• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan penelitian terdahulu

Tinjauan penelitian terdahulu adalah langkah peneliti untuk dapat membandingkan penelitian yang memiliki tema yang sama yang telah di teliti oleh peneliti sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun beberapa penelitian yang memiliki pembahasan yang sama yaitu membahas tentang pemberdayaan penyandang disabilitas yaitu :

1. Penelitian yang di buat oleh Dian Suluh Kusuma Dewi (Mahasiswa program studi jurusan ilmu pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Ponorogo Jawa Timur) yang di buat pada tahun 2016 dengan judul jurnal

“Model Pemberdayaan Masyarakat Tunagrahita di Kampung Idiot Kabupaten Ponorogo”. Hasil dari penelitian tersebut adalah bagaimana program kampung idiot di kabupaten Ponorogo ini dapat meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas tunagrahita dengan cara melakukan berbagai kegiatan pemberdayaan yang berbasis sumber daya masyarakat dan menemukan model pemberdayaan apa yang di gunakan di kampong idiot di kabupaten Ponorogo. Hasilnya, pemberdayaan yang di lakukan di kampong idiot di kabupaten Ponorogo yang memiliki kegiatan pemberdayaan ; pelatihan membuat keset, lampion, dan tasbih, pemberdayaan ternak lele, ternak kroto dan ternak ayam kampung, dapat mendorong peningkatan kesejahteraan penyandang tunagrahita yang ada di kampong idiot di kabupaten Ponorogo khususnya perekonomiannya. Selain

(2)

8

itu kegiatan pemberdayaan nya juga dapat mendorong masyarakat tunagrahita menjadi lebih berdaya dan mandiri dalam melakukakan usaha- usaha mereka. Fokus dari penelitian ini adalah model pembedayaan apa yang di pakai dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kampung Idiot di kabupaten Ponorogo. Metode yang di gunakan oleh peneliti ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang di lakukan dengan cara dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian Dian hampir sama dengan peneliti, namun objek peneliti di lakukan di Kampung peduli difable di Resapombo kabupaten Blitar, Jawatimur dengan fokus kegiatan yaitu pelatihan membuat batik percik.

2. Penelitian yang di buat oleh Muhammad Nur Rifqi Qashtari (Mahasiswa program studi Sosiologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta) yang di buat pada tahun 2017 dengan judul skripsi “Tindakan Sosial komunitas Bravo for Disabilities dalam Pemberdayaan Penyandang Disabilitas”. Hasil dari penelitian ini adalah adanya peran besar dari komunitas Bravo for Disabilities dalam mendorong terpenuhnya hak-hak untuk kesejahteraan penyandang disabilitas yang di wujudkan dalam bentuk kegiatan seperti pendampingan pemberdayaan dan pengujian aksebilitas. Metode yang di gunakan oleh peneliti ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang di lakukan dengan cara observasi dan wawancara. Hasil penelitian Rifqi hampir sama dengan peneliti, namun objek peneliti di lakukan di Kampung peduli difable di Resapombo kabupaten Blitar, Jawatimur

(3)

9

dengan fokus kegiatan yaitu pemberdayaan pelatihan membuat batik percik.

3. Penelitian yang di buat oleh Ariel Pandita Dhairyya & Erna Hermawati (Mahasiswa program studi antropologi Universitas Padjadjaran, Bandung) yang di buat pada tahun 2019 dengan judul jurnal “Pemberdayaan sosial dan ekonomi pada kelompok penyandang disabilitas fisik di kota Bandung”. Hasil dari penelitian ini berfokus pada kegiatan pemberdayaan social dan ekonomi pada kelompok penyandang disabilitas yang ada di Bandung. Pemberdayaan secara ekonomi di simpulkan kurang berdampak signifikan terhadap perekonomian penyandang disabilitas, namun pemberdayaan secara social lah yang berdampak besar bagi kehidupan mereka. Metode yang di gunakan oleh peneliti ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang di lakukan dengan cara observasi dan wawancara. Hasil penelitian Ariel dan Erna hampir sama dengan peneliti, namun objek peneliti di lakukan di Kampung peduli difable di Resapombo kabupaten Blitar, Jawatimur dengan fokus kegiatan yaitu pemberdayaan pelatihan membuat batik percik. Dan metode yang di gunakan adalah metode penelitian deskriptif.

