TESIS
PENGEMBANGAN GAMELAN JEGOG KELURAHAN
SANGKARAGUNG SEBAGAI DAYA TARIK WISATA
DI KABUPATEN JEMBRANA
I KOMANG EDY WIRAWAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
TESIS
PENGEMBANGAN GAMELAN JEGOG KELURAHAN
SANGKARAGUNG SEBAGAI DAYA TARIK WISATA
DI KABUPATEN JEMBRANA
I KOMANG EDY WIRAWAN NIM 1391061014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
iii
PENGEMBANGAN GAMELAN JEGOG KELURAHAN
SANGKARAGUNG SEBAGAI DAYA TARIK WISATA
DI KABUPATEN JEMBRANA
Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Studi Magister Kajian Pariwisata
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I KOMANG EDY WIRAWAN NIM 1391061014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 18 APRIL 2016
Pembimbing I,
Prof. Dr. N.L. Sutjiati Beratha, M.A. NIP 195909171984032002
Pembimbing II,
Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc. NIP 195302111982031001
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. NIP 1961112051986031004
Direktur
Program Pascasarjana Universitas Udayana,
v
PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
TESIS INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL 13 APRIL 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, Nomor: 1457/UN14.4/HK/2016, Tanggal 5 April 2016
Ketua : Prof. Dr. N.L. Sutjiati Beratha, M.A.
Sekretaris : Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc.
Anggota : 1. Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt.
2. Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U.
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan dibawah ini saya :
1. Nama : I Komang Edy Wirawan
2. Nim : 1391061014
3. Program studi : Kajian Pariwisata Universitas Udayana
4. Judul tesis : Pengembangan Gamelan Jegog Kelurahan Sangkaragung Sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Jembrana
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis * bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat palgiat dalam karya ilmiah ini, maka
saya bersedia menerima sanksi peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 13 April 2016
Pembuat pernyataan,
(I Komang Edy Wirawan)
NIM. 1391061014
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena
berkat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan
Gamelan Jegog Kelurahan Sangkaragung Sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Jembrana”. Penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya
penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan dan
dukungan baik langsung maupun tidak langsung, Moril maupun Materiil, dengan
tidak mengurangi rasa simpati dan hormat kepada mereka yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu dalam kesempatan ini, dan perkenankan penulis
menghatur penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
Prof. Dr. N.L. Sutjiati Beratha, M.A. selaku pembimbing I Tesis, yang
telah dengan penuh kesabaran, ketulusan dan penuh dedikasi sebagai seorang
akademisi, telah memberikan segala kemampuan dalam membimbing penulis
selama dalam menyelesaikan studi dan penelitian Tesis ini. Dr. I Nyoman
Madiun, M.Sc. selaku pembimbing II yang telah dengan sabar dan tulus
memberikan bimbingan dan dorongan serta senantiasa membuka wawasan
berpikir kritis penulis selama dan dalam menyelesaikan penelitian tesis ini.
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD.KEMD selaku Rektor Universitas
Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas
Udayana. Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp. S (K) selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
untuk menjadi karya siswa Program Magister pada Program Pascasarjana
Universitas Udayana.
Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. selaku Ketua Program Studi
Magister Kajian Pariwisata atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
menjadi karya siswa pada Program Magister pada Program Pascasarjana
Para dosen penguji, yaitu Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., Prof.
Dr. I Nyoman Kuta Ratna,SU. dan Dr. Ir. I Made Adhika, MSP. yang telah
memberikan banyak masukan, saran dan koreksi untuk menyempurnakan tesis ini.
Seluruh dosen pengajar dan staf administrasi Bapak Nyoman Kariana, Ibu
Made, Ibu Dayu, dan Ibu Putu pada Program Studi Magister Kajian Pariwisata
yang telah banyak membantu dan memberikan inspirasi bagi penulis. Rekan-rekan
mahasiswa kajian pariwisata angkatan 2013 Ibu Dewa, Ibu Menuh, Ibu Fatrisia,
Anas, Ika, Thomas, Pak Philip, Elizabeth, Ibu Barbara, dan Utari. Terkhusus
penerima Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri Pika, Agung, Gusde,
Gian, Gatot, Titin, Dian, Altri, Akzar dan Fendi. Seluruh informan terkhusus kepada bapak I Ketut Suwentra “Pekak Jegog” dan masyarakat lokal, maupun Pemerintah Kabupaten Jembrana yang telah membantu penyelesaian tesis ini.
Kedua orang tua (ibu Ni Wayan Sasih dan bapak I Ketut Sugarba), kakak-kakak
tercinta (I Putu Agus Budiarsana dan I Made Agus Sugiadnyana Putra, keluarga
besar, kekasih Made Mika Mega Astuthi. Berbagai pihak yang telah membantu
penelitian serta penyusunan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang dipaparkan dalam tesis ini
masih jauh dari kesempurnaan baik dari isi permasalahan, analisis, penyusunan
maupun teknik penulisan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan yang penulis miliki, untuk itu penulis memohon kritik dan saran dari
ix ABSTRAK
Gamelan jegog adalah gamelan khas Kabupaten Jembrana yang dibuat dari bambu dan menghasilkan nada-nada indah. gamelan jegog adalah salah satu jenis kesenian yang berpotensi menjadi daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana. Sampai saat ini pengembangan gamelan jegog belum maksimal, karenanya perlu kajian tentang strategi pengembangan, serta partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah, dalam mengembangkan mengembangkan gamelan jegog.
Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui potensi dan kendala gamelan
jegog sebagai daya tarik wisata; mengetahui peran pemerintah dan partisipasi
masyarakat; dan merumuskan strategi pengembangan yang dapat diterapkan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana.
Data yang digunakan berupa data kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara mendalam, dan juga dokumentasi. Analisis data menggunakan teori partisipasi dan teori manajemen serta melalui pendekatan SWOT.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa potensi gamelan jegog dapat dianalisis melalui komponen 4A, dengan mengetahui atraksi, akses, fasilitas pendukung dan juga kelembagaan. Kendala pengembangan gamelan jegog yaitu, kendala fisik, kendala sumber daya manusia serta kendala-kendala lainnya yang dapat memberikan pengaruh terhadap pengembangan gamelan jegog. Partisipasi masyarakat Kelurahan Sangkaragung dan juga Pemerintah Kabupaten Jembrana dari tahap perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan telah dilakukan dengan baik guna pengembangan gamelan jegog. strategi pengembangan gamelan jegog dapat dilakukan dengan cara: Strategi SO
(strength – opportunities) yaitu dengan pengembangan potensi wisata di
Kabupaten Jembrana dan meningkatkan kerjasama dan pemanfaatan teknologi; Strategi WO (weaknesses – opportunities) dengan cara penggalian dana dalam pengembangan gamelan jegog dan memaksimalkan peran serta Pemerintah Provinsi Bali dalam promosi gamelan jegog;Strategi ST (strength–threats) dapat dilakukan dengan alternatif strategi yaitu penetapan gamelan jegog sebagai warisan budaya Indonesia dan penetapan standarisasi pementasan; dan Strategi
WT (weaknesses –threats) harus ada branding terhadap kesenian gamelan jegog
serta melakukan pembenahan sumber daya alam dan sumber daya manusia.
ABSTRACT
Gamelan jegog is typical gamelan of Jembrana made of bamboo and it produces beautiful tones. Gamelan jegog is one form of art that has the potential to become a tourist attraction in Jembrana. Until today the development of Gamelan jegog is not maximum, hence it needs to study on the development strategy, as well as community participation and local governments in developing Gamelan jegog.
