• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAYANAN KONSELING KELOMPOK REALITAS UNTUK MANGEMBNAGKAN CITRA DIRI SISWA : Studi Ke Arah Penyusunan Program Hipotetik Layanan Konseling Kelompok Realitas pada Siswa Kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LAYANAN KONSELING KELOMPOK REALITAS UNTUK MANGEMBNAGKAN CITRA DIRI SISWA : Studi Ke Arah Penyusunan Program Hipotetik Layanan Konseling Kelompok Realitas pada Siswa Kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2013/2014."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

LAYANAN KONSELING KELOMPOK REALITAS UNTUK MENGEMBANGKAN CITRA DIRI SISWA

(Studi Ke Arah Penyusunan Program Hipotetik Layanan Konseling Kelompok Realitas pada Siswa Kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung

Tahun Ajaran 2013/2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh

Mega Sri Purwanida 0901859

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PEDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

LAYANAN KONSELING KELOMPOK REALITAS

UNTUK MENGEMBANGKAN CITRA DIRI SISWA

Oleh

Mega Sri Purwanida

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Mega Sri Purwanida 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

MEGA SRI PURWANIDA

LAYANAN KONSELING KELOMPOK REALITAS

UNTUK MENGEMBANGKAN CITRA DIRI SISWA

(Studi Ke Arah Penyusunan Program Hipotetik Layanan Konseling Kelompok Realitas pada Siswa Kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung

Tahun Ajaran 2013/2014)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

PEMBIMBING:

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Juntika Nurikhsan, M. Pd

NIP. 19660601 199103 1005

Pembimbing II

Dra. Hj. Setiawati, M. Pd

NIP. 19621112 198610 2001

Mengetahui

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Nandang Rusmana, M.Pd

(4)

ABSTRAK

Mega Sri Purwanida (2013). Layanan Konseling Kelompok Realitas untuk

Mangembnagkan Citra Diri Siswa (Studi Ke Arah Penyusunan Program

Hipotetik Layanan Konseling Kelompok Realitas pada Siswa Kelas X SMA

Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2013/2014).

Penelitian dilatarbelakangi oleh fenomena citra diri di kalangan remaja. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan citra diri siswa. Pendekatan yang

digunakan untuk meneliti citra diri siswa adalah pendekatan kuantitatif dengan

metode deskriptif. Populasi penelitian adalah siswa kelas X SMA Laboratorium

Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 223 siswa.

Hasil penelitian diperoleh bahwa sebanyak 11,22% siswa termasuk kategori tinggi,

68,61% kategori sedang, 17,94% kategori rendah, dan 2,24% kategori sangat

rendah. Layanan konseling kelompok realitas merupakan suatu strategi layanan

bimbingan dan konseling yang dalam penelitian ini bertujuan untuk

mengembangkan citra diri siswa kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI

Bandung. Strategi layanan konseling kelompok realitas dilakukan dengan

menggunakan mengembangkan WDEP, W = wants and needs

(keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan), D = direction and doing (arah dan

tindakan), E = self evaluation (evaluasi diri), dan P = planning (perencanaan).

Kata Kunci:

(5)

ABSTRACT

COUNSELING GROUP REALITY SERVICES TO DEVELOP STUDENTS’

SELF-IMAGE (Studies Toward the Preparation of Hypothetical Programs Counseling Group Reality Services to Students of Class X Of State Senior High School Laboratorium Percontohan UPI Bandung School Year 2013/2014)

This research was motivated by the phenomenon of self-image among

adolescents.Purpos of this reaserch is to develop students’ self-image. Approaches

used to examinethe students’ self-image is a quantitative approach with descriptive methods. Population of study are students of class X Of State Senior High School

Laboratorium Percontohan UPI Bandung School Year 2013/2014 whice amounts to

223 students.

The result of research shown that 11,22% students were included to high category,

68,61% students were included to medium category, 17,94% students were low

category, and 2,24% students were very low category. Counseling group reality is a

strategy of guidance and counseling services which is used in this research for is to develop students’ self-image students of class X Of State Senior High School Laboratorium Percontohan UPI Bandung. Counseling group reality strategy had

been performed by using developing WDEP, W = wants and needs, D = direction and

doing, E = self-evaluation, and P = planning.

(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Metode Penelitian ... 9

F. Struktur Organisasi Skripsi ... 9

BAB II CITRA DIRI REMAJA DAN KONSELING KELOMPOK REALITAS DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING A. Remaja ... 11

B. Citra Diri ... 16

C. Konseling Kelompok Realitas dalam Bimbingan dan Konseling ... 23

D. Peran Konseling Kelompok Realitas dalam Mengembangkan Citra Diri ... 38

E. Penelitian Terdahulu ... 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 42

B. Definisi Operasional Variabel ... 42

C. Lokasi, Subjek Populasi dan Sampel ... 46

D. Teknik Pengumpulan Data ... 48

E. Uji Coba Alat Ukur ... 49

F. Penyusunan Layanan Konseling Kelompok Realitas untuk Mengembangkan Citra Diri Siswa ... 58

G. Analisis Data ... 59

H. Prosedur Penelitian ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian….. ... 63

(7)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ... 195 B. Rekomendasi ... 195

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan

individu, masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang disebut juga masa

transisi. Siswa SMA yang sedang berada pada masa remaja tidak lepas dari

berbagai permasalahan. Seringkali permasalahan tersebut menjadi permasalahan

yang biasa dan dianggap wajar terjadi di sekolah. Salah satu permasalahan yang

sering dialami siswa adalah mengenai pandangan yang negatif terhadap diri

sendiri baik fisik maupun psikis.

Secara umum ciri remaja pada umumnya dapat digambarkan dalam

perkembangan fisik, psikis, dan sosial. Perkembangan fisik pada remaja ditandai

dengan dua ciri yaitu ciri primer dan sekunder. Idealnya, remaja harus dapat

menerima perubahan fisiknya serta percaya diri dengan bentuk tubuhnya. Namun

pada kenyataannya, pertumbuhan fisik pada remaja tidak semuanya membuat

lebih baik dan merasa nyaman, akan tapi sebaliknya banyak remaja yang merasa

kurang percaya diri dengan perubahan fisiknya.

Solihah (2007: 144), menyatakan bahwa permasalahan yang paling banyak

dikonsultasikan remaja pada MCR (Mitra Citra Remaja) PKBI (Perkumpulan

Keluarga Berencana Indonesia) Jawa Barat saat masa pubertas, yaitu

permasalahan yang berkaitan dengan fisik 27,9%, dampak perubahan fisik 27%,

kekhawatiran pada masa puber 16%, pubertas sebagai awal masa remaja 10,1%,

dan keadaan emosi 7,6%.

Fenomena citra diri yang terjadi pada remaja khususnya di SMA

Laboratorium Percontohan UPI, yaitu pada remaja perempuan ditemukan

beberapa siswi yang kurang percaya diri dengan penampilannya sehingga

membuat remaja tersebut kurang bisa bersosialisasi dengan teman sebaya lainnya,

masalah penampilan diri yang dimaksud adalah kurang nyaman dengan tubuh

yang hampir mendekati obesitas, adanya jerawat yang berlebihan di bagian wajah,

(9)

sebaya lainnya. Pada siswa laki-laki ditemukan fenomena yang

membanding-bandingkan tinggi badan dengan hubungan dengan lawan jenisnya, sehingga

siswa beranggapan bahwa jika laki-laki mempunyai tinggi badan yang lebih tinggi

dibanding yang lainnya mereka mempunyai kesempatan yang lebih untuk

mendapatkan perhatian dari lawan jenisnya.

Usia remaja adalah usia dimana individu sedang mencari jati diri. Dalam

mencari jati diri tersebut tidak jarang remaja mencoba mengidentifikasi dirinya

melalui model dari orang lain, tokoh panutan, atau imajinasinya. Melalui cara

pandang terhadap diri sendiri (konsep diri) itulah remaja bersikap dan berperilaku,

mulai cara berbicara, berdandan, bersikap, berperilaku serta bergaul. Jika konsep

diri remaja negatif maka remaja tersebut akan banyak melakukan

tindakan-tindakan yang tidak saja merugikan orang lain tapi juga merugikan diri sendiri.