B. Konsep Pemberdayaan Masyarakat 1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan adalah upaya memberdayakan atau mengembangkan seseorang dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan menjadi upaya dalam mendorong mereka untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka

(4)

10

lakukan dalam kaitannya dengan upaya mengatasi permasalahan yang mereka hadapi sehingga mereka mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk masa depannya. Pemberdayaan di gunakan sebagai konsep alternatif untuk meningkatkan kemampuan dan martabat masyarakat agar terlepas dari jerat kemiskinan dan keterbelakangan.

Dengan kata lain, menjadikan memiliki power atau dalam istilah kartasasmita, memandirikan dan memampukan masyarakat.1 Pemberdayaan juga merupakan upaya dalam memberikan motivasi ataupun dorongan pada mereka yang memiliki keterbatasan agar mereka memiliki kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Pemberdayaan adalah proses transisi dari keadaan ketidakberdayaan ke keadaan kontrol relatif atas kehidupan seseorang, takdir dan lingkungan.2

Dalam proses operasionalisasinya, ide pemberdayaan mengacu pada dua kecenderungan, yaitu :

1. Kecenderungan primer, yaitu kecenderungan siklus yang memberikan atau mengalihkan sebagian daya, kekuatan, atau kapasitas (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Siklus ini juga dapat dilengkapi dengan upaya untuk membangun sumber material untuk membantu meningkatkan otonomi mereka melalui organisasi.

1 Kartasasmita, G. (2016). Pemberdayaan Masyarakat : Konsep Pembangunan yang Berakar Pada Masyarakat. Dalam S. A. Bintoro Wardiyanto, Percikan Pemikiran Tata Kelola dan

Pembangunan Desa (hal. 385). Surabaya: Airlangga University Press.

2Sadan, E. (1997). Empowerment and Community Planning : Theory and Practice of People- Focused Social Solution. inHebrew: Tel Aviv : Hakibbutz Hameuchad Publishers. Hal. 17

(5)

11

2. Kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang menggarisbawahi metode yang melibatkan proses pemberian stimulasi, mendorong atau memotivasi individu untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.

Dua kecenderungan tersebut memberikan (pada titik ekstrem) seolah berseberangan, namun seringkali untuk mewujudkan kecenderungan primer harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu.

Konsep pemberdayaan banyak digunakan dalam pengembangan masyarakat untuk memaksimalkan potensi-potensi yang ada di masyarakat.

Pemberdayaan merupakan suatu proses belajar sehingga mencapai status mandiri. Meskipun demikian, konsep mandiri disini tetap memerlukan pemeliharaan baik semangat, kondisi, maupun kemampuannya agar, tidak mengalami kemunduran lagi. Jim Ife menjelaskan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah sarana untuk memberikan orang lain sumber-sumber, kesempatan-kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kapasitas mereka sehingga dapat menentukan masa depannya dan berpartisipasi dalam kehidupan komunitasnya. Pada prinsipnya, pemberdayaan memang ditujukan untuk merubah masyarakat yang tidak/kurang beruntung menjadi masyarakat yang lebih adil dan sejahtera, dengan memperkuat anggota komunitasnya berbasis struktur yang efektif.

Istilah pemberdayaan ini sering berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi, yaitu meningkatkan kemampuan ekonomi

(6)

12

individu yang merupakan prasyarat pemberdayaan. Namun, sesungguhnya terminologi pemberdayaan tidak sebatas ekonomi, tetapi juga mengandung makna tindakan usaha perbaikan di segala aspek termasuk hal yang berkaitan dengan sosial, budaya, politik dan psikologi, baik secara individu maupun kolektif yang berbeda menurut kelompok etnik dan kelompok sosial.

