang telah diolah secara tuntas oleh guru sehingga siswa tinggal menelan saja kurang menarik bagi siswa.

6. Balikan dan Penguatan

Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kunci dari teori belajar ini adalah law of effect-nya Thorndike. Siswa akan lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil, apalagi hasil yang baik akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya.

7. Perbedaan Individual

Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.

Berdasarkan berbagai macam prinsip-prinsip belajar diatas maka dapat disimpulkan bahwa perhatian siswa terhadap pelajaran akan membangkitkan motivasi siswa sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Pengulangan terhadap materi pelajaran sangat diperlukan untuk melatih daya mengingat siswa, melalui suatu tantangan siswa akan lebih aktif untuk menemukan suatu konsep dan

(7)

mengikuti pembelajaran dengan baik apabila mendapat penguatan langsung baik itu penguatan positif maupun negatif dengan memperhatikan perbedaan individual pada siswa, dimana kemampuan setiap siswa berbeda-beda.

2.2 Kecerdasan Emosional

2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah kecerdasan Emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh Psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Meyer dari University Of New Hampshire (Aunurrahman, 2009) Beberapa bentuk kualitas emosional yang dinilai penting bagi keberhasilan, yaitu empati, mengungkapkan dan memahami perasaan., mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat.

Dalam Aunurrahman (2009) menjelaskan beberapa konsep dalam kecerdasan emosional yang paling sering terjadi yakni:

Pertama, kecerdasan emosi tidak hanya bersikap ramah melainkan tegas yang serangkali memang tidak menyenangkan, tetapi mengungapkan kebenaran yang selama ini dihindari. Kedua, kecerdasan emosi bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa, melainkan mengelola-mengelola perasaan sedemikian rupa, sehingga terekspresikan secara tepan dan efektif, yang memungkinkan orang bekerjasama dengan lancer menuju sasaran bersama.

Tingkat kecerdasan emosi tidak terikat dengan faktor genetis, tidak juga berkembang pada masa kanak-kanak. Tidak seperti IQ yang berubah hanya sedikit setelah melewati usia remaja, kecerdasan emosi lebih banyak diperoleh melalui

(8)

belajar dari pengalaman sendiri, sehingga kecakapan-kecakapan individu dapat terus tumbuh.

Aunurrahman (2009) menyatakan bahwa, “Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan EQ akan mampu membuat anak-anak bersemangat tinggi dalam belajar, atau untuk disukai oleh teman-temannya.” Golemen (2002) dalam Aunurrahman (2009) menjelaskan keterampilan-keterampilan lainnya sebagai berikut:

1. Mendengarkan dan komunikasi lisan.

2. Adaptasibilitas dan tanggapan kreatif terhadap kegagalan dan halangan.

3. Manajemen pribadi, kepercayaan diri, memotivasi untuk bekerja meraih sasaran.

4. Keinginanan mengembangkan karir dan bangga dengan prestasi yang dicapai.

5. Efektivitas kelompok dan antar pribadi, kerjasama dalam kelompok, keterampilan merundingkan perbedaan pendapat.

6. Efektifitas dalam perusahaan, keinginan memberi kontribusi, potensi-potensi kepemimpinan.

Menurut Salovey dan Mayer dalam Mutadin (2002) mula-mula mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Pendapat keduanya memberikan penjelasan bahwa keterampilan EQ bukanlah lawan dari keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berintegrasi secara dinamis. Idealnya seseorang dapat menguasai keterampilan kognitif sekaligus keterampilan emosional. Perbedaan paling mendasar antara IQ dan EQ adalah, bahwa EQ tidak dipengaruhi oleh faktor keturunan, sehingga membuka kesempatan bagi

(9)

orang tua dan para pendidik untuk melanjutkan apa yang telah disediakan oleh alam agar anak mempunyai peluang lebih besar untuk meraih kesuksesan.

Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain dan untuk kerja akademis di sekolah lebih baik (Gottman, 2001). Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila anak diajarkan keterampilan dasar kecerdasan emosional, secara emosional akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima perasaan-perasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri, sehingga pada saat remaja akan lebih banyak sukses disekolah dan dalam berhubungan dengan rekan-rekan sebaya serta akan terlindung dari masalah kenakalan remaja.

Jadi yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah cara diri untuk mengelola emosi diri yang ada dalam diri, memahami perasaan dan emosi emosi orang lain sehingga tidak menimbulkan masalah antar sesama serta cara mengelola diri untuk memotivasi diri sendiri agar tecapainya semua keinginan yang lebih baik.

(10)

2.2.2 Ciri-ciri kecerdasan Emosional

Goleman (2002) menggambarkan beberapa ciri kecerdasan emosioal yang terdapat pada diri seseorang berupa :

1. Kemampuan memotivasi diri sendiri.

2. Ketahanan mengahdapi frustasi.

3. Kemampuan mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan.

4. Kemampuan menjaga suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati, dan berdoa.

5. Kemampuan-kemampuan ini ternyata mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap diri sesorang untuk mampu mengatasi berbagai masalah kehidupan.

Kemampuan memotivasi diri merupakan kemampuan internal pada diri seseorang berupa kekuatan menjadi suatu energi yang mendorong seseorang untuk mampu menggerakkan potensi-potensi fisik dan psikologis atau mental dalam melakukan aktivitas tertentu sehingga mampu mencapai keberhasilan yang diharapkan

2.2.3. Faktor Kecerdasan Emosional

Dalam Goleman (2015) menempatkan menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan memperluas kemapuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu :

1. Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.

2. Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan

3. Memotivasi Diri Sendiri

Prestasi harus dilalui dengan memiliki motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, optimis dan keyakinan diri.

4. Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain. Rosenthal

(11)

dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuiakan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah beraul, dan lebih peka

5. Membina Hubungan

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan. Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan.

Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi,. ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian siswa berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.

Sedangkan menurut Agustian (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu: faktor psikologis, faktor pelatihan emosi dan faktor pendidikan, seperti berikut:

1) Faktor psikologis

Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal ini akan membantu individu dalam mengelola, mengontrol, mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam perilaku secara efektif.

Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosi erat kaitannya dengan keadaan otak emosional. Bagian otak yang mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls.

2) Faktor pelatihan emosi

Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan kebiasaan, dan kebiasaan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada pembentukan nilai (value). Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan berkembang menjadi suatu kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa dilatih.

3) Faktor pendidikan

Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk mengembangkan kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja, memisahkan kehidupan dunia dan akhirat.

Jadi, berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwasannya banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional dan tentunya itu tergantung

(12)

bagaimana cara siswa dapat mengelola emosi tersebut. Dan yang paling berpengaruh yaitu pelatihan emosi karna dari pelatihan tersebut dapat menjadi kebiasaan.

2.3 Hasil belajar

2.3.1 Pengertian Hasil Belajar

Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Hasil belajar tiap siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Bahan mentah hasil belajar terwujud dalam lembar-lembar jawaban soal ulangan atau ujian, dan yang berwujud karya atau benda. Semua hasil belajar tersebut merupakan bahan yang berharga bagi guru dan siswa. Bagi guru, hasil belajar siswa di kelasnya berguna untuk melakukan perbaikan tindak mengajar dan evaluasi. Bagi siswa, hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut. Oleh karena itu, pada umumnya guru mengadakan analisis tentang hasil belajar siswa di kelasnya, Dimyati dan Mudjiono (2009).

Menurut Jihad (2010) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran. Sedangkan hasil belajar menurut Hamalik (2006) sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Hasil belajar tersebut merupakan kemampuan yang dimiliki oleh siswa

(13)

seteleh menerima pengalaman belajar. Hasil belajar merupakan perubahan yang mengakibatkan manusia berubah sikap dan tingkah lakunya

Menurut Gagne dalam Suprijono (2010) mengemukakan bahwa hasil pembelajaran adalah berupa kecakapan manusia yang meliputi informasi verbal, kecakapan intelektual, strategi kognitif, kecakapan motorik dan Sikap.

Menurut Bloom (1956) dalam Hamalik (2004), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif adalah pengetahuan atau ingatan (knowladge), pemahaman (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Ranah kognitif yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti taksonomi Bloom meliputi ingatan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3) dan analisis (C4).

Belajar diartikan perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak dilihat secara fragmentasi atau terpisah, melainkan komprehensif. Untuk menyatakan bahwa sesuatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing masing sejalan dengan filsafatnya.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto dalam Aunurrahman (2009), hasil belajar yang dicapai peserta didik secara menyeluruh dipengaruhi dua faktor utama, yakni faktor dalam diri peserta didik itu sendiri (faktor internal), dan faktor yang datang dari luar diri

(14)

peserta didik (faktor eksternal). Faktor tersebut dapat dibagi menjadi beberapa unsur sebagai berikut:

1. Faktor Internal

Faktor internal meliputi faktor jasmani yakni faktor kesehatan, dan cacat tubuh. Yang kedua faktor psikologis yakni intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal dalam hal ini meliputi:

a. Faktor keluarga

Faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, hubungan antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.

b. Faktor sekolah

Faktor sekolah meliputi: kurikulum, metode mengajar, relasi guru dengan ssiswa, relasi siswa satu dengan yang lain, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

c. Faktor masyarakat

Faktor masyarakat meliputi: kegiatan siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Jadi, hasil belajar adalah hasil yang dicapai dari proses pembelajaran yang telah dilakukan. Perubahan yang dapat diamati dan diukur baik dari pemahaman, sikap dan keterampilannya. Dan hasil

(15)

belajar juga dapat dikatakan sebagai tolak ukur berhasil tidaknya seorang siswa dan guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. Hasil Belajar siswa juga di pengaruhi oleh beberapa faktor yakni Internal dan Eksternal. Kebanyakan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh Motivasi yang dimiliki serta lingkungan dimana mereka berada serta pergaulan yang dijalani.

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 1. Kegiatan Koordinasi Tempat, Agenda Kegiatan di Desa Sukajadi.. pendampingan kepada masyarakat desa sumber harum dan desa margarahayu Adapun alur pelaksanaan program

Dengan pengembangan sistem pengolahan sampah terpadu ini, fungsi dari tempat pembuangan akhir sampah pada beberapa tahun mendatang dapat menjadi tidak dominan karena

Memang harus diakui, ekspansi gagasan modern oleh bangsa Barat tidak hanya membawa Memang harus diakui, ekspansi gagasan modern oleh bangsa Barat tidak hanya

Berita yang terkait dengan garis atau area ditampilkan dalam bentuk chartlet untuk membantu pelaut mengetahui posisi suatu objek, Contoh : Peletakan kabel laut

Berdasarkan hasil penelitian yang kita dapat melalui foto atau narasumber dari lingkungan sekolah tersebut maka penulis akan menjabarkan berbagai permasalahan yang ada

Artinya orang tua peserta didik memiliki status sosial yang cukup mampu membiayai anak disekolah, terdapat pengaruh positif signifikan antara status sosial

Setelah Anda masuk di Paramadina e-Learning, maka Anda dapat mengakses link Mata Kuliah (course) yang Anda ambil ( Gambar 7 ), dengan cara me-klik program studi di

bahwa dengan bertambahnya struktur organisasi pengawas tempat pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Badan