• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERJANJIAN PERDAGANGAN (E-COMMERCE) BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERJANJIAN PERDAGANGAN (E-COMMERCE) BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

(STUDI KASUS DI PT. LAZADA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HERBERT E. SITUMORANG 100200239

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(2)
(3)

Transaksi elektronik belum mampu memberikan rasa aman, kepastian hukum dan keadilan. Hal ini sebagai akibat dari kedekatan yang berbeda antara jual beli yang dilakukan secara e-commerce dengan jual beli yang dilakukan secara konvensional. Kata sepakat yang dilakukan dalam jual beli secara e-commerce tentu akan berbeda maknanya dengan kata sepakat dalam transaksi jual beli yang dilakukan dengan cara tatap muka langsung antara penjual dengan pembeli.. Kontrak yang digunakan dalam e-commerce adalah kontrak elektronik. Adapun permsalahan dalam tulisan ini antara lain bagaimana pengaturan hukum transaksi jual beli melalui e-commerce, bagaimana tinjauan umum terhadap kontrak dagang pada jual beli e-commerce, dan bagaimana keabsahan perjanjian jual beli e-commerce di PT.

Lazada menutut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berdasarkan hal tersebut maka penulis akan membahas tentang Perjanjian Perdagangan (e-commerce) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Terhadap Sahnya Suatu Perjanjian (Studi Kasus di PT. Lazada).

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif atau doktriner yaitu ditekankan pada penggunaan data sekunder. Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa Studi Kepustakaan atau Studi Dokumen (Documentary Study) dan wawancara (Interview). Lokasi penelitian berada di Timbang Deli, Medan Amplas, Medan, Sumatera Utara.

Pengaturan hukum pelaksanaan transaksi e-commerce di antaranya dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indoesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Mengingat e-commerce memiliki model perjanjian jual beli dengan karakteristik dan aksentuasi yang berbeda dengan model transaksi jual beli konvensional, apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global (global communiction network). Dalam praktik bisnis perdagangan elektronik (e-commerce) akan dijumpai adanya kontrak/ perjanjian untuk melakukam transaksi jual beli produk yang ditawarkan melalui website atau situs internet.

Kontrak tersebut pada umumnya berbentuk kontrak elektronik (e-contract) yaitu kontrak/

perjanjian yang dibuat oleh para pihak melalui sistem elektronik, dimana para pihak tidak bertemu secara langsung. Hal ini berbeda dengan kontrak konvensional yang dibuat di atas kertas dan disepakati dengan cara berhadapan langsung. Transaksi jual beli elektronik (e- commerce) di Lazada Indonesia jika ditinjau dari Undang- undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mana dalam undang- undang tersebut keabsahan harus memenuhi 3 syarat yaitu pertama, bahwa perjanjian harus dapat diakses setiap saat, pada perjanjian jual beli di Lazada, pelanggan dapat melakukan akses melalui situs dan akun kapan dan dimana saja dengan akses jaringan internet. Syarat kedua yakni syarat tanda tangan. Dan syarat yang ketiga yaitu tentang syarat keaslian, bahwa dalam hal produk di Lazada terdapat ulasan dan juga rekomendasi dari para pembeli sebelumnya.

Kata kunci: E-commerce, Perjanjian, Transaksi Elektronik

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I

(4)

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah, kasih karunia, hikmat dan sukacita sehingga penulis dapat menyelsaikan skripsi ini dengan judul “Perjanjian Perdagangan (E-commerce) Berdasarkan Undang- undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Terhadap Sahnya Suatu Perjanjian (Studi Kasus di PT. Lazada)” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum (S-1) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

1. Terima kasih kepada bapak Prof. Budiman Ginting, selaku dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Terima kasih kepada bapak Prof. Saidin, selaku wakil dekan I, ibu Puspa Melati Hasibuan selaku wakil dekan I, dan bapak Prof. Jelly Leviza selaku wakil dekan III Fakultas Hukum USU.

3. Terima kasih juga saya ucapkan kepada ibu Rosnidar Sembiring selaku kepala jurusan Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum USU.

4. Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Syamsul Rizal selaku sekretaris jurusan Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum USU.

5. Terima kasih kepada ibu Rabiatul Syahriah,SH,M.Hum selaku dosen Pembimbing I saya, yang telah membantu saya dan membimbing syaa dalam menyelesaikan skripsi ini.

(5)

II saya, yang telah membimbing saya dalam membuat dan menyelesaikan skripsi ini. Tidak ada kata yang dapat menggambarkan rasa syukur saya atas bimbingan para dosen pembimbing saya.

7. Terima kasih kepada kedua orang tua saya yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada saya baik secara moral maupun secara materi.

8. Terima kasih kepada rekan- rekan saya di Fakutas Hukum USU yang telah membantu saya selama pengerjaan skripsi ini.

9. Kepada semua keluarga besar SAPMA Ikatan Pemuda Karya Sumatera Utara dan Komisariat USU.

Mudah- mudahan skripsi daya ini dapat bermanfaat khususnya dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan berguna bagi masyarakat.

Medan, November 2018

Penulis

(6)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 14

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 14

D. Keaslian Penulisan ... 15

E. Tinjauan Kepustakaan ... 18

F. Metode Penelitian ... 23

G. Sistematika Penulisan ... 26

BAB II : PENGGUNAAN ELEKTRONIK (E-COMMERCE) SEBAGAI MEDIA JUAL BELI ONLINE A. Teori Perjanjian Jual Beli Jika Kedua Pihak Penjual dan Pembeli Berhadapan Langsung (Cash On Delivery) ... 27

B. Teori Jual Beli Melalui E-commerce ... 32

C. Syarat Sahnya Perjanjian Jual Beli Melalui E-commerce ... 34

D. Dasar Hukum Perjanjian ... 40

BAB III : TINJAUAN UMUM TERHADAP KONTRAK JUAL BELI E- COMMERCE A. Pengaturan Hukum Tentang E-commerce ... 42

B. Tujuan dan Manfaat Jual Beli E-commerce ... 48

C. Tinjauan Umum Perjanjian Kontrak Pada E-commerce ... 52

BAB IV : KEABSAHAN JUAL BELI TRANSAKSI E-COMMERCE PADA PT. LAZADA A. Profil Singkat PT. Lazada ... 62

B. Cara Transaksi Jual Beli di Lazada Antara Penjual dengan Pembeli ... 66

(7)

Undang- undang Informasi dan Transaksi Elektronik ... 68 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 76 B. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN

(8)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih, maka semakin banyak hal- hal yang baru kita temui dalam kehidupan sehari- hari.

Bahkan ada pepatah yang menyebutkan “hanya orang- orang yang menguasai teknologi yang akan menguasai dunia”. Pepatah tersebut sangat terlihat pada kehidupan masa kini yang sangat bergantung pada teknologi. Teknologi internet telah membawa perekonomian memasuki babak baru yang lebih populer dengan istilah digital economic atau ekonomi digital. 1 Teknologi internet yang sebelumnya hanya digunakan sebagai sarana informasi, namun pada masa sekarang telah merambah ke dunia perdagangan.

Perdagangan yang pada awalnya dilakukan secara bertemu langsung dan bertatap muka antar para pihaknya juga mengalami perubahan. Perkembangan teknologi tersebut diantaranya adalah dengan ditemukannya internet yaitu teknologi yang memungkinkan kita melakukan pertukaran informasi dengan siapapun dan dimanapun orang tersebut berada tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Selain itu internet juga dapat diartikan sebagai hubungan antar berbagai jenis komputer dan jaringan di dunia yang berbeda sistem operasi maupun aplikasinya dimana hubungan tersebut memanfaatkan kemajuan media komunikasi (telepon dan satelit) yang menggunakan protokol standar komunikasi.