Beberapa tahap pemberdayaan yang biasa di lakukan dalam masyarakat antara lain:3

1. Penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.

Tahap ini merupakan persiapan dalam proses pemberdayaan, dimana pihak pemberdayaan/aktor pelaku pemberdayaan berusaha menciptakan prakondisi supaya dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif

2. Transformasi pengetahuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. Pada tahap ini masyarakat akan menjalani proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapan keterampilan yang memiliki relevansi dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan tersebut. Keadaan ini akan menstimulasi terjadinya keterbukaan wawasan dan menguasai keterampilan dasar yang mereka butuhkan.

Masyarakat hanya dapat memberikan partisipasi pada tingkat yang

3 Sulistiyani, A.T. 2004. Kemitraan Dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta: Gava Media

(7)

13

rendah, yaitu sekedar menjadi pengikut atau objek pembangunan saja, belum mampu menjadi subjek dalam pembangunan.

3. Peningkatan kemampuan intelektual dan kecakapan keterampilan sehingga terbentuk inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian. Kemandirian tersebut ditandai dengan kemampuan masyarakat dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi, dan melakukan inovasi di lingkungannya.

Pada tahap ini masyarakat akan mandiri dalam melakukan pembangunan, sementara pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator.

Masyarakat yang berdaya berarti masyarakat yang memiliki power atau kuasa atas segala hak yang melekat pada diri sebagai manusia. Oleh karena itu, jika terdapat manusia yang tidak memiliki kuasa atau haknya sebagai manusia, maka dia telah mengalami ketidakberdayaan.4 Dalam konteks ini pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam :

a. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memilki kebebasan dalam berpendapat, bebas dari kemiskinan, kebodohan, kelaparan, kesakian

4Agus Afandi, d. (2013). Dasar-Dasar Pengembangan Masyarakat Islam. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press. Hal. 136

(8)

14

b. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatanya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan

c. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka

Pemberdayaan masyarkat juga di artikan sebagai upaya untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan kapasitasnya untuk mengatasi masalah dan mengambil keputusan secara mandiri. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat ditujukan sebagai pendorong tercapainya kekuatan dan kemampuan lembaga masyarakat untuk secara mandiri mampu mengatur dirinya sendiri berdasarkan kebutuhan masyarakat serta mampu mengatasi tantangan persoalan dimasa mendatang.5

Pemberdayaan masyarakat juga memiliki arti melindungi.

Melindungi orang atau kelompok yang lemah menjadi bertambah lemah.

Melindungi bukan berarti menutupi interaksi tetapi melindungi dalam kontek pemberdayaan adalah membuat orang yang lemah dapat mampu melindungi dirinya dari tekanan yang kuat. Sehingga pemberdayaan masyarakat adalah salah satu cara yang mampu melindungi kaum lemah seperti penyandang disabilitas untuk menumbuhkan kekuatan mereka

5Sumartiningsih, A. (2004). Pemberdayaan Masyarakat Desa Melalui Institusi Lokal.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 50

(9)

15

melawan kelemahannya agar dapat melindungi dirinya dari ancaman orang- orang yang merendahkannya karena kekurangan yang dimilikinya.

Menurut undang-undang RI no 8 tahun 2016 pasal 1 nomor 7 dalam konteks disabilitas juga menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah upaya untuk menguatkan keberadaan penyandang disabilitas dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan potensi sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi individu atau kelompok penyandang disabilitas yang tangguh dan mandiri. Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa pemberdayaan membuat penyandang disabilitas yang memiliki keterbatasan dalam melakukan banyak hal dengan adanya pemberdayaan mereka dapat menjadi berdaya, termotivasi dan mampu untuk mengatasi permasalahan yang mereka miliki.

