• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL TONGKAT BERBICARA BERORIENTASI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN DEBAT : Eksperimen terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Palimanan Tahun Ajaran 2012/2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL TONGKAT BERBICARA BERORIENTASI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN DEBAT : Eksperimen terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Palimanan Tahun Ajaran 2012/2013."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN DEBAT

(Eksperimen terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Palimanan Tahun Ajaran 2012/2013)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

oleh

Deden Sutrisna NIM 1101148

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN DEBAT

(Eksperimen terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Palimanan Tahun Ajaran 2012/2013)

Oleh

Deden Sutrisna, S.Pd Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, 2013

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada program studi Pendidikan Bahasa

Indonesia

© Deden Sutrisna 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

November 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)
(4)

Penelitian ini berjudul Penerapan Model Tongkat Berbicara Berorientasi Karakter dalam Pembelajaran Debat (Eksperimen terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Palimanan Kabupaten Cirebon Tahun Ajaran 2013/2014). Latar belakang penelitian ini adalah minimnya kompetensi siswa dalam berbicara terutama kemampuan berdebat. Tujuan penelitian ini adalah memberikan alternatif model pembelajaran berdebat yang meningkatkan kemampuan berdebat sekaligus menanamkan karakter positif kepada peserta didik.

Hipotesis penelitian ini yaitu, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berdebat siswa yang menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter dibandingkan dengan peningkatan kemampuan berdebat siswa yang menggunakan model terlangsung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan rancangan The Randomized Pretest-Postest Control Group Design. yang diujicobakan kepada popualsi penelitian. Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan model terlangsung.

(5)

v

ABSTRAK ………. i

KATA PENGANTAR ………... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ………... iv

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ………. x

BAB I PENDAHULUAN ………...1

A. Latar Belakang Masalah Penelitian ……….. 1

B. Identifikasi Masalah Penelitian ………...7

C. Rumusan Masalah Penelitian ………....8

D. Tujuan Penelitian ………...8

E. Manfaat Penelitian ………9

F. Metode Penelitian……… 9

G. Definisi Operasional ………10

BAB II IHWAL MODEL TONGKAT BERBICARA BERORIENTASI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN BERDEBAT………11

A. Model Tongkat Berbicara……… 11

1. Hakikat Model Tongkat Berbicara ………...11

2. Sintak Model tongkat Berbicara ……….. 12

3. Prinsip Dasar Model Tongkat Berbicara ………...15

4. Kelebihan dan Kelemahan Model Tongkat Berbicara ………… 16

B. Pendidikan Karakter ……….…… . 17

1. Pengertian Pendidikan Karakter ……….. 17

2. Landasan Pendidikan Karakter ……… 18

3. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Karakter ………..…………. 20

4. Nilai-Nilai dan Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter ………... 21

C. Konsep Keterampilan Berbicara ……… 24

(6)

3. Hubungan Keterampilan Berbicara dengan

Keterampilan Berbahasa yang lain ……… 25

4. Faktor-faktor Penunjang Kegiatan Berbicara ………... 25

5. Debat sebagai Salah Satu Ragam Kegiatan Berbicara ………… 26

6. Penilaian Kemampuan Berbicara ……… 27

7. Pembelajaran Berbicara Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Tahun 2006 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA ………. 28

D. Anggapan Dasar ………. 29

E. Hipotesis ………. 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 31

A. Metode Penelitian ………..31

1. Desain Penelitian ……… 31

2. Prosedur Penelitian……….. 33

B. Variabel Penelitian ……… 35

C. Teknik Pengumpulan Data ………35

D. Instrumen Penelitian ………. 36

1. Tes ………. 38

2. Observasi ………... 40

3. Wawancara ………. 42

4. Angket ……… 43

E. Uji Instrumen Penelitian ………... 44

1. Uji Validitas ……… 44

2. Uji Reliabilitas ……… 44

F. Alat Uji Statistik ……….. 45

G. Teknik Pengolahan Data ……….. 48

H. Populasi dan Sampel Penelitian ……… 49

1. Populasi Penelitian ………. 49

(7)

vii

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN ……… 50

A. Deskripsi Profil Pembelajara Berdebat ……… 50

B.Deskripsi Kemampuan Berdebat di Kelas Ekperimen ………… ……. 52

1.Hasil Pretest ……… 52

2.Hasil Postest………. 63

C.Deskripsi Kemampuan Berdebat di Kelas Kontrol ……… 71

1.Hasil Pretest………. 71

2.Hasil Postet ………... 81

D.Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Berdebat ………... 87

1. Hasil Observasi Proses Pembelajaran Berdebat ……… 90

2. Hasil Observasi Nilai Karakter di Kelas Ekperimen ………. 93

3. Hasil Observasi Nilai Karakter di Kelas Kontrol ……….. 96

E. Perbedaan Kemampuan Kelas Ekperimen dan Kelas Kontrol ……… 98

1. Analisis Data Pretest di Kelas Ekperimen ……… 98

2. Analisis Data Postest di Kelas Ekperimen ……….. 101

3. Analisis Data Pretest di Kelas Kontrol ………. 104

4. Analisis Data Postest di Kelas Kontrol ………. 108

F. Respon Guru dan Angket Siswa ……… 111

1. Hasil Wawancara terhadap Guru ………. 111

2. Hasil Angket Siswa ………. 113

G. Pengujian Persyaratan Analisis Data ………. 114

1. Uji Normalitas ……….. 115

a. Kolmogorof-Smirnof ………. . 115

1) Uji Normalitas Pretest Kelas Ekperimen dan Kontrol …115 2) Uji Normalitas Postest Kelas Ekperimen dan Kontrol …116 3) Uji Normalitas Gain Kelas Ekperimen dan Kontrol ….. 117

2. Uji Homogenitas ………118

(8)

5.1 Simpulan ……….. 121

5.2 Saran ………. 123

(9)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan. Bekerja sama, berinteraksi, dan berkelompok adalah diantara beberapa kegiatan berbahasa berlangsung. Tanpa adanya bahasa manusia akan kesulitan untuk menyampaikan gagasan atau isi batinnya. Pada dasarnya berbahasa merupakan naluri yang bisa dipelajari dengan sendirinya, misalnya pada saat kita berinteraksi secara tidak langsung proses belajar suatu bahasa terjadi.

Sebagai seorang insan manusia dituntut hidup bermasyarakat dan saling mengenal satu sama lain. Adanya tuntutan untuk saling mengenal diantara manusia terdapat dalam salah satu ayat Al-Quran yang berbunyi: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan

menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling

kenal-mengenal” (Al-Hujurat: 13). Ayat di atas menjelaskan alasan perlunya saling mengenal dan berbicara adalah salah satu cara untuk saling mengenal satu sama lain.

