• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H/2021 M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H/2021 M"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, POLA ASUH DAN VARIABEL DEMOGRAFI TERHADAP KECERDASAN ADVERSITAS

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Psikologi (MPsi) Bidang Psikologi Pendidikan

Oleh:

Siti Nurkomariyah 21170700000012

Magister Psikologi Pendidikan

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/2021 M

(2)

ii

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, POLA ASUH DAN VARIABEL DEMOGRAFI TERHADAP KECERDASAN ADVERSITAS

TESIS

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister Psikologi (M.Psi)

Disusun Oleh : SITI NURKOMARIYAH

(21170700000012)

Pembimbing

Dr. Gazi, M.Si NIP.197112142007011014

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H / 2021 M

(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis yang berjudul “PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, POLA ASUH DAN VARIABEL DEMOGRAFI TERHADAP KECERDASAN ADVERSITAS” telah diajukan dalam sidang tesis program Magister Sains Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tangal 12 Agustus 2021. Tesis ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi (M.Psi) pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Agustus 2021 Sidang Munaqosyah

Dekan/ Wakil Dekan/

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si Yufi Adriani, Ph.D

NIP. 19620724 198903 2 001 NIP. 19820918 200901 2 006

Anggota

Dr. Natris Indriyani, M.Si, Psikolog Dr. Yunita Faela Nisa, Psikolog NIP. 19790723 200710 2 002 NIP. 19770608 200501 2 003

Dr. Gazi, M.Si NIP. 19711214 200701 1014

(4)

iv

(5)

v

MOTTO & PERSEMBAHAN MOTTO :

Risau dengan Dunia adalah Kegelapan bagi Hati.

Risau dengan Akhirat adalah Cahaya bagi Hati.

(Sayyidina Utsman Bin Affan, Ra)

Seberapa Banyak Amalan Kecil akan menjadi Besar karena Niat Pelakunya, dan Seberapa Banyak Amalan Besar menjadi Kecil karena Niat Pelakunya.

(Al-Imam Ibnu Mubarok. Ra)

(6)

vi

PERSEMBAHAN :

Thesis ini ku persembahkan untuk yang telah memberikan kasih sayang yang tiada batas dan pengorbanan tanpa syarat

serta do’a dan ridho yang selalu menyertai setiap langkah menuju masa depanku.

Bapak,Ibu dan Suamiku tercinta.

Almarhum H. Masin bin H.Bahir Almarhumah Ibu Hj. Mariyam binti H.

Kurnain

dan Ahmad Fauzi

(7)

vii ABSTRAK A) Magister Psikologi

B) Agustus 2021 C) Siti Nurkomariyah

D) Pengaruh kecerdasan emosional, pola asuh dan variabel demografi terhadap kecerdasan adversitas.

E) xxi + 136

F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional dan pola asuh terhadap kecerdasan adversitas. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang bersekolah pada jenjang SMP dan SMA di Jakarta.

Sampel penelitian berjumlah 254 siswa dengan pengambilan sampel secara non-probability sampling dengan bersifat purposive sampling. Peneliti menggunakan alat ukur kecerdasan adversitas yang mengacu pada teori Paul G. Stoltz (1997), kecerdasan emosional menggunakan skala EIS yang dikembangkan oleh Lane, et.al., (2009), dan pola asuh dengan melihat dimensi yang dijelaskan oleh Baumrind (1967). Pengujian validitas konstruk dan analisis statistic structural equating modeling (SEM) didapatkan fit model peran- pengaruh kecerdasan emosional, pola asuh dan variabel demografi terhadap kecerdasan adversitas–fit dengan data empirik. Hasil meunjukkan bahwa variabel kecerdasan emoional penilaian emosi orang lain, pola asuh tidak terlibat dan variabel demografi jenis kelamin serta jenjang pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap kecerdasan adversitas.

Penilaian emosi orang lain memiliki arah yang negatif terhadap kecerdasan adversitas. Artinya, tingginya penilaian emosi orang lain mempengaruhi rendahnya kecerdasan adversitas. Serta pola asuh tidak terlibat, jenis kelamin dan jenjang pendidikan memilki arah hubungan postif. Saran untuk penelitian kedepan untuk menjadikan sampel dari banyak kalangan sebagai responden dan memperhatikan skala item yang akan digunakan.

G) Daftar bacaan : 5 buku, 3 disertasi, 1 tesis, 52 jurnal, 6 artikel

(8)

viii ABSTRACT A) Master of Psychology

B) August 2021 C) Siti Nurkomariyah

D) The Effects of Emotional Intelligence, Parenting Styles and Demographic Variables in Adversity Quotient.

E) xxi + 136

F) This study aims to determine the effect of emotional intelligence and adversity quotient parenting. The population in this study were teenagers who were fascinated at the junior and senior high school levels in Jakarta. The research sample amounted to 254 students with non-probability sampling with purposive sampling. Researchers used an adversity quotient measuring tool that refers to the theory of Paul G. Stoltz (1997), emotional intelligence using the EIS scale developed by Lane, et.al., (2009), and parenting by looking at the dimensions described by Baumrind (1967). . Construct validity testing and statistical analysis of structural equating modeling (SEM) obtained a model of the suitability of the role of the influence of emotional intelligence and parenting on adversity quotient-fit with empirical data. The results show that the emotional intelligence variable, the emotional assessment of others, negligent parenting and gender demographic variables and increased education have a significant effect on adversity quotient.

Evaluation of other people's emotions in a negative direction towards the adversity quotient. That is, the assessment of the emotions of others affects the low level of difficulty. As well as negligent parenting, gender and level of education that have a positive relationship direction. Suggestions for future research are to make samples from many groups as respondents and pay attention to the scale of the items to be used.

G) Reading Materials : 5 books, 3 dissertation, 1 thesis, 52 journal, 6 article

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim...

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh kecerdasan emosional, pola asuh dan variabel demografi terhadap kecerdasan adversitas”. Penulisan ini dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Magister Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Terwujudnya tesis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya, kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si beserta seluruh jajaran dekanat lainnya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas terbaik kepada seluruh mahasiswa Psikologi UIN, untuk menjadi lulusan yang berkualitas.

2. Dr. Gazi, M.Si., dosen pembimbing yang senantiasa sabar membimbing penulis serta memotivasi untuk segera menyelesaikan penelitian ini. Serta ibu Dr. Natris Indriyani, M.Si. Psikolog dan Ibu Dr. Yunita Faela Nisa, Psikolog sebagai penguji sidang penulis yang telah banyak memberikan masukan dan arahan.

3. Seluruh dosen fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa mencurahkan ilmunya kepada peneliti.

4. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama di bidang akademik Bu Lilis, yang telah membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan mengingatkan penulis untuk terus bersemangat dalam menjalani kuliah dan penelitian.

5. Kedua Orang tua tercinta, Almarhum Bapak H. Masin bin H. Bahir dan Almarhumah Ibu Hj. Mariyam binti H. Kurnain yang menjadi semangat bagi peneliti untuk terus berjuang hingga akhir. Terima kasih atas semua kasih sayang yang berlimpah dan jasa-jasa mendiang kedua orang tua. Semoga amal

(10)

x

ibadahnya diterima oleh Allah SWT, diampuni segala dosanya, meninggal dalam husnul khotimah, dan ditempatkan oleh Allah di syurga-Nya, aamiin ya rabbal „alaamiin.

6. Suami Ahmad Fauzi, yang selalu mendukung penulis menyelesaikan penelitian ini serta keluarga besar abang syahril, abang ali, abang ahmad, abang nana, adik fahrul, yang selalu memberikan motivasi dukungan baik moril dan materil, agar peneliti dapat menyelesaikan tesis ini. Serta terima kasih juga kepada kakak-kakak ipar, ponakan-ponakan tersayang serta mertua penulis ibu ria fathiyah dan bapak ramelan serta adik ipar, anak siti zahra maulida, si kecil yang sangat pengertian dan cerdas memahami ibunya.

7. Sahabat penulis yang mendukung lancarnya penelitian, Nuris, Risa, Desi, dan lainnya yang membantu dan mendukung penulis menjalani penelitian ini, serta kak Jamal yang sudah membantu penulis dalam menganalisis data sehingga penulis menjadi lebih paham.

Akhirnya, peneliti memohon kepada Allah SWT, agar seluruh dukungan, bantuan, bimbingan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari situ sangatlah diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar menyembpurnakan tesis ini. semoga tesis ini, dapat memberikan manfaat kepada peneliti pribadi dan siapa saja yang membaca serta yang ingin menelitinya lebih lanjut.