This study aimed to assess the potential and constraints gamelan jegog as a tourist attraction; know the government and public participation; and to formulate development strategies that can be applied gamelan jegog as a tourist attraction in Jembrana. ancillary service. gamelan jegog development constraints, among others, physical constraints, constraints Human Resources as well as other constraints that may impact the development of gamelan jegog. The Sangkaragung Village community participation and also the Government of Jembrana, from planning, organizing, directing, coordinating, and monitoring have been carried out for the development of gamelan Jegog. The gamelan jegog development strategy can be done by: The SO strategy (strength - opportunities) namely the development of tourism potential in Jembrana and improving cooperation and the use of technology; The WO strategy (weaknesses - opportunities) by way of fundraising in the development of gamelan jegog and maximizing the participation of the Provincial Government of Bali in the promotion of gamelan jegog; The ST strategy (strength -threats) can be done with alternative strategies, namely the establishment of gamelan jegog as Indonesia's cultural heritage and the establishment of standardization of performances; and The WT strategy (weaknesses - threats) i.e. there should be branding on the arts of gamelan jegog and to make improvements of natural resources and human resources.
Keywords: Development, Tourist Attractions, Gamelan Jegog
xi RINGKASAN
Pariwisata Indonesia memiliki berbagai jenis atraksi. Setiap daerah
memiliki atraksi tersendiri guna mendatangkan wisatawan. Keunikan dan
keindahan alam serta beragamnya budaya yang dimiliki merupakan potensi setiap
daerah di Indonesia. Hal ini pula yang dimiliki oleh Pulau Bali. Namun,
pariwisata belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat Bali dan dirasakan masih
belum merata.
Salah satu kabupaten yang belum mendapatkan dampat pariwisata adalah
Kabupaten Jembrana. Dengan potensi yang dimiliki baik berupa potensi alam
maupun budayanya, Kabupaten Jembrana kurang menarik minat wisatawan untuk
berkunjung. Dengan potensi utamanya berupa atraksi kesenian yaitu gamelan
jegog, Kabupaten Jembrana diharapkan mampu mendatangkan wisatawan dengan
melihat potensi gamelan jegog sehingga dapat untuk dikembangankan.
Gamelan jegog merupakan suatu kesenian yang menjadi ciri khas dari
Kabupaten Jembrana. dengan icon yang digunakan Kabupaten yaitu “Jembrana
Gumi Mekepung Tanah Jegog”. Gamelan jegog yang telah ada sejak tahun 1912
ini merupakan suatu alat yang digunakan untuk memanggil masyarakat untuk
dapat berkumpul untuk bergotong-royong. Seiring perubahan zaman, fungsi
gamelan jegog berubah menjadi suatu atraksi kesanian berupa, seni musik yang
dapat menjadi daya tarik tersediri bagi masyarakat.
Perkembangan gamelan jegog di Kabupaten Jembrana yaitu di Kelurahan
musik hiburan dimulai sejak tahun 1971. Digagas oleh seniman Jegog yang
bernama I Ketut Suwentra bersama kakaknya Nyoman Gayus yang memiliki
gagasan untuk membentuk suatu yayasan yang berbadan hukum dengan bidang
kebudayaan dan pariwisata. Yayasan ini bertujuan untuk mempromosikan
Gamelan Bali sehingga dapat dinikmati oleh wisatawan.
Pada tahun 1975 gamelan jegog Kelurahan Sangkaragung melakukan tour
luar negeri pertamanya, dengan Jepang sebagai negara tujuan. Selanjutnya pada
tahun 1985 gamelan jegog melakukan suatu kolaborasi dengan musik
internasional sehingga dapat menjadi media promosi bagi gamelan jegog. Namun,
pada perkembanganya gamelan jegog yang telah lama berkembang di luar negeri
tidak mampu mendatangkan jumlah wisatawan ke Kabupaten Jembrana. Untuk
mengatasi permasalahan ini, maka perlu di rumuskan suatu strategi
pengembangan, dengan terlebih dahulu mengetahui potensi dan kendala gamelan
jegog dilihat dari komponen 4A, partisipasi pemerintah dan juga masyarakat
terhadap pengembangannya dengan demikian akan dapat dirumuskan suatu
strategi pengembangan gamelan jegog.
Penelitian ini merupakan suatu penelitian kualitatif. Penelitian ini
berlokasi di Kelurahan Sangkaragung, Kabupaten Jembrana. Daerah ini dijadikan
sebagai lokasi penelitian karena Kelurahan sangkaragung merupakan kelurahan
yang paling berpotensi untuk mengembangkan gamelan jegog sebagai daya tarik
wisata dengan didukung oleh lokasi pementasannya. Metode pengumpulan data
xiii
mengetahui secara detail tentang gamelan jegog, selain itu juga menggunakan
metode observasi dan wawancara mendalam.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa potensi gamelan jegog dilihat dari
komponen 4A, gamelan jegog memiliki atraksi yang berupa, Jegog Mebarung
(pertarungan 2-3 perangkat gamelan jegog), dapat dilakukan suatu kolaborasi
dengan musik modern, dan gamelan jegog dapat menjadi suatu media pengobatan.
Akseibilitas sendiri, dapat ditempuh dengan menggunakan jalur darat yang
berjarak kurang lebih 100 km dari Bandara Ngurah Rai. Selain langsung menuju
tempat pementasan, Gamelan jegog Sangkaragung juga telah mengadakan
kerjasama dengan sebuah restoran sehingga wisatawan dapat mengakses
pertunjukan di lokasi yang lebih dekat. Terdapat fasilitas penunjang pariwisata di
Kelurahan Sangkaragung berupa tempat pementasan yang dapat menampung
hingga 50 wisatawan dan untuk mengakomodir wisatawan yang hendak
menginap, Kelurahan Sangkaragung telah menyediakan homestay yang berjumlah
10 buah. Kelembagaan yang terdapat di Kelurahan Sangkaragung merupakan
suatu lembaga yang berbentuk yayasan yang bernama Yayasan Suar Agung yang
bergerak dibidang kepariwisataan dan kebudayaan dengan I Ketut Suwentra
sebagai ketua yayasan. Kendala pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik
antara lain; kendala fisik, kendala sumber daya manusia dan kendala lainnya.
Partisipasi pemerintah dan juga masyarakat dalam pengembangan gamelan
jegog sebagai daya tarik wisata dimulai dari tahap perencanaan, tahap
pengorganisasian, tahap pengarahan, tahap pengkoordinasian, dan juga tahap
pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana
adalah Strategi SO (strength – opportunities) yaitu dengan pengembangan potensi
wisata di Kabupaten Jembrana dan meningkatkan kerjasama dan pemanfaatan
teknologi; Strategi WO (weaknesses–opportunities) dengan cara penggalian dana
dalam pengembangan gamelan jegog dan memaksimalkan peran serta Pemerintah
Provinsi Bali dalam promosi gamelan jegog;Strategi ST (strength–threats) dapat
dilakukan dengan alternatif strategi yaitu penetapan gamelan jegog sebagai
warisan budaya Indonesia dan penetapan standarisasi pementasan; dan Strategi
WT (weaknesses –threats) harus ada branding terhadap kesenian gamelan jegog
serta melakukan pembenahan SDA dan SDM.
