• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREDIKSI TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TERHADAP PEMANFAATAN LAHAN PADA SUB DAS MATA ALLO KAB. ENREKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PREDIKSI TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TERHADAP PEMANFAATAN LAHAN PADA SUB DAS MATA ALLO KAB. ENREKANG"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LAHAN PADA SUB DAS MATA ALLO KAB. ENREKANG

Oleh :

INA MULYATI SALAM M U K H L I S I N

105 81 1038 09 105 81 1092 09

JURUSAN SIPIL PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2014

(2)
(3)

PREDIKSI TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TERHADAP PEMANFAATAN LAHAN PADA SUB DAS MATA ALLO KAB. ENREKANG

ABSTRAK

Ina Mulyati, Mukhlisin. H.Lawalenna Samang, Amrullah Mansida Sub DAS Mata Allo merupakan daerah aliran sungai yang kondisi topografinya rata-ata sangat curam. Kondisi tata guna lahan yang sebagian besar pertanian ini cukup memungkinkan terjadinya erosi.

Kondisi ini juga terjadi pada sub Das Mata Allo yang merupakan bagian dari Das Saddang, seperti diketahui dari data spasial lahan kritis wilayah BP DAS Saddang tahun 2004 dinyatakan bahwa sub DAS Mata Allo hulu termasuk dalam kategori tingkat erosi berat, produktivitas lahan sangat rendah, dan termasuk dalam kategori lahan agak kritis. Untuk itu dilakukan kajian terhadap tingkat bahaya erosi mengetahui seberapa besar bahaya erosi yang terjadi pada Sub DAS Mata Allo dan berapa jumlah erosi yang masih dapat ditoleransi pada penggunaan lahan pada vegetasi bawang merah, jagung dan kubis. Metode yang digunakan dalam menghitung tingkat bahaya erosi adalah metode MUSLE dimana metode tersebut menggunakan pendekatan dari faktor volume aliran permukaan, indeks erodibilitas, faktor panjang dan kemiringan, tindakan faktor vegetasi, dan faktor tanah. Dari hasil analisa diperoleh erosi potensial tertinggi pada jenis vegetasi bawang merah sebesar 116,36 ton/ha/thn atau setara dengan kehilangan tanah sebesar 0,11 cm/th, sedangkan pada jenis vegetasi jagung sebesar 72, 35 atau setara dengan kehilangan tanah sebesar 0,41 cm/th dan pada jenis vegetasi kubis sebesar 96,63 ton/ha/th atau setara dengan kehilangan tanah sebesar 0,56 cm/th.

KATA KUNCI: Erosi, MUSLE, DAS.

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah- Nya, sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah Ujian Komprehensif ini dengan baik.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada Jurusan Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Adapun judul tugas akhir kami adalah: “PREDIKSI TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TERHADAP PEMANFAATAN LAHAN PADA SUB DAS MATA ALLO KAB. ENREKANG”

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis mendapatkan banyak masukan yang berguna dari berbagai pihak sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan segala ketulusan serta keikhlasan hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Hamzah Al Imran, S.T., M.T. sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Muh. Syafaat S. Kuba, S.T. sebagai Ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Prof.Dr.Ir.H.Lawalenna Samang, M.Si.,M.Eng. selaku pembimbing I dan bapak Amrullah Mansida, S.T.,M.T. selaku

(5)

pembimbing II, yang telah meluangkan banyak waktu, memberingan bimbingan dan pengarahan sehingga terwujudnya tugas akhir ini.

4. Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai pada Fakultas Teknik atas segala waktunya telah mendidik dan melayani kami selama mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Ayahanda dan ibunda tercinta yang senantiasa memberikan limpahan kasih sayang, doa, serta pengorbanan kepada penulis.

6. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik, terkhusus Saudaraku Angkatan 2009 dengan rasa persaudaran yang tinggi banyak membantu dan memberi dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Pada akhir penulisan tugas Akhir ini, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis meminta saran dan kritik sehingga laporan tugas akhir ini dapat menjadi lebih baik dan menambah pengetahuan kami dalam menulis laporan selanjutnya.

Semoga laporan tugas akhir ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan untuk pembaca pada umumnya.

Wassalamu`alaikum, Wr. Wb.

Makassar, April 2014

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang ... 1

B Rumusan Masalah ... 3

C Tujuan Penelitian ... 3

D Batasan Masalah ... 4

E Manfaat Penelitian ... 4

F Sistematika Penulisan... 4

BAB II TINJUAN PUSTAKA A Proses Erosi dan Sedimentasi ... 6

B Faktor - Faktor Penentu Erosi ... 9

C Tingkat Bahaya Erosi ... 13

D Arahan Penggunaan Lahan ... 30

E Pengelolaan Daerah Aliran Sungai ... 31

(7)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 35

B Peralatan Penelitian ... 38

C Metode Penelitian ... 38

D Bagan Alur Penelitian ... 40

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN A Analisa Laju Erosi Potensial ... 41

B Tingkat Toleransi Erosi ... 46

C Tingkat Bahaya Erosi ... 48

BAB V PENUTUP A Kesimpulan ... 51

B Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman

1. Proses terjadinya erosi 7

2. Skema daerah aliran sungai 32

3. Lokasi penelitian 35

4. Bagan Alur Penelitian 38

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor halaman

1. Kriteria tingkat bahaya erosi (TBE) 14

2. Nilai MS dan BD 17

3. Nisbah Et/Eo beberapa jenis tanaman 17

4. Perhitungan koefisien runoff (C) 18

5. Faktor erodibiltas tanah (K) 19

6. Kode struktur tanah 20

7. Kode permeabilitas tanah 21

8. Nilai M bebrapa tekstur tanah 22

9. Nilai LS berdasarkan panjang lereng 22

10. Nilai faktor C 24

11. Nilai faktor P 26

12. Batas maksimum laju erosi 29

13. Nilai faktor kedalaman 30

14. Hasil analisa laju erosi potensial 39

15. Hasil analisa erosi yang ditoleransikan 41

16. Hasil analisa tingkat bahaya erosi 42

17. Nilai total aliran permukaan 46

18. Curah hujan tahunan rata-rata 47

19. Nilai faktor erodibiltas 49

20. Nilai kandungan partikel 49

21. Nilai berat jenis tanah 49

(10)

22. Nilai faktor panjang dan kemiringan lereng 51 23. Nilai faktor pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi 51

(11)

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Notasi Definisi dan Keterangan TBE Tingkat bahaya erosi Ea laju erosi potensial TSL toleransi erosi

Rm nilai total volume aliran permukaan K faktor erodibiltas tanah

L faktor panjang lereng

S faktor kemiringan lereng

C faktor tanaman

P faktor tindakan tanah

Qp debit aliran puncak

Vo volume aliran permukaan

Rc kapasitas penyimpanan lengas tanah

Ro jumlah hari hujan

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Sedangkan pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat memanipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di aliran daerah sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya air dan tanah(Asdak, 2007).

Salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan sumber daya air yang ada di DAS diakibatkan oleh erosi, permasalahan erosi yang saat ini terjadi di sekitar daerah aliran sungai ditimbulkan akibat banyaknya pembukaan lahan untuk kegiatan pertanian yang pada umumnya tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah, sehingga mengakibatkan terkelupasnya lapisan tanah bagian atas. Kondisi ini juga terjadi pada sub Das Mata Allo yang merupakan bagian dari Das Saddang, seperti diketahui dari data spasial lahan kritis wilayah BP DAS Saddang tahun 2004 dinyatakan bahwa sub DAS Mata Allo hulu termasuk dalam kategori

(13)

tingkat erosi berat, produktivitas lahan sangat rendah, dan termasuk dalam kategori lahan agak kritis.