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah... 8

1.2.1 Pembatasan Masalah ... 8

1.2.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 11

1.4 Sistematika Penulisan ... 11

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 13

2.1 Kecerdasan Adversitas ... 13

2.1.1 Definisi Kecerdasan Adversitas ... 16

2.1.2 Kategori Respon Kecerdasan Adversitas ... 19

2.1.3 Dimensi Kecerdasan Adversitas ... 21

2.1.4 Faktor Pembentuk Kecerdasan Adversitas... 24

2.1.4.1 Faktor Internal ... 27

2.1.4.2 Faktor Eksternal ... 27

2.1.5 Perbedaan Kecerdasan Adversitas dengan Teori Lainnya ... 27

2.1.6 Pengukuran Kecerdasan Adversitas ... 28

2.2 Kecerdasan Emosional ... 29

2.2.1 Definisi Kecerdasan Emosional ... 30

2.2.2 Dimensi Kecerdasan Emosional ... 32

2.2.3 Pengukuran Kecerdasan Emosional ... 34

2.3 Pola Asuh ... 37

(12)

xii

2.3.1 Definisi Pola Asuh ... 38

2.3.2 Dimensi Pola Asuh ... 40

2.3.3 Faktor-Faktor yang Memeprngaruhi Pola Asuh Orang Tua ... 42

2.3.4 Pengukuran Pola Asuh ... 45

2.4 Variabel Demografi ... 55

2.5 Kerangka Berpikir ... 48

2.6 Hipotesis Penelitian ... 52

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 54

3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ... 54

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 54

3.3.1 Variabel Dependen ... 55

3.3.2 Variabel Independen ... 55

3.3.2.1 Kecerdasan Emosional ... 55

3.3.2.2 Pola Asuh ... 56

3.4 Instrumen Pengumpulan Data ... 57

3.3.1 Skala Kecerdasan Adversitas ... 58

3.3.2 Skala Kecerdasan Emosional ... 59

3.3.3 Skala Pola Asuh ... 61

3.5 Uji Validitas Konstruk ... 64

3.5.1 Uji Validitas Konstruk Kecerdasan Adversitas... 65

3.5.2 Uji Validitas Konstruk Kecerdasan Emosional... 67

3.4.2.1 Uji Validitas Konstruk Dimensi Emosi Orang Lain ... 77

3.4.2.2 Uji Validitas Konstruk Dimensi Emosi Diri Sendiri ... 68

3.4.2.3 Uji Validitas Konstruk Dimensi Pengaturan Emosi ... 70

3.4.2.4 Uji Validitas Konstruk Dimensi Keterampilan Bersosial ... 71

3.4.2.5 Uji Validitas Konstruk Dimensi Pemanfaatan Emosi ... 72

3.4.2.6 Uji Validitas Konstruk Dimensi Optimisme ... 74

3.5.3 Uji Validitas Konstruk Pola Asuh ... 75

3.5.3.1 Uji Validitas Konstruk Dimensi Otoriter ... 75

3.5.3.2 Uji Validitas Konstruk Dimensi Demokratif ... 76

3.5.3.3 Uji Validitas Konstruk Dimensi Permisif ... 78

3.5.3.4 Uji Validitas Konstruk Dimensi Tidak Terlibat ... 79

3.6 Teknik Analisis Data ... 81

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 83

4.1 Gambaran Subjek Penelitian ... 83

4.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 84

4.3 Kategorisasi Variabel Penelitian ... 86

4.4 Uji Hipotesis Penelitian... 87

(13)

xiii

4.4.1 Uji Regresi Berganda ... 87

4.4.1.1 Variabel Kecerdasan Emosional ... 91

4.4.1.2 Variabel Pola Asuh ... 92

4.4.1.3 Variabel Demografi ... 93

4.4.2 Pengujian Proporsi Varian Independent Variable... 93

4.4.2.1 Variabel Kecerdasan Emosional ... 95

4.4.2.2 Variabel Pola Asuh ... 96

4.4.2.3 Variabel Demografi ... 96

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ... 97

5.1 Kesimpulan ... 97

5.2 Diskusi ... 97

5.3 Saran ... 104

5.3.1 Saran Teoritis ... 104

5.3.2 Saran Praktis ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107

LAMPIRAN ... 112

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Validitas Pengukuran Kecerdasan Emosional ... 45

Tabel 3.1 Skala Likert Dependent Variable dan Independent Variable ... 67

Tabel 3.2 Blue Print Skala Kecerdasan Adversitas ... 69

Tabel 3.3 Blue Print Skala Kecerdasan Emosional ... 71

Tabel 3.4 Blue Print Skala Pola Asuh Demokratis ... 72

Tabel 3.5 Blue Print Skala Pola Asuh Otoriter ... 72

Tabel 3.6 Blue Print Skala Pola Asuh Permisif ... 73

Tabel 3.7 Blue Print Skala Pola Asuh Tidak Terlibat ... 74

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Konstruk Kecerdasan Adversitas ... 76

Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Konstruk Penilaian Emosi Orang Lain ... 78

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Konstruk Penilaian Emosi Diri Sendiri ... 79

Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Konstruk Pengaturan Emosi... 81

Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Konstruk Keterampilan Bersosial ... 82

Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Konstruk Pemanfaatan Emosi ... 83

Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Konstruk Optimisme ... 85

Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Konstruk Pola Asuh Otoriter ... 86

Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Konstruk Pola Asuh Demokratis ... 87

Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Konstruk Pola Asuh Permisif ... 89

Tabel 3.18 Muatan Faktor Item Konstruk Pola Asuh Tidak Terlibat ... 90

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ... 93

Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ... 95

Tabel 4.3 Rumus Kategorisasi ... 96

Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ... 97

Tabel 4.5 Tabel R Square ... 98

Tabel 4.6 Tabel Anova ... 99

Tabel 4.7 Koefesien Regresi ... 100

Tabel 4.8 Proporsi Varian ... 104

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Konseptual ... 61

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian ... 122 Lampiran 2 : Syntax dan Path Diagram Variabel Penelitian ... 129 Lampiran 3 : Output Data SPSS ... 139

(17)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia di dunia pasti pernah mengahadapi tantangan serta ujian semasa hidupnya. Namun, apakah manusia itu dapat bertahan atau tidak dalam menghadapi tantangan tersebut tergantung pada daya tahannya masing-masing. Di masa sekarang, manusia sedang di uji dengan pandemi atau penyakit karena virus yang kita kenal sebagai virus covid19. Terjadi berbagai perubahan di segala kalangan, yang mengharuskan individu beradaptasi secara cepat dan tepat. Seperti yang dikutip dalam laman metronews, Harper & Kelly menjelaskan bahwa situasi bencana bisa menciptakan kondisi stres dalam menerima kondisi kehidupan yang tidak diharapkan. Bisa terkait dengan aspek keselamatan fisik, kenyamanan lingkungan serta ancaman hilangnya pendapatan.

Banyak sekali perubahan sistem baik di kalangan pemerintahan, sektor ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Di dunia pendidikan itu sendiri hanya sebatas melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ), ruang lingkup pun hanya sebatas di kalangan keluarga dan kerabat yang paling dekat. Bagi remaja yang saat ini berada di fase masa pencarian jati diri merupakan suatu gejolak yang cukup memberatkan. Karena, ruang lingkup bagi remaja dibatasi mengingat adanya aturan keselamatan dari keluarga dan orang tua. Seperti hasil wawancara yang penulis lakukan kepada beberapa remaja, pandemi ini sudah hampir 2 tahun

(18)

2

berjalan dan sudah mulai ada rasa bosan serta ingin menjelajah dunia luar tanpa adanya batasan dan aturan seperti sedia kala.

Melihat dari berbagai masalah yang sekarang sedang di lalui, penulis ingin melihat bagaimana para remaja ini mengatasi dan dapat bertahan dari tekanan yang ada dalam lingkungannya saat ini. Karena adanya keterbatasan pada ruang lingkup pembelajaran dan ruang lingkup pergaulan atau minimnya interaksi dengan teman sebaya, remaja saat ini merasa mulai jenuh. Seperti yang dikutip dari penelitian Hema dan Gupta (2015), ketidakmampuan dalam menghadapi berbagai macam kesulitan akan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan masa depan siswa, serta mempengaruhi apakah siswa dapat menjadi diri yang berkualitas.

