• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Gamelan Jegog Kelurahan Sangkaragung Sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Jembrana.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Gamelan Jegog Kelurahan Sangkaragung Sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Jembrana."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PENGEMBANGAN GAMELAN JEGOG KELURAHAN

SANGKARAGUNG SEBAGAI DAYA TARIK WISATA

DI KABUPATEN JEMBRANA

I KOMANG EDY WIRAWAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

TESIS

PENGEMBANGAN GAMELAN JEGOG KELURAHAN

SANGKARAGUNG SEBAGAI DAYA TARIK WISATA

DI KABUPATEN JEMBRANA

I KOMANG EDY WIRAWAN NIM 1391061014

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

iii

PENGEMBANGAN GAMELAN JEGOG KELURAHAN

SANGKARAGUNG SEBAGAI DAYA TARIK WISATA

DI KABUPATEN JEMBRANA

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Studi Magister Kajian Pariwisata

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I KOMANG EDY WIRAWAN NIM 1391061014

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 18 APRIL 2016

Pembimbing I,

Prof. Dr. N.L. Sutjiati Beratha, M.A. NIP 195909171984032002

Pembimbing II,

Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc. NIP 195302111982031001

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. NIP 1961112051986031004

Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana,

(5)

v

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

TESIS INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL 13 APRIL 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, Nomor: 1457/UN14.4/HK/2016, Tanggal 5 April 2016

Ketua : Prof. Dr. N.L. Sutjiati Beratha, M.A.

Sekretaris : Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc.

Anggota : 1. Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt.

2. Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U.

(6)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan dibawah ini saya :

1. Nama : I Komang Edy Wirawan

2. Nim : 1391061014

3. Program studi : Kajian Pariwisata Universitas Udayana

4. Judul tesis : Pengembangan Gamelan Jegog Kelurahan Sangkaragung Sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Jembrana

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis * bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat palgiat dalam karya ilmiah ini, maka

saya bersedia menerima sanksi peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan

Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 13 April 2016

Pembuat pernyataan,

(I Komang Edy Wirawan)

NIM. 1391061014

(7)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena

berkat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan

Gamelan Jegog Kelurahan Sangkaragung Sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Jembrana”. Penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya

penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan dan

dukungan baik langsung maupun tidak langsung, Moril maupun Materiil, dengan

tidak mengurangi rasa simpati dan hormat kepada mereka yang tidak dapat

disebutkan satu-persatu dalam kesempatan ini, dan perkenankan penulis

menghatur penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

Prof. Dr. N.L. Sutjiati Beratha, M.A. selaku pembimbing I Tesis, yang

telah dengan penuh kesabaran, ketulusan dan penuh dedikasi sebagai seorang

akademisi, telah memberikan segala kemampuan dalam membimbing penulis

selama dalam menyelesaikan studi dan penelitian Tesis ini. Dr. I Nyoman

Madiun, M.Sc. selaku pembimbing II yang telah dengan sabar dan tulus

memberikan bimbingan dan dorongan serta senantiasa membuka wawasan

berpikir kritis penulis selama dan dalam menyelesaikan penelitian tesis ini.

Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD.KEMD selaku Rektor Universitas

Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas

Udayana. Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp. S (K) selaku Direktur Program

Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis

untuk menjadi karya siswa Program Magister pada Program Pascasarjana

Universitas Udayana.

Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. selaku Ketua Program Studi

Magister Kajian Pariwisata atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk

menjadi karya siswa pada Program Magister pada Program Pascasarjana

(8)

Para dosen penguji, yaitu Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., Prof.

Dr. I Nyoman Kuta Ratna,SU. dan Dr. Ir. I Made Adhika, MSP. yang telah

memberikan banyak masukan, saran dan koreksi untuk menyempurnakan tesis ini.

Seluruh dosen pengajar dan staf administrasi Bapak Nyoman Kariana, Ibu

Made, Ibu Dayu, dan Ibu Putu pada Program Studi Magister Kajian Pariwisata

yang telah banyak membantu dan memberikan inspirasi bagi penulis. Rekan-rekan

mahasiswa kajian pariwisata angkatan 2013 Ibu Dewa, Ibu Menuh, Ibu Fatrisia,

Anas, Ika, Thomas, Pak Philip, Elizabeth, Ibu Barbara, dan Utari. Terkhusus

penerima Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri Pika, Agung, Gusde,

Gian, Gatot, Titin, Dian, Altri, Akzar dan Fendi. Seluruh informan terkhusus kepada bapak I Ketut Suwentra “Pekak Jegog” dan masyarakat lokal, maupun Pemerintah Kabupaten Jembrana yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Kedua orang tua (ibu Ni Wayan Sasih dan bapak I Ketut Sugarba), kakak-kakak

tercinta (I Putu Agus Budiarsana dan I Made Agus Sugiadnyana Putra, keluarga

besar, kekasih Made Mika Mega Astuthi. Berbagai pihak yang telah membantu

penelitian serta penyusunan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang dipaparkan dalam tesis ini

masih jauh dari kesempurnaan baik dari isi permasalahan, analisis, penyusunan

maupun teknik penulisan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan

pengetahuan yang penulis miliki, untuk itu penulis memohon kritik dan saran dari

(9)

ix ABSTRAK

Gamelan jegog adalah gamelan khas Kabupaten Jembrana yang dibuat dari bambu dan menghasilkan nada-nada indah. gamelan jegog adalah salah satu jenis kesenian yang berpotensi menjadi daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana. Sampai saat ini pengembangan gamelan jegog belum maksimal, karenanya perlu kajian tentang strategi pengembangan, serta partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah, dalam mengembangkan mengembangkan gamelan jegog.

Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui potensi dan kendala gamelan

jegog sebagai daya tarik wisata; mengetahui peran pemerintah dan partisipasi

masyarakat; dan merumuskan strategi pengembangan yang dapat diterapkan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana.

Data yang digunakan berupa data kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara mendalam, dan juga dokumentasi. Analisis data menggunakan teori partisipasi dan teori manajemen serta melalui pendekatan SWOT.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa potensi gamelan jegog dapat dianalisis melalui komponen 4A, dengan mengetahui atraksi, akses, fasilitas pendukung dan juga kelembagaan. Kendala pengembangan gamelan jegog yaitu, kendala fisik, kendala sumber daya manusia serta kendala-kendala lainnya yang dapat memberikan pengaruh terhadap pengembangan gamelan jegog. Partisipasi masyarakat Kelurahan Sangkaragung dan juga Pemerintah Kabupaten Jembrana dari tahap perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan telah dilakukan dengan baik guna pengembangan gamelan jegog. strategi pengembangan gamelan jegog dapat dilakukan dengan cara: Strategi SO

(strength – opportunities) yaitu dengan pengembangan potensi wisata di

Kabupaten Jembrana dan meningkatkan kerjasama dan pemanfaatan teknologi; Strategi WO (weaknessesopportunities) dengan cara penggalian dana dalam pengembangan gamelan jegog dan memaksimalkan peran serta Pemerintah Provinsi Bali dalam promosi gamelan jegog;Strategi ST (strengththreats) dapat dilakukan dengan alternatif strategi yaitu penetapan gamelan jegog sebagai warisan budaya Indonesia dan penetapan standarisasi pementasan; dan Strategi

WT (weaknessesthreats) harus ada branding terhadap kesenian gamelan jegog

serta melakukan pembenahan sumber daya alam dan sumber daya manusia.

(10)

ABSTRACT

Gamelan jegog is typical gamelan of Jembrana made of bamboo and it produces beautiful tones. Gamelan jegog is one form of art that has the potential to become a tourist attraction in Jembrana. Until today the development of Gamelan jegog is not maximum, hence it needs to study on the development strategy, as well as community participation and local governments in developing Gamelan jegog.