Dari hasil penelitian mahasiswa IPB bogor di tiga stasiun curah hujan terhadap Nilai Fluktuasi Debit ( NFD) di daerah sub DAS Mata Allo, pada tahun 2003 diperoleh rata-rata debit maksimum 5,8 m/detik dan debit rata-rata minimum 0,8 m3/detik dengan demikian dapat diketahui perbandingan debit tertinggi dengan debit terendah atau nilai fluktuasi debit (NFD) pada tahun 2003 sebesar 7,2. Sedangkan pada tahun 2004, rata-rata debit maksimum 9,5 m3/detik dan rata-rata debit minimum 0,5 m3/detik dan diperoleh NFD 19,9. Peningkatan NFD yang terjadi menunjukkan semakin memburuknya kondisi DAS sehingga terjadi perubahan keseimbangan tata air yang diduga akibat dari pengelolaan lahan yang tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air.

Penurunan kualitas air yang berdampak pada kemerosotan kesuburan tanah atau pemiskinan tanah (degradasi) yang terjadi di sub Das Mata Allo merupakan akibat dari erosi tanah yang membuat kualitas lahan kritis semakin meluas. Begitu pula terhadap pembukaan lahan secara serampangan, dapat menyebabkan lahan terbuka sehingga terjadi limpasan permukaan yang menurunkan infiltrasi, dan memicu terjadinya erosi (Asdak,2010).

Dari uraian diatas maka pada penelitian ini penulis berinisiatif mengambil judul “Prediksi tingkat bahaya erosi (TBE) terhadap pemanfaatan lahan pada sub DAS Mata Allo Kab. Enrekang” untuk

(14)

dijadikan tugas akhir pada program studi Sipil Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Makassar.

B. Rumusan masalah penelitian

Rumusan masalah yang dapat dijadikan dasar dalam penelitian ini adalah :

1) Seberapa besar laju erosi yang masih dapat ditoleransi pada penggunaan lahan di Sub. DAS Mata Allo Kab. Enrekang.

2) Bagaimana Tingkat Bahaya Erosi (TBE) yang terjadi pada penggunaan lahan di Sub. DAS Mata Allo Kab. Enrekang.

C. Tujuan penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui laju erosi yang masih dapat ditoleransi pada penggunaan lahan di sub DAS Mata Allo Kab. Enrekang.

2) Untuk mengetahui jumlah erosi dan tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi pada pemanfaatan lahan di sub DAS Mata AlloKab. Enrekang.

D. Batasan masalah

Mengingat luasnya permasalahan mengenai kajian tingkat bahaya erosi terhadap wilayah suatu DAS yaitu sub DAS Mata Allo yang

(15)

berdampak pada produktifitas pemanfaatan lahan, maka dalam tugas akhir ini perlu diberi batasan-batasan sebagai berikut :

1) Menentukan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Menggunakan Rumus TBE.

2) Menghitung besarnya laju erosi menggunakan metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) pada pemanfaatan lahan di sub DAS Mata Allo Kab. Enrekang.

E. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai :

1) Sebagai bahan rujukan mengenai tingkat bahaya erosi terhadap pemanfaatan lahan pada sub DAS Mata Allo Kab. Enrekang.

2) Sebagai bahan referensi dalam rangka pelaksanaan konservasi tanah pada pemanfaatan lahan di sub DAS Mata Allo Kab. Enrekang.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan proposal ini terdiri dari lima bab, dimana masing-masing bab membahas masalah tersendiri, selanjutnya sistematika laporan ini sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

(16)

BAB II TINJUAN PUSTAKA

Menguraikan tinjauan mengenai permasalahan yang akan menjadi bahan penelitian dalam penulisan tugas akhir pada suatu wilayah tertentu.

Dimana dalam hal ini mencakup teori-teori beserta formula yang berkaitan langsung dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Merupakan gambaran umum mengenai lokasi penelitian, peralatan penelitian serta metode penelitian yang akan digunakan.

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil kajian dari judul penelitian tugas akhir secara mendetail dan terperinci.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran setelah melakukan penelitian tugas akhir.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Proses Erosi dan Sedimentasi

Erosi adalah suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, ataupun angin (Arsyad, 1983). Dua penyebab utama tejadinya erosi adalah erosi karena sebab alamiah dan erosi karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih meberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman.

Sedangkan erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah, antara lain, pembuatan jalan di daerah dengan kemiringan lereng besar.

Di daerah-daerah tropis yang lembab seperti di Indonesia maka air merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan untuk daerah- daerah panas yang kering maka angin merupakan faktor penyebab utamanya. Erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi 3 tahap (Suripin, 2004), yaitu:

(18)

a. Tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah.

b. Tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin.

c. Tahap pengendapan, pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak cukup lagi untuk mengangkut partikel.

Gambar 1. Proses Terjadinya Erosi

Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah pada erosi yang disebabkan oleh air. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah terlepas dan terlempar ke udara. Karena gravitasi bumi, partikel tersebut jatuh kembali ke bumi. Pada lahan miring partikel-partikel tanah tersebar ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas akan menyumbat pori- pori tanah. Percikan air hujan juga menimbulkan pembentukan lapisan tanah keras pada lapisan permukaan. Hal ini mengakibatkan menurunnya kapasitas dan laju infiltrasi tanah.

(19)

Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-pertikel yang terlepas baik oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliran permukaan itu sendiri. Pada saat energi aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikel tanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan mengendap baik untuk sementara atau tetap (Suripin, 2004).

Proses pengendapan sementara terjadi pada lereng yang bergelombang, yaitu bagian lereng yang cekung akan menampung endapan partikel yang hanyut untuk sementara dan pada hujan berikutnya endapan ini akan terangkut kembali menuju dataran rendah atau sungai.

Pengendapan akhir terjadi pada kaki bukit yang relatif datar, sungai dan waduk. Pada daerah aliran sungai, partikel dan unsur hara yang larut dalam aliran permukaan akan mengalir dan mengendap ke sungai dan waduk sehingga menyebabkan pendangkalan atau biasa juga disebut sedimentasi.

Berdasarkan bentuknya erosi dibedakan menjadi 7 tipe, diantaranya yaitu:

1) Erosi percikan (splash erosion) adalah terlepas dan terlemparnya partikel-partikel tanah dari massa tanah akibat pukulan butiran air hujan secara langsung.

(20)

2) Erosi aliran permukaan (overland flow erosion) akan terjadi hanya dan jika intensitas dan/atau lamanya hujan melebihi kapasitas infiltrasi atau kapasitas simpan air tanah.

3) Erosi alur (rill erosion) adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air.

4) Erosi parit/selokan (gully erosion) membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur.

5) Erosi tebing sungai (streambank erosion) adalah erosi yang terjadi akibat pengikisan tebing oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan arus sungai yang kuat terutama pada tikungan- tikungan.

6) Erosi internal (internal or subsurface erosion) adalah proses terangkutnya partikel-partikel tanah ke bawah masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat adanya aliran bawah permukaan.

7) Tanah longsor (land slide) merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah yang terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar. (Sumber : Suripin, 2004)

B. Faktor – Faktor Penentu Erosi

Baver (1959) mengatakan bahwa secara umum erosi dipengaruhi oleh iklim, tanah (C), topografi (S), vegetasi (V) dan manusia (H)

(21)

1) Iklim

Pada daerah tropis faktor iklim yang paling besar pengaruhnya terhadap laju erosi adalah hujan. Jumlah dan intensitas hujan di Indonesia umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan negara beriklim sedang.

Besarnya curah hujan menentukan kekuatan dispersi, daya pengangkutan dan kerusakan terhadap tanah (Arsyad, 1989).

Jumlah curah hujan rata-rata yang tinggi tidak menyebabkan erosi jika intensitasnya rendah, demikian pula intensitas hujan yang tinggi tidak akan menyebabkan erosi bila terjadi dalam waktu yang singkat karena tidak tersedianya air dalam jumlah besar untuk menghanyutkan tanah.

Sebaliknya jika jumlah dan intensitasnya tinggi akan mengakibatkan erosi yang besar (Baver, 1959).

2) Tanah

Tanah merupakan faktor penting yang menentukan besarnya erosi yang terjadi. Faktor-faktor tanah yang berpengaruh antara lain adalah ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar baik oleh pukulan air hujan maupun limpasan permukaan, dan kemampuan tanah untuk menyerap air hujan melalui perkolasi dan infiltrasi (Utomo, 1989). Kepekaan atau ketahanan tanah terhadap erosi berbeda-beda sesuai dengan sifat fisik dan kimia tanah. Perbedaan ketahanan ini umumnya dinyatakan dalam nilai erodibilitas tanah.

(22)

Adapun sifat tanah yang penting dalam menentukan erodibilitas tanah (mudah tidaknya tanah tererosi) adalah :

a. Teksur tanah, biasanya berkaitan dengan ukuran dan porsi partikel- partikel tanah dan akan membentuk tipe tanah tertentu. Tiga unsur utama adalah pasir (sand) debu (silt) dan liat (clay). Tanah dengan unsur dominan liat dan pasir kasar, kemungkinan untuk terjadinya erosi sangat rendah karena partikel-partikel tanah tergolong kuat dan laju infiltrasi di tempat ini besar sehingga menurunka laju air larian.

Sebaliknya pada tanah dengan unsur utama debu dan pasir lembut memberikan kemungkinan untuk cepat tererosi.

b. Unsur organik, terdiri atas limbah tanaman dan hewan sebagai hasil proses dekomposisi. Unsur organik cenderung memperbaiki struktur tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas tanah, kapasitas tampung air tanah, dan kesuburan tanah. Kumpulan unsur organik diatas permukaan tanah dapat menghambat kecepatan air larian sehingga menurunkan potensi terjadinya erosi.

c. Struktur tanah, mempengaruhi tanah dalam menyerap air tanah.

Misalnya struktur tanah granuler mempunyai kemampuan besar dalam meloloskan air larian, dan dengan demikian, menurunkan laju air larian dan memaju pertumbuhan tanaman.

d. Permebilitas tanah, kecepatan air merembes ke dalam tanah ke arah horizontal dan vertikal melalui pori-pori tanah atau pula dapat diartikan dengan kecepatan tanah meresapkan atau meloloskan air. Tanah

(23)

dengan permebilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi, dan dengan demikian, menurunkan laju air larian.

3) Topografi

Topografi diartikan sebagai tinggi rendahnya permukaan bumi yang menyebabkan terjadi perbedaan lereng (Arsyad, 1989). Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menetukan karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut penting untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian (Asdak, 1995).

4) Vegetasi

Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah:

a. Melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan kecepatan terminal dan memperkecil diameter hujan)

b. Menurunkan kecepatan air larian

c. Menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakaran

d. Mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air.

Asdak (1995), mengemukakan bahwa yang lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi adalah tumbuhan bawah karena ia merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar kecilnya erosi percikan.

(24)

5) Manusia

Manusia dapat mencegah dan mempercepat terjadinya erosi, tergantung bagaimana manusia mengelolahnya. Manusialah yang menentukan apakah tanah yang dihasilkannya akan merusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan mempertahankan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana sehingga menjadi lebih baik dan dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk jangka waktu yang tidak terbatas (Arsyad, 1989).

Kegiatan manusia yang dapat menurunkan erosi yaitu Pembuatan teras, penanaman secara berjalur, penanaman atau pengolahan tanah menurut kontur, perlindungan tanah dengan mulsa. Di lain pihak, penanaman searah lereng, perladangan dan penggunaan lahan tanpa memperhatikan kaidah konservasi akan meningkatkan bahaya erosi (Arsyad, 1989).

C. Tingkat Bahaya Erosi

Tingkat bahaya erosi pada dasarnya dapat ditentukan dari perhitungan nisbah antara laju erosi tanah potensial (Ea) dengan laju erosi yang masih dapat ditoleransi (TSL) atau secara matematis dapat ditulis sebagi berikut (hammer, 1981) :

TBE = 𝐄𝐚 𝐭𝐨𝐧/𝐡𝐚/𝐭𝐡𝐧

𝐓𝐒𝐋 𝐭𝐨𝐧/𝐡𝐚/𝐭𝐡𝐧 (1)

(25)

Dimana:

Ea = laju erosi potensial

TSL = erosi yang dapat ditoleransi

Prakiraan besarnya laju erosi potensial dapat dihitung dengan menggunakan persamaan MUSLE, sedangkan besarnya laju erosi yang masih dapat ditoleransi dapat diprakirakan dengan menggunakan rumus empiris. Untuk menentukan tingkat bahaya erosi, dapat dilihat dari tabel 1 Tabel 1 Kriteria tingkat bahaya erosi (TBE)

Nilai Kriteria / rating TBE

< 1,0 1,10 – 4,0 4,01 – 10,0

>10,01

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

(Sumber : jurnal Agrikultura,Adol Frian Rumaijuk, 2009)

1) Laju Erosi Potensial

Untuk memperkirakan besarnya laju erosi potensial dalam studi ini menggunakan metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) atau MPUKT (Modifikasi Persamaan UmumKehilangan Tanah). Metode ini merupakan modifikasi dari USLE (Universal Soil LossEquation) atau PUKT (Persamaan Umum Kehilangan Tanah) yang dikembangkan oleh Williams (1995).

Metode USLE dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1965, 1978) dimanaUSLE memperkirakan besarnya erosi rata-rata tahunan secara kasar dengan menggunakan pendekatan dari fungsi energi hujan,

(26)

sedangkan pada metode MUSLE faktor energi curah hujan ini digantikan dengan faktor limpasan permukaan,sehingga besarnya perkiraan hasil sedimen menjadi lebih besar dan tidak memerlukan perhitungan nisbah pelepasan sedimen (SDR). Perhitungan SDR ini tidak diperlukan dalam perhitungan perkiraan hasil sedimen dengan MUSLE , karena faktor limpasan permukaan menghasilkan energi yang digunakan dalam proses pelepasan dan pengangkutan sedimen.

Adapun persamaan modifikasi MUSLE (suripin, 2004) adalah sebagai berikut :

Ea = Rm x K x L x S x C x P (2)

Dimana :

Ea = besarnya kehilangan rata-rata tahunan (ton/ha.thn) Rm = nilai total volume aliran permukaan (m3/dtk)

K = indeks erodibilitas tanah L = faktor panjang lereng (m) S = faktor kemiringan lereng

C = faktor tanaman/faktor vegetasi penutup tanah P = faktor tindakan tanah (Asdak, 1995)

a) Nilai total volume aliran permukaan(Rm)

Erosivitas merupakan kemampuan hujan untuk menyebabkan terjadinya erosi yang merupakan faktor Rm pada MUSLE, yang dicari dengan menggunakan nilai volume aliran permukaan dan debit puncak, (Rm = 11,8 (Vo.Qp)0,56 , (williams dan berndt, 1997).

(27)

Rm = 11,8 (Vo.Qp)0,56 (3) Dimana:

Vo = Volume Aliran Permukaan (mm) Qp = Debit aliran puncak (cm/jam)

Menghitung nilai Vo dengan persamaan:

Vo = R x exp. (-Rc / Ro)

(4)

Dimana:

R = curah hujan tahunan rata-rata (mm) Rc = kapasitas penyimpanan lengas tanah Ro = jumlah hari hujan (hr)

Untuk menghitung Rc digunakan persamaaan :

Rc = 1000 x MS x BD x RD x (Et/Eo)0.5 (5) Dimana:

MS = kandungan lengas tanah pada kapasitas lengasan BD = kerapatan massa tanah

RD = kedalaman perakaran efektif

Et/Eo = perbandingan antara evaporasi aktual dengan evaporasi potensial

Untuk menghitung Ro dengan persamaan :

Ro =R / Rn (6)

Dimana:

R = curah hujan tahunan rata-rata (mm) Rn = rerata jumlah hari hujan (hari)

(28)

Qp = 0,278.C.I.F (7) Dimana :

C = koefisien limpasan

I = intensitas hujan (cm/jam) F = luas daerah pengaliran (km2) Tabel 2 Nilai MS dan bd

TeksturTanah

MS ( %)

bd Mgm-3 Liat (clay)

Lempung berliat Liat berdebu Lempung berpasir Lempung berdebu Lempung

Pasir halus Pasirhalus

45 40 30 28 25 20 15 8

1,1 1,3 - 1,2 1,3 1,3 1,4 1.53333333

333333

(Sumber: Utomo,1994:155)

Tabel 3 Nisbah Et/Eo beberapa jenis tanaman dan tumbuhan.

Jenis tanaman dan tumbuhan Nisbah Et/Eo

Padi sawah 1,35

Gandum (wheat) 0,59 – 0,61

Jagung 0,67 – 0,70

Barley 0,56 – 0,60

Millet/sorgum 0,62

Kentang 0,70 – 0,80

Kacangan 0,62 – 0,69

Kacang tanah 0,50 – 0,87

(29)

Tabel 3 Nisbah Et/Eo beberapa jenis tanaman dan tumbuhan, (lanjutan).

Kol/Brussels sprouts 0,45 – 0,70

Pisang 0,70 – 0,77

Teh 0,85 – 1,00

Kopi 0,50 -1,00

Coklat 1,00

Tebu 0,68 – 0,80

Bit gula 0,73 – 0,75

Karet 0,90

Kelapa sawit 1,20

Kapas 0,63 – 0,69

Rumput (yang ditanama) 0,85 – 0,87

Rumput praire/savana 0,80 – 0,95

Hutan 0,90 – 1,00

Sumber: (whiters and vipond, 1947 : Doorenbos and Fruitt, 1997)

Tabel 4 perhitungan koefisien pengaliran (C)

Koefisien aliran (C) = Ct + Cs + Cv

Topografi (Ct) Tanah (Cs) Vegetasi (Cv) Datar (1%) 0,03 Pasir dan gravel 0,04 Hutan 0,04 Bergelombang

(1 – 10%) 0,08 Lempung

berpasir 0,08 Pertanian

0,11 Perbukitan

(10 – 20%) 0,16 Lempung dan

lanau 0,16 Padang

rumput 0,21 Pegunungan

(> 20%) 0,26 Lapisan

batu 0,26 Tanpa

tanaman 0,28

(Sumber: Hassing, 1995)

b) Faktor erodibilitas tanah (K)

Faktor erodibiltas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut akibat oleh adanya energi kinetik air hujan. Besarnya erodibiltas tanah

(30)

juga ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas infiltrasi, dan kandungan organik dan kimia tanah.

Karakteristik tanah tersebut bersifat dinamis, selalu berubah, oleh karenanya karakteristik tanah dapat berubah seiring dengan perubahan waktu dan tataguna lahan atau sistem pertanaman. Nilai K dapat dilihat dari tabel 3 untuk beberapa jenis tanah di indonesia yang dikeluarkan oleh Dinas RLKT, Departement Kehutana RI.

Tabel 5 faktor K dari Depertemen Kehutanan RI

Jenis Tanah Faktor erodibilitas (K) Lotosol coklat kemerahan dan litosol

Latosol kuning kemerahan dan litosol Latosol mediteran dan litosol

Latosol kuning kemerahan Granusol

Aluvial Regusol

0,43 0,36 0,46 0,56 0,20 0,47 0,47

(Sumber: Hardyatmo, 2006)

Banyak usaha telah dilaksanakan untuk membuat model fungsional sederhana antara besarnya erodibiltas suatu jenis tanah dengan karakteristik tanah yang bersangkutan. Wischmeier et al, (1971) mengembangkan persamaan matematis yang menghubungkan

(31)

karakteristik tanah dengan tingkat erodibilitas tanah seperti tersebut dibawah ini:

K = { 2,713 x 10-4 (12 – OM) M1,14 + 3,25 (S – 2) + 2,5 x(𝐏−𝟑)

𝟏𝟎𝟎 (8)

Dimana:

M = persentase ukuran partikel (% debu + pasir ) x (100 - % liat)

O = persentase bahan organik

S = kode struktur tanah yang dipergunakan dalam klasifikasi tanah

P = klas permebilitas tanah (tabel 7)

Tabel 6 kode struktur tanah untuk menghitung nilai K dengan nomograf

Kelas struktur tanah (ukuran diameter) Kode Granuler sangat halus (<1mm)

Granuler halus (1 sampai 2 mm)

Granuler sedang sampai kasar (2 sampai 10 mm) Berbentuk blok, blocky, plat, masif

1 2 3 4

(Sumber : Suripin, 2004)

(32)

Tabel 7 kode permeabilitas tanah

Kelas permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode Sangat lambat

Lambat

Lambat sampai sedang Sedang

Sedang sampai cepat Cepat

< 0,5 0,5 – 2,0 2,0 – 6,3 6,3 – 12,7 12,7 – 25,4

>25,4

6 5 4 3 2 1

(Sumber : Suripin, 2004)

c) Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS)

Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen. Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan. Semakin curam suatu lereng, maka laju limpasan permukaan akan semakin cepat, sehingga volume limpasan semakin besar. Besarnya nilai LS (faktor topografi) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

LS = [(65,41 x s2)/(s2 + 10.000)+(4,56 x s)/(s2 + 10.000)-2+ 0,07][l/72,5)m] (9) Dimana :

LS = faktor topografi

S = kemiringan lereng (%) L = panjang lereng (m)

(33)

m = angka tetapan, besarnya tergantung pada kemiringan lereng, kemiringan lereng dapat di lihat pada tabel 8.

Tabel 8 nilai m

Kemiringan lereng (s) Nilai m S < 1%

1% < s < 3%

3% < s < 4,5%

s > 5%

0,2 0,3 0,4 0,5

(Sumber : Suripin, 2004)

Tabel 9 Nilai LS berdasarkan panjang dan gradient kemiringan lereng (diadaptasi dari Goldmand et al.,1986)

Kemiringann lereng, s

(%)

Nilai LS menurut panjang lereng (m)

3,0 6,1 9,1 12,2 15,2 18,3 21,3 24,4 27,4 30,5 0,5 0,06 0,07 0,07 0,08 0,08 0,09 0,09 0,09 0,09 0,10

1 0,08 0,09 0,10 0,10 0,11 0,11 0,12 0,12 0,12 0,12 2 0,10 0,12 0,14 0,15 0,16 0,17 0,18 0,19 0,19 0,20 3 0,14 0,18 0,20 0,22 0,23 0,25 0,26 0,27 0,28 0,29 4 0,16 0,21 0,25 0,28 0,30 0,33 0,35 0,37 0,38 0,40 5 0,17 0,24 0,29 0,34 0,38 0,41 0,45 0,48 0,51 0,53 6 0,21 0,30 0,37 0,43 0,48 0,52 0,56 0,60 0,64 0,67 7 0,26 0,37 0,45 0,52 0,58 0,64 0,69 0,74 0,78 0,82 8 0,31 0,44 0,54 0,63 0,70 0,77 0,83 0,89 0,98 0,99 9 0,37 0,52 0,64 0,74 0,83 0,91 0,98 1,05 1,11 1,17 10 0,43 0,16 0,75 0,87 0,97 1,06 1,15 1,22 1,30 1,37 12,5 0,61 0,86 1,05 1,22 1,36 1,49 1,61 1,72 1,82 1,92 15 1,14 0,81 1,40 1,62 1,81 1,98 2,14 2,29 2,43 2,56 20 1,82 1,29 2,23 2,58 2,88 3,16 3,41 3,65 3,87 4,08 22 2,13 1,51 2,61 3,02 3,37 3,69 3,99 4,27 4,53 4,77

(34)

Tabel 9 Nilai LS berdasarkan panjang dan gradient kemiringan lereng (diadaptasi dari Goldmand et al.,1986), (lanjutan).

25 2,63 1,86 3,23 3,73 4,16 4,56 4,93 5,27 5,59 5,89 30 3,56 2,51 4,36 5,03 5,62 6,16 6,65 7,11 7,54 7,95 35 4,57 3,23 5,60 6,46 7,23 7,92 8,55 9,14 9,70 10,22 40 5,66 4,00 6,93 8,00 8,95 9,80 10,59 11,32 12,0 12,65 45 6,80 4,81 8,33 9,61 10,75 11,77 12,72 13,60 14,42 15,20 50 7,97 5,64 9,76 11,27 12,60 13,81 14,91 15,94 16,91 17,82 55 9,16 6,48 11,22 12,96 14,48 15,87 17,14 18,32 19,43 20,48 57 9,64 6,82 11,80 13,63 15,24 16,69 18,03 19,28 20,45 21,55 60 10,35 7,32 12,68 14,64 16,37 17,93 19,37 20,71 21,96 23,15 66,7 11,93 8,44 14,61 16,88 18,87 20,67 22,32 23,87 25,31 26,68 70 12,70 8,98 15,55 17,96 20,08 21,99 23,75 25,39 26,93 28,39 75 13,83 9,78 16,94 19,56 21,87 23,95 25,87 27,66 29,34 30,92 80 14,93 10,55 18,28 21,11 23,60 25,85 27,93 29,85 31,66 33,38 85 15,98 11,30 19,58 22,61 25,27 27,69 29,90 31,97 33,91 35,74 90 17,00 12,02 20,82 24,04 26,88 29,44 31,80 34,00 36,06 38,01 95 17,97 12,71 22,01 25,41 28,41 31,12 33,62 35,94 38,12 40,18 100 18,89 13,36 23,14 26,72 29,87 32,72 35,34 37,78 40,08 42,24 (Sumber: Asdak, 2010)

d) Faktor tanaman atau vegetasi penutup tanah (C)

Indeks pengelolaan tanaman (C) dapat diartikan sebagai rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman pada sebidang lahan terhadap tanah pengelolaan tanah dan sebagainya.

Faktor Penutup Lahan atau faktor C merupakan faktor yang menunjukan keseluruhan pengaruh dari faktor vegetasi, seresah, kondisi

(35)

permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Penentuan yang paling sulit adalah faktor C, karena banyaknya ragam cara bercocok tanam untuk suatu jenis tanaman tertentu dalam lokasi tertentu. Pola pertanaman dan jenis tanaman yang dibudidayakan sangat berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan karena berpengaruh terhadap penutupan tanah dan produksi bahan organik yang berfungsi sebagai pemantap tanah. Berikut ini adalah tabel nilai C untuk beberapa jenis dan pengelolaan tanaman

Tabel 10 nilai faktor C (pengelolahan tanaman)

No. Macam Penggunaan Lahan Nilai Faktor C

1 Tanah terbuka, tanpa tanaman 1

2 Hutan atau semak belukar 0,001

3 Savanah dan prairie dalam kondisi baik 0,01 4 Savanah dan prairie yang rusak untuk gembalaan 0,1

5 Sawah 0,01

6 Tegalan tidak dispesifikasi 0,7

7 Ubi kayu 0,8

8 Jagung 0,7

9 Kedelai 0,399

10 Kentang 0,4

11 Kacang tanah 0,2

12 Padi gogo 0,561

13 Tebu 0,2

14 Pisang 0,6

15 Akar wangi (sereh wangi) 0,4

16 Rumput bede (tahun pertama) 0,287

17 Rumput bede (tahun kedua) 0,002

18 Kopi dengan penutup tanah buruk 0,2

19 Talas 0,85

20 20

Kebun campuran - Kerapatan tinggi - Kerapatan sedang - Kerapatan rendah

0,1 0,2 0,5

21 Perladangan 0,4

(36)

Tabel 10 nilai faktor C (pengelolahan tanaman), (lanjutan).

22 Hutan alam - Seresah banyak - Serasah sedikit

0,001 0,005 23 Hutan produksi

-Tebang habis -Tebang pilih

0,5 0,2

24 Semak belukar, Padang rumput 0,3

25 Ubi kayu + Kedelai 0,181

26 Ubi Kayu + kacang tanah 0,195

27 Padi-Sorgum 0,345

28 Padi-Kedelai 0,417

29 Kacang tanah-Gude 0,495

30 Kacang tanah + kacang tunggak 0,571

31 Kacang tanah + mulsa jerami 4 t/ha 0,049

32 Padi + mulsa jerami 4 t/ha 0,096

33 Kacang tanah + mulsa jagung 4t/ha 0,128 34 Kacang tanah + mulsa clotalaria 3t/ha 0,136 35 Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 0,256 36 Kacang tanah + mulsa jerami 2t/ha 0,377

37 Padi + mulsa clotalaria 3t/ha 0,387

38 Pola tanaman tumpang gilir + mulsa jerami 0,079 39 Pola Tanaman berurutan + mulsa sisa tanaman 0,357

40 Alang-alang murni subur 0,001

41 Padang rumput (stepa) dan savanna 0,001

42 Rumpur Brachiaria 0,002

(Sumber: Arsyad, 2000 : 259)

e) Faktor tindakan tanah (P)

Faktor P adalah nisbah antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tertentu terhadap tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi. Tingkat erosi yang terjadi sebagai akibat pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) bervariasi, terutama tergantung pada kemiringan lereng.

(37)

Di ladang pertanian, besarnya harga faktor P menunjukkan jenis aktivitas pengolahan tanah (pencangkulan dan persiapan tanah lainnya).

Dalam pemakaian di bidang konstruksi, besarnya P menunjukkan kekasaran permukaan tanahsebagai akibat cara kerja traktor dan mesin- mesin pertanian lainnya. Beberapa nilai faktor P untuk berbagai tindakan konservasi diberikan pada tabel 11

Tabel 11 nilai faktor P

No Tindakan khusus konservasi tanah Nilai P 1

2

3

4

Tanpa tindakan pengendalian erosi Teras bangku

- Konstruksi baik - Konstruksi sedang - Konstruksi kurang baik - Teras tradisional Strip tanaman

- Rumput bahia - Rumput clotararia - Dengan kontur

Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur

- Kemiringan 0 – 8%

- Kemiringan 8 – 20%

- Kemiringan > 20%

1,00 0,04 0,15 0,35 0,40 {}

0,40 0,64 0,20

0,50 0,75 0,90

(Sumber Arsyad. S, 1989. Seto ak, 1991)

(38)

Tabel 12 Perkiraan nilai faktor CP berbagai jenis penggunaan lahan di jawa (Abdurachman dkk., 1984; Ambar dan syarifuddin 1979).

No Tindakan khusus konservasi tanah Nilai CP 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Hutan :

a. Tak terganggu

b. Tanpa tumbuhan bawah, disertai seresah c. Tanpa tumbuhan bawah, tanpa seresah Semak :

a. Tak terganggu b. Sebagian berumput Kebun :

a. Kebun – talun b. Kebun pekarangan Perkebunan :

a. Penutupan tanah sempurna b. Penutupan tanah sebagian Perumputan :

a. Penutupan tanah sempurna

b. Penutupan tanah sebagian; di tumbuhi c. Alang-alang; pembakaran sekali setahun Tanaman pertanian :

a. Umbi-umbian b. Biji-bijian

c. Kacang-kacangan d. Campuran

e. Padi irigasi Perladangan :

a. 1 tahun tanam- 1 tahun bero b. 1 tahun tanam- 2 tahun bero Pertanian dengan konservasi:

a. Mulsa

b. Teras bangku c. Contour cropping

0,01 0,05 0,50 0,01 0,10 0,02 0,20 0,01 0,07

{}

0,01 0,02 0,06 0,51 0,51 0,36 0,43 0,02 0,28 0,19 0,14 0,04 0,14

(Sumber: Arsyad, 2000 : 259)

2. Erosi Yang Dapat Ditoleransi

Pada dasarnya erosi merupakan proses alamiah yang tidak dapat dihilangkan sama sekali atau atau tingkat erosinya nol, khususnya untuk lahan-lahan pertanian. Tindakan yang dilakukan adalah dengan

(39)

mengusahakan supaya erosi yang terjadi masih dibawah ambang batas yang maksimum (soi lloss tolerance), yaitu besarnya erosi yang tidak melebihi laju pembentukan tanah.

Sedikitnya ada empat faktor utama yang mempengaruhi laju erosi yang dapat ditoleransi tanpa kehilangan produktifitas tanah secara permananen (Rahim, 2012). Ke empat faktor tersebut adalah kedalaman tanah, tipe bahan induk, produktifitas relatif dari topsoill dan subsoil, dan jumlah erosi terdahulu. Secara alami laju kehilangan tanah yang diperbolehkan bergantung dengan kondisi, bila suatu tana profilnya dalam tingkat kesuburannya sama pada seluruh kedalaman, maka kehilangan tanah sebesar 25 mm selama 30 tahun dampaknya tidaklah sama dengan kehilangan tanah yang terjadi pada tanah yang profilnya dangkal.

Tanah dangkal yang dimaksud misalnya hanya beberapa cm saja tebalnya dan berada diatas lapisan batuan. Di amerika serikat tanah- tanah yang solumnya tebal laju erosi disepakati sebesar 11,2 ton/ha/tahun. Sedangkan tanah yang solumnya lebih tipis, ,maka laju erosi yang diperbolehkan juga dibuat lebih rendah lagi dari angka itu.

Adapun besarnya erosi tanah yang masih dapat ditoleransi (soil loss tollerance) berdasarkan keadaan tanah yang dikeluarkan oleh SCD – USDA diberikan pada tabel 12.

(40)

Tabel 13 Batas maksimum laju erosi yang dapat ditoleransi untuk berbagai macam kondisi tanah

KONDISI TANAH LajuErosi

(kg/m²/th)

Skala makro (misalDAS) 0,2

Skala meso (misal lahan pertanian):

-Tanah berlempung tebal dan subur (Mid-West,USA) 0,6–1,1

-Tanah dangkal yang mudah tererosi 0,2–0,5

Tanah berlempung tebal,yang berasal dari endapan

vulkanik 1,3–1,5

Tanah yang mempunyai kedalaman:

0-25 cm 25–50 cm 50–100 cm 100–150 cm

>150 cm

0,2 0,2–0,5 0,5–0,7 0,7–0,9

1,1 Tanah tropi kayang sangat mudah tererosi 2,5

Skala mikro (misal daerah terbangun) 2,5

Tanah dangkal di atas batuan 0,112

Tanah dalam di atas batuan 0,224

Tanah lapisan dalam padat diatas batuan lunak 0,448 Tanah dengan permeabilitas lambat diatas batuan lunak 1,121 Tanah yang permeabel diatas batuan lunak 1,341

(Sumber : Suripin, 2004)

Laju erosi yang dapat ditoleransi juga dapat di prakirakan dengan menggunakan persamaan berikut:

TSL = 𝐟𝐝𝒙𝐃𝐄

𝐖 + BD (10)

Dimana :

TSL = laju erosi yang masih dapat ditoleransi (mm/th) DE = kedalaman efektif tanah (mm)

Fd = faktor kedalaman

W = umur guna sumberdaya tanah (300 dan 400 tahun). (th)

(41)

BD = kerapatan massa tanah (bulk density). (gr/cm3).

Tabel 14 Nilai Faktor Kedalaman Tanah pada Berbagai Jenis Tanah

NO USDA Faktor kedalaman tanah

1 Tropepts 1,0

2 Udolls 1,0

3 Ustolls 1,0

4 Humox 1,0

5 Arents 1,0

6 Fluvents 1,0

7 Orthents 1,0

8 Psamments 1,0

9 Andepts 1,0

10 Hummods 1,0

11 Humults 1,0

12 Uderts 1,0

13 Ustearts 1,0

14 Aqualfs 0,9

15 Udalfs 0,9

16 Ustalfs 0,9

17 Aquents 0,9

(Sumber : Hummer, 1981)

D. Arahan Penggunaan Lahan

Arahan penggunaan lahan ditetapkan berdasarkan kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung dan hutan produksi yang adalah berkaitan dengan karakteristik fisikDAS berikut ini (Asdak, 2004) :

1) Kemiringan lereng.

2) Jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi.

3) Curah hujan rata-rata.

Kemiringan lereng dapat ditentukan dengan melihat garis-garis kontur pada peta topografi. Hasil interpretasi kemiringan lereng inti ini kemudian

(42)

dipetakan (peta kemiringan lereng). Jenis tanah diperoleh dari interpretasi peta tanah tinjau dari DAS atau sub-DAS yang menjadi kajian. Peta tersebut telah dikeluarkan oleh Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor.

Besarnya curah hujan ditentukan dari data hujan dari stasiun penakar hujan yang terdekat. Data curah hujan ini diperlukan untuk membuat peta erovisitas hujan (isoerodent) dengan terlebih dahulu menghitung nilai EI kemudian membuat garis isoerodent di atas peta DAS/sub-DAS. Data lain yang diperlukan adalah system drainase (pola aliran) dan data tataguna lahan. Masing-masing data tersebut di atas kemudian dipetakan dengan skala yang sama.

E. Pengelolahan Daerah Aliran Sungai

Semua aktivitas manusia di darat berlangsung di dalam suatu wilayah yang disebut Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu wilayah daratan yang dibatasi oleh pemisah topografis berupa punggung bukit yang menerima air hujan dan mengalirkannya ke hilir dan bermuara ke laut.

DAS terdiri dari beberapa sub-DAS yang merupakan bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Sub DAS ini sering juga disebut sebagai Daerah Tangkapan Air atau Catchment Area. Peristiwa banjir dan tanah longsor yang diberitakan media masa, terjadi pada suatu kawasan yang disebut DAS tersebut (Siswomartono, 2008).

(43)

Gambar 2 . Skema Daerah Aliran Sungai (DAS),(wordpress.com) Pada daerah aliran sungai terdapat berbagai macam penggunaan lahan, misalnya hutan, lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS mempunyai berbagai fungsi sehingga perlu dikelola.

Pengelolaan DAS merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, petani dan pemerintah untuk memperbaiki keadaan lahan dan ketersediaan air secara terintegrasi di dalam suatu DAS. Dari namanya, ‘DAS’ menggambarkan bahwa ‘sungai’ atau ‘air’ merupakan faktor yang sangat penting dalam pengelolaan DAS karena air menunjang kehidupan berbagai makhluk hidup di dalamnya.

Pengelolaan DAS pada dasarnya merupakan pembangunan berkelanjutan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang mendayagunakan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, mewujudkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan

(44)

antara sumber daya manusia, dalam memanfaatkan sumber daya buatan dan sumber daya alam, serta mengupayakan kelestarian fungsi sumber daya alam dalam jangka panjang (Nasution, 2008).

Dengan demikian, tujuan pengelolaan DAS menurut Darori, 2008 dan Hutabarat, 2008 terdiri dari :

a. Terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar multipihak dalam pengelolaan SDA dan lingkungan DAS.

b. Terbentuknya kelembagaan pengelolaan DAS yang mantap.

c. Terwujudnya kondisi tata air DAS yang optimal meliputi kuantitas, kualitas dan distribusinya menurut ruang dan waktu.

d. Terbentuknya kelembagaan pengelolaan DAS yang mantap.

e. Terjaminnya pemanfaatan/penggunaan hutan, tanah dan air yang produktifsesuai daya dukung dan daya tampung DAS.

f. Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tahapan pelaksanaan pengelolaan DAS terdiri dari kegiatan pengelolaan DAS, sasaran lokasi kegiatan pengelolaan DAS dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS itu serdiri. Kegiatan pengelolaan DAS meliputi pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan dan air, restorasi hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan dan lahan, konservasi hutan, tanah dan air. Sedangkan sasaran lokasi kegiatan pengelolaan DAS meliputi kawasan budidaya di bagian hulu dan hilir DAS, kawasan lindung di bagian hulu dan hilir DAS. Pelaksanaan kegiatan pengelolaan

(45)

DAS didasarkan atas kriteria teknis sektoral, persyaratan kelestarian ekosistem DAS, dan pola pengelolaan hutan, lahan dan air.

Satu kalimat yang menjadi dambaan bagi kita semua untuk diwujudkan dalam pengelolaan DAS adalah “Save Our Forest, Land and Water”, demi keberlangsungan peradaban umat manusia di muka bumi (Hutabarat, 2008).

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Sub DAS Mata Allo yang merupakan bagian dari DAS Saddang yang secara administratif berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Enrekang Propinsi Sulawesi Selatan. Dengan batas koordinat geografis adalah 3°29’00”-3°18’64” Lintang Selatan dan 119° 58’00” - 119°50’56,1” Bujur Timur dengan luas 921.60 km2. Panjang sungai + 357.64 km dan ketinggian berkisar antara 830m dpal.

Gambar 3. Peta Catchmant Area Sub. DAS Mata Allo

(47)

Pengambilan sampel pertama dilakukan pada Kecamatan Baraka Desa Parinding terletak pada koordinat S 30 25’ 36,4’’ – E 1190 47’ 37,9’’

Dengan jenis vegetasi bawang merah dimana konservasi yang dilakukan yaitu teras bangku dengan konstruksi sedang. Kemiringan lereng 5,5 % (landai).

Gambar 4. Peta Lokasi 1 Kecamatan Baraka, Desa Parinding.

Lokasi kedua pada Kecamatan Anggeraja Kelurahan Mataran degan koordinat S 30 27’ 12,9’’ – E 1190 51’ 47,7 ‘’. Dengan jenis vegetasi jagung dilakukan tanpa tindakan konservasi. Kemiringan lereng 18,06 % (miring).

Lokasi ketiga Kecematan Anggeraja Kelurahan Tanete dengan koordinat S 30 26’ 35,5 ‘’ – E 1190 54’ 17,8’’. Dengan jenis vegetasi kubis

(48)

(kol) dilakukan tanpa tindakan konservasi. Kemiringan lereng 0,83 % (landai).

Gambar 5. Peta lokasi 2 Kecamatan Anggeraja, Kelurahan Tanete dan lokasi 3 Kecamatan Anggeraja, Kelurahan Mataran.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai dengan Februari 2014.

(49)

B. Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan untuk observasi lapangan diantaranya:

GPS, skop, meteran, martil, ring sampel, kantong plastik untuk sampel tanah, camera, dan alat tulis.

C. Motode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode observasi lapangan dan pengujian sampel di laboratorium.

Dan penelitian ini dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu; tahapan pertama persiapan, kedua pengambilan data, ketiga pengolahan data serta analisis tingkat bahaya erosi (TBE), dengan uraian tahapan adalah :

1) Persiapan

Persiapan dimaksudkan untuk menyiapkan segala sesuatu untuk pengambilan sampel, diantaranya mengumpulkan data-data pendahuluan seperti Peta topografi DAS Saddang yang menggambarkan batas daerah (catchmen area) Sub DAS Mata Allo. Kemudian dipersiapkan alat-alat yang diperlukan seperti yang telah diuraikan pada peralatan penelitian.

2) Pengambilan data

Tahapan pertama yaitu menyiapkan data sekunder seperti peta topografi, peta lereng, peta penggunaan lahan, Peta sub das Mata Allo, dan data curah hujan untuk mempermudah dalam proses penentuan titik lokasi pengambilan sampel. Kemudian tahap kedua yaitu pengambilan sampel tanah, dengan terlebih dahulu menentukan titik lokasi

(50)

pengambilan sampel menggunakan bantuan GPS dengan melihat peta topografi DAS Saddang kemudian diambil beberapa sampel tanah untuk berbagai jenis tanaman. Untuk sampel tanah yang akan digunakan untuk penetapan nilai permeabilitas dan berat jenis tanah diambil menggunakan ring sampel, sedangkan untuk penetapan kandungan bahan organik, kandungan pasir, kandungan debu, serta liat diambil menggunakan skop lalu dimasukkan kedalam kantong plastik yang telah diberi label.

3) Analisa data

Analisa data dilakukan menggunakan rumus MUSLE, data curah hujan yang diperoleh dari sub-sub DAS Mata Allo untuk mendapatkan data debit (Q) dalam menghitung nilai Rm. Faktor erodibiltas tanah (K) diperoleh dari hasil pengujian laboratorium dengan menguji sampel yang ada. Faktor LS diperoleh dari hasil pengukuran panjang dan kemiringan lereng secara langsung di lapangan. Dan untuk nilai faktor C diperoleh dengan melihat vegetasi yang ada pada tempat pengambilan sampel dan nilai faktor P diperoleh dengan melihat tindakan konservasi pada vegetasi yang ada dilokasi penelitian.

Analisis tingkat bahaya erosi dilakukan dengan menggunakan rumus TBE yang ada pada persamaan (1), dimana besarnya laju erosi potensial (A) dapat dihitung menggunakan persamaan MUSLE, laju erosi yang masih dapat ditoleransi (TSL) dapat dihitung menggunakan persamaan (10) dan (11), persamaan ini menghasilkan prediksi tingkat bahaya erosi pada sub DAS Mata Allo.

(51)

D. Bagan Alur Penelitian

Gambar 4. Bagan alur penelitian Mulai

Data sekunder - Peta topografi - Peta lereng

- Peta penggunaan lahan - Peta sub das Mata Allo - Curah hujan

- Luas DAS -

Persiapan Penelitian

Pengambilan data

Perhitungan laju erosi potensial MUSLE Ea = Rm. K. LS. C.P

Perhitungan tingkat bahaya erosi (TBE)

TBE = 𝑬𝒂

𝑻𝑺𝑳

Selesai

Data primer - Sampel tanah - Kemiringan lereng

(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Laju Erosi Potensial

a) Perhitungan nilai total Volume Aliran Permukaan untuk jenis vegetasi bawang merah (Rm)

Rm = 11,8 (Vo x Qp)0.56 Dimana :

Untuk menghitung volume limpasan ( Vo) adalah : Vo = R x EXP (-Rc / Ro )

= 245,31x EXP(-1468,3 / 20,22)

= 0,17 mm Dimana:

Menghitung kapasitas penyimpangan lengas tanah (Rc):

MS = 0,45 (tabel 2) BD = 2,6 gr/cm2 (lampiran 6) RD = 0,15 cm

Et/Eo = 0,80 (tabel 3)

Rc = 1000 x MS x BD x RD x (Et/Eo)0.5

= 1000 x 0,45 x 2,6 x 0,15 x (0,80)0.5

= 146,83 gr/cm

Menghitung jumlah hari hujan (Ro) : Dimana:

R = 245,31 mm (tabel 19)

(53)

Rn = 12,13 hari (tabel 19)

Ro = R / Rn= 245,31 / 12,13 = 20,22 mm/hr Untuk Mengitung debit aliran puncak (Qp) :

Qp = 0.278 x C x I x F

= 0,278 x 0,43 x 90,55 x 921,60

= 99,761 m3/dtk Dimana :

C = 0,16 + 0,16 + 0,11 = 0,43 (tabel 3) F = 921,60 km2

CHmax = 278 cm/jam L = 69,780 km

Menghitung intensitas curah hujan : I = CH maks / Tc

= 278 / 3,07

= 90,55 cm/jam ΔH dihitung dengan :

ΔH = 𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 −𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑇𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎 ℎ 𝐿

ΔH = 3050−150

69,780 = 41,56

Waktu konsetrasi dihitungan dengan : Tc = {0,869 x L3}0.385 / ΔH

Tc = {0,869 x (69,780)3}0.385 / 41,56 = 3,07 jam Sehingga nilai total Volume Aliran Permukaan (Rm) adalah :

(54)

Rm = 11,8 (Vo x Qp)0.56

= 11,8 (0,17 x 99,761) 0.56

= 2756,46 m3/dtk

b) Perhitungan erodibilitas tanah (K)

K = { 2,713 x 10-4 (12 – OM) M1,14 + 3,25 (S – 2) + 2,5 x (P−3)100 Dimana :

M = 44,75

O = 0,0322

S = kode struktur tanah

= granuler halus = 2 (tabel 6) P = kode permeabilitas tanah

= kecepatan (lambat) 1,6 cm/jam = 5 (tabel 7)

K = 0,000271 (12 – 0,03 x 44,75)44,751,14 + 3,25 (2 – 2) + 2,5 x (5 – 3)/100 K = 0,27

c) Perhitungan Nilai LS Kec. Baraka jenis vegetasi bawang merah

LS = [(65,41xs2)/(s2 + 10000)+(4,56 x s)/(s2 + 10000)-2+ 0.07][l/72,5)m]

Dimana :

S = 5,5 % L = 2900 m m = 0,5

LS = [(65,41 x 5,52)/(5,52 + 10000)+(4,56 x 5,5)/(5,52 + 10000)-2+ 0,07]

(55)

[2900/72,5)0,5]

LS = 16,74

Karena nilai LS yang didapatkan dari rumus tidak ada yang sesuai dalam tabel 9 maka dilakukan interpolasi, jadi nilai LS setelah dilakukan interpolasi berdasarkan kemiringan lereng dan panjang lereng adalah 0,45.

d) Faktor pengolahan tanaman (C) Jenis tanaman = bawang merah Nilai C = 0,7

e) Faktor konservasi (P)

Teras bangku dengan kondisi sedang = 0,15 Maka :

Ea = Rm.K.LS.C.P

= 2756,46 x 0,27 x 0,45 x 0,7 x 0,15

= 116,19 ton/ha/thn Kehilangan tanah /ha

1 ha = Ea x BD x 0,2 cm x 100 x 100

= 116,19 x 0,0000026 x 0,2 x 100 x 100

= 0,61 cm/th

(56)

Tabel 15. Hasil analisa laju erosi potensial (Ea)

No

Lokasi Penelitian

Jenis

Vegetasi Rm

K

*)

LS

**)

C P (Ea)

Ton/ha/thn

Kehilangan Tanah/ha

(cm/th)

1 Kec. Baraka Desa Parinding

Bawang

merah 2756,46 0,27 0,45 0,7 0,15 116,36 0,61

2 Kec.Anggeraja

Kelurahan Mataran Jagung 9918,19 0,18 1,43 0,7 1,00 72,35 0,41

3 Kec. Anggeraja Kelurahan Tanete

Kubis

(kol) 10754,85 0,23 0,097 0,4 1,00 96,63 0,55 Sumber : Hasil hitungan

Keterangan: *) dihitung menggunakan persamaan (8)

**) dihitung menggunakan persamaan (9)

Dari tabel 15 diatas dapat dilihat bahwa nilai erosi potensial tertinggi terdapat di Kec. Baraka Desa parinding dengan jenis vegetasi bawang merah yaitu sebesar 116,36 ton/ha/th atau setara dengan kehilangan tanah sebesar 0,61 cm/th. Dan nilai erosi potensial terendah terdapat di Kec. Anggeraja Kelurahan Tanete dengan jenis vegetasi yaitu jagung sebesar 72,35 ton/ha/th atau setara dengan kehilangan tanah sebesar 0,41 cm/th.

Hasil nilai erosi potensial yang tinggi pada jenis vegetasi bawang merah dan nilai erosi potensial yang rendah pada jenis vegetasi jagung disebabkan oleh perbedaan nilai faktor erodibilitas, tindakan konservasi, dan nilai pengolahan tanaman yang tinggi. Dimana nilai persentase ukuran partikel (M) yang diperoleh pada tanaman bawang merah sebesar 44,75 (lampiran 4), yang dipengaruhi oleh nilai persentase debu yang diperoleh sangat tinggi yaitu 35 % (lampiran 5).

(57)

Faktor tindakan tanah atau nilai (P) juga ikut mempengaruhi besarnya nilai erosi potensial dimana pada jenis vegetasi bawang merah pada penanamannya dilakukan tindakan konservasi yaitu teras bangku dengan konstruksi sedang sedangkan pada tanaman jagung ditanam tanpa tindakan pengendalian erosi.

Pengelohan tanaman juga mempengaruhi perbedaan nilai laju erosi potensial yang diperoleh dimana pada tanaman bawang merah tumbuh pada tanah sawah atau tegalan tidak dispesifikasi sehingga nilai C nya adalah 0,7 (lampiran 10).

B. Tingkat Toleransi Erosi

Erosi yang masih dapat ditoleransi (TSL) : TSL = DE x fd

W x BD Dimana :

DE = kedalaman efektif (mm) = 200 mm Fd = faktor kedalaman tanah = 1,0

W = umur guna tanah = 400 th (untuk kepentingan pelestarian) BD = bulk density 2,6 (lampiran 6)

TSL = 200 x 1,0

400

x

2,6

= 0,04 cm/thn x 2,6 gr/cm

= 0,104 gr/cm2.thn

(58)

= 0,104 x 1.000.000 100.000.000

= 10,4 ton/ha.thn

Tabel 16. Hasil analisa erosi yang masih dapat ditoleransi (TSL)

No Lokasi

Penelitian

Jenis vegetasi

DE (mm)

*)

fd W

BD (gr/cm)

**)

TSL (ton/ha/th)

***) 1 Kec. Baraka

Desa parinding

Bawang

Merah 200 1,0 400 2,6 10,4 2

Kec.Anggeraja Kelurahan

Mataran

Jagung 350 1,0 400 2,85 19,95

3

Kec. Anggeraja Kelurahan

Tanete

Kubis

(kol) 150 1,0 400 2,85 8,55

Sumber : Hasil hitungan

Keterangan : *) diukur dilapangan

**) dianalisis di Laboratorium Mekanika tanah FT UNISMUH

***) dihitung dengan menggunakan persamaan MUSLE

Dari tabel 16 diperoleh nilai erosi yang masih dapat ditoleransikan tertinggi di Kec. Anggeraja Kelurahan Mataran dengan jenis vegetasi jagung sebesar 19,95 ton/ha/th dan yang terendah terdapat di Kec.

Anggeraja Kelurahan Tanete dengan jenis penutup lahan kubis (kol) sebesar 8,55 ton/ha.th.

Tingginya nilai erosi yang masih dapat ditoleransikan pada jenis vegetasi jagung dipengaruhi oleh kedalaman efektif tanah (DE) dimana pada tanaman jagung memiliki akar yang panjang sehingga untuk membudidayakannya diperlukan kedalaman efektif tanah yang dalam yaitu 35 cm atau setara dengan 350 mm, sedangkan pada tanaman kubis

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan besarnya erosi yang terjadi paling kecil pada kawasan hutan sebesar 36,07 ton/ha/thn dan yang paling tinggi pada kopi arabika

Hutabarat (2008) menyebutkan bahwa ada tiga faktor utama penyebab degradasi daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia yaitu (1) keadaan alam geomorfologi (geologi, tanah,

Penelitian ini merupakan metode deskriptif eksploratif yang dilakukan untuk mengetahui tingkat bahaya erosi di kawasan hulu DAS Wampu (Sub DAS.. Lau Biang) melalui penghitungan

Oleh karena pengaruh tenaga kinetis air hujan dan aliran air permukaan (untuk kasus di daerah tropis), partikel-partikel tanah tersebut dapat terkelupas dan terangkut ke

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ EVALUASI PENGARUH CURAH HUJAN DAN SIFAT FISIK TANAH TERHADAP EROSI SEBAGAI DASAR KONSERVASI PENGGUNAAN LAHAN DI SUB DAS

Hasil penelitian menunjukkan besarnya erosi yang terjadi paling kecil pada kawasan hutan sebesar 36,07 ton/ha/thn dan yang paling tinggi pada kopi arabika

Adapun skripsi ini berjudul “Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Tanaman Agroforestry di Sub Das Lau Biang (Kawasan Hulu DAS Wampu)” yang merupakan salah

Erosi aktual A ditentukan dengan jalan memasukkan semua hasil analisis parameter yang terdiri dari Erosivitas Hujan R, Erodibilitas Tanah K, Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng LS,