Tarigan (2008:1) menjelaskan bahwa keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yang saling berhubungan erat yaitu, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Artinya, aspek yang satu berhubungan erat dan memerlukan keterlibatan aspek yang lain, tidak bisa tidak. Karena hubungannya yang erat itulah, keempat aspek keterampilan berbahasa lazim disebut catur tunggal keterampilan berbahasa atau empat serangkai keterampilan berbahasa. (Nurjamal, 2011:2)

(10)

Berbicara, sebagai suatu keterampilan, hanya akan dimiliki atau dikuasai seseorang apabila dia mau berlatih. Hal ini sejalan dengan penjelasan Nurjamal (2011:23) bahwa tidak ada satu pun keterampilan yang dapat dikuasai seseorang tanpa adanya proses perlatihan yang terus-menerus. Untuk terampil berbicara itu pun kita diharuskan berlatih dan terus berlatih. Dengan latihan yang diawasi secara berkesinambungan, kemahiran berbicara siswa akan terbentuk sehingga siswa menjadi pembicara yang kreatif.

Sejalan dengan pendapat di atas, Arsjad dan Mukti (1988:1) mengatakan bahwa memiliki keterampilan berbicara tidak semudah yang dibayangkan banyak orang. Ada anggapan mengatakan keterampilan berbicara dengan sendirinya bisa diperoleh tanpa melalui pembinaan. Anggapan ini tidak sepenuhnya salah, hanya saja ketika berbicara terdapat proses melahirkan pesan berupa ide atau gagasan tertentu yang harus dilatih agar ketika seseorang berbicara proses menungkan ide atau gagasan tersebut menjadi lebih mudah.

Setiap individu pada dasarnya secara alamiah mampu berbicara. Namun, saat dihadapkan pada situasi formal sering timbul rasa gugup. Rasa gugup ini berdampak pada gagasan yang dikemukakan menjadi tidak teratur. Hal ini, menunjukkan setiap orang yang mampu berbicara belum tentu memiliki keterampilan berbicara dalam situasi formal. Keterampilan berbicara secara formal memerlukan latihan, praktik, dan pengarahan secara intensif. Disinilah pentingnya pelajaran bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang membina keterampilan berbahasa siswa.

(11)

Di lingkungan sekolah, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menghendaki kegiatan pembelajaran di dalam kelas memunculkan karakter-karakter positif. Inilah yang kemudian dikenal dengan pendidikan karakter yang dalam pelaksanaannya diintegrasikan pada setiap mata pelajaran. Pelajaran bahasa Indonesia, misalnya, guru bahasa Indonesia bisa memasukan nilai-nilai karakter pada saat pembelajaran berdebat. Selain itu, nilai-nilai karakter juga bisa disisipkan pada teks bahasa Indonesia. Untuk itu, diperlukan strategi khusus agar unsur karakter positif tersebut bisa diintegrasikan pada setiap proses pembelajaran di kelas. Guru bisa menyiasatinya dengan menggunakan model-model pembelajaran yang bermuatan nilai-nilai karakter (Suyadi, 2012:3).

Menurut Abidin (2012:141) terdapat keterkaitan yang erat antara pembelajaran berbicara dengan pendidikan karakter karana pada tahap berbicara siswa akan terbangun nilai karakter disiplin, kepemimpinan, sungguh-sungguh, berorientasi prestasi, dan sopan serta santun. Melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan, siswa akan beroleh pengetahuan, pengalaman, sekaligus pengembangan karakter. Pembelajaran berbicara dapat digunakan sebagai wahana bagi implemantasi karakter. Syarat utamanya adalah pembelajaran berbicara harus dilakukan dalam gamitan pembelajaran aktif dan kreatif.

Hasil penelitia Astri N. (2012) yang berjudul Keterampilan Berbicara dan Penerapan Model Pembelajaran Jurisprudensial terhadap Siswa SMK Kelas XI

menunjukkan bahwa dalam komunikasi sehari-hari siswa seringkali menggunakan kata-kata prokem, jargon, dan slang. Kata-kata ini berdampak pada kebiasaan sehari-hari dan terbawa pada saat kegiatan pembelajaran di kelas. Disinilah pentingnya pembinaan keterampilan berbicara sebagai upaya menumbuhkan keterampilan berbicara dan nilai-nilai karakter positif pada diri siswa sehingga karakter positif tersebut terbawa dalam keseharian mereka. Berdasarkan analisis data penelitiannya, disimpulkan bahwa keterampilan berbicara dengan model yurisprusensial menumbuhkan kesadaran siswa untuk tidak menggunakan kata prokem, jargon, dan slang.

(12)

Kuntowinangun memaparkan siswa masih belum berani berpendapat dan kegiatan

diskusi masih didominasi oleh siswa tertentu saja. Berdasarkan analisis data penelitiannya, disimpulkan bahwa pembelajaran diskusi dengan metode debat aktif lebih efektif dibandingkan pembelajaran diskusi tanpa metode debat aktif.

Saat ini bangsa Indonesia seperti kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang santun. Kekhawatiran yang sama disampaikan oleh Suyadi (2012:1) penyebab musibah dan bencana di Indonesia adalah faktor moralitas dan karakter yang buruk. Contohnya, siswa hampir setiap disuguhi pemberitaan tentang umpatan Arya Wiguna kepada mantan guru spiritualnya, Eyang Subur. Demonstrasi mahasiswa acapkali disertai orasi-orasi berupa umpatan-umpatan. Elit politik bersidang dengan nada bicara yang tinggi. Hal inilah kemudian yang memunculkan wacana pendidikan karakter yang dicanangkan Kemendiknas sebagai upaya untuk menumbuhkan karakter positif pada peserta didik.

Diantara tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku baik secara lisan maupun tulisan. (Depdiknas, 2006) Tujuan di atas akan tercapai dengan baik apabila dalam pelaksanaan pembelajaran guru memasukkan unsur-unsur karakter.

Sekolah pada dasarnya adalah sebuah miniatur kehidupan. Di sekolah inilah karakter-karakter positif dibentuk. Sekolah harus memiliki program yang nyata, seperti, kantin kejujuran supaya anak bisa mempraktikkan kejujuran. Selain itu, perlu kerja sama semua elemen sekolah terutama guru mata pelajaran. Diharapkan dengan kerja sama semua pihak penanaman nilai-nilai karakter positif di sekolah bisa diwujudkan dan siswa Indonesia menjadi siswa berkarakter positif. Salah satunya melalui kompetensi berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia.

(13)

Pembelajaran aspek keterampilan berbicara di sekolah diarahkan untuk membekali siswa, salah satunya meningkatkan keterampilan berbicara. Arsjad dan Mukti (1988:36) mengungkapkan bahwa keterampilan berbicara dapat dikembang melalui berbagai bentuk antara lain melalui diskusi kelompok, bercakap-cakap, konversasi, wawancara, pidato, bercerita, sandiwara, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada pembelajaran diskusi khususunya kemampuan berdebat.

Melalui pembelajaran berdebat, siswa diharapkan mampu menyampaikan gagasan, ide, pikiran, dan perasaan kepada guru, teman, serta orang lain. Selain itu, siswa juga dilatih untuk memiliki keberanian dalam menyampaikan persetujuan maupun penolakan. Diharapkan selain memiliki kemampuan berpendapat dan bekerja sama, akan tumbuh pada diri siswa nilai-nilai positif, seperti sopan santun dan etika. Menurut Bulatau (1971:5) tujuan pembelajaran diskusi adalah siswa mampu bekerja sama.