Daya tahan dalam mengahadapi tantangan yang saat ini dihadapi remaja, dalam ranah pembelajaran psikologi disebut kecerdasan adversitas. Paul G. Stoltz (dalam Shen, 2014) kecerdasan adversitas digunakan untuk mengukur bagaimana individu dalam menanggapi kesulitan, serta kemampuannya untuk menghadapi dan mengatasi kesulitan, juga untuk memprediksi individu mana yang dapat mengatasinya dan yang tidak tahan terhadap ujian. Menurut Bakare (2015) kecerdasan adversitas adalah kemampuan batin yang memungkinkan orang mengubah situasi buruk mereka menjadi keuntungan yang mengubah hidup.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan adversitas individu.

Faktor yang menjadi pengaruh kecerdasan adversitas ada dua macam, yakni faktor internal dan eksternal. Seperti yang dijelaskan Stoltz dalam bukunya dengan menggambarkan ibarat sebuah pohon kesuksesan. Faktor internal meliputi

(19)

3

genetika, keyakinan, bakat, hasrat atau kemauan, karakter, kinerja, kecerdasan dan kesehatan. Sedangkan faktor eksternal diantaranya pendidikan dan lingkungan.

Melihat dua faktor internal dan eksternal ini penulis akan menjadikan kecerdasan emosional dan pola asuh sebagai variabel independen dalam penelitian ini.

Goleman (dalam Furnham, 2012) mengatakan bahwa kecerdasan emosional berkontribusi sebesar 80 persen terhadap kesuksesan hidup seseorang. Verma, Anggarwal dan Bansal (2017) mengatakan kecerdasan adversitas memainkan peran utama ketika memutuskan apakah seseorang akan mampu mengelola dan bekerja secara efektif atau tidak di bawah tekanan dalam kondisi yang buruk.

Sedangkan kecerdasan emosional berperan besar saat mengidentifikasi emosi dan membantu untuk memahami emosi secara efektif. Keduanya adalah aspek penting yang harus dihadapi ketika membuat pertimbangan.

Latifa & Islami (2020) dalam temuannya menemukan kecerdasan emosional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan adversitas, terutama pada dimensi mengelola emosi diri sendiri. Sharma dan Singh (2016) dalam penilitiannya menjelaskan bahwa skala kecerdasan emosional berkorelasi secara postif dan signifikan dengan kecerdasan adversitas. Begitupula dengan penilitian yang dilakukan oleh Effendi dan Zamri (2016) menunjukkan hasil yang positif antara kecerdasan emosional dan AQ, dimana hal ini dapat meningkatkan kinerja siswa.

Cando dan Villacastin (2014) menjelaskan bahwa kecerdasan adversitas sangat berperan penting dalam kesuksesan berkarir, selain itu keterlibatan kecerdasan emosional sangat dibutuhkan dalam mengembangkan kecerdasan

(20)

4

adversitas individu karena membutuhkan pemahaman yang akurat tentang bagaimana harus mengamati dan mengendalikan emosi. Faktor eksternal yang menjadi pengaruh kecerdasan adversitas salah satunya ialah lingkungan, dimana lingkungan yang penulis lihat adalah lingkungan keluarga yakni pola asuh.

Proses sosialisasi pertama terjadi di dalam keluarga, siswa akan mempelajari kebiasaan, sikap, norma-norma, serta peran dan tingkah laku dalam perkembangannya (Anggraini, Hartuti, Sholihah, 2017). Dasar-dasar tanggung jawab dalam keluarga terdapat pendidikan anak yang meliputi (Dwiarwati, Dantes, dan Suranata, 2014) pertama, dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dan anak yang akan mendorong sikap, tanggung jawab dan mengabdikan hidupnya untuk anak. Kedua, dorongan kewajiban moral, sebagai konsekuensi dukungan orang tua terhadap anaknya, dan ketiga, tanggung jawab sosial, sebagai bagian dari keluarga yang pada suatu saat nanti juga akan menjadi bagian dari masyarakat, bangsa dan negara.

Baumrind (1991), mengatakan bahwa gaya pola asuh orang tua ada empat tipe yang didasarkan pada dua aspek antara control dan responsive dalam pola asuh. Diantaranya ialah otoriter, demokratis, permisif, dan tidak terlibat (uninvolved). Penelitian sebelumnya terkait pola asuh telah dilakukan oleh Iswantiningtyas (2012) pola asuh demokratis berpengaruh secara positif dengan kecerdasan adversitas. Remaja yang orangtuanya menerapkan pola asuh demokratis akan berkembang menjadi pendaki (climber), memikirkan kemungkinan-kemingkinan, tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental atau hambatan lainnya menghentikan aktifitasnya. Tanpa

(21)

5

menghiraukan latar belakang, keuntungan ataupun kerugian, nasib baik atau nasib buruk, individu yang tergolong climber akan terus mendaki.

Remaja yang orang tuanya tidak demokratis dalam pola asuh akan berkembang menjadi menyerah (quitter), memilih keluar, menghindari kewajiban, mundur dan berhenti, meninggalkan dorongan untuk mendaki, dan kehilangan banyak hal yang ditawarkan oleh kehidupan. Quitter berhenti di tengah proses pendakian, gampang putus asa dan menyerah sehingga tidak mampu mengoptimalkan potensi diri untuk mencapai tujuan (Stoltz, 2005).

Remaja yang orangtuanya tidak demokratis dalam pola asuh kemungkinan akan berkembang menjadi pengemah (camper). Remaja diliputi perasaan bosan dan mengakhiri pendakian sebelum sampai di puncak, mencari tempat datar yang rata dan nyaman sebagai tempat bersembunyi dari situasi yang tidak bersahabat.

Camper puas dengan apa yang telah diraih, dan telah merasa sebagai orang yang berhasil, tidak lagi mengembangkan diri, tetapi hanya mempertahankan agar apa yang telah diraih dapat tetap dimiliki. Pendakian yang tidak selesai sudah dianggap sebagai kesuksesan akhir, padahal sebenarnya tidak, sebab masih banyak potensi yang belum teraktualisasi dan menjadi sia-sia.

Kathleen (dalam Vardia & Nurdibyandaru, 2018), mengungkapkan mengenai pengaruh pada tiap kategori pola asuh orang tua terhadap akademis siswa, pola asuh demokratis dinyatakan memghasilkan anak dengan performa baik di sekolah, mereka miliki kepercayaan diri, tujuan orientasi yang tinggi, berkompeten dan bersungguh-sungguh dalam mencapai prestasi. Hal ini

(22)

6

disebabkan karena anak dan orang tua saling berkerjasama dan terpadu untuk mencapai apa yang menjadi harapan antara orang tua dan anak.

Remaja pada tahapannya sedang menjalani fase pencarian jati diri untuk mengenal lebih jauh diri sendiri dan lingkungan interaksinya, maka penulis tertarik untuk mengambil sampel di usia remaja. Seperti yang telah dijelaskan oleh Videbeck (2006) bahwa usia seseorang mempengaruhi cara dia mengatasi kesulitan. Individu dengan usia muda mungkin memiliki kemampuan yang lebih buruk untuk menangani perasaan yang tidak jelas dan strategi koping yang kurang efektif dibandingkan dengan orang yang lebih tua. Alasan yang mungkin untuk perbedaan ini adalah bahwa individu yang lebih muda belum memiliki pengalaman hidup atau kesempatan untuk bekerja dan menjadi mandiri dan memiliki rasa identitas pribadi yang kurang berkembang dengan baik dibandingkan usia yang lebih tua.

Menurut jenis kelaminnya, Dweck (2005) mengungkapkan perbedaan penting antara bagaimana pria dan wanita menanggapi tekanan. Wanita belajar mengaitkan kegagalannya dengan sifat permanen, sedangkan pria belajar menghubungkan kegagalan dengan sumber yang lebih sementara, seperti kurangnya motivasi. Wanita lebih cenderung menjelaskan kesulitan sebagai kesalahan mereka. Di sisi lain, pria lebih cenderung mengaitkan kegagalan dengan sesuatu yang bersifat sementara.

Espanola (2016) dalam ulasannya menguraikan hasil penelitian, Wei (2008) memilih kehidupan agen asuransi sebagai sampel, dan menemukan variabel demografis (misalnya usia, tingkat pendidikan, senioritas pelayanan,

(23)

7

jabatan, dan status perkawinan) berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan adversitas. Namun, Nikam dan Uplane (2013) menemukan dalam penelitiannya bahwa jenis kelamin tidak memiliki perbedaan dalam tingkat advesrity quotient- nya.

