• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN LARUTAN STANDAR UNTUK PENENTUAN KADAR SUATU ZAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGGUNAAN LARUTAN STANDAR UNTUK PENENTUAN KADAR SUATU ZAT "

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1 ACARA I

PEMBUATAN DAN STANDARISASI LARUTAN SERTA

PENGGUNAAN LARUTAN STANDAR UNTUK PENENTUAN KADAR SUATU ZAT

A. Tujuan

1. Membuat larutan HCl 0,1 N dan standaridisasi larutan tersebut untuk menentukan normalitas larutan HCL yang sebenarnya

2. Membuat larutan NaOH 0,1 N dan standaridisasi larutan tersebut untuk menentukan normalitas larutan NaOH yang sebenarnya

3. Penggunaan larutan standar untuk penentuan kadar suatu zat

B. Pendahuluan

Larutan pada dasarnya adalah campuran yang homogen, dapat berupa gas, cair maupun padat. Larutan terdiri atas 2 komponen penting yaitu pelarut (solvent) yang memiliki proporsi lebih besar dan zat terlarut (solute ) yang proporsinya lebih kecil.

Konsentrasi larutan didefinisikan sebagai jumlah solut yang ada di dalam sejumlah larutan atau pelarut. Konsentrasi dapat dinyatakan dengan beberapa cara antara lain Molaritas (jumlah mol solut/liter larutan), Molalitas (jumlah mol solut/1000 g pelarut), Normalitas (jumlah g ekuivalen solut/ liter larutan) dan sebagainya.

Standardisasi larutan merupakan proses penentuan konsentrasi larutan secara tepat dan akurat. Titrasi merupakan salah satu jenis prosedur analitis yang umum digunakan untuk standarisasi larutan. Titrasi adalah teknik analitis yang memungkinkan penentuan kuantitatif zat tertentu (analit) didasarkan pada reaksi kimia yang sempurna antara analit dan pereaksi (titran) yang telah diketahui konsentrasinya. Dalam standardisasi dengan teknik titrasi, ditentukan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat (larutan standar) yang diperlukan untuk bereaksi secara sempurna dengan larutan yang akan ditentukan konsentrasinya (yang akan distandardisasi). Titik akhir titasi yang menunjukkan bahwa reaksi antara analit dan titran sudah terjadi secara sempurna disebut sebagai titik ekivalen atau titik

(2)

2 stokiometri yaitu merupakan titik akhir teoritis. Untuk membantu memudahkan penentuan titik ekuivalen digunakan indikator yang akan berubah warna karena bereaksi dengan kelebihan titran. Indikator mengalami perubahan warna pada rentang pH tertentu. Tabel 1 menunjukkan kisaran pH dan perubahan warna dari beberapa indikator. Pemilihan indikator yang tepat, sangat menentukan ketepatan penentuan titik ekuivalen. Reaksi antara asam kuat dengan basa kuat maupun reaksi antara asam lemah dengan basa lemah, titik ekuivalen dicapai pada pH netral (7). Titik ekuivalen pada reaksi antara asam kuat dengan basa lemah dicapai pada pH <

7, yaitu sekitar 5. Titik ekuivalen reaksi antara asam lemah dan basa kuat dicapai pada pH > 7, yaitu sekitar pH 9.

Tabel 1. Kisaran pH Efektif beberapa Indikator

Indikator Interval pH Perubahan warna

Thymol blue Methyl orange Methyl red Bromthymol blue Phenolphtalein

1.2 – 2.8 2.1 – 4.4 4.2 – 6.3 6.0 – 7.6 8.3 – 10.0

Merah – kuning Orange – kuning Merah – kuning Kuning – biru

Tak bewarna – merah

C. Cara Kerja

C.1 Pembuatan Larutan HCl 0.1 N 1. Menentukan N HCl pekat

𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡 =𝜌𝐻𝐶𝑙 𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡 𝑥10 𝑥 % 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎𝐻𝐶𝑙 𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡 𝑥 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖𝐻𝐶𝑙 𝑀𝑟 𝐻𝐶𝑙