This study aimed to assess the potential and constraints gamelan jegog as a tourist attraction; know the government and public participation; and to formulate development strategies that can be applied gamelan jegog as a tourist attraction in Jembrana. ancillary service. gamelan jegog development constraints, among others, physical constraints, constraints Human Resources as well as other constraints that may impact the development of gamelan jegog. The Sangkaragung Village community participation and also the Government of Jembrana, from planning, organizing, directing, coordinating, and monitoring have been carried out for the development of gamelan Jegog. The gamelan jegog development strategy can be done by: The SO strategy (strength - opportunities) namely the development of tourism potential in Jembrana and improving cooperation and the use of technology; The WO strategy (weaknesses - opportunities) by way of fundraising in the development of gamelan jegog and maximizing the participation of the Provincial Government of Bali in the promotion of gamelan jegog; The ST strategy (strength -threats) can be done with alternative strategies, namely the establishment of gamelan jegog as Indonesia's cultural heritage and the establishment of standardization of performances; and The WT strategy (weaknesses - threats) i.e. there should be branding on the arts of gamelan jegog and to make improvements of natural resources and human resources.

Keywords: Development, Tourist Attractions, Gamelan Jegog

(11)

xi RINGKASAN

Pariwisata Indonesia memiliki berbagai jenis atraksi. Setiap daerah

memiliki atraksi tersendiri guna mendatangkan wisatawan. Keunikan dan

keindahan alam serta beragamnya budaya yang dimiliki merupakan potensi setiap

daerah di Indonesia. Hal ini pula yang dimiliki oleh Pulau Bali. Namun,

pariwisata belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat Bali dan dirasakan masih

belum merata.

Salah satu kabupaten yang belum mendapatkan dampat pariwisata adalah

Kabupaten Jembrana. Dengan potensi yang dimiliki baik berupa potensi alam

maupun budayanya, Kabupaten Jembrana kurang menarik minat wisatawan untuk

berkunjung. Dengan potensi utamanya berupa atraksi kesenian yaitu gamelan

jegog, Kabupaten Jembrana diharapkan mampu mendatangkan wisatawan dengan

melihat potensi gamelan jegog sehingga dapat untuk dikembangankan.

Gamelan jegog merupakan suatu kesenian yang menjadi ciri khas dari

Kabupaten Jembrana. dengan icon yang digunakan Kabupaten yaitu “Jembrana

Gumi Mekepung Tanah Jegog”. Gamelan jegog yang telah ada sejak tahun 1912

ini merupakan suatu alat yang digunakan untuk memanggil masyarakat untuk

dapat berkumpul untuk bergotong-royong. Seiring perubahan zaman, fungsi

gamelan jegog berubah menjadi suatu atraksi kesanian berupa, seni musik yang

dapat menjadi daya tarik tersediri bagi masyarakat.

Perkembangan gamelan jegog di Kabupaten Jembrana yaitu di Kelurahan

(12)

musik hiburan dimulai sejak tahun 1971. Digagas oleh seniman Jegog yang

bernama I Ketut Suwentra bersama kakaknya Nyoman Gayus yang memiliki

gagasan untuk membentuk suatu yayasan yang berbadan hukum dengan bidang

kebudayaan dan pariwisata. Yayasan ini bertujuan untuk mempromosikan

Gamelan Bali sehingga dapat dinikmati oleh wisatawan.

Pada tahun 1975 gamelan jegog Kelurahan Sangkaragung melakukan tour

luar negeri pertamanya, dengan Jepang sebagai negara tujuan. Selanjutnya pada

tahun 1985 gamelan jegog melakukan suatu kolaborasi dengan musik

internasional sehingga dapat menjadi media promosi bagi gamelan jegog. Namun,

pada perkembanganya gamelan jegog yang telah lama berkembang di luar negeri

tidak mampu mendatangkan jumlah wisatawan ke Kabupaten Jembrana. Untuk

mengatasi permasalahan ini, maka perlu di rumuskan suatu strategi

pengembangan, dengan terlebih dahulu mengetahui potensi dan kendala gamelan

jegog dilihat dari komponen 4A, partisipasi pemerintah dan juga masyarakat

terhadap pengembangannya dengan demikian akan dapat dirumuskan suatu

strategi pengembangan gamelan jegog.

Penelitian ini merupakan suatu penelitian kualitatif. Penelitian ini

berlokasi di Kelurahan Sangkaragung, Kabupaten Jembrana. Daerah ini dijadikan

sebagai lokasi penelitian karena Kelurahan sangkaragung merupakan kelurahan

yang paling berpotensi untuk mengembangkan gamelan jegog sebagai daya tarik

wisata dengan didukung oleh lokasi pementasannya. Metode pengumpulan data

(13)

xiii

mengetahui secara detail tentang gamelan jegog, selain itu juga menggunakan

metode observasi dan wawancara mendalam.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa potensi gamelan jegog dilihat dari

komponen 4A, gamelan jegog memiliki atraksi yang berupa, Jegog Mebarung

(pertarungan 2-3 perangkat gamelan jegog), dapat dilakukan suatu kolaborasi

dengan musik modern, dan gamelan jegog dapat menjadi suatu media pengobatan.

Akseibilitas sendiri, dapat ditempuh dengan menggunakan jalur darat yang

berjarak kurang lebih 100 km dari Bandara Ngurah Rai. Selain langsung menuju

tempat pementasan, Gamelan jegog Sangkaragung juga telah mengadakan

kerjasama dengan sebuah restoran sehingga wisatawan dapat mengakses

pertunjukan di lokasi yang lebih dekat. Terdapat fasilitas penunjang pariwisata di

Kelurahan Sangkaragung berupa tempat pementasan yang dapat menampung

hingga 50 wisatawan dan untuk mengakomodir wisatawan yang hendak

menginap, Kelurahan Sangkaragung telah menyediakan homestay yang berjumlah

10 buah. Kelembagaan yang terdapat di Kelurahan Sangkaragung merupakan

suatu lembaga yang berbentuk yayasan yang bernama Yayasan Suar Agung yang

bergerak dibidang kepariwisataan dan kebudayaan dengan I Ketut Suwentra

sebagai ketua yayasan. Kendala pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik

antara lain; kendala fisik, kendala sumber daya manusia dan kendala lainnya.

Partisipasi pemerintah dan juga masyarakat dalam pengembangan gamelan

jegog sebagai daya tarik wisata dimulai dari tahap perencanaan, tahap

pengorganisasian, tahap pengarahan, tahap pengkoordinasian, dan juga tahap

(14)

pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana

adalah Strategi SO (strength – opportunities) yaitu dengan pengembangan potensi

wisata di Kabupaten Jembrana dan meningkatkan kerjasama dan pemanfaatan

teknologi; Strategi WO (weaknessesopportunities) dengan cara penggalian dana

dalam pengembangan gamelan jegog dan memaksimalkan peran serta Pemerintah

Provinsi Bali dalam promosi gamelan jegog;Strategi ST (strengththreats) dapat

dilakukan dengan alternatif strategi yaitu penetapan gamelan jegog sebagai

warisan budaya Indonesia dan penetapan standarisasi pementasan; dan Strategi

WT (weaknessesthreats) harus ada branding terhadap kesenian gamelan jegog

serta melakukan pembenahan SDA dan SDM.

(15)

xv

(16)

2.2.4 Konsep Strategi ... 26

4.1 Sejarah Kelurahan Sangkaragung ... 48

4.2 Asal-usul Gamelan Jegog ... 49

4.3 Perkembangan Gamelan Jegog ... 53

4.4 Instrumen dan Teknik Instrumentasi ... 55

BAB V POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN GAMELAN JEGOG SEBAGAI DAYA TARIK WISATA ... 58

5.1 Potensi Gamelan Jegog sebagai Daya Tarik Wisata ... 58

5.1.1 Atraksi ... 59

5.1.2 Aksesibilitas ... 65

5.1.3 Fasilitas penunjang pariwisata ... 67

5.1.4 Kelembagaan ... 69

5.2 Kendala Pengembangan Gamelan Jegog ... 72

(17)

xvii

5.2.2 Kendala Sumber Daya Manusia ... 74

5.2.3 Kendala-kendala lainnya ... 75

BAB VI PERAN PEMERINTAH DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN GAMELAN JEGOG SEBAGAI DAYA TARIK WISATA ... 78