Temuan lain dari Bakare, et.al., (2015) mengatakan variabel demografi (misalnya jenjang pendidikan, lokasi negara bagian, usia dan jenis kelamin) memungkinkan menjadi kontributor terhadap kecerdasan adversitas. Rathee dan Sharma (2018) pun berargumen dalam studinya bahwa jenjang pendidikan siswa mungkin memiliki perbedaan pada kecerdasan adversitas, begitupula dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki kekuatan yang berbeda dalam menghadapi kesulitan. Namun dalam studinya siswa SMA baik yang berjenis kelamin perempuan maupun laki-laki menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dengan kecerdasan adversitas. Melalui argumen ini penulis merasa tertarik meneliti jenis kelamin dan jenjang pendidikansebagai variabel demografi terhadap kecerdasan adversitas.

Listiawati dan Sebayang (2019), penanaman kapasitas kecerdasan adversitas melalui pendidikan akan lebih baik dimulai sejak usia dini, karena dampaknya akan dirasakan hingga usia produktif sehingga membantu tercapainya sumber daya manusia yang berkualitas bagi Indonesia. Kecerdasan adversitas yang dapat menentukan kesukesan dan kegagalan remaja dalam menjalani masa remajanya dan masa perkembangan selanjutnya. Puspitacandri, et.al. (2020) untuk menciptakan kualitas lulusan yang berkualitas, lembaga pendidikan harus berorientasi tidak hanya pada kegiatan belajar mengajar di bidang akademik (hard

(24)

8

skill) tetapi juga pada kebutuhan program pengembangan soft skill (berorientasi pada pengembangan AQ). Maka peneliti tertarik untuk melihat ”Pengaruh Kecerdasan Emosional, Pola Asuh dan Variabel Demografi terhadap Kecerdasan Adversitas”.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pengaruh kecerdasan emosional dan pola asuh terhadap kecerdasan adversitas pada remaja yang saat ini bersekolah di jenjang SMP dan SMA di Jakarta. Adapun mengenai batasan-batasan variabel yang diteliti adalah sebagai berikut :

1. Kecerdasan Emosional

Lane, Devonport, Mayer dan Thelwell, (2009) kecerdasan emosional didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan penalaran yang akurat tentang emosi dan kemampuan untuk menggunakan emosi dan pengetahuan emosional untuk meningkatkan daya pikir. Menggunakan enam dimensi penilaian emosi orang lain, penilaian emosi diri sendiri, perngaturan emosi, keterampilan sosial, pemanfaatan emosi dan optimisme.

2. Pola Asuh

Baumrind (1967) menyatakan bahwa pola asuh orang tua adalah segala bentuk proses interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak dalam keluarga, yang memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Pola pengasuhan terbentuk dari kombinasi kehangatan dan aturan di dalamnya.

(25)

9

Dimensi yang terdapat pada pola asuh ada empat yakni authorian, demokratis, permisif, dan tidak terlibat.

3. Kecerdasan Adversitas

Konsep yang digunakan mengenai AQ pada penelitian ini menggunakan landasan teori Stoltz (2000), dengan empat dimensi yang digunakan, dikenal sebagai CO2RE yakni control (pengendalian), origin dan ownership (asal usul dan pengakuan), reach (jangkauan) dan endurance (daya tahan).

4. Variabel Demografi

Variabel demografi yang digunakan dalam penelitian ini ialah jenis kelamin dan jenjang pendidikan.

5. Subjek dalam Penelitian

Remaja yang saat ini menjadi siswa dan siswi strata SMP dan SMA di Jakarta akan penulis pilih sebagai responden.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosional, pola asuh dan variabel demografi terhadap kecerdasan adversitas siswa.

2. Apakah dimensi penilaian emosi orang lain pada variabel kecerdasan emosional memiliki pengaruh terhadap kecerdasan adversitas?

3. Apakah dimensi penialaian emosi diri sendiri pada variabel kecerdasan emosional memiliki pengaruh terhadap kecerdasan adversitas?

(26)

10

4. Apakah dimensi pengaturan emosi pada variabel kecerdasan emosional memiliki pengaruh terhadap kecerdasan adversitas?

5. Apakah dimensi pemanfaatan emosi pada variabel kecerdasan emosional memiliki pengaruh terhadap kecerdasan adversitas?

6. Apakah dimensi keterampilan sosial pada variabel kecerdasan emosional memiliki pengaruh terhadap kecerdasan adversitas?

7. Apakah dimensi optimis pada variabel kecerdasan emosional memiliki pengaruh terhadap kecerdasan adversitas?

8. Apakah dimensi demokratis pada variabel pola asuh berpengaruh terhadap kecerdasan adversitas?

9. Apakah dimensi otoriter pada variabel pola asuh berpengaruh terhadap kecerdasan adversitas?

10. Apakah dimensi permisif pada variabel pola asuh berpengaruh terhadap kecerdasan adversitas?

11. Apakah dimensi tidak terlibat (negligent) pada variabel pola asuh berpengaruh terhadap kecerdasan adversitas?

12. Apakah jenis kelamin pada variabel demografi berpengaruh terhadap kecerdasan adversitas?

13. Apakah jenjang pendidikan pada variabel demografi berpengaruh terhadap kecerdasan adversitas?

(27)

11 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional, pola asuh dan variabel demografi terhadap kecerdasan adversitas.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik manfaat teoritis maupun praktis, yaitu:

1. Manfaat teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya di bidang Psikologi Pendidikan untuk mengetahui bagaimana pengaruh antara kecerdasan emosional dan pola asuh terhadap kecerdasan adversitas siswa. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal yang memotivasi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan.

2. Manfaat praktis penelitian ini, dapat membantu para tenaga pendidik bagaimana mengembangkan kecerdasan adversitas siswa agar siswa dapat menjalankan aktifitas dengan efektif dalam proses belajar maupun berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Sebagai bahan pertimbangan bagi dunia akademisi agar siswa yang ketika dihadapi masalah dapat dengan mudah dan menemukan peluang agar tetap produktif.

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini berpedoman pada sistematika penulisan American Psychological Association (APA) style (2010, 2012, 2020). Untuk memudahkan

(28)

12

penulisan tesis ini, penulis menyusunnya dalam bentuk beberapa bab sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan meliputi latar belakang penelitian, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan teori meliputi sub-bab kinerja serta variabel yang menjadi model analisis, kerangka berpikir, dan hipotesis.

BAB III Metode penelitian meliputi desain penelitian, partisipan penelitian, metode pengumpulan data, uji validitas, dan metode analisis data.

BAB IV Hasil penelitian meliputi karakteristik partisipan dan uji hipotesis penelitian.

BAB V Kesimpulan, diskusi dan saran.

(29)

13 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori dan hal-hal yang berhubungan dengan kecerdasan adversitas atau daya juang. Selain itu, dijelaskan pula mengenai kecerdasan emosional, pola asuh, serta penelitian terdahulu yang mengkaji tentang variabel demografi.

2.1 Kecerdasan Adversitas (AQ)

Kajian tentang AQ pada awalnya dikembangkan oleh Paul G. Stoltz, Konsep AQ bermula di bidang manajemen perusahaan. Sejak munculnya konsep AQ, organisasi lebih memperhatikan penerapannya untuk memeriksa para pekerja pada bidang organisasi yakni untuk mengidentifikasi dan menyeleksi dalam menetapkan pekerjaan pada bidang yang tepat dengan kemampuan pekerja.

Sehingga mengarah pada kesesuaian kandidat ke tempat yang tepat, dan juga berlaku untuk meningkatkan ketahanan pekerja dengan memeriksa level AQ-nya.

Konsep AQ memungkinkan mengurangi kesalahan, keberhasilan ekonomi nasional dan keberhasilan ekonomi individu tergantung ada bagaimana caranya orang berinvestasi secara ekstensif dan efektif, termasuk kemampuan untuk mengatasi masalahnya, mengontrol peralihan SDM disini konsep AQ membantu mengembangkan potensi kinerja pemimpin dan membantu memprediksi kinerja pekerjaan untuk pertumbuhan organisasi, karena manusia adalah kunci pasti untuk sukses bersaing di pasar yang kompetitif (Verma, Anggarwal & Bansal, 2017).

(30)

14

Solis dan Lopez (2015) menyebutkan bahwa AQ memiliki hubungan yang signifikan dengan prestasi kerja seseorang, karena semakin tinggi AQ seseorang maka akan semakin baik pula prestasi kerjanya. Kecerdasan adversitas juga mulai diterapkan pada bidang pendidikan, peran dan pengaruhnya terhadap kinerja pendidik mulai dipelajari, khususnya para administrator dan kepala sekolah (Williams, 2003) dan para profesional yang mengajar dalam kurikulum pendidikan khusus (Santos, 2012).