xv
2.2.4 Konsep Strategi ... 26
4.1 Sejarah Kelurahan Sangkaragung ... 48
4.2 Asal-usul Gamelan Jegog ... 49
4.3 Perkembangan Gamelan Jegog ... 53
4.4 Instrumen dan Teknik Instrumentasi ... 55
BAB V POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN GAMELAN JEGOG SEBAGAI DAYA TARIK WISATA ... 58
5.1 Potensi Gamelan Jegog sebagai Daya Tarik Wisata ... 58
5.1.1 Atraksi ... 59
5.1.2 Aksesibilitas ... 65
5.1.3 Fasilitas penunjang pariwisata ... 67
5.1.4 Kelembagaan ... 69
5.2 Kendala Pengembangan Gamelan Jegog ... 72
xvii
5.2.2 Kendala Sumber Daya Manusia ... 74
5.2.3 Kendala-kendala lainnya ... 75
BAB VI PERAN PEMERINTAH DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN GAMELAN JEGOG SEBAGAI DAYA TARIK WISATA ... 78
6.1 Peran Pemerintah Kabupaten Jembrana ... 78
6.2 Partisipasi Masyarakat Kelurahan Sangkaragung ... 83
BAB VII PENGEMBANGAN GAMELAN JEGOG SEBAGAI DAYA TARIK WISATA ... 89
7.1 Lingkungan Internal Gamelan Jegog ... 89
7.2 Lingkungan Eksternal Gamelan Jegog ... 92
7.3 Strategi Pengembangan Gamelan Jegog Sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Jembrana ... 97
7.4 Strategi Alternatif Pengembangan Gamelan Jegog Sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Jembrana ... 99
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN ... 104
8.1 Simpulan ... 104
8.2 Saran ... 106
DAFTAR PUSTAKA ... 108
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Matrik Analisis SWOT ... 46
Bagan 5.1 : Struktur Organisasi Yayasan Suar Agung ... 70
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Model Penelitian ... 37
Gambar 3.1 : Lokasi Penelitian ... 39
Gambar 5.1 : Poster Pertunjukan Kolaborasi ... 63
Gambar 5.2 : Tempat Pementasan Gamelan Jegog di Sanur ... 67
Gambar 5.3 :Tempat Pementasan Gamelan Jegog di Kelurahan Sangkaragung ... 71
Gambar 5.4 :Yayasan Suar Agung ... 70
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Pedoman wawancara dengan tokoh masyarakat ... 109
Lampiran 2 : Pedoman wawancara dengan pemerintah
(Dinas Kebudayaan, Pariwisata Pendidikan dan Pemuda
Olahraga Kabupaten Jembrana) ... 111
Lampiran 3 : Daftar Informan ... 113
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pariwisata Indonesia memiliki berbagai jenis atraksi. Setiap daerah
memiliki atraksi tersendiri guna mendatangkan wisatawan. Keunikan dan
keindahan alam serta beragamnya budaya yang dimiliki merupakan potensi setiap
daerah di Indonesia. Hal ini pula yang dimiliki oleh Pulau Bali. Keindahan alam
dan keunikan budayanya memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin
berkunjung ke Pulau Bali.
Pulau Bali dalam perkembangannya telah menjadi Pulau Tujuan Wisata
Terbaik di Asia Pacific (Best Island Destination Asia-Pacific in Asia Pacific) pada
The Fifth Annual Destin Asian Readers’ Choice Awards, 8 Februari 2010.
Penghargaan yang didasarkan pada pilihan pembaca majalah Destin Asian ini,
merupakan penghargaan yang ke-3 untuk kategori yang sama, yaitu pada tahun
2007, 2009 dan 2010. Pada tahun 2006 dan 2008 Bali terpilih sebagai Best
LeisureDestin Asian dalam Disparda Bali (2012).
Terpilihnya Bali sebagai tujuan wisata terbaik berdampak pada kunjungan
wisatawan yang meningkat setiap tahun. Kecenderungan wisatawan yang
berkunjung hanya ke Bali bagian tengah dan selatan berdampak pada
pengembangan pariwisata yang tidak merata. Pengembangan pariwisata belum
menyentuh seluruh lapisan masyarakat Bali. Pembangunan pariwisata Bali bagian
2
bagian tengah dan selatan. Padahal, keindahan alam maupun budaya yang dimiliki
oleh Bali bagian timur, utara dan barat juga menarik untuk dikunjungi.
Pemerataan pengembangan daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana yang
kurang mendapat porsi kunjungan wisatawan perlu dilakukan. Selain daya tarik
alam perlu juga dikembangkan daya tarik budaya. Masih banyak potensi wisata
yang perlu dikembangkan, seperti atraksi-atraksi seni yang menarik wisatawan
untuk berkunjung ke Kabupaten Jembrana.
Kebudayaan mengandung beberapa unsur yang saling berkaitan satu sama
lain. Terdapat tujuh unsur kebudayaan yaitu: sistem religi, organisasi sosial,
sistem pengetahuan, bahasa, sistem mata pencaharian hidup, kesenian, sistem
peralatan hidup dan teknologi (Koentjaraningrat, 1969) dalam situs
ww.repository.usu.ac.id.
Kebudayaan Kabupaten Jembrana yang layak dikembangkan adalah unsur
yang ke enam yaitu kesenian. Kabupaten Jembrana memiliki kesenian gamelan
yang merupakan ciri khas dari Kabupaten Jembrana, dan lebih dikenal dengan
nama gamelan jegog. Dalam perkembangannya, gamelan jegog mengalami
berbagai perubahan bentuk, fungsi maupun perubahan makna. Seni gamelan jegog
pada awalnya digunakan untuk memanggil anggota masyarakat dalam melakukan
gotong-royong seperti: membuat atap rumah dari ijuk yang oleh masyarakat
setempat disebut nyucuk, membersihkan lingkungan desa, mempersiapkan suatu
acara peringatan, dan beberapa kegiatan lainnya. Gamelan jegog selanjutnya
berkembang menjadi pengiring tari pencak silat kemudian berkembang lagi
3
Kesenian gamelan jegog berkembang di Kabupaten Jembrana. Setiap
desa/kelurahan terdapat satu sekeha Jegog. Keberadaan gamelan jegog ini
didukung oleh lembaga-lembaga tradisional seperti desa adat, banjar, dan sekeha
(organisasi profesi).
Salah satu desa/kelurahan yang berkembang kesenian gamelan jegognya
adalah Kelurahan Sangkaragung dengan sekeha jegog bernama Suar Agung. Suar
Agung adalah salah satu dari 3 (tiga) sekeha jegog yang ada di Kelurahan
Sangkaragung. Sekeha jegog yang ada di Kelurahan Sangkaragung adalah jegog
Banjar Sangkaragung, jegog Banjar Samblong, dan jegog Suar Agung. Kesenian
jegog di Kelurahan Sangkaragung berkembang secara terus-menerus dari generasi
ke generasi, dan memiliki kekhasan terutama di bidang penyajiannya, yaitu
memasukkan unsur-unsur sendratari dan tari-tari lepas seperti pendet, makepung
dan tarian lainnya.
Suar Agung adalah yayasan yang bergerak dibidang pelayanan pariwisata.
Yayasan Suar Agung telah memperoleh ijin dari Pemerintah Daerah Tingkat I
Bali dan Pemerintah Daerah Tingkat II Jembrana dengan Akta Notaris No. 10
tanggal 4 September 1989. Meskipun yayasan yang berada di Kelurahan
Sangkaragung ini secara administrasi berdiri sejak tahun 1989, namun cikal bakal
sekeha jegog Suar Agung ini telah terbentuk sejak tanggal 24 April 1979.
Berdirinya sekeha ini dimulai dari keinginan masyarakat untuk meneruskan dan
menyalurkan kesenian. Kelompok ini terdiri dari para remaja yang
mempercayakan kepengurusan kepada I Ketut Suwentra yang menjadi ketua
4
Untuk mendukung kelompok ini, I Ketut Suwentra memasukkan juga
beberapa seniman handal, baik dari dalam maupun luar Kelurahan Sangkaragung.
I Ketut Suwentra juga mengambil pemain, penari, maupun penabuh dari berbagai
desa di Kabupaten Jembrana. Pemberian nama Suar Agung diyakini memiliki
prospek yang bagus di masa depan. Suar berarti sinar dan agung yang berarti
besar. Suar Agung diartikan sebagai sinar atau cahaya yang besar, sehingga
diharapkan dapat terus bersinar guna menampung segala bentuk kepentingan yang
bersifat sosial dan juga seni di Kabupaten Jembrana.
Sejak berdirinya, sekeha ini berkiprah dalam mengadakan pembinaan
maupun pertunjukan serta mengadakan festival-festival gamelan jegog antar
kecamatan. Dalam acara resmi yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten
Jembrana, gamelan jegog Suar Agung selalu ikut ambil bagian. Usaha yang telah
dilakukkan tidak sia-sia karena hasilnya cukup membanggakan. Bagi sekeha
Jegog Suar Agung keberhasilan itu dipandang belum cukup dan tidak berhenti
hanya sampai disana. Tekad yang kuat untuk mempertahankan keberadaan jegog
sebagai seni kebanggaan masyarakat Kabupaten Jembrana mendorong para
anggotanya untuk meningkatkan kreatifitasnya. Suar Agung selalu berusaha untuk
bisa menambah materi pertunjukan dengan menciptakan kreasi-kreasi tabuh
maupun tari untuk dapat ditampilkan pada acara-acara pementasannya.