2. Hitung kebutuhan HCl pekat, dengan rumus:

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝑙 𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡 = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝑙 0,1𝑁 𝑥 𝑁𝐻𝐶𝑙 0,1𝑁 𝑁 𝐻𝑐𝑙 𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝐻𝐶𝑙 𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡 (𝑚𝐿) = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛𝐻𝐶𝑙 0,1𝑁 (ml) 𝑥 𝑁𝐻𝐶𝑙 0,1𝑁 𝑥 𝑀𝑟 𝐻𝐶𝑙 𝜌𝐻𝐶𝑙 𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡 𝑥 % 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐻𝐶𝑙 𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡 𝑥 10 𝑥 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖𝐻𝐶𝑙

(3)

3 3. Ambil HCl pekat dengan menggunakan pipet kemudian masukkan kedalam labu takar

yang telah diisi aquades 20-40% dari volume labu takar

4. Tambahkan aquades kedalam labu takar sampai dengan tanda tera 5. Tutup labu takar kemudian kocok sampai homogen

6. Pindahkan larutan kedalam botol larutan

C.2 Standardisasi 0.1 N HCl dengan Borax (Na2B4O7.10H2O)

1. Berdasarkan reaksi 2HCl + Na2B4O7.10H2O + 5H2O  2NaCl + 4H3BO3

2. Pembuatan larutan standar borax: timbang 0,6 gram borax murni menggunakan gelas beaker 100mL, larutkan menggunakan aquadest (20-25 mL), pindahkan ke dalam labu takar 50 mL. Bilas gelas beaker menggunakan aquades, masukkan ke dalam labu takar.

Tambahkan aquades sampai dengan tanda tera. Tutup labu takar, kocok hingga homogen, tuang dalam gelas beaker.

3. Ambil 15 ml larutan standar borax ke dalam erlenmeyer, ditambahkan indikator Methyl Orange (MO) sebanyak 3 tetes, kemudian dititrasi dengan menggunakan HCl (0,1N) yang telah dibuat sebelumnya, hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah. Ulangi hingga diperoleh data 3 kali ulangan.

4. Hitung N HCl dengan rumus:

𝑁

𝐻𝐶𝑙

=

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎𝑏𝑜𝑟𝑎𝑥(g) 𝑥 2 x 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖𝐻𝐶𝑙

𝐵𝑀𝑏𝑜𝑟𝑎𝑥𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝐻𝐶𝑙 (𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟)

BM borax= 382

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑜𝑟𝑎𝑥 =15

50𝑥 0,6 𝑔

C.3 Pembuatan larutan NaOH 0,1 N

1. Hitung kebutuhan NaOH, dengan rumus

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑁𝑎𝑂𝐻(g) = 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻𝑥 𝑀𝑟𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑁𝑎𝑂𝐻(𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟) 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖𝑁𝑎𝑂𝐻

2. Timbang NaOH yang dibutuhkan dalam gelas beaker

3. Tambahkan aquades sebanyak 20-40% dari volume larutan yang akan dibuat, kemudian aduk sampai terlarut dan homogen

4. Pindahkan larutan NaOH kedalam labu takar dengan ukuran sesuai dengan volume larutan yang akan dibuat, kemudian tambahkan aquades ke dalam labu takar sampai dengan tanda tera

(4)

4 C.4 Standarisasi larutan NaOH menggunakan asam oksalat (H2C2O4.2H2O)

1. Berdasarkan reaksi: 2 NaOH + H2C2O4.2H2O  Na2C2O4 + 4 H2O

2. Buat larutan standar asam oksalat: Timbang 0,3 gram asam oksalat dihidrat (H2C2O4.2H2O), dalam gelas beker, larutkan dengan penambahan 20-25 mL aquades, masukkan kedalam labu takar 50 ml. Bilas gelas beaker menggunakan aquades (10-15 mL), tambahkan ke dalam labu takar. Selanjutnya tambahkan aquades ke dalam labu takar sampai dengan tanda tera.

3. Ambil 15 ml larutan asam oksalat standar ke.dalam erlenmeyer, ditambah indikator Phenolphtalein (PP) sebanyak 3 tetes, kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH (0,1N) yang telah dibuat sebelumnya, hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi semburat merah muda. Ulangi hingga diperoleh data 3 kali ulangan.