Secara umum, konsep AQ dapat digunakan sebagai kerangka kerja untuk memahami dan memprediksi kesuksesan individu, yang mencakup kesuksesan karir (prestasi kerja) dan dalam fungsi pribadi dan sosial (Espanola, 2016). AQ juga dapat digunakan untuk memahami dan memprediksi prestasi akademis atau kesuksesan skolastik dengan mengukur potensi baik pada kognitif, logika atau penalaran. Kajian AQ yang dilakukan oleh Stoltz (1997), disusun berdasarkan hasil riset ilmuwan dan lebih dari 500 kajian di seluruh dunia dengan berdasarkan konsep tiga ilmu pengetahuan, yaitu:

a. Studi Psikologi Kognitif

Shen (2014), sebuah studi psikologi kognitif menunjukkan bahwa individu yang mengaitkan kemunduran yang dialami cenderung menjadi tersiksa oleh kesulitan, tanggapan terhadap kesulitan mempengaruhi individu untuk efisiensi kinerja dan kesuksesannya. Melalui pendekatan kognitif, tingkah laku merupakan hasil dari pemrosesan informasi yang terjadi di dalam diri manusia. Manusia tidak hanya menjadi reseptor pasif terhadap stimuli, tetapi pikiran manusia secara aktif

(31)

15

memproses informasi yang diterima, mengubahnya menjadi tanda-tanda yang digunakan otak dan akan memproduksinya ketika dibutuhkan (Stoltz, 2000).

Orang yang merespon kesulitan sebagai sesuatu yang berlangsung lama, memiliki jangkauan jauh, bersifat internal, dan di luar kendali mereka, akan menderita, sementara orang yang merespon kesulitan sebagai sesuatu yang pasti akan cepat berlalu, terbatas, eksternal, dan berada dalam kendali mereka, akan berkembang dengan pesat. Respon seseorang terhadap kesulitan mempengaruhi semua segi efektivitas, kinerja, dan kesuksesan. Kita merespon kesulitan dengan pola-pola yang konsisten dan di bawah sadar. Jika tidak dihambat, pola-pola ini bersifat tetap seumur hidup seseorang (Stoltz, 2000).

b. Studi Neurofisiologi

Pada studi ini ditemukan bahwa struktur otak dapat membentuk kebiasaan, yang dapat segera diinterupsi dan diubah (Shen, 2014). Sekali kebiasaan individu sengaja diubah, mereka akan membuang kebiasaan lama dan menerima yang baru (Marc, 1988). Otak idealnya diperlengkapi untuk membentuk kebiasaan- kebiasaan. Kebiasaan seseorang dalam merespon kesulitan dapat dihentikan dan segera diubah. Jika diganti, kebiasaan-kebiasaan lama akan lenyap, semenetara kebiasaan-kebiasaan baru akan berkembang (Stoltz, 2000).

c. Studi Psikoneuroimunologi

Pada studi dibidang ini, menunjukkan bahwa ada hubungan langsung antara tanggapan terhadap dan kesehatan fisik dan psikologis (Shen, 2014). Istilah

“psiko” mengacu pada proses psikologis seperti emosi dan persepsi; “neuro”

terkait sistem saraf dan endokrin; dan “imunologi” mengacu pada sistem

(32)

16

kekebalan yang membuat tubuh mampu melawan penyakit dan infeksi (Wade dan Travis, 2007). Pengendalian sangat penting bagi kesehatan dan umur panjang.

Menurut Stoltz (2000) bagaimana seseorang merespon kesulitan (AQ) mempengaruhi fungsi-fungsi kekebalan, kesembuhan dari operasi, dan kerawanan terhadap penyakit yang mengancam jiwa. Pola respon yang lemah terhadap kesulitan dapat menimbulkan depresi.

Ketiga dasar ilmu ini bersama-sama membentuk AQ. Pada akhirnya AQ akan menghasilkan sebuah pemahaman, ukuran, serta serangkaian alat baru untuk meningkatkan efektivitas manusia.

2.1.1 Definisi Kecerdasan Adversitas (AQ)

Adversitas mengacu pada kesulitan, tantangan atau kemalangan. Adversitas adalah keadaan kesulitan atau penderitaan, masalah. Kata 'kesulitan' berasal dari kata Latin Klasik 'adversus', yang berarti 'melawan' dan 'berlawanan'. Dalam bahasa Prancis Kuno hal ini dikenal sebagai "merugikan" dan dalam bahasa Inggris Pertengahan disebut 'merugikan'. Merugikan paling sering menunjuk pada hal-hal yang menunjukkan sesuatu yang bertentangan dengan kepentingan seseorang. Keadaan kondisi buruk, keadaan kesialan atau malapetaka dan masa sulit dalam hidup seseorang di mana orang memiliki banyak masalah dikenal sebagai kesulitan (Beri & Kumar, 2016) Dr. Paul Stoltz mendefinisikan kecerdasan adversitas selanjutnya penulis sebut dengan AQ ialah sebagai kemampuan seseorang untuk menghadapi kesulitan dalam hidupnya. Dengan demikian, AQ ini adalah ilmu ketangguhan manusia.

(33)

17

Disebut AQ adalah untuk mengukur standar tanggapan orang-orang terhadap kesulitan, dan untuk memprediksi orang mana yang dapat mengatasi kesulitannya dan yang tidak tahan ujian. AQ juga dapat digunakan untuk memahami apakah orang mampu untuk memenuhi potensi dan mencapai tujuan.

AQ juga dapat digunakan untuk memprediksi orang mana yang akan menyerah setengah jalan dan yang akan bertahan sampai akhir untuk tujuan mereka (Stoltz, 1997). Menurut Stoltz (dalam Shen, 2014) individu dengan AQ rendah akan merasa frustasi dan tersesat, mengeluh tentang segala hal, kurang kreatif, memiliki harga diri yang rendah, menyerah ditengah jalan dalam segala hal, dan akhirnya tidak mendapatkan apa-apa. Semakin tinggi skor AQ pada anak dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi menunjukkan bahwa pengalaman dan pembiasaan anak yang berada di sekolah semakin lama mempengaruhi kemampuannya untuk beradaptasi dan menghadapi berbagai masalah yang biasa dialami di sekolah (Listiawati & Sebayang, 2019).

Menurut Stoltz (2005) kecerdasan adversitas adalah suatu kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi peluang keberhasilan mencapai tujuan. AQ mengungkap seberapa jauh seseorang mampu bertahan menghadapi kesulitan yang dialaminya. AQ juga mengungkap bagaimana kemampuan seseorang untuk mengatasi kesulitan tersebut. AQ memprediksi siapa yang mampu dan siapa yang tidak mampu dalam mengatasi kesulitan. Yazon dan Ang-Manaig (2019) menjelaskan AQ adalah jenis kecerdasan sosial yang mencakup kapasitas untuk memantau emosi seseorang dan emosi orang lain, untuk membedakannya, dan

(34)

18

menggunakan informasi tersebut untuk memandu pemikiran dan tindakan seseorang.

Menurut Stoltz (2000) kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupan terutama ditentukan oleh tingkat kecerdasan adversitas. Kecerdasan adversitas tersebut terwujud dalam tiga bentuk, yaitu :

a. Kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan.

b. Suatu ukuran untuk mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan.

c. Serangkaian alat untuk memperbaiki respon seseorang terhadap kesulitan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adversitas merupakan kemampuan berpikir, mengelola, dan mengarahkan tindakan ke arah yang lebih positif terhadap tantangan dan permasalahan hidup yang dihadapinya. Kaye dan Aquino (2015) menjelaskan cara mengatasi atau mengimprovisasi AQ individu ialah dengan cara pertama untuk menghadapi kesulitan, adalah proses mengelola keadaan racun, mengeluarkan upaya untuk memecahkan masalah pribadi dan antarpribadi, dan berusaha untuk menguasai, meminimalkan, mengurangi atau mentolerir stres atau konflik. Kedua, pengendalian diri yang mengacu pada kemampuan untuk mengontrol perilaku manusia melalui pengerahan keinginan. Pengendalian diri diperlukan untuk menghambat impulsif, dan telah menjadi tema yang berulang sepanjang sejarah, budaya dan filosofi, dimana hal itu dianggap sebagai kunci kemauan dan keinginan bebas.

(35)

19

Selanjutnya adaptasi yang mengacu pada kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan informasi dan pengalaman baru. Belajar pada dasarnya beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah. Melalui adaptasi, siswa mampu beradaptasi dengan perilaku baru yang memungkinkan mereka menghadapi perubahan. Keempat, perbaikan diri, perubahan sikap seseorang.