6.1 Peran Pemerintah Kabupaten Jembrana ... 78

6.2 Partisipasi Masyarakat Kelurahan Sangkaragung ... 83

BAB VII PENGEMBANGAN GAMELAN JEGOG SEBAGAI DAYA TARIK WISATA ... 89

7.1 Lingkungan Internal Gamelan Jegog ... 89

7.2 Lingkungan Eksternal Gamelan Jegog ... 92

7.3 Strategi Pengembangan Gamelan Jegog Sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Jembrana ... 97

7.4 Strategi Alternatif Pengembangan Gamelan Jegog Sebagai Daya Tarik Wisata di Kabupaten Jembrana ... 99

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN ... 104

8.1 Simpulan ... 104

8.2 Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 108

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Matrik Analisis SWOT ... 46

Bagan 5.1 : Struktur Organisasi Yayasan Suar Agung ... 70

(19)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Model Penelitian ... 37

Gambar 3.1 : Lokasi Penelitian ... 39

Gambar 5.1 : Poster Pertunjukan Kolaborasi ... 63

Gambar 5.2 : Tempat Pementasan Gamelan Jegog di Sanur ... 67

Gambar 5.3 :Tempat Pementasan Gamelan Jegog di Kelurahan Sangkaragung ... 71

Gambar 5.4 :Yayasan Suar Agung ... 70

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pedoman wawancara dengan tokoh masyarakat ... 109

Lampiran 2 : Pedoman wawancara dengan pemerintah

(Dinas Kebudayaan, Pariwisata Pendidikan dan Pemuda

Olahraga Kabupaten Jembrana) ... 111

Lampiran 3 : Daftar Informan ... 113

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pariwisata Indonesia memiliki berbagai jenis atraksi. Setiap daerah

memiliki atraksi tersendiri guna mendatangkan wisatawan. Keunikan dan

keindahan alam serta beragamnya budaya yang dimiliki merupakan potensi setiap

daerah di Indonesia. Hal ini pula yang dimiliki oleh Pulau Bali. Keindahan alam

dan keunikan budayanya memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin

berkunjung ke Pulau Bali.

Pulau Bali dalam perkembangannya telah menjadi Pulau Tujuan Wisata

Terbaik di Asia Pacific (Best Island Destination Asia-Pacific in Asia Pacific) pada

The Fifth Annual Destin Asian Readers’ Choice Awards, 8 Februari 2010.

Penghargaan yang didasarkan pada pilihan pembaca majalah Destin Asian ini,

merupakan penghargaan yang ke-3 untuk kategori yang sama, yaitu pada tahun

2007, 2009 dan 2010. Pada tahun 2006 dan 2008 Bali terpilih sebagai Best

LeisureDestin Asian dalam Disparda Bali (2012).

Terpilihnya Bali sebagai tujuan wisata terbaik berdampak pada kunjungan

wisatawan yang meningkat setiap tahun. Kecenderungan wisatawan yang

berkunjung hanya ke Bali bagian tengah dan selatan berdampak pada

pengembangan pariwisata yang tidak merata. Pengembangan pariwisata belum

menyentuh seluruh lapisan masyarakat Bali. Pembangunan pariwisata Bali bagian

(22)

2

bagian tengah dan selatan. Padahal, keindahan alam maupun budaya yang dimiliki

oleh Bali bagian timur, utara dan barat juga menarik untuk dikunjungi.

Pemerataan pengembangan daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana yang

kurang mendapat porsi kunjungan wisatawan perlu dilakukan. Selain daya tarik

alam perlu juga dikembangkan daya tarik budaya. Masih banyak potensi wisata

yang perlu dikembangkan, seperti atraksi-atraksi seni yang menarik wisatawan

untuk berkunjung ke Kabupaten Jembrana.

Kebudayaan mengandung beberapa unsur yang saling berkaitan satu sama

lain. Terdapat tujuh unsur kebudayaan yaitu: sistem religi, organisasi sosial,

sistem pengetahuan, bahasa, sistem mata pencaharian hidup, kesenian, sistem

peralatan hidup dan teknologi (Koentjaraningrat, 1969) dalam situs

ww.repository.usu.ac.id.

Kebudayaan Kabupaten Jembrana yang layak dikembangkan adalah unsur

yang ke enam yaitu kesenian. Kabupaten Jembrana memiliki kesenian gamelan

yang merupakan ciri khas dari Kabupaten Jembrana, dan lebih dikenal dengan

nama gamelan jegog. Dalam perkembangannya, gamelan jegog mengalami

berbagai perubahan bentuk, fungsi maupun perubahan makna. Seni gamelan jegog

pada awalnya digunakan untuk memanggil anggota masyarakat dalam melakukan

gotong-royong seperti: membuat atap rumah dari ijuk yang oleh masyarakat

setempat disebut nyucuk, membersihkan lingkungan desa, mempersiapkan suatu

acara peringatan, dan beberapa kegiatan lainnya. Gamelan jegog selanjutnya

berkembang menjadi pengiring tari pencak silat kemudian berkembang lagi

(23)

3

Kesenian gamelan jegog berkembang di Kabupaten Jembrana. Setiap

desa/kelurahan terdapat satu sekeha Jegog. Keberadaan gamelan jegog ini

didukung oleh lembaga-lembaga tradisional seperti desa adat, banjar, dan sekeha

(organisasi profesi).

Salah satu desa/kelurahan yang berkembang kesenian gamelan jegognya

adalah Kelurahan Sangkaragung dengan sekeha jegog bernama Suar Agung. Suar

Agung adalah salah satu dari 3 (tiga) sekeha jegog yang ada di Kelurahan

Sangkaragung. Sekeha jegog yang ada di Kelurahan Sangkaragung adalah jegog

Banjar Sangkaragung, jegog Banjar Samblong, dan jegog Suar Agung. Kesenian

jegog di Kelurahan Sangkaragung berkembang secara terus-menerus dari generasi

ke generasi, dan memiliki kekhasan terutama di bidang penyajiannya, yaitu

memasukkan unsur-unsur sendratari dan tari-tari lepas seperti pendet, makepung

dan tarian lainnya.

Suar Agung adalah yayasan yang bergerak dibidang pelayanan pariwisata.

Yayasan Suar Agung telah memperoleh ijin dari Pemerintah Daerah Tingkat I

Bali dan Pemerintah Daerah Tingkat II Jembrana dengan Akta Notaris No. 10

tanggal 4 September 1989. Meskipun yayasan yang berada di Kelurahan

Sangkaragung ini secara administrasi berdiri sejak tahun 1989, namun cikal bakal

sekeha jegog Suar Agung ini telah terbentuk sejak tanggal 24 April 1979.

Berdirinya sekeha ini dimulai dari keinginan masyarakat untuk meneruskan dan

menyalurkan kesenian. Kelompok ini terdiri dari para remaja yang

mempercayakan kepengurusan kepada I Ketut Suwentra yang menjadi ketua

(24)

4

Untuk mendukung kelompok ini, I Ketut Suwentra memasukkan juga

beberapa seniman handal, baik dari dalam maupun luar Kelurahan Sangkaragung.

I Ketut Suwentra juga mengambil pemain, penari, maupun penabuh dari berbagai

desa di Kabupaten Jembrana. Pemberian nama Suar Agung diyakini memiliki

prospek yang bagus di masa depan. Suar berarti sinar dan agung yang berarti

besar. Suar Agung diartikan sebagai sinar atau cahaya yang besar, sehingga

diharapkan dapat terus bersinar guna menampung segala bentuk kepentingan yang

bersifat sosial dan juga seni di Kabupaten Jembrana.

Sejak berdirinya, sekeha ini berkiprah dalam mengadakan pembinaan

maupun pertunjukan serta mengadakan festival-festival gamelan jegog antar

kecamatan. Dalam acara resmi yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten

Jembrana, gamelan jegog Suar Agung selalu ikut ambil bagian. Usaha yang telah

dilakukkan tidak sia-sia karena hasilnya cukup membanggakan. Bagi sekeha

Jegog Suar Agung keberhasilan itu dipandang belum cukup dan tidak berhenti

hanya sampai disana. Tekad yang kuat untuk mempertahankan keberadaan jegog

sebagai seni kebanggaan masyarakat Kabupaten Jembrana mendorong para

anggotanya untuk meningkatkan kreatifitasnya. Suar Agung selalu berusaha untuk

bisa menambah materi pertunjukan dengan menciptakan kreasi-kreasi tabuh

maupun tari untuk dapat ditampilkan pada acara-acara pementasannya.