4. Hitung N NaOH dengan rumus:

𝑁

𝑁𝑎𝑂𝐻

=

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 (g) 𝑥 2 𝑥 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖𝑁𝑎𝑂𝐻

𝐵𝑀𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑁𝑎𝑂𝐻(𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟)

BM asam oksalat = 126 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑂𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡 =15

50 𝑥 0,3 𝑔

C.5 Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Asam Cuka Komersial

1. Pipet 4 mL asam cuka komersial, tuangkan ke dalam labu takar 100 mL, tambahkan aquades sampai tanda tera, ditutup dan dikocok hingga larutan homogen.

2. Ambil 10 mL asam cuka yang telah diencerkan, masukkan ke dalam Erlenmeyer, tambahkan 3 tetes indikator PP, dititrasi dengan larutan NaOH yang telah distandarisasi. Catat volume NaOH yang diperlukan untuk netralisasi asam cuka, yaitu NaOH yang diperlukan hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi semburat merah muda. Ulangi hingga diperoleh data 3 kali ulangan

3. Tentukan konsentrasi (normalitas) asam asetat dalam asam cuka komersial:

𝑁𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑁𝑎𝑜𝐻(ml)𝑥 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒asam cuka yang dititrasi (𝑚𝑙) x fp fp = 100/4 = 25 4. Tentukan kadar asam asetat (% b/v):

𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡(% b/v) = 𝑁𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝑥 𝑀𝑟𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡x 1L/1000mL 𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖asam asetat

x 100

𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡(% b/v) =𝑁𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝑥 𝑀𝑟𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡

𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖asam asetat 𝑥 10

(5)

5 LAPORAN PRAKTIKUM ACARA I

A. Judul:

B. Tujuan:

C. Tinjauan Pustaka

(6)

6 D. Bahan dan Metode

Bahan:

Alat:

Cara Kerja:

(7)

7

E. Hasil dan Pembahasan Hasil

mL titrasi Normalitas Kadar (%b/v) Keterangan

Standardisasi HCl -

Standardisasi NaOH -

Penentuan kadar asam cuka

Pembahasan

(8)

8

(9)

9 F. Kesimpulan

G. Daftar pustaka

H. Lampiran perhitungan

(10)

10 ACARA II

PENENTUAN RUMUS MOLEKUL SENYAWA HIDRAT A. Tujuan

1. Menentukan rumus molekul kupri sulfat hidrat 2. Menentukan tumus molekul barium klorida hidrat B. Pendahuluan

Massa atom suatu unsur didefinisikan sebagai massa atom unsur tersebut dibandingkan dengan massa atom lain sebagai standar. Berdasarkan perjanjian internasional (1961) digunakan sebagai skala massa atom yang didasarkan pada isotop karbon-12.Beberapa peneliti seperti Dalton, Gay Lussac dan Cannizaro telah mengembangkan metode untuk menentukan massa atom. Saat ini hal tersebut dapat dilakukan dengan tepat menggunakan alat spektrofotometer massa.

Senyawa hidrat adalah senyawa yang mengandung sejumlah molekul air. Molekul air ini terdapat dalam rasio yang tetap dalam senyawa hidrat. Ada beberapa senyawa yang bersifat mengikat air membentuk kristal hidrat. Hidrat merupakan zat murni yang stabil pada suhu tertentu dan kelembapan atmosfer. Apabila senyawa hidrat ini dipanaskan, maka molekul airnya akan terlepas menyisakan senyawa garam anhidrat. Pada umumnya, rumus kimia garam sudah diketahui. Jadi untuk menentukan rumus kimia senyawa hidrat, dapat dilakukan dengan menghitung koefisien molekul air (H2O). Nilai koefisien molekul air ini dapat diketahui dengan membandingkan mol garam dengan mol air, mengingat perbandingan mol = perbandingan koefisien.

