• Tidak ada hasil yang ditemukan

KADAR ASETON RONGGA MULUT DAN STATUS SALIVA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KADAR ASETON RONGGA MULUT DAN STATUS SALIVA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

DIABETES MELITUS TIPE 2

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Almida Purnama Nasution 140600072

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

Tahun 2018

Almida Purnama Nst

KADAR ASETON RONGGA MULUT DAN STATUS SALIVA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 (IN VITRO)

x + 50 Halaman

Diabetes melitus adalah penyakit metabolik kronis yang ditandai oleh hiperglikemia karena berkurangnya produksi insulin dan merupakan penyakit sistemik yang berhubungan dengan manifestasi oral. Pengurangan laju aliran saliva adalah salah satu komplikasi rongga mulut pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang dapat menyebabkan mulut kering dan penurunan pH rongga mulut. Aseton merupakan sebagian besar senyawa yang berlimpah pada pernafasan, konsentrasi aseton meningkat pada pasien diabetes melitus. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis laju alir, pH, dan buffer saliva, dan untuk menganalisis hubungan kadar gula darah dengan kadar aseton, laju alir, pH, dan buffer saliva. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional dengan jumlah sampel penelitian adalah 31 orang.

Pengambilan sampel saliva dan kadar aseton pada pasien diabetes melitus tipe 2 di klinik Aviati Medan. Laju aliran saliva diperoleh dengan mengukur saliva yang dikumpulkan selama 5 menit dalam pot saliva, sedangkan untuk mengukur pH dan buffer saliva menggunakan GC Saliva Check Buffer, dan mengukur kadar aseton digunakan alat Diasen. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata laju aliran saliva normal dengan nilai 1,5 ml/menit, dan pH normal dengan nilai 7,2 sedangkan rata- rata buffer saliva rendah dengan nilai 8,2, dan rata-rata kadar aseton pada penelitian ini normal dengan nilai 377,38mV. Uji korelasi pearson menunjukkan nilai korelasi

(3)

diartikan bahwa kecenderungan kadar gula darah puasa meningkat akan menyebabkan laju aliran, pH, buffer saliva dan kadar aseton meningkat. Kesimpulan dari penelitian ini status saliva yang normal akan memberikan kadar aseton normal.

Key Word : salivary flow rate, pH salivary, salivary buffer capacity, aceton level

(4)
(5)

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi pada tanggal 29 Agustus 2018

TIM PENGUJI

KETUA : Yumi Lindawati, drg., MDSc NIP : 198103292009122004

ANGGOTA : 1. Dr. Ameta Primasari, drg., M.DSc, M. Kes NIP : 196803111992032001

2. Yendriwati, drg., M. Kes NIP : 196306131990032002

(6)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dengan kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Yumi Lindawati, drg., M.DSc selaku pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orangtua tersayang H.Alfan Ade Nasution, SE dan Hj. Ummidah Siregar serta saudara penulis Ahmad Fadil Nst, A.Md, Laili Purnama Nst A.Md. Keb, Aldi Dwi Rizki Nst A.Md, Alfina Tri Ariani Nst, Almustopa Rizki Nst dan Alqodri Rizki Nst yang telah memberikan kasih sayang, doa, semangat, dukungan, dan bantuan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini.

Selama proses pembuatan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc, M.Kes selaku Ketua Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Minasari, drg., MM. selaku sekretaris Departemen Biologi Oral,Yendriwati, drg., M.Kes, Rehulina Ginting, drg., M.Si, dan Lisna Unita, drg., M.Kes selaku staf pengajar Departemen Biologi Oral serta Ibu Ngaisah dan Kak Dani Irma Suryani selaku staf pegawai Departemen Biologi Oral yang telah memberi saran, masukan, dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

(7)

pendidikan akademis.

5. Terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Biologi Oral yaitu Muthia Savira, Robby, Syakinah, Arbi, Admen, Afifah, Ester, Fatin, Ridho, Mahfira, Hanif, Rebecca, Christine, dan Qistina atas dukungan dan bantuannya selama pengerjaan skripsi.

6. Sahabat-sahabat penulis yaitu Rainbow, Classicteen, Intan Baizuri, Lily Suryani, khairiyani Asri dan Ahmad Fadlan Srg yang telah membantu, memberikan doa dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik di kemudian hari. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi USU, pengembangan ilmu kedokteran gigi, dan masyarakat.

Medan, 16 Agustus 2018 Penulis

Almida Purnama Nst NIM. 140600072

(8)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB 1PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 3

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 3

1.5.2 Manfaat Praktis ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Diabetes Melitus ... 5

2.1.1 Klasifikasi Diabetes Melitus ... 6

2.1.2 Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2... ... 7

2.1.3 Patofisiologis Diabetes Melitus tipe 2 ... 8

2.1.4 Diagnosa ... 9

2.1.5 Patogenesis Diabetes Melitus Pada Rongga Mulut ... 9

2.2 Gas Aseton . ... 10

2.3 Saliva ... . ... 14

(9)

2.3.4 pH saliva ... 17

2.3.5 Buffer saliva ... 17

2.4 Landasa teori ... . ... 17

2.5 Kerangka Teori ... . ... 19

2.6 Kerangka Konsep ... . ... 20

BAB 3 METODE PENELITIAN... 21

3.1 Jenis Penelitian ... 21

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 21

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 21

3.2.2 Waktu Penelitian ... 21

3.3 Populasi dan Penelitian ... 21

3.3.1 Populasi ... 21

3.3.2 Sampel ... 21

3.3.3 Besar Sampel ... 22

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 22

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 22

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 23

3.5 Variabel Penelitian ... 23

3.5.1 Variabel Bebas ... 23

3.5.2 Variabel Tergantung ... 23

3.5.3 Variabel Terkendali ... 24

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali... 24

3.6 Definisi Operasional ... 24

3.7 Alat dan Bahan Penelitian ... 25

3.7.1 Alat Penelitian ... 25

3.7.2 Bahan Penelitian ... 26

3.8 Prosedur Penelitian ... 27

3.8.1 Pengumpulan Data Demografi ... 27

3.8.2 Penandatanganan informed consent ... 27

3.8.3 Pengukuran saliva ... 27

3.8.4 Pengukuran kadar aseton. ... 28

3.8.5 Pencatatan Hasil Pemeriksaan. ... 29

3.8.6 Pengelolahan Dan Analisis Data. ... 29

3.9 Etika Penelitian ... 29

(10)

4.3 Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Saliva ... 32

4.4 Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Kadar Aseton ... 33

BAB 5 PEMBAHASAN ... 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN

(11)

Gambar Halaman

1. Delapan organ berperan dalam patogenesis diabetes melitus tipe 2 ... 7

2. Patofisiologis diabetes melitus tipe 2 ... 8

3. Skema metabolisme pembentukan energi pada tubuh manusia ... 11

4. Generasi aseton pada hati melalui decarboxylation asetoasetat. ... 13

5. Grafik hubungan konsentrasi aseton dengan saliva. ... 13

6. Gambar kelenjar saliva mayor. ... 14

7. Alat dan bahan penelitian. ... 26

(12)

1. Klasifikasi diabetes melitus menurut ADA ... 7

2. Data Demografi Subjek Penelitian ... 31

3. Frekuensi Saliva pada subjek penelitian ... 32

4. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Saliva ... 33

5. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Kadar Aseton ... 34

(13)

Lampiran

1. Skema Alur Pikir 2. Skema Alur Penelitian 3. Kuesioner

4. Lembar Penjelasan Subjek Penelitian 5. Informed Consent

6. Lembar Pengamatan Sampel

7. Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian 8. Lembar Pengolahan Data

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia karena berkurangnya sekresi insulin secara absolut maupun relatif atau disebabkan karena terjadinya resistensi insulin. Kadar glukosa darah puasa pada penderita diabetes melitus adalah >126 mg/dl, dan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl.1,2 World health organization (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2025 jumlah pengidap diabetes melitus akan membengkak menjadi 300 juta orang dan akan bertambah menjadi 438 juta orang pada tahun 2030 di seluruh dunia. Menurut perkiraan WHO, 70% prevalensi DM ditemukan pada negara berkembang. Hasil Riset Kesehatan Daerah (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi penyakit diabetes melitus di provinsi Sumatera Utara sebesar 1,8 %.1,3,4