1

(9)

Pada awalnya, internet merupakan jaringan komputer yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat di tahun 1969, melalui proyek ARPA yang disebut ARPANET (Advanced Research Project Agency Network). Tujuan awal dibangunnya proyek itu adalah untuk keperluan militer. 2 Perkembangan internet menciptakan terbentuknya suatu dunia baru yang biasa disebut dengan dunia maya. Adanya dunia maya menyebabkan setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu lain tanpa ada batasan apapun yang menghalanginya. Perkembangan tersebut berakibat juga pada aspek sosial, dimana cara berhubungan antar manusia pun ikut berubah. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap sektor bisnis.

Penggunaan internet sebagai media perdagangan bisnis terus meningkat dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan karena berbagai manfaat yang didapat oleh perusahaan maupun konsumen dengan melakukan transaksi melalui internet. Di Indonesia telah mulai penggunaannya oleh beberapa perusahaan yaitu electronic commerce atau yang lebih dikenal dengan e-commerce. E-Commerce pada dasarnya merupakan suatu kontrak transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli dengan menggunakan media internet. E-Commerce tidak hanya memberikan kemudahan bagi konsumen, namun perkembangan ini memudahkan produsen dalam memasarkan produk yang berpengaruh pada penghematan biaya dan waktu. Pelaksanaan jual beli secara online dalam prakteknya menimbulkan beberapa permasalahan misalnya pembeli yang seharusnya bertanggung jawab untuk membayar sejumlah harga dari produk jasa yang dibelinya tapi tidak

2 Chandra Ahmadi & Dadang Hermawan, E- Business & E- Commerce, Bandung: Andi Offset, 2003 hal. 52

(10)

melakukan pembayaran. Bagi pihak yang tidak melakukan tanggung jawab sesuai dengan perjanjian yang disepakati dapat digugat oleh pihak yang merasa dirugikan untuk mendapat ganti rugi.

Pengertian e-commerce sendiri merupakan suatu terminologi baru yang belum cukup dikenal. Masih banyak yang beranggapan bahwa e-commerce ini sama dengan aktivitas jual beli alat – alat elektronik. Oleh karena itu dalam bab ini akan mencoba menjelaskan pengertian dari e-commerce tersebut.

Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi mencoba mengambarkan e- commerce sebagai suatu cakupan yang luas mengenai teknologi, proses dan praktik yang dapat melakukan transaksi bisnis tanpa menggunakan kertas sebagai sarana mekanisme transaksi. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui e-mail atau bisa melalui World Wibe Web. 3

Secara umum David Baum, yang dikutip oleh Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi “E-commerce is a dynamic set of technologies, applications, and business process that link enterprieses, consumer and comunnities through electronic transactions and the electronic exchange of goods, services and information”. E-commerce merupakan satu set dinamis teknologi, aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, jasa, dan informasi yang dilakukan secara elektronik.4

Definisi singkat mengenai e-commerce juga dijelaskan Black’s Law Dictionary yang mana diuraikan bahwa yang dimaksud dengan transaksi

3 Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi, Mengenal E-Commerce, Jakarta: Elex Media

(11)

elektronik merupakan praktek jual beli barang dan jasa melalui media internet.

Adapun istilah e dalam e-commerce merupakan singkatan elektronik yang juga berhubungan dengan suatu transaksi menggunakan media elektronik. 5

Lebih jauh Fuady mendefensikan istilah e-commerce dalam arti sempit diartikan sebagai suatu transaksi jual beli atas suatu produk barang, jasa atau informasi antara mitra bisnis dengan memakai jaringan komputer yang berbasiskan pada internet, sedangkan e-commerce dalam arti luas diartikan sama dengan istilah e-business, yakni mencakup tindakan transaksi online, tetapi juga termasuk layanan pelanggan, hubungan dagang dengan mitra bisnis, dan transaksi internal dalam suatu organisasi. 6

Undang- undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga telah mencakup tentang e-commerce, dimana sesuai dengan Pasal 1 Angka 2 tentang pengertian transaksi, yang pada intinya semua transaski yang menggunakan media elektronik dengan sistem elektronik merupakan transaksi elektronik. 7

Berbagai definisi yang telah disebutkan di atas, dinilai terdapat kesamaan dari masing- masing definisi tersebut. Kesamaan tersebut memperlihatkan bahwa e-commerce memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Terjadinya transaksi antar dua belah pihak;

5 Ridwan Khairandy, Pembaharuan Hukum Kontrak Sebagai Antisipasi Transaksi Ecommerce, Jurnal Hukum Vol. 16, November 2001 hal. 57

6 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis di Era Globalisasi, Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2008 hal. 407

7 Indonesia, Undang- undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tambahan Lembaran

(12)

b. Adanya pertukaran barang, jasa atau informasi;

c. Internet merupakan medium utama dalam proses atau mekanisme perdagangan tersebut.

Berdasarkan karakteristik tersebut terlihat bahwa pada dasarnya e- commerce merupakan dampak dari perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, dan secara signifikan mengubah cara manusia berinteraksi dengan lingkungannya, yang dalam hal ini terkait dengan mekanisme dagang.

Adapun transaksi elektronik (e-commerce) dilakukan dengan banyak cara dan variasi, yaitu:

a. Transaksi melalui chating dan video conference

Transaksi melalui chatting atau video conference adalah seseorang dalam menawarkan sesuatu dengan model dialog interaktif melalui internet, seperti melalui telepon, chatting dilakukan melalui tulisan sedang video converence dilakukan melalui media elektronik, dimana orang dapat melihat langsung gambar dan mendengar suara pihak lain yang melakukan penawaran dengan mengunakan alat ini.

b. Transaksi melalui e-mail

Transaksi dengan menggunakan e-mail dapat dilakukan dengan mudah. Dalam hal ini kedua belah pihak harus sudah memiliki e-mail addres. Selanjutnya, sebelum melakukan transaksi, customer sudah mengetahui e-mail yang akan dituju dan jenis barang serta jumlah yang akan dibeli. Kemudian customer menulis nama produk dan jumlah produk, alamat pengiriman dan metode pembayaran yang digunakan.

(13)

Customer selanjutnya akan menerima konfirmasi dari merchant mengenai order barang yang dipesan.

c. Transaksi melalui web atau situs

Model transaksi melalui web atau situs yaitu dengan cara ini merchant menyediakan daftar atau katalog barang yang dijual yang disertai dengan deskripsi produk yang telah dibuat oleh penjual. Pada model transaksi ini dikenal istilah order form dan shopping cart. 8

Menurut Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi ada lima tahapan dalam melakukan transaksi e-commerce, kelima tahapan itu adalah:

1) Find it, pada tahap ini, pembeli bisa mengetahui dengan pasti dan mudah jenis barang apa yang diinginkan. Ada beberapa metode yang dapat dilakukan yaitu dengan metode search dan browse. Dengan search, pembeli bisa mendapatkan tipe- tipe barang yang diinginkan dengan hanya memasukkan keywords (kata kunci) barang yang diinginkan pada kotak search. Sedang browse, menyediakan menu- menu yang terdiri atas jenis- jenis barang yang disediakan.

2) Explore it, Setelah memilih jenis barang tertentu yang diinginkan, maka akan dijumpai keterangan lebih jelas mengenai barang yang dipilih itu, antara lain terdiri dari informasi penting tentang produk tersebut (seperti harga dan gambar barang tersebut), nilai rating barang itu yang diperoleh dari poll otomatis tentang barang itu yang diisi oleh para pembeli sebelumnya (apakah barang tersebut baik, cukup baik

8 M. Sanusi Arsyad, Transaksi Bisnis dalam E-commerce: Studi Tentang Permasalahan- Permasalahan Hukum dan Solusinya, Tesis Magister Hukum, Yogyakarta: Universitas Islam

(14)

atau bahkan mengecewakan), spesifikasi (product review) tentang barang tersebut, dan menu produk – produk lain yang berhubungan.