Sesuai dengan kurikulum bahasa Indonesia Sekolah Menengah Atas (SMA), salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa adalah memberikan persetujuan atau dukungan terhadap artikel yang terdapat dalam media cetak dan atau elektronik. Debat adalah salah satu bentuk kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk menunjang penguasaan kompetensi dasar tersebut.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada Senin, 6 Mei 2013 di SMA Negeri 1 Palimanan, kegiatan debat cenderung dikuasai oleh siswa yang memang mahir berdebat. Selain itu, terdapat keluhan dari para siswa bahwa setelah kegiatan pembelajaran berdebat berlangsung acapkali muncul pertikaian di antara siswa. Suasana debat yang sengit dan ‘panas’ pada saat pembelajaran acapkali memantik pertengkaran di antara mereka. Hal ini menurut Bulatau (1971:6) dikarenakan remaja mudah terbakar hatinya sehingga mereka menganggap pihak yang bersebrangan pendapat sebagai lawan yang harus dimusuhi. Bulatau memberikan saran agar para guru mengatasinya dengan menerapkan model pembelajaran yang menumbuhkan sikap berpikir bersama.

(14)

karakter dan sebagai alternatif pemecahan masalah rendahnya kemampuan berbicara siswa. Tongkat berbicara pada dasarnya bertujuan untuk menumbuhkan keberanian siswa dalam berbicara dan menumbuhkan karakter-karakter positif, diantararanya karakter disiplin, kepemimpinan, sungguh-sungguh, berorientasi prestasi, sopan serta santun, dan komunikatif dan senang bersahabat..

Tongkat berbicara pada mulanya digunakan penduduk asli Amerika atau suku Indian untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antarsuku). Tongkat ini digunakan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas suatu permasalahan, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan berpindah ke peserta rapat yang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapi. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang berikutnya jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua telah mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua atau pimpinan rapat. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tongkat dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara bergiliran (informasi ini dikutip dari https://www.acaciart.com/stories/archive6.html). Model pembelajaran tongkat berbicara termasuk ke dalam model pembelajaran kooperatif. Penggunaan model ini sangat mudah dan bisa diaplikasikan pada semua mata pelajaran yang membutuhkan keaktifan siswa dalam menyampaikan pendapat. Penggunaan tongkat sebagai tanda giliran berbicara akan melatih kepekaan siswa untuk senantiasa siap mengemukakan pendapat misalnya, pada pembelajaran bahasa Indonesia dengan kompetensi berdebat.

(15)

menumbuhkan karakter positif dalam diri siswa diantaranya karakter berdisiplin dan kerja keras.

Peneliti memberi judul penelitian ini, Penerapan Model Tongkat Berbicara Berorientasi Karakter dalam Pembelajaran Debat (Penelitian Eksperimen Pada

Siswa Kelas X SMAN 1 Palimanan, Cirebon Tahun Ajaran 2012/2013).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, identifikasi masalah yang muncul dalam pembelajaran debat adalah sebagai berikut.

1. Siswa masih belum berani menyatakan pendapat baik berupa persetujuan, penolakan, pemikiran, dan perasaan pada saat pembelajaran berdebat berlangsung.

2. Pembelajaran berdebat masih didominasi oleh siswa tertentu saja, sedangkan siswa lainnya masih sebatas sebagai penyimak.

3. Setelah pembelajaran debat usai, acapkali memunculkan konflik kelas yang berujung pada ketidakkompakan siswa.

4. Diperlukan model pembelajaran yang tepat sebagai wahana implementasi pembelajaran berdebat berorientasi berkarakter.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian, maka peneliti mengajukan rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah profil pembelajaran berdebat dengan model terlangsung?

2. Bagaimana kemampuan berdebat di kelas eksperimen baik dalam pretest maupun postest?

3. Bagaimana kemampuan berdebat di kelas kontrol baik dalam pretest maupun postest?

4. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran berdebat dengan menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter?

(16)

6. Bagaimanakah respon siswa terhadap pembelajaran berdebat dengan menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter?

D. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Umum

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan umum yang ingin dicapai adalah memberikan alternatif model pembelajaran berdebat sebagai implementasi pendidikan karakter.

2. Tujuan Khusus.

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.

a. mengetahui profil pembelajaran berdebat dengan model terlangsung;

b. mengatahui bagaimana kemampuan berdebat di kelas eksperimen baik dalam pretest maupun postest;

c. mengetahui bagaimana kemampuan berdebat di kelas kontrol baik dalam pretest maupun postest;

d. mengetahui bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran berdebat dengan menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter;

e. mengetahui bagaimanakah respon siswa terhadap pembelajaran berdebat dengan menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter;

f. mengetahui adakah perbedaan yang signifikan antara kemampuan berdebat siswa kelas ekperimen dan siswa kelas kontrol.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut. 1. Bagi siswa. Manfaat penelitian bagi siswa adalah

a. memotivasi siswa untuk aktif berbicara karena model tongkat berbicara berorientasi karakter dilakukan melalui pola pembelajaran interaktif;

(17)

c. Menanamkan karakter positif dalam menghadapi situasi yang berpotensi menimbulkan perselisihan seperti pada saat berdebat.

2. Bagi Guru. Manfaat penelitian bagi guru adalah menjadi rujukan untuk mengembangkan model pembelajaran yang lebih inovatif dalam rangka memunculkan kemampuan berbicara dan karakter positif pada siswa.

3. Bagi Peneliti Lain. Manfaat penelitian bagi peneliti lain adalah

a. memberikan gambaran tentang model tongkat berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya pembelajaran berbicara;

b. sebagai bahan acuan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

F. Metode Penelitian dan Teknik Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen desain kelompok pretest dan postest dengan kelompok kontrol, The Randomized Pretest-Postest Control Group Design. Menurut Syamsuddin dan Vismaia (2006:

169) penelitian eksperimental merupakan suatu metode yang sistematis dan logis untuk melihat kondisi-kondisi yang dikontrol dengan teliti, dengan memanipulasikan suatu perlakuan, stimulus, atau kondisi-kondisi tertentu, kemudian mengamati pengaruh atau perubahan yang diakibatkan oleh manipulasi. Subjek penelitian dibagi ke dalam dua kelompok, yakni kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus, yaitu pembelajaran debat dengan menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter. Kelompok kontrol mendapatkan pembelajaran debat tanpa menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini mengacu pada penelitian kuantitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan observasi.

G. Definisi Operasional

(18)

mikrofon, setiap siswa yang mendapatkan tongkat diharuskan untuk berbicara sementara siswa yang lainnya menunggu giliran berbicara dengan menyimak pembicaraan temannya.