Beberapa faktor fisiologis pada fungsi saliva dapat membahayakan pada DM tipe 2 yang tidak terkontrol dengan baik yang bermanifestasi pada mukosa mulut penderita DM berupa kandidiasis, burning mouth syndrome, oral lichen planus, stomatitis aftosa rekuren, xerostomia dan disfungsi kelenjar saliva. Pada pasien DM terjadi penurunan saliva, baik pada pasien DM yang terkontrol dan yang tidak terkontrol, komplikasi kesehatan mulut yang dilaporkan terkait dengan DM tipe 2, yang biasanya ditemui oleh praktisi meliputi xerostomia, kehilangan gigi, radang gusi, periodontitis, abses odontogenik dan lesi jaringan lunak pada lidah dan mukosa mulut.1,5,6

Saliva merupakan cairan rongga mulut yang terdiri dari sekresi kelenjar saliva dan cairan krevikuler gingiva, sekitar 90% saliva diproduksi oleh kelenjar saliva mayor, dan sekitar 10% saliva diproduksi oleh kelenjar saliva minor. Diabetes dikaitkan dengan mikrovaskular komplikasi, neuropati otonom, keduanya dapat mempengaruhi sekresi saliva.Pada pasien diabetes melitus tipe 2 terjadi perubahan laju aliran saliva dan komponen saliva, hal ini terjadi karena adanya kerusakan

(15)

kelenjar parenkim, perubahan mikrosirkulasi kelenjar saliva, dehidrasi, dan gangguan pada kontraksi glikemik. Beberapa faktor yang dapat mengakibatkan disfungsi saliva pada pasien DM yaitu penuaan, radioterapi kepala dan leher, kelainan sistemik, dan beberapa obat. Penelitian Prathibha K.M dkk tahun 2013 menyatakan bahwa terdapat penurunan pH saliva pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang signifikan dibandingkan dengan subjek non diabetes. pH asam juga terjadi pada penderita diabetes, hal ini berkaitan dengan aktivitas mikroba atau penurunan bikarbonat, yang terjadi bersamaan dengan laju alir saliva.3,6,7,8

Aseton (C3H6O) merupakan satu dari sebagian besar senyawa yang berlimpah pada pernafasan manusia. Konsentrasi aseton dalam pernafasan meningkat pada pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol. Konsentrasi aseton dalam nafas pada orang yang tidak menderita diabetes adalah 800-900ppb, sedangkan pada penderita diabetes konsentrasi aseton dalam nafas berkisar 1800ppb. Penderita diabetes melitus menimbulkan bau mulut dengan aroma bau pir, hal ini disebabkan oleh karena ketoasisodis.9,10

Penderita DM tipe 2 meningkat setiap tahun dan banyak manifestasi yang terjadi di rongga mulut, salah satu dari manifestasi di rongga mulut adalah penurunan laju alir saliva, diketahui penderita diabetes memiliki konsentrasi aseton dalam pernafasan yang tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai kadar aseton dan status saliva pada diabetes melitus tipe 2 di Klinik Aviati di Jl. Jamin Ginting Padang Bulan, Medan.

(16)

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Berapakah rata-rata nilai laju alir, pH, buffer saliva, dan kadar aseton pada pasien diabetes melitus tipe 2 ?

2. Apakah ada hubungan antara kadar gula darah diabetes melitus tipe 2 dengan laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut ?

3. Apakah ada hubungan antara kadar gula darah diabetes melitus tipe 2 dengan kadar aseton rongga mulut ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian diatas adalah :

1. Untuk menganalisis laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut.

2. Untuk menganalisis hubungan antara kadar gula darah diabetes melitus tipe 2 dengan laju alir, pH, dan buffer saliva pada rongga mulut.

3. Untuk menganalisis hubungan kadar gula darah diabetes melitus tipe 2 terhadap kadar aseton rongga mulut.

1.4 Hipotesis Penelitian

H1: ada hubungan kadar gula darah diabetes melitus tipe 2 terhadap laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut.

H2: Ada hubungan antara kadar gula darah diabetes melitus tipe 2 terhadap kadar aseton rongga mulut.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian diatas adalah : 1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Sebagai data awal pengaruh tingkat keparahan diabetes melitus tipe 2 terhadap kadar aseton, laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut untuk perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran gigi, khususnya biologi oral.

(17)

2. Sebagai data dan informasi mengenai efek diabetes melitus tipe 2 terhadap kadar aseton rongga mulut, laju alir saliva, pH, buffer saliva rongga mulut.

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini akan memberi masukan bagi tenaga kesehatan gigi mengenai kadar aseton rongga mulut, laju alir, pH, dan buffer saliva rongga mulut pada penderita diabetes melitus tipe 2.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.11,12,13 Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas normal, hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes melitus.13 Diabetes melitus dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi, berasal dari kata diabere yang artinya siphon atau tabung untuk mengaliri cairan dari suatu tempat ke tempat yang lain dan kemudian ditambahkan kata mellitus yang artinya adalah madu.14

Diabetes melitus disebut juga dengan the silent killer karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.11 Salah satu dari keluhan yang dialami pasien diabtes melitus tidak lain dari penurunan laju alir saliva yang dikaitkan dengan terjadinya xerostomia.1,6 Prevalensi diabetes melitus meningkat dengan cepat di seluruh dunia World health organization (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2025 jumlah pengidap diabetes melitus akan membengkak menjadi 300 juta orang dan akan bertambah menjadi 438 juta orang pada tahun 2030 di seluruh dunia, diantaranya pasien DM tipe 2. Menurut perkiraan WHO, 70% prevalensi DM ditemukan pada negara berkembang.1,11,15

Menurut Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) (2014), kawasan Asia Pasifik merupakan kawasan terbanyak yang menderita diabetes melitus, dengan angka kejadianya 138 juta kasus (8.5%). IDF memperkirakan pada tahun 2035 jumlah insiden DM akan mengalami peningkatan menjadi 205 juta kasus penderita DM pada usia 40-59 tahun (IDF, 2014).6

(19)

2.1.1 Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitus dibagi menjadi 2 kategori, yaitu diabetes melitus tipe 1 atau DM tergantung insulin (IDDM = Insulin dependent diabetes mellitus) dan diabetes melitus tipe 2 atau DM tidak tergantung insulin (NIDDM = noninsulin dependent diabetes mellitus).2,16,17

Klasifikasi etiologis diabetes melitus menurut American Diabetes Association 2010, dibagi menjadi 4 jenis yaitu :

1. Diabetes melitus tipe 1 atau insulin dependent diabetes mellitus, dimana DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dalam level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali.

2. Diabetes melitus tipe 2 atau insulin non dependent diabetes mellitus, pada penderita DM ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan periferdan untuk menghambat produksi glukosa ke hati.

3. Diabetes melitus tipe lain, diabetes melitus ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain.

4. Diabetes melitus gestasional, DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal.12,18

(20)

Tabel 1. Klasifikasi DM menurut ADA 2010

2.1.2 Patogenesis DM tipe 2

Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2, kegagalan sel beta pankreas terjadi lebih dini dan lebih berat dari pada yang diperkirakan sebelumnya.

Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti : jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi increatin), sel alpa pankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe 2. Defronzo pada tahun 2009 menyampaikan bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe 2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang di sebut sebagai the ominous octet (delapan organ yang terlibat dalam patogenesis hiperglikemia pada DM tipe 2).