Jika ternyata barang yang dilihat tersebut sudah cocok, maka siap untuk melakukan transaksi (add an item to your shopping cart).

3) Selec it, Seperti halnya toko yang sebenarnya, shopping cart akan menyimpan terlebih dahulu barang yang diinginkan sampai pada check out. Dalam shopping cart dapat melakukan antara lain memproses untuk check out dan menghapus atau menyimpan daftar belanja untuk keperluan nanti.

4) Buy it, Setelah semua yang di atas dilakukan, selanjutnya dilakukan proses check out. Pada tahap ini, dilakukan proses transaksi pembayaran setelah terlebih dahulu mengisi formulir yang telah disediakan oleh merchant. Pihak merchant tidak akan menarik pembayaran sampai kita sudah menyelesaikan proses perintah untuk pengiriman.

5) Ship it, Setelah proses transaksi selesai, pihak merchant akan mengirimkan e-mail konfirmasi pembelian dan e-mail lain yang akan memberitahukan pengiriman barang telah dilakukan. Toko online juga menyediakan account untuk para pelanggan mereka seperti halnya ketika akan memasuki mailbox pada layanan fasilitas e-mail gratis.

Sehingga pembeli dapat mengetahui status order pada account yang telah tersedia di situs tersebut. 9

E-commerce yang beraktivitas menggunakan media internet pun dapat dilakukan oleh siapa saja dan dengan tujuan apapun. Maka dari itu Panggih P.

9

(15)

Dwi Atmojo mengklasifikasikan jenis-jenis transaksi e-commerce menjadi tiga jenis, yaitu:

a) Bisnis ke bisnis (business to business)

Aktivitas e-commerce dalam ruang lingkup ini ditujukan untuk menunjang kegiatan para pelaku bisnis itu sendiri. Pebisnis yang mengadakan perjanjian tentu saja adalah para pihak yang bergerak dalam bidang bisnis yang dalam hal ini mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian untuk melakukan usaha dengan pihak pebisnis lainnya.

b) Bisnis ke konsumen (business to consumer)

Business to consumer dalam e-commerce merupakan suatu transaksi bisnis secara elektronik yang dilakukan pelaku usaha dan pihak konsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu.10 Dalam transaksi bisnis ini produk yang diperjualbelikan mulai produk barang dan jasa baik dalam bentuk berwujud maupun dalam bentuk elektronik atau digital yang telah siap untuk dikonsumsi.

c) Konsumen ke konsumen (consumer to consumer)

Konsumen ke konsumen merupakan transaksi bisnis elektronik yang dilakukan antar konsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu pula, segmentasi konsumen ke konsumen ini sifatnya lebih khusus karena transaksi dilakukan oleh konsumen ke konsumen yang memerlukan transaksi. 11

10 Jay MS, Peran E-commerce dalam Perkembangan Ekonomi dan Industri, Jakarta:

Jurnal/makalah Hukum disampaikan Pada Seminar Sehari Aplikasi Internet di Era Millenium Ketiga hal. 7

11 Panggih P. Dwi Atmojo, Internet Untuk Bisnis, Yogyakarta: Dirkomnet Training, 2002

(16)

Intrernet telah dijadikan sebagai sarana tukar menukar informasi tentang produk baik mengenai harga, kualitas dan pelayanannya.

Selain itu antar customer juga dapat membentuk komunitas pengguna/penggemar produk tersebut.Ketidak puasan konsumen dalam mengkonsumsi produk dapat tersebar luas melalui komunitas- komunitas tersebut. Internet telah menjadikan customer memiliki posisi tawar yang lebih tinggi terhadap perusahaan dengan demikian menuntut pelayanan perusahaan menjadi lebih baik.

Pada prakteknya model transaksi yang banyak dipakai oleh konsumen sampai saat ini adalah business to consumer (B2C) yang merupakan sistem komunikasi online antar pelaku usaha dengan konsumen yang pada umumnya menggunakan internet.

Adanya e-commerce sangat memudahkan kita dalam melakukan perdagangan, antara lain pembayaran debit yang tidak diperlukannya tatap muka, memudahkan kita untuk mendapatkan barang atau jasa yang kita beli karena biasanya barang yang sudah kita beli akan diantarkan ke tujuan yang kita inginkan. Dan juga perkembangan pengguna internet yang sangat pesat membuat internet menjadi media yang sangat efektif untuk melakukan kegiatan perdagangan. Contoh dari perusahaan yang menggunakan e-commerce adalah sebagai berikut:

1.1. OLX

Dulunya website ini bernama Toko Bagus, tapi kemudian sekarang diubah menjadi OLX. Bahkan, salah satu website lain yang cukup tenar

(17)

yaitu Berniaga juga telah bergabung dengan OLX. Pada awalnya Toko Bagus didirikan oleh seorang turis di Bali yang bernama Remco Lupker dan Sebastian Arnold Egg pada tahun 2003.

1.2. Buka Lapak

Buka Lapak merupakan pasar online dan bersaing ketat dengan website jual beli lainnya. Buka Lapak didirikan oleh orang Indonesia asli yang bernama Achmad Zaky pada awal tahun 2010. Hingga saat ini, Achmad Zaky selaku CEO menyebutkan ada sekitar 150.000 penjual dan 1,5 juta produktif aktif yang terdapat di Buka Lapak.

1.3. Kaskus

Pada awalnya Kaskus merupakan forum biasa, tapi semakin berkembangnya waktu, Andrew Darwis menambahkan fitur forum jual beli di Kaskus ini, dan peminatnyapun ternyata tidak sedikit. Sekitar bulan Desember 2013 yang lalu, CEO Kaskus digantikan oleh Sukan Makmuri, yang sebelumnya pernah menduduki posisi VP untuk divisi teknologi inernet banking di Bank of America. Dan sampai 2014 yang lalu, Kaskus sudah memiliki lebih dari 40 juta orang pengguna dan 600 juta pengiview. Bahkan Kaskus pernah menduduki posisi 7 di Alexa Rank di Indonesia.

1.4. Lazada

Lazada didirikan pada tahun 2012. Fitur yang terdapat pada website ini sudah beraneka ragam. Sistem pembayaran yang diberikan juga sudah mempermudah penggunanya. Sistem pembayaran dapat dilakukan di

(18)

tempat penerima barang, bisa juga melalui minimarket yang terafiliasi dengan Lazada, dan sistem pembayaran transfer rekening bersama.

Dengan begitu banyaknya kemudahan yang diberikan oleh Lazada, maka tidak heran website ini mengalami perkembangan yang pesat.

Hal ini pula yang menjadikan Lazada sebagai objek penelitian dalam tulisan skripsi ini. Adapun kantor PT. Lazada yang dimaksud beralamat di Timbang Deli, Medan Amplas, Kota Medan, Sumatera Utara. 12

Perjanjian e-commerce yang dilakukan oleh para pihaknya bukan seperti layaknya perjanjian pada umumnya, tetapi perjanjian tersebut dapat dilakukan meskipun tanpa adanya pertemuan langsung antara kedua belah pihak, namun perjanjian antar para pihak tersebut dilakukan secara elektronik. Perjanjian antar pihaknya dilakukan dengan mengakses halaman website yang disediakan, berisi klausul atau perjanjian yang dibuat oleh pihak pertama (penjual), dan pihak yang lain (pembeli) hanya tinggal menekan tombol yang disediakan sebagai tanda persetujuan atas isi perjanjian yang telah ada, tanpa perlu membubuhkan tanda tangan seperti perjanjian pada umumnya, tetapi menggunakan tanda tangan elektronik atau digital signature. Sehingga para pihak tidak perlu bertemu langsung untuk mengadakan suatu perjanjian.