C. Cara Kerja

C.1 Penentuan rumus kimia kupri sulfat hidrat 1. Timbang krus kosong sampai ketelitian miligram

2. Timbang kupri sulfat hidrat (0,5 g) masukkan kedalam krus 3. Panaskan krus dengan isinya dalam keadaan terbuka

4. Besarkan nyala pembakar sehingga krus menjadi merah pijar selama 30 menit sampai beratnya konstan

5. Dinginkan dan masukkan krus kedalam desikator

(11)

11 6. Timbang krus dan isinya dengan teliti

7. Tentukan massa air (H2O) = berat awal – berat akhir

8. Tentukan massa CuSO4 anhidrat = massa kupri sulfat hidrat (0,5g) – massa air 9. Tentukan rumus molekulnya:

Mol H2O = massa H2O / Mr H2O = n

Mol CuSO4 = massa CuSO4 anhidrat / Mr CuSO4 = m

Rumus molekul garam kupri sulfat hidrat adalah CuSO4.(n/m) H2O C.2 Penentuan rumus kimia barium klorida hidrat

1. Timbang krus kosong sampai ketelitian miligram

2. Timbang barium klorida hidrat (1 g) masukkan kedalam krus

3. Panaskan krus dengan isinya dalam keadaan tertutup sebagian (5 menit)

4. Besarkan nyala pembakar sehingga krus menjadi merah pijar selama 20 menit sampai beratnya konstan

5. Dinginkan dan masukkan krus kedalam desikator 6. Timbang krus dan isinya dengan teliti

7. Tentukan massa air (H2O) = berat awal – berat akhir

8. Tentukan massa BaCl2 anhidrat = massa barium klorida hidrat (1 g) – massa air 9. Tentukan rumus molekulnya:

Mol H2O = massa H2O / Mr H2O = x

Mol BaCl2 = massa BaCl2 anhidrat / Mr BaCl2 = y

Rumus molekul: garam barium klorida hidrat adalah BaCl2. (x/y) H2O

(12)

12 ACARA III

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN A. Tujuan

1. Menentukan perubahan titik didih larutan 2. Menentukan BM zat nonvolatil

B. Pendahuluan

Sifat koligatif larutan adalah sifat suatu larutan yang tidak dipengaruhi oleh jenis zat tersebut tetapi dipengaruhi oleh konsentrasinya. Jika dalam suatu zat pelarut dimasukkan zat lain yang tidak mudah menguap (non volatile) maka tenaga bebas pelarut tersebut akan turun.

Penurunan tenaga bebas ini menurunkan hasrat zat pelarut untuk berubah menjadi fase uapnya sehingga tekanan uap pelarut dalam larutan menjadi rendah bila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni. Sebagai akibat lebih lanjut dari turunnya tekanan uap adalah peningkatan titik didih larutan dibanding titik didih pelarut murni. Titik didih larutan adalah suhu pada saat tekanan uap jenuh larutan tersebut sama dengan tekanan luar, sehingga gelembung uap yang terbentuk dalam larutan dapat mendorong diri ke permukaan menuju fasa gas. Oleh karena itu, titik didih suatu zat cair bergantung pada tekanan luar. Titik didih air adalah 1000C, pada tekanan 1 atm (76 cmHg). Informasi mengenai besar kenaikan titik didih larutan dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan BM zat non volatil yang terlarut. Untuk larutan encer berlaku persamaan

Tb = Kb. m, namun untuk larutan elektrolit Tb = Kb. m . i Kb = RT2/1000. Hv

BM = (Kb/1000Tb). (W/W1)

(13)

13 Keterangan

R = tetapan umum gas = 1,987 kal K-1 mol-1

Tb = titik didih larutan – titik didih pelarut m = molalitas (mol solut/ 1000 g pelarut)

Kb = tetapan kenaikan titik didih (K kg/mol), utk aquades pada Td 100 oC = 0,512 i = 1+ (n-1) α; n: jumlah ion yang dihasilka dari setiap satu satuan rumus kimia senyawa terlarut; α = derajat ionisasi (untuk larutan elektrolit kuat dianggap = 1) T = titik didih (K)

Hv = panas penguapan pelarut (air = 540 kal/g) BM = massa rumus zat terlarut

W1 = massa pelarut W = massa zat terlarut

C. Cara Kerja

1. Timbang @ 5 g urea, 5 g gula (sukrosa) dan 5 g garam (NaCl). Masing-masing bahan dilarutkan dalam 75 ml aquades dan aduk hingga diperoleh larutan urea, larutan gula dan larutan garam.