Demikian juga sebaliknya, konsep diri ini dapat meningkatkan harga diri. Dari

perasaan berharga itu, remaja dapat membangun citra dirinya.

Burn (1993:37) menyebutkan terdapat dua unsur dasar dari konsep diri,

yaitu pengetahuan diri (citra diri) dan evaluasi diri (perasaan harga diri).

Pengetahuan diri dan evaluasi diri dipelajari melalui pengalaman masa lalu

terutama dari interaksi sosial dengan orang-orang yang terpandang.

Citra diri merupakan salah satu unsur penting untuk menunjukan siapa diri

kita sebenarnya. Citra diri seseorang terbentuk dari perjalanan pengalaman masa

lalu, keberhasilan dan kegagalan, pengetahuan yang dimilikinya, dan bagaimana

orang lain telah menilainya secara obyektif. Kita sering melihat diri kita seperti

orang lain melihat kita. Citra Diri adalah apa yang anda percayai tentang diri anda.

Citra Diri yang salah adalah penampilan yang didasari oleh apa yang dikatakan

orang lain.

Gunawan (2004) menyebutkan konsep diri terdiri dari tiga komponen

yaitu diri ideal (ideal self), citra diri (self Image), dan harga diri (self esteem). Diri

ideal adalah siapa diri kita di masa depan. Diri ideal adalah pribadi sukses kita.

Orang yang kita ingin menjadi. Citra diri adalah bagaimana kita melihat diri kita

(10)

Sedangkan harga diri merupakan komponen yang bersifat emosional dalam

menentukan sikap dan kepribadian kita.

Gleeson, K. dan Frith, H. (2006:81), menyebutkan citra diri adalah apa

yang dipercayai individu tentang dirinya. Dalam membangun sebuah pencitraan

diri bermula dari yang disebut konsep. Hurlock mengemukakan Konsep yang

perlu dipahami adalah konsep diri. Hurlock (1993), menerangkan konsep diri

adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya. Hari, K. (2012),

menegaskan bahwa citra diri dibangun dari reputasi kualitas perilaku keseharian

seperti ucapan, tindakan dan hasil karya yang dapat membangun kesan positif dari

orang lain.

Gleeson, K. dan Frith, H. (2006:87), menerangkan dalam psikologi

populer, dengan mencintai diri sendiri artinya individu memiliki citra diri yang

positif. Citra diri positif remaja dapat meningkatkan rasa percaya diri dan hasrat

untuk berprestasi. Remaja hendaknya meningkatkan rasa percaya dirinya dengan

cara meningkatkan semangat belajar, kemampuan mengasah ketrampilan,

kecakapan berorganisasi, serta kemampuan beradaptasi.

Penelitian sebelumnya di Amerika telah memperoleh sebuah temuan

dalam kaitannya dengan perbedaan gender dan faktor-faktor lain yang membentuk

citra diri ideal. Seperti yang diharapkan oleh peneliti, hasilnya adalah perempuan

menginginkan tubuh yang lebih kecil dari ukuran mereka saat ini, sedangkan

menurut Stanford, J. N. & Mccabe, M. P. (2002: 681), menerangkan bahwa

laki-laki terbagi antara menginginkan tubuh yang lebih kecil dan lebih besar. Secara

khusus, anak laki-laki yang puas dengan tubuh mereka menunjukkan bahwa

mereka memiliki kejelasan tentang apa yang mereka inginkan secara seksual dan

nyaman berkomunikasi dengan teman yang mereka inginkan. Sebaliknya Schooler,

D., dkk. (2008:229), menerangkan bahwa anak laki-laki dengan kepuasan tubuh

yang rendah sering tidak jelas tentang pilihan seksual mereka dan menolak

berbicara tentang seksualitas dengan temannya.

Hasil observasi dan wawancara dengan guru BK dan beberapa siswa

selama bulan februari-mei 2013 di SMA Laboratorium Percontohan UPI, terdapat

(11)

dari 12 orang siswi yang mengeluhkan tentang berat badannya, yaitu kurang

percaya diri dengan ukuran paha dan lengan yang terlalu besar, serta perut yang

agak melebar. Beberapa siswa juga ada yang mengeluhkan tentang wajah dan

tinggi badan, diantaranya merasa tidak percaya diri dengan wajah yang kurang

cantik atau wajah berjerawat dan tubuh yang terlalu tinggi. Kemudian pada anak

laki-laki ditemukan adanya persaingan pada tinggi badan yang kemudian

memberikan citra diri positif pada siswa laki-laki yang memiliki tinggi badan

ideal atau lebih dari ukuran rata-rata. Diperkuat dengan pernyataan dosen S2 dari

Psikologi Universitas Padjajaran Iis Saodah. yang sedang melakukan penelitian

tentang pengaruh pangan terhadap pertumbuhan fisik siswa SMA, menyebutkan

bahwa terdapat beberapa siswa kelas X dan XI yang memiliki masalah dengan

penampilannya. Remaja dengan tubuh yang berukuran lebih besar dari

teman-temannya mengalami ejekan dan pengecualian berdasarkan karakteristik negatif

dari penghargaan tubuh mereka. Pengalaman tersebut dapat memiliki konsekuensi

negatif bagi citra diri seseorang dan evaluasi dirinya.

Vilhjalmsson, R. Kristjansdottir, G. & Ward, D. S. (2012: 371),

menyebutkan bahwa perempuan memiliki citra diri yang lebih rendah daripada

anak laki-laki. Faktor kegemukan dan berat badan adalah yang berhubungan

dengan citra diri yang rendah di antara kedua jenis kelamin. Perawakan pendek

merupakan hal yang negatif terkait dengan citra diri di kalangan anak laki-laki,

sedangkan berat badan secara positif berhubungan dengan citra diri di kalangan

anak perempuan.

Remaja yang memiliki citra diri yang negatif sangat memerlukan bantuan

dari pihak lain terutama orang terdekatnya dan dalam lingkungan sekolah adalah

dengan bantuan teman sebaya dan guru BK. Stewart, T. M. (2004:786),

memaparkan bahwa untuk perlakuan kepada individu yang memiliki citra diri

yang negatif harus beragam dan harus diarahkan pada penyembuhan individu

secara menyeluruh, pikiran, jiwa, tubuh, dan puncak tertinggi dengan penerimaan

dan kasih sayang untuk diri sendiri. Pendekatan ini mendorong gagasan bahwa

proses penyembuhan harus menjadi salah satu pengamatan, nonjudgment,

(12)

sangatlah sesuai sebagai upaya untuk meningkatkan citra diri siswa yang negatif.

Layanan bimbingan dan konseling yang akan dilaksanakan yaitu dengan

mengembangkan konseptualisasi pengembangan citra diri dari perspektif sadar,

dimana kesadaran berfungsi sebagai fondasi. Komponen inti dari pengembangan

citra diri yaitu kognitif, persepsi, perilaku, dan emosional.

Layanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat membantu siswa

dalam mengembangkan citra dirinya agar bisa mengembangkan potensi yang ada

dalam diri siswa tersebut secara optimal. Nurihsan (2005:10), menerangkan

bahwa strategi layanan bimbingan dan konseling dapat berupa bimbingan klasikal,

konseling teman sebaya, konseling individual, konsultasi, konseling kelompok,

bimbingan kelompok, dan pengajaran remedial. Sejatinya, citra diri siswa yang

negatif dapat diatasi melalui konseling kelompok dengan teman sebayanya (peer

guidance) sebab siswa lebih banyak melakukan kegiatan di sekolah, mengikuti

ekstra kurikuler dan bermain dengan teman sebayanya. Sedangkan (Beyth-Marom,

et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia dan Olds. (2001),

menyatakan bahwa kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi

pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya. Kelompok

teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi

dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi

sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik,

makanan yang mahal, dan film yang bagus yang dikenal dengan 4F (Food, Fun,

Fashion, Film) yang menjadi konstruk citra diri remaja.