(19)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Dengan kata lain, penelitian ini mencari perlakuan (treatment) tertentu dalam kondisi yang dikendalikan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah model tongkat berbicara berorientasi karakter. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen desain kelompok pretest dan postest dengan kelompok kontrol, The Randomized Pretest-Postest Control Group

Design. Menurut Syamsuddin dan Vismaia (2006: 169) penelitian eksperimental

merupakan suatu metode yang sistematis dan logis untuk melihat kondisi-kondisi yang dikontrol dengan teliti, dengan memanipulasikan suatu perlakuan, stimulus, atau kondisi-kondisi tertentu, kemudian mengamati pengaruh atau perubahan yang diakibatkan oleh manipulasi. Subjek penelitian dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus, yaitu pembelajaran debat dengan menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter. Sedangkan kelompok kontrol mendapatkan perlakuan pembelajaran debat dengan model terlangsung atau model yang teramati peneliti digunakan di SMAN 1 Palimanan ketika pembelajaran berdebat.

1. Desain Penelitian

(20)
[image:20.595.123.513.274.487.2]

Tabel 3.1

Rancangan Penelitian Eksperimen Treatment Group

Control Group

R O X O

R O C O

(Fraenkel & Wallen, 1993: 268).

Keterangan:

R = Random assignment untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.

O = Pengukuran pretest dan postest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

X = Perlakuan pembelajaran debat dengan model tongkat berbicara berorientasi karakter

C = Perlakuan pembelajaran debat dengan menggunakan model terlangsung

Langkah-langkah rancangan kelas eksperimen tes awal dan tes akhir sampel ekuivalen adalah sebagai berikut.

a. memilih sampel secara random (acak);

b. memberikan tes awal kepada kelas eksperimen untuk memperoleh hasil O1 dan tes awal kepada kelas kontrol untuk memperoleh hasil O3;

c. memberikan eksperimen kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol;

d. memberikan tes akhir kepada kelas eksperimen untuk memperoleh hasil O2 dan tes akhir kepada kelas kontrol untuk memperoleh hasil O4;

e. menghitung rata-rata (mean) kelas eksperimen dan kelas kontrol; f. menghitung standar deviasi (sd) kelas eksperimen dan kelas kontrol; g. menghitung rata-rata (uji t) kelas eksperimen O3 dan kelas kontrol O4; h. menentukan dasar taraf signifikan (α), yaitu 5% atau 0,05;

(21)

Dari langkah-langkah di atas dapat digambarkan seperti pada pola penelitian di bawah ini.

Gambar 3.1

Pola Penelitian Eksperimen Tes Awal dan Tes Akhir Sampel Ekuivalen

Keterangan:

R = penentuan atau pemilihan sampel secara random

A = sampel kelas eksperimen dengan menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter

B = sampel kelas kontrol dengan menggunakan model terlangsung O1= tes awal kelas eksperimen

O2= tes akhir kelas eksperimen O3= tes awal kelas kontrol O4= tes akhir kelas kontrol

X = pembelajaran debat menggunakan model tongkat berbicara berorintasi karakter

C = pembelajaran debat menggunakan model terlangsung

2. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi langkah-langkah sebagai berikut.

a. melakukan observasi pendahuluan melalui wawancara dengan guru bahasa Indonesia untuk memperoleh informasi tentang (a) pelaksanaan pembelajaran debat bahasa Indonesia, (b) hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pembelajaran debat serta cara mengatasinya, dan (c) kajian data sebagai studi literatur;

B O3 C O4 A O1 X O2

(22)

b. menyepakati dengan guru tentang pelaksanaan pembelajaran debat dengan menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter pada kelas eksperimen. Di dalam penelitian ini, guru melaksanakan proses pembelajarannya sedangkan penulis bertindak sebagai observer dan partner guru. Selanjutnya, pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan;

c. merencanakan (planning), yakni menyusun rencana penelitian, meliputi kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, rumusan yang hendak dicapai sesuai dengan penelitian tersebut, dan desain atau langkah-langkah penelitian;

d. melakukan uji instrumen, yaitu dengan cara meminta pertimbangan dua orang sebagai penilai (judgement) instrumen yang akan digunakan, satu orang sebagai pakar konsep dan satu lagi sebagai praktisi pembelajaran di kelas; e. memberikan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol;

f. memperkenalkan model pembelajaran debat, yakni model tongkat berbicara berorientasi karakter dengan memberikan pelatihan atau penjelasan tentang penggunaannya, langkah-langkah dan cara penggunaannya kepada guru yang akan digunakan pada kelas eksperimen;

g. pemberian perlakuan (treatment) kepada kelas eksperimen dengan menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter dalam pembelajaran debat;

h. memberikan postest kepada kelas eksperimen untuk mengetahui kemampuan berbicara setelah diberi perlakuan;

i. menggunakan uji beda setelah sebelumnya dilakukan uji normalitas dan homogenitas variabel data yang ada untuk menguji apakah perbedaan kemampuan berbicara antara hasil pretest dan postest signifikan atau hanya terjadi secara kebetulan saja;

(23)

B.Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel penelitian, yakni variabel bebas (independent variable) diberi simbol (X), dan variabel terikat (dependent variable) diberi simbol (Y). Adapun variabel bebas pada penelitian ini adalah

[image:23.595.150.501.282.463.2]

model tongkat berbicara berorientasi karakter diberikan kepada kelompok eksperimen. Sedangkan variabel terikatnya, yakni kemampuan debat siswa. Hubungan antarvariabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.2

Hubungan Antarvariabel

C.Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan dengan penelitian, maka diperlukan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik pengumpulan data penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap, yakni (1) pemberian tes awal; (2) pelaksanaan pembelajaran debat dengan model tongkat berbicara berorientasi karakter; dan (3) pemberian tes akhir. Berikut ini tahap-tahap yang dimaksud.

Pertama, memberi tes awal (pretest) terhadap subjek penelitian dengan

tujuan untuk memperoleh data mengenai kemampuan debat siswa.

Kedua, pengukuran awal siswa tentang keterampilan debat. Hasil

pengukuran ini digunakan sebagai kemampuan awal siswa dalam debat sebelum diperlakukan dengan menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter. Kemampuan awal siswa ini dibandingkan dengan hasil pengukuran akhir setelah proses pembelajaran dengan menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter.

Y

Keterampilan Debat X

Model Tongkat Berbicara Berorientasi

(24)

Ketiga, melaksanakan pembelajaran debat dengan menggunakan model

tongkat berbicara berorientasi karakter. Kegiatan ini dilakukan oleh satu orang guru, yaitu Ibu Erah Khumaerah, S.Pd. untuk menyampaikan materi pembelajaran. Sedangkan Ibu Tuti Marhaeni, S.Pd., Deden Sutrisna, S.Pd., dan Marfuah, S.Pd. masing-masing memberikan penilaian pada siswa pada waktu tes untuk setiap pertemuan dan melakukan observasi terhadap kualitas proses pembelajaran debat dengan menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter.

Keempat, memberikan tes akhir (postest) setelah proses belajar.