Namun, dengan sistem jual beli secara elektronik ini justru menimbulkan permasalahan yang baru. Transaksi semacam ini belum mampu memberikan rasa aman, kepastian hukum dan keadilan. Hal ini sebagai akibat dari kedekatan yang

12

(19)

berbeda antara jual beli yang dilakukan secara e-commerce dengan jual beli yang dilakukan secara konvensional. Kata sepakat yang dilakukan dalam jual beli secara e-commerce tentu akan berbeda maknanya dengan kata sepakat dalam transaksi jual beli yang dilakukan dengan cara tatap muka langsung antara penjual dengan pembeli.

Banyaknya keluhan konsumen dalam kegiatan jual beli secara e-commerce misalnya barang yang dibeli tidak sesuai dengan barang ada dipajang dalam bentuk gambar (foto), waktu pengiriman barang yang dipesan konsumen tidak sesuai dengan waktu yang dijanjikan oleh penjual online, juga mengenai adanya tindak pidana penipuan yang mana uang telah ditransferkan oleh konsumen, namun barang yang dipesan tidak kunjung diterima. Selain itu, masalah lain yang muncul adalah banyaknya pelaku transaksi e-commerce yang masih belum menginjak usia dewasa atau masih anak- anak. Apakah kemudian perjanjian itu sah karena anak tersebut belum menginjak usia 18 tahun dan belum menikah.

Permasalahan- permasalahan seperti ini menjadi hal yang sangat banyak dialami oleh para pelaku jual beli elektronik (e-commerce).

Menurut Sanusi, realitas sosial dan dinamika masyarakat menunjukkan bahwa dalam hubungan satu dengan lainnya antar masyarakat tidak selalu berbicara secara jujur dan benar, tetapi kadangkala juga diwarnai oleh sebuah kompetisi yang memaksa untuk berbuat curang, berbohong, acuh dan lain sebagainya. Untuk meminimalisasikan hal- hal negatif dalam hubungan- hubungan tersebut, maka dalam pergaulan dan kontrak diperlukan dokumen

(20)

sebagai pembuktian, baik itu dokumen bentuknya tertulis, ataupun berupa record lainnya. 13

Lewis menyatakan bahwa dalam kontrak bisnis sering timbul sengketa yang disebabkan hal dasar dalam kontrak, yakni meliputi penawaran, penerimaan, konsederasi, dan niat untuk menciptakan hubungan yang sah. Aspek lain yang dapat menimbulkan sengketa adalah keabsahan dari perjanjian itu dan perkara seperti kesalahan (mistake), akibat dari kesalahan, pernyataan yang tidak benar (missrepresentation), dan paksaan (duress). Pada penafsiran kontrak dan akibat kontrak, dan tata cara pelaksanaan kontrak serta metode pembebasan kontrak, bila ada unsur asing, hukum mana yang harus dipakai memecahkan sengketa tersebut.

Dengan demikian, maka kontrak bisnis dalam hal ini juga termasuk juga e- commerce juga dihadapkan pada sengketa- sengketa tersebut.

Maka dari semua permasalahan yang telah disebutkan di atas, serta ditambah dengan sengketa kontrak bisnis Lewis tersebut maka penulis merasa tertarik untuk mengulas dan menggali lebih dalam lagi tentang keabsahan perjanjian perdagangan (e-commerce) berdasarkan Undang- undang Nomor 11 Tahun 2008 yang penulis tuangkan dalam bentuk tulisan skripsi dengan judul:

”Perjanjian Perdagangan (E-commerce) Berdasarkan Undang- undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Terhadap Sahnya Suatu Perjanjian (Studi Kasus di PT. Lazada)”.

13

(21)

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan dari latar belakang dan penegasan judul di atas, maka rumusan masalah yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan hukum transaksi jual beli melalui e- commerce?

2. Bagaimanakah tinjauan umum terhadap kontrak dagang pada jual beli e-commerce?

3. Bagaimanakah keabsahan perjanjian jual beli e-commerce di PT.

Lazada menurut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan dan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum transaksi jual beli melalui e- commerce.

2. Untuk mengetahui tinjauan umum terhadap kontrak dagang pada jual beli e-commerce.

3. Untuk mengetahui keabsahan perjanjian jual beli e-commerce khususnya di PT. Lazada menurut Undang- undang Informasi Transaksi Elektronik.

Manfaat dari penelitian ini baik dari segi praktis maupun teoritis yaitu:

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum yang berkaitan dengan perjanjian jual beli dengan transaksi elektronik (e-

(22)

commerce) dan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penelitian lanjutan.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang pelaksanaan perjanjian jual beli dengan transaksi elektronik (e- commerce) ditinjau dari Undang- undang Informasi Transaksi Elektronik kepada semua stakeholder yang berkaitan dengan transaksi elektronik.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan beberapa Universitas yang ada di Indonesia baik secara fisik maupun online khususnya Fakultas Hukum, tidak didapati bahwa judul skripsi Perjanjian Perdagangan (E-commerce) Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Terhadap Sahnya Suatu Perjanjian (Studi Kasus di PT. Lazada). Namun ada beberapa judul penelitian yang berkaitan

dengan Transaksi e-commerce, antara lain:

Cut Dian Purnama (2010) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik (E- commerce). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengertian hukum konsumen dan sejarah perkembangan hukum perlindungan konsumen serta prinsip- prinsip hukum perlindungan konsumen.

(23)

2. Sejarah perkembangan transaksi elektronik (e-commerce) secara umum dan sejarah perkembangan transaksi elektronik (e-commerce) di Indonesia.

3. Pelaksanaan perlindungan konsumen dalam transaksi elektronik apabila terjadinya kerugian- kerugian yang dialami konsumen dan upaya- upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen apabila terjadinya kerugian dalam transaksi elektronik.

Wahyu Hanggoro Suseno (2008) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan judul penelitian Kontrak Perdagangan Melalui Internet (E-commerce) Ditinjau dari Hukum Perjanjian. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengertian kontrak perdagangan dan karakteristik kontrak serta jenis- jenis dan juga sejarah penggunaan kontrak perdagangan yang dilakukan melalui internet (E-commerce).

2. Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan perdagangan melalui internet (E-commerce) dan juga solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

3. Pemenuhan terhadap syarat- syarat perjanjian terhadap sahnya perjanjian elektronik dan juga pemenuhan asas- asas perjanjian KUHPerdata.

Bagus Hanindyo Mantri (2007) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, dengan judul penelitian Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Transaksi E-commerce. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

(24)

1. Akibat hukum yang ditimbulkan akibat adanya pelaksanaan suatu perjanjian secara perdata dan akibat hukum jika terjadinya ingkar janji atas perjanjian tersebut (wanprestasi).

2. Perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen menurut Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3. Bentuk perlindungan terhadap konsumen dalam pelaksanaan transaksi elektronik (e-commerce) ditinjau dari hukum perjanjian dan Undang- undang Perlindungan Konsumen.

Iyas (2011) Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Nusantara, dengan judul penelitian Implementasi Sistem Penjualan Online Berbasis E- commerce Pada Usaha Rumahan Griya Unik Wanita. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Tata cara bertransaksi dengan menggunakan sistem penjualan online berbasis e-commerce.

2. Penggunaan internet dalam penjualan produk dari usaha rumahan Griya Unik Wanita.

Adapun perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peraturan hukum yang digunakan sebagai rujukan dalam penelitian ini adalah Undang- undang Informasi dan Transaksi Elektronik, berbeda dengan penelitian di atas yang umumnya menggunakan Undang- undang Perlindungan Konsumen.