Banyaknya karya yang diciptakan, memperlihatkan betapa kreatifnya para
anggota jegog Suar Agung. Di samping memikirkan kreativitas, faktor kualitas
juga tidak pernah diabaikan. Untuk meningkatkan kualitas sajian pertunjukan,
5
biasanya latihan dilakukan dengan lebih intensif. Sekehajegog Suar Agung selalu
berusaha menampilkan garapan baru hasil ciptaannya sendiri. Selain
mementaskan tabuh jegog, Jegog Suar Agung juga telah melakukan kolaborasi
dengan musik dalam maupun luar negeri pada tahun 1995. Hasil kolaborasinya
melahirkan karya yang telah tertuang dalam disc digital audio berjudul “Bali
Meets Africa and Java (Bamboo gamelan and Drums)”. Didalamnya terdapat
kurang lebih sepuluh garapan musik antara lain: Bamboo Trance, Bali Meets
Africa, Sunda Bali, Akuna Matata (No Problem), Sexy Durian, Song To The
Himbas Of Namibia, Kuta Cowboy-Jakarta Play Boy, Sweet Pain Of Sadness
(Indian Rhythm 7 Beats), Boring No Thanks dan Playing Music With The Birds
(koleksi pribadi I Ketut Suwentra).
Keterlibatan gamelan jegog dalam industri pariwisata juga tidak terlepas
dari usaha yang telah dirintis oleh Suar Agung, yang dengan semangat tinggi ikut
berjuang dalam mengangkat citra potensi kesenian Kabupaten Jembrana. Suar
Agung didirikan pada tahun 1971 oleh dua bersaudara yaitu I Ketut Suwentra, dan
Nyoman Jayus di Kelurahan Sangkaragung Kabupaten Jembrana dari barat Bali.
Yayasan Suar Agung, atau Suar Agung Foundation, bertujuan untuk
mempromosikan musik Bali dan pertunjukan tari. Sekeha Suar Agung adalah
sekeha jegog yang paling terkenal untuk musik jegog di Kabupaten Jembrana,
gamelan jegog merupakan sebuah gaya yang unik dari musik gamelan yang
dimainkan pada instrumen bambu yang berukuran besar. Musik jegog pertama
6
tahun 40-an oleh penguasa Belanda yang takut tabung bambu dapat digunakan
sebagai senjata pemberontakan.
Pasca kemerdekaan kebangkitan jegog memikat penonton di seluruh dunia
dengan musikalitas mempesona dan teknik gamelan sangat unik ini. Suar Agung
pertama kali mengunjungi Jepang pada tahun 1975 dan telah melakukan tour di
Jepang setiap tahun sejak tahun 1984. Pada tahun 1995 diadakan konser
kolaborasi antara Suar Agung dan Senegal Doudou Ndiaye Rose yang mengambil
lokasi di Tokyo-Jepang. Selain itu juga gamelan jegog telah mengadakan pentas
di berbagai Negara di Eropa seperti Perancis, Swiss, Jerman, termasuk juga ikut
dalam pembukaan piala dunia antara Brazil dan Prancis pada tahun 2008 (hasil
wawancara dengan I Ketut Suwentra).
Pada tahun 2006 I Ketut Suwentra selaku ketua dari sekeha gamelan jegog
Suar Agung diakui oleh Pemerintah Indonesia dengan penghargaan Kontribusi
Budaya. Pengembangan dan perencanaan gamelan jegog perlu dilakukan untuk
dapat dikelola dengan lebih baik, dengan melihat faktor internal dan faktor
eksternal yang mempengaruhinya. Pengembangan gamelan jegog bertujuan untuk
menjaga kelestarian budaya yang berkelanjutan, meminimalkan dampak negatif
pariwisata, serta manfaat dari pengembangan gamelan jegog di Kelurahan
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang diangkat
adalah sebagai berikut.
1. Apa potensi dan kendala gamelan jegog sebagai daya tarik wisata di
Kabupaten Jembrana?
2. Bagaimanakah peran pemerintah dan masyarakat dalam pengembangan
gamelan jegog sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana?
3. Bagaimanakah strategi pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik
wisata di Kabupaten Jembrana?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan
mendeskripsikan pengembangan gamelan jegog di Kelurahan Sangkaragung
Kabupaten Jembrana. Mengidentifikasi peran serta pemerintah dan partisipasi
masyarakat dalam pengembangan gamelan jegog, sehingga dapat dijadikan model
pengembangan di daerah lain dengan tetap memperhatikan potensi wilayah yang
dimiliki.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk menjelaskan potensi gamelan jegog sebagai daya tarik wisata dan
mengidentifikasi kendala pengembangannya di Kabupaten Jembrana.
2. Mengungkapkan bentuk peran pemerintah dan partisipasi masyarakat
dalam pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata di
8
3. Menjelaskan strategi pengembangan gamelan jegog di Kelurahan
Sangkaragung sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah
wawasan karyasiswa dan dapat dijadikan model dalam mengkaji
pengembangan potensi kesenian di daerah lainnya. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian lanjutan yang
lebih mendalam. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan sebagai
masukan dari akademisi untuk memberikan kontribusi bagi
pengembangan gamelan jegog di Desa Sangkaragung di Kabupaten
Jembrana.
1.4.2 Manfaat praktis 1) Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran kepada pemerintah daerah sebagai fasilitator
dalam menunjang pengembangan gamelan jegog di Kelurahan
Sangkaragung. Melalui penelitian ini pula hubungan yang baik
antarpemangku kepentingan dan pengembangan dapat
berkelanjutan.
2) Bagi Industri Pariwisata
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu industri
9
keberadaan kesenian gamelan jegog di Kelurahan Sangkaragung.
Adanya promosi yang dilakukan pelaku industri pariwisata untuk
memperkenalkan gamelan jegog sehingga mampu meningkatkan
jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Jembrana.
3) Bagi masyarakat khususnya seniman jegog
Hasil peneltian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran
dan mendorong masyarakat tentang arti pentingnya pelestarian
berbagai potensi pariwisata yang dimiliki. Selain itu, agar
masyarakat mengetahui langkah-langkah pengembangan potensi
pariwisata desa yang dimiliki khususnya gamelan jegog.
pementasan gamelan jegog dapat meningkatkan taraf hidup melalui
pendapatan yang diperoleh akibat dari perkembangan gamelan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan salah satu rangkaian penelitian yang berguna
untuk mengetahui sejauh mana penelitian mengenai strategi pengembangan daya
tarik wisata telah dilakukan. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan 7 (tujuh)
penelitian sebelumnya yang relevan sebagai referensi penelitian ini yaitu, Budiarta
(2010), Antara (2011), Darsana (2011), Rero (2011), Annisa (2013), Tafaewasi
(2013), dan Wija Antara (2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Budiarta (2010) dengan judul “Strategi
Pengembangan Daya Tarik Wisata Budaya Di Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan,
Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng - Bali” Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa strategi pengembangan yang perlu dilakukan meliputi: 1) strategi
pengembangan produk wisata budaya, diimplementasikan melalui
program-program seperti mengembangkan dan menciptakan berbagai macam atraksi wisata
budaya dan melestarikan keaslian daya tarik wisata budaya yang ada; 2) strategi
peningkatan keamanan dan kenyamanan melalui program menjaga keamanan
daya tarik wisata budaya yang ada oleh masyarakat dan petugas dari kepolisian; 3)
strategi pengembangan prasarana dan sarana pokok maupun penunjang pariwisata.