( Gambar 1 ) 2,11,13

Gambar 1: Delapan organ yang berperan dalam patogenesis hiperglikemia pada DM tipe 2.13

(21)

2.1.3Patofisiologis DM tipe 2

Gambar 2 : patofisiologis diabetes mellitus tipe 2.11

Individu dengan NIDDM memiliki tingkat insulin sirkulasi yang terdeteksi, tidak seperti pasien IDDM dan patofisiologi diabetes tipe 2 dijelaskan pada Gambar 2. Atas dasar pengujian toleransi glukosa oral, elemen penting NIDDM dapat dibagi menjadi empat kelompok yang berbeda:

a) Mereka yang memiliki toleransi glukosa normal.

b) Diabetes kimia (disebut gangguan toleransi glukosa).

c) Diabetes dengan hiperglikemia puasa minimal (glukosa plasma puasa kurang dari 140 mg / dl).

d) Diabetes mellitus berhubungan dengan hiperglikemia puasa terbuka (glukosa plasma puasa lebih dari 140 mg / dl).

Tingkat penurunan insulin menunjukkan bahwa pasien dengan DM tipe 2 telah menurunkan sekresi insulin. Resistensi insulin dan defisiensi insulin umum terjadi pada pasien NIDDM. Kelas obat yang relatif baru digunakan untuk meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin adalah obat thiazolidinedione.

Senyawa ini mengikat dan mengubah fungsi proliferator peroksisom-reseptor aktif g (PPARg). PPARg juga merupakan faktor transkripsi dan bila diaktifkan berikatan dengan faktor transkripsi lain yang dikenal sebagai reseptor x retinoid (RXR). Ketika kedua protein ini dikomplekskan satu set gen tertentu menjadi aktif. PPARg adalah pengatur utama diferensiasi adiposit, Hal ini dapat menyebabkan diferensiasi

(22)

fibroblas atau sel yang tidak berdiferensiasi menjadi sel lemak dewasa. PPARg juga terlibat dalam sintesis senyawa aktif biologis dari sel endotel vaskular dan sel kekebalan.11

Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukkan gangguan pada sekresi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel- sel B pankreas akan terjadi secara progresif dan akan menyebabkan defesiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor, yaitu resistensi insulin dan defesiensi insulin.2

2.1.4 Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.13 Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu

>200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. 2

Keluhan yang terjadi pada pasien diabetes melitus, yaitu poliuria, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, lemak badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.11,12 Terdapat keluhan rongga mulut pasien seperti bau mulut (bau aseton), xerostomia, penurunan laju alir saliva, penyakit periodontal, karies, infeksi mukosa oral, pengecapan dan gangguan neuro sensori.1,8,19

2.1.5 Patogenesis Diabetes Melitus Pada Kelainan Rongga Mulut

Kadar glukosa darah yang tinggi disebabkan karena adanya masalah pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hal ini merupakan akibat dari adanya

(23)

perubahan pada proses asimilasi, metabolisme dan keseimbangan konsentrasi gula darah. DM menyebabkan terjadi hiperglikemia kronis dengan gangguan metabolisme karbohidrat yang dapat dikaitkan dengan obesitas, gangguan protein dan elektrolit, serta penyakit lainnya.1,11,12

Semakin lama seorang menderita DM maka komplikasi dalam rongga mulut seperti hiposalivasi dan xerostomia akan lebih banyak muncul. Hubungan level kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus dengan kejadian penurunan aliran saliva.

Adanya peningkatan dieresis yang berhubungan dengan penurunan cairan ekstraseluler karena adanya hiperglikemia, sehingga berefek langsung pada produksi saliva. Beberapa faktor fisiologis juga dapat mempengaruhi dari fungsi saliva pada pasien diabetes melitus. DM dapat mengakibatkan perubahan hormonal, mikrovaskular dan neuronal yang dapat mempengaruhi fungsi dari berbagai organ.

Perubahan mikrovaskular dapat mempengaruhi kemampuan kelenjar saliva dalam merespon stimulus neural dan hormonal. Saliva juga dikontrol oleh system saraf autonom sehingga kemungkinan dengan adanya neuropati dapat mengganggu kemampuan seseorang dalam merespon dan menstimulasi kelenjar saliva, serta mengubah aliran dan komposisi saliva. Penggantian fungsi jaringan oleh jaringan adipose pada kelenjar saliva mayor dapat mengurangi jumlah dan kuantitas sekresi saliva.1,3

Beberapa faktor mampu mendorong disfungsi saliva pada pasien diabetes melitus seperti penuaan, radiografi, kelainan sistemik dan beberapa faktor obat. Ada juga penelitian menunjukkan pada pasien diabetes melitus terjadi perubahan saliva dari pada pasien non diabetes melitus, terjadi masalah ini karena kerusakan kelenjar parenkim, perubahan mikrosirkulasi kelenjar ludah, dehidrasi, dan gangguan glikemik.6

2.2 Metabolisme Gas Aseton Pada Tubuh

Gas aseton merupakan satu dari sebagian besar senyawa yang berlimpah dalam pernafasan manusia. Aseton dihasilkan oleh heptocytes melalui decorboxylation dari kelebihan acetyl-Coa. Aseton dibentuk oleh decarboxylation

(24)

acetoacetate, yang berasal dari lipolisis atau peroksidasi lipid. Ketone bodies seperti aseton dioksidasi melalui siklus krebs dalam jaringan peripheral. Ketone bodies dalam darah (termasuk acetoacetate dan β-hydroxybutyrate) meningkat dalam subjek ketonemik ketika puasa atau kelaparan atau selama diet. Konsentrasi aseton dalam pernafasan meningkat pada pasien diabtes melitus yang tidak terkontrol.9

Metabolisme pada manusia terjadi pada penyakit antara lain, penderita penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol yang menimbulkan bau mulut dengan aroma mirip buah pir, hal ini disebabkan oleh karena ketoasidosis, dimana tubuh menggunakan lemak karena tidak adanya glukosa akibat terlalu sedikitnya insulin dalam darah atau jika resistensi insulin terlalu tinggi yang menyebabkan ambilan glukosa dalam darah terganggu, hal ini menyebabkan molekul asam yang dikenal sebagai keton membentuk produk limbah, limbah keton dapat dieksresikan pada nafas yang menyebabkan bau mulut. Spektrum gas hembusan para penderita jika dibandingkan dengan gas hembusan orang normal dapat dijadikan parameter untuk mendeteksi adanya kelainan dan menentukan stadiumnya.9

Diabetes melitus yang tidak terkontrol, terdapat glukosa darah yang tinggi tetapi terjadi disregulasi penggunaan energi karbohidrat oleh sel. Keadaan ini dapat menyebabkan pembentukan energi non karbohidrat dengan cara pembongkaran protein dan lemak.20 Pada manusia hasil pencernaan lemak (asam lemak dan gliserol) dan protein (asam amino) masuk kedalam jalur respirasi sel pada titik-titik yang diperlihatkan. Beberapa titik yang sama bekerja untuk mengalirkan kelebihan zat intermedier ke dalam jalur metabolisme ke sintesis lemak dan asam amino tertentu. 21

Gambar 3 : skema metabolisme pembentukan energi pada tubuh manusia. 21

(25)

Siklus Krebs merupakan jalur metabolisme yang utama dari berbagai hasil metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hasil dari Siklus Krebs adalah energi ATP, CO2, dan H2O. Siklus Krebs berperan sebagai penghasil energi. Lemak (asam heksanoat) lebih banyak mengandung hidrogen terikat dan merupakan senyawa karbon yang paling banyak tereduksi, sedangkan karbohidrat (glukosa) dan protein (asam glutamat) banyak mengandung oksigen dan lebih sedikit hidrogen terikat adalah senyawa yang lebih teroksidasi. Senyawa karbon yang tereduksi lebih banyak menyimpanenergi dan apabila ada pembakaran sempurna akan membebaskan energi lebih banyak karena adanya pembebasan elektron yang lebih banyak. Jumlah elektron yang dibebaskan menunjukkan jumlah energi yang dihasilkan.21

Pada pasien diabtes melitus terjadi peningkatan oksidasi asam lemak sebagai kompensasi penyediaan energi non karbohidrat. Proses ini menyebabkan tejadinya pembentukan benda-benda keton yang salah satunya adalah aseton. Aseton dapat terdeteksi melalui kadar dihati dan paru-paru sehingga dapat dideteksi melalui udara nafas. Untuk mempertahankan sumber energi pada kondisi puasa ataupun terjadi defek sekresi insulin pada penderita DM, maka tejadi pembongkaran glikogen dan glukoneogenesis serta terjadinya mobilisasi asam lemak bebas yang lebih tinggi dari individu normal. Penggunaan energi non karbohidrat seperti asam lemak melalui proses oksidasi asam lemak yang disebut dengan ketogenesis.22

Ketogenesis berlangsung di mitokondria sel hati dan produk ketogenesis menghasilkan benda keton yang berfusi dalam darah (ketonemia) dimana sebagian akan digunakan oleh jaringan ekstrahepatik menjadi sumber energi, sebagian dikeluarkan melalui urin (ketonuria) dan sebagian melalui nafas yaitu aseton.