Pada usia remaja, individu mengalami proses sosialisasi dimana remaja

memiliki kebutuhan untuk mencari kelompok yang sesuai dengan keinginannya,

mampu berinteraksi satu sama lain dan merasa diterima dalam kelompok. Teman

sebaya merupakan sumber status, persahabatan, dan rasa saling memiliki yang

penting dalam situasi sekolah.

Santrock (2007: 270), dalam bukunya menuliskan kelompok teman

sebaya merupakan komunitas belajar dimana peran-peran sosial dan standar yang

berkaitan dengan kerja dan prestasi dibentuk. Di sekolah, remaja biasanya

(13)

harinya. Sekolah juga menyediakan ruang bagi banyak aktivitas remaja sepulang

sekolah maupun di akhir pekan. Oleh karena itu konseling kelompok adalah

strategi yang sesuai untuk membantu siswa dalam mengembankan citra dirinya

dengan bantuan dari ahli dan teman-temannya.

Konseling kelompok merupakan hubungan antar pribadi yang

menekankan pada proses berpikir secara sadar, perasaan-perasaan, dan

perilaku-perilaku anggota untuk meningkatkan kesadaran dan pertumbuhan dan

perkembangan individu yang sehat. Melalui konseling kelompok individu menjadi

sadar akan kelemahan dan kelebihan dirinya, mengenali keterampilan, keahlian

dan pengetahuan serta menghargai nilai dan tindakannya sesuai dengan tugas

perkembangan. Remaja yang pada umumnya lebih senang menghabiskan waktu

bersama teman-temannya baik untuk belajar atau bermain. Remaja belajar

bagaimana cara membuat keputusan yang baik, belajar dari pengalaman di luar

dirinya dan mempunyai citra diri yang positif mengenai dirinya untuk mencapai

aktualisasi diri.

Melalui layanan konseling kelompok diharapkan dapat memberikan

kesempatan kepada anggota kelompok untuk berinteraksi antar pribadi yang khas

yang tidak mungkin terjadi pada layanan konseling individual. Layanan konseling

kelompok merupkan salah satu layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Layanan konseling kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat memecahkan

masalah siswa dengan memanfaatkan dinamika kelompok.

Glasser (Corey: 363), menyebutkan bahwa konseling realitas adalah

konseling jangka pendek yang berfokus pada saat sekarang, menekan kekuatan

pribadi, dan pada dasarnya merupakan jalan dimana konseli bisa belajar tingkah

laku yang lebih realistik untuk bisa mencapai keberhasilan yang diharapkan.

Glasser (Corey: 364), konseling realitas berlandaskan premis bahwa ada

satu kebutuhan psikologis tunggal yang hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan

akan identitas untuk merasakan keuinikan, keterpisahan, dan kesendirian.

Kebutuhan akan identitas dari inidvidu yang memiliki citra diri negatif

menyebabkan dinamika tingkah laku yang dipandang secara universal pada semua

(14)

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti sangat tertarik untuk melakukan

penelitian di SMA Laboratorium Percontohan UPI yang dituangkan dalam judul penelitian “Layanan Konseling Kelompok Realitas untuk Mengembangkan Citra Diri Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut,

maka rumusan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana deskripsi citra diri siswa kelas X di SMA Laboratorium

Percontohan UPI Tahun ajaran 2013/2014 ?

2. Bagaimana Program Bimbingan dan Konseling yang ada di SMA

Laboraorium UPI Bandung?

3. Bagaimana rancangan program hipotetik layanan konseling kelompok

realitas untuk mengembangkan citra diri siswa kelas X di SMA

Laboratoruim Percontohan UPI Tahun Ajaran 2013/2014?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini secara

umum bertujuan untuk menghasilkan data mengenai citra diri siswa sebagai dasar

dalam merancang layanan konseling kelompok untuk mengembangkan citra diri

siswa kelas X di SMA Laboratoruim Percontohan UPI Tahun ajaran 2013/2014.

Dari tujuan umum tersebut, penulis menjabarkan tujuan khusus secara

lebih spesifik yang bertujuan untuk menghasilkan:

1. Deskripsi citra diri siswa kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI

Tahun ajaran 2013/2014.

2. Program Bimbingan dan Konseling yang ada di SMA Laboraorium UPI

Bandung.

3. Rancangan program hipotetik layanan konseling kelompok realitas untuk

mengembangkan citra diri siswa kelas X di SMA Laboratoruim

(15)

D. Manfaat Penelitian

Setelah tujuan penelitian dapat tercapai, maka penelitian ini dapat

memberikan maanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan

bimbingan dan konseling, khususnya mengenai citra diri pada remaja dan

konseling kelompok.

2. Secara Praktis

Manfaat penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut :

a. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi tambahan untuk

membantu mahasiswa yang sedang melaksanakan studi dalam bidang kajian yang

sesuai dengan tema dari penelitian ini.

b. Bagi Konselor/Guru BK di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu rujukan dalam mengembangkan

program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan citra diri siswa,

sehingga hasil penelitian ini dapat dikembangkan kembali oleh konselor di

lapangan dalam melakukan intervensi dalam berbagai setting pendidikan.

c. Bagi Siswa SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung.

Mamahami perkembangan pribadi khususnya citra diri siswa dan mampu

mengoptimalkan potensi yang ada dalam dirinya dengan bantuan layanan yang

diberikan oleh konselor sekolah

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil dari penelitian ini dapat mengetahui gambaran citra diri siswa di

SMA Laboratorium Percontohan UPI dan dapat melengkapi serta melakukan

proses penelitian sampai pada tahap eksperimen langsung. memberikan wawasan

dan ilmu baru dalam pemahaman tentang bimbingan dan konseling dan bisa

(16)

F. Metode Penelitian

Penelitian mengunakan pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang

menggunakan pengolahan data hasil penelitian berupa angka-angka dan diproses

menggunakan pengolahan data secara statistik.

Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu mengunakan metode

desktiptif. Penggunaan metode deskriftif digunakan untuk memperoleh gambaran

citra diri siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI berdasarkan

data-data faktual. Produk akhir penelitian yaitu rancangan program layanan konseling

kelompok realitas yang secara hipotetik efektif untuk mengembangkan citra diri

siswa.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian dalah teknik non-tes dengan

menggunakan angket yang digunakan untuk memperoleh gambaran citra diri

siswa. Data yang diperoleh dari penelitian berupa angka-angka yang diperoleh

dengan pemberian bobot skor pada tiap item pertanyaan instrument penelitian.

Analisis data dilakukan setelah data terkumpul berdasarkan hasil penyebaran

angket citra diri yang kemudian diolah menggunakan rumus-rumus statistika.

Populasi penelitian adalah siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan

UPI Tahun ajaran 2013-2014. Teknik penerikan sampel dilakukan secara random

sampling, yang artinya pengembilan sampel dari setiap anggota populasi acak.

G. Struktur Organisasi Skripsi

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab I, berisi

pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

Bab II, terdiri dari kajian pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis

penelitian mengenai citra diri dan program bimbingan pribadi sosial, dan

konseling realitas.

Bab III, metode penelitian yang meliputi pendekatan dan metode

penelitian, definisi operasional variabel, populasi dan sampel, teknik

(17)

Bab IV, merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang menguraikan

tentang pengolahan data serta pembahasan hasil pengolahan data.

Bab V, terdiri dari kesimpulan, saran dan rekomendasi hasil penelitian

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan

dan data hasil penelitian secara nyata dalam bentuk angka sehingga memudahkan

proses analisis dan penafsirannya dengan menggunakan perhitungan statistik

(analisis statistik). Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan

gambaran umum dari citra diri remaja.

Tujuan akhir penelitian ini adalah tersusunnya rancangan hipotetik

layanan konseling kelompok realitas untuk mengembangkan citra diri siswa.