Strategi ini diimplementasikan dengan program menyediakan dan memelihara
11
Desa Sawan menuju Desa Pegayaman, menyediakan fasilitas akomodasi,
menyediakan fasilitas rumah makan, dan membangun pasar seni; 4) strategi
promosi dilakukan dengan memperluas pangsa pasar ke Asia, Australia, Amerika
Serikat dan Afrika. Mendirikan tourist information services (TIS) di sekitar Pura
Beji. Bekerja sama dan melakukan promosi ke BPW agar daya tarik wisata
tersebut dimasukkan dalam program wisata (tour itinerary). 5) Strategi
pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia, dilakukan lewat program
memberikan pelatihan dan penyuluhan pariwisata kepada masyarakat.
Penelitian Budiarta adalah strategi pengembangan pariwisata budaya yang
dimiliki Desa Sangsit. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian Putu
Budiarta dilakukan pada objek wisata yang luas, dan berfokus pada keberagaman
potensi yang dimiliki berupa pura. Sementara itu, penelitian ini berlokasi pada
objek yang akan dikembangkan, membahas strategi ditinjau dari aspek 4A dari
pariwisata, dan mengetahui upaya pemerintah dalam pengembangan Gamelan
Jegog sebagai daya tarik wisata di Kelurahan Sangkaragung.
Antara (2011) mengangkat permasalahan penelitian yaitu: potensi-potensi
apakah yang mendukung Desa Pelaga untuk dikembangkan sebagai daya tarik
wisata?; bagaimana dukungan masyarakat Desa Pelaga terhadap rencana
pengembangan desa tersebut sebagai daya tarik wisata?; Bagaimanakah strategi
pengembangan pariwisata alternatif di Desa Pelaga?; dan data yang dipakai dalam
12
secara purposive. Data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif
dan analisis SWOT.
Hasil penelitian ini menunjukkan, DTW Desa Pelaga memiliki berbagai
potensi wisata yang layak untuk dikembangkan dan telah memenuhi empat (4)
komponen penting dalam industri pariwisata yang dikenal dengan istilah empat
4A, yaitu Attraction (atraksi wisata), Accessibility (akses untuk mencapai daerah
wisata), Amenity (fasilitas dan jasa wisata), dan Ancillary (kelembagaan dan
sumber daya manusia pendukung kepariwisataan). Masyarakat lokal sudah terlibat
langsung dalam penyediaan fasilitas penunjang kepariwisataan. Pengembangan
daerah tujuan wisata Desa Pelaga ke depan dapat dilakukan dengan
mengimplementasikan beberapa strategi SWOT seperti strategi SO, ST, WO, dan
strategi WT.
Keterkaitan penelitian ini dengan penelitian pengembangan Gamelan
Jegog adalah sama-sama meneliti strategi pengembangan wisata, dengan
memfokuskan penelitian pada kekuatan dan kelemahan yang terdapat dalam
komponen 4A serta peluang dan acamannya. Melalui penelitian ini dapat
dirumuskan suatu strategi yang tepat dalam upaya pengembangan daya tarik
wisata tersebut. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan Desa Pelaga, juga
diperhatikan dalam penelitian. Penelitian ini juga memperhatikan hal yang sama
yaitu, bagaimana keterlibatan masyarakat dan pemerintah dalam pengembangan
13
Penelitian Darsana (2011) tentang “Kepariwisataan Pulau Nusa Penida”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi daya tarik wisata, kondisi
lingkungan internal dan eksternal, serta merumuskan strategi dan program
pengembangan daya tarik wisata kawasan barat Pulau Nusa Penida. Metode
analisis yang digunakan adalah analisis matriks IFAS (Internal Factor Analysis
Summary) dan EFAS (External Factor Analysis Summary) serta analisis matriks
SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi wisata kawasan barat Pulau
Nusa Penida yang dapat dikembangkan adalah potensi keindahan alam seperti,
pantai dengan hamparan pasir putih dan pemandangan bawah laut, wisata religi
dan spritual, serta pembudidayaan rumput laut. Pengembangan daya tarik wisata
kawasan barat Pulau Nusa Penida berada pada posisi pertumbuhan.
Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal dan eksternal pariwisata
kawasan barat Pulau Nusa Penida menggunakan Strategi SO (Strength
Opportunity) adalah strategi pengembangan daya tarik wisata (melalui program
penataan kawasan pariwisata, inventarisasi daya tarik wisata, serta kenyamanan
dan keamanan berwisata), Strategi ST (Strength Threat) adalah strategi
pengembangan pariwisata berkelanjutan (melalui program peningkatan kualitas
lingkungan, kualitas kehidupan sosial budaya, peningkatan perekonomian
masyarakat). Strategi WO (Weakness Opportunity) adalah strategi pengembangan
promosi (melalui program promosi dan pengadaan tourist information center) dan
strategi WT (Weakness Weakness Threat) dengan strategi pengembangan sumber
14
Pengembangan sarana dan prasarana, penataan pariwisata, promosi di
kawasan barat Pulau Nusa Penida sangat diperlukan. Pemerintah dan masyarakat
bekerja sama menjaga keamanan, kebersihan, kelestarian alam, dan budaya.
Penelitian Darsana memiliki kesamaan dengan penelitian ini, yaitu menggunakan
metode SWOT dalam mengenalisis data. Menggali potensi daya tarik wisata
dengan metode SWOT akan didapatkan strategi yang tepat dalam pengembangan
daya tarik di Kabupaten Jembrana.
Penelitian Rero (2011) tentang pengembangan daya tarik wisata spiritual
di Kota Larantuka. Pengembangan wisata spiritual merupakan suatu peluang
untuk menambah khasanah daya tarik wisata di Kota Larantuka, demi
pengembangan kepariwisataan yang berkualitas dan berkelanjutan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi Kota Larantuka, menganalisis
lingkungan internal dan eksternal, dan menentukan strategi pengembangan Kota
Larantuka sebagai daya tarik wisata spiritual.
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui metode observasi partisipatif,
penyebaran kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif kualitatif, analisis IFAS, EFAS yang
menghasilkan strategi umum dan analisis SWOT menghasilkan strategi
alternative. Penelitian ini bersifat eksploratif, merumuskan program-program
berdasarkan kondisi internal dan kondisi eksternal dikombinasikan dengan teori
perencanaan, perubahan budaya, teori adaptasi, teori SWOT dan teori motivasi.
Hasil penelitian Rero (2011) menunjukan bahwa kekuatan Kota Larantuka
15
Kabupaten, kedekatan dengan pelabuhan, kualitas jalan yang baik, posisi objek
wisata yang sangat strategis, kualitas pelayanan dan aturan (Code of Conduct).
Kelemahan kota Larantuka meliputi kurangnya kebersihan dan kelestarian
lingkungan, kurang ketersediaan angkutan wisata, kurangnya sarana pariwisata,
kurang tersedianya lahan parkir, masih minimnya fasilitas toilet untuk umum,
kurang tertatanya keberadaan warung dan pedagang kaki lima, belum adanya
pengelola daya tarik, belum maksimalnya upaya promosi, belum tersedianya
Tourist Information Center (TIC). Berdasarkan matrik Internal Eksternal (IE)
diketahui bahwa posisi lingkungan internal dan eksternal kota Larantuka adalah
pada sel V. Hal ini berarti bahwa strategi yang harus diterapkan adalah
pertahankan dan pelihara (strategi tidak berubah). Berdasarkan analisis SWOT
diketahui bahwa empat strategi alternative yang relevan diterapkan adalah strategi
pengembangan produk, strategi pengembangan promosi, strategi pariwisata
berkelanjutan dan strategi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Kesamaan penelitian Rero dengan penelitian ini adalah teknik yang
digunakan adalah analisis SWOT. Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui
startegi yang cocok untuk dapat diterapkan di suatu destinasi yang dikembangkan.