Banyaknya karya yang diciptakan, memperlihatkan betapa kreatifnya para

anggota jegog Suar Agung. Di samping memikirkan kreativitas, faktor kualitas

juga tidak pernah diabaikan. Untuk meningkatkan kualitas sajian pertunjukan,

(25)

5

biasanya latihan dilakukan dengan lebih intensif. Sekehajegog Suar Agung selalu

berusaha menampilkan garapan baru hasil ciptaannya sendiri. Selain

mementaskan tabuh jegog, Jegog Suar Agung juga telah melakukan kolaborasi

dengan musik dalam maupun luar negeri pada tahun 1995. Hasil kolaborasinya

melahirkan karya yang telah tertuang dalam disc digital audio berjudul “Bali

Meets Africa and Java (Bamboo gamelan and Drums)”. Didalamnya terdapat

kurang lebih sepuluh garapan musik antara lain: Bamboo Trance, Bali Meets

Africa, Sunda Bali, Akuna Matata (No Problem), Sexy Durian, Song To The

Himbas Of Namibia, Kuta Cowboy-Jakarta Play Boy, Sweet Pain Of Sadness

(Indian Rhythm 7 Beats), Boring No Thanks dan Playing Music With The Birds

(koleksi pribadi I Ketut Suwentra).

Keterlibatan gamelan jegog dalam industri pariwisata juga tidak terlepas

dari usaha yang telah dirintis oleh Suar Agung, yang dengan semangat tinggi ikut

berjuang dalam mengangkat citra potensi kesenian Kabupaten Jembrana. Suar

Agung didirikan pada tahun 1971 oleh dua bersaudara yaitu I Ketut Suwentra, dan

Nyoman Jayus di Kelurahan Sangkaragung Kabupaten Jembrana dari barat Bali.

Yayasan Suar Agung, atau Suar Agung Foundation, bertujuan untuk

mempromosikan musik Bali dan pertunjukan tari. Sekeha Suar Agung adalah

sekeha jegog yang paling terkenal untuk musik jegog di Kabupaten Jembrana,

gamelan jegog merupakan sebuah gaya yang unik dari musik gamelan yang

dimainkan pada instrumen bambu yang berukuran besar. Musik jegog pertama

(26)

6

tahun 40-an oleh penguasa Belanda yang takut tabung bambu dapat digunakan

sebagai senjata pemberontakan.

Pasca kemerdekaan kebangkitan jegog memikat penonton di seluruh dunia

dengan musikalitas mempesona dan teknik gamelan sangat unik ini. Suar Agung

pertama kali mengunjungi Jepang pada tahun 1975 dan telah melakukan tour di

Jepang setiap tahun sejak tahun 1984. Pada tahun 1995 diadakan konser

kolaborasi antara Suar Agung dan Senegal Doudou Ndiaye Rose yang mengambil

lokasi di Tokyo-Jepang. Selain itu juga gamelan jegog telah mengadakan pentas

di berbagai Negara di Eropa seperti Perancis, Swiss, Jerman, termasuk juga ikut

dalam pembukaan piala dunia antara Brazil dan Prancis pada tahun 2008 (hasil

wawancara dengan I Ketut Suwentra).

Pada tahun 2006 I Ketut Suwentra selaku ketua dari sekeha gamelan jegog

Suar Agung diakui oleh Pemerintah Indonesia dengan penghargaan Kontribusi

Budaya. Pengembangan dan perencanaan gamelan jegog perlu dilakukan untuk

dapat dikelola dengan lebih baik, dengan melihat faktor internal dan faktor

eksternal yang mempengaruhinya. Pengembangan gamelan jegog bertujuan untuk

menjaga kelestarian budaya yang berkelanjutan, meminimalkan dampak negatif

pariwisata, serta manfaat dari pengembangan gamelan jegog di Kelurahan

(27)

7

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang diangkat

adalah sebagai berikut.

1. Apa potensi dan kendala gamelan jegog sebagai daya tarik wisata di

Kabupaten Jembrana?

2. Bagaimanakah peran pemerintah dan masyarakat dalam pengembangan

gamelan jegog sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana?

3. Bagaimanakah strategi pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik

wisata di Kabupaten Jembrana?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan

mendeskripsikan pengembangan gamelan jegog di Kelurahan Sangkaragung

Kabupaten Jembrana. Mengidentifikasi peran serta pemerintah dan partisipasi

masyarakat dalam pengembangan gamelan jegog, sehingga dapat dijadikan model

pengembangan di daerah lain dengan tetap memperhatikan potensi wilayah yang

dimiliki.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk menjelaskan potensi gamelan jegog sebagai daya tarik wisata dan

mengidentifikasi kendala pengembangannya di Kabupaten Jembrana.

2. Mengungkapkan bentuk peran pemerintah dan partisipasi masyarakat

dalam pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata di

(28)

8

3. Menjelaskan strategi pengembangan gamelan jegog di Kelurahan

Sangkaragung sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah

wawasan karyasiswa dan dapat dijadikan model dalam mengkaji

pengembangan potensi kesenian di daerah lainnya. Penelitian ini juga

diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian lanjutan yang

lebih mendalam. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan sebagai

masukan dari akademisi untuk memberikan kontribusi bagi

pengembangan gamelan jegog di Desa Sangkaragung di Kabupaten

Jembrana.

1.4.2 Manfaat praktis 1) Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran kepada pemerintah daerah sebagai fasilitator

dalam menunjang pengembangan gamelan jegog di Kelurahan

Sangkaragung. Melalui penelitian ini pula hubungan yang baik

antarpemangku kepentingan dan pengembangan dapat

berkelanjutan.

2) Bagi Industri Pariwisata

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu industri

(29)

9

keberadaan kesenian gamelan jegog di Kelurahan Sangkaragung.

Adanya promosi yang dilakukan pelaku industri pariwisata untuk

memperkenalkan gamelan jegog sehingga mampu meningkatkan

jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Jembrana.

3) Bagi masyarakat khususnya seniman jegog

Hasil peneltian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran

dan mendorong masyarakat tentang arti pentingnya pelestarian

berbagai potensi pariwisata yang dimiliki. Selain itu, agar

masyarakat mengetahui langkah-langkah pengembangan potensi

pariwisata desa yang dimiliki khususnya gamelan jegog.

pementasan gamelan jegog dapat meningkatkan taraf hidup melalui

pendapatan yang diperoleh akibat dari perkembangan gamelan

(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan salah satu rangkaian penelitian yang berguna

untuk mengetahui sejauh mana penelitian mengenai strategi pengembangan daya

tarik wisata telah dilakukan. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan 7 (tujuh)

penelitian sebelumnya yang relevan sebagai referensi penelitian ini yaitu, Budiarta

(2010), Antara (2011), Darsana (2011), Rero (2011), Annisa (2013), Tafaewasi

(2013), dan Wija Antara (2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Budiarta (2010) dengan judul “Strategi

Pengembangan Daya Tarik Wisata Budaya Di Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan,

Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng - Bali” Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa strategi pengembangan yang perlu dilakukan meliputi: 1) strategi

pengembangan produk wisata budaya, diimplementasikan melalui

program-program seperti mengembangkan dan menciptakan berbagai macam atraksi wisata

budaya dan melestarikan keaslian daya tarik wisata budaya yang ada; 2) strategi

peningkatan keamanan dan kenyamanan melalui program menjaga keamanan

daya tarik wisata budaya yang ada oleh masyarakat dan petugas dari kepolisian; 3)

strategi pengembangan prasarana dan sarana pokok maupun penunjang pariwisata.

Strategi ini diimplementasikan dengan program menyediakan dan memelihara

(31)

11

Desa Sawan menuju Desa Pegayaman, menyediakan fasilitas akomodasi,

menyediakan fasilitas rumah makan, dan membangun pasar seni; 4) strategi

promosi dilakukan dengan memperluas pangsa pasar ke Asia, Australia, Amerika

Serikat dan Afrika. Mendirikan tourist information services (TIS) di sekitar Pura

Beji. Bekerja sama dan melakukan promosi ke BPW agar daya tarik wisata

tersebut dimasukkan dalam program wisata (tour itinerary). 5) Strategi

pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia, dilakukan lewat program

memberikan pelatihan dan penyuluhan pariwisata kepada masyarakat.