Sesuai dengan fokus, permasalah, dan tujuan penelitian, secara keseluruhan

penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif.

2. Metode Penelitian

Metode deskriptif yaitu suatu metode untuk memperoleh gambaran yang

jelas tentang suatu permasalahan yang sedang terjadi dengan cara mengolah,

menganalisis, menafsirkan, dan menyimpulkan data hasil penelitian yaitu

mengenai gambaran citra diri siswa SMA Laboratorium Percontohan UPI

Bandung yang diuraikan secara menyeluruh.

Penelitian ini menggunakan metode pengembangan karena pada

akhirnya deskripsi yang diperoleh dari pengambilan data lapangan tentang

perilaku citra diri remaja merupakan dasar bagi pengembangan rancangan

hipotetik layanan konseling kelompok realitas untuk mengembangkan citra diri

siswa.

B. Definisi Operasional Variabel

1. Konseling Realitas

Konseling realitas pada penelitian ini didefinisikan sebagai upaya

(19)

Bandung untuk mengembangkan citra diri dengan membantu konseli dalam

mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dan menilai tingkah lakunya

secara bertanggung jawab sehingga konseli dapat memahami dirinya dan dapat

memenuhi kebutuhan dengan maksud menjadi individu yang berhasil, serta

memiliki citra diri yang positif.

Prosedur konseling realitas mengikuti pengembangan sistem WDEP.

Setiap huruf dari WDEP mengacu pada kumpulan strategi : W = wants and needs

(keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan), D= direction and doing (arah

dan tindakan), E=self evaluation (evaluasi diri), dan P= planning (perencanaan).

Berikut ini dijelaskan langkah-langkah dalam konseling realitas secara lebih

mendetail. (1) Pengembangan Keterlibatan, tahap ini antara konselor dan konseli

menciptakan suatu hubungan yang menerima dan mendukung. (2) Eksplorasi

Keinginan, Kebutuhan dan Persepsi (Wants and Needs), tahap eksplorasi

keingingan, kebutuhan dan persepsi konselor beusaha mengungkapakan semua

kebutuhan konseli sertapersepsi konseli terhadap apa kebutuhannya. (3)

Eksplorasi Arah dan Tindakan (Direction and Doing), tahap ini dilakukan

eksplorasi untuk mengetahui apa saja yang telah dilakukan konseli untuk

mencapai kebutuhannya. (4) Evaluasi Diri (Self Evaluation), tahap ini konseli

mengevaluasi diri sendiri atas apa yang telah dilakukan. (5) Rencana dan

Tindakan (Planning), tahap ini konselor dan konseli membuat rencana tindakan

guna membantu konseli memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Fokusnya lebih

pada tindakan karena tindakanlah komponen perilaku total (tindakan, pikiran,

perasaan, dan fisiologi) yang bisa dikontrol.

2. Citra Diri Remaja

Burn (1993:37) menyebutkan terdapat dua unsur dasar dari konsep diri,

yaitu pengetahuan diri (citra diri) dan evaluasi diri (perasaan harga diri).

Pengetahuan diri dan evaluasi diri dipelajari melalui pengalaman masa lalu

terutama dari interaksi sosial dengan orang-orang yang terpandang.

Citra diri merupakan salah satu unsur penting untuk menunjukan siapa

diri kita sebenarnya. Citra diri seseorang terbentuk dari perjalanan pengalaman

(20)

bagaimana orang lain telah menilainya secara obyektif. Kita sering melihat diri

kita seperti orang lain melihat kita. Citra Diri adalah apa yang anda percayai

tentang diri anda. Citra Diri yang salah adalah penampilan yang didasari oleh apa

yang dikatakan orang lain.

Dalam penelitian ini citra diri remaja yang dimaksud adalah segala

perbuatan yang dilakukan siswa Kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI

Bandung untuk memenuhi kebutuhan identitas yang diharapkannya. Adapun

indikator citra diri adalah sebagai berikut.

Indikator Citra Diri Negatif yang Diadaptasi dari buku “Counseling

Youth”, karya Josh McDowell (1996), Penerbit Thomas Nelson):

1. Pandangan hidupnya yang selalu pesimis.

2. Menolak pandangan masa kini yang berkembang, malah perhatiannya

lebih terfokus pada prestasi masa lalu atau impian masa depan.

3. Penggunaan amarahnya sebagai mekanisme pertahanan untuk menjaga diri

dari hal-hal yang melukai dirinya.

4. Ketidakmampuan untuk mengekspresikan emosi.

5. Membiasakan menggunakan label negatif dalam mengacu pada diri

mereka sendiri.

6. Berperilaku perfeksionis yang mengarah pada sesuatu harus selalu detail.

7. Kurang percaya diri dalam bersosialisasi dengan orang lain.

8. Sangat peka terhadap pendapat dan sikap orang lain.

9. Selalu menganggap orang lain sebagai kompetisi, bukan dalam

kebersamaan (bisnis, pekerjaan, persahabatan).

10.Kesulitan dalam mempercayai atau menerima kasih Tuhan atau cinta

orang lain.

11.Dalam banyak hal memiliki kecenderungan untuk terlalu tergantung pada

orang lain.

12.Membiasakan dan membiarkan orang lain “menginjak-injak” harga

dirinya.

13.Takut keintiman, karena bisa mengakibatkan penolakan atau hubungan

(21)

14. Cenderung untuk menjadi pengikut dan menghindari perilaku yang

independen.

15.Bersikap kaku (tidak fleksibel).

Selanjutnya peneliti akan mengembangkan indikator dari Josh McDowell

dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi remaja yang akan menjadi subjek

penelitian dan menjadikan indikator citra diri yang lebih sesuai dengan kebutuhan

remaja saat ini.

Indikator citra diri positif

1. Pandangan hidupnya yang optimis

2. Menerima pandangan masa kini yang berkembang, tidak berfokus

pada prestasi masa lalu atau impian masa depan

3. Tidak menggunakan amarahnya sebagai mekanisme pertahanan diri

untuk menjaga dari hal-hal yang melukai dirinya

4. Mampu mengekspresikan emosinya secara wajar

5. Biasa menggunakan label positif yang mengacu pada diri mereka

sendiri

6. Tidak terlalu perfeksionis.

7. Percaya diri dalam bersosialisasi dengan orang lain

8. Bersikap santai terhadap pendapat dan sikap orang lain

9. Menganggap orang lain sebagai kawan bukan sebagai lawan atau

saingan

10.Percaya pada kasih Tuhan dan cinta dari orang lain

11.Tidak tergantung pada orang lain

12.Memiliki harga diri yang tinggi.

13.Tidak takut keintiman yang akan mengakibatkan penolakan di

kemudian hari

14.Senang memimpin

(22)

C. Lokasi, Subjek Populasi dan Sampel

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kota Bandung pada Sekolah Menengah Atas

(SMA) Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014. Letak

sekolah ini berada di dalam kampus UPI Bandung Jalan Senjayaguru. Sugiyono

(2012:80) mengemukakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Pada populasi kelas X Laboratorium Percontohan UPI Bandung

tahun ajaran 2013/2014, diambil sampel untuk pengolahan data awal yang akan

dijadikan landasan pembuatan layanan konseling kelompok realitas untuk

mengembangkan citra diri siswa.

2. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling),

maksudnya setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih

sebagai sampel pengolahan data awal pembuatan layanan. Teknik yang digunakan

dalam pengambilan sampel yaitu jumlah sampel ditentukan berdasarkan pada

tingkat ketelitian atau kesalahan yang dikehendaki. Makin besar tingkat kesalahan

maka makin kecil jumlah sampel yang diperlukan dan begitu pula sebaliknya.

Sugiyono (2012:81) memberikan jumlah sampel dari populasi tertentu yang

dikembangkan dari Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan 1%, 5%, dan

10%. Rumus untuk menghitung ukuran sample dan populasi yang diketahui

jumlahnya adalah sebagai berikut:

s =

λ 2

dengan dk = 1, taraf kesalahan bisa 1%, 5%, dan 10%.