Kekurangan penelitian Rero adalah komponen ekternal hal yang diteliti terlalu
jauh dari kegiatan yang terdapat di Flores, jadi kurang dirasakan secara langsung
dari kota Larantuka. Pembahasan yang jelas dengan penentuan sel dalam startegi
SWOT dapat menjadi pertimbangan strategi yang tepat, merupakan kekuatan
16
Annisa (2013) dalam tesis “Pelestarian Angklung Sebagai Warisan
Budaya Tak benda Dalam Pariwisata Berkelanjutan Di Saung Angklung Udjo,
Bandung”. Secara umum penelitian bertujuan untuk memahami upaya pelestarian
angklung yang dilakukan oleh objek wisata Saung Angklung Udjo. Secara khusus
tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui implementasi pariwisata
berkelanjutan terhadap Saung Angklung Udjo; (2) untuk mengetahui
implementasi perhitungan daya dukung fisik di Saung Angklung Udjo; (3) untuk
mengetahui upaya pelestarian angklung sebagai warisan budaya tak benda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Saung Angklung Udjo
menerapkan langkah-langkah konstruktif untuk instalasi baru dan sarana fasilitas
pemantauan dalam pelayanan untuk melestarikan dan mempromosikan tempat
wisata. Dengan menghubungkan pelestarian warisan budaya, peningkatan dan
optimalisasi infrastruktur yang ada dilakukan oleh aktor profesional lokal; (2)
untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang dan meningkatkan
kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan alam, masyarakat
dan ekonomi, untuk menaikan kesejahteraan generasi masa depan; (3) identitas
budaya sebagai pusaka budaya yang dapat dikembangkan menjadi modal ekonomi
dan sebagai aset agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam
pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga nilai-nilai
budaya dan kearifan lokal sebagai ciri khasnya.
Keterkaitan penelitian Annisa dengan penelitian ini adalah sama-sama
membahas tentang benda budaya sebagai objek penelitian, dengan lebih
17
mendalam tentang daya dukung di Saung Angklung Ujo memberikan hasil
rencana ke depan yang tepat untuk diterapkan di Saung Angklung Ujo sehingga
menjadi pariwisata yang berkelanjutan. Penelitian ini belum menjelaskan apa
yang menjadi kendala dalam pelestarian angklung sebagai warisan budaya, dan
cara untuk mengantisipasi hal tersebut. Sementara itu, dalam penelitian tentang
gamelan jegog ini lebih menekankan bagaimana potensi yang dimiliki jegog untuk
dikembangkan, strategi yang tepat yang dapat digunakan untuk mengembangkan
gamelan jegog sebagai daya tarik wisata, upaya pemerintah Kabupaten Jembrana
dalam pengembangan gamelan jegog.
Penelitian Tafaewasi (2013) mengenai “Pertunjukan Hombo Batu Sebagai
Daya Tarik Wisata Di Desa Bawömataluo, Kecamatan Fanayama.” Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran bentuk,
fungsi, dan makna hombo batu serta proses terjadinya komodifikasi terhadap
hombo batu. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kondisi
komponen-komponen pariwisata yang terkait dengan komodifikasi hombo batu di
Desa Bawömataluo dan dampaknya terhadap kehidupan sosial ekonomi dan sosial
budaya pada masyarakat setempat.
Hasil penelitian ini adalah pergeseran bentuk hombo batu dari bambu
runcing, beralih ke tanah liat, dan disempurnakan menjadi batu bersusun yang
berbentuk piramid dengan ketinggian sekitar 2,5 meter. Fungsi hombo batu juga
mengalami pergeseran. Awalnya sebagai sarana uji ketangkasan atau kemampuan
dalam mempersiapkan diri menjadi prajurit di medan perang, bergeser menjadi
18
atraksi hombo batu lebih banyak ditampilkan ketika ada permintaan dari
wisatawan yang berkunjung ke Desa Bawömataluo.
Daya tarik wisata di Desa Bawömataluo belum disertai oleh
komponen-komponen pendukung pariwisata lainnya. Selain atraksi hombo batu yang menjadi
ikon pariwisata di Nias Selatan, omo sebua yang menjadi salah satu daya tarik di
Desa Bawömataluo ini, keadaan fisik bangunan justru semakin menuju ke ambang
musnah. Apabila tidak dilakukan perawatan dan perbaikan segera, sangat terbuka
kemungkinan bahwa omo ni folasara ini akan menjadi tinggal kenangan saja.
Aksesibilitas juga kurang diperhatikan. Beberapa ruas jalan menuju Desa
Bawömataluo rusak dan terdapat beberapa lubang yang sangat membahayakan
pengguna jalan. Fasilitas lain seperti ammenities masih sangat minim bahkan
belum terdapat akomodasi, rumah makan atau restoran maupun fasilitas
penunjang lainnya di desa wisata ini.
Keterkaitan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti suatu
pertunjukan kesenian daerah yang dapat dijual kepada wisatawan. Tafaewasi
menekankan adanya pergeseran budaya dari pertunjukan Hombo Batu, dari uji
ketangkasan menjadi suatu pertunjukan yang menarik kunjungan wisatawan.
Penelitian ini membahas tentang komponen-komponen yang harus diperbaiki
dalam pengembangan daya tarik Hombo Batu.
Penelitian Wija Antara, dkk (2014) mengenai Pengembangan Gamelan
Jegog Berbasis Android. Penelitian ini bertujuan untuk mengenalkan Gamelan
Jegog ke khalayak ramai sehingga informasi tentang keberadaan serta penggunaan
19
pada umumnya. Aplikasi gamelan jegog berbasis android membantu masyarakat
yang merasa sulit untuk belajar jegog untuk lebih mudah mempelajarainya dalam
suatu aplikasi di telepon genggam. Dengan demikian maka promosi gamelan
jegog dapat dilakukan jauh lebih baik dibandingkan membeli satu set jegog untuk
dipelajari.
Keterkaitan dengan penelitian ini adalah pengembangan yang dilakukan.
Perbedaannya adalah media yang digunakan. Penelitian ini dilakukan melalui
media dan teknologi sedangkan penulis melakukan penelitian mendalam dengan
melibatkan informan-informan yang mampu memberikan keterangan tentang
gamelan jegog.
2.2 Konsep
Agar tidak terjadi kesalahan tafsir dalam penelitian ini, akan dijelaskan
pengertian judul dan beberapa istilah yang bersifat operasional. Konsep digunakan
untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu
yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Sumber bacaan yang relevan
diperlukan, agar nilai keilmuan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
(credible) serta dapat diterima dan pantas (acceptable) sebagai karya ilmiah.
Beberapa sumber kepustakaan yang relevan adalah daya tarik wisata, destinasi
pariwisata, komponen destinasi pariwisata, dan strategi.
2.2.1 Daya Tarik Wisata
Undang-Undang No 10 Tahun 2009 menjelaskan bahwa daya tarik wisata
20
keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Daya tarik wisata merupakan suatu tempat yang menarik yang menjadi
tempat kunjungan wisatawan. Tempat tersebut mempunyai sumber daya, baik
alamiah maupun buatan manusia, seperti keindahan alam, pegunungan, pantai
flora dan fauna, bangunan kuno bersejarah, monumen-monumen, candi-candi,
tarian, atraksi, dan kebudayaan khas lainnya. Menurut Yoeti (2006:55-56) daya
tarik wisata dapat dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut.
1. Daya tarik wisata alam, yang meliputi pemandangan alam, laut, pantai,
dan pemantangan alam lainnya.
2. Daya tarik wisata dalam bentuk bangunan, yang meliputi arsitektur
bersejarah dan modern, peninggalan arkeologi, lapangan golf, toko dan
tempat-tempat perbelanjaan lainnya.
3. Daya tarik wisata budaya, yang meliputi sejarah, foklor, agama, seni,
teater, hiburan, dan museum.
4. Daya tarik wisata sosial, yang meliputi cara hidup masyarakat setempat,
bahasa, kegiatan sosial masyarakat, fasilitas, dan pelayanan masyarakat.