Meskipun sel hati dapat memproduksi benda-benda keton akan tetapi tidak dapat menggunakannya sebagai bahan energi yang disebabkan sedikitnya suksinik-koA transferase sehingga perlu dimobilasi ke jaringan ekstrahepatik.20 (Gambar 3)

(26)

Gambar 4: Generasi aseton pada hati melalui decarboxylation asetoasetat.23

Hubungan kadar aseton dalam salivadan gula darah dari penderita diabetes melitus, pada gambar di bawah menunjukkan adanya hubungan yang kuat dan linear (R2= 0,986) dari konsentrasi aseton dalam saliva dengan kadar gula darah.

Peningkatan kadar aseton setelah 12 jam berpuasa ini sebanding dengan peningkatan gula darah dalam tubuh penderita diabetes melitus. Ini terjadi karena tubuh penderita DM tidak dapat merespon dengan baikkeberadaan hormon insulin, sehingga pemecahan glukosa menjadi energi tidak berlangsung sebagaimana semestinya.

Ditambah lagi dalam 12 jam tidak makan, tubuh harus mencari alternatif sebagai sumber energi lain selain glukosa. Salah satu sumber energi alternatif adalah asam lemak. Hal ini memicu peningkatan kadar aseton sebagai hasil dari proses pembakaran asam lemak menjadi sumber energi utama bagi tubuh penderita diabetes melitus.23

Gambar 5 : Grafik hubungan konsentrasi aseton dengan saliva dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus setelah berpuasa

12 jam.23

(27)

2.3 Saliva

Saliva merupakan cairan eksokrin yang dikeluarkan kedalam rongga mulut melalui kelenjar saliva.24 Saliva merupakan cairan eksokrin yang terdiri dari berbagai komponen yang kompleks, tidak berwarna, yang disekresikan kelenjar saliva mayor dan minor untuk mempertahankan homeostasis rongga mulut.7 Secara umum saliva berperan dalam proses pencernaan makanan, pengaturan keseimbangan air, menjaga integritas gigi aktivitas anti bakterial, buffer dan berperan penting bagi kesehatan rongga mulut.7,24

Kecepatan sekresi saliva berubah-berubah pada individu atau bersifat kondisional sesuai dengan fungsi waktu, yaitu sekresi saliva mencapai minimal pada saat tidak distimulasi dan mencapai maksimal pada saat distimulasi. Saliva juga tidak diproduksi dalam jumlah besar secara tetap hanya pada waktu tertentu saja sekresi saliva meningkat. Rata-rata aliran saliva 20 ml/jam pada saat istrahat, 150 ml/jam pada saat makan dan 20-50 ml pada saat tidur.Perubahan susunan ion-ion dalam saliva dapat mempengaruhi fungsi dan peranannya didalam rongga mulut, sehingga dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan rongga mulut.24

2.3.2 Anatomi Kelenjar Saliva

Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva yang terdiri atas sepasang kelenjar saliva mayor serta beberapa kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis. Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, bukalis, labialis, palatinal dan glossopalatinal.25

Gambar 6 : Gambar kelenjar saliva mayor.25

(28)

Kelenjar parotid adalah kelenjar terbesar dari saliva utama. Dengan berat 15- 30g, Terletak didaerah preaurikular dan sepanjang permukaan posterior mandar, masing-masing kelenjar parotid dibagi oleh saraf wajah ke dalam lobus superfisial dan lobus dalam. Lobus superfisial, yang menutupi permukaan lateralmasseter, Kelenjar parotid ini terletak posterior di atas batas superior sternokleidomastoid otot ke arah ujung mastoid. 25

Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva terbesar kedua yang terletak pada dasar mulut dibawah korpus mandibular. Salurannya bermuara melalui lubang yang terdapat di samping frenulum lingualis dengan berat 7-16g. Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam, pada dasar mulut antara mandibular dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar sublingualis sebelah kanan dan kiri bersatu untuk membentuk massa kelenjar di sekitar frenulum lingualis dengan berat 2-4g.25

2.3.3 Peran Saliva

Saliva berperan dalam proses pencernaan makanan, pengaturan keseimbangan air, menjaga integritas gigi, aktivitas anti bacterial, buffer, dan berperan penting dalam kesehatan rongga mulut.24 Beberapa fungsi saliva diantaranya sebagai lubrikasi dan pelidung jaringan lunak rongga mulut, menjaga kesetimbangan pH rongga mulut, dan menghambat proses dekalsifikasi dengan adanya pengaruh buffer yang dapat menekan naik turunnya derajat keasaman (pH).26

Sistem kelenjar ludah manusia dapat dibagi menjadi duakelompok eksokrin yang berbeda. Kelenjar ludah utama meliputi parotid, submandibular, dan sublingual kelenjar. Saluran itu dilapisi oleh ratusan saliva kecil kecil. Fungsi utama kelenjar ludah adalah mengeluarkan air liur, yang berperan penting dalam pelumasan, pencernaan, imunitas, dan pemeliharaan keseluruhan homeostasis di dalam tubuh manusia.7 Saliva membentuk penutup seromukosal yang melumaskan dan melindungi jaringan rongga mulut dari agen pengiritasi ini terjadi karena musin (protein dengan karbohidrat tinggi) berperan sebagai pelumas, pelindung mencegah dehidrasi, dan mempertahankan viskoelastisitas saliva. Selain itu secara selektif memodulasi

(29)

perlekatan mikroorganisme pada permukaan jaringan rongga mulut, yang berperan dalam mengontrol kolonisasi bakteri dan jamur, pengunyahan, pengucapan, dan penelanan dibantu oleh efek lubrikasi dari protein.7

Saliva berperan sebagai sistem buffer untuk melindungi mulut antara lain untuk mencegah kolonisasi mikroorganisme patologis dan menetralisir asam yang diproduksi mikroorganisme asidogenik sehingga mencegah demineralisasi enamel.

Sialin, peptida saliva, memiliki peranan penting dalam meningkatkan pH biofilm setelah terpapar karbohidrat yang bisa terfermentasi. Urea adalah penyangga lain yang terkandung dalam saliva, merupakan produk katabolisme asam amino dan protein menyebabkan peningkatan pH yang cepat pada biofilm dengan menghasilkan amonia dan karbondioksida ketika dihidrolisis oleh bakteri. Asam karbonat bikarbonat adalah buffer yang paling penting pada saliva yang distimulasi, sedangkan pada saliva yang tidak distimulasi berupa sistem buffer fosfat.7

2.3.4 Laju Alir Saliva

Laju aliran saliva merupakan parameter yang menggambarkan normal, tinggi, rendah atau sangat rendahnya aliran saliva yang dinyatakan dalam satuan ml/menit.

Total saliva ketika berada dalam kondisi istirahat selama 14 jam adalah 700-1500 ml.