Kelima, menyebarkan angket kepada siswa dan guru guna mengetahui

respon siswa dan guru terhadap penggunaan model tongkat berbicara berorientasi karakter dalam pembelajaran debat.

D.Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua macam, yakni skala penilaian dan observasi. Skala penilaian digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam debat, yakni kemampuan berargumentasi dan mempertahankan argumentasi. Skala penilaian ini berisi kriteria-kriteria untuk menentukan tinggi rendahnya skor yang dicapai siswa dalam debat.

(25)

tenang, wajar, dan tidak kaku; (2) pandangan/penguasaan medan; (3) kesediaan menghargai pendapat orang lain; (4) gerak-gerik dan mimik; (5) kenyaringan suara; (6) kelancaran; (7) relevansi atau penalaran; dan (8) penguasaan topik.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka pedoman penilaian berbicara pada penelitian ini merupakan pengembangan dari pendapat para ahli tersebut. Aspek-aspek kemampuan berbicara siswa yang dinilai dalam penelitian ini terdiri atas (1) memberikan pendapat, (2) menerima pendapat orang lain, (3) menanggapi pendapat orang lain, (4) kemampuan mempertahankan pendapat, (5) kelancaran berbicara, (6) kenyaringan suara, (7) keberanian berbicara, (8) ketepatan struktur dan kosakata, (8) ekspresi dan gestur, dan (10) penguasaan topik.

Selanjutnya, disusunlah pedoman skoring dan deskripsi kriteria penilaian dengan beberapa hal yang disesuaikan dengan kebutuhan penulis. Adapun pedoman skoring dalam bentuk yang sudah ditetapkan dalam matriks perencanaan, yakni skala penilaian. Skala penilaian dapat dilihat pada tabel. Deskripsi masing-masing kemampuan dalam skala 4. Di dalam penskoran ini digunakan empat kategori, yaitu sangat baik, baik, cukup baik, dan kurang dengan dilengkapi bobot masing-masing komponen. Sesuai dengan jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Tes

(26)

Tabel 3.2

Pedoman Penilaian Kemampuan Debat

No Aspek Skala Skor Jumlah

1 2 3 4

1 Memberikan Pendapat

2 Menerima Pendapat Orang Lain

3 Menanggapi Pendapat Orang Lain

4 Kemampuan Mempertahankan Pendapat

5 Kelancaran Berbicara

6 Kenyaringan Suara

7 Keberanian Berbicara

8 Ketepatan Struktur dan Kosakata

9 Ekspresi dan Gestur

10 Penguasaan Topik

[image:26.595.127.506.162.758.2]

Jumlah

Tabel 3.3 Rubrik Penilaian

No Aspek

1 Memberikan Pendapat

Skor 4 : pendapat rasional, efektif, dan disertai alasan Skor 3 : pendapat rasional, efektif, tetapi tidak disertai

alasan

Skor 2 : pendapat rasional tetapi bertele-tele dan tidak disertai alasan Skor 1 : tidak berpendapat hanya bertanya

2 Menerima Pendapat Orang Lain

Skor 4 : siswa dapat menerima pendapat orang lain dengan menyertakan alasan yang dapat dimengerti.

Skor 3 : siswa menerima pendapat orang lain dengan menyertakan alasan yang tidak dapat dimengerti.

Skor 2 : siswa menerima pendapat orang lain tanpa menyertakan alasan. Skor 1 : siswa tidak menerima pendapat orang dan tanpa alasan.

3 Menanggapi Pendapat Orang Lain

Skor 4 : siswa menanggapi pendapat orang lain disertai alasan yang logis dan bukti pendukung.

Skor 3 : siswa menanggapi pendapat orang lain disertai alasan yang logis, tetapi tanpa bukti pendukung.

(27)

logis dan bukti pendukung.

Skor 1 : siswa sama sekali tidak menanggapi pendapat orang lain 4 Kemampuan Mempertahankan Pendapat

Skor 4 : siswa mampu mempertahankan pendapat dengan memberikan alasan yang rasional dan mampu meyakinkan orang lain

Skor 3 : siswa mampu mempertahankan pendapat dengan memberikan alasan yang rasional, tetapi tidak menyakinkan orang lain.

Skor 2 : siswa mampu mempertahankan pendapat, tetapi alasan yang dipakai kurang rasional dan tidak mampu menyakinkan orang lain. Skor 1: siswa tidak mampu mempertahankan pendapat.

5 Kelancaran Berbicara

Skor 4 : siswa lancar berbicara tanpa tersendat-sendat, tenang, dan memperlihatkan keseriusan.

Skor 3 : siswa lancar berbicara tanpa tersendat-sendat, tenang, tetapi tidak memperlihatkan keseriusan.

Skor 2 : siswa lancar berbicara tanpa tersendat-sendat, tetapi tidak tenang dan tidak serius.

Skor 1 : siswa tidak lancar berbicara, tersendat-sendat, dan tidak memperlihatkan keseriusan.

6 Kenyaringan Suara

Skor 4 : siswa bersuara jelas, terdengar sampai bangku baris tengah, dan terdengar sampai bangku baris belakang

Skor 3 : siswa bersuara jelas, terdengar sampai bangku baris tengah, tetapi tidak terdengar sampai bangku baris belakang

Skor 2 : siswa bersuara jelas, tetapi tidak terdengar sampai bangku baris tengah dan belakang.

Skor 1 : siswa bersuara tidak jelas 7 Keberanian Berbicara

Skor 4 : siswa berbicara tanpa malu, tanpa gugup, dan tidak takut salah Skor 3 : siswa berbicara tanpa malu, tanpa gugup, tetapi masih takut salah

Skor 2 : siswa berbicara tanpa malu, tetapi terlihat gugup dan masih takut salah.

Skor 1 : siswa tidak berani berbicara sama sekali. 8 Ketepatan Struktur dan Kosakata

Skor 4 : siswa memerhatikan lafal/ucapan, susunan kalimat, dan pilihan kata

Skor 3 : siswa memerhatikan lafal/ucapan,susunan kalimat, tetapi pilihan kata yang digunakan kurang tepat.

Skor 2 : siswa memerhatikan lafal/ucapan, tetapi susunan kalimat dan pilihan kata kurang tepat.

Skor 1 : siswa tidak memerhatikan lafal/ucapan, susunan kalimat, dan pilihan kata

9 Ekspresi dan Gesture

Skor 4 : pandangan mata fokus, ekpresi menunjukkan keberminatan, dan isyarat tangan yang tepat.

Skor 3 : pandangan mata fokus, ekpresi menunjukkan keberminatan, tetapi tanpa isyarat tangan.

(28)

keberminatan, dan tanpa isyarat tangan. 10 Penguasaan Topik

Skor 4 : siswa menyampaikan kalimat argumentatif, memberikan contoh teoritis, dan contoh praktis.

Skor 3 : siswa menyampaikan kalimat argumentatif, memberikan contoh teoritis, tetapi tidak ada contoh praktis

Skor 2 : siswa menyampaikan kalimat argumentatif, tetapi tanpa memberikan contoh teoritis dan praktis.