P = Q = 0,5. d = 0,05. s = jumlah sampel.

λ 2

(23)

Berdasarkan asumsi yang dikemukakan Sugiyono (2012:87), peneliti

akan mengambil sampel dengan tingkat kesalahan 5% dari jumlah siswa kelas X

SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014. Jumlah

siswa kelas X Laboratorium Percontohan UPI Bandung adalah 226 siswa dan

sampel yang diambil adalah 223 siswa.

Tabel 3.1

Jumlah Anggota Sampel Penelitian

SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014

No Kelas Subjek

Pertimbangan memilih subjek dan lokasi penelitian di SMA Laboratorium

Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014 adalah :

a. Pemilihan siswa kelas X karena siswa kelas X berada pada masa peralihan

dari anak-anak menuju dewasa, sehingga timbulnya perubahan-

perubahan yang terjadi pada dirinya baik fisik maupun psikis sehingga

memungkinkan terjadinya krisis identitas yang menyebabkan siswa

memiliki citra diri yang negatif.

b. Saat peneliti sedang melaksanakan PPL (Praktek Pengalaman Lapangan)

terdapat beberapa siswa yang meneluhkan dan konsultasi tentang

penampilan dirinya yang berhubungan dengan hubungan

interpersonalnya.

c. Dilihat dari hasil observasi langsung dan diperkuat dengan danya

penelitian sebelumnya tentang obesitas di SMA Laboratorium

Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014, terdapat beberapa

siswa yang kurang menerima dan kurang percaya diri dengan bentuk

(24)

D. Teknik Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, angket untuk

mengungkap citra diri negatif siswa dan pedoman wawancara digunakan untuk

mengungkap penyusunan rancangan hipotetik layanan konseling kelompok

realitas di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran

2013/2014.

1. Instrumen Citra Diri Siswa

Instrumen yang digunakan untuk mengungkap citra diri negatif siswa

adalah angket yang disusun untuk mendapatkan data tentang citra diri siswa

SMA. Angket citra diri siswa ini merupakan pengembangan dari indikator citra

diri negatif dari David Wenas yang Diadaptasi dari buku “Counseling Youth”,

karya Josh McDowell (1996). Selanjutnya peneliti mengembangkan indikator

dari Josh McDowell dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi remaja yang

akan menjadi subjek penelitian dan menjadikan indikator citra diri yang lebih

sesuai dengan kebutuhan remaja saat ini. Berikut tabel kisi-kisi alat pengumpul

data citra diri siswa.

Tabel 3.2

Tabel Kisi-kisi Instrumen Citra Diri Siswa (Sebelum Judgement)

NO Indikator Pernyataan

(+) (-)

1. Pandangan hidupnya yang selalu pesimis. 1,2,5 3,4,6 6

2. Menolak pandangan masa kini yang berkembang, malah perhatiannya lebih terfokus pada prestasi masa lalu atau impian masa depan.

7 8,9,10,11 5

3. Penggunaan amarahnya sebagai mekanisme pertahanan untuk menjaga diri dari hal-hal yang melukai dirinya.

12 13,14,15,16 5

4. Ketidakmampuan untuk mengekspresikan emosi.

(25)

NO Indikator Pernyataan

(+) (-)

5. Membiasakan menggunakan label negatif dalam mengacu pada diri mereka sendiri.

21,22 23,24,25,26 6

6. Berperilaku perfeksionis yang mengarah pada sesuatu harus selalu detail.

29 27,28 3 kompetisi, bukan dalam kebersamaan (bisnis, pekerjaan, persahabatan).

11. Dalam banyak hal memiliki kecenderungan untuk terlalu tergantung pada orang lain.

49,52 50,51 4

12. Membiasakan dan membiarkan orang lain “menginjak-injak” harga dirinya.

53,56 54,55,57 5

13. Takut keintiman, karena bisa mengakibatkan penolakan atau hubungan yang menyesakkan di kemudian hari.

58,59 60,61 4

14. Cenderung untuk menjadi pengikut dan menghindari perilaku yang independen.

62,63 64 3

15. Bersikap kaku (tidak fleksibel). 65,66,67 68 4

Jumlah 68

E. Uji Coba Alat Ukur

Angket sebagai alat pengumpul data yang dipergunakan telah melalui

(26)

1. Uji Kelayakan Instrumen

Sebelum angket tersebut diujicobakan, langkah yang dilakukan adalah

melakukan judgement yaitu uji kelayakan angket penelitian oleh dosen penguji

kelayakan yang berkompeten dan memahami bidang garapan oleh peneliti. Selain

itu juga untuk melihat kesesuaian antara isi rumusan setiap pernyataan dengan

indikator nilai yang diukur oleh butir pernyataan berdasarkan variabelnya.

Uji kelayakan instrument (judgment) dilakukan oleh beberapa dosen

PPB FIP UPI, yaitu Dr. Nurhudaya, M. Pd. , Nandang Budiman, S.Pd., M.Si. ,

dan Dra. SA. Lily Nurillah, M.Pd.

Pernyataan dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok memadai dan

kurang memadai (direvisi, dibuang, dan ditambah). Hasil judgment untuk

instrument citra diri dapat dilihat pada tabel 3.3 sebagai berikut.

Tabel 3.3

Hasil Uji Kelayakan Instrumen Citra Diri

No item

Dibuang 2,3,8,15,16,48,52,53,65,67,68

Direvisi 1,4,5,6,7,9,11,12,13,14,17,18,19,20,21,22,23,24,25,27,28,29,35, 39,40,41,43,45,50,52,55,56,57,60,62,63

Ditambah 56,57

Pernyataan-pernyataan yang termasuk pada kelompok kurang memadai

(perlu direvisi) disebabkan oleh beberapa hal berikut ini, yaitu : a) kalimat

pernyataan kurang jelas, b) isi pernyataan kurang sesuai dengan indikator, c)

pernyataan yang berulang dan memiliki makna yang sama.

Adapun kisi-kisi instrumen setelah uji kelayakan instrumen dapat dilihat

(27)

Tabel 3.4

Tabel Kisi-kisi Instrumen Perilaku Citra Diri (Setelah Judgement)

No Aspek Indikator Pernyataan

(+) (-)

1.

Fisik dan

Psikologis

Pandangan hidupnya yang

optimis

5. Biasa menggunakan label

positif yang mengacu pada

diri mereka sendiri

15,16,17,18 19,20 6

6. Tidak terlalu perfeksionis. 23 21,22 3

7. Percaya pada kasih Tuhan

dan cinta dari orang lain

40,42 41 3

8. Percaya diri dalam

bersosialisasi dengan

orang lain

(28)

No Aspek Indikator Pernyataan

(+) (-)

9.

Sosial

Bersikap santai terhadap

pendapat dan sikap orang

lain

29, 30,31,35

32,33,34 7

10. Menganggap orang lain

sebagai kawan bukan

sebagai lawan atau

saingan

36,37,39 38 4

11. Tidak tergantung pada

orang lain

45,46 43,44 4

12. Memiliki harga diri yang

tinggi.

47,50 48,49,51 5

13. Tidak takut keintiman

yang akan mengakibatkan

penolakan di kemudian

hari

52,53 2

14. Senang memimpin 54,55 2

15. Bersikap fleksibel 56,57 2

Jumlah 57

Hasil uji kelayakan instrument (judgment) menunjukan terdapat 21 item

yang dapat digunakan, 36 item yang perlu direvisi, dan 11 item yang harus

dibuang karena tidak relevan dengan indikator. Dengan demikian, jumlah

pernyataan yang digunakan untuk uji coba instrumen ialah sebanyak 57 item.

2. Uji Keterbacaan Item

Sebelum instrumen citra diri diuji validitas eksternal, instrumen terlebih

dahulu di uji keterbacaan kepada sampel setara yaitu kepada 10 siswa Kelas X

(29)

keterbacaan instrumen. Setelah uji keterbacaan pernyataan-pernyataan yang tidak

dipahami kemudian di revisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat di mengerti

oleh siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung.