2. Tentukan titik didih larutan dan pelarut dengan pemanasan menggunakan hotplate.

3. Tentukan Tb dan BM dari zat terlarut (urea, gula dan garam)

(14)

14 ACARA IV

KESETIMBANGAN KIMIA A. Tujuan

Menentukan tetapan kesetimbangan pada reaksi Fe3+ (aq) + SCN(aq) ↔ FeSCN2+(aq) A. Pendahuluan

Beberapa reaksi kimia tidak sempurna, yaitu reaksinya berada pada intermediate state yang memperlihatkan bahwa reaksi pembentukan produk dan pemecahan produk menjadi reaktan adalah sama. Pada kondisi ini baik reaktan maupun produk memiliki konsentrasi tetap, dan disebut sebagai kesetimbangan kimia. Kesetimbangan kimia adalah keadaan reaksi bolak- balik dimana laju reaksi pembentukan reaktan dan produk sama, konsentrasi keduanya tetap.

Kesetimbangan kimia merupakan kesetimbangan dinamis, bukan kesetimbangan statiss.

Reaksi terjadi terus menerus dengan kecepatan yang sama sehingga seakan-akan reaksi berhenti. Oleh karena itu pada kesetimbangan terkadang dianggap reaksi berhenti. Letak kessetimbangan pada suhu dan tekanan tertentu, dinyatakan dengan konstanta kesetimbangan.

aA + bB  cC + dD

Untuk reaksi bolak-balik tersebut, kesetimbangan tercapai saat kecepatan reaksi ke kiri dan kanan sama, maka :

K1[A]a x [B]b = k2 [C]c x [D]d

Kc(tetapan kesetimbangan) = k1/k2 = [C]c x [D]d

[A]a x [B]b

Le Chatelier menyatakan bahwa jika suatu sistem yang setimbang dikenai gangguan yang dapat mengubah faktor-faktor yang menentukan kondisi kesetimbangan maka sistem akan bereaksi untuk meminimalisasi efek gangguan. Efek eksternal yang sering memberikan gangguan antara lain perubahan suhu, tekanan dan konsentrasi. Secara umum nilai numerik konstanta kesetimbangan tergantung pada suhu. Peningkatan suhu suatu campuran setimbang menyebabkan pergeseran keadaan kesetimbangan ke arah reaksi endoterm. Penurunan suhu menyebabkan pergeseran ke arah reaksi eksoterm. Jika tekanan dinaikkan maka kesetimbangan akan bergesser ke arah reaksi yang menurunkan tekanan, dan sebaliknya. Peningkatan konsentrasi reaktan akan menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah pembentukan produk,

(15)

15 sedangkan peningkatan konsentrasi produk akan menyebabkan kesetimbangan bergeser kea rah pembentukan reaktan.

B. Cara Kerja

Pembuatan kurva standar

1. Siapkan larutan 0,002M KSCN dan larutan 0,2 M Fe(NO3)3 dalam HNO3 1 M. Hati- hati karena HNO3 bersifat korosif.

2. Siapkan 6 tabung reaksi bersih, buat larutan standar seperti tabel. Tentukan panjang gelombang absorbansi maksimumnya menggunakan salah satu tabung (λ maks). Tera absorbansi dari tiap-tiap tabung pada λ maks. Tentukan konsentrasi FeSCN2+ pada tiap tabung. Dasar penentuan konsentrasi FeSCN2+pada tiap tabung adalah konsentrasi awal Fe3+ yang jauh lebih tinggi dibanding konsentrasi awal SCN–, akibatnya reaksi akan berjalan kearah pembentukan produk sampai seluruh SCN–

dikonversi menjadi FeSCN2+. Sehingga konsentrasi FeSCN2+ dapat ditentukan berdasarkan konsentrasi awal SCN– dalam larutan.