Skor 1 : siswa tidak menyampaikan kalimat argumentatif.

Format Penilaian Kemampuan Debat

Waktu : 4 x 40 menit (2 x pertemuan)

Pengajar : Ibu Erah Khumaerah, S.Pd.

Kelas : X

Evaluator :

Nama :

Kelas :

No Aspek Skala Skor Jumlah

1 2 3 4

1 Memberikan Pendapat

2 Menerima Pendapat Orang Lain

3 Menanggapi Pendapat Orang Lain

4 Kemampuan Mempertahankan Pendapat

5 Kelancaran Berbicara

6 Kenyaringan Suara

7 Keberanian Berbicara

8 Ketepatan Struktur dan Kosakata

9 Ekspresi dan Gesture

10 Penguasaan Topik

Jumlah

2. Observasi

(29)

Adapun aktivitas guru yang diamati, meliputi kemampuan membuka pelajaran, performa guru dalam pembelajaran, penguasaan bahan pembelajaran, proses pembelajaran, kreativitas penggunaan alat/media pembelajaran, kemampuan menilai proses dan hasil belajar siswa, dan kemampuan dalam mengakhiri proses pembelajaran. Sedangkan aktivitas siswa yang diamati, meliputi interaksi dengan guru selama proses pembelajaran, interaksi antarsesama siswa selama proses pembelajaran, partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, dan motivasi dan keantusiasan siswa dalam belajar.

Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas guru dan siswa dengan saksama selama proses pembelajaran. Observasi dilakukan oleh tiga orang, yakni penulis, Ibu Tuti Marhaeni, S.Pd., dan Marfuah, S.Pd., yang selanjutnya disebut observer. Adapun yang berperan sebagai guru pelaksana pembelajaran, yakni guru mata pelajaran bahasa Indonesia lainnya, yang bernama Ibu Erah Khumaerah S.Pd. Agar pelaksanaan observasi terarah dan diperoleh informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka dibuat pedoman observasi mengenai aspek yang perlu diobservasi, seperti berikut ini.

a. Aktivitas Guru

1) penggunaan strategi pembelajaran dengan indikator, seperti guru menetapkan tujuan pembelajaran, menentukan metode dan teknik pembelajaran, menyesuaikan tujuan pembelajaran dengan media yang digunakan, dan menyesuaikan tujuan pembelajaran dengan evaluasi;

2) pengembangan materi dengan indikator, seperti mengaitkan materi di kelas dengan kegiatan/kehidupan sehari-hari siswa, mengangkat materi dari pengalaman siswa, menyesuaikan materi dengan kebutuhan siswa, dapat menarik perhatian siswa, dan memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar;

(30)

4) penggunaan multimedia berbasis budaya lokal dalam pembelajaran berbicara dengan indikator, seperti menayangkan multimedia berbasis budaya lokal berupa video bermuatan budaya lokal Cirebon, menggali pengetahuan dan pengalaman siswa berkaitan dengan budaya lokal Cirebon, dan memberi kebebasan kepada siswa untuk memilih budaya lokal berdasarkan pengalaman pribadinya yang paling mengesankan dari multimedia berbasis budaya lokal yang ditayangkan untuk dijadikan sebagai materi bercerita;

5) pengelolaan kelas dengan indikator, seperti kehangatan dan keantusiasan guru, memotivasi dan mendorong siswa agar disiplin, membagi perhatian kepada seluruh siswa, variatif dalam pelaksanaan proses pembelajaran, dan memelihara hal-hal positif dan menghindari konsentrasi pada hal-hal negatif;

6) penerapan evaluasi dengan indikator, seperti melaksanakan evaluasi selama proses pembelajaran, memberi pengarahan pada saat siswa berbicara, dan dapat terukur dari tujuan yang telah dirumuskan.

b. Aktivitas Siswa

1) keterlibatan siswa selama proses pembelajaran dengan indikator, seperti kerjasama yang baik antarsiswa, fungsi dan kerja kelompok, dam keterampilan berbicara;

2) keaktifan dalam berbicara saat debat berlangsung dengan indikator, siswa menguasai topik, logika berpikir dan realistis dalam berargumen, ketepatan berargumen, dan kejelasan dalam berargumentasi;

3) kemumculan karakter positif yang teramati dengan indikator, seperti toleransi, berdisiplin, kerja keras, demokratis, komunikatif, cinta damai, dan tanggung jawab.

3. Wawancara

(31)

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meliputi, Apakah siswa mengalami kesulitan dalam pembelajaran berbicara khususnya kegiatan berdebat pada mata pelajaran bahasa Indonesia, Apakah ada keluhan dari siswa mengenai pembelajaran berbicara khususnya kegiatan berdebat, Bagaimanakah urutan penyajian materi dalam pelaksanaan debat menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter ini dari mulai awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran secara keseluruhan, Bagaimanakah hasil pembelajaran debat menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter secara keseluruhan, Apakah kelebihan model tongkat berbicara berorientasi karakter dibandingkan dengan model-model pembelajaran pada umumnya, Apa kekurangan model tongkat berbicara berorientasi karakter dibandingkan dengan model-model pembelajaran pada umumnya, Apakah model tongkat berbicara berorientasi karakter ini bagus, Apakah saran atau kritik yang dapat Bapak/Ibu berikan untuk model tongkat berbicara berorientasi karakter ini agar menjadi lebih baik ke depannya.

4. Angket

Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap penggunaan multimedia berbasis budaya lokal dalam pembelajaran berbicara. Adapun butir-butir pernyataan di dalam angket, yakni sebagai berikut, apakah sebelumnya kamu perna mengikuti pembelajaran debat, apakah kamu menyenangi pembelajaran debat, apakah sebelumnya kamu perna latiahan berdebat dalam pembelajaran bahasa Indonesia, apakah kamu dalam pembelajaran debat selalu dibimbing oleh guru, apakah kamu selalu melaksanakan pembelajaran debat di dalam kelas, apakah pembelajaran debat dengan model tongkat berbicara berorientasi karakter dapat kamu ikuti dengan baik, apakah model tongkat berbicara berorientasi

karakter dapat menumbuhkan keberanian kamu dalam

(32)

E. Uji Instrumen Penelitian

Agar instrumen yang digunakan memenuhi validitas dan reliabilitasnya, maka instrumen yang digunakan dikonsultasikan kepada dosen ahli untuk menimbang intrumen tersebut apakah layak digunakan atau tidak. Selanjutnya, intrumen tersebut diujicobakan. Apabila hasil uji coba terdapat kekurangan, maka perbaikan dilakukan.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kehandalan dan kesahihan suatu alat ukur. Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah setiap skor butir, dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment, seperti berikut ini.

r =

Keterangan:

r = koefisien korelasi jumlah skor item

jumlah skor total (seluruh item) jumlah responden

Kaidah keputusan: jika ≥ 0,30 berarti valid sebaliknya, jika ≤ 0,30 berarti tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

(33)

> . Pengukuran dilakukan dengan bantuan program komputerisasi SPSS 17 dan digunakan pula rumus alpha-cronbach, sebagai berikut.