Daya tarik wisata alam yaitu daya tarik wisata berupa keanekaragaman
dan keunikan lingkungan alam yang meliputi: 1) lingkungan perairan laut berupa
bentang darat pantai, bentang laut, kolam air, dan dasar laut, 2) lingkungan
perairan darat; dan 3) lingkungan hutan pegunungan dengan flora dan fauna yang
terdapat di dalamnya. Daya tarik wisata alam yaitu, gua, pantai, danau, gunung,
21
sebagainya. Daya tarik wisata budaya adalah hasil olah cipta, rasa, dan karsa
manusia sebagai makhluk budaya. Daya tarik wisata budaya meliputi peninggalan
sejarah berupa bangunan atau artefak yang memiliki nilai sejarah dan keunikan
tertentu, maupun daya tarik wisata budaya etnik dan tradisi masyarakat, yang
merupakan aktivitas, adat dan tradisi khas yang tumbuh dan berkembang di dalam
suatu entitas masyarakat. Daya tarik wisata budaya antara lain, situs purbakala,
candi, perkampungan tradisional yang memiliki adat dan tradisi budaya
masyarakat yang khas. Daya tarik wisata buatan manusia adalah daya tarik wisata
khusus yang merupakan kreasi artificial dan kegiatan-kegiatan manusia lainnya di
luar ranah wisata alam dan budaya. Daya tarik wisata buatan antara lain taman
hiburan dan rekreasi, kawasan pariwisata/resort terpadu, spa dan wellness centre,
dan pemandian air panas.
Daya tarik wisata juga memiliki beberapa komponen. Menurut Damanik
dan Weber (2006:13), daya tarik wisata yang baik sangat terkait dengan empat hal
yakni, memiliki keunikan, orisinalitas, otentisitas, dan keragaman. Keunikan
diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat pada suatu
daya tarik wisata. Orisinalitas mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni
seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi atau tidak mengadopsi nilai yang
berbeda dengan nilai aslinya. Otentisitas mengacu pada keaslian. Bedanya dengan
orisinalitas adalah otentisitas lebih sering dikaitkan dengan tingkat keantikan atau
eksotisme budaya sebagai daya tarik wisata. Otentisitas merupakan kategori nilai
22
2.2.2 Destinasi Pariwisata
Undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan menyatakan
bahwa destinasi pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata kawasan
geografis berada dalam satu atau lebih wilayah administrative. Di dalamnya
terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta
masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Suwena dalam bukunya yang berjudul Pengetahuan Dasar Pariwisata
mendefinisikan destinasi pariwisata merupakan tempat dimana segala kegiatan
pariwisata bisa dilakukan, dengan tersedianya segala fasilitas dan atraksi wisata
untuk wisatawan. Dalam mendukung keberadaan daerah tujuan wisata, perlu ada
unsur pokok yang harus mendapat perhatian, agar wisatawan bisa tenang, aman,
dan nyaman pada saat berkunjung. Unsur pokok penting dalam meningkatkan
pelayanan bagi wisatawan sehingga wisatawan bisa lebih lama tinggal di daerah
yang dikunjungi. Adapaun unsur pokok tersebut antara lain daya tarik wisata,
prasarana wisata, sarana wisata, tata laksana/infrastruktur, dan masyarakat/
lingkungan.
Suatu destinasi pariwisata hendaknya memenuhi beberapa syarat, yaitu (a)
ketersediaan sesuatu yang dapat dilihat (something to see); (b) sesuatu yang dapat
dilakukan (something to do); dan (c) sesuatu yang dapat dibeli (something to buy)
(Suwena, 2010:85). Perkembangan spektrum pariwisata yang makin luas,
menyebabkan syarat tersebut perlu ditambah, yaitu: (d) sesuatu yang dinikmati,
23
berkesan, sehingga mampu menahan wisatawan dalam waktu yang lebih lama
atau merangsang kunjungan ulang.
2.2.3 Komponen Destinasi Pariwisata
Wisatawan yang melakukan perjalanan ke destinasi pariwisata
memerlukan berbagai kebutuhan dan pelayanan mulai dari keberangkatan sampai
kembali lagi ke tempat tinggalnya. Aktivitas pariwisata sangat terkait dengan
kehidupan kita sehari-hari. Wisatawan membutuhkan makan dan minum, tempat
menginap, serta alat transportasi yang membawanya pergi dari suatu tempat ke
tempat lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan dan pelayanan tersebut, daerah
tujuan wisata harus didukung oleh empat komponen utama atau yang dikenal
dengan istilah “4A” sebagai berikut.
1. Atraksi (attraction)
Ada banyak alasan mengapa orang berwisata ke suatu daerah.
Beberapa yang paling umum adalah untuk melihat keseharian penduduk
setempat, menikmati keindahan alam, menyaksikan budaya yang unik,
atau mempelajari sejarah daerah tersebut.
Suatu daerah atau tempat hanya dapat menjadi tujuan wisata kalau
menjadi atraksi wisata. Apa yang dapat dikembangkan menjadi atraksi
wisata itulah yang disebut modal atau sumber kepariwisataan (tourism
resources). Ada tiga modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan
itu ada tiga, yaitu: 1) Natural Resources (alami) seperti: iklim, gunung,
danau, pantai, hutan, dan bukit; 2) atraksi wisata budaya seperti: arsitektur
24
ritual atau upacara budaya, festival budaya, kegiatan dan kehidupan
masyarakat sehari-hari, keramahtamahan, makanan; dan 3) atraksi wisata
buatan seperti: acara olahraga, berbelanja, pameran, konferensi, dan
festival musik.
2. Fasilitas (amenities)
Secara umum pengertian fasilitas adalah segala macam prasarana
dan sarana yang diperlukan oleh wisatawan selama berada di daerah tujuan
wisata. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah:
a) usaha penginapan (accommodation) seperti: hotel, losmen, guest
house, homestay, dan vila;
b) usaha makanan dan minuman seperti: restoran, warung, bar dan café;
c) transportasi dan infrastruktur.
3. Aksesibilitas (access)
Aksesibilitas berhubungan dengan mudah atau sulitnya wisatawan
menjangkau daerah tujuan wisata yang diinginkannya. Akses berkaitan
dengan infrastruktur transportasi seperti lapangan udara, terminal bus,
kereta api, jalan tol, rel kereta api, termasuk di dalamnya teknologi
transportasi yang mampu menghemat waktu dan biaya untuk menjangkau
daerah tujuan wisata. Di sisi lain akses, diidentikkan dengan
transferabilitas yaitu kemudahan untuk bergerak dari daerah yang satu ke
daerah yang lain. Tanpa adanya kemudahan transferabilitas tidak akan ada
25
4. Pelayanan tambahan (ancillaryservice)
Pelayanan tambahan (ancillary service) disebut juga pelengkap
yang harus disediakan oleh pemerintah di daerah tujuan wisata, baik untuk
wisatawan maupun untuk pelaku pariwisata. Pelayanan tambahan yang
disediakan adalah pemasaran, pembangunan fisik (jalan raya, rel kereta,
air minum, listrik, dan telepon), serta mengkoordinir segala macam
aktivitas dengan peraturan perundang-undangan, baik di daerah tujuan
wisata maupun di jalan raya.
Keempat komponen tersebut, merupakan daya tawar untuk menarik minat
wisatawan melakukan suatu kunjungan ke suatu daerah tujuan wisata (Suwena,
2010:85)
Selain ke empat komponen dari destinasi pariwisata terdapat juga satu
prinsip dari komponen pariwisata yaitu CBT (Comunitty Based Tourism).
Menurut Garrod (2001:4), terdapat dua pendekatan berkaitan dengan penerapan
prinsip-prinsip perencanaan dalam konteks pariwisata. Pendekatan pertama yang
cenderung dikaitkan dengan sistem perencanaan formal, sangat menekankan pada
keuntungan potensial dari ekowisata. Pendekatan kedua, cenderung dikaitkan
dengan istilah perencanaan partisipatif yang lebih concern dengan ketentuan dan
pengaturan yang lebih seimbang antara pembangunanan dan perencanaan
terkendali. Pendekatan ini lebih menekankan pada kepekaan terhadap lingkungan
alam dan dampak pembangunan ekowisata.