Penelitian Budiarta adalah strategi pengembangan pariwisata budaya yang

dimiliki Desa Sangsit. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian Putu

Budiarta dilakukan pada objek wisata yang luas, dan berfokus pada keberagaman

potensi yang dimiliki berupa pura. Sementara itu, penelitian ini berlokasi pada

objek yang akan dikembangkan, membahas strategi ditinjau dari aspek 4A dari

pariwisata, dan mengetahui upaya pemerintah dalam pengembangan Gamelan

Jegog sebagai daya tarik wisata di Kelurahan Sangkaragung.

Antara (2011) mengangkat permasalahan penelitian yaitu: potensi-potensi

apakah yang mendukung Desa Pelaga untuk dikembangkan sebagai daya tarik

wisata?; bagaimana dukungan masyarakat Desa Pelaga terhadap rencana

pengembangan desa tersebut sebagai daya tarik wisata?; Bagaimanakah strategi

pengembangan pariwisata alternatif di Desa Pelaga?; dan data yang dipakai dalam

(32)

12

secara purposive. Data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif

dan analisis SWOT.

Hasil penelitian ini menunjukkan, DTW Desa Pelaga memiliki berbagai

potensi wisata yang layak untuk dikembangkan dan telah memenuhi empat (4)

komponen penting dalam industri pariwisata yang dikenal dengan istilah empat

4A, yaitu Attraction (atraksi wisata), Accessibility (akses untuk mencapai daerah

wisata), Amenity (fasilitas dan jasa wisata), dan Ancillary (kelembagaan dan

sumber daya manusia pendukung kepariwisataan). Masyarakat lokal sudah terlibat

langsung dalam penyediaan fasilitas penunjang kepariwisataan. Pengembangan

daerah tujuan wisata Desa Pelaga ke depan dapat dilakukan dengan

mengimplementasikan beberapa strategi SWOT seperti strategi SO, ST, WO, dan

strategi WT.

Keterkaitan penelitian ini dengan penelitian pengembangan Gamelan

Jegog adalah sama-sama meneliti strategi pengembangan wisata, dengan

memfokuskan penelitian pada kekuatan dan kelemahan yang terdapat dalam

komponen 4A serta peluang dan acamannya. Melalui penelitian ini dapat

dirumuskan suatu strategi yang tepat dalam upaya pengembangan daya tarik

wisata tersebut. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan Desa Pelaga, juga

diperhatikan dalam penelitian. Penelitian ini juga memperhatikan hal yang sama

yaitu, bagaimana keterlibatan masyarakat dan pemerintah dalam pengembangan

(33)

13

Penelitian Darsana (2011) tentang “Kepariwisataan Pulau Nusa Penida”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi daya tarik wisata, kondisi

lingkungan internal dan eksternal, serta merumuskan strategi dan program

pengembangan daya tarik wisata kawasan barat Pulau Nusa Penida. Metode

analisis yang digunakan adalah analisis matriks IFAS (Internal Factor Analysis

Summary) dan EFAS (External Factor Analysis Summary) serta analisis matriks

SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi wisata kawasan barat Pulau

Nusa Penida yang dapat dikembangkan adalah potensi keindahan alam seperti,

pantai dengan hamparan pasir putih dan pemandangan bawah laut, wisata religi

dan spritual, serta pembudidayaan rumput laut. Pengembangan daya tarik wisata

kawasan barat Pulau Nusa Penida berada pada posisi pertumbuhan.

Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal dan eksternal pariwisata

kawasan barat Pulau Nusa Penida menggunakan Strategi SO (Strength

Opportunity) adalah strategi pengembangan daya tarik wisata (melalui program

penataan kawasan pariwisata, inventarisasi daya tarik wisata, serta kenyamanan

dan keamanan berwisata), Strategi ST (Strength Threat) adalah strategi

pengembangan pariwisata berkelanjutan (melalui program peningkatan kualitas

lingkungan, kualitas kehidupan sosial budaya, peningkatan perekonomian

masyarakat). Strategi WO (Weakness Opportunity) adalah strategi pengembangan

promosi (melalui program promosi dan pengadaan tourist information center) dan

strategi WT (Weakness Weakness Threat) dengan strategi pengembangan sumber

(34)

14

Pengembangan sarana dan prasarana, penataan pariwisata, promosi di

kawasan barat Pulau Nusa Penida sangat diperlukan. Pemerintah dan masyarakat

bekerja sama menjaga keamanan, kebersihan, kelestarian alam, dan budaya.

Penelitian Darsana memiliki kesamaan dengan penelitian ini, yaitu menggunakan

metode SWOT dalam mengenalisis data. Menggali potensi daya tarik wisata

dengan metode SWOT akan didapatkan strategi yang tepat dalam pengembangan

daya tarik di Kabupaten Jembrana.

Penelitian Rero (2011) tentang pengembangan daya tarik wisata spiritual

di Kota Larantuka. Pengembangan wisata spiritual merupakan suatu peluang

untuk menambah khasanah daya tarik wisata di Kota Larantuka, demi

pengembangan kepariwisataan yang berkualitas dan berkelanjutan. Penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi Kota Larantuka, menganalisis

lingkungan internal dan eksternal, dan menentukan strategi pengembangan Kota

Larantuka sebagai daya tarik wisata spiritual.

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui metode observasi partisipatif,

penyebaran kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis dengan

menggunakan analisis deskriptif kualitatif, analisis IFAS, EFAS yang

menghasilkan strategi umum dan analisis SWOT menghasilkan strategi

alternative. Penelitian ini bersifat eksploratif, merumuskan program-program

berdasarkan kondisi internal dan kondisi eksternal dikombinasikan dengan teori

perencanaan, perubahan budaya, teori adaptasi, teori SWOT dan teori motivasi.

Hasil penelitian Rero (2011) menunjukan bahwa kekuatan Kota Larantuka

(35)

15

Kabupaten, kedekatan dengan pelabuhan, kualitas jalan yang baik, posisi objek

wisata yang sangat strategis, kualitas pelayanan dan aturan (Code of Conduct).

Kelemahan kota Larantuka meliputi kurangnya kebersihan dan kelestarian

lingkungan, kurang ketersediaan angkutan wisata, kurangnya sarana pariwisata,

kurang tersedianya lahan parkir, masih minimnya fasilitas toilet untuk umum,

kurang tertatanya keberadaan warung dan pedagang kaki lima, belum adanya

pengelola daya tarik, belum maksimalnya upaya promosi, belum tersedianya

Tourist Information Center (TIC). Berdasarkan matrik Internal Eksternal (IE)

diketahui bahwa posisi lingkungan internal dan eksternal kota Larantuka adalah

pada sel V. Hal ini berarti bahwa strategi yang harus diterapkan adalah

pertahankan dan pelihara (strategi tidak berubah). Berdasarkan analisis SWOT

diketahui bahwa empat strategi alternative yang relevan diterapkan adalah strategi

pengembangan produk, strategi pengembangan promosi, strategi pariwisata

berkelanjutan dan strategi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)

Kesamaan penelitian Rero dengan penelitian ini adalah teknik yang

digunakan adalah analisis SWOT. Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui

startegi yang cocok untuk dapat diterapkan di suatu destinasi yang dikembangkan.