α =

Keterangan:

α = koefisien keandalan ukur

= koefisien rata-rata korelasi antaritem = jumlah item

Semakin tinggi koefisien alpha, maka koefisioner semakin reliabel. Kriteria yang digunakan dalam koefisien reliabilitas sebesar 0,70 sebagai batas terendah koefisioner dapat diterima.

[image:33.595.111.506.278.527.2]

Tabel 3.3

Kriteria Reliabel Validitas

Sangat baik Baik Sedang Rendah

0,80 0,07 0,06 0,50

0,05 0,03 0,20 0,10 Sumber: Shihabudin dalam Rokhman (2011: 115)

Hasil uji validitas menunjukkan bahwa semua instrumen penelitian yang digunakan valid dan andal untuk mengukur kemampuan berbicara. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

F.Alat Uji Statistik

(34)

Statistik uji parametrik yang digunakan untuk menguji perbedaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol adalah uji t sampel independen (variabel bebas) dengan rumus sabagai berikut.

t =

=

Keterangan:

= rata-rata siswa kelompok eksperimen = rata-rata siswa kelompok kontrol

= banyaknya jumlah siswa pada kelompok eksperimen = banyaknya jumlah siswa pada kelompok kontrol

= nilai variasi data dari masing-masing kelompok (Cooper&Schindler, 2006: 510)

Kriteria pengujiannya adalah:

Tolak Ho, jika ׀t׀˃ -α/2 di mana -1/2α didapat dari daftar distribusi dengan dk = ( ) dan peluang (1- α).

Statistik nonparametrik yang digunakan untuk menguji perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah uji beda dua sampel independen (variabel bebas) dengan menggunakan rumus uji Mann-Whitney sebagai berikut.

Z =

U = +

=

=

Keterangan:

(35)

= jumlah rangking data pada kelompok eksperimen Kriteria pengujiannya adalah:

Tolak Ho, jika IzI˃zα

Pada uji pretest dan postest data berpasangan digunakan t test, apabila data berdistribusi normal dan Wilcoxon signed test, apabila data tidak berdistribusi normal. Jika data berdistribusi normal, maka rumus uji t yang digunakan adalah:

t =

D =

=

Keterangan:

D = beda rata-rata (mean difference) = deviasi standar (standard deviation) (Cooper&Schindler, 2006: 514)

Kriteria pengujiannya adalah:

Tolak Ho, jika ItI> atau tolak Ho, jika nilai probabilitas (nilai-p) < 0,05

Jika data tidak berdistribusi normal, maka rumus yang digunakan Wilcoxon signed rank test dengan rumus sebagai berikut.

Z = Keterangan:

T = jumlah rank dengan tanda paling kecil

= dan r = Kriteria pengujiannya adalah:

(36)

G.Teknik Pengolahan Data

Data pembelajaran berbicara dalam menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan kata dan kalimat yang efektif dianalisis dengan melihat perbedaan antara penggunaan model tongkat berbicara berorientasi karakter dengan penggunaan model terlangsung melalui uji t dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. perhitungan rata-rata (mean) dalam simpangan baku (standar deviasi) skor tes prestasi belajar pada tes awal dan tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol; b. pengujian hipotesis perbedaan rata-rata tes prestasi belajar siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol menggunakan uji t. Rumus uji t yang digunakan adalah uji t untuk sampel berkorelasi, yakni sebagai berikut.

t =

Keterangan: t = koefisien t

D = rata-rata selisih tes awal dengan tes akhir D = selisih antara tes awal dengan tes akhir N = jumlah subjek

Dk = n-1

c. menentukan dasar taraf signifikansi (α), yaitu 5% atau 0,05; d. memeriksa t dari tabel pada taraf signifikansi 0,05 dan dk = n-1 e. menentukan beda rata-rata, apakah t hitung signifikan atau tidak;

f. menguji hipotesis dua rata-rata tes akhir masing-masing di kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

t =

Keterangan: t = koefisien t

(37)

= rata-rata nilai kontrol

= selisih nilai dikurangi rata-rata kelas eksperimen = selisih nilai dikurangi rata-rata kelas kontrol = jumlah kelas eksperimen

= jumlah kelas kontrol jumlah subjek

Untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol digunakan undian dengan melemparkan uang logam. Adapun penilaian sampel berdasarkan Sudjana dalam Rokhman(2011: 120), yang menyatakan bahwa populasi besar, sampel 10% sampai dengan 20% telah cukup memadai. Pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan teknik analisis data dan waktu.

H.Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2008: 117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti dan kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Palimanan, Cirebon Tahun Ajaran 2012/2013.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2008: 118). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara random (acak), sehingga dapat memberi peluang yang sama kepada semua anggota populasi karena populasi penelitian ini homogen dalam beberapa hal, yaitu (1) telah mengetahui pengetahuan dasar yang berkaitan dengan pembelajaran debat yang diperoleh pada saat kelas X semester 2; (2) memiliki prestasi belajar yang diperkirakan sama; dan (3) berusia sama.

(38)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menyajikan kesimpulan hasil penelitian dan saran yang dikemukakan berdasarkan temuan di lapangan selama penelitian dilaksanakan terutama berkenaan dengan model pembelajaran tongkat berbicara berorientasi karakter dalam pembelajaran berdebat di kelas X SMAN 1 Palimanan. Penarikan simpulan dilakukan sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan hipotesis.

A. Simpulan

Model tongkat berbicara berorientasi karakter dalam pembelajaran debat merupakan model yang diujicobakan pada penelitian ini. Dengan model ini, siswa diarahkan pada kemampuan berbicara khususnya kemampuan berdebat. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah siswa mampu mengemukakan persetujuan/penolakan terhadap suatu artikel atau pemberitaan.

Proses penerapan model tongkat berbicara berorientasi karakter mengikuti beberapa tahap, yaitu (1) pelaksanaan tes awal; (2) pemberian perlakuan model tongkat berbicara berorientasi karakter; (3) tes akhir; (4) pemberian angket pada kelas ekperimen.

(39)

Kedua, perlakuan model tongkat berbicara berorientasi karakter pada pembelajaran debat bertujuan membuat siswa memiliki kemampuan berbicara sekaligus akan beroleh pengembangan karakter sehingga pada akhirnya karakter positif akan membudaya pada diri siswa. Karakter-karakter positif sudah ditunjukkan siswa baik pada saat latihan berdebat maupun praktik berdebat menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter. Hal ini telihat dari sikap sopan serta kesantunan bahasa yang ditunjukkan mereka.

Ketiga, hasil pembelajaran debat dengan menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran debat dengan menggunakan model terlangsung. Hal ini dapat dilihat pada hasil tes awal dan akhir di kelas ekperimen dengan kelas kontrol yang menunjukkan perbedaan. Artinya sebelum penerapan model dan sesudah penerapan model baik kelas ekperimen maupun kelas kontrol menunjukkan peningkatan.