Laju aliran saliva dapat mengalami perubahan karena beberapa faktor, diantaranya derajat hidrasi, posisi tubuh, paparan cahaya, irama siang dan malam, obat, usia, jenis kelamin, dan status gizi. Beberapa studi tentang laju aliran saliva yang tidak distimulasi pada individu yang sehat didapatkan rata-rata whole saliva sekitar 0,3 ml/menit. Hasil di bawah 0,1 ml/menit dianggap sebagai hiposalivasi, dan hasil di antara 0,1-0,25 ml/menit merupakan laju aliran rendah. Metode yang banyak digunakan untuk mengukur saliva yang tidak distimulasi adalah metode meludah, metode sedot, dan metode swab. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju aliran saliva yang tidak distimulasi adalah derajat hidrasi, posisi tubuh, paparan terhadap cahaya, stimulasi sebelumnya, ritme sirkadian, ritme sirkanual, dan obat-obatan.7,26,27

Pada penderita diabetes melitus laju aliran saliva terjadi penurunan yang dikaitkan dengan xerostomia. Pengukuran laju alir saliva merupakan informasi

(30)

penting untuk mengetahui diagnosa dari kelainan kelenjar saliva. Pada diabetes melitus penurunan aliran saliva kurang dari sama dengan 0,15ml/menit.1,6,28

2.3.5 pH Saliva

Nilai pH saliva normal berkisar 6-7 dan bervariasi tergantung kecepatan alirannya. Konsumsi karbohidrat padat maupun cair dapat menyebabkan terjadinya perubahan pH saliva dimana karbohidrat akan difermentasi oleh bakteri dan akan melekat di permukaan gigi. Protein saliva, fosfat dan bikarbonat berkontribusi terhadap pH. Protein menjadi sebagian besar terionisasi memiliki bantalan minor dan fosfat merupakan penentu utama pH pada keadaan istirahat dalam air liur. Air liur tetap mengandung penuh kalsium fosfat yang konsentrasinya berhubungan terbalik dengan pH. Kondisi pH yang asam diikuti dengan laju aliran saliva yang kental.29

2.3.6 Buffer Saliva

Kapasitas buffer saliva penting dalam mempertahankan pH saliva dan plak.

Kapasitas buffer saliva yang distimulasi dan tidak distimulasi melibatkan tiga sistem buffer, yaitu sistem buffer asam karbonat/bikarbonat, sistem buffer fosfat, dan sistem buffer protein. Sistem buffer yang paling penting adalah sistem asam karbonat/bikarbonat. Ada hubungan antara pH, laju aliran, dan kapasitas buffer saliva.

pH rendah pada saliva yang distimulasi dianggap memiliki kapasitas buffer rendah.

Buffer saliva juga penting dalam remineralisasi gigi. Kapasitas buffer saliva dasarnya tergantung pada konsentrasi bikarbonat hal itu, berkolerasi dengan laju alir saliva, pada saat laju alir saliva menurun cenderung untuk menurunkan kapasitas buffer dan meningkatkan resiko perkembangan karies.24

2.4 Landasan Teori

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia karena berkurangnya sekresi insulin baik secara absolut maupun relatif atau disebabkan karena terjadinya resistensi insulin (penurunan glukosa masuk ke

(31)

dalam sel dan peningkatan darah), perubahan metabolisme lemak, protein, dan karbohidrat.1

Diabetes Melitus terbagi menjadi DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 atau insulin dependet diabetes mellitus (IDDM) banyak terjadi terhadap anak-anak dan remaja, akibat dari proses autoimun pada sel pankreas yang memprosuksi insulin.

DM tipe 2 atau noninsulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) merupakan penyakit hiperglikemia akibat insensivitas sel terhadap insulin, ditandai dengan resistensi insulin oleh reseptornya atau sekresi insulin yang tidak mencukupi, paling sering diungkapkan pada orang dewasa obesitas.2,8,16,17

Perubahan komposisi saliva yang salah satunya diakibatkan oleh penyakit, diabetes mellitus. Pada pasien diabetes melitus tipe 2 terjadi perubahan laju aliran saliva dan komponen saliva. Penurunan laju saliva pada pasien DM tipe 2, hal ini terjadi karena kerusakan parankem kelenjar, perubahan mikrosirkulasi kelenjar saliva, dehidrasi, dan gangguan pada kontraksi glikemik.6,27 Beberapa faktor mampu medorong disfungsi saliva pada DM seperti penuaan, radioterapi kepala dan leher, kelainan sistemik, dan beberapa obat.8,28 Penurunan pH saliva terjadi pada pasien diabetes melitus tipe 2, pH saliva dipertahankan oleh sistem asam karbonat dan bikarbonat, sistem fosfat dan sistem protein dari buffer. Penurunan pH yang signifikan pada penderita diabetes dibandingkan dengan subjek non diabetes. pH asam juga diamati pada penderita diabetes dan ini dikaitkan dengan aktivitas mikroba atau penurunan bikarbonat, yang mana terjadi bersamaan dengan laju alir saliva.1,6,28

Pada pasien diabetes mellitus terjadi peningkatan oksidasi asam lemak sebagai kompensasi penyediaan energi non karbohidrat. Proses ini menyebabkan terjadinya pembentukan benda-benda keton yang salah satunya adalah aseton. Aseton (C3H6O) merupakan satu dari sebagian besar senyawa yang berlimpah pada pernafasan manusia. Aseton dihasilkan oleh heptocyse melalui decarboxylation dari kelebihan Acetyl-Coa. Aseton dibentuk oleh decarboxylation, yang berasal dari lipolisis atau peroksidasi lipid. Ketone bodies, seperti aseton dioksidasi melalui siklus krebs dalam jaringan peripheral. Konsentrasi aseton dalam pernafasan meningkat pada subjek ketonemik, kelaparan dan pada pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol.9

(32)

2.5 Kerangka Teori

Diabetes Melitus

Diabetes Melitus tipe 1 Defisiensi insulin Diabetes melitus tipe 2

Resistensi insulin +

Defisiensi insulin

Ketoasidosis

Laju alir saliva

produk limbah

Bau mulut (Halitosis) Kerusakan

kelenjer parenkim

Perubahan mikrosirkulasi kelenjar saliva

Dehidrasi dan gangguan pada kontraksi glikemik

Heptocytes Aseton

pH saliva Buffer

saliva

Oksidasi asam lemak meningkat

meningkat Penyediaan energy

non karbohidrat hiperglikemia

Dieresis

mempengaruh pada produksi saliva

Perubahan hormonal Perubahan neuronal

neuropati

(33)

2.6 Kerangka Konsep

Diabetes melitus tipe 2

Kadar aseton Saliva

pH saliva Buffer saliva Laju aliran

saliva

H1 : Terdapat hubungan antara diabetes melitus dengan laju alir, nilai pH, kapasitas buffer saliva, dan kadar aseton pada pasien diabetes melitus tipe 2.

DIABETES MELITUS

Resistensi insulin +

Defisiensi insulin

Hiperglikemia

Gangguan toleransi glukosa

(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik observasional, dengan rancangan cross-sectional yaitu penelitian yang mempelajari hubungan faktor resiko dan efek dengan cara tiap subjek di observasi satu kali, dan pengukuran variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel tergantung dilakukan pada saat yang sama.30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Pengambilan dan pengukuran sampel dilakukan di Klinik Aviati di Jl. Jamin Ginting No. 15 Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara.Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian yaitu Februari 2018 – juni 2018. Dimulai dari pencarian alat penelitian, persiapan penelitian, pengumpulan sampel, kemudian dilakukan penelitian, analisa data dan penentuan hasil serta pembahasan hasil penelitian.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Popolasi penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2.

3.3.2 Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 di klinik Aviati Padang Bulan, Medan usia 40 – 55 tahun yang yang sedang menjalani perawatan.

Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.

(35)

Memilih sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti agar maksud dan tujuan penelitian dapat tercapai.

3.3.3 Besar Sampel

Perhitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus :31 n = 2 σ2 {z(n-µ)}+{z(1-β)}2

12)2

n = 2. 0,322. {1,96 + 1,65}2 0,42

n = 2. 0,1024. 13,032 0,16

n = 16 Keterangan:

= besar sampel

= varians gabungan

= rata-rata pada kelompok 1 penelitian terdahulu

= rata-rata pada kelompok 2 penelitian terdahulu

= level of significant, penelitian ini menggunakan α = 5%, sehingga Zα = 1,96

= nilai Z kekuatan uji yang dikehendaki

Berdasarkan pada hasil perhitungan besar sampel sesuai dengan rumus diatas, diperoleh hasil sebanyak 16. Maka total minimal sampel yang diperlukan dalam penelitian ini sebesar 16 penderita diabetes melitus tipe 2.