Tabung Larutan 0,002M KSCN (ml)

Larutan 0,2 M Fe(NO3)3 dalam 1M HNO3

(ml)

aquadest

1 1 5 4

2 2 5 3

3 3 5 2

4 4 5 1

5 5 5 0

blanko 0 5 5

3. Buatlah kurva standar hubungan antara absorbansi (y) dan konsentrasi FeSCN2+ (x), dan tentukan persamaannya.

Penentuan tetapan kesetimbangan (Kc)

1. Siapkan larutan 0,002 M Fe(NO3)3 dalam 1 M HNO3 dan larutan 0,002M KSCN

2. Sediakan 5 tabung reaksi bersih (beri label no 1 – 5), isi dengan larutan seperti tabel.

Tabung Larutan 0,002M KSCN (ml)

Larutan 0,002 M Fe(NO3)3 dalam 1 M HNO3

(ml)

aquades

1 1 5 4

2 2 5 3

3 3 5 2

4 4 5 1

5 5 5 0

blanko 0 5 5

3. Tera absorbansi larutan pada setiap tabung pada λ maks. Tentukan konsentrasi FeSCN2+

dengan menggunakan persamaan kurva standar.

(16)

16 4. Tentukan konsentrasi awal dan konsentrasi setimbang dari tiap-tiap ion (Fe3+, SCN,

dan FeSCN2+)

5. Tentukan tetapan kesetimbangan (Kc)

(17)

17 LAPORAN SEMENTARA KIMIA DASAR

Acara 1: Pembuatan dan standarisasi larutan serta penggunaan larutan standar untuk penentuan kadar suatu zat

1. Pembuatan larutan HCl 0,1 N

 Normalitas HCl pekat =

 Volume HCL pekat yang diperlukan =

2. Standardisasi larutan HCl 0,1 N

 Dasar reaksinya:

Volume HCL 0,1 N yang diperlukan =...ml; ...ml; dan...ml, sehingga dapat ditentukan Normalitas HCl yang sesungguhnya = ...; ...; ..., reratanya=

3. Pembuatan larutan NaOH 0,1N

 Massa NaOH yang diperlukan = 4. Standardisasi larutan NaOH 0,1 N

 Dasar reaksinya:

Volume NaOH 0,1 N yang diperlukan =...ml; ...ml; dan...ml, sehingga dapat ditentukan Normalitas HCl yang sesungguhnya = ...; ...; ..., reratanya:

5. Penentuan kadar asam cuka komersial

Volume NaOH 0,1 N yang diperlukan =...ml; ...ml; dan...ml, sehingga dapat ditentukan Normalitas asam asetat = ...; ...; ..., reratanya:... Kadar asam asetat (%b/v) = ...; ...; ..., reratanya =...

(18)

18 Kesimpulan sementara

Surakarta, …...

ACC. Assisten Kimia Anorganik

(19)

19 Acara II: Penentuan rumus molekul senyawa hidrat

Hasil Pengamatan

Tabel 2.1 Penentuan rumus molekul senyawa hidrat

Sampel kupri sulfat hidrat:

Massa H2O = (massa krus + massa sampel) – massa akhir = ...

Massa anhidrat = massa sampel – massa H2O =...

Mol H2O = Mol CuSO4 =

Rumus molekul kupri sulfat hidrat =

Sampel kurpri sulfat hidrat:

Massa H2O = (massa krus + massa sampel) – massa akhir = ...

Massa anhidrat = massa sampel – massa H2O =...

Mol H2O = Mol BaCl2 =

Rumus molekul barium klorida hidrat =

Sampel massa

krus (g) massa sampel (g)

massa akhir (g)

massa H2O (g)

massa anhirat (g)

warna

awal akhir Kupri sulfat hidrat

Barium klorida hidrat

(20)

20 Kesimpulan sementara

Surakarta, …...

ACC. Assisten Kimia Anorganik

(21)

21 Acara III. Sifat koligatif larutan

Hasil Pengamatan

Tabel 3.1 Titik Didih (Tb) pelarut dan Tb Larutan

Sampel Tb pelarut (°C) Tb larutan (°C)  Tb Tb (K) Kb BM Urea

Gula garam

Sampel Urea

Tb = Tb larutan – Tb pelarut = …………

Kb = RT2/1000. Hv BM =

Sampel Gula

Tb = Tb larutan – Tb pelarut = …………

Kb = RT2/1000. Hv BM =

Sampel Garam

Tb = Tb larutan – Tb pelarut = …………

Kb = RT2/1000. Hv BM =

(22)

22 Kesimpulan Sementara

Surakarta,……….