Kekurangan penelitian Rero adalah komponen ekternal hal yang diteliti terlalu

jauh dari kegiatan yang terdapat di Flores, jadi kurang dirasakan secara langsung

dari kota Larantuka. Pembahasan yang jelas dengan penentuan sel dalam startegi

SWOT dapat menjadi pertimbangan strategi yang tepat, merupakan kekuatan

(36)

16

Annisa (2013) dalam tesis “Pelestarian Angklung Sebagai Warisan

Budaya Tak benda Dalam Pariwisata Berkelanjutan Di Saung Angklung Udjo,

Bandung”. Secara umum penelitian bertujuan untuk memahami upaya pelestarian

angklung yang dilakukan oleh objek wisata Saung Angklung Udjo. Secara khusus

tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui implementasi pariwisata

berkelanjutan terhadap Saung Angklung Udjo; (2) untuk mengetahui

implementasi perhitungan daya dukung fisik di Saung Angklung Udjo; (3) untuk

mengetahui upaya pelestarian angklung sebagai warisan budaya tak benda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Saung Angklung Udjo

menerapkan langkah-langkah konstruktif untuk instalasi baru dan sarana fasilitas

pemantauan dalam pelayanan untuk melestarikan dan mempromosikan tempat

wisata. Dengan menghubungkan pelestarian warisan budaya, peningkatan dan

optimalisasi infrastruktur yang ada dilakukan oleh aktor profesional lokal; (2)

untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang dan meningkatkan

kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan alam, masyarakat

dan ekonomi, untuk menaikan kesejahteraan generasi masa depan; (3) identitas

budaya sebagai pusaka budaya yang dapat dikembangkan menjadi modal ekonomi

dan sebagai aset agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam

pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga nilai-nilai

budaya dan kearifan lokal sebagai ciri khasnya.

Keterkaitan penelitian Annisa dengan penelitian ini adalah sama-sama

membahas tentang benda budaya sebagai objek penelitian, dengan lebih

(37)

17

mendalam tentang daya dukung di Saung Angklung Ujo memberikan hasil

rencana ke depan yang tepat untuk diterapkan di Saung Angklung Ujo sehingga

menjadi pariwisata yang berkelanjutan. Penelitian ini belum menjelaskan apa

yang menjadi kendala dalam pelestarian angklung sebagai warisan budaya, dan

cara untuk mengantisipasi hal tersebut. Sementara itu, dalam penelitian tentang

gamelan jegog ini lebih menekankan bagaimana potensi yang dimiliki jegog untuk

dikembangkan, strategi yang tepat yang dapat digunakan untuk mengembangkan

gamelan jegog sebagai daya tarik wisata, upaya pemerintah Kabupaten Jembrana

dalam pengembangan gamelan jegog.

Penelitian Tafaewasi (2013) mengenai “Pertunjukan Hombo Batu Sebagai

Daya Tarik Wisata Di Desa Bawömataluo, Kecamatan Fanayama.” Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran bentuk,

fungsi, dan makna hombo batu serta proses terjadinya komodifikasi terhadap

hombo batu. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kondisi

komponen-komponen pariwisata yang terkait dengan komodifikasi hombo batu di

Desa Bawömataluo dan dampaknya terhadap kehidupan sosial ekonomi dan sosial

budaya pada masyarakat setempat.

Hasil penelitian ini adalah pergeseran bentuk hombo batu dari bambu

runcing, beralih ke tanah liat, dan disempurnakan menjadi batu bersusun yang

berbentuk piramid dengan ketinggian sekitar 2,5 meter. Fungsi hombo batu juga

mengalami pergeseran. Awalnya sebagai sarana uji ketangkasan atau kemampuan

dalam mempersiapkan diri menjadi prajurit di medan perang, bergeser menjadi

(38)

18

atraksi hombo batu lebih banyak ditampilkan ketika ada permintaan dari

wisatawan yang berkunjung ke Desa Bawömataluo.

Daya tarik wisata di Desa Bawömataluo belum disertai oleh

komponen-komponen pendukung pariwisata lainnya. Selain atraksi hombo batu yang menjadi

ikon pariwisata di Nias Selatan, omo sebua yang menjadi salah satu daya tarik di

Desa Bawömataluo ini, keadaan fisik bangunan justru semakin menuju ke ambang

musnah. Apabila tidak dilakukan perawatan dan perbaikan segera, sangat terbuka

kemungkinan bahwa omo ni folasara ini akan menjadi tinggal kenangan saja.

Aksesibilitas juga kurang diperhatikan. Beberapa ruas jalan menuju Desa

Bawömataluo rusak dan terdapat beberapa lubang yang sangat membahayakan

pengguna jalan. Fasilitas lain seperti ammenities masih sangat minim bahkan

belum terdapat akomodasi, rumah makan atau restoran maupun fasilitas

penunjang lainnya di desa wisata ini.

Keterkaitan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti suatu

pertunjukan kesenian daerah yang dapat dijual kepada wisatawan. Tafaewasi

menekankan adanya pergeseran budaya dari pertunjukan Hombo Batu, dari uji

ketangkasan menjadi suatu pertunjukan yang menarik kunjungan wisatawan.

Penelitian ini membahas tentang komponen-komponen yang harus diperbaiki

dalam pengembangan daya tarik Hombo Batu.

Penelitian Wija Antara, dkk (2014) mengenai Pengembangan Gamelan

Jegog Berbasis Android. Penelitian ini bertujuan untuk mengenalkan Gamelan

Jegog ke khalayak ramai sehingga informasi tentang keberadaan serta penggunaan

(39)

19

pada umumnya. Aplikasi gamelan jegog berbasis android membantu masyarakat

yang merasa sulit untuk belajar jegog untuk lebih mudah mempelajarainya dalam

suatu aplikasi di telepon genggam. Dengan demikian maka promosi gamelan

jegog dapat dilakukan jauh lebih baik dibandingkan membeli satu set jegog untuk

dipelajari.

Keterkaitan dengan penelitian ini adalah pengembangan yang dilakukan.

Perbedaannya adalah media yang digunakan. Penelitian ini dilakukan melalui

media dan teknologi sedangkan penulis melakukan penelitian mendalam dengan

melibatkan informan-informan yang mampu memberikan keterangan tentang

gamelan jegog.

2.2 Konsep

Agar tidak terjadi kesalahan tafsir dalam penelitian ini, akan dijelaskan

pengertian judul dan beberapa istilah yang bersifat operasional. Konsep digunakan

untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu

yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Sumber bacaan yang relevan

diperlukan, agar nilai keilmuan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan

(credible) serta dapat diterima dan pantas (acceptable) sebagai karya ilmiah.

Beberapa sumber kepustakaan yang relevan adalah daya tarik wisata, destinasi

pariwisata, komponen destinasi pariwisata, dan strategi.

2.2.1 Daya Tarik Wisata

Undang-Undang No 10 Tahun 2009 menjelaskan bahwa daya tarik wisata

(40)

20

keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi

sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

Daya tarik wisata merupakan suatu tempat yang menarik yang menjadi

tempat kunjungan wisatawan. Tempat tersebut mempunyai sumber daya, baik

alamiah maupun buatan manusia, seperti keindahan alam, pegunungan, pantai

flora dan fauna, bangunan kuno bersejarah, monumen-monumen, candi-candi,

tarian, atraksi, dan kebudayaan khas lainnya. Menurut Yoeti (2006:55-56) daya

tarik wisata dapat dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut.

1. Daya tarik wisata alam, yang meliputi pemandangan alam, laut, pantai,

dan pemantangan alam lainnya.

2. Daya tarik wisata dalam bentuk bangunan, yang meliputi arsitektur

bersejarah dan modern, peninggalan arkeologi, lapangan golf, toko dan

tempat-tempat perbelanjaan lainnya.

3. Daya tarik wisata budaya, yang meliputi sejarah, foklor, agama, seni,

teater, hiburan, dan museum.

4. Daya tarik wisata sosial, yang meliputi cara hidup masyarakat setempat,

bahasa, kegiatan sosial masyarakat, fasilitas, dan pelayanan masyarakat.

Daya tarik wisata alam yaitu daya tarik wisata berupa keanekaragaman

dan keunikan lingkungan alam yang meliputi: 1) lingkungan perairan laut berupa

bentang darat pantai, bentang laut, kolam air, dan dasar laut, 2) lingkungan

perairan darat; dan 3) lingkungan hutan pegunungan dengan flora dan fauna yang

terdapat di dalamnya. Daya tarik wisata alam yaitu, gua, pantai, danau, gunung,

(41)

21

sebagainya. Daya tarik wisata budaya adalah hasil olah cipta, rasa, dan karsa

manusia sebagai makhluk budaya. Daya tarik wisata budaya meliputi peninggalan

sejarah berupa bangunan atau artefak yang memiliki nilai sejarah dan keunikan

tertentu, maupun daya tarik wisata budaya etnik dan tradisi masyarakat, yang

merupakan aktivitas, adat dan tradisi khas yang tumbuh dan berkembang di dalam

suatu entitas masyarakat. Daya tarik wisata budaya antara lain, situs purbakala,

candi, perkampungan tradisional yang memiliki adat dan tradisi budaya

masyarakat yang khas. Daya tarik wisata buatan manusia adalah daya tarik wisata

khusus yang merupakan kreasi artificial dan kegiatan-kegiatan manusia lainnya di

luar ranah wisata alam dan budaya. Daya tarik wisata buatan antara lain taman

hiburan dan rekreasi, kawasan pariwisata/resort terpadu, spa dan wellness centre,

dan pemandian air panas.