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi 3.4.1 Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : 1. Penderita diabetes melitus tipe 2 terkontrol n

s2 m1

m2

z(n-m) z(1-b)

(36)

2. Penderita diabetes melitus rentang usia 40-55 tahun 3. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian

4. Pasien yang tidak mengalami gangguan fungsi kesadaran

5. Pasien diabetes yang tidak memiliki penyakit lain atau komplikasi

3.4.2 Ekslusi

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah : 1. Pasien yang mengkonsumsi alkohol 2. Pasien Penyirih

3. Pasien Perokok

4. Belum pernah melakukan hemodialisis

5. Tidak memiliki penyakit hipertensi dan jantung 6. Pasien tanpa memiliki penyakit keganasan

7. Pasien yang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi komposisi saliva

8. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden atau berpartisipasi dalam penelitian

9. Pasien pengguna suntik insulin

3.5 Variabel Penelitian 3.5.1 Identifikasi Variabel 3.5.1.1 Variabel Bebas

1. Penderita diabetes melitus tipe 2 3.5.1.2 Variabel Tegantung

1. Kadar aseton pada penderita DM tipe 2 2. Laju alir saliva

3. pH saliva 4. Buffer saliva

(37)

3.5.1.3 Variabel Terkendali 1. Aktivitas Fisik

2. Faktor Diet 3. Tekanan Darah 4. Oral Hygiene

3.5.1.4 Variabel Tak Terkendali 1. Berat badan

2. Waktu konsumsi sarapan

3.6 Defenisi Operasional

1. Diabtes Melitus tipe 2 adalah penyakit hiperglikemia akibat insensivitas sel terhadap insulin, ditandai dengan resistensi insulin oleh reseptornya atau sekresi insulin yang tidak mencukupi. Sampel terkontrol dengan pengguna obat anti diabetik (bukan pemakai insulin). Diabetes melitus terkontrol adalah penderita diabetes melitus yang sedang menjalani pengobatan penyakit diabetes melitus atau pasien yang rutin meminum obat diabetes melitus.

2. Status Saliva adalah gambaran dari laju alir saliva, pH saliva dan buffer saliva pada rongga mulut penderita diabetes melitus tipe 2

3. Laju Alir Saliva adalah jumlah saliva yang dikeluarkan dalam satuan volume (ml) dalam setiap satuan waktu (menit) yaitu ml/menit. Laju alir saliva normal adalah 1-3 ml/menit, laju alir saliva rendah adalah 0,7-1,0 ml/menit, hiposalivasi adalah < 0,7 ml/menit.

4. pH Saliva adalah gambaran nilai derajat keasaman saliva yang diukur menggunakan indicator pH saliva berdasarkan indikator GC saliva check buffer. Hasil ukur pH saliva dikategorikan normal jika bernilai 6,8-7,8, asam 6,0-6,6 dan sangat asam 5,0-5,8.

5. Buffer Saliva adalah gambaran nilai kapasitas buffer pada rongga mulut yang di ukur dengan menggunakan GC Saliva Check buffer. Buffer saliva dikategorikan normal jika bernilai 10-15, rendah 6-9, sangat rendah 0-5.

(38)

6. Kadar Aseton adalah satu dari sebagian besar senyawa yang berlimpah dalam pernafasan manusia. Konsentrasi aseton rongga mulut diabetes melitus dikategorikan rendah jika bernilai < 300 mV, sedang 300mV, dan tinggi >

300mV dengan menggunakan alat Diasen.

7. Teknik Pengambilan Saliva dilakukan dengan metode spitting, metode spitting adalah metode yang sering digunakan dalam peumpulan saliva karena lebih reliable. Pasien diminta untuk mengumpulkan salivanya di dalam mulut kemudian diludahkan ke dalam wadah selama 60 detik sampai 5 menit.

8. Waktu Pengumpulan Saliva dilakukan pada pukul 08.00-10.00 WIB yaitu dua jam sebelum makan siang. pada saat pengukuran pasien tidak diperkenankan makan dan minum dalam kurun waktu kurang lebih 60 menit sebelum dilakukan pengukuran saliva. Kecuali meminum air mineral.

9. Waktu Pengukuran Aseton adalah di ukur pada saat pagi hari sebelum sarapan dan di instruksikan pada pasien untuk berpuasa selama 8 jam sebelum pengukuran.

3.7 Alat dan Bahan Penelitian 3.7.1 Alat Pemeriksaan

1. Sarung Tangan 2. Masker

3. Kertas Tissue

4. Lembar Penelitian dan Informed Consent 5. Timbangan Digital

6. Hand Phone Tipe Android 7. Pipet Tetes

8. Diasen (sensor dan mikrokontroler berbasis arduino) 9. Botol Reagen Transpasi Kaca

10. Pipet Steril

11. GC Saliva Check Buffer 12. Label Nama

(39)

13. Kuesioner dan Pena

Gambar 7: Alat dan Bahan penelitian : (a) Pipet steril yang akan di hubungkan ke diasen. (b) Diasen yang akan menghitung kadar aseton (c) Perhitugan pH dan buffer saliva menggunakan saliva check buffer (d) handphone, sarung tangan, masker, label nama, timbangan, dan alat pemeriksaan.

3.7.2 Bahan Penelitian

1. Saliva sebagai bahan pemeriksaan 2. Napas sebagai bahan pemeriksaan 3. Sensor Aseton

4. Silica Gel

5. Permen Karet Paraffin

A B

C D

(40)

3.8 Prosedur Penelitian

3.8.1 Pengumpulan Data Demografi

Pengumpulan data subjek penelitian didapatkan dari buku pasien di Klinik Aviati Jl. Jamin Ginting No. 15 Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara, yaitu berupa nama, umur, dan riwayat medis.

3.8.2 Penandatangan Informed Consent

Sampel penelitian diberikan penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan, manfaat dan prosedur penelitian, lalu diminta kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian atau menjadi subjek penelitian dengan mengisi dan menandatangani informed consent.

3.8.3 Pengukuran Saliva 3.8.3.1 Pengumpulan Saliva

Setelah pasien telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian maka subjek penelitian dipersiapkan untuk mengikuti prosedur penelitian. Pengambilan saliva dilakukan dengan metode spitting dan dilakukan pada pukul 08.00-10.00 WIB yaitu dua jam sebelum makan siang, selama pengukuran tidak diperbolehkan makan, minum, menyikat gigi, dan merokok.

Pasien diminta untuk duduk tegak dan rileks kemudian diinstruksikan untuk mengumpulkan saliva dengan bantuan mengunyah permen karet paraffin kemudian membiarkan saliva tergenang didalam mulut selama 60 detik sampai 5 menit, kemudian saliva di buang atau diludahkan ke dalam wadah yang telah disediakan.32

3.8.3.2 Pengukuran Laju Alir Saliva

Pengukuran laju aliran saliva dengan cara menyalakan timbangan digital dan timbangan menunjukkan angka 0. Berat pot saliva ditimbang terlebih dahulu. Saliva yang sudah dikumpulkan kemudian di timbang dan dikurangkan dengan hasil timbangan pot saliva yang sudah ditimbang kemudian hasil yang diperoleh dinyatakan dalam satuan mL saliva.32

(41)

3.8.3.3 Pengukuran pH Saliva

pH saliva merupakan gambaran derat keasaman dan kebasaan saliva. pH saliva akan diukur dengan menggunakan pH meter digital, sebelum digunakan pH meter digital dibersihkan terlebih dahulu dengan cara mencuci sensor elekroda dibawah air yang mengalir, kemudian dikeringkan. Lalu, pH meter dicelupkan kedalam larutan buffer untuk proses kalibrasi. pH meter dicelupkan dalam pot berisi saliva hingga sensor elektroda tercelup. Kemudian amati derajat pH yang telah tertera.32

3.8.3.4 Pengukuran Buffer Saliva

Kapasitas buffer saliva Mengukur saliva yang sudah ditampung dalam cup dengan indikator kapasitas buffer berdasarkan indikator GC Saliva Check Buffer.