Pengembangan kepribadian merupakan cara kelima untuk menilai, mengenal dan mendisiplinkan diri. Dan terakhir, manajemen waktu dan motivasi.

2.1.2 Kategori Respon Kecerdasan Adversitas

Menurut Stoltz (2000) individu dalam menghadapi masalah atau konflik, dibagi menjadi tiga kategori, Stoltz berpendapat bahwa manusia dilahirkan dengan satu dorongan inti yang manusiawi untuk terus mendaki. Dorongan yang dimaksudkan ini adalah menggerakkan tujuan hidup kedepan, apapun tujuannya. Apakah pendakian itu agar mendapatkan nilai yang lebih bagus, memperbaiki hubungan dengan relasi kerja, menjadi lebih mahir, menyelesaikan suatu tahap pendidikan, membesarkan anak menjadi seorang bintang, atau bahkan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan lain-lain. Ketiga kategori ini adalah quitters, campers dan climbers, berikut penulis jabarkan ketiga kategori tersebut:

1. Quitters

Individu pada kategori ini memilih untuk keluar, menghindari kewajiban, mundur dan berhenti. Mereka disebut quitters atau orang yang berhenti. Menolak kesempatan, mengabaikan, menutupi atau meninggalkan dorongan inti manusiawi

(36)

20

untuk naik atau mendaki. Bahkan meninggalkan kesempatan yang ada di depan mata.

Quitters menjalani kehidupan yang tidak menyenangkan, meninggalkan impian-impian dan memilih jalan yang mereka anggap lebih mudah. Ironisnya seiring berjalannya waktu quitters mengalami penderitaan yang jauh lebih pedih, sangat memilukan karena telah benar-benar berhenti dari tujuan. Quitters juga sering menjadi sinis, murung dan mati perasaannya, atau mereka menjadi pemarah, frustasi, menyalahkan orang disekelilingnya dan membenci orang yang terus mendaki. Quitters juga sering mengalami konflik sosial, dan terlibat dalam obat-obat terlarang karena mencari pelarian untuk menenangkan hati dan pikiran.

2. Campers

Campers atau orang yang berkemah, istilah ini menggambarkan seseorang yang sudah melakukan usaha namun tidak maksimal, sudah dirasa cukup lalu karena merasa bosan, individu pada kategori ini mengakhiri pendakiannya dan mencari tempat yang dirasa nyaman sebagai tempat persembunyian dari situasi yang tidak diinginkan. Berbeda dengan quitters, campers setidaknya telah menanggapi atau merespon tantangan yang ada di hadapannya dan sudah mencapai tingkat tertentu.

Campers mungkin telah berhasil dalam mencapai tujuannya, namun tidak mungkin untuk mempertahankan keberhasilannya, karena untuk mencapai climber individu pada kategori ini harus tetap produktif.

Seperti quitters, campers juga menjalani kehidupan yang tidak lengkap.

Perbedaannya terletak pada tingkatannya, karena lelah mendaki mereka berkata,

“ini sudah cukup baik”, tanpa menyadari hari kedepannya. Individu pada kategori

(37)

21

ini biasanya merasa tidak ada salahnya berhenti mendaki karena mereka sudah merasa nyaman. Campers melepaskan kesempatannya untuk maju yang sebenarnya dapat dicapai jika energi dan sumber dayanya diarahkan sebagaimana mestinya.

3. Climbers

Climbers atau si pendaki, adalah bentuk dari baktinya untuk tetap berada diatas.

Tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan atau kerugian, nasib buruk atau nasib baik, individu pada kategori ini terus mendaki. Climber adalah tipe pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan, dan tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental atau hambatan lainnya menghalanginya.

Individu dengan kategori climbers adalah individu yang menjalani hidupnya secara lengkap. mereka benar-benar memahami tujuannya dan merasakan gairahnya jika tujuan tercapai dengan maksimal. Selalu menyambut tantangan yang ada di hadapannya, climbers sering merasa yakin pada sesuatu yang lebih besar dari pada diri mereka saat itu. Mempunyai keyakinan bahwa segala sesuatu ada jalannya dan bisa terwujud, meskipun orang lain bersikap negatif dan sudah memutuskan bahwa jalannya tidak mungkin ditempuh.

2.1.3 Dimensi Kecerdasan Adversitas

Stoltz (2000) menawarkan empat dimensi dasar yang biasa disebut dengan CO2RE, akan menghasilkan kemampuan kecerdasan adversitas yang tinggi, yaitu:

(38)

22 1. Kendali/control (C)

Kendali umumnya bersifat internal dan sangat bersifat individual, karena diri sendirilah yang bisa mengendalikan respon yang diterima dari lingkungan.

Harapan dan tindakan akan tumbuh jika diwadahi oleh suatu kemampuan yang dinamakan kendali (Stoltz, 2000).

Kendali berkaitan dengan seberapa besar orang merasa mampu mengendalikan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya dan sejauh mana individu merasakan bahwa kendali itu ikut berperan dalam peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Semakin besar kendali yang dimiliki semakin besar kemungkinan seseorang untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan dan tetap teguh dalam niat serta ulet dalam mencari penyelesaian. Demikian sebaliknya, jika semakin rendah kendali, akibatnya seseorang menjadi tidak berdaya menghadapi kesulitan dan mudah menyerah.

Shen (2014) jika dikaitkan dengan siswa kemampuan ini bisa dikembangkan selama asuhan mereka oleh orang tua dan guru yang mengembangkan perasaan percaya diri, dihargai, dirawat, dan didengarkan.

2. Kepemilikan/origin and ownership (O2)

Origin – Ownership atau biasa disebut O2 adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Origin yaitu kekuatan seseorang untuk menyelesaikan masalah (Shen, 2014) serta asal usul dari kesulitan yang dialami. Siapa atau apa yang menyebabkan kesulitan itu terjadi. Hal ini berkaitan dengan rasa bersalah. Rasa bersalah melihat sejauh mana seseorang mempermasalahkan dirinya, orang lain, atau lingkungannya saat menjadi sumber kesulitan atau kegagalan yang dialami

(39)

23

Kepemilikan atau dalam istilah lain disebut dengan asal-usul dan pengakuan akan mempertanyakan siapa atau apa yang menimbulkan kesulitan dan sejauh mana seorang individu menganggap dirinya mempengaruhi dirinya sendiri sebagai penyebab asal-usul kesulitan. Shen (2014) menjelaskan kepemilikan adalah sejauh mana seseorang mampu untuk menemukan penyebab masalahnya dan pindah untuk mengatasi masalah tersebut. Kemampuan ini dikembangkan melalui bimbingan orang tua untuk menemukan sumber masalahnya. Orang yang skor origin (asal-usulnya) rendah akan cenderung berpikir bahwa semua kesulitan atau permasalahan yang datang itu karena kesalahan, kecerobohan, atau kebodohan dirinya sendiri serta membuat perasaan dan pikiran merusak semangatnya.

3. Jangkauan /reach (R)

Jangkauan merupakan bagian dari kecerdasan adversitas yang mempertanyakan sejauh manakah kesulitan akan menjangkau bagian lain dari individu. Reach juga berarti sejauh mana kesulitan yang ada akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang. Reach atau jangkauan menunjukkan kemampuan dalam melakukan penilaian tentang beban kerja yang menimbulkan stress. Semakin tinggi jangkauan seseorang, semakin besar kemungkinannya dalam merespon kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas.

Individu yang semakin kurang efektif dalam menahan atau membatasi jangkauan kesulitan, maka akan lebih berdaya dan perasaan putus asa atau kurang mampu membedakan hal-hal yang relevan dengan kesulitan yang ada, sehingga ketika memiliki masalah di satu bidang, individu tidak harus merasa mengalami

(40)

24

kesulitan untuk seluruh aspek kehidupan individu tersebut. Shen (2014), dengan kemampuan ini, anak-anak belajar sejauh mana masalahnya sehingga tidak berdampak pada aspek kehidupan lainnya. Hal ini dikembangkan melalui bimbingan orang tua dan guru.