(25)

2. Studi kasus dalam penelitian ini dilakukan di PT. Lazada yang berada di kawasan Timbang Deli, Medan Amplas, Kota Medan, Sumatera Utara Sumatera Utara, sedangkan penelitian di atas dilakukan di tempat- tempat yang berbeda.

3. Dalam penelitian ini yang dibahas adalah tentang keabsahan syarat sahnya suatu perjanjian dalam perjanjian transaksi elektronik (e- commerce) ditinjau dari Undang- undang Informasi dan Transaksi Elktronik, yang pada penelitian tersebut di atas tidak ada yang membahas permasalahan ini.

Penelitian yang dilakukan saat ini berjudul Perjanjian Perdagangan (E- commerce) Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik Terhadap Sahnya Suatu Perjanjian (Studi Kasus di PT. Lazada), dengan permasalahan tentang penggunaan e-

commerce sebagai media jual beli online, tinjauan umum terhadap kontrak jual beli e-commerce, dan keabsahan jual beli e-commerce pada PT. Lazada.

Skripsi ini belum ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan tulisan yang telah dilakukan di Fakultas Hukum manapun. Maka dari itu, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun secara akademik.

E. Tinjauan Pustaka

Adapun judul yang dikemukakan oleh adalah “Perjanjian Perdagangan (E- commerce) Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik Terhadap Sahnya Suatu Perjanjian

(26)

(Studi Kasus di PT. Lazada).” Dalam tinjauan dicoba untuk mengemukakan beberapa ketentuan dan batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Hal ini akan berguna untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar tetap berada di dalam topik yang diangkat dari permasalahan di atas. Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis daripada judul skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian Perdagangan

Tampilan yang klasik, istilah perjanjian sebagai terjemahan dari agreemnet dalam bahasa Inggris, atau overeenkomst dalam bahasa Belanda. Di samping itu, ada juga istilah yang sepadan dengan istilah perjanjian yaitu istilah transaksi.

Hukum yang mengatur tentang perjanjian disebut dengan hukum perjanjian atau hukum kontrak. 14

Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu “peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.” Melalui kontrak terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat kontrak. Dengan kata lain, para pihak terikat untuk mematuhi kontrak yang telah mereka buat tersebut. Dalam hal ini fungsi kontrak sama dengan perundang-undangan, tetapi hanya berlaku khusus terhadap para pembuatnya saja.

Secara hukum, kontrak dapat dipaksakan berlaku melalui pengadilan. Hukum memberikan sanksi terhadap pelaku pelanggaran kontrak atau ingkar janji (wanprestasi).15

14

(27)

Pengimplementasian perjanjian biasanya diartikan sebagai perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tertulis (paper-based) bahkan bila perlu dihadapkan dalam bentuk otentik dimana cara pembuatannya harus dilakukan di hadapan notaris. Permasalahan yang timbul dalam transaksi ini adalah dalam hal dimana transaksi dilakukan tanpa menghadapkan para pihak yang melakukan perjanjian, dimana menyulitkan kita untuk menentukan pemenuhan syarat subjektif dan pada transaksi elektronik ini didasarkan pada kepercayaan para pihak.

Perkembangannya, Indonesia telah memiliki peraturan hukum yang mengatur masalah keperdataan mengenai perjanjian perdagangan atau kontrak perdagangan. Pada prinsipnya, menurut KUHPerdata secara khusus Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa bentuk perjanjian adalah bebas tidak terikat pada bentuk apapun. Jika menggunakan analogi terhadap pasal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa bentuk perjanjian perdagangan dalam transaksi elektronik (e- commerce) adalah memenuhi ketentuan- ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut.

2. Kontrak Elektronik

Menurut Johannes Gunawan, “kontrak elektronik adalah kontrak baku yang dirancang, dibuat, ditetapkan, digandakan, dan disebarluaskan secara digital melalui situs internet (website) secara sepihak oleh pembuat kontrak (dalam hal ini pelaku usaha), untuk ditutup secara digital pula oleh penutup kontrak (dalam hal ini konsumen).16

16 Suwardi, Aspek Hukum E-contract dalam Kegiatan E-commerce, Wordpress.

https://suwardi73.wordpress.com/2015/05/16/aspek-hukum-e-contract-dalam-kegiatan-e-

(28)

Menurut Pasal 1 ayat (17) Rancangan Undang – Undang tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi, “kontrak elektronik adalah perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya”, sedangkan di dalam Pasal 10 Ayat (1) menyebutkan transaksi elektronik yang dituangkan dengan kontrak elektronik mengikat dan memiliki kekuatan hukum sebagai suatu perikatan”.17

Di dalam kontrak elektronik selain terkandung ciri- ciri kontrak baku juga terkandung ciri- ciri kontrak elektronik sebagai berikut :

a. Kontrak elektronik dapat terjadi secara jarak jauh, bahkan melampaui batas- batas negara melalui internet.

b. Para pihak dalam kontrak elektronik pada umumnya tidak pernah bertatap muka (faceless nature), bahkan mungkin tidak akan pernah bertemu. 18

3. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 atau UU ITE adalah undang-undang yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum. Undang- undang ini memiliki yurisdiksi yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang- undang ini, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Pemanfaatan Teknologi

17

(29)

ITE dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.19

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:

a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;

b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi nformasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan

e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.

4. Sahnya Suatu Perjanjian

Pengaturan mengenai perjanjian atau kontrak di Indonesia diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang- undang Hukum Perdata. Dalam pasal ini disebutkan untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat:

a. Mereka yang mengikatkan diri untuk sepakat;

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;

c. Mengenai suatu hal tertentu;

19 Wikipedia, Tentang Undang- undang Informasi dan Transaksi Elektronik, https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik diakses pada

(30)

d. Sesuatu sebab yang halal.

Dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif, karena berkaitan dengan orang- orangnya atau subjek yang melakukan suatu perjanjian. Sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat objektif karena berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan. Dan suatu perjanjian dikatakan sah apabila memenuhi syarat subjektif dan objektif. Perjanjian juga mengikat bagi para pihak mengenai hak dan kewajibannya, sehingga pemenuhan syarat sahnya suatu perjanjian mutlak untuk dipenuhi, kelak apabila terjadi sengketa dapat didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati. 20

F. Metode Penelitian

Suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian maka digunakan metode penelitian yakni:

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif atau doktriner yaitu ditekankan pada penggunaan data sekunder.

Penelitian hukum normatif atau doktriner yang juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen, karena lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. 21 Selain itu dilakukan juga penelitian yuridis empiris pada PT. Lazada.

20

(31)

Penelitian hukum normatif mengambil isu dari hukum sebagai sistem norma yang digunakan untuk memberikan “justifikasi”

preskriptif tentang suatu peristiwa hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif Hukum Perdata khususnya tentang sistem pelaksanaan transaksi jual beli elektonik.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Lazada yang beralamat di Timbang Deli, Medan Amplas, Kota Medan, Sumatera Utara.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara lisan maupun tulisan dengan petugas atau pegawai bagian marketing. Penelitian dilakukan pada bulan November 2018.

3. Alat Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa Studi Kepustakaan atau Studi Dokumen (Documentary Study) dan wawancara (Interview) yang berhubungan dengan perjanjian perdagangan elektronik (e-commerce) dikaitkan dengan Undang- undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Penelitian empiris yang bertujuan medapatkan bahan primer yang berupa peraturan perundang-undangan dan buku yang berkaitan dengan perjanjian perdagangan elektonik (e-commerce) dan bahan sekunder berupa bahan acuan lainnya yang mendukung penulisan.22

22

(32)

4. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini, diperlukan metode pengumpulan data dengan cara studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier dan atau bahan non- hukum.23

Memanfaatkan berbagai literatur untuk mempelajari dan menganalisa kasus berupa perundang-undangan, buku-buku, artikel dan media lainnya yang berhubungan dengan sistem pelaksanaan perjanjian perdagangan elektronik (e-commerce) menurut Undang- undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

5. Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.24

Metode penelitian ini menggunakan teknik analisis mendalam (in-depth analysis), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metodologi kualitatif yakin sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya. Tujuan dari metodologi ini

23 Mukti Fajar, , Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999 hal. 160

24

(33)

bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah.