Kapasitas buffer saliva diukur dengan menggunakan GC Saliva Check, dimana kriteria dari buffer saliva adalah hijau = 4 point, biru kehijauan= 3 point, biru= 2 point, merah kebiruan= 1 point, merah= 0 point Hasil pengukuran berdasarkan indikator GC Saliva Check Buffer adalah perjumlahan dari 3 pad pada strip buffer, dengan variasi nilai 0-5 adalah sangat rendah, 6-9 adalah rendah, 10-12 adalah normal.32

3.8.4 Pengukuran Kadar Aseton

Pengukuran aseton dilakukan pada pagi hari setelah pasien subjek penelitian diinstruksikan untuk puasa minimal 8 jam. Setelah itu subjek diambil sampel udara nafas dengan cara menghembuskan nafas biasa masing-masing sebanyak 3 kali yang ditampung dalam suatu tabung khusus yang kemudian dilakukan analisis kandungan gas dengan alat, yang terlebih dahulu dilakukan yaitu, menyiapkan alat dengan menghidupkan diasen dan dihubungkan ke handphone melalui bluetooth, kemudian pipet steril dipasangkan pada diasen, kemudian diinstruksikan kepada pasien subjek penelitian menghembuskan nafas selama 7 detik. Data pembaca kemudian ditransfer dan ditampilkan di layar handphone, setelah 5 menit pengujian dapat dihentikan dan data dapat ditampilkan dalam bentuk screenshot atau dalam bentuk data yang

(42)

tersimpan dalam dropbox. Apabila penguji ingin melakukan pengujian ulang dapat dilakukan sensor terlebih dahulu dipulihkan dengan menggunakan silica gel yang dipompa menggunakan pompa udara.

3.8.5 Pencatatan Hasil Pemeriksaan

Setelah semua rangkaian pemeriksaan diatas telah dilaksanakan, kemudian lakukan pencatan pada hasil pengamatan yang dilakukan. Pencatatan hasil pengamatan dilakukan pada lembar pemeriksaan yang tersedia. Seluruh data hasil pengamatan pada subjek penelitian akan dikumpulkan dan dilakukan pengolahan dan analisis data.

3.8.6 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya dilakukan editing, koding dan entry data.

Data hasil penelitian ini diproses dan diolah secara komputerisasi. Data hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan tingkat kepercayaan α = 0,05.

3.9Etika Penelitian

Etika penelitian mencakup hal sebagai berikut : 1. Ethical Clearance

Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada komisi etik penelitian kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional.

2. Lembar Persetujuan (Informed Consent).

Peneliti meminta secara sukarela subjek untuk berpartisifasi dalam penelitian yang akan dilakukan. Subjek yang menyetujui diminta untuk menandatangani lembar persetujuan untuk berpartisifasi dalam penelitian.

3. Kerahasiaan

Data yang telah terkumpul pada peneliti dalam penelitian agar dijamin kerahasian oleh peneliti.

(43)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Sampel pada penelitian ini merupakan penderita diabetes melitus tipe 2 yang telah melakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa di Klinik Aviati Medan. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 31 orang, penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Mei 2018 di Klinik Aviati Padang Bulan Medan dan Klinik Aviati Jamin Ginting Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuisioner dan pemeriksaan yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap subjek penelitian. Penelitian dilakukan pada subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi, seluruh subjek penelitian telah mengikuti kegiatan penelitian hingga selesai.

Tabel 1. Data Demografi Responden

DESKRIPSI STATISTIK

Variabel N x ± SD

Umur (tahun) 31 49,8± 4,40

Berat (kg) 31 66,5± 12,2

Tinggi (cm) 31 163,0± 7,68

Laju Alir Saliva (ml/menit) 31 1,5± 0,7

pH Saliva 31 7,2± 0,5

Buffer Saliva 31 8,2± 3,0

Kadar Aseton (mV) 31 377,38 ± 171,20

Tabel 1 menunjukkan data demografi pada responden dengan kisaran usia sampel sesuai dengan kriteria inklusi yaitu 40-55 tahun. Berat badan rata-rata pasien adalah 66,5 kg dengan berat badan minimun responden pada penelitian ini adalah 49kg dan maksimumnya adalah 98 kg, sedangkan tinggi badan rata-rata 163 cm dengan tinggi badan minimum 150 cm dan tinggi badan maksimum adalah 178 cm.

(44)

Rata-rata laju aliran saliva pada pasien adalah 1,5 ml/menit pH saliva pasien juga mayoritas berada pada kondisi normal yaitu 7,2 sedangkan rata-rata buffer saliva pada pasien rendah yaitu 8,2. Rata-rata kadar aseton pada pasien tinggi yaitu 377,38 mV.

Tabel 2. Laju Aliran Saliva, Nilai pH Saliva, dan Kapasitas Buffer Saliva pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus Tipe 2 Variabel Kategori Frekuensi

(Jumlah responden /orang)

%

Laju aliran saliva

Hiposalivasi (< 0,7 ml/menit)

2 6.5

Rendah (0,7-1 ml/menit)

4 12.9

Normal (1-3 ml/menit)

24 77.4

Hipersalivasi (> 3 ml/menit)

1 3,2

Total 31 100%

pH Saliva

Normal (6,7-7,8)

28 90.3

Asam (6,0-6,6)

3 9.7

Total 31 100.0

Kapasitas Buffer

Sangat Rendah (0-5)

5 16.1

Rendah (6-9)

14 45.2

Normal (10-12)

12 38.7

Total 31 100.0

Tabel 2 menunjukkan frekuensi laju aliran saliva, nilai pH saliva, dan kapasitas buffer saliva, nilai laju aliran saliva pada subjek rata-rata memiliki nilai laju aliran saliva normal yaitu berjumlah 24 orang dari 31 orang subjek dengan nilai laju alir 1-1,8ml/menit, namun ada beberapa orang yang memiliki laju aliran saliva rendah

(45)

yaitu 4 orang, dan 2 orang memiliki laju aliran hiposalivasi dengan nilai 0,4 ml/menit dan 1 orang memliki laju aliran saliva hipersalivasi dengan nilai 3,8ml/menit, dimana hipersalivasi terjadi akibat dari ketakutan subjek yang sangat berlebihan terhadap pemeriksaan yang menyebabkan syaraf parasimpatis menurun sehingga saliva menjadi banyak. Nilai pH subjek penelitian hampir keseluruhan memiliki nilai pH normal yaitu 28 orang(90.3%), dan hanya ada 3 orang yang memiliki pH saliva asam, subjek dengan nilai pH saliva asam memiliki nilai buffer sangat rendah dengan nilai buffer 3, pada penelitian terdapat juga subjek dengan kapasitas buffer sangat rendah dengan nilai 1-5 sejumlah 5 orang, selain dipengaruhi oleh pH, buffer saliva juga dipengaruhi laju aliran saliva, dimana ada beberapa pasien dengan kategori laju aliran saliva hiposalivasi dan laju aliran saliva rendah memiliki kapasitas buffer sangat rendah dan rendah dengan nilai kapasitas buffer 9-5, namun ada juga yang memiliki kapasitas buffer saliva normal dengan nilai berkisar 6,8-7,8, hal ini juga diikuti dengan laju aliran saliva dan pH saliva normal.

Tabel 3. Hasil Analisis Hubungan Kadar Gula Darah Puasa dengan Laju Aliran Saliva, pH Saliva, dan Kapasitas Buffer Saliva

Variabel Kadar Gula Darah Puasa

r p

Laju Aliran Saliva 0,181 0,527

pH Saliva 0,043 0,820

Buffer Saliva 0,192 0,300

Keterangan : Uji correlasi pearson signifikansi p<0,05

Tabel 3 menunjukkan hubungan kadar gula darah puasa dengan laju aliran saliva, pH saliva dan kapasitas buffer saliva, hal ini telah diuji dengan menggunakan uji correlasi pearson signifikansi p<0,05. Korelasi pearson antara kadar gula darah puasa dengan laju aliran saliva menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p>0,05) dengan tipe korelasi positif keeratan sangat lemah (r = +0,181) nilai korelasi yang bernilai positif dapat diartikan ketika kadar gula darah puasa meningkat maka laju

(46)

aliran saliva cenderung meningkat. Korelasi pearson antara kadar gula darah puasa dengan pH saliva menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p>0,05) dengan tipe korelasi positif keeratan sangat lemah (r = +0,043) yang berarti kecenderungan kadar gula darah puasa meningkat akan menyebabkan pH saliva meningkat, dan hasil yang sama didapatkan pada korelasi kadar gula darah puasa dengan kapasitas buffer saliva yang menunjukkan nilai tidak signifikan dengan tipe korelasi positif keeratan sangat lemah (r = +0,192) yang bermakna ketika kadar gula darah puasa meningkat maka akan menyebabkan kapasitas buffer saliva meningkat.