Daya tarik wisata juga memiliki beberapa komponen. Menurut Damanik

dan Weber (2006:13), daya tarik wisata yang baik sangat terkait dengan empat hal

yakni, memiliki keunikan, orisinalitas, otentisitas, dan keragaman. Keunikan

diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat pada suatu

daya tarik wisata. Orisinalitas mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni

seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi atau tidak mengadopsi nilai yang

berbeda dengan nilai aslinya. Otentisitas mengacu pada keaslian. Bedanya dengan

orisinalitas adalah otentisitas lebih sering dikaitkan dengan tingkat keantikan atau

eksotisme budaya sebagai daya tarik wisata. Otentisitas merupakan kategori nilai

(42)

22

2.2.2 Destinasi Pariwisata

Undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan menyatakan

bahwa destinasi pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata kawasan

geografis berada dalam satu atau lebih wilayah administrative. Di dalamnya

terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta

masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

Suwena dalam bukunya yang berjudul Pengetahuan Dasar Pariwisata

mendefinisikan destinasi pariwisata merupakan tempat dimana segala kegiatan

pariwisata bisa dilakukan, dengan tersedianya segala fasilitas dan atraksi wisata

untuk wisatawan. Dalam mendukung keberadaan daerah tujuan wisata, perlu ada

unsur pokok yang harus mendapat perhatian, agar wisatawan bisa tenang, aman,

dan nyaman pada saat berkunjung. Unsur pokok penting dalam meningkatkan

pelayanan bagi wisatawan sehingga wisatawan bisa lebih lama tinggal di daerah

yang dikunjungi. Adapaun unsur pokok tersebut antara lain daya tarik wisata,

prasarana wisata, sarana wisata, tata laksana/infrastruktur, dan masyarakat/

lingkungan.

Suatu destinasi pariwisata hendaknya memenuhi beberapa syarat, yaitu (a)

ketersediaan sesuatu yang dapat dilihat (something to see); (b) sesuatu yang dapat

dilakukan (something to do); dan (c) sesuatu yang dapat dibeli (something to buy)

(Suwena, 2010:85). Perkembangan spektrum pariwisata yang makin luas,

menyebabkan syarat tersebut perlu ditambah, yaitu: (d) sesuatu yang dinikmati,

(43)

23

berkesan, sehingga mampu menahan wisatawan dalam waktu yang lebih lama

atau merangsang kunjungan ulang.

2.2.3 Komponen Destinasi Pariwisata

Wisatawan yang melakukan perjalanan ke destinasi pariwisata

memerlukan berbagai kebutuhan dan pelayanan mulai dari keberangkatan sampai

kembali lagi ke tempat tinggalnya. Aktivitas pariwisata sangat terkait dengan

kehidupan kita sehari-hari. Wisatawan membutuhkan makan dan minum, tempat

menginap, serta alat transportasi yang membawanya pergi dari suatu tempat ke

tempat lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan dan pelayanan tersebut, daerah

tujuan wisata harus didukung oleh empat komponen utama atau yang dikenal

dengan istilah “4A” sebagai berikut.

1. Atraksi (attraction)

Ada banyak alasan mengapa orang berwisata ke suatu daerah.

Beberapa yang paling umum adalah untuk melihat keseharian penduduk

setempat, menikmati keindahan alam, menyaksikan budaya yang unik,

atau mempelajari sejarah daerah tersebut.

Suatu daerah atau tempat hanya dapat menjadi tujuan wisata kalau

menjadi atraksi wisata. Apa yang dapat dikembangkan menjadi atraksi

wisata itulah yang disebut modal atau sumber kepariwisataan (tourism

resources). Ada tiga modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan

itu ada tiga, yaitu: 1) Natural Resources (alami) seperti: iklim, gunung,

danau, pantai, hutan, dan bukit; 2) atraksi wisata budaya seperti: arsitektur

(44)

24

ritual atau upacara budaya, festival budaya, kegiatan dan kehidupan

masyarakat sehari-hari, keramahtamahan, makanan; dan 3) atraksi wisata

buatan seperti: acara olahraga, berbelanja, pameran, konferensi, dan

festival musik.

2. Fasilitas (amenities)

Secara umum pengertian fasilitas adalah segala macam prasarana

dan sarana yang diperlukan oleh wisatawan selama berada di daerah tujuan

wisata. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah:

a) usaha penginapan (accommodation) seperti: hotel, losmen, guest

house, homestay, dan vila;

b) usaha makanan dan minuman seperti: restoran, warung, bar dan café;

c) transportasi dan infrastruktur.

3. Aksesibilitas (access)

Aksesibilitas berhubungan dengan mudah atau sulitnya wisatawan

menjangkau daerah tujuan wisata yang diinginkannya. Akses berkaitan

dengan infrastruktur transportasi seperti lapangan udara, terminal bus,

kereta api, jalan tol, rel kereta api, termasuk di dalamnya teknologi

transportasi yang mampu menghemat waktu dan biaya untuk menjangkau

daerah tujuan wisata. Di sisi lain akses, diidentikkan dengan

transferabilitas yaitu kemudahan untuk bergerak dari daerah yang satu ke

daerah yang lain. Tanpa adanya kemudahan transferabilitas tidak akan ada

(45)

25

4. Pelayanan tambahan (ancillaryservice)

Pelayanan tambahan (ancillary service) disebut juga pelengkap

yang harus disediakan oleh pemerintah di daerah tujuan wisata, baik untuk

wisatawan maupun untuk pelaku pariwisata. Pelayanan tambahan yang

disediakan adalah pemasaran, pembangunan fisik (jalan raya, rel kereta,

air minum, listrik, dan telepon), serta mengkoordinir segala macam

aktivitas dengan peraturan perundang-undangan, baik di daerah tujuan

wisata maupun di jalan raya.

Keempat komponen tersebut, merupakan daya tawar untuk menarik minat

wisatawan melakukan suatu kunjungan ke suatu daerah tujuan wisata (Suwena,

2010:85)

Selain ke empat komponen dari destinasi pariwisata terdapat juga satu

prinsip dari komponen pariwisata yaitu CBT (Comunitty Based Tourism).

Menurut Garrod (2001:4), terdapat dua pendekatan berkaitan dengan penerapan

prinsip-prinsip perencanaan dalam konteks pariwisata. Pendekatan pertama yang

cenderung dikaitkan dengan sistem perencanaan formal, sangat menekankan pada

keuntungan potensial dari ekowisata. Pendekatan kedua, cenderung dikaitkan

dengan istilah perencanaan partisipatif yang lebih concern dengan ketentuan dan

pengaturan yang lebih seimbang antara pembangunanan dan perencanaan

terkendali. Pendekatan ini lebih menekankan pada kepekaan terhadap lingkungan

alam dan dampak pembangunan ekowisata.

Salah satu bentuk perencanaan yang partisipatif dalam pembangunan

(46)

26

pendekatan pembangunan. Definisi CBT yaitu: 1) bentuk pariwisata yang

memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat

dalam manajemen dan pembangunan pariwisata, 2) masyarakat yang tidak terlibat

langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga mendapat keuntungan, 3) menuntut

pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dan distribusi keuntungan kepada

komunitas yang kurang beruntung di pedesaan. Suansri (2003:14) dalam jurnal

Nurhidayati (2007) mendefinisikan CBT sebagai pariwisata yang

memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial, dan budaya. CBT

merupakan alat pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan, Atau alat

untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.

Berdasarkan konsep tersebut, dapat ditemukan benang merah konsep suatu

daya tarik wisata yang memiliki potensi. Potensi tersebut dapat di lihat dari

komponen destinasi pariwisata.