Berdasarkan hasil uji keterbacaan, responden dapat memahami dengan

baik seluruh item pernyataan yang ada baik dari segi bahasa maupun makna yang

terkandung dalam pernyataan. Dengan demikian, dapat disimpulkan seluruh item

pernyataan dapat digunakan dan mudah dimengerti oleh siswa X SMA

Laboratorium Percontohan UPI Bandung tahun ajaran 2013/2014 sebagai sekolah

untuk uji coba instrumen.

a. Uji Validitas Butir Item

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk

mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat

digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2011: 121).

Semakin tinggi nilai validasi soal menunjukan semakin valid instrumen yang akan

digunakan. Pengujian validitas butir item yang dilakukan dalam penelitian adalah

seluruh item yang terdapat dalam angket pengungkap citra diri siswa.

Uji validitas item angket dihitung dengan terlebih dahulu dicari harga

korelasi antara bagian-bagian alat ukur secara keseluruhan dengan cara

mengkolerasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah

tiap skor item. Pengolahan data hasil uji coba diolah secara statistik dengan

bantuan layanan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 20. Pengujian validitas

instrumen yang berupa skor dikotomi menggunakan korelasi point biserial dengan

rumus sebagai berikut.

Xi = Rata-rata pada test hanya untuk orang-orang yang menjawab

(30)

p = Proporsi dari orang yang menjawab benar pada item ke-i

1-p = Proporsi dari orang yang menjawab salah pada item ke-i

X

 = Standar deviasi pada test untuk semua orang

Pengujian validitas dilakukan terhadap 57 item pernyataan dengan

jumlah subjek 30 siswa. Dari 57 item diperoleh 49 item yang valid dan 10 item

Reabilitas suatu instrumen penelitian menunjukan bahwa instrumen yang

digunakan dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut

dapat dikatakan baik apabila memberikan data dengan ajeg sesuai dengan

kenyataan (Arikunto, 2005:86).

Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen, data uji coba diolah

secara statistik dengan menggunakan layanan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 20.

Sama halnya seperti pengujian validitas, pengujian reliabilitas pun diberi skor

berupa skor dikotomi. Untuk mencari koefisien reliabilitasnya digunakan

koefisien Reliabilitas Kuder Richardson 20 (KR-20) yang dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

KR-20 =

(31)

S2 = Varians skor keseluruhan

p = Proporsi yang mendapatkan nilai benar untuk setiap item

(1-p) = Proporsi yang mendapatkan nilai salah untuk setiap item

Kriteria reliabilitasnya adalah jika KR-20 0,70 maka dimensi kuesioner

reliabel (konsisten) dan jika KR-20 < 0,70 maka dimensi kuesioner tidak reliabel.

Ketentuan ini juga sejalan dengan Fraenkel dan Wallen (1993) yang mempunyai

patokan sedikitnya 0,70 sebagai harga minimal bagi reliabilitas instrumen

pengumpul data yang dikumpulkan.

Hasil perhitungan uji coba instrumen diperoleh harga reliabilitas sebesar

0,907 yang artinya bahwa derajat keterandalan instrumen yang digunakan tinggi

dan dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data (hasil

penghitungan reliabilitas terlampir).

Kriteria untuk mengetahui tingkat reliabilitas, digunakan klasifikasi

kriteria yang dikemukakan oleh Riduwan (2006:138) yang dijelaskan dalam tabel

3.6 Berikut:

Tabel 3.6 Tingkat Reliabilitas

Interval Koefesien Kriteria Keterandalan

0,80-1,000 Sangat Tinggi

0,60-0,799 Tinggi

0,40-0,599 Cukup

0,20-0,399 Rendah

(32)

Adapun kisi-kisi instrumen setelah uji coba dapat dilihat pada tabel 3.7

berikut :

Tabel 3.7

Tabel Kisi-kisi Instrumen Perilaku Citra Diri (Setelah Uji Coba)

No Aspek Indikator Pernyataan

(+) (-)

positif yang mengacu

(33)

No Aspek Indikator Pernyataan

9. Bersikap santai terhadap

pendapat dan sikap orang

lain

22,23,24 25,26,27,28 7

10. Menganggap orang lain

sebagai kawan bukan

sebagai lawan atau

saingan

29,31 30 3

11. Tidak tergantung pada

orang lain

35,36 34 3

12. Memiliki harga diri yang

tinggi.

37,40 38,39,41 5

13. Tidak takut keintiman

yang akan

mengakibatkan

penolakan di kemudian

hari

42,43 2

14. Senang memimpin 44,45 2

15. Bersikap fleksibel 46,47 2

(34)

F. Penyusunan Layanan Konseling Kelompok Realitas untuk

Mengembangkan Citra Diri Siswa

Dalam proses penyusunan rancangan hipotetik layanan konseling

kelompok dengan menggunakan teknik konseling realitas terdiri dari tiga langkah,

yaitu :

1. Penyusunan Layanan Konseling Kelompok

Pertama dimulai dengan melakukan analisis terhadap data yang

diperoleh dari gambaran citra diri siswa di sekolah dan indikator-indikator citra

diri siswa. Dasar dalam penyusunan layanan konseling kelompok untuk

mengembangkan citra diri siswa diperoleh dari gambaran indikator-indikator citra

diri. Penyusunan rencana hipotetik layanan konseling kelompok terdiri dari

aspek-aspek antara lain landasan penyusunan layanan, proses penyusunan layanan dan

evaluasi layanan.

2. Validasi Layanan

Validasi adalah langkah berikutnya setelah penyusunan layanan, validasi

terhadap layanan yang telah disusun dilakukan oleh tim dosen ahli layanan dari

jurusan PPB FIP UPI dan SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung. Hasil

validasi layanan merupakan pedoman untuk melakukan revisi dan perbaikan

untuk menyusun layanan konseling kelompok yang tepat untuk mengembangkan

citra diri siswa. Proses validasi layanan diawali dengan penimbangan kisi-kisi

penilaian uji kelayakan layanan konseling kelompok realitas untuk

mengembangkan citra diri siswa.

3. Penyusunan Layanan Hipotetik

Penyusunan rancangan hipotetik layanan konseling kelompok realitas

untuk mengembangkan citra diri siswa, dilakukan dengan berdasar pada hasil

penelitian dan hasil validasi layanan pada dosen. Rancangan hipotetik layanan

konseling kelompok realitas untuk mengembangkan citra diri siswa dijadikan

(35)

G. Analisis Data

1. Verifikasi data

Verifikasi data adalah suatu langkah pemeriksaan terhadap data yang

diperoleh dalam rangka pengumpulan data, sehingga verifikasi data bertujuan

untuk menyeleksi atau memilih data yang memadai untuk diolah. Dari hasil

verifikasi diperoleh data yang diisikan oleh responden yang menunjukkan

kelengkapan dan cara pengisian yang sesuai dengan petunjuk, atau jumlah data

yang sesuai dengan subjek dan keseluruhan data yang memenuhi persyaratan

untuk dapat diolah.

2. Penyekoran

Data yang ditetapkan untuk diolah kemudian diberi skor untuk setiap

jawaban sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan. Instrumen pengumpul data

menggunakan skala Guttman yang menyediakan dua alternatif jawaban. Secara

sederhana, setiap opsi alternatif respon mengandung arti dan nilai skor seperti

tertera pada tabel dibawah ini:

Tabel 3.8

Pola Skor Opsi Alternatif Respons Model Pure Choice (Guttman)

Pernyataan Skor Alternatif Respons

Ya Tidak

Favorable (+) 1 0

Un-Favorable (-) 0 1

Pada alat ukur, setiap item diasumsikan memiliki nilai 0-1 dengan bobot

tertentu. Bobotnya ialah :

1) Untuk pilihan jawaban Ya memiliki skor 1 pada pernyataan positif atau

skor 0 pada pernyataan negatif.