Salah satu bentuk perencanaan yang partisipatif dalam pembangunan
26
pendekatan pembangunan. Definisi CBT yaitu: 1) bentuk pariwisata yang
memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat
dalam manajemen dan pembangunan pariwisata, 2) masyarakat yang tidak terlibat
langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga mendapat keuntungan, 3) menuntut
pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dan distribusi keuntungan kepada
komunitas yang kurang beruntung di pedesaan. Suansri (2003:14) dalam jurnal
Nurhidayati (2007) mendefinisikan CBT sebagai pariwisata yang
memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial, dan budaya. CBT
merupakan alat pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan, Atau alat
untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
Berdasarkan konsep tersebut, dapat ditemukan benang merah konsep suatu
daya tarik wisata yang memiliki potensi. Potensi tersebut dapat di lihat dari
komponen destinasi pariwisata.
2.2.4 Konsep Strategi
Rangkuti (2001:3-4) telah menghimpun beberapa pengertian strategi, di
antaranya sebagai berikut.
1. Chandler (1962) menyatakan strategi merupakan alat untuk mencapai
tujuan perusahaan atau instansi dalam kaitannya dengan tujuan jangka
panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya.
2. Learned, Christensen, Andrews, dan Guth (1965) mengatakan bahwa
strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing. Salah
satu fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada
27
3. Hamel dan Prahalad (1995) menyatakan strategi adalah tindakan yang
bersifat incremental (bersifat meningkat), terus-menerus, dan dilakukan
berdasarkan sudat pandang, tentang apa yang diharapkan oleh para
pelanggan di masa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir
selalu dimulai dari ‘apa yang dapat terjadi’, bukan dimulai dari ‘apa yang
terjadi’.
2.3 Landasan Teori
Dalam menganalisis pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik
wisata di Kelurahan Sangkaragung Kabupaten Jembrana terdapat beberapa teori
yang digunakan sebagai landasan dalam penentuan strategi pengembangan yang
sesuai. Berikut ini akan dikemukakan teori-teori yang memiliki relevansi dalam
penelitian ini.
2.3.1 Teori Partisipasi
Keberhasilan pengembangan sebuah daya tarik wisata sangat tergantung
dari berbagai faktor. Salah satunya adalah adanya dukungan atau partisipasi
masyarakat lokal dimana daya tarik wisata tersebut dikembangkan. Keterlibatan
masyarakat lokal dalam konteks ini mengandung pengertian bahwa
pengembangan sebuah daya tarik wisata dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Partisipasi sebagai proses aktif mengandung arti orang atau kelompok
yang terkait, mengambil inisiatif, dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan suatu hal. Mardikanto (2003:237) menyatakan bahwa partisipasi
merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan
28
Pitana (2002:56) mendefinisikan partisipasi tidak hanya kontribusi tenaga,
waktu, dan materi Lokal secara cuma-cuma, untuk mendukung berbagai program
dan proyek pembangunan, melainkan keterlibatan secara aktif dalam setiap
proses. Peran aktif yang dimaksudkan mulai dari perencanaan, penentuan
rancangan, pelaksanaan sampai dengan pengawasan, dan penikmatan hasil bagi
masyarakat lokal sebagai pelaku pariwisata. Partisipasi dari masyarakat lokal
digambarkan sebagai peluang masyarakat untuk berpartisipasi secara efektif
dalam kegiatan pembangunan. Hal ini berarti memberi wewenang pada
masyarakat untuk memobilisasi kemampuan, mengelola sumber daya, membuat
keputusan, dan melakukan kontrol terhadap kegiatan yang mempengaruhi
hidupnya.
Pendekatan partisipatif adalah semua metode yang dapat mendorong
seseorang atau sekelompok orang untuk aktif dan berkontribusi dengan adil
terhadap kemampuan dalam pengembangan masyarakat. Pendekatan ini
melibatkan masyarakat dalam proses pengembangan dirinya, agar masyarakat
lebih memahami apa yang harus dilakukan dan kemampuan apa yang dimiliki.
Partisipasi masyarakat lokal mutlak diperlukan dalam rangka menentukan
arah pengembangan sebuah daerah tujuan wisata, membantu memberdayakan
sumber daya masyarakat, dengan memberikan pekerjaan atau lapangan kerja, dan
sebagai lembaga kontrol terhadap eksploitasi sumber daya alam dan budaya
masyarakat lokal secara berlebihan.
Menurut Apsari (2005), konsep partisipasi dalam pengelolaan
29
Pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan untuk pariwisata harus dapat
memberikan keuntungan kepada masyarakat setempat dalam bentuk: 1).
peningkatan kesempatan kerja; 2). diversifikasi kegiatan ekonomi masyarakat
setempat; 3). meningkatkan pasar untuk produk-produk mereka; dan 4).
memperbaiki infrastruktur.
Pretty’s Typology of Participation Scheyvens (dalam Kusuma Dewi
2012:25) secara umum mengemukakan tentang dua jenis partisipasi antara lain
sebagai berikut.
1). Partisipasi Pasif (passive participation). Masayarakat dilibatkan dalam
tindakan yang telah dipikirkan, dirancang, dan dikontrol oleh orang lain atau
pihak lain. Apabila dikaitkan dengan masyarakat dalam aspek pariwisata,
partisipasi ini ditandai dengan minimnya keterlibatan masyarakat dalam
proses kegiatan pariwisata di daerah pembangunan pariwisata, serta
kurangnya kontrol masyarakat atas perkembangan pariwiwisata di daerah
tersebut. Keterlibatan masyarakat terbatas hanya sebagai pelaku kegiatan
pariwisata, bukan sebagai perancang dan pengawas atau pengontrol.
2). Partisipasi aktif (active participation) yaitu proses pembentukan kekuatan
untuk keluar dari pemasalahan yang dihadapi dengan melakukan suatu
perencanaan, pengelolaan, sampai pada tahap pengawasan. Dalam aspek
pariwisata, ditunjukkan dengan mudahnya masyarakat lokal mendapat
informasi tentang pembangunan pariwisata di daerahnya, dilibatkan dalam
perencanaan dan pengelolaan pembangunan pariwisata, dengan
30
Teori partisipasi digunakan untuk membedah rumusan masalah nomor
dua, mengenai partisipasi stakeholders dalam pengembangan gamelan jegog
sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana.
Melalui teori partisipasi, penelitian ini dapat menjelaskan peran
Pemerintah Kabupaten Jembrana dan partisipasi masyarakat Kelurahan
Sangkaragung. Fungsi manajemen yang telah dilakukan, mulai dari tahap
perencanaan sampai dengan tahap pengevaluasian. Oleh karena itu penelitian ini
dapat menemukan jenis peran pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam
pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata.
2.3.2 Teori Perencanaan
Perencanaan merupakan pengorganisasian masa depan untuk mencapai
tujuan tertentu (Inskeep, 1991). Menurut Sujarto (1986) dalam Paturusi, definisi
perencanaan adalah suatu usaha untuk memikirkan masa depan (cita-cita) secara
rasional dan sistematik dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada secara
efektif dan efesien.
Menurut Paturusi (2008), suatu perencanaan memiliki syarat-syarat
sebagai berikut. Logis yaitu bisa dimengerti dan sesuai dengan kenyataan yang
berlaku, Luwes yaitu dapat mengikuti perkembangan. Obyektif yaitu didasarkan
pada tujuan dan sasaran yang dilandasi pertimbangan yang sistematis dan ilmiah.
Perencanaan pariwisata merupakan suatu proses pembuatan keputusan
yang berkaitan dengan masa depan suatu daerah tujuan wisata atau atraksi wisata.
Suatu proses yang dinamis dalam penentuan tujuan, yang secara sistematis