G. Sistematika Penilisan

Bab I, merupakan pendahuluan, yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka dan metode penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II, Penggunaan Elektronik (E-commerce) Sebagai Media Jual Beli Online. Bab ini berisikan teori perjanjian jual beli jika kedua pihak penjual dan pembeli berhadapan langsung (cash on- dellivery), teori perjanjian jual beli melalui e-commerce, syarat sahnya perjanjian jual beli melalui e-commerce, dan dasar hukum tentang jual beli melalui e- commmerce.

Bab III, Tinjauan Umum Terhadap Kontrak Jual Beli E-commerce. Bab ini berisikan pengaturan hukum kontrak elektronik, tujuan dan manfaat jual beli e- commerce, dan tinjauan umum kontrak perdagangan pada jual beli e-commerce.

Bab IV, Keabsahan Jual Beli E-commerce Pada PT. Lazada. Bab ini berisikan profil singkat PT. Lazada, cara transaksi pada PT. Lazada antara penjual dengan pembeli, dan keabsahan perjanjian jual beli e-commerce di PT. Lazada Menurut Undang- undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Bab V, Penutup. Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang merupakan penutup dari penulisan skripsi ini. Dalam hal ini penulis menyimpulkan pembahasan- pembahasan sebelumnya dan dilengkapi dengan saran-saran.

(34)

A. Teori Perjanjian Jual Beli Jika Kedua Pihak Penjual dan Pembeli Berhadapan Langsung (Cash On- Dellivery)

Jual beli yang dilakukan dengan cara kedua pihak penjual dan pembeli berhadapan secara langsung (cash on delivery) atau lebih sering disingkat menjadi COD merupakan istilah transaksi jual beli yang dilakukan secara langsung oleh penjual dengan pembeli, biasanya penjual akan diwakili oleh kurir yang mengirimkan barang tersebut kepada pembeli. Istilah COD biasanya kita temui di toko online, forum jual beli, situs e-commerce dan lain sebagainya. Transaksi menggunakan metode COD biasanya dilakukan apabila lokasi penjual dengan pembeli cukup dekat, seperti di kota atau di provinsi yang sama. Sedangkan apabila jaraknya jauh maka menggunakan metode pengiriman barang yang mana sebelumnya pembeli harus menyelesaikan biaya pembelian/ transfer.49

Setelah memahami pengertian COD di atas, tentu dapat disimpulkan bahwa layanan ini menguntungkan bagi pihak pembeli ataupun penjual. Dimana pembeli memang menjadi pihak yang lebih diuntungkan. Pembeli dapat memeriksa barang yang dipesan baru kemudian membayarnya. Di lain pihak yaitu penjual, layanan COD ini juga dapat menguntungkan. Pasalnya layanan COD ini tentunya bisa menjadi jaminan mengenai kualitas dari online shop atau bukan

49 Ahmad Yusron Arif, Pengertian COD (Cash on Delivery), Blogspot.com http://cheap-

(35)

penjualan yang tipu-tipu saja. Selain itu juga mampu mendatangkan pembeli dalam jumlah besar asalkan keterangan atau deskripsi yang diberikan tidak menipu.50

Walaupun memiliki banyak keuntungan, layanan COD ini ternyata memiliki kekurangan tersendiri. Dimana area yang dapat dijangkau tentunya akan sangat terbatas. Dengan demikian bagi pembeli yang berada jauh dari area penjual misalnya yang di luar kota tentunya tidak bisa menggunakan layanan COD ini.

Dengan kata lain pilihan barang bagi pembeli juga menjadi terbatas. Disisi lain kekurangan layanan COD ini juga dirasakan oleh penjual, dimana penjual harus bersedia untuk menyediakan tenaga atau biaya lebih yang dikeluarkan untuk mengantar barang ke pembeli. Tidak hanya itu penjual juga harus siap menanggung risiko ketika pembeli melakukan komplain bahkan batal membeli produk yang dijual.

Adapun kegiatan atau pelaksanaan jual beli kedua pihak penjual dan pembeli berhadapan langsung (cash on delivery) didasarkan pada beberapa teori, yaitu:

1. Teori Kehendak

Menurut teori ini perjanjian mengikat, jika kedua kehendak telah saling bertemu dan perjanjian mengikat atas dasar bahwa kehendak mereka (para pihak) patut dihormati. 51

Prinsip yang ditarik dari teori kehendak adalah suatu persetujuan yang didasarkan pada suatu kehendak yang benar merupakan persetujuan atau

50 Ibid.

51 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Bandung: Citra

(36)

perjanjian yag tidak sah. Konsekuensi hukum dari teori ini adalah : Pertama, kalau orang memberikan suatu pernyataan yang tidak sesuai dengan kehendaknya, maka pernyataan tersebut tidak mengikat dirinya. Kedua, perjanjian tidak lahir atas dasar pernyataan yang tidak dikehendaki. Dengan demikian, menurut teori ini, pernyataan bisa mengikat apabila pernyataan itu didasarkan atas kehendak yang benar.

Di era kemajuan teknologi yang sangat modern dewasa ini, pembuktian atas adanya perbedaan atau persamaan antara kehendak dengan pernyataan seseorang dalam mengadakan perjanjian sudah sangat mudah dilakukan.

Misalnya, perjanjian atau kontrak melalui internet dan perjanjian lisan melalui handphone sudah sangat mudah dilakukan dengan cara mencetak tulisan dalam internet dan hasil pembicaran melalui handphone. Kemudian, menjadi lebih mudah lagi jika penawaran dan pernyataan menerima penawaran dilakukan melalui telegram dan surat, karena duplikat konsep penawaran melalui telegram tetap tersimpan dengan baik.

Pernyataan tetap merupakan keniscayaan yang sangat diperlukan, karena hanya melalui pernyataan, kehendak seseorang dapat diketahui atau dibaca, namun demikian kehendak seseorang itulah menjadi dasar pokok lahirnya perjanjian, bukan pada pernyataannya karena pernyataan hanyalah sarana yang digunakan untuk mengetahui atau membaca kehendak yang sebenarnya dari seseorang.

(37)

2. Teori Gevaarzetting

Teori gevaarzetting menekankan kepada perbuatan manusia atau pihak- pihak dalam perjanjian bahwa setiap orang harus bertanggung jawab sendiri terhadap kekeliruan dari ucapan, tulisan, dan sikap atau isyaratnya. Prinsip dari teori tersebut menjadi logis karena siapapun yang melakukan kekeliruan dan membahayakan atau merugikan orang lain, maka ia harus bertanggung jawab.

Betapa banyak orang akan menanggung kerugian apabila pihak yang merugikan dapat dibebaskan dari tanggung jawab hanya karena alasan “keliru” melakukan suatu perbuatan (menyatakan kehendak dalam perjanjian).

Menurut teori ini bahwa setiap orang atau pihak harus menerima konsekuensi terhadap perbuatannya sendiri dalam bentuk kewajiban menanggung segala perbuatan yang telah dilakukannya. Artinya, apabila teori ini dijadikan pegangan, maka setiap orang atau pihak dalam mengadakan perjanjian akan lebih berhati-hati menyatakan kehendaknya baik dalam bentuk lisan, tulisan, dan atau sikap dan isyarat sebagai wujud dari kehendaknya, karena teori ini tidak memperdulikan apakah orang atau pihak itu dalam menyatakan kehendaknya keliru atau tidak.