Hasil tes awal dan akhir di kelas ekperimen untuk pembelajaran debat dengan model tongkat berbicara berorientasi karakter diperoleh t hitung 16,455

dengan n = 25 untuk taraf signifikasi α = 0,05 maka dilihat pada t tabel = 2,021 Dengan memperlihatkan t hitung > tabel atau 16,454 > 2,021, artinya setelah diberi perlakuan kemampuan siswa dalam pembelajaran debat mengalami peningkatan. Sedangkan hasil tes awal dan akhir di kelas kontrol dengan menggunakan model terlangsung diperoleh t hitung 11,686 dengan n =25 untuk

taraf signifikasi α = 0,05 maka dilihat pada t tabel =2,021. Dengan demikian, t

hitung > t tabel atau 11,686 >2,021, artinya setelah diberi perlakuan pembelajaran berdebat dengan model terlangsung mengalami peningkatan.

Berdasarkan data statistik di atas, siswa kelas ekperimen dan kelas kontrol mengalami peningkatan, akan tetapi untuk siswa di kelas ekperimen mengalami peningkatan cukup tinggi, sedangkan siswa di kelas kontrol peningkatanya kurang dibandingkan kelas ekperimen. Selain itu, berdasarkan hasil observasi penilaian karakter positif didapatkan data bahwa siswa kelas ekperimen lebih banyak memunculkan karakter positif ketika berdebat dibandingkan siswa kelas kontrol.

(40)

menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter lebih disukai siswa dibandingkan dengan model terlangsung pada kelas kontrol, baik dari segi kesesuain tujuan dengan bahan, metode, media, dan evaluasi, pemilihan bahan, kemenarikan bahan, dan kesuaian bahan dengan kemampuan dan kebutuhan siswa.

Hasil analisisis uji beda berdasarkan tes akhir di kelas ekperimen dan kelas kontrol dengan membandingkan t hitung dengan nilai t tabel untuk taraf

signifikasi α = 0,05, maka dicari pada t tabel = 2,021 dengan kriteria pengujian

jika t hitung > t tabel, artinya signifikasi atau hipotesis tersebut benar dan diterima.

Ternyata t hitung > t tabel, atau 4,476 > 2,021, maka data hasil pembelajaran debat di kelas X SMAN 1 Palimanan Kabupaten Cirebon sebagai bukti hipotesis bahwa ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan model tongkat berbicara berorientasi karakter dengan hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran model terlangsung.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai upaya meningkatkan kemampuan berbicara khususnya kemampuan berdebat sebagai berikut.

Pertama, guru hendaknya melakukan berbagai kegiatan berbicara yang dapat dilakukan siswa. Kegiatan berbicara spontan sangat baik dijadikan sebagai latihan sebelum kegiatan berdebat dilakukan karena berbicara spontan bisa menggali kemampuan (skema) siswa berbicara dalam berbagai kondisi.

Kedua, pembelajaran berbicara dengan menggunakan teks boleh saja dilakukan dengan syarat teks tersebut adalah teks yang disusun oleh siswa sehingga siswa terbiasa mengolah, mengemas, dan menyampaikan gagasannya secara lisan. Selain itu, teks yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa.

(41)
(42)

Abidin, Yunus. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama

Arsjad, Maidar G dan Mukti U.S. (1988). Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Astri N, Novta Dewi. (2012). Kemampuan Berbicara dan Penerapan Model Pembelajaran Jurisprudensial terhadap Siswa Kelas XI SMK Citra Bangsa.

Tesis. UPI Bandung.

Aqib, Zainal. (2011). Pendidikan Karakter Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. Bandung:Yrama Widya

Bullatau, S.J.J. (2007). Teknik Diskusi Kelompok. Yogyakarta: Kanisius

Chaer, Abdul. (2012). Seputar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:Rineka Cipta

Chalil, Komarudin. (2005). 15 Kiat Sukses Menjadi Pembicara yang Menggugah dan Mengubah. Bandung: MQS Publishing

Cooper, Donald R.&Pamela S.Schindler. (2006). Metode Riset Bisnis (Volume 2 edisi 9). Jakarta: Media Global Edukasi

Dananjaya, Utomo. (2010). Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa Cendekia.

Depdiknas. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.

Fitri, Agus Zaenul (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Nilai&Etika di Sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Fraenkel, Jack R.&Norman E. Wallen. (1993). How To Design And Evaluate Research In Education. New York: Mc Graw Hill.Inc

Joyce, B. dkk.(1992). Model Of Teaching (Model-Model Pengajaran Edisi 8). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

(43)

Nuryanti, B Lena. (2009). 99 Model Pembelajaran (Menuju Guru dan Widyaiswara Profesional. Bandung: Bina Tugas Mandiri

Nurchabibah. (2011). Keefektifan Metode Debat Aktif dalam Pembelajaran Diskusi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kuntowinangun. Skripsi.

Universitas Negeri Yogyakarta

Nurgiyantoro, Burhan. (2001). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE

Nurjamal, Daeng dkk. (2011). Terampil Berbahasa. Bandung: Alfabeta

Rahmat, Cece. (2011). Menyemai Pendidikan Karakter Berbasis Budaya dalam Menghadapi Tantang Modernitas. Disampaikan pada Seminar Nasional di

Institut Hindu Dharma Negeri, Bali. UPI Bandung

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suprijono, Agus. (2010). Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Utama

Syamsudin dan Vismaia S. Damaianti. (2006). Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung:Rosdakarya

Tarigan, H.G. (2008). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:Angkasa

Sumber Internet:

http://acaciart.com/stories/archives6.html. Diakses minggu, tanggal 26 Mei 2013, pukul 00.50 WIB.

http://detik.com Diakses minggu, tanggal 26 Mei 2013, Pukul 00.17 WIB.

(44)

Gambar

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Eksperimen
Gambar 3.2 Hubungan Antarvariabel
Tabel 3.3 Rubrik Penilaian
Kriteria Tabel 3.3 Sangat baik Reliabel 0,80

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan perkembangan motorik kasar antara balita stunting dan balita non stunting di Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura,

Sehingga sistem informasi manajemen tersebut dapat memberikan solusi pada perusahaan untuk menentukan jumlah persediaan produk jadi yang sesuai.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini terdiri dari.. teknik observasi dan tes

The combination of total revenue, expenditures and acquisition of non-financial assets made net lending for the GGoTL with the Petroleum and Donor Funds $2,371.5 million at

MEDIA PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI UNTUK PENGENALAN RAMBU LALU LINTAS MENGGUNAKAN AUGMENTED

Penulis menduga bahwa penempatan tenaga kerja pada Perusahaan konfeksi Idaman selama ini belum memberikan penugasan yang optimal, sehingga biaya penugasan yang ditanggung

Penulisan ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah mengenai pengoptimalan biaya pengalokasian produk yang dilakukan secara manual, agar biaya yang dikeluarkan untuk pengalokasian

Dalam satu kali pertemuan terdiri dari waktu 1 x 50 menit, dengan rincian 5 menit.. untuk kegiatan awal, 40 menit untuk kegiatan inti dan 5 menit untuk