Pemberdayaan masyarakat merupakan komplektifitas yang sinergis dan holistic dengan melibatkan individu atau kelompok objek pemberdayaan sebagai bagian terpenting dalam proses pemberdayaan masyarakat. Hal itu tentunya mengharuskan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat khususnya untuk penyandang disabilitas menjadi penyedia suasana kondusif (enabling), Menerima kondisi objek pemberdayaan secara terbuka (acceptance), perlindungan proses dan keberlanjutan pemberdayaan (protecting and sustainablelity), pemeliharaan kondisi yang seimbang serta memberikan dukungan dan bimbingan kepada objek pemberdayaan

(10)

16

(maintenance and supporting) dan menjadikan mereka sebagai subjek yang terlibat secara penuh dan mandiri.6

2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

Berbicara mengenai tujuan pemberdayaan, maka pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin di capai oleh perubahan sosial.

perubahan sosial yang dapat memengaruhi hidupnya untuk lebih berdaya, memiliki kekuatan, pengetahuan, kemampuan untuk membuat taraf hidup nya menjadi lebih baik. Tujuan utama dari pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik itu karena kondisi internal maupun kondisi eksternal.

Menurut Fahrudin, pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk memberdayakan dan memandirikan masyarakat. Hal ini akan di capai melalui upaya berikut :7

a. Enabling, yaitu membangun lingkungan yang memungkinkan kemampuan daerah setempay untuk berkreasi. Tahap awal adalah pengakuan bahwa setiap individu, setiap masyarakat umum memiliki potensi yang dapat di ciptakan. Pemberdayaan adalah usaha dalam mengumpulkan kekuatan itu dengan mendorong (encourage), memotivasi dan membangkitkan kesadaran

6Abidin, Z. (2017). Lembaga Filantropi Islam. Malang: Inteligensia Media. Hal. 30

7Fahrudin, A. (2012). Pemberdayaan, Partisipasi dan Penguatan Kapasitas Masyarakat . Bandung: Humaniora. Hal. 96

(11)

17

(awareness) tentang kemampuan yang dimiliki serta mencoba untuk mengembangkannya.

b. Empowering, yaitu meningkatkan kapasitas dengan memperkuat potensi dan daya masyarakat. Pemberdayaan ini mempunyai langkah-langkah tertentu, seperti memberikan informasi yang berbeda dan membuka akses ke berbagai peluang untuk memberdayakan masyarakat.

c. Protecting, yaitu perlindungan kepentingan mengembangkan sistem perlindungan bagi kelompok yang akan di kembangkan. Dalam proses pemberdayaan harus di cegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Melindungi dalam hal ini dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.

3. Teori Keberfungsian sosial

Keberfungsian sosial di cirikan sebagai kapasitas individu untuk melakukan peranannya dalam kehidupan sosial. Keberfungsian sosial mengacu pada cara yang di lakukan individu atau kelompok dalam melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini menjadi tolok ukur seberapa besar kapasitas seseorang dalam menjalanankan peran sosial di lingkungannya.

Menurut Achlis, keberfungsian sosial adalah kapasitas individu untuk menyelesaikan kewajiban dan pekerjaannya sambil berinteraksi

(12)

18

dalam keadaan sosial tertentu yang berencana untuk pemenuhan kebutuhan hidup.

Indikator peningkatan fungsi sosial dapat di ketahui dari poin-poin berikut ini :8

1. Individu dapat memenuhi tantangan hidup, peran dan fungsinya 2. Individu memiliki antusias dalam melakukan hobi dan minatnya 3. Individu memiliki rasa kepedulian pada dirinya sendiri, orang lain

atau lingkungan sekitarnya

4. Individu menghargai dan menjaga persahabatan

5. Individu memiliki kekuatan cinta yang besar dan dapat mendidik 6. Individu dapat lebih bertanggung jawab atas tugas dan hal-hal yang

seharusnya di lakukan

7. Individu berjuang tujuan hidupnya

8. Individu belajar dalam hal kedisiplinan dan mengatur diri sendiri 9. Individu memiliki pemikiran dan ide yang muncul secara realistis