3. Teori Pernyataan

Jika teori kehendak menyatakan bahwa saat lahirnya perjanjian pada saat lahirnya “kehendak”, maka teori pernyataan merupakan kebalikannya yaitu bahwa kehendak seseorang tidak dapat dijadikan sebagai patokan saat lahirnya kesepakatan dalam suatu perjanjian karena kehendak seseorang belum bisa dibaca atau diketahui sekaligus tidak dapat dibuktikan secara yuridis dan hanya melalui

(38)

pernyataan seseorang dapat dipastikan kehendak seseorang. Misalnya, pihak yang menawarkan sesuatu kepada pihak lainnya, maka kehendak pihak lawannya untuk menerima tawaran itu dapat diketahui secara pasti ketika penerima tawaran tersebut dinyatakan secara tegas. Oleh karena itu, apabila pihak penawar menawarkan sesuatu melalui surat, telegram, internet dan atau handphone, maka nanti setelah pihak yang menerima tawaran tadi menyatakan penerimaannya barulah dinyatakan timbul kesepakatan. Untuk itu Subekti mengemukakan bahwa karena suatu perjanjian lahir pada detik terjadinya kesepakatan, maka perjanjian itu lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte), apabila seseorang melakukan suau penawaran dan penawarannya itu diterima oleh orang lain secara tertulis, artinya orang lain ini menulis surat bahwa ia menerima penawaran itu, sebab pada saat menulis surat balasan yang isinya menerima penawaran, maka surat tersebut merupakan pernyataan kehendak menerima penawaran.

Demikian juga J.Satrio mengemukakan bahwa menjadi patokan lahirnya kesepakatan dalam perjanjian menurut teori pernyataan adalah apa yang dinyatakan seseorang. Kalau pernyataan dua orang sudah saling bertemu, maka perjanjian sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak. Kepastian hukum dalam pergaulan hidup bahwa orang harus bisa berpegang pada pernyataan- pernyataan orang lain.

4. Teori Kepercayaan

Dasar lahirnya teori kepercayaan adalah untuk mengatasi kelemahankelemahan teori kehendak dan teori pernyataan. Menurut R.Pound bahwa teori kepercayaan menyatakan “unsur kepercayaan atau penghargaan yang

(39)

ditmbulkan oleh pernyataan seseorang turut berperan menjadi unsur yang menentukan ada atau tidaknya sepakat.

Teori kepercayaan pada hakikatnya menyatakan bahwa yang menjadi dasar atau patokan lahirnya sepakat untuk lahirnya perjanjian adalah pernyataan seseorang yang dibatasi oleh apakah pihak lain tahu atau seharusnya tahu bahwa orang dengan siapa ia berunding adalah keliru. Oleh karena itu yang menentukan

“bukan pernyataan orang tetapi keyakinan atau kepercayaan yang ditimbulkan oleh pernyataan tersebut”.52

B. Teori Perjanjian Jual Beli Melalui E-commerce

Perjanjian jual beli melalui e-commerce, dikenal ada empat teori, yaitu:

1. Teori Kemauan

Teori ini menyatakan bahwa perjanjian terjadi apabila atas penawaran telah melahirkan kemauan penerima tawaran. Apabila penawaran dilakukan melalui e-commerce, maka kemauan pihak penerima penawaran dinyatakan lahir ketika atau saat pihak penerima tawaran mulai menulis surat penyataan menerima tawaran.

2. Teori Saat Mengirim Surat Penerimaan

Teori ini menekankan bahwa perjanjian dinyatakan terjadi atau lahir pada saat surat pernyataan menerima tawaran oleh pihak penerima tawaran telah dikirim kepada pihak yang menawarkan. Menurut ahmad miru bahwa teori ini menyatakan bahwa lahirnya kesepakatan adalah pada saat surat pengiriman jawaban yang isinya berupa penerimaan atas penawaran yang diterimanya dari

52 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan- persetujuan Tertentu,

(40)

pihak lain. 53 Dengan demikian, apabila penerima tawaran menerima tawaran pihak penawar yang dinyatakan dalam bentuk saat membuat surat yang isinya menyetujui penawaran, pada saat itu belum bisa dianggap telah terjadi kesepakatan, tetapi nanti setelah surat tersebut dikirim barulah dianggap terjadi kesepakatan.

Jika teori pengiriman dianut, maka konsekuensi hukumnya adalah sekalipun pihak penerima tawaran ditawari sesuatu dengan harga yang lebih murah dari orang lain selain dari orang yang pertama menawarkan sesuatu kepadanya, pihak penerima tawaran tidak boleh serta merta menyatakan menerima tawaran dari orang lain tadi sekalipun harganya lebih murah dari penawaran pertama, karena tawaran pertama telah mengikat dirinya karena dia telah mengirim surat penerimaannya.

3. Teori Saat Menerima Surat Penerimaan

Teori ini menyatakan bahwa perjanjian dinyatakan telah lahir pada saat pihak penawar telah menerima surat pernyataan menerima tawaran sampai/diterima oleh pihak yang menawarkan. Demikian juga Ahmad Miru menyatakan bahwa maksud teori ini adalah kesepakatan terjadi manakala jawaban atas penawaran yang berisi tentang penerimaan penawaran tersebut telah diterima oleh pihak yang menawarkan.

4. Teori Saat Mengetahui Isi Surat Penerimaan

Teori ini menekankan bahwa perjanjian baru dinyatakan lahir pada saat pihak yang menawarkan telah membuka dan membaca surat penerimaan dari

53

(41)

pihak yang menerima tawaran. Menurut Ahmadi Miru bahwa maksud teori ini adalah bahwa terjadinya kesepakatan pada saat pihak yang mengajukan penawaran mengetahui adanya penerimaan penawaran tersebut.

Teori penerimaan mengklain bahwa sepakat timbul sejak pihak penawar telah menerima surat penerimaan tawaran sekalipun belum dibacanya, sedangkan teori pengetahuan mengklain bahwa sepakat dianggap terjadi saat penerima tawaran mengetahui isi surat jawaban dengan alasan bahwa bisa saja pihak penawar telah menerima surat, akan tetapi belum tentu dia buka dan baca apa isinya. Sepanjang pihak penawar belum tau isi surat jawaban, sepanjang itu juga pihak penawar belum bisa memenuhi kewajibannya sebab dia belum tau apa yang akan ditunaikannya.54

C. Syarat Sahnya Perjanjian Jual Beli Melalui E-commerce

Pemahaman yang berkembang selama ini, syarat perjanjian yang tertera dalam Pasal 1320 KUH Perdata hanya bisa berlaku untuk transaksi konvensional.

Padahal tidak demikian halnya, perkembangan teknologi adalah satu dari sebuah realitas teknologi. Realitas teknologi hanya berperan untuk membuat hubungan hukum konvensional bisa berlangsung efektif dan efisien. Gambarannya adalah sebagai berikut, dalam transaksi jual beli tetap saja dikenal proses pembayaran dan penyerahan barang. Apakah dalam e-commerce tidak ada pembayaran dan peneyerahan barang, saya pikir tetap saja ada. Dari situ disimpulkan bahwa, dengan adanya internet atau e-commerce hanyalah membuat jual beli atau hubungan hukum yang terjadi menjadi lebih singkat, mudah, dan sederhana.