2) Untuk pilihan jawaban Tidak memiliki skor 0 pada pernyataan positif dan

(36)

3. Pengolahan Data

Data yang diperoleh akan diolah dan menjadi landasan dalam pembuatan

rancangan hipotetik layanan konseling kelompok realitas untuk mengembangkan

citra diri siswa. Gambaran umum karakteristik sumber data penelitian yaitu citra

diri siswa yang akan dijadikan landasan dalam pembuatan layanan konseling

terlebih dahulu kemudian dilakukan pengelompokan data menjadi tiga kategori

yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Penentuan kelompok siswa dengan kategori citra

diri tinggi, sedang, dan rendah dalam penelitian dilakukan konversi skor mentah

menjadi skor matang dengan menggunakan batas ideal dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1) Menghitung skor total masing-masing responden.

2) Menghitung rata-rata dari skor total responden (µ) dengan menggunakan

layanan Microsoft Excel 2007

3) Menentukan standar deviasi dari skor total responden (ơ) dengan

menggunakan layanan Microsoft Excel 2007

4) Mengelompokan data menjadi tiga kategori yaitu tinggi, perlu

pengembangan, dan rendah dengan pedoman sebagai berikut:

Tabel 3.9

Konversi skor mentah menjadi skor matang dengan batas aktual

Skala skor mentah

Kategori Skor

(37)

Tabel 3.10 Kriteria Penafsiran

4. Pengolahan Data untuk Pengembangan Layanan

Hasil pengolahan data citra diri siswa yang dijadikan landasan dalam

pembuatan layanan konseling kelompok terlebih dahulu dilakukan

pengelompokkan data menjadi tiga kategori rendah, sedang, dan tinggi. Hasil

pengelompokkan data berdasarkan kategori dan interpretasinya dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 3.11 Interpretasi Skor Kategori Citra Diri

Kategori Skor Interpretasi

Tinggi X > 37 Siswa memiliki kecenderungan citra diri yang baik secara fisik, psikologis, dan sosialnya. Sebagian besar kecenderungan (75-100%) sudah termanifestasikan sebagai citra diri.

Sedang 24<X<37 Siswa memiliki kecenderungan citra diri yang baik secara fisik, psikologis, dan sosialnya. Sebagian besar kecenderungan (31-74%) sudah termanifestasikan sebagai citra diri positif.

Rendah 13<X<24 Siswa memiliki kecenderungan citra diri yang baik secara fisik, psikologis, dan sosialnya. Sebagian besar kecenderungan (0-30%) sudah termanifestasikan memiliki citra diri yang cukup baik.

Sangat Rendah

<13 Siswa memiliki kecenderungan citra diri yang baik secara fisik, psikologis, dan sosialnya. Sebagian besar kecenderungan (0-30%) belum termanifestasikan memiliki citra diri yang cukup baik.

Berdasarkan tabel 3.10 menunjukan dari hasil penelitian, siswa kelas X

(38)

membutuhkan upaya pemberian layanan untuk mengembangkan citra diri yaitu

berupa layanan konseling kelompok realitas. Pemberian layanan difokuskan untuk

siswa yang masuk pada kategori citra diri yang sangat rendah.

H. Prosedur Penelitian

Penelitian mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menyusun proposal penelitian yang diseminarkan di depan dosen mata

kuliah metode riset. Setelah diseminarkan, proposal direvisi menjadi

proposal yang disahkan oleh Dewan Skripsi dan Ketua Jurusan Psikologi

Pendidikan dan Bimbingan.

2. Mengajukan permohonan pengangkatan dosen pembimbing pada tingkat

fakultas.

3. Melakukan studi pendahuluan ke SMA SMA Laboratorium Percontohan

UPI Bandung, untuk mengungkap fenomena citra diri siswa.

4. Mengajukan permohonan ijin penelitian dari Jurusan Psikologi Pendidikan

dan Bimbingan yang direkomendasikan untuk mengajukan permohonan ijin

penelitian ke tingkat Fakultas dan Universitas. Surat penelitian yang telah

disahkan kemudian disampaikan kepada Kepala Sekolah SMA SMA

Laboratorium Percontohan UPI Bandung.

5. Menyusun instrument penelitian berikut melakukan uji kelayakan instrument

oleh dosen-dosen ahli Jurusan Psikologi Pendidikan dan bimbingan.

6. Melakukan uji coba instrument kepada subjek kelas X SMA Pasundan 8

Bandung.

7. Melaksanakan pengumpulan data kepada subjek skelas X SMA

Laboratorium Percontohan UPI Bandung.

8. Melaksanakan pengolahan, mendeskripsikan dan penganalisisan data yang

telah terkumpul.

9. Mendeskripsikan hasil pengolahan data dengan menarik kesimpulan dan

membuat rekomendasi.

10.Menyusun rancangan hipotetik layanan konseling kelompok realitas untuk

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan yang dapat diambil diuraikan sebagai berikut.

1. Gambaran citra diri siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun Pelajaran 2013-2014 pada umumnya lebih banyak berada pada kategori sedang 153 siswa, sedangkan yang lainnya 25 siswa berada pada kategori tinggi, 40 siswa berada pada kategori rendah, dan lima siswa berada pada kategori sangat rendah.

2. Program Bimbingan dan Konseling yang ada di SMA Laboratorium adalah bertujuan untuk membantu peserta didik mencapai kemandirian dan mengembangkan potensi mereka secara optimal. Secara khusus layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek pribadi sosial, belajar dan karir. Kemudian fokus untuk masalah sosial pribadi adalah pada konflik dengan sesama siswa maupun konflik dengan diri sendiri, penolakan diri, rendah diri dan sebagainya. 3. Rancangan program hipotetik layanan konseling kelompok realitas untuk

mengembangkan citra diri. Meskipun secara umum citra diri siswa berada pada kategori sedang, rencana pelaksanaan layanan ini lebih difokuskan pada siswa yang berada pada kategori sangat rendah. Strategi layanan yang digunakan dalam kegiatan konseling kelompok untuk mengembangkan citra diri berdasarkan pendekatan konseling realitas. Dalam menerapkan konseling realitas, menggunakan pengembangan WDEP. Setiap huruf dari WDEP mengacu pada kumpulan strategi: W = wants and needs (keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan), D= direction and doing (arah dan tindakan), E=self evaluation (evaluasi diri), dan P=

planning (perencanaan).

B. Rekomendasi

(40)

1. Bagi Guru BK SMA Laboraatorium Percontohan UPI Bandung

Pada penelitian ini telah dideskripsikan mengenai gambaran citra diri siswa kelas X SMA Laboraatorium Percontohan UPI Bandung, hasil dari penelitian tersebut telah dirancangkan program hipotetik layanan konseling kelompok realitas untuk mengembangkan citra diri siswa. Oleh karena itu, pada pihak sekolah hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukkan untuk diimplementasikan pada program bimbingan dan konseling di sekolah. Hasil penelitian ini dapat dikembangkan menjadi suatu program yang utuh serta menjadi satu prioritas penting dalam pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah. Guru BK dan personel sekolah dapat menjadikan hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan program-program sekolah berkenaan dengan citra diri siswa.

2. Siswa SMA Laboraatorium Percontohan UPI Bandung

Siswa dapat mengikuti proses layanan responsif yang diberikan oleh Guru BK untuk mengembangkan citra diri siswa. Layanan yang diberikan oleh Guru BK kepada siswa harus berdasarkan kesepakatan siswa dan Guru BK. Kesepakatan mengenai waktu, tempat dan komitmen untuk mengikuti kegiatan layana konseling kelompok realitas.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Rekomendasi berikutnya ditujukan kepada para peneliti yang akan mengembangkan kajian serta konsep tentang citra diri.

a. Peneliti ini disusun hanya sampai tahap rancangan hipotetik, belum sampai pengujian rancangan secara empirik. Hal ini membuka kesempatan bagi peneliti selanjutnya untuk melengkapi proses penelitian sampai pada pengembangan layanan konseling kelompok realitas.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Burns R. B. (1993). Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku . (Alih Bahasa: Eddy). Jakarta : Arcan.