Istilah keberfungsian sosial mengacu pada pendekatan untuk bertindak atau melakukan tugas dalam kehidupannya dalam memenuhi kebutuhan hidup individu secara pribadi, sebagai keluarga, kolektif, masyarakat, maupun organisasi. Pelaksanaan fungsi sosial juga dapat di nilai apakah memenuhi kebutuhan dan membantu mencapai kesejahteraan bagi individu tersebut dan bagi masyarakat apakah normal dapat di terima masyarakat sesuai dengan norma sosial yang berlaku di lingkungan tersebut.

8 Achlis. (2011). Praktek Pekerjaan Sosial. Bandung: STKS. Hal. 21

(13)

19

Terdapat tiga faktor penting yang saling berkaitan dalam keberfungsian sosial yaitu :

1. Faktor sosial yaitu Seorang di berikan kedudukan agar melakukan tugas-tugas pokok sebagai suatu tanggung jawab atas kewajibannya dalam suatu kehidupan di lingkungannya.

2. Faktor role sosial yaitu peranan sosial, berupa individu melakukan kegiatan tertentu yang di anggap penting dan diharapkan dapat menyelesaikannya sebagai konsekuensi dari status sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat.

3. Faktor norma sosial yaitu hukum, peraturan, nilai-nilai masyarakat, adat istiadat, agama, yang menjadi patokan apakah status sosial sudah di perankan dengan semesitnya, dengan norma yang wajar, dapat di terima oleh masyarakat, bermanfaat bagi orang-orang dalam kehidupan bermasyarakat.

Baker, Dubois dan Miley mengungkapkan bahwa keberfungsian sosial berhubungan dengan kapasitas individu untuk memenuhi esensial dirinya dan keluarganya dan untuk membuat komitmen positif kepada masyarakat.

C. Konsep Komunitas

Dalam konsep pemberdayaan masyarakat, komunitas adalah sebuah unsur yang tidak bisa di lepaskan. Komunitas adalah suatu unit atau himpunan dari beberapa orang atau lebih yang terkumpul dalam kelompok-kelompok yang memiliki kebutuhan bersama dan tujuan bersama, baik itu dalam konsep fungsional maupun teritorial.

(14)

20

Menurut McMillan dan Chavis (1986) mendefinisikan komunitas sebagai sebuah perkumpulan dari para anggotanya yang memiliki rasa saling memiliki, terikat antar satu sama lain dan memiliki kepercayaan bahwa kebutuhan yang menjadi tujuan para anggotanya akan terpenuhi selama para anggotanya memiliki komitmen untuk terus bersama-sama untuk mewujudkannya.

Sedangkan Hillery, George Jr. (1955) mendefinisikan lebih dulu tentang komunitas sebagai individu-individu atau orang-orang yang memiliki kesamaan karakteristik seperti geografi, kultur, ras, agama atau keadaan ekonomi yang setara. Hal itu juga bisa di kategorikan dalam hal lokasi, etnik, pekerjaan, ras, ketertarikan pada suatu masalah-masalah atau hal lain yang mempunyai kesamaan satu sama lain.

Komunitas tercipta dari ikatan-ikatan yang secara berkesinambungan saling mengikat melalui komunikasi. Ikatan-ikatan seperti tujuan, kepercayaan dan pengetahuan adalah keharusan bagi terciptanya sebuah komunitas.

D. Penyandang Disabilitas Tunagrahita 1. Pengertian Disabilitas

Dalam undang-undang dasar nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas bahwa penyandang disabilitas adalah setiap individu yang menghadapi kendala fisik intelektual, mental dan sensorik dalam kurun waktu lama sehingga individu tersebut mungkin menghadapi hambatan dan kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungannya untuk berpartisipasi dengan individu lainnya berdasarkan hak-hak yang setara.