4. Daya tahan/endurance (E)

Dimensi ini lebih berkaitan dengan persepsi seseorang akan lama atau tidaknya kesulitan akan berlangsung. Daya tahan dapat menimbulkan penilaian tentang situasi yang baik atau buruk. Seseorang yang mempunyai daya tahan yang tinggi akan memiliki harapan dan sikap optimis dalam mengatasi kesulitan atau tantangan yang sedang dihadapi. Semakin tinggi daya tahan yang dimiliki oleh individu, maka semakin besar kemungkinan seseorang dalam memandang kesuksesan sebagai sesuatu hal yang bersifat sementara dan orang yang mempunyai kecerdasan adversitas yang rendah akan menganggap bahwa kesulitan yang sedang dihadapi adalah sesuatu yang bersifat abadi, dan sulit untuk diperbaiki. Shen (2014), kemampuan ini bisa ditingkatkan melalui pengasuhan dengan selalu memotivasi anak untuk segera mengambil tindakan menyelesaikan masalah sehingga masalah mereka tidak berlarut-larut (keyakinan bahwa masalah akan cepat berlalu).

2.1.4 Faktor Pembentuk Kecerdasan Adversitas

Paul G Stoltz (2000) dalam bukunya menggambarkan potensi dan daya tahan individu dalam sebuah pohon yang disebut pohon kesuksesan. Aspek-aspek yang

(41)

25

ada di dalam pohon kesuksesan tersebut yang dianggap mempengaruhi kecerdasan adversitas seseorang, diantaranya sebagai berikut :

2.1.4.1 Faktor Internal

Terdapat delapan yang ada pada faktor internal untuk menunjang AQ individu, yakni meliputi genetika, keyakinan, bakat, hasrat atau kemauan, karakter, kinerja, kecerdasan dan kesehatan

1. Genetika

Warisan genetik tidak akan menentukan nasib seseorang tetapi pasti ada pengaruh dari faktor ini. Beberapa riset terbaru menunjukkan bahwa genetik sangat mungkin mendasari perilaku seseorang. Yang paling umum adalah kajian tentang ratusan anak kembar identik yang tinggal terpisah sejak lahir dan dibesarkan dilingkungan yang berbeda. Saat mereka dewasa, ternyata ditemukan kemiripan-kemiripan dalam perilaku.

2. Keyakinan

Keyakinan mempengaruhi seseorang dalam menghadapi suatu permasalahan serta membantu individu dalam mencapai tujuan hidupnya. Stoltz berpendapat tingkat AQ seseorang dapat membantu institusi untuk mengakui dan mempertahankan yang terbaik dan individu dapat memperoleh keuntungan dengan memahami kekurangan mereka dan mengubahnya menjadi peluang karena adanya keyakinan.

3. Bakat

Kemampuan dan kecerdasan seseorang dalam menghadapi situasi dalam suatu kondisi yang tidak menguntungkan bagi dirinya sendiri. Salah satunya

(42)

26

dipengaruhi oleh bakat. Bakat adalah gabungan antara pengetahuan, kompetensi, pengalaman, dan keterampilan.

4. Hasrat atau kemauan

Untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan diperlukan tenaga pendorong yang berupa keinginan atau disebut dengan hasrat. Hasrat menggambarkan motivasi, antusias, gairah, dorongan, ambisi dan semangat.

5. Karakter

Seseorang yang berkarakter baik, semangat, tangguh dan cerdas akan memiliki kemampuan untuk mencapai sukses. Karakter merupakan bagian yang penting bagi kita untuk meraih kesuksesan dan hidup.

6. Kinerja

Merupakan bagian yang mudah dilihat oleh orang lain sehingga seringkali hal ini sering dievaluasi dan dinilai. Salah satunya adalah keberhasilan seseorang dalam menghadapi masalah dan meraih tujuan hidup dapat diukur lewat kinerja.

7. Kecerdasan

Bentuk-bentuk kecerdasan disini dipilih menjadi beberapa bagian yang sering disebut sebagai multiple intelligence. Bagian kecerdasan yang dominan biasanya mempengaruhi karir, pekerjaan, pelajaran dan hobi.

8. Kesehatan

Kesehatan emosi dan fisik dapat mempengaruhi seseorang dalam menanggapi kesuksesan. Seseorang yang dalam keadaan sakit akan mengalihkan perhatiannya dari maslaah yang sedang dihadapinya. Kondisi fisik dan psikis yang fit akan mendukung seseorang dalam menyelesaikan masalahnya.

(43)

27 2.1.4.2 Faktor Eksternal

1. Pendidikan

Pendidikan dapat membentuk kecerdasan, pembentukan kebiasaan yang sehat, perkembangan watak, keterampilan, hasrat dan kinerja yang dihasilkan.

Penelitian yang dilakukan Gest, et.al., (dalam McMillan dan Violato, 2008) menyebutkan bahwa meskipun seseorang tidak menyukai kemalangan atau kesengsaraan yang diakibatkan oleh pola hubungan dengan orang tua namun permasalahan orang tua secara langsung ikut berperan penting dalam perkembangan ketahanan remaja. Salah satunya sarana dalam pembentukan sikap dan perilaku adalah melalui pendidikan.

2. Lingkungan

Lingkungan tempat individu tinggal dan dapat mempengaruhi bagaimana individu beradaptasi dan memberikan respon kesulitan yang dihadapinya.

Individu yang terbiasa hidup dalam lingkungan sulit akan memiliki kecerdasan adversitas yang lebih tinggi. Menurut Stoltz (2000) individu terbiasa berada dilingkungan yang sulit akan memiliki kecerdasan adversitas yang lebih besar karena pengalaman dan kemampuan beradaptasi yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

2.1.5 Perbedaan Kecerdasan Adversitas dengan Teori Lainnya

Terdapat beberapa konsep teori yang saling beririsan, saling mirip satu sama lain.

seperti teori self esteem, self confident, dan self yang lainnya, atau beda-beda tipisnya antara perilaku koping, adaptasi, dan adjustment. Begitu juga dengan

(44)

28

kecerdasan adversitas yang mempunyai sejumlah konsep yang mirip dengan resiliensi, ego strength, dan hardiness. Meskipun mempunyai kemiripan, setiap teori mempunyai penekanan konsepnya sendiri, dan punya fokus sendiri. Penulis akan menjelaskan akar dari masing-masing konsep tersebut.

Ego strength berasal dari psikoanalisis Freud. Konsep ini menjelaskan tentang kemampuan dari ego untuk secara efektif menghadapi dan juga merespon berbagai dorongan yang berasal dari id, superego, dan berbagai realitas yang ditemui oleh individu. Konsep ini berada di seputar kajian tentang kepribadian (personality). Sementara kecerdasan adversitas berada di area kecerdasan, berbicara tentang kapasitas seseorang untuk bisa menghadapi kesulitan, mampu menghadapi tekanan dalam hidup dan pada akhirnya bisa meraih sukses dan bisa tetap produktif dalam menghadapi setiap masalah yang dialami.

Resiliensi tidak membahas tentang kecerdasan, tidak pula memusatkan perhatian pada kepribadian seseorang, meskipun antar ketiganya saling terkait.

Seorang yang resilien mungkin adalah mereka yang memiliki ego strength tinggi atau AQ yang tinggi pula. Bagaimana dengan hardiness itu sendiri ialah teori yang berbicara tentang karakteristik kepribadian, atau bisa juga disebut dengan tipe kerpibadian, sehingga akar dari teori ini lebih sebagai tipe kepribadian yang masuk dalam kategori faktor protektif internal.

2.1.6 Pengukuran Kecerdasan Adversitas

Kecerdasan adversitas yang didefinisikan oleh Paul G. Stoltz (2000), dengan empat dimensi yang digunakan, dikenal sebagai CO2RE yakni control

(45)

29

(pengendalian), origin dan ownership (asal usul dan pengakuan), reach (jangkauan) dan endurance (daya tahan). yang dapat diukur melalui skala ARP (Adversity Response Profile) yang telah disusun oleh Paul G. Stoltz (2000), dengan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Berikut penjelasan dimensi CO2RE dalam AQ:

a. Control (pengendalian) yaitu sejauh mana seseorang mampu mempengaruhi dan mengendalikan respon individu secara positif terhadap situasi apapun.

b. Origin-Ownership (asal-usul dan pengakuan), yaitu sejauh mana seseorang menanggung akibat dari suatu situasi tanpa mempermasalahkan penyebabnya.

c. Reach (jangkauan) yaitu sejauh mana seseorang membiarkan kesulitan menjangkau bidang lain dalam pekerjaan dan kehidupannya.

d. Endurance (daya tahan) yaitu seberapa lama seseorang mempersepsikan kesulitan ini akan berlangsung.