2.2.4 Konsep Strategi

Rangkuti (2001:3-4) telah menghimpun beberapa pengertian strategi, di

antaranya sebagai berikut.

1. Chandler (1962) menyatakan strategi merupakan alat untuk mencapai

tujuan perusahaan atau instansi dalam kaitannya dengan tujuan jangka

panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya.

2. Learned, Christensen, Andrews, dan Guth (1965) mengatakan bahwa

strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing. Salah

satu fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada

(47)

27

3. Hamel dan Prahalad (1995) menyatakan strategi adalah tindakan yang

bersifat incremental (bersifat meningkat), terus-menerus, dan dilakukan

berdasarkan sudat pandang, tentang apa yang diharapkan oleh para

pelanggan di masa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir

selalu dimulai dari ‘apa yang dapat terjadi’, bukan dimulai dari ‘apa yang

terjadi’.

2.3 Landasan Teori

Dalam menganalisis pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik

wisata di Kelurahan Sangkaragung Kabupaten Jembrana terdapat beberapa teori

yang digunakan sebagai landasan dalam penentuan strategi pengembangan yang

sesuai. Berikut ini akan dikemukakan teori-teori yang memiliki relevansi dalam

penelitian ini.

2.3.1 Teori Partisipasi

Keberhasilan pengembangan sebuah daya tarik wisata sangat tergantung

dari berbagai faktor. Salah satunya adalah adanya dukungan atau partisipasi

masyarakat lokal dimana daya tarik wisata tersebut dikembangkan. Keterlibatan

masyarakat lokal dalam konteks ini mengandung pengertian bahwa

pengembangan sebuah daya tarik wisata dari, oleh, dan untuk masyarakat.

Partisipasi sebagai proses aktif mengandung arti orang atau kelompok

yang terkait, mengambil inisiatif, dan menggunakan kebebasannya untuk

melakukan suatu hal. Mardikanto (2003:237) menyatakan bahwa partisipasi

merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan

(48)

28

Pitana (2002:56) mendefinisikan partisipasi tidak hanya kontribusi tenaga,

waktu, dan materi Lokal secara cuma-cuma, untuk mendukung berbagai program

dan proyek pembangunan, melainkan keterlibatan secara aktif dalam setiap

proses. Peran aktif yang dimaksudkan mulai dari perencanaan, penentuan

rancangan, pelaksanaan sampai dengan pengawasan, dan penikmatan hasil bagi

masyarakat lokal sebagai pelaku pariwisata. Partisipasi dari masyarakat lokal

digambarkan sebagai peluang masyarakat untuk berpartisipasi secara efektif

dalam kegiatan pembangunan. Hal ini berarti memberi wewenang pada

masyarakat untuk memobilisasi kemampuan, mengelola sumber daya, membuat

keputusan, dan melakukan kontrol terhadap kegiatan yang mempengaruhi

hidupnya.

Pendekatan partisipatif adalah semua metode yang dapat mendorong

seseorang atau sekelompok orang untuk aktif dan berkontribusi dengan adil

terhadap kemampuan dalam pengembangan masyarakat. Pendekatan ini

melibatkan masyarakat dalam proses pengembangan dirinya, agar masyarakat

lebih memahami apa yang harus dilakukan dan kemampuan apa yang dimiliki.

Partisipasi masyarakat lokal mutlak diperlukan dalam rangka menentukan

arah pengembangan sebuah daerah tujuan wisata, membantu memberdayakan

sumber daya masyarakat, dengan memberikan pekerjaan atau lapangan kerja, dan

sebagai lembaga kontrol terhadap eksploitasi sumber daya alam dan budaya

masyarakat lokal secara berlebihan.

Menurut Apsari (2005), konsep partisipasi dalam pengelolaan

(49)

29

Pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan untuk pariwisata harus dapat

memberikan keuntungan kepada masyarakat setempat dalam bentuk: 1).

peningkatan kesempatan kerja; 2). diversifikasi kegiatan ekonomi masyarakat

setempat; 3). meningkatkan pasar untuk produk-produk mereka; dan 4).

memperbaiki infrastruktur.

Pretty’s Typology of Participation Scheyvens (dalam Kusuma Dewi

2012:25) secara umum mengemukakan tentang dua jenis partisipasi antara lain

sebagai berikut.

1). Partisipasi Pasif (passive participation). Masayarakat dilibatkan dalam

tindakan yang telah dipikirkan, dirancang, dan dikontrol oleh orang lain atau

pihak lain. Apabila dikaitkan dengan masyarakat dalam aspek pariwisata,

partisipasi ini ditandai dengan minimnya keterlibatan masyarakat dalam

proses kegiatan pariwisata di daerah pembangunan pariwisata, serta

kurangnya kontrol masyarakat atas perkembangan pariwiwisata di daerah

tersebut. Keterlibatan masyarakat terbatas hanya sebagai pelaku kegiatan

pariwisata, bukan sebagai perancang dan pengawas atau pengontrol.

2). Partisipasi aktif (active participation) yaitu proses pembentukan kekuatan

untuk keluar dari pemasalahan yang dihadapi dengan melakukan suatu

perencanaan, pengelolaan, sampai pada tahap pengawasan. Dalam aspek

pariwisata, ditunjukkan dengan mudahnya masyarakat lokal mendapat

informasi tentang pembangunan pariwisata di daerahnya, dilibatkan dalam

perencanaan dan pengelolaan pembangunan pariwisata, dengan

(50)

30

Teori partisipasi digunakan untuk membedah rumusan masalah nomor

dua, mengenai partisipasi stakeholders dalam pengembangan gamelan jegog

sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana.

Melalui teori partisipasi, penelitian ini dapat menjelaskan peran

Pemerintah Kabupaten Jembrana dan partisipasi masyarakat Kelurahan

Sangkaragung. Fungsi manajemen yang telah dilakukan, mulai dari tahap

perencanaan sampai dengan tahap pengevaluasian. Oleh karena itu penelitian ini

dapat menemukan jenis peran pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam

pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata.

2.3.2 Teori Perencanaan

Perencanaan merupakan pengorganisasian masa depan untuk mencapai

tujuan tertentu (Inskeep, 1991). Menurut Sujarto (1986) dalam Paturusi, definisi

perencanaan adalah suatu usaha untuk memikirkan masa depan (cita-cita) secara

rasional dan sistematik dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada secara

efektif dan efesien.

Menurut Paturusi (2008), suatu perencanaan memiliki syarat-syarat

sebagai berikut. Logis yaitu bisa dimengerti dan sesuai dengan kenyataan yang

berlaku, Luwes yaitu dapat mengikuti perkembangan. Obyektif yaitu didasarkan

pada tujuan dan sasaran yang dilandasi pertimbangan yang sistematis dan ilmiah.

Perencanaan pariwisata merupakan suatu proses pembuatan keputusan

yang berkaitan dengan masa depan suatu daerah tujuan wisata atau atraksi wisata.

Suatu proses yang dinamis dalam penentuan tujuan, yang secara sistematis

Gambar

Gambar 2.1.

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah Kabupaten Jembrana melalui Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2006, dimana BUMDes dibentuk oleh Pemerintah Desa melalui musyawarah masyarakat desa dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menilai strategi pengembangan objek wisata Benteng Portugis yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menilai strategi pengembangan objek wisata Benteng Portugis yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Ucapan yang sama ditujukan kepada Bapak Bupati Jembrana, Pemerintah Kabupaten Jembrana dan Kepala Kantor LHKP, Kabupaten Jembrana yang telah memberikan ijin, kesempatan dan

Tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kelurahan Borongrappoa Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba pada tahap Perencanaan Rata-rata 2,31

Selain potensi alam yang dimiliki, potensi wisata buatan manusia yang berupa ide-ide kreatif dari masyarakat dan pihak pengelola juga sebagai daya tarik dari objek

Berdasarkan hasil indepth interview, observasi dan diskusi dengan pemerintah desa, kelompok masyarakat dan kelompok pengelola desa wisata pokdarwis yang mengkaji pengembangan potensi

Aspek manajemen meliputi perencanaan dalam penyediaan indukan, ketersediaan tenaga kerja, kelancaran proses produksi sampai proses pemasaran., pengorganisasian, pengarahan, dan