ACC. Asisten Kimia Anorganik

(23)

23 Acara 4. Kesetimbangan Kimia

Reaksinya: Fe3+ (aq) + SCN(aq) ↔ FeSCN2+(aq) (kuning) (tidak bewarna) (merah) Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Kurva standar

Konsentrasi (Molar) Absorbansi

Persamaan kurva standar:

Tabel 4.2. Konsentrasi larutan pada tiap tabung

Tabung Absorbansi Konsentrasi (M) 1

2 3 4 5

Tabel 4.3 Perhitungan Konsentrasi Awal dan Setimbang Tabung

Konsentrasi Awal Konsentrasi Setimbang

Fe3+ SCN- Fe(SCN)2+ Fe3+ SCN-

1 2 3 4 5

(24)

24 Tabel 4.4 Nilai Konstanta Kesetimbangan

Tabung [(Fe(SCN)2+]stb

[Fe3+]stb [SCN-]stb 1

2 3 4 5

Analisis Hasil Pengamatan

a. Konsentrasi (Fe3+) awal  Rumus : M1.V1 = M2.V2 b. Konsentrasi (SCN-) awal  Rumus : M1.V1 = M2.V2

c. Konsentrasi Fe(SCN)2+ kurva standar = konsentrasi (SCN-) awal

d. Konsentrasi Fe(SCN)2+ setimbang berdasarkan persamaan kurva standar e. Konsentrasi (Fe3+) setimbang

(Fe3+) setimbang = (Fe3+) awal – Fe(SCN)2+ setimbang f. Konsentrasi (SCN-) setimbang

(SCN-) setimbang = (SCN-) awal – Fe(CNS)2+ setimbang

g. Konstanta Kesetimbangan Kc pada seluruh tabung = [(Fe(CNS)2+]stb [Fe3+]stb [CNS-]stb

(25)

25 Kesimpulan Sementara :

Surakarta, ….

ACC. Asisten Kimia Anorganik

(26)

26

Lampiran Beberapa Standar Acuan Label Bahan Kimia

Health (Blue)

4 Danger May be fatal on short exposure. Specialized protective equipment required

3 Warning Corrosive or toxic. Avoid skin contact or inhalation

2 Warning May be harmful if inhaled or absorbed 1 Caution May be irritating

0 No unusual hazard

Flammability (Red)

4 Danger Flammable gas or extremely flammable liquid

3 Warning Flammable liquid flash point below 100° F 2 Caution Combustible liquid flash point of 100° to

200° F

1 Combustible if heated

0 Not combustible

Reactivity (Yellow)

4 Danger Explosive material at room temperature 3 Warning May be explosive if shocked, heated under

confinement or mixed with water

2 Warning Unstable or may react violently if mixed with water

1 Caution May react if heated or mixed with water but not violently

0 Stable Not reactive when mixed with water Special Notice Key (White)

W Water Reactive Oxy Oxidizing Agent

(27)

27

Referensi

Dokumen terkait

PROSEDUR TETAP INSTALASI LABORATORIUM Tanggal terbit 11 September 2014 DITETAPKAN OLEH DIREKTUR Dr. Asmani Sumarno, Sp. Pengertian Sputum dibuat sediaan pada objek. Sediaan yang

• Kerap melawat perindukan dan perhatikan taburan anak- anak ayam untuk mempastikan bahawa suhu perindukan adalah sesuai dan anak-anak ayam minum serta makan... • Besarkan ruang

Hwalnya terasa gatal-gatal di pergelangan dan punggung kaki kiri lebih kurang 1 bulan yang lalu3 kemudian berobat ke dokter umum diberi obat minum penghilang rasa gatal3 di minum

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin

disease that caused around 50% yield losses at the beginning of 21st century in Uganda and is threatening the food security of about 70 million people owing to its impact on

Sedangkan pengaruh atas penerapan CSR juga menunjukkan perbedaan dari hasil- hasil penelitian yang telah dilakukan, baik pengaruhnya terhadap kinerja keuangan

Variabel independen yang sama digunakan dalam penelitian sekarang adalah profitabilitas dan kebijakan hutang.. Terdapat satu variabel yang berbeda yaitu investment