2.2 Kecerdasan Emosional

Pada tahun 1989, Peter Salovey dan John D. Mayer menciptakan istilah kecerdasan emosional dan menggambarkannya sebagai “suatu bentuk kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan untuk memantau perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain, membedakan mereka, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pemikiran dan tindakannya sendiri (Cando & Villacastin, 2014). Kecerdasan pribadi (dibagi menjadi kecerdasan antar dan intra pribadi) meliputi pengetahuan tentang diri sendiri dan tentang orang lain. Salah satu aspek

(46)

30

kecerdasan pribadi berkaitan dengan perasaan dan cukup dekat dengan apa yang kita sebut kecerdasan emosional (Salovey & Mayer, 1989).

2.2.1 Definisi Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional sebagai bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan untuk memantau perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain, untuk membedakan antara permintaan dan menggunakan informasi ini untuk memandu pemikiran dan tindakan seseorang (Salovey & Mayer, 1989).

Kecerdasan emosional dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan penalaran yang akurat tentang emosi dan kemampuan untuk menggunakan emosi dan pengetahuan emosional untuk meningkatkan pola berpikir (Mayer et. al., 2008). (Mayer, Salovey & Caruso, 2004), mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai mengamati, mengetahui, mengendalikan, dan memanfaatkan emosi seseorang dan orang lain dan secara adaptif menggunakan emosi yang dapat diterima. Oleh karena itu, salah satu perkembangan dan kemajuan terbaru dalam memahami hubungan antara pikiran dan emosi adalah kecerdasan emosional (Wong & Law, 2002).

Wong dan Law (2002), kecerdasan emosional adalah individu yang bisa memanfaatkan permasalahan yang muncul dengan memanfaatkan regulasi emosi secara baik dan menguasai interaksi dengan orang lain dengan cara yang lebih efektif. Menurut Goleman (1995), kecerdasan emosional mencakup kemampuan seperti mampu memotivasi diri sendiri dan bertahan dalam menghadapi frustasi;

untuk mengontrol impuls dan menunda kepuasan; untuk mengatur mood

(47)

31

seseorang dan menjaga tekanan dengan meningkatkan kemampuan berpikir;

berempati dan memiliki harapan. Dengan kata lain, individu berfokus pada keterampilan emosional yang terdiri dari empat kemampuan pusat, diantaranya mengamati, menggunakan, memahami, dan mengelola emosi.

Anwar dan Fitriani (2020) menjabarkan penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa kecerdasan emosional yang tinggi telah memberi orang keuntungan tambahan, baik dalam pendidikan atau pengembangan professional.

Apabila kecerdasan emosional pada guru dikembangkan, hal tersebut dapat menjadi bekal untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan membangun komunikasi interpersonal antar sesama guru dan siswanya. Kecerdasan emosional menjadi salah satu peran yang paling penting dalam menentukan keberhasilan dan kinerja individu serta memperkuat kemampuan individu di bidang pendidikan untuk menangani stress dan hambatan.

Kecerdasan emosional telah didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami secara akurat, menilai, dan mengekspresikan emosi; kemampuan untuk mengakses dan menghasilkan perasaan ketika pekerja memfasilitasi pemikiran; kemampuan untuk memahami emosi dan pengetahuan emosional; dan kemampuan untuk mengatur emosi untuk mempromosikan pertumbuhan emosi dan intelektual (Mayer et.al., 2004). Dengan kata lain, kecerdasan emosional terdiri dari tiga kategori: penilaian dan ekspresi emosi, regulasi emosi dan pemanfaatan emosi dalam memecahkan masalah.

(48)

32

Selain itu, Chan (2004) telah mengidentifikasi kecerdasan emosional sebagai berikut: penilaian emosi, regulasi positif, sensitivitas empatik, dan regulasi positif. Penilaian emosional meliputi penilai emosi dalam diri (misalnya, tahu mengapa emosi berubah), regulasi positif termasuk peraturan emosi dalam diri (misalnya, mengharapkan hal-hal baik terjadi), sensitivitas empatik termasuk mengenali emosi orang lain (misalnya, mengenali emosi dari ekspresi wajah), dan pemanfaatan positif termasuk pemanfaatan emosi (misalnya, pemecahan masalah ketika suasana hati positif).

Adilogullari, et.al (2013) dalam tulisannya menyebutkan Salovey dan Mayer (1990), menyatakan bahwa reaksi emosi yang dimaksud meliputi fisiologis, kognitif, motivasi dan eksperimental sistem dengan melebihi batas- batas sub sistem psikologis. Menurut Mayer dan Salovey (1995), kecerdasan emosional termasuk persimpangan antara dua komponen mendasar dari kepribadian dan sistem emosional kognitif. Definisi kecerdasan emosional dalam penelitian ini adalah menurut Van der Zee, Schakel, & Thijs (2002), kecerdasan emosional didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menafsirkan, serta mengatasi emosi diri sendiri dan orang lain secara lebih efektif. Menggunakan enam dimensi yakni penilaian emosi orang lain, penialaian emosi diri sendiri, pengaturan emosi, keterampilan sosial, pemanfaatan emosi dan optimisme.

2.2.2 Dimensi Kecerdasan Emosional

Law et.al, (2008) mengidentifikasi dimensi kecerdasan emosional ada empat penilaian emosi orang lain, penialaian emosi diri sendiri, pengaturan emosi.

(49)

33

Sedangkan Patrides dan Furnham mengidentifikasi empat dimensi yakni optimisme atau pengaturan emosi, kehadiran emosi, keterampilan sosial, dan pemanfaatan emosi (Lane, Devonport, Mayer dan Thelwell, 2009). Gignac, et.al.

(dalam Lane, 2009) menguji empat dimensi dari kecerdasan emosional ialah penilaian emosi diri sendiri, penilaian emosi orang lain, pengaturan emosi diri sendiri dan pemanfaatan emosi dalam pemecahan masalah. Sedangkan Lane, et.al.

(2009) mengidentifikasi enam dimensi, diantaranya penilaian emosi orang lain, penilaian emosi diri sendiri, pengaturan emosi, keterampilan sosial, pemanfaatan emosi, dan optimisme.

Berikut penulis jabarkan dimensi dari kecerdasan emosional Law, et.al.

(2008); (1) penilaian dan ekspresi emosi dalam diri individu (self emotion appraisal) yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk memahami emosinya untuk dapat mengekspresikan emosi secara alami. Orang yang memiliki kemampuan yang baik pada dimensi ini akan merasakan dan mengekspresikan emosi lebih baik. (2) Penilaian dan pengakuan emosi orang-orang disekitar individu (appraisal emotion of others), yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk memandang dan memahami emosi orang-orang disekitarnya.

Individu yang mampu menilai sangat sensitif terhadap emosi orang lain serta mampu meprediksi respon emosi dari orang lain disekitarnya.

Dimensi selanjutnya, (3) penggunaan emosi (use of emotion) untuk memfasilitasi kinerja yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk memanfaatkan emosi dengan mengarahkan ke arah kegiatan yang konstruktif dan kinerja pribadi. Individu pada dimensi ini akan mampu mendorong dirinya untuk

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Konseptual Kecerdasan Emosional Pola Asuh  Kecerdasan Adversitas Demokratis Otoriter Permisif Tidak Terlibat Penilaian emosi orang lain

Referensi

Dokumen terkait

Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk KC Balikpapan yaitu : a) Formulir yang digunakan seperti formulir kuasa pemotongan gaji/pensiun/tunjangan dan formulir keterangan

Bidang atau seksi yang menangani kerja sama melaporkan hasil penatausahaan kerja sama kepada Kepala UK/UPT, yang selanjutnya Kepala UK/UPT secara berjenjang wajib menyampaikan

42 tahun 2007 tentang waralaba, waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha

dan Niat berkunjung kembali waktu penelitian, variable independent kepuasan 3 Sukmadi (2017) Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Minat Berkunjung Kembali Ke

• Sewaktu memesan part pengganti untuk selang bahan bakar, selang pemakaian umum dan selang vinyl yang standar, pakailah nomor part bo- rongan yang dicantumkan pada parts

Tujuan : Untuk mengetahui pelaksanaan Fisioterapi dalam mengurangi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi dan meningkatkan kekuatan otot pada kasus Frozen Shoulder

Bidang Pertamanan melaksanakan tugas pokok penyelenggaraan perencanaan, pembangunan, pengembangan, penataan, pemeliharaan, pengendalian, pengawasan dan pembinaan RTHKP,

Aset keuangan dan liabilitas keuangan saling hapus dan nilai bersihnya disajikan dalam laporan posisi keuangan konsolidasian jika, dan hanya jika, Grup saat ini