(15)

21

Sebagaimana di tunjukkan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyandang di cirikan sebagai individu yang memiliki atau menderita sesuatu. Sedangkan disabilitas adalah kata bahasa indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris, disability (jamak : disabilities) yang mengandung arti cacat atau ketidakberdayaan. Istilah disabilitas berasal dari bahasa inggris yaitu different ability dengan kata lain, setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Ada beberapa islitah yang merujuk pada penyandang disabilitas. Kementerian sosial mengacu pada istilah penyandang ‘cacat’, Kementerian Pendidikan Nasional mengacu pada istilah ‘berkebutuhan khusus’ dan Kementerian Kesehatan mengacu pada istilah ‘Penderita cacat’. Sementara itu, sesuai Resolusi PBB Nomor 61/106 tanggal 13 Desember 2006, penyandang cacat adalah orang-orang yang tidak mampu menjamin dirinya sendiri, kebutuhan individu normal dan kehidupan sosial karena ketidakmampuan mereka, terlepas dari yang bersifat bawaan maupun tidak, dalam hal kemampuan fisik atau mentalnya.

Penyandang disabilitas adalah seseorang yang memiliki ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu karena ia memiliki kekurangan dalam dirinya dari segi fisik, intelektual maupun mentalnya. Dari kekurangan tersebut membuat dirinya tidak mampu melakukan pekerjaan yang selayaknya bisa di lakukan oleh orang-orang yang normal pada umumnya. Sehingga kerap kali dengan kekurangannya itu membuat penyandang disabilitas selalu di pandang sebelah mata karena kelemahannya tersebut. Hal tersebut mebuat penyandang disabilitas memiliki penanganan atau treatment yang khusus

(16)

22

agar mereka dapat melakukan pekerjaan atau sesuatu yang ingin dia lakukan.

2. Macam-macam Penyandang Disabilitas

Menurut undang-undang nomor 4 tahun 1997 yang berisi tentang penyandang cacat, penyandang disabilitas di bagi menjadi 3 macam, yaitu :

a. Cacat Fisik

Cacat fisik adalah gangguan yang menyebabkan gangguan fungsi fisik seperti, gerak, penglihatan, pendengaran, dan bicara. Cacat fisik meliputi ; Cacat kaki, Cacat punggung, Cacat tangan, Cacat jari, Cacat leher, Cacat netra, Cacat rungu, Cacat wicara, Cacat raba (rasa), Cacat pembawaan

b. Cacat Mental

Cacat mental adalah gangguan mental atau perilaku bawaan maupun yang berhubungan dengan penyakit yaitu ‘ reterdasi mental, gangguan psikiatrik fungsional, alkoholisme, gangguan mental organik dan epilepsi

c. Cacat Ganda atau Cacat Fisik Mental

Merupakan kondisi di mana individu yang memiliki dua jenis kecacatan sekaligus. Hal tersebut akan sangat mengganggu ketika memiliki cacat ganda.

Menurut undang-undang nomor 8 tahun 2016 pasal 4, ragam penyandang disabilitas meliputi;

a. Penyandang Disabilitas fisik

(17)

23 b. Penyandang Disabilitas intelektual c. Penyandang Disabilitas mental d. Penyandang Disabilitas sensorik

Keberagaman penyandang disabilitas dapat di alami sekali, beberapa kali atau berkali-kali yang di tetapkan oleh tenaga medis sebagaimana yang di tentukan oleh undang-undang dengan kurun waktu yang cukup lama.

3. Pengertian Tunagrahita

Tunagrahita adalah sebutan dari orang yang memiliki cacat mental.