54 Marilang, Hukum Perikatan Perikatan yang Lahir dari Perjanjia, Jurnal Hukum,

(42)

Secara hukum, tidak ada perubahan konsepsi dalam suatu transaksi yang berlangsung.55

Kemudian, kapan suatu perjanjian dalam transaksi e-commerce tersebut berlangsung tentunya sangat berkaitan erat dengan siapa saja suatu transaksi tersebut dilakukan. Dalam transaksi biasa, perjanjian berakhir ketika masing- masing pihak melakukan kewajibannya masing-masing. Sebenarnya tidak berbeda dengan transaksi yang berlangsung secara on line. Namun memang tidak sesederhana jika dibandingkan dengan transaksi konvensional. Dalam transaksi on line, tanggung jawab (kewajiban) atau perjanjian tadi dibagi kepada beberapa pihak yang terlibat dalam jual beli tersebut. Paling tidak ada tiga pihak yang terlibat dalam transaksi on line baik B2B (business to business) dan B2C (business to consumer), antara lain perusahaan penyedia barang (seller), kemudian perusahaan penyediaan jasa pengriman (packaging), dan jasa pembayaran (bank).

Biasanya disetiap bagian pekerjaan (penawaran, pembayaran, pengiriman) masing-masing pihak membagi tanggung jawab sesuai dengan kompetensi masing-masing. Pada proses penawaran dan proses persetujuan jenis barang yang dibeli maka transaksi antara penjual (seller) dengan pembeli (buyer) selesai.

Penjual menerima persetujuan jenis barang yang dipilih dan pembeli menerima konfirmasi bahwa pesanan atau pilihan barang telah diketahui oleh penjual. Bisa dikatakan bahwa transaksi antara penjual dengan pembeli dalam tahapan persetujuan barang telah selesai sebagian sambil menunggu barang tiba atau

55 Pokrol, Syarat Sahnya Perjanjian E-commerce, Hukumonline.com.

(43)

diantar ke alamat pembeli. Karena biasanya bank baru akan mengabulkan permohonan dari pembeli setelah penjual menerima konfirmasi dari bank yang ditunjuk oleh penjual dalam transaksi e-commerce tersebut. Setelah penjual menerima konfirmasi bahwa pembeli telah membayar harga barang yang dipesan, selanjutnya penjual akan melanjutkan atau mengirimkan konfirmasi kepada perusahaan jasa pengiriman untuk mengirimkan barang yang dipesan ke alamat pembeli. Setelah semua proses terlewati, dimana ada proses penawaran, pembayaran, dan penyerahan barang maka perjanjian tersebut dikatakan selesai seluruhnya atau perjanjian tersebut telah berakhir.56

Menurut Edmon Makarim, syarat sahnya transaksi e-commerce berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata adalah sebagai berikut:

a. Sepakat mereka mengikatkan dirinya

Suatu kesepakatan selalu diawali dengan adanya suatu penawaran oleh suatu pihak dan dilanjutkan dengan adanya tanggapan berupa penerimaan oleh pihak lain. Jika penawaran tersebut tidak ditanggapi/ direspon oleh pihak lain maka dengan demikian tidak akan ada kesepakatan. Karena itu diperlukan dua pihak untuk melahirkan suatu kesepakatan.

Transaksi e-commerce, pihak yang memberikan penawaran adalah pihak penjual yang dalam hal ini menawarkan barang- barang dagangannya melalui website yang dirancang agar menarik untuk disinggahi. Semua pihak pengguna internet (netter) dapat dengan bebas yang mereka butuhkan atau mereka minati.

Jika memang pembeli tertarik untuk membeli suatu barang maka ia hanya perlu

56

(44)

mengklik barang yang sesuai dengan keinginannya. Biasanya setelah pemesanan tersebut sampai di tempat penjual (merchant) maka penjual akan mengirim e-mail atau melalui telepon untuk melakukan konfirmasi pesanan tersebut kepada pihak konsumen.

Proses terciptanya penawaran dan penerimaan menimbulkan keragu- raguan kapan terciptanya suatu kesepakatan. Negara- negara yang tergabung dalam masyarakat ekonomi Eropa telah memberikan garis- garis petunjuk kepada para negara anggotanya, dengan memberlakukan sistem 3 klik: cara kerja sistem ini adalah, pertama, setelah calon pembeli melihat di layar komputer adanya penawaran dari calon penjual (klik pertama), maka calon pembeli memberikan penerimaan terhadap penawaran tersebut (klik kedua). Dan masih disyaratkan adanya peneguhan dan persetujuan dari calon penjual kepada pembeli perihal diterimanya penerimaand dari calon pembeli (klik ketiga). Sistem 3 klik jauh lebih aman daripada sistem 2 klik yang berlaku sebelumnya. Sebab sistem 2 klik, penjual dapat mengelak dengan menyatakan kepada calon pembeli bahwa ia tidak pernah menerima penerimaan dari calon pembeli. Dan ini akan merugikan calon pembeli tersebut.

Hukum Indonesia belum ada ketentuan seperti ini, tidak ada kewajiban dari penjual untuk melakukan konfirmasi kepada pembeli, sehingga banyak penjual yang tidak melakukan konfirmasi. Hal ini sangat merugikan konsumen/

pembeli karena pembeli tidak mengetahui apakah pesanannya telah diterima atau belum. Jika terjadi wanprestasi akan sulit menghitung kapan terjadinya wanprestasi karena penjual dapat dengan mendalilkan bahwa ia tidak pernah

(45)

menerima pesanan tersebut. Karena itu, konfirmasi pemesanan sangat penting dilakukan oleh penjual terhadap calon pembeli.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pada dasarnya semua orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali jika oleh undang- undang dinyatakan tidak cakap. Yang tidak cakap menurut undang- undang adalah mereka yang belum dewasa (genap berusia 18 tahun) atau mereka yang belum berusia 18 tahun tetapi sudah menikah, dan mereka yang di bawah pengampuan (gila, dungu, mata gelap, lemah akal, dan pemboros).

Dalam transaksi e-commerce sangat sulit menentukan seseorang yang melakukan transaksi telah dewasa/ belum dewasa atau tidak berada di bawah pengampuan, karena proses penawaran dan penerimaan tidak secara langsung dilakukan tetapi hanya melalui media virtual yang rawan penipuan. Jika ternyata yang melakukan transaksi adalah orang yang tidak cakap maka pihak yang dirugikan dapat menuntut agar perjanjian dibatalkan.

c. Suatu hal tertentu

Hal tertentu menurut undang- undang adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya, undang- undang tidak mengharuskan barang tersebut sudah ada atau belum di tangan debitur pada saat perjanjian dibuat dan jumlahnya juga tidak perlu disebutkan adal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.

Referensi

Dokumen terkait

berkesimpulan sudah tidak mungkin lagi dapat meneruskan dan mempertahankan hidup rumah tangga bersama Tergugat walaupun Penggugat sudah berusaha untuk rukun kembali

Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di SDN Sumbersari 3 Malang kurikulumnya menyesuaikan dari pemerintah, akan tetapi untuk siswa berkebutuhan khusus yang memang benar-benar

Hasil penelitian yaitu (1) indeks ketahanan pangan rumah tangga miskin di Desa Tanjang dan Desa Kosekan termasuk kategori rumah tangga tahan pangan dan (2)

~llelalui kesempatan ini F raksi Karya Pembangunan Komisi II, sehubungan dengan hal tersebut di atas mengingatkan, bahwa latar belakang daerah Propinsi Irian Jaya

FALSAFAH TIONGHOA (TANJUNGPINANG) D ALAM EKSPRESI LUKISANKU. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui lebih medalam tentang praktik pembiayaan gadai emas di BMT-UGT Sidogiri Kantor Cabang Pembantu Kwanyar Bangkalan. 2)

Artinya, jika penyusutan aset tetap memiliki nilai ekonomi lebih besar dari aset operasional (kas, piutang, persediaan dan lain sebagainya) maka berpotensi menjadi

Jangka waktu maksimal 95 tahun yang diberikan UUPM sebenarnya jika dilihat dari sudut pandang investasi maka akan memberikan keuntungan bagi negara dalam hal