Belbeh. (2013). Konsep Diri Pada Manusia. Tersedia [Online]: karyaanakbangsa-helbeh.blogspot.com/2013/06/konsep-diri-pada-manusia.html. [22 Agustus 2013].

Chaplin, J. P. (2009). Kamus Lengkap Psikologi. Alih bahasa Kartono, K. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT Refika Aditama

Fisher, E. and Thompson J. K. (1994). A Comparative Evaluation of Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) for the Treatment of Body Image Disturbance. Behav Modif. vol. 18 no. 2 171-185.

Fristy. (….).Citra Diri pada Remaja Putri yang Mengalami Kecenderungan Gangguan Body Dysmorphic. Skripsi Sarjana Universitas Gunadarma: Tidak Diterbitkan.

Glasser, W. (1965). Reality Therapy. New York: Harper and Row

Gleeson, K. and Frith, H. (2006). (De)constructing Body Image. Health Psychol. vol. 11 no. 1 79-90.

Gunarsa, Singgih D. 1992. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Gunung Mulia.

Gunawan, Adi W. 2004. Genius Learning Strategy, Petunjuk praktis untuk menerapkan Accelerated Learning. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Hargreaves, D. A and Tiggemann, M. (2006). Body Image is for Girls (A Qualitative Study of Boys' Body Image). Health Psychol. vol. 11 no. 4 567-576.

Hari, K. (2012). Membangun Citra Diri Positif. [Online]. Tersedia: 49-membangun-citra-diri-positif.htm. [25 Oktober 2012].

Holsen, I. and Kraft, P. (2001). The Relationship between Body Image and Depressed Mood in Adolescence: A 5-year Longitudinal Panel Study. Health Psychol. vol. 6 no. 6 613-627.

(42)

Jones, D.C. Visfusdottir T. H. and Lee, Y. (2004). Body Image and the Appearance Culture Among Adolescent Girls and Boys (An Examination of Friend Conversations, Peer Criticism, Appearance Magazines, and the Internalization of Appearance Ideals) . Journal of Adolescent Research. vol. 19 no. 3 323-339.

Kim, J. H. and Lennon, S. J. (2007). Mass Media and Self-Esteem, Body Image, and Eating Disorder Tendencies. Clothing and Textiles Research Journal. vol. 25 no. 1 3-23.

Latipun. 2006. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press

Logio, K. A. (2003). Gender, Race, Childhood Abuse, and Body Image among Adolescents. Violence Against Women August. vol. 9 no. 8 931-954.

Mangkuprawira, S. (2008). Citra Diri. [online] Tersedia: Rona Wajah.htm. [25 Oktober 2012].

McDowell, Josh. (1996). Handbook on Counseling Youth: A Comprehensive Guide for Equipping Youth Workers, Pastors, Teachers, Parents. California : Thomas Nelson

McVey, G. L. and Davis, R. (2002). A Program to Promote Positive Body Image: A 1-Year Follow-Up Evaluation. The Journal of Early Adolescence. vol. 22 no. 1 96-108.

Melliana, A. S. (2006). Menjelajah tubuh (Perempuan dan Mitos Kecantikan). Yogyakarta : PT LKiS Pelangi Aksara.

Nathanson, A. I. and Botta R. A. (2003). Shaping the Effects of Television on

Adolescents’ Body Image Disturbance. Communication Research. vol. 30 no. 3 304-331.

Nurihsan, J. (2003). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.

Panelo, E. et al. (2012). Assesment of body image: Psychometric properties of the Body Image Questionnaire. Health Psychol. vol. 17 no. 4 556-566.

Prayitno. (1987). Profesional Konseling dan Pendidikan Konselor. Padang: FIP IKIP.

Rierdan, J. R. Koff, E. and Stubbs, M. L. (1987). Depressive Symptomatology and Body Image in Adolescent Girls. The Journal of Early Adolescence. vol. 7 no. 2 205-216.

(43)

Satria (2011). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Body Image (Citra Tubuh). [onlinte] Tersedia: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/diet-and-exercise/2183446-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-body/#ixzz2BV5wv8M8. [25 Oktober 2012].

Santrock, J. W., (2002). Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup) Jilid 2. Alih bahasa Chusairi, A dan Damanik, J. Jakarta: Erlangga.

Schooler, D. et al. (2008). A Mixed-Method Exploration of Body Image and Sexual Health Among Adolescent Boys. Mens Health. vol. 2 no. 4 322-339.

Shroff, H. and Thompson, J. K. (2006). Peer Influences, Body-image Dissatisfaction, Eating Dysfunction and Self-esteem in Adolescent Girls. Journal of Health Psychology. vol. 11 no. 4. 533-551.

Siegel, J. M. (2002). Body Image Change and Adolescent Depressive Symptoms. Journal of Adolescent Research. vol. 17 no. 1 27-41.

Stanford, J. N. & Mccabe, M. P. (2002). Body Image Ideal among Males and Females: Sociocultural Influences and Focus on Different Body Parts. Health Psychol. vol. 7 no. 6 675-684.

Stewart, T. M.( 2004). Light on Body Image Treatment (Acceptance Through Mindfulness) . Behav Modif. vol. 28 no. 6 783-811.

Sugiono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukma, A. G. (2010) Hubungan Antara Citra Tubuh dengan Perilaku Konsumtif Produk Kosmetik pada Mahasiswi Universitas Negeri Malang. Skripsi Sarjana Universitas Negeri Malang: Tidak Diterbitkan.

Sulistyowati, W., dan Warsito, H. (2010). Penerapan Konseling Realita untuk Meningkatkan Harga Diri Siswa. Penelitian pada Prodi BK UNESA: Tidak Diterbitkan

Surozaq, E. A. (…). Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Berprestasi Kurang (Underachiever). Surabaya.

Suryani, Y. (2009). Citra Diri (Citra Diri dalam Perencanaan Masa Depan). [Online]. Tersedia: my.opera.com/yenisuryani/blog/citra-diri. [25 Oktober 2012].

(44)

Winkel, W. S. (1991). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.

Yogiyatno, W. (2006.) Membangun Citra Diri Positif. [online] Tersedia: Membangun Citra Diri Positif « . Wirawan Yogiyatno's Note.htm. [25 Oktober 2012].

Gambar

Tabel 3.1 Jumlah Anggota Sampel Penelitian
Tabel 3.2 Tabel Kisi-kisi Instrumen Citra Diri Siswa
Tabel 3.3  Hasil Uji Kelayakan Instrumen Citra Diri
Tabel Kisi-kisi Instrumen Perilaku Citra Diri (Setelah Judgement)
+7

Referensi

Dokumen terkait

SEJUMLAH TOKO BUSANA MUSLIM / SAAT RAMADHAN DAN MENJELANG LEBARAN / MENAMBAH KOLEKSI DAN JUMLAH.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui gambaran kepemimpinan transformasional, (2) mengetahui gambaran lingkungan kerja, (3) mengetahui gambaran kinerja karyawan,

secara deskriptif menunjukkan bahwa jumlah titik api yang meningkat pada bulan Januari, Mei dan Agustus tidak mempengaruhi insiden ISPA yang terjadi di Kabupaten

Bagi Perusahaan/Penyedia jasa yang diundang, apabila tidak dapat/tidak mampu menyampaikan dokumen sebagaimana yang dipersyaratkan dalam persyaratan undangan kualifikasi tersebut

Sehubungan dengan Pelelangan melalui Pemilihan Langsung dengan Pascakualifikasi yang di laksanakan oleh Panitia Pengadaan barang/Jasa Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan untuk

PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS V PADA PEMBELAJARAN IPA MATERI POKOK SIFAT-SIFAT CAHAYA.. Universitas

[r]

Nilai r sama dengan nol artinya kedua variabel tidak. menunjukkan hubungan