Berdasarkan definisi yang di utarakan oleh Grossman, tunagrahita adalah seseorang yang yg memiliki kecerdasan intelektual (IQ) yang pada dasarnya di bawah normal di sertai dengan ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang mana hal ini terjadi ketika masa pertumbuhan.9

Dalam Bahasa Indonesia, istilah yang sering di gunakan penyandang tunagrahita misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, reterdasi mental, keterbelakangan mental, cacat ganda. Sedangkan dalam kepustakaan bahasa asing di kenal dengan istilah mental reterdation, mentally reterded, mental deficiency, dan mental defective, dan lain-lain. 10

American Asociation on Mental Deficiency (AAMD) mendefinisikan

tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata, yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes. Sedangkan pengertian tunagrahita menurut Japan League for Mental Retarted yang

9 Mumpuniarti (2007), Pembelajaran Akademik Bagi Tunagrahita. Yogyakarta: FIP UNY. Hal. 7

10Somantri, S. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama. Hal. 5

(18)

24

meliputi fungsi intelektual lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi buku. Para ahli Indonesia mengunakan klasifikasi sebagai berikut :

a. Tunagrahita ringan memiliki IQ 50-70 b. Tunagrahita sedang memiliki IQ 55-40

c. Tunagrahita berat dan sangat berat memiliki IQ <30

Sehingga jika di simpulkan dari beberapa definisi di atas, Tunagrahita memiliki pengertian bahwa seseorang di sebut sebagai tunagrahita apabila kecerdasannya di bawah rata-rata, memiliki keterlambatan dalam belajar berfikir dan penyesuaian sosialnya serta memerlukan pendidikan yang khusus untuk mengatasi keterbatasannya. Keterbatasan itu mencakup : 11 a. Keterbatasan Intelegen, kemampuan belajar anak yang sangat kurang,

terutama yang bersifat abstrak, seperti membaca dan menulis, belajar dan menghitung sangat terbatas

b. Keterbatasan Sosial, mengalami hambatan dalam mengurus dirinya didalam kehidupan masyarakat

c. Keterbatasan fungsi dan mental lainnya, mereka memerlukan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru di kenalnya

11 Aqila, S. (2010). Anak Cacat Bukan Kiamat : Metode Pembelajaran dan Terapi Praktis.

Yogyakarta: Katahati. Hal. 33

(19)

25 E. Konsep Pemberdayaan Disabilitas

Pemberdayaan memiliki tujuan untuk memberdayaakan orang-orang yang memiliki ketidak mampuan dalam melakukan sesuatu atau memiliki keterbatasan dalam melakukan pekerjaannya. Orang-orang yang masuk dalam klasifikasi memiliki keterbatasan itu salah satunya adalah penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas memiliki berbagai macam dan fokus subjek peneliti adalah penyandang disabilitas tunagrahita. Melihat adanya peningkatan penyandang tunagrahita setiap tahunnya membuat pemerintah harus memiliki solusi untuk mengentaskan permasalahan kesejahteraan penyandang tunagrahita. Salah satu upaya dalam mengentaskan permasalahan kesejahteraan tunagrahita adalah dengan adanya pemberdayaan untuk penyandang disabilitas tunagrahita. Menurut undang-undang RI nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, pemberdayaan adalah upaya untuk menguatkan keberadaan penyandang disabilitas dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan potensi sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi individu atau kelompok penyandang disabilitas yang tangguh dan mandiri. Tentunya dalam undang-undang tersebut memiliki tujuan untuk mewujudkan taraf hidup penyandang disabilitas khususnya tunagrahita yang lebih berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, mandiri, serta bermanfaat.

Dalam masalah kesejahteraan penyandang disabilitas, pemerintah memiliki peran aktif dalam mengentaskan permasalahan tersebut, hal itu di lakukan melalui :

a. Peningkatan kemauan dan kemampuan b. Penggalian potensi dan sumber daya

(20)

26 c. Penggalian nilai dasar

d. Pemberian akses

e. Pemberian bantuan usaha

Terkait dengan konsep pemberdayaan, pada prinsipnya setiap manusia memang dilahirkan dengan potensi untuk menolong dirinya dalam kehidupan.

Demikian halnya dengan penyandang disabilitas, mereka juga memiliki potensi yang harus dikembangkan untuk kelangsungan hidupnya. Namun yang terjadi selama ini penyandang disabilitas masih mengalami diskriminasi karena kondisi kedisabilitasannya, sehingga menyebabkan mereka menjadi tidak berdaya. Upaya pemberdayaan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan penyandang disabilitas agar keluar dari kondisi ketidakberdayaan.

Pemberdayaan bertujuan memperbaiki dan meningkatkan mutu kehidupan serta martabat penyandang disabilitas, baik secara individu maupun sosial. Wujud pemberdayaan pada penyandang disabilitas dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan praktis atau kebijakan pemerintah. Namun harus diingat bahwa konsep pemberdayaan yang diberikan menjadi tepat sasaran dan bermanfaat baik bagi penyandang disabilitas maupun lingkungan sosialnya.

Pemberdayaan bagi penyandang disabilitas dapat menggunakan dua pendekatan berikut:

1. Model Medis

Model medis menganggap kedisabilitasan sebagai suatu abnormalitas, sehingga orang yang mengalaminya harus dinormalkan, dikoreksi,

(21)

27

ditanggulangi dan disembuhkan. Hal ini bertujuan agar hambatan yang mereka hadapi dimasyarakat dapat diatasi dan pemberdayaan dapat diberikan dengan baik

2. Model Sosial

Model sosial disusun berdasarkan pemahaman bahwa penyatuan diri penyandang disabilitas diartikan sebagai proses menghilangkan rintangan- rintangan sosial. Model ini menekankan aspek perubahan sikap masyarakat terhadap penyandang disabilitas yang menghambat kemandirian dan pengembangan dirinya.

Berdasarkan permasalahan penyandang disabilitas, maka dua model tersebut sebenarnya dapat dikolaborasikan dengan baik, sebab ketidakberdayaan penyandang disabilitas bukan hanya timbul dari faktor ketidakmampuan fisik ataupun psikisnya, namun juga disebabkan oleh faktor- faktor luar, seperti lingkungan dan masyarakat. Goffam mengungkapkan bahwa masalah sosial utama yang dihadapi penyandang sidabilitas adalah kondisi abnormal dalam tingkat yang sedemikian jelasnya, sehingga orang lain merasa tidak memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan mereka.12 Kecenderungan lingkungan memberikan stigma kepada penyandang disabilitas merupakan penyebab dari berbagai masalah yang muncul selama ini.

12 Herlina Astri dkk, Pemenuhan dan Perlindungan Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Yogyakarta: Pusat pengkajian, Pengelolaan Data dan Informasi (P3DI), 2003), hal. 17

Referensi

Dokumen terkait

Yani, Sentra Niaga Kalimalang Blok A3 No.. Warung Buncit

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kelangsungan hidup setiap warga negara, termasuk

Seksi Kesehatan Keluarga dipimpin oleh seorang kepala seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian fungsi Kepala Bidang Bina Kesehatan Masyarakat dalam

Dalam hal penerapan pelaksanaan Peraturan Daerah yang digunakan adalah masih berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Badung Tingkat II Badung Nomor 29 Tahun 1995

Based on T-test analysis, it can be concluded that there is difference on students’ math communication ability at SMP N 029 Pekanbaru who were taught by implementing

Kegiatan kelompok BKR Percontohan ini sangat penting sehingga terjadi komunikasi antara remaja dengan orang tua tentang kesehatan reproduksi yang selama ini belum

Router adalah perangkat yang akan melewatkan IP dari suatu jaringan ke jaringan yang lain, menggunakan metode addressing dan protocol tertentu untuk melewatkan paket data

Menciptakan sebuah bentuk usaha di bidang penjualan pakaian, hal tersebut berawal dari penciptaan sebuah merek pada suatu produk dengan mencantumkan nama