Tabel 4. Hasil Analisis Hubungan Kadar Gula Darah Puasa dengan Kadar Aseton pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2

Variabel Kadar Gula Darah Puasa

Kadar Aseton r P

0,078 0,678

Keterangan : Uji correlasi pearson signifikan pada nilai p<0,05

Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar aseton dengan kategori kadar gula darah puasa normal, sedang, dan tinggi. Penelitian ini dengan kadar gula puasa tinggi subjek memiliki nilai kadar aseton normal namun hanya ada sedikit perbedaan pada kadar gula darah puasa tinggi subjek memiliki nilai kadar aseton tinggi. Pada tabel ini menjelaskan hubungan kadar gula darah puasa dengan kadar aseton pada diabetes melitus tipe 2. Korelasi Pearson antara kadar gula darah puasa dengan kadar aseton menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p>0,05) dengan tipe korelasi positif keeratan sangat lemah (r = +0,078) yang berarti kecenderungan kadar gula darah puasa yang meningkatakan menyebabkan peningkatan kadar aseton.

(47)

BAB 5 PEMBAHASAN

Data hasil penelitian hubungan kadar gula darah puasa dengan laju aliran saliva, nilai pH saliva, kapasitas buffer saliva, dan kadar aseton rongga mulut pada pasien diabetes melitus tipe 2 dianalisis dengan menggunakan uji korelasi pearson.

Uji statistik dilakukan dengan tingkat signifikansi p<0,05. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini antara lain adalah berupa data demografi responden, frekuensi laju aliran saliva, nilai pH, kapasitas buffer saliva, dan frekuensi kadar aseton rongga mulut pada pasien diabetes melitus tipe 2, dan hubungan kadar gula darah puasa dengan laju aliran saliva, pH saliva, kapasitas buffer saliva, dan kadar aseton rongga mulut pada pasien diabetes melitus tipe 2.

Data demografi responden menjelaskan rata-rata dan standar deviasi umur, berat badan, tinggi badan, laju aliran saliva, pH saliva, kapasitas buffer saliva, dan kadar aseton pada pasien diabetes melitus tipe 2 (tabel 1), rata-rata umur subjek penelitian ini adalah 49,81 ±4,40, rata-rata berat badan subjek penelitian adalah 66,48

± 12,24, dan rata-rata tinggi badan subjek adalah 163 ± 7,68, rata-rata saliva pada subjek penelitian yang meliputi laju aliran saliva adalah 1,5±0,64, nilai pH adalah 7,21 ±0,41, kapasitas buffer saliva adalah 8,2 ±3,0. Rata-rata kadar aseton subjek penelitian adalah normal dengan nilai 377,38 ± 171,20.

Menurut American Diabetes Association (ADA), bahwa DM berkaitan dengan faktor resiko yang tidak dapat diubah dan yang dapat di ubah. Faktor resiko yang tidak dapat di ubah meliputi riwayat keluarga DM (first degree relative), umur

>45 tahun,dikaitkan pada subjek penelitian ini didapatkan rata-rata umur sesuai kriteria inklusi yaitu 45-55 tahun. Faktor resiko yang dapat diubah meliputi obesitas berdasarkan IMT >25kg/m2 atau lingkar perut >80 cm padawanita dan >90 cm pada laki-laki.2 Subjek pada penelitian ini memiliki berat badan rata-rata yaitu 66,5 kg dengan tinggi badan 163 cm, namun kekurangan penelitian ini peneliti tidak

(48)

melakukan pengukuran lingkar perut, pada penelitian ini didapatkan jumlah dari perhitungan IMT pasien adalah 25,09 kg/m2 yang dikategorikan overweight.33

Para peneliti dari Depertements Of Endocrinology And Metabolism And Medicine, Nizam’s Institute Of Medical Sciences University, India telah mengkarakteristikkan proteome saliva penderita diabetes melitus tipe 2 untuk mengidentifikasi tanda-tanda diabetes melitus dalam tubuh pada tahun 2009. Mereka mengkarakterisasi saliva dari penderita DM dengan multidimensional liquid chromatography. Hasilnya terdapat perbedaan kandungan saliva pada penderita diabetes melitus yang di kontrol, penderita pradiabetes dan penderita yang tidak terkontrol.23

1. Analisis Rata – Rata Laju Aliran Saliva pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2

Penelitian ini rata-rata pasien memiliki laju aliran saliva normal dengan nilai adalah 1,5 ± 0,64 (tabel 1), dan penelitian ini mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian Bernadi et al (2007), hasil penelitiannya menyatakan bahwa nilai rata-rata laju aliran saliva pada pasien diabetes melitus terkontrol adalah normal dengan nilai 1,95±0,73.6,34 Penelitian Prathibha (2013), menjelaskan rata-rata prevalensi laju aliran saliva pada pasien diabetes melitus tipe 2 adalah 0,46 ± 0,02 yang dikategorikan hiposalivasi (<0,7ml/menit). Perbedaan hasil penelitian ini akibat dari perbedaan subjek penelitian dan metode penelitian, Prathibha melakukan pemeriksaan pada subjek diabetes melitus tidak terkontrol dan metode pengambilan saliva dengan spitting tanpa stimulasi sedangkan penelitian ini melakukan pemeriksaan pada pasien diabetes melitus terkontrol dan menggunakan metode pengambilan sampel saliva spitting stimulasi.6,34

Penelitian oleh Lasisi dan Fasanmade (2012) menunjukkan laju aliran saliva lebih rendah pada pasien diabetes melitus tidak terkontrol dibandingkan dengan pasien diabetes melitus terkontrol pada penelitian tersebut subjek penelitian memiliki kadar gula darah terkontrol dan tidak terkontrol, rata-rata pasien diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol memiliki laju aliran saliva yang rendah.28

Gambar

Gambar 2 : patofisiologis diabetes mellitus tipe 2. 11
Gambar  5  :  Grafik  hubungan  konsentrasi  aseton  dengan  saliva              dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus setelah berpuasa
Gambar 6 : Gambar kelenjar saliva mayor. 25
Gambar 7: Alat dan Bahan penelitian : (a) Pipet steril yang akan di  hubungkan ke diasen

Referensi

Dokumen terkait

7. Seluruh Dosen Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang. Pak Arif Khunai dan Ibu Rodiyah selaku pemilik CV Abby Offset Printing &amp; Packaging

Inilah yang di- sebut fase deskriptif perkembangan fitopatologi dengan ciri pendekatan ilmu secara individual, baik terhadap individu patogen, individu tumbuhan, maupun

Menimbang, bahwa dalil dalil yang diajukan Penggugat untuk menggugat cerai Tergugat pada pokoknya adalah pada bulan Januari tahun 2011 Penggugat meminta kepada Tergugat

merupakan blok diagram sistem MPPT dengan menggunakan konverter ZETA dengan metode modified P&amp;O untuk mendapatkan daya maksimum dari 6 PV sebagai

[r]

Sebagai seorang istri yang baik, wanita Jepang melayani suaminya dengan setia.. dan patuh, menangani ekonomi rumah tangga, serta melaksanakan segala

If the strictXmlStrings header flag is set, then this token is interpreted to enclose the content in the double-quotation character ( &#34; ) and the attribute content therefore

This study used field survey to measure, draw, photograph, and record overall environment of architectural complexes and single buildings, as well as used research