• Tidak ada hasil yang ditemukan

JALUR PEDESTRIAN PADA PENATAAN KORIDOR JAMIN GINTING KOTA BERASTAGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JALUR PEDESTRIAN PADA PENATAAN KORIDOR JAMIN GINTING KOTA BERASTAGI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 861 Jalur Pedestrian Pada Penataan Koridor Jamin

Ginting Kota Berastagi

Nurlisa Ginting

Muhammad Grady Wira Paksi

JALUR PEDESTRIAN PADA PENATAAN KORIDOR JAMIN GINTING KOTA BERASTAGI

Nurlisa Ginting, Muhammad Grady Wira Paksi

Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Jalan Perpustakaan Gedung J7 Kampus USU Medan 20155

E-mail: grady_1688@gmail.com

ABSTRAK

Jalur pedestrian menjadi unsur penting dalam penataan tata ruang kota. Jalur pedestrian dalam konteks perkotaan dimaksudkan sebagai ruang khusus untuk pejalan kaki yang memiliki fungsi sebagai suatu sarana pencapaian untuk mencapai tujuan tertentu dan perlindungan dari kendaraan bermotor. Jalur Pedestrian di kawasan penelitian koridor Jamin Ginting Kota Berastagi sebenarnya sudah memiliki besaran yang cukup baik, Namun penggunaannya disalah fungsikan, Jalur Pedestrian dijadikan tempat pedagang kaki lima, bahkan di beberapa tempat mewadahi tempat henti parkir kendaraan bermotor.

Kenyamanan pejalan kaki seharusnya menjadi tolak ukur bagi keberhasilan tata ruang kota. Faktor – faktor yang mempengaruhi kenyamanan jalur pedestrian adalah dimensi, material, dan elemen pendukung jalur pedestrian (lampu, shelter, bangku, tempat sampah), sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk membuat pedoman penataan jalur pedestrian koridor Jamin Ginting. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Adapun hasil dari penelitian ini adalah suatu pedoman yang digunakan untuk merancang jalur pedestrian yang disesuaikan dengan aktifitas masyarakat di kota ini. Dengan merancang jalur pedestrian diharapkan dapat meningkatkan kualitas tata ruang kota di kota Berastagi.

Kata kunci : jalur pedestrian, koridor, Berastagi

PENDAHULUAN

Koridor jalan memiliki unsur pelengkap salah satunya adalah jalur pejalan kaki yang terdapat di sisi kanan dan kiri jalan. Jalur pejalan kaki atau dalam tata ruang kota disebut jalur pedestrian memiliki fungsi sebagai suatu sarana pencapaian untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan perlindungan dari kendaraan bermotor. Selain memiliki fungsi utama jalur khusus lalu lintas pejalan kaki, pedestrian juga mempunyai fungsi lain yaitu sebagai ruang terbuka untuk melakukan kontak sosial, rekreasi, bahkan perdagangan di ruang terbuka (Budiharjo, 1997)

Jalur pedestrian memiliki faktor kenyamanan yang menunjang lalu lintas pejalan kaki. Di samping keamanan dari kecelakaan dan kejahatan yang terjadi di jalan, ada

(2)

beberapa elemen yang mendukung aktivitas kenyamanan bagi pejalan kaki, antara lain ; ukuran dimensi jalur, material pembentuk jalur, adanya street furniture untuk mendukung dari aktivitas pejalan kaki, untuk membuat pejalan kaki menjadi aman, nyaman, mudah dicapai dan daya tarik (Unterman, 1984)

Koridor jalan Jamin Ginting Kota Berastagi adalah jalur utama kota Berastagi.

Selain dikenal sebagai daerah pariwisata, koridor ini merupakan kawasan komersil yang menyangga kota Berastagi. Di sepanjang kawasan penelitian antara Tugu Pahlawan sampai dengan Tugu Kol banyak terdapat rumah makan, pertokoan, bank, bahkan pasar dan terminal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota.

Sebagai jalur utama kota Berastagi selayaknya jalur pedestrian di koridor Jamin Ginting ditata apik untuk warga kotanya. Namun seperti jamaknya kota di Indonesia, jalur pedestrian tak ubahnya bersifat fungsional semata, hanya sebagai jalur lalu lintas pejalan kaki, tapi tidak memperhatikan elemen kenyamanan, keamananan, keteraturan, dan estetika ruang kota.

Dimensi jalur pedestrian memang cukup lebar, sekitar 4-5 meter. Namun tidak dibarengi dengan kualitas material penyusun jalur dan kelengkapan elemen pendukung kenyamanan pedestrian. Belum lagi masalah perkotaan, seperti keberadaan pedagang kaki lima dan adanya parkir liar di jalur yang seharusnya diperuntukkan bagi pedestrian.

Perasaan tidak nyaman akan tempat akan mengalihkan keyakinan individu terhadap tempat tersebut dan menimbulkan efek negatif terhadap pariwisata (Ginting, 2016).

Kota Berastagi sebagai daerah pariwisata dan komersil seharusnya memberikan impresi positif untuk kenyamanan warga kota dan kesan turis yang berkunjung ke kota ini.

Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah penataan jalur pedestrian koridor jalan Jamin Ginting Kota Berastagi.

KAJIAN PUSTAKA

Pedestrian berasal dari bahasa latin, yaitu pedestres, yang berarti orang yang berjalan kaki (Dharmawan, 2004). Jalur pedestrian pertama kali dikenal di Khirokhitia, Cyprus pada 6000 SM, dimana jalan terbuat dari batu gamping lalu permukaannya ditinggikan terhadap tanah pada interval tertentu dibuat ramp menuju kelompok hunian pada kedua sisinya (Kostof, 1992).

Jalur pedestrian adalah jalur khusus yang memiliki fungsi sebagai ruang sirkulasi pejalan kaki (Pratitis, 2015). Jalur pedestrian yang baik tercipta dengan memperhatikan beberapa kriteria dalam perancangan, yaitu : keamanan dari kecelakaan yang disebabkan kendaraan, kriminalitas, kemudahan jalur pedestrian, dan daya Tarik yang berasal dari jalur pedestrian dan fasilitas pendukung (Suryani, Wahid, Ginting, 2010).

Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 03/PRT/M/2014 memuat tentang pedoman perencanaan, penyediaan, dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki di kawasan perkotaan. Pada peraturan menteri tersebut dijabarkan kebutuhan ruang pejalan kaki berdasarkan dimensi tubuh manusia maupun aktivitas

(3)

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 863 Jalur Pedestrian Pada Penataan Koridor Jamin

Ginting Kota Berastagi

Nurlisa Ginting

Muhammad Grady Wira Paksi kegiatan yang dilakukan pejalan kaki. Lebar minimum untuk kawasan pertokoan dan perdagangan yaitu 2 meter. Kondisi ini dibuat untuk memberi kesempatan bagi pejalan kaki yang berjalan berpapasan maupun berlawanan arah.

Keberadaan ramp pada jalur pedestrian juga perlu diperhatikan untuk kenyamanan pedestrian (Prijadi, Sangkertadi, dan Tararo, 2014). Adapun persyaratan teknis ramp terdapat di PP No. 468/KPTS/1988. Selaib itu, fasilitas penyebrangan juga mempengaruhi keamanan pejalan kaki. Adanya fasilitas penyebrangan yang baik dapat meminimalisir kecelakaan lalu lintas (Sutikno dkk, 2013).

Warna dan bentuk material perkerasan di jalur pedestrian mempengaruji ketertarikan pejalan kaki untuk memanfaatkannya (Danoe, 2006). Elemen material yang umum digunakan adalah paving block, batu alam, dan batu bata (Danoe, 2006). Pola material perkerasan dapat dibuat sesuai keinginan untuk menghindari kesan monoton.

Selain dimensi dan warna, adanya elemen pendukung jalur pedestrian dapat meningkatkan kenyamanan dan keamanan pejalan kaki. Letak fasilitas pendukung jalur pedestrian dapat menarik minat orang untuk melakukan perjalanan kaki (Natalivan, 2003). Rubeinstein (1992) mengutarakan beberapa elemen pendukung jalur pedestrian antara lain : lampu penerangan, shelter, bangku, sign, tempat sampah, dan vegetasi peneduh.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini meliputi 5 (lima) tahap, yaitu: persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan (Gold, 1980). Metode ini mengumpulkan permasalahan di setiap jalur pedestrian, dianalisis, kemudian dicari solusi perencanaan jalur pedestrian yang baik.

Kawasan Penelitian yakni Koridor Jamin Ginting Kota Berastagi menjadi pusat kota yang mewadahi kebutuhan komersil masyarakat. Di kawasan penelitian penulis yaitu antara Tugu Perjuangan dan Tugu Kol Kota Berastagi sepanjang 3 kilometer, bangunan didominasi oleh rumah toko. Selain itu terdapat pasar dan terminal di kawasan koridor ini. Tidak ada garis sempadan bangunan di koridor ini. Kondisi pedestrian di koridor Jamin Ginting dapat dilihat di gambar 1. Kondisi topografi lahan daerah Berastagi adalah berkontur, sehingga ada perbedaan level jalur pejalan kaki antara satu tempat dan tempat lainnya. Penggunaan material penyusun trotoar adalah paving block dan kanstin tanpa warna di sepanjang ruas jalan kawasan penelitian.

(4)

Gambar 1. Koridor Jalan Jamin Ginting Kota Berastagi

Gambar 2. Kondisi Eksisting Jalur Pedestrian

Pedestrian di koridor ini, sebenarnya memiliki dimensi ukuran yang cukup baik untuk pejalan kaki. Lebar trotoar jalan mencapai 5 meter. Cukup lebar untuk pejalan kaki. Namun seperti permasalahan secara umum jalur pedestrian di Indonesia dengan fungsi guna lahan area komersil, penggunaan pedestrian tak hanya mewadahi pejalan kaki saja, tapi juga pedagang kaki lima, bahkan di beberapa tempat mewadahi tempat henti parkir kendaraan bermotor. Adanya parkir kendaraan ini pun menjadi

(5)

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 865 Jalur Pedestrian Pada Penataan Koridor Jamin

Ginting Kota Berastagi

Nurlisa Ginting

Muhammad Grady Wira Paksi faktor penyebab minimnya vegetasi dan street furniture karena diambil jalurnya oleh parkir dan pedagang kaki lima (Gambar 2)

Gambar 3. Permasalahan pedestrian di koridor Jamin Ginting

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jalur pedestrian pada koridor Jamin Ginting Kota Berastagi memerlukan redesain.

Beberapa faktor permasalahan yang dirangkum dari kondisi eksisting saaat ini adalah tidak ada pengaturan dimensi jalur pedestrian, pemilihan material dan warna penyusun jalur yang monoton, dan kurangnya elemen pendukung street furniture yang terdapat di jalur pedestrian.

Dimensi

Gambar 4. Jalur pemisah yang bersatu

Dimensi jalur pedestrian sebenarnya sudah cukup mewadahi jalur pejalan kaki, namun tidak ada pemisah ataupun jarak standar antara jalur pejalan kaki, jarak jalur bebas pejalan kaki dengan bangunan, dan jalur dengan perabot jalan. Aktivitas

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 865 Jalur Pedestrian Pada Penataan Koridor Jamin

Ginting Kota Berastagi

Nurlisa Ginting

Muhammad Grady Wira Paksi faktor penyebab minimnya vegetasi dan street furniture karena diambil jalurnya oleh parkir dan pedagang kaki lima (Gambar 2)

Gambar 3. Permasalahan pedestrian di koridor Jamin Ginting

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jalur pedestrian pada koridor Jamin Ginting Kota Berastagi memerlukan redesain.

Beberapa faktor permasalahan yang dirangkum dari kondisi eksisting saaat ini adalah tidak ada pengaturan dimensi jalur pedestrian, pemilihan material dan warna penyusun jalur yang monoton, dan kurangnya elemen pendukung street furniture yang terdapat di jalur pedestrian.

Dimensi

Gambar 4. Jalur pemisah yang bersatu

Dimensi jalur pedestrian sebenarnya sudah cukup mewadahi jalur pejalan kaki, namun tidak ada pemisah ataupun jarak standar antara jalur pejalan kaki, jarak jalur bebas pejalan kaki dengan bangunan, dan jalur dengan perabot jalan. Aktivitas

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 865 Jalur Pedestrian Pada Penataan Koridor Jamin

Ginting Kota Berastagi

Nurlisa Ginting

Muhammad Grady Wira Paksi faktor penyebab minimnya vegetasi dan street furniture karena diambil jalurnya oleh parkir dan pedagang kaki lima (Gambar 2)

Gambar 3. Permasalahan pedestrian di koridor Jamin Ginting

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jalur pedestrian pada koridor Jamin Ginting Kota Berastagi memerlukan redesain.

Beberapa faktor permasalahan yang dirangkum dari kondisi eksisting saaat ini adalah tidak ada pengaturan dimensi jalur pedestrian, pemilihan material dan warna penyusun jalur yang monoton, dan kurangnya elemen pendukung street furniture yang terdapat di jalur pedestrian.

Dimensi

Gambar 4. Jalur pemisah yang bersatu

Dimensi jalur pedestrian sebenarnya sudah cukup mewadahi jalur pejalan kaki, namun tidak ada pemisah ataupun jarak standar antara jalur pejalan kaki, jarak jalur bebas pejalan kaki dengan bangunan, dan jalur dengan perabot jalan. Aktivitas

(6)

kegiatan juga patut diperhitungkan dalam menentukan dimensi ukuran yang tepat untuk koridor ini. Terdapat variasi dimensi juga antara satu jalur pedestrian dengan jalur lainnya di tempat yang berbeda.

Gambar 5. Aktivitas kegiatan yang dilakukan di jalur pedestrian Sumber : Permen PU No : 03/PRT/M/2014

Gambar 6. Jalur pemisah pada Ruas Pejalan Kaki Sumber : Permen PU No : 03/PRT/M/2014

Menurut Iswanto (2003) Lebar efektif untuk jalur pejalan kaki untuk lingkungan perkotaan adalah 5 meter, sehingga jalur pedestrian di koridor Jamin Ginting saat ini sudah memenuhi persyaratan dimensi jalur pedestrian. Hanya perlu diperlakukan jalur pedestrian, jalur perabot, dan jalur bebas pedestrian dapat dilihat di Gambar 7.

(7)

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 867 Jalur Pedestrian Pada Penataan Koridor Jamin

Ginting Kota Berastagi

Nurlisa Ginting

Muhammad Grady Wira Paksi

Gambar 7. Ilustrasi pembagian jalur pedestrian Sumber : Olah digital pribadi

Material

Material eksisting menggunakan paving block abu-abu dan kanstin tanpa modifikasi warna yang menarik (Gambar 2). Bahkan di beberapa tempat paving block sudah rusak dan tinggal beralaskan tanah. Terlihat monoton dan tidak menarik dipandang.

Untuk memberi kesan dan pengalaman bagi warga kota dan pendatang diperlukan modifikasi untuk membentuk wajah kota yang baru.

Warna dan bentuk material perkerasan di jalur pedestrian mempengaruhi ketertarikan pejalan kaki untuk memanfaatkannya (Danoe, 2006). Pada umumnya material paving block paling sering dipergunakan di jalur pedestrian karena memiliki

(8)

durabilitas yang tinggi serta pemasangan dan pemeliharaan yang mudah. Paving block dapat dibuat sesuai keinginan untuk menghindari kesan monoton, begitu juga dengan pemilihan warna, agar menambah estetika dan keindahan visual dan dapat dinikmati oleh pengguna jalan.

Gambar 8. Ilustrasi penggunaan material paving block dengan warna yang menarik.

Sumber : Olah digital pribadi

(9)

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 869 Jalur Pedestrian Pada Penataan Koridor Jamin

Ginting Kota Berastagi

Nurlisa Ginting

Muhammad Grady Wira Paksi

Elemen Pendukung Jalur Pedestrian

Pada gambar 2,3,dan 4 dapat dilihat hampir tidak ada elemen pendukung jalur pedestrian yang tersedia di koridor ini. Untuk itu perlu ditambahkan dengan memenuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku.

Keberadaan elemen pendukung Jalur pedestrian diupayakan untuk meningkatkan kualitas kenyamanan pejalan kaki. Ini yang dirasa sangat kurang keberadaannya di koridor Jamin Ginting.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 03/PRT/M/2014 memuat tentang pedoman perencanaan, penyediaan, dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki di kawasan perkotaan terdapat kriteria penyediaan elemen pendukung jalur pedestrian juga memperhatikan kriteria lebar ruas jaringan pejalan kaki sebagai tempat pergerakan untuk pejalan kaki. Elemen pendukung itu antara lain yang dibahas pada penelitian ini adalah lampu penerangan jalan, tempat duduk, shelter, tempat sampah, signage, dan vegetasi peneduh.

Lampu penerangan berada di area bebas jalur pejalan kaki dengan jarak antar lampu yaitu 10 meter dengan ketinggina maksimal 4 meter dan menggunakan material yang mermiliki durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak.

Gambar 9. Ilustrasi lampu penerangan jalan Sumber : Olah digital pribadi

Tempat duduk atau bangku sama halnya dengan lampu penerangan juga terletak di jalur bebas pejalan kaki, dengan jarak antar tempat duduk yaitu 10 meter. Memiliki panjang 1,5 meter dan ketinggian 40 cm. Terbuat dari metal dan beton cetak.

(10)

Gambar 10. Bangku/tempat duduk untuk pejalan kaki Sumber : Olah digital pribadi

Gambar 11. Ilustrasi tempat sampah Sumber : olah digital

Jarak tempat sampah antara satu dengan yang lainnya adalah 20 meter, terletak di luar ruang bebas pejalan kaki. Menggunakan material yang mudah pemeliharaan dan proses pembuangannya. Dimensi juga sesuai dengan kebutuhan.

Jalur pedestrian juga mendukung sarana tranportasi lain. Jalur pejalan kaki juga dimaksudkan sebagai pergantian moda transportasi dari jalan kaki ke moda yang lain. Untuk itu dibutuhkan halte/shelter/lapak tunggu/rest area. Terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki dengan radius 300 meter pada titik potensial kawasan.

Peletakan elemen pendukung pedestrian atau street furniture ini berada di jalur bebas pedestrian.

Gambar 12. Ilustrasi tempat istirahat/halte

Konsep redesain jalur pedestrian di koridor Jamin Ginting Kota Berastagi dapat dilihat di gambar 10 dengan mengambil sampel lokasi.

Tong sampah

(11)

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 871 Jalur Pedestrian Pada Penataan Koridor Jamin

Ginting Kota Berastagi

Nurlisa Ginting

Muhammad Grady Wira Paksi

Gambar 13. Ilustrasi peletakan elemen pendukung pedestrian

Lampu jalan setiap 10 meter Bangku setiap 10 meter Tong Sampah Halte/Shelter

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 871 Jalur Pedestrian Pada Penataan Koridor Jamin

Ginting Kota Berastagi

Nurlisa Ginting

Muhammad Grady Wira Paksi

Gambar 13. Ilustrasi peletakan elemen pendukung pedestrian

Lampu jalan setiap 10 meter Bangku setiap 10 meter Tong Sampah Halte/Shelter

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 871 Jalur Pedestrian Pada Penataan Koridor Jamin

Ginting Kota Berastagi

Nurlisa Ginting

Muhammad Grady Wira Paksi

Gambar 13. Ilustrasi peletakan elemen pendukung pedestrian

Lampu jalan setiap 10 meter Bangku setiap 10 meter Tong Sampah Halte/Shelter

(12)

KESIMPULAN

Kondisi fisik lingkungan untuk penataan jalur pejalan kaki diantaranya didasari dengan aktivitas yang muncul akibat fungsi guna lahan, aktivitas yang menarik pejalan kaki, adanya nilai estetika visual yang dapat menarik pejalan kaki, penggunaan fasilitas sesuai kebutuhan pejalan kaki yang optimal.

Kondisi eksisting koridor Jamin Ginting Koridor Berastagi membutuhkan penataan agar tata ruang kota Berastagi menjadi lebih baik lagi dan menghindari permasalahan tata ruang yang jamak terjadi di kota-kota Indonesia.

Perwujudan perencanaan desain pedestrian yang baik tak lepas dari peran Pemerintah Kota. Pemerintah sebagai perencana dan pelaksana tata ruang kota perlu menerapkan regulasi khusus sehingga permasalahan tata ruang kota khususnya jalur pejalan kaki seperti pengambilan lahan jalur pedestrian oleh pedagang kaki lima tidak terus menerus terjadi.

Konsep penataan dengan meletakkan sesuai dengan fungsinya seperti elemen pendukung jalur pedestrian dengan kombinasi penetapan regulasi yang ketat oleh pemerintah kota diharapkan penataaan jalur pedestrian yang tak hanya memperindah tata kota tapi membuat kota lebih tertib dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Budihardjo, Eko. 1997. Tata Ruang Perkotaan. Bandung: Penerbit Alumni.

Carver, Stephen J. 1991. Integrating Multi-criteria Evaluation With Geographical Information System. Newcastle upon Tyne: England

Ginting, Nurlisa (2016). How Self-efficacy Enhance Heritage Tourism in Medan Historical

Iswanto, Danoe (2006). Mengkaji Fungsi Keamanan dan Kenyamanan Bagi. Pejalan Kaki di JalurPedestrian (Trotoar). Tesis Program Pascasarjana.

Kostof, Spiro. 1992. The City Assembled. Thames and hudson. London.

Mirsa, Rinaldi. 2011. Elemen Tata Ruang Kota. Graha Ilmu: Yogyakarta

Mustafa, Hasan. 2011. Perilaku Manusia dalam Perspektif Psikologi Sosial. Jurnal Administrasi Bisnis Vol 7 No 2

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 03/PRT/M/2014 tentang pedoman perencanaan, penyediaan, dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki di kawasan perkotaan

Unterman, Ricard K (1984). Accomodating the Pedestrian, Van Nostrand. Reinhold Company, New York.

Gambar

Gambar 1. Koridor Jalan Jamin Ginting Kota Berastagi
Gambar 3. Permasalahan pedestrian di koridor Jamin Ginting
Gambar 6. Jalur pemisah pada Ruas Pejalan Kaki Sumber : Permen PU No : 03/PRT/M/2014
Gambar 7. Ilustrasi pembagian jalur pedestrian Sumber : Olah digital pribadi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis proses keputusan pembelian dan kepuasan konsumen Restoran Waroeng Hotplate Odon sehingga dapat dirumuskan rekomendasi

AHS yang digunakan merupakan AHS untuk wilayah Sumatera Selatan pada tahun 2014 yang disesuaikan dengan kebutuhan biaya pekerjaan pemeliharaan jembatan Musi

Penelitian ini juga menemukan bahwa saham dalam kelompok winner dan loser cenderung menghasilkan abnormal return tertinggi pada 15 menit sebelum penutupan sesi pertama

Badan Perlindungan Amerika Serikat (EP A) tahun 1997 menetapkan standar maksimum partikulat yang terdapat di udara setiap tahunnya maksimum nilainya sebesar 15 I1g partikulat /

Mengingat analisis potensi dan pola musim penangkapan sumber daya kakap merah di perairan Pangandaran dalam penelitian ini hanya bertitik - tolak dari data hasil

Dari proses penjejakan spermatozoa baik menggunakan data sperma manusia maupun data uji diperoleh nilai posisi motilitas spermatozoa selama pengamatan dalam

Berdasarkan hasil observasi atau pengamatan yang telah dilakukan selama proses pembelajaran menulis narasi ekspositoris berbantuan mind mapping pada siklus II, disimpulkan

Mayer (dalam Goleman, 2004) menyebutkan kesadaran diri adalah waspada baik terhadap suasana hati maupun pikiran kita tentang suasana hati. Individu cenderung